viii
ABSTRAK
PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA
DAN
LOCUS OF CONTROL
PADA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN
(Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)
Veronica Giuliani Eta S Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control
pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Januari sampai dengan Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap pada bagian administrasi. Sampel penelitian ini berjumlah 180 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.
ix
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING
ATMOSPHERE AND LOCUS OF CONTROL ON THE
RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE
AND SERVICE QUALITY OF EMPLOYEES
A Case Study on Administrative staff of Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta
Veronica Giuliani Eta S Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees.
This research was carried out at Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta from January till February 2007. The population of the research were all permanent employees from administrative Section of those two universities. Samples of this research were 180 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analizing the data wasregressiondeveloped by Chow.
PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA
DAN
LOCUS OF CONTROL
PADA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN
Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Veronica Giuliani Eta S NIM: 021334002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SKRIPSI
PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA
DAN
LOCUS OF CONTROL
PADA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN
Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Oleh:
Veronica Giuliani Eta S NIM: 021334002
Telah Disetujui Oleh:
Pembimbing I
(Laurentius Saptono S.Pd, M.Si) Tanggal, 03 Juni 2007
Pembimbing II
iii
SKRIPSI
PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA
DAN
LOCUS OF CONTROL
PADA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN
Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Dipersiapkan dan ditulis Oleh: Veronica Giuliani Eta S
NIM: 021334002
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 07 Agustus 2007
dan telah dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Ketua : Yohanes Harsoyo, S.Pd, M. Si ………...
Sekretaris : Laurentius Saptono, S.Pd, M. Si ………... Anggota : Laurentius Saptono, S.Pd, M. Si ………... Anggota : Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M. Si ………...
Anggota : Drs. F.X Muhadi, M.Pd ………...
Yogyakarta, 07 Agustus 2007
Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas sanata dharma
Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Karya yang mungkin masih jauh dari sempurna ini saya persembahkan untuk semua yang teramat ku kasihi:
Hati Kudus Tuhan Yesus
yang selalu memberikan ketenangan hati ini, terlebih saat aku mengahadapi ujian sarjana ini
Bunda Maria
Yang telah menjadi perantara semua syukur & doa ku
Bapak Josep Ignatius Sabardijo dan Ibunda Cicilia Warsiti
yang selalu restui langkahku, berdoa untukku, menjaga dan menyayangiku Mbak Wien-Mas Andre Aditya dan Agung
-bulek kangen kalian- yang selalu berdoa dan menyayangiku Mas Rose-Mbak Tutik, Surya dan Denok,
“aku kan selalu ingat keluarga ini”
Sahabat seperjuanganku Shila-Adji, Febri dan Yuli
yang selalu menjadi sahabatku, sukses untuk kita kita saling doakan yach
v
PENGHARAPAN Jalanku berat, hampa & penuh dosa Hatiku angkuh, iri & tinggi hati Dari-MU Tuhan kuharapkan kasih Kasih dari Tuhan Yesus Ajarilah aku kasih-MU Karena kasih-MU Yang pasti lemah lembut, memaafkan dan murah hati
SAHABAT meski aku bukan seorang sahabat yang terbaik bagi dirimu meski apa yang ku berikan untuk sahabat, kurang berarti di hatimu tapi aku kan berusaha untuk memberikannya dengan tulus untukmu aku kan selalu berusaha untuk jadi sahabat yang baik aku kan selalu berusaha untuk tidak menyakiti sahabat sahabat izinkan aku untuk merindukanmu merindukan saat-saat kebersaan itu meski sebentar lagi kita kan dipisahkan oleh jarak untuk kita menggapai impian masing-masing
vi
MOTTO
Segala sesuatu akan diberikan indah pada waktunya oleh-NYA karena sesuatu hal ada waktunya dan segala sesuatu itu adalah yang terbaik untuk kita menurut DIA.
Berikan waktu yang kita miliki…dalam sehari…..dalam semalam untuk DIA, untuk orang-orang yang menyayangi kita -ortu, sahabat, kekasih- dan untuk diri kita sendiri….untuk semua kewajiban kita -refleksi gladi rohani
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 07 Agustus 2007 Penulis
viii
ABSTRAK
PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA
DAN
LOCUS OF CONTROL
PADA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN
(Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)
Veronica Giuliani Eta S Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control
pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Januari sampai dengan Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap pada bagian administrasi. Sampel penelitian ini berjumlah 180 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.
ix
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING
ATMOSPHERE AND LOCUS OF CONTROL ON THE
RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE
AND SERVICE QUALITY OF EMPLOYEES
A Case Study on Administrative staff of Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta
Veronica Giuliani Eta S Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees.
This research was carried out at Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta from January till February 2007. The population of the research were all permanent employees from administrative Section of those two universities. Samples of this research were 180 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analizing the data wasregressiondeveloped by Chow.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
KATA PENGANTAR ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Batasan Masalah ...4
C. Rumusan Masalah...5
D. Tujuan Penelitian ...5
E. Manfaat Penelitian ...5
BAB II LANDASAN TEORI ...7
A. Kultur Lingkungan Kerja ...7
xi
2. Kultur Lingkungan Kerja ...12
3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja ...12
B.Locus of Control ...14
1. PengertianLocus of Control...14
2. DimensiLocus of Control...14
3. Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan Locus of Control...16
4. Perbedaan orientasiLocus of Control Internal dan Eksternal ...17
5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi OlehLocus of Control...18
C. Kecerdasan Emosional ...20
1. Pengertian Kecerdasan Emosional ...20
2. Dimensi Kecerdasan Emosional ...23
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional... 25
4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi ... 25
D. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 27
1. Definisi dan Karakteristik Jasa ... 27
2. Kualitas Pelayanan Jasa... 28
3. Dimensi Kualitas Jasa... 31
xii
F. Kerangka Berpikir ... 37
G. Hipotesis ... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 39
D. Variabel Penelitian ... 40
1. Kultur Lingkungan Kerja ... 40
2. Locus of Control... 41
3. Kecerdasan Emosional... 43
4. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 44
E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 46
F. Teknik Pengumpulan Data ... 47
G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 47
H. Teknik Analisis Data ... 54
1. Analisis Deskriptif ... 54
2. Pengujian Normalitas dan Linieritas ... 54
3. Uji Hipotesis ... 55
BAB IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS ... 58
A. Universitas Negeri Yogyakarta ... 58
1. Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta ... 58
2. Visi dan Misi Universitas Negeri Yogyakarta ... 59
xiii
B. Universitas Gadjah Mada ... 60
1. Sejarah Universitas Gadjah Mada ... 60
2. Visi dan Misi Universitas Gadjah Mada ... 61
3. Tujuan ... 62
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 63
A. Deskripsi Data ... 63
1. Deskripsi Responden Penelitian ... 64
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 65
B. Analisis Data ... 72
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 72
2. Pengujian Hipotesis ... 74
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 84
BAB VI KESIMPULAN ... 92
A. Kesimpulan ... 92
B. Keterbatasan Penelitian ... 92
C. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja ...40
Tabel 3.2 Tabel Operasionalisasi VariabelLocus of Control...42
Tabel 3.3 Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional...43
Tabel 3.4 Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan ...45
Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kultur Lingkungan Kerja...49
Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Uji Validitas VariableLocus of Control...50
Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kecerdasan Emosional...51
Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kualitas Pelayanan Karyawan ....52
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas...53
Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian ...63
Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ...64
Tabel 5.3 Pendidikan Terakhir Responden ...64
Tabel 5.4 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiPower Distance...65
Tabel 5.5 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada DimensiCollectivism vs Individualism...66
Tabel 5.6 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada DimensiFemininity vs Masculinity...67
Tabel 5.7 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ...68
Tabel 5.8 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan...69
xv
Tabel 5.10 Kecerdasan Emosional Karyawan ...70
Tabel 5.11 Kualitas Pelayanan Karyawan ...71
Tabel 5.12 Hasil Pengujian Normalitas ...72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian ...98
Lampiran II Data dan Hasil Pengujian Validitas/Reliabilitas ...111
Lampiran III Data Induk Penelitian ...124
Lampiran IV Distribusi Frekuensi ...153
Lampiran V Hasil Pengujian Normalitas dan Linieritas ...160
Lampiran VI Hasil Pengujian Hipotesis ...162
Lampiran VII Tabel Statistik ...163
xvii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini merupakan karya tulis ilmiah yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana kependidikan di Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. T Sarkim, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi.
4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing II dan tim penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Drs. F.X Muhadi, M.Pd selaku tim penguji.
7. Segenap dosen dan staff karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma atas proses selama penulis belajar dan menyelesaikan karya ilmiah ini.
xviii
9. Bapak Josep Ignatius Sabardijo dan Ibunda Cicilia Warsiti atas kasih, kesabaran, doa, restu di tiap langkahku dan segala pengorbanannya “pak/bu…etha sampun lulus”.
10. Keluaraga Mbak Clara Erwinawati-Mas Andreas Suryono atas kasih, doanya dan semangatnya, kedua keponakanku Agustinus Aditya Surya dan si kecil Bernadus Kidung Agung, aku kangen tawa dan canda kalian berdua.
11. Keluarga Mas Rose-Mbak Tutik atas semuanya yang telah diberikan kepadaku saat masa-masa sulit ‘itu’, serta Suryo dan Denok…belajar yang rajin yach, berantemnya jangan keseringan. Aku tak akan lupa keluarga ini.
12. Keluarga Mas Joni-Mbak Bekti, Kelik. yang telah memberiku semangat…si kecil Vina “kecil-kecil kok udah cerewet yach”.
13. Om Harmaji-Bulek Titik, Mas Indra (thanks dah jadi dokter komputerku), dhek indri (semangat ya jalani kehidupan ini, apapun itu).
14. Keluarga besar Simbah Sastrosuwito, atas doanya untuk kami anak-cucu-cicit, juga Simbah Putri.
15. Alumni TK/SD Kanisius Kanutan, Alumni SMP Kanisius Ganjuran, Alumni SMA Stella Duce 2 Yogyakarta (yang sudah bentuk pribadiku menjadi pribadi yang berani ngomong).
16. Devi…sodara dan sobatku sejak kanak-kanak sampe saat ini, atas semangatnya, doa barengnya. Akhirnya aku lulus juga dev..!
17. Sobat-sobatku Shila-Adji (semoga langgeng ya), Febri (semoga langgeng sama Kelik), Yuli…”thanks atas kebersamaan 5 tahun ini dan makacih atas semua yang kalian beri untukku”, mbak Tia (eh...kita lulus bareng ya..kukira U duluan), Moko-Felly (baek-baek ya jagain thomasnya), Titet-Dinot (berantemya diminimalisir ya), Adi-Ayuk, Wulan, Burket.
18. Bekti dan Kristin (“krist, cepat sembuh dan tetep ingat Yesus kita, doa ya krist…karena itu kekuatanmu), thanks karena kalian telah menemaniku jalan-jalan ke UNY dan UGM.
xix
20. Yudhis, Mbak Pur (thanks atas doanya), Premadi (semoga pilihanmu tepat dan bahagia jalani pilihanmu) ”meski singkat kebersamaan kita, aku merasakan kalian dah mengasihiku”. tetep setia ya dalam melayani kanak-kanak Yesus. 21. Temen-temen PAK ‘A 2002 yang sudah lulus “sukses ya, bagi-bagi info
kerjaan ya..GBU”, yang masih berjuang di kampus “tetep semangat…cepet lulusnya…GBU”. Semua temen-temen PAK dari Ganjuran TM PAK ‘C’ 2002 (thanks udah boncengin aku, terlebih saat aku sakit).
22. Temen-temen eks-DHM Ganjuran Wawan, Clara, Yona, Arnanto, Budi, Hendrik atas semangatnya “kapan kita dapat kumpul lagi yach?” Dan temen-temen DHM yang sekarang “thanks, masih mengajakku gabung di tiap kegiatan”…tetep kompak!
23. Temen-temen Mudika St.Stephanus Wilayah Siten, lebih kompak lagi yach! 24. Temen-temen Pendamping Iman Anak Paroki Ganjuran Kristi, Dedy, Komar,
Kecik, Rani, Aik thanks udah mengajakku gabung disini “yang sabar ya dalam membentuk paguyuban ini jadi lebih baik dan tetep setia dan kreatif menyampaikan sabda Tuhan untuk temen-temen kecil kita.
25. Galih, kehadiranmu dan perpisahan ini membuat aku bisa belajar mencintai dengan tulus.
26. Dan semua yang belum tertulis disini, yang telah membantu terselesaikannya karya ini baik material ataupun non material.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam karya ini ditemukan kesalahan penulisan nama atau kata dan semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca. Dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penulisan yang lebih baik.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum masih banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan intelektual yang tinggi menjadi ukuran utama kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Artinya, keberhasilan/kesuksesan seseorang dalam bekerja semata-mata ditentukan oleh kemampuan kognitifnya. Konsekuensi logisnya adalah bahwa seseorang yang berintelektual tinggi dianggap lebih pantas untuk mendapatkan status jabatan atau peningkatan karier. Sebaliknya, seseorang yang berintelektual rendah akan mendapatkan status jabatan yang rendah/pekerjaan yang kurang menjanjikan. Anggapan seperti ini ada dalam masyarakat selama puluhan tahun. Sampai ditemukannya sebuah riset yang menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam bekerja cenderung ditentukan oleh tingkat kecerdasan emosional dibandingkan kecerdasan intelektualnya, dengan persentase antara 5-20% bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan 80-95% ditentukan oleh kecerdasan emosional (http://www.kompas.com). Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seorang karyawan untuk memahami dan mengelola emosinya sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional, maka semakin berhasil seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanya.
yang didasarkan pada senioritas dan kekuasaan diatasnya. Dalam lingkungan kerja juga diharapkan terlaksananya komunikasi kerja, koordinasi dan evaluasi kerja untuk membangun soliditas dalam bekerja. Hal ini dilakukan untuk membangun budaya kerja yang mendukung terlaksananya fungsi suatu unit kerja didalam lingkungan kerja.
Locus of control adalah keyakinan individu mengenai faktor-faktor yang mengatur kejadian dalam hidupnya yang meliputi locus of control
tinggi, merasa tidak berdaya, percaya diri yang rendah dan penyesuaian diri yang kurang baik.
Untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control terhadap hubungan antara tingkat kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja dan Locus of Control Pada Hubungan antara
Kecerdasan Emosional dengan Kualitas Pelayanan Karyawan”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administratif Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?
2. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas yang diteliti
pelayanan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Bagi penelitian selanjutnya
7
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Kultur Lingkungan Kerja
1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung akan membuat karyawan menjadi bersemangat dan bergairah dalam bekerja, sehingga berdampak positif pada kinerjanya. Dengan semangat dalam bekerja karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang banyak menimbulkan resiko atau tidak aman, dan tidak mendukung dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan akan menyebabkan merosotnya semangat kerja, kemungkinan terjadi kesalahan dalam tugas, dan menurunnya produktivitas kerja (Nitisemito, 1982:183).
Menurut Ahyari (1989:206) lingkungan kerja adalah lingkungan di mana para karyawan melakukan tugas dan pekerjaannya. Lingkungan kerja karyawan terdiri atas 3 kelompok.
1. Fasilitas untuk pelayanan karyawan, yang meliputi pelayanan makan, kesehatan, dan pengadaan kamar mandi/kamar kecil.
2. Kondisi kerja, yang meliputi pengaturan penerangan ruang kerja, pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna, penerangan ruang gerak yang diperlukan serta keamanan karyawan. 3. Hubungan karyawan dengan karyawan lain yang sering disebut
denganhuman relation.
Faktor lingkungan menurut Nitisemito (1982:216) adalah sebagai berikut:
1. Pewarnaan
Pewarnaan perlu diperhatikan sebab faktor ini akan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan. Misal, penggunaan warna putih pada ruang kerja dapat memberi kesan ruang yang sempit menjadi tampak luas dan bersih serta mendukung pekerjaan yang memerlukan ketelitian.
2. Kebersihan
selalu dijaga kebersihannya akan menimbulkan rasa senang dan mempengaruhi semangat dan gairah kerja seseorang.
3. Penerangan
Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan jika pekerjaan yang dilakukan menuntut ketelitian. Penerangan yang terlalu besar akan membuat rasa panas sehingga dapat menimbulkan rasa gelisah. Sebaliknya, penerangan yang kurang akan menyebabkan rasa mengantuk dan ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam melakukan tugasnya (Nitisemito, 1982:192). Menurut Ahyari (1989:216), penerangan tempat kerja yang baik secara akan mendukung kelancaran kegiatan operasi perusahaan, karena pekerja dapat bekerja dengan baik dan teliti sehingga hasil kerjanya juga bisa memuaskan. Penerangan yang baik untuk ruang kerja yaitu sinar yang cukup terang, tidak menyilaukan, dan distribusi cahaya yang merata, sehingga tidak ada kontras yang tajam. Penerangan yang cukup akan memberikan manfaat, yaitu:
meningkatkan produksi;
memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan; mengurangi tingkat kecelakaan;
memudahkan pengarahan dan pengawasan; meningkatkan gairah kerja;
mengurangi kerusakan atau kesalahan dari barang/tugas yang dikerjakan;
menurunkan biaya produksi; 4. Pertukaran udara (ventilasi)
Pertukaran udara yang cukup dalam ruang kerja sangat diperlukan terlebih jika dalam ruangan tersebut padat karyawan. Pertukaran udara yang cukup akan menimbulkan kesegaran fisik dari bawahan. Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang dapat menyebabkan kelelahan dan menurunnya semangat kerja, serta berpengaruh pada tingkat kesalahan dalam melaksanakan tugas.
5. Musik
Musik juga berpengaruh pada semangat dan gairah kerja seseorang. Bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka dapat menimbulkan suasana gembira dan mengurangi kelelahan dalam bekerja. Namun tidak selalu berarti tanpa musik semangat kerja menurun tetapi dengan adanya musik yang merdu dan menyenangkan akan meninkatkan semangat kerja.
6. Keamanan
7. Kebisingan
Kebisingan yang terus menerus dapat mengganggu konsentrasi kerja sehingga akan menimbulkan kesalahan. Pengaturan dan pengendalian suara harus diperhatikan untuk menjaga agar kepekaan pendengaran karyawan tetap dalam kondisi baik. Kekurangpekaan pendengaran karyawan dan suara bising dapat menyebabkan komunikasi terhambat, sebab informasi yang diberi dan diterima karyawan menjadi tidak jelas sehingga akan menyebabkan kesalahan.
8. Hubungan dengan atasan
Hubungan kerjasama yang baik antara karyawan dengan atasan akan mempengaruhi semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan. Karyawan cenderung senang dengan atasan yang perhatian, selalu mendengarkan pendapat bawahannya, bisa menghormati dan menghargai hasil kerja karyawan, dan adanya pujian atas hasil kerja yang baik.
9. Hubungan dengan rekan kerja
10. Otonomi dalam merencanakan dan menjalankan pekerjaan
Bagi karyawan yang suka tantangan dalam pekerjaannya cenderung akan lebih puas dalam bekerja bila dia diberi otonomi atau kebebasan dalam berpendapat dan berkreasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya kebebasan tersebut karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan merasa dihargai.
2. Kultur Lingkungan Kerja
Menurut Hofstede (1994:5), kultur diartikan sebagai:
“…a collective phenomenon, because it least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is a collective programming of the mid which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.
Kultur merupakan bentuk pemrograman mental secara kolektif. Kultur membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lain dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Dengan demikian kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang suatu persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik (Hofstede, 1994:35).
3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja
Dimensi kultur lingkungan kerja terdiri atas 4 hal, yaitu power distance; individualism dan collectivism; femininity dan masculinity; dan
a. Dimensi power distance. Indikator kultur lingkungan kerja pada dimensi power distance adalah perbedaan diantara karyawan diminimalkan, harus ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat, tingkatan di perusahaan berarti perbedaan aturan, sistem manajemen di lingkungan kerja, perbedaan gaji antara atasan dan bawahan, bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan, persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status.
b. Dimensi individualism vs collectivism. Indikator kultur lingkungan kerja pa dimensi individualism vs collectivism adalah basis identitas diri, keharmonisan di tempat kerja, hubungan komunikasi, penyalahgunaan kepemimpinan, hubungan antar karyawan, dasar penggajian dan promosi, sistem manajemen, hubungan kerja.
c. Dimensi femininity vs masculinity. Indikator kultur lingkungan kerja pada dimensi femininity vs masculinity adalah cara penyelesaian masalah, prinsip kerja, perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja, prinsip pekerjaan yang manusia, tipe manajer, sikap bersosial dalam lingkungan kerja.
B. Locus of Control
1. Pengertian Locus of Control
Locus of controladalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:30). Locus of control dibedakan menjadi dua yaitu
locus of control internal danlocus of control eksternal.Individu dikatakan memiliki locus of control internal jika memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya karena pengaruh dari dirinya sendiri dan keberhasilan atau kegagalan dipandang sebagai akibat dari perilakunya. Individu yang mempunyai locus of control eksternal cenderung memiliki keyakinan bahwa faktor-faktor di luar dirinya mempengaruhi perilakunya. Keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya dipandang sebagai nasib, faktor keberuntungan, kesempatan karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang tidak dapat dikuasainya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:32). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan keyakinan individu tentang faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control
eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya. 2. DimensiLocus of ControlRotter
independence (ketidaktergantungan); protection-dependency
(perlindungan ketergantungan); love and affection (cinta dan kasih sayang); danphysical comfort(kenyamanan fisik).
a. Dimensi status-recognition (pengakuan status), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk dihargai; ingin dianggap kompeten; dan kesuksesan dalam berkarya.
b. Dimensi dominance (dominasi), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain dan kebutuhan untuk berkuasa.
c. Dimensi independence (ketidaktergantungan), indikator locus of control mencakup keyakinan diri dan menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri.
d. Dimensi protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), indikator locus of control mencakup menghindari frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan serta menggantungkan diri pada orang lain.
e. Dimensilove and affection(cinta dan kasih sayang), indikatorlocus of control mencakup kebutuhan untuk dicintai serta kehangatan; perhatian; cinta dan kasih sayang.
3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam PerkembanganLocus of Control
Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu dalam mengembangkan kecenderungan terhadaplocus of control tertentu.
a. Keluarga
Orang tua yang memberikan dukungan yang hangat, protektif, positif dan membimbing, akan menghasilkan anak-anak yang mengembangkan locus of control internal. Hal-hal tersebut akan membangun kepercayaan diri, penghargaan diri, serta kemandirian yang berterkaitan erat dengan locus of control internal.Hal-hal yang juga terkait dengan pengembangan locus of control internal adalah konsistensi dalam penerapan disiplin dan standar-standar oleh orang tua. Seorang anak belajar mengembangkan locus of control internal, dengan cara mengasosiasikan perilaku mereka dengan akibat-akibat yang dapat mereka prediksikan.
b. Faktor-faktor sosial
oleh kelompok etnis dan minoritas dengan sedikit akses pada pengerakan sosial ekonomi. Pengalaman demikian jika berlangsung secara terus-menerus akan mendorong berkembangnya kepercayaan individu bahwa faktor-faktor eksternal lebih berkuasa untuk mengendalikan hidupnya daripada dirinya sendiri.
4. Perbedaan OrientasiLocus of Control Internal dan Eksternal
Adanya perbedaanlocus of control pada individu-individu ternyata menimbulkan perbedaan sikap, sifat, dan lainnya. Lefcourt (Rosita, 2005:31) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kecenderunganlocus of control internal kurang konformis karena rasa percaya diri yang dimilikinya dan dapat melakukan kontrol dengan kemampuannya sendiri, mengandalkan kemampuan dan keterampilan diri serta usaha-usaha yang dilakukan. Individu dengan kecenderungan locus of control internal cenderung lebih giat, rajin, ulet, mandiri, dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap pengaruh sosial, dan bertanggung jawab atas kegagalannya. Individu dengan kecenderungan locus of control eksternal cenderung
conform terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa kegagalan disebabkan oleh faktor luar dirinya. Individu juga cenderung menunjukkan sikap menyerah, merasa tidak berdaya, dan memiliki kecemasan yang tinggi daripada individu yang mempunyai kecenderungan
menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan, sedangkan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan mempengaruhi kehidupannya dan memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil (Findley dan Cooper dalam Rosita, 2005:31). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai kecenderungan locus of control internal mempunyai rasa percaya diri akan kemampuannya untuk dapat mengendalikan kehidupannya, mampu menghadapi kegagalan, mandiri, bertanggung jawab. Orang yang memiliki kecenderunganlocus of control
eksternal cenderung mudah menyerah, mempunyai kecemasan yang tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan mempunyai penyesuaian yang kurang baik.
5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi olehLocus of Control
Perbedaan kecenderungan arah locus of control akan membawa akibat dalam berbagai aspek kehidupan, perbedaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut (Lefcourt dalam Pujiwati, 2004:36):
a. Sikap terhadap lingkungan
berorientasi pada posisi dengan kekuasaan besar dan sebaliknya, individu yang memiliki locus of control eksternal lebih cenderung menyukai posisi dengan kekuasaan kecil.
b. Pengaruh konformitas dan perubahan sikap
Beberapa penelitian Crowne (Pujiwati, 2004:37) menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan. Sebaliknya, individu dengan kecenderungan eksternal lebih siap untuk menerima pengaruh, mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain. c. Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab
Individu dengan kecenderungan internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong daripada individu dengan kecenderungan eksternal.
d. Pencapaian prestasi
Menurut Shaver (Pujiwati, 2004:38) tingginya prestasi yang dicapai oleh individu dengan locus of control internal merupakan hasil dari kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas hasil usahanya, serta mengurangi reaksi-reaksi negatif yang cenderung muncul pada saat individu mengalami kegagalan.
e. Penyesuaian diri, kecemasan dan psikopatologi
sendiri, aktif, dan memiliki kecenderungan tinggi untuk berjuang. Kesederhanaan kepercayaan kendali yang ada dalam diri sendiri juga mendorong individu dengan locus of control internal pada penyesuaian diri dengan kecemasan. Sedangkan individu dengan kecenderungan eksternal cenderung mengalami lebih kecemasan daripada individu dengan kecemasan internal. Individu dengan locus of control eksternal sering menerima secara pasrah ancaman-ancaman dan informasi negatif tentang diri mereka.
C. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau emotional intelligence lebih dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Menurut John Mayer (Harmoko, http://www.binuscareer.com/article) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri.
Menurut Cooper dan Sawaf (dalam Harmoko,
terkait dengan kemampuan subyektif seseorang untuk dapat menggunakan kemampuan dan potensi emosionalnya dalam kehidupan sehari-hari. Komponen-komponen tersebut yaitu keterampilan yang berhubungan dengan perilaku moral, cara berpikir, pemecahan masalah, interaksi sosial, keberhasilan akademik dan pekerjaan, serta emosi.
Cooper dan Sawaf menawarkan kecerdasan emosional sebagai sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional di tempat kerja. Berikut ini adalah uraian dari Model Empat Batu Penjuru (Cooper dan Sawaf, 1998:xli-xlii):
a. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan terhadap emosi yang dialami dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif. b. Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas
c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada gilirannya mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.
d. Alkimia emosi (emotional alchemy), ialah kemampun kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya yang mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan menciptakan masa depan.
Apabila seseorang secara efektif memiliki keseluruhan aspek dalam model uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa ia adalah pribadi yang tangguh, yaitu pribadi yang dapat menggunakan emosinya secara cerdas. Cerdas dalam hal ini berarti tepat waktu dan dalam porsi yang tepat, tanpa tergantung dari pengaruh jenis kelamin.
a. Mengenali emosi diri
Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat emosi bergolak di dalam diri.
b. Mengelola emosi
Ialah menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. c. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri emosional dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut cenderung lebih produktif dan efektif dalam bekerja.
d. Mengenali emosi orang lain
Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan dapat menangkap hal-hal yang dikehendaki orang lain.
e. Membina hubungan
Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang mengandalkan pergaulan yang baik dengan orang lain.
Kecerdasan emosional memiliki 5 (lima) dimensi yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Pada dimensi mengenali emosi diri terdapat beberapa indikator kecerdasan emosional, yaitu: mengetahui keterbatasan diri; keyakinan akan kemampuan sendiri; mengetahui kekuatan; mengenali emosi diri. Pada dimensi mengelola emosi terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu: menahan emosi dan dorongan negatif; menjunjung norma kejujuran dan integritas; bertanggung jawab atas kinerja sendiri; luwes terhadap perubahan; terbuka dengan ide-ide serta informasi baru. Pada dimensi memotivasi diri terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu: dorongan untuk menjadi lebih baik; menyesuaikan dengan sasaran kelompok dan organisasi; kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan; kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. Pada dimensi mengenali emosi orang lain terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu: memahami perasaan orang lain; tanggap terhadap kebutuhan orang lain; mengerti perasaan orang lain; siap sedia melayani. Pada dimensi membina hubungan dengan orang lain terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu: kemampuan persuasi; terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas; kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; memiliki semangat
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosi dalam diri seseorang, yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor internal berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah hidup. Pengaruh luas yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara, misal melalui media massa. Faktor lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada ketika berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial di mana keberadaan manusia lain sebagai penerima komunikasi maupun hanya hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam berbagai kegiatan seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai organisasi (Goleman, 1997:275-279).
4. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi Tinggi
a. Selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya. b. Terampil dalam membina emosinya, mengenali kesadaran emosi diri
dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain.
c. Memiliki kecakapan kecerdasan emosi yang meliputi intensionalitas, kreatifitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif. d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius
kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.
f. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient, dan kinerja optimal.
Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah adalah sebagai berikut (Goleman, 1997:214-215):
a. Dikuasai dorongan hati, kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.
b. Menerima kritik dari orang lain sebagai serangan pribadi dan bukan sebagai keluhan yang harus diatasi.
c. Bersifat prasangka pada orang lain
d. Menutup diri atau sikap bertahan yang pasif e. Mudah patah semangat
D. Kualitas Pelayanan Karyawan
1. Definisi dan Karakteristik Jasa
Kotler (1984:428) menyatakan bahwa
“a service is any act performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything its production may or not be tied to a physical product.”
Berdasarkan pengertian tersebut, jasa mempunyai 4 karakteristik utama yang membedakan dengan barang, yaitu:
a. Intangibility
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri memiliki 2 pengertian, yaitu:
1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.
2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.
b. Inseparability
c. Variability
Jasa memiliki sifat sangat variabel, karena banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli atau pengguna jasa sangat peduli terhadap variabilitas ini dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih atau menggunakan penyedia jasa.
d.Perishability
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Permintaan pelanggan akan jasa pada umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman. Oleh karena itu, perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
2. Kualitas Pelayanan Jasa
Kualitas pelayanan jasa merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan adalah pelayanan yang diberikan pihak produsen pada konsumennya, dan sikap serta pelayanan
Menurut Fandy Tjiptono (1996:58), sehubungan dengan peranan
contact personel yang sangat penting dalam mencetak kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellent (pelayanan yang unggul), yang merupakan sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan, dalam hal ini ada 4 unsur pokok, yaitu:
a. kecepatan; b. ketepatan; c. keramahan; d. kenyamanan;
Komponen-komponen di atas merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, jika ada komponen yang kurang dapat mengakibatkan pelayanan atau jasa yang diberikan pada pelanggan tidak excellent. Untuk mencapai tingkat excellent, setiap karyawan harus mempunyai keterampilan tertentu diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap yang selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan baik tugas yang berkaitan pada bagiannya maupun bagian lain, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat pelanggan dan memiliki kemampuan memahami keluhan pelanggan secara profesional.
perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai harapan dan keinginan pelanggan atau belum. Kotler (1984:37) membagi jasa menjadi beberapa macam.
a. Barang berwujud murni
Terdiri atas barang berwujud, seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.
b. Barang berwujud yang disertai jasa
Terdiri atas barang berwujud yang disertai satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contoh: produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja tetapi juga kualitas dan pelayanan kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan purna jual).
c. Campuran
Terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misal: restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.
d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
tersebut membutuhkan barang padat modal agar terealisasi, tetapi komponen utamanya adalah jasa.
e. Jasa murni
Terdiri atas jasa murni seperti jasa dokter dan psikoterapi. 3. Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Zeithaml dalam Hendroyono (http://www.lrckesehatan.net/) dimensi kualitas jasa terdiri atas 5 dimensi pokok, yaitu:
a. Bukti fisik (tangible)
Bukti fisik merupakan kemampuan perusahaan untuk menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi. Pada dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan yaitu peralatan modern, fasilitas yang berdaya tarik visual, karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional, dan materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.
b. Keandalan (reliability)
c. Daya tanggap (responsive)
Daya tanggap merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan tepat. Pada dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan yaitu menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa, pelayanan yang segera/cepat bagi pelanggan, kesediaan untuk membantu pelanggan, dan kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.
d. Jaminan (assurance)
Jaminan merupakan kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan. Pada dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan yaitu karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan, membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi, karyawan yang secara konsisten bersikap sopan, dan karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan.
e. Empati (empaty)
E. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada kultur lingkungan kerja yang berbeda. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, cara memandang persoalan dan pemecahannya. Dengan demikian kultur lingkungan kerja merupakan faktor yang membentuk karyawan menjadi pribadi yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, mempunyai kecakapan personal dan akademik.
Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikanpower distancekecil, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan padapower distance
dengan pembagian kerja. Dan pada power distance besar akan berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi yang merepotkan banyak orang, sistem penggajian yang sangat berbeda pada karyawan atasan dan bawahan, karyawan relative tidak berpendidikan dan bekerja secara manual, dan terjadi persaingan antar karyawan.
Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan padaindividualism. Hal ini dikarenakan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikancollectivism
terdapat komunikasi yang lancar, adanya hubungan kekeluargaan antar karyawan, selalu mempertahankan keharmonisan, dan menghindari konfrontasi langsung. Dengan demikian suasana dalam bekerja menjadi lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena karyawan akan menyadari bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya bukan pesaing kerjanya, terjadinya rasa saling menghargai dan saling membantu antar karyawan. Dan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan individualism terdapat adanya komunikasi rendah, hubungan antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen yang berlaku adalah invidualistis.
disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity
terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan bersama. Dengan demikian akan terdapat kesempatan untuk saling menolong dan bekerja sama sebab keputusan yang diambil tidak didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Dan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan masculinity terdapat pengambilan keputusan hanya berdasarkan pada manajer, cara mengatasi konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadi persaingan antar karyawan.
Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dari pada
bekerja, dan tidak ada kemauan untuk belajar karena merasa sudah ahli dibidangnya.
2. Pengaruhlocus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan lebih tinggi dari pada karyawan yang mempunyai keyakinan locus of control
pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian diri yang kurang baik. Dengan demikian karyawan tidak bersemangat dalam bekerja dan kurang percaya diri, sehingga karyawan akan kesulitan dan karyawan lamban dalam berkerja.
F. Kerangka Berpikir
1. Pada kultur lingkungan kerja yang semakin berorientasi pada power distance kecil, collectivism, femininity dan uncertainty avoidance lemah
maka derajat hubungan antara kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada kultur lingkungan kerja yang semakin berorientasi pada power distance besar, individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance kuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin rendah.
Model:
G. Hipotesis
1. Ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
2. Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
kecerdasan emosional
kualitas pelayanan
karyawan
locus of control
kultur lingkungan
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada karyawan administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis. Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada karyawan administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta sebagai subyek penelitian ini.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2007
C. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subyek Penelitian
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional, kualitas pelayanan para karyawan, kultur lingkungan kerja danlocus of control.
D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
1. Kultur Lingkungan Kerja
Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Ada empat dimensi kultur lingkungan kerja diantaranya power distance,
individualism dancollectivism, femininitydan masculinity,danuncertainty avoidance (Hofstede, 1994:35-125). Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kultur lingkungan kerja:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja
Dimensi Indikator No. Item
Power distance
a. Perbedaan diantara karyawan diminimalkan
b. Ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat
c. Tingkatan di lingkungan kerja berarti adanya perbedaan aturan
d. Sistem manajemen di lingkungan kerja e. Perbedaan gaji antara atasan dan bawahan. f. Bawahan ikut serta dalam mengambil
keputusan
g. Persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status.
7
Individualism vs collectivism
a. Basis identitas diri
b. Keharmonisan di tempat kerja. c. Hubungan komunikasi
d. Penyalahgunaan kepemimpinan e. Hubungan antar karyawan f. Dasar penggajian dan promosi g. Sistem manajemen
h. Hubungan kerja
8 9 10 11 12 13 14 15 Femininity vs masculinity
a. Cara penyelesaian masalah b. Prinsip kerja
c. Perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja.
d. Prinsip pekerjaan yang manusia. e. Tipe manajer.
f. Sikap bersosial dalam lingkungan kerja.
16 17 18 19 20 21 Uncertainty avoidance
a. Kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja.
b. Orientasi dalam bekerja c. Semangat bekerja
d. Sikap terhadap pencapaian ketelitian e. Sikap terhadap perilaku karyawan.
f. Bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan.
22 23 24 25 26 27 Pengukuran variabel kultur lingkungan kerja didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.
2. Locus of Control
hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya. Ada dua dimensi locus of controlyaitu locus of controlinternal dan eksternal. Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel locus of control:
Tabel 3.2
Operasionalisasi VariabelLocus of Control
Pernyataan No Dimensi Indikator Internal Eksternal 1. Status-recognition (pengakuan status)
Kebutuhan untuk dihargai
Ingin dianggap kompeten
Kesuksesan dalam berkarya 4a,5a,10a, 14b, 23b 4b,5b,10b, 14b, 23a 2. Dominance (dominasi)
Kebutuhan untuk mengontrol aktifitas orang lain
Kebutuhan untuk berkuasa 3a,12a,17b, 22a,24b 3b,12b,17a, 22b,24a 3. Independence (ketidaktergan tungan)
Keyakinan diri
Menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri 8a,9b,11a, 13a,15a,16b, 18b,21b,25b, 28a 8b,9a,11b, 13b,15b,16a, 18a,21a, 25a,28b 4. Protection-dependency (perlindungan-ketergantungan)
Menghindari frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan
Menggantungkan diri pada orang lain
1a,2b,6b, 7b,19a, 29b
1b,2a,6a, 7a,19b, 29a
5. Love and affection(cinta dan kasih sayang)
Kebutuhan untuk dicintai
Kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang
20b,26a 20a,26b
6. Physical comfort
(kenyamanan fisik)
Kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari kesenangan jasmani)
Pengukuran variabel locus of control didasarkan pada indikator-indikator yang terdapat pada skala Rotter. Masing-masing pernyataan dijabarkan dalam skala nominal, dimana skor 0 =locus of control eksternaldan skor 1 =locus of control internal.
3. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional:
Tabel 3.3
Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator No. Item
Mengenali emosi diri
a. Mengetahui keterbatasan diri
b. Keyakinan akan kemampuan sendiri c. Mengetahui kekuatan
d. Mengenali emosi diri
1 2 3 4 Mengelola
emosi
a. Menahan emosi dan dorongan negatif b. Menjunjung norma kejujuran dan
integritas
c. Bertanggung jawab atas kinerja sendiri d. Luwes terhadap perubahan
e. Terbuka dengan ide-ide serta informasi baru
Memotivasi diri
a. Dorongan untuk menjadi lebih baik b. Menyesuaikan dengan sasaran kelompok
dan organisasi
c. Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan
d. Kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan
10 11 12 13 Mengenali emosi orang lain
a. Memahami perasaan orang lain
b. Tanggap terhadap kebutuhan orang lain c. Mengerti perasaan orang lain
d. Siap sedia melayani
14 17 18 16 Membina hubungan dengan orang lain
a. Kemampuan persuasi
b. Terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas
c. Kemampuan menyesuaikan tanggung jawab
d. Memiliki semangatleadership
e. Kolaborasi dan kooperasi
f. Ada kemampuan untuk membangun tim
19, 15 20 21 22 23 24 Pengukuran variabel kecerdasan emosional didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.
4. Kualitas Pelayanan Karyawan
Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kualitas pelayanan karyawan:
Tabel 3.4
Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan
Dimensi Indikator No. Item
Keandalan (reliability)
a. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan. b. Dapat diandalkan dalam menangani
masalah jasa pelanggan.
c. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali.
d. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
e. Menyimpan catatan atau dokumen tanpa kesalahan. 1 2 3 4 5 Daya tanggap (responsive)
a. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa. b. Pelayanan yang segera/cepat bagi
pelanggan.
c. Kesediaan untuk membantu pelanggan. d. Kesiapan untuk merespon permintaan
pelanggan. 6 7 8 9 Jaminan
(assurance)
a. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan.
b. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi.
c. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.
d. Karyawan yang mampu menjawab pernyataan pelanggan. 10 11 12 13 Empati
(empaty)
a. Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan.
b. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian.
c. Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan.
d. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan.
e. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. 14 15 16 17 18 Bukti fisik
(tangible)
a. Peralatan modern.
b. Fasilitas yang berdaya tarik visual. c. Karyawan yang berpenampilan rapi dan
profesional.
d. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.
22
Pengukuran variabel kualitas pelayanan karyawan didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.
E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
a. Populasi
Populasi penelitian ini ialah keseluruhan karyawan administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini adalah:
Universitas Gajah Mada 941 karyawan
Universitas Negeri Yogyakarta 556 karyawan b. Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah karyawan administrasi akademik tetap dan yang memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Jumlah sampel penelitian adalah:
Universitas Gajah Mada 160 karyawan
c. Teknik Penarikan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu anggota sampel yang diambil sudah ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian dan mengabaikan peluang anggota populasi yang tidak terpilih. Dalam hal ini sampel yang dipilih adalah karyawan yang memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan mahasiswa yakni karyawan sekretariat, perpustakaan, laboratorium, dan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK).
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti membuat angket yang berisi daftar pernyataan yang digunakan untuk mengungkap data tentang pendapat karyawan tentang kultur lingkungan kerja, locus of control, kecerdasan emosional, dan kualitas pelayanan karyawan.
G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
1. Pengujian Validitas
Rumus :
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N rxy
Dimana :
rxy = koefisien korelasi antara X dan Y ∑X = jumlah skor dalam sebaran X
∑Y = jumlah skor dalam sebaran Y
∑XY = jumlah hasil kali antara X dan Y N = banyaknya sampel yang diujicobakan
Untuk mengetahui apakah instrumen penelitian tersebut valid atau tidak, maka ketentuannya sebagai berikut :
jika r hitung > r tabel dengan taraf keyakinan 95% maka instrumen
penelitian dikatakan valid.
jika r hitung < r tabel dengan taraf keyakinan 95% maka instrumen
penelitian dikatakan tidak valid.
Uji coba instrumen penelitian ini dilakukan pada 51 karyawan Universitas Islam Indonesia. pengujian validitas butir pernyataan dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS.
a. Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja
Hasil pengujian validitas variabel kultur lingkungan kerja menunjukkan bahwa pernyataan (27 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar koefisien korelasi
Tabel 3.5
Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja
No Item rhitung rtabeltaraf signifikansi 5% Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 .5017 .3224 .3747 .3333 .5061 .3685 .3660 .3155 .6026 .5877 .4830 .5732 .4831 .3992 .3661 .6231 .3849 .5237 .6362 .4943 .4076 .3977 .7692 .4645 .4891 .4122 .4832 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
b. Uji Validitas VariabelLocus of Control
Hasil pengujian validitas locus of lontrolmenunjukkan bahwa pernyataan (29 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar koefisien korelasi tabel (rtabel) = 0,281
Tabel 3.6
Ringkasan Hasil Pengujian Validitas VariabelLocus of Control
No Item rhitung rtabeltaraf signifikansi 5% Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 .9073 .6877 .4407 .5230 .7451 .5878 .5047 .6861 .8211 .6039 .6399 .6356 .7350 .8560 .5220 .6050 .7830 .4416 .6226 .6985 .7044 .6881 .4621 .7276 .6647 .6039 .3417 .6313 .7522 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
c. Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional
Hasil pengujian validitas kecerdasan emosional menunjukkan bahwa pernyataan (24 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar koefisien korelasi tabel (rtabel) =
Tabel 3.7
Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional
No Item rhitung rtabeltaraf signifikansi 5% Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 .3297 .5212 .5083 .5239 .4208 .5396 .4519 .4266 .6741 .3236 .6692 .4420 .5630 .3902 .3143 .5416 .4718 .3931 .4061 .5866 .5321 .4990 .6295 .6374 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
d. Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan