Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Dyva Claretta,M.Si selaku Dosen
Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta
motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik
itu berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan
dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
4. Kedua Orang Tua (Abah dan Ibu ) dan semua keluarga, terima kasih atas do’a, semangat
serta dorongannya baik moril maupun materiil.
5. Buat teman – temanku di kost Asiah : Shandy, Dimas, Allen, Novi, Rizal, Meyeng,
Tobidan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah setia menghibur
disaat ku lagi BT dan memberikan semangat selama pengerjaan laporan skripsi ini.
6. Sahabatku tercinta WSC “Community” yang selalu memberi semangat, saran dan bantuannya dalam pengerjaan laporan skripsi ini.
7. Buat Rizka yang selalu menemani penulis waktu bimbingan, dan yang selalu memberikan
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan proposal ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, Juni 2011
HALAMAN PERSETUJUAN DAN
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI……… ii
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR ISI……… iv
DAFTAR TABEL……….. v
DAFTAR GAMBAR……….. vi
ABSTRAKSI……… vii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
1.1. Latar Belakang Masalah……… 1
1.2. Rumusan Masalah………. 10
1.3 Tujuan Penelitian……….. 10
1.4 Kegunaan Penelitian………. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 12
2.1. Landasan Teori……… 12
2.1.1. Televisi Sebagai Media Massa………. 12
2.1.2. Pemirsa Sebagai Khalayak Media Massa……… 15
2.1.3. Program Televisi……….. 16
2.1.4. Model Komunikasi Berlo……… 17
2.3. Skema Kerangka Berfikir……… 31
BAB III METODE PENELITIAN……… 33
3.1. Metode Penelitian………..………….. 33
3.1.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 33 3.1.2. Sikap……… 34
3.1.3. Program Acara “ISLAM KTP” di SCTV…... 40
3.1.4. Pemirsa Televisi…...……….. 43
3.1.5. Pengukuran Variabel……… 43
3.2. Populasi, Sampel, dan Penarikan Sampel………. 45
3.2.1. Populasi………... 45
3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel……… 46
3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 47
3.4. Metode Analisis Data………... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 46
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data…. 50
4.1.1 Gambaran Umum SCTV……….. 51
4.2. Penyajian Data dan Analisis Data……… 53
4.2.1. Identitas Responden………. 53
Islam KTP……… 57
4.2.3 Waktu Dalam Menonton Tayangan Sinetron Islam KTP………... 58
4.2.4 Sikap Responden Dalam Menonton Tayangan Sinetron Islam KTP……….. 59
4.2.4.1 Kognitif……….. 60
4.2.4.2 Afektif……… 65
4.2.4.3 Konatif……… 69
4.2.5 Kategorisasi Aspek Secara Umum………. 74
4.2.6 Kategorisasi Secara Komulatif……… 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 78
5.1. Kesimpulan………. 78
5.2. Saran………. 79
DAFTAR PUSTAKA……… 80
.LAMPIRAN………. 82
Tabel 3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……… 56
Tabel 4. Jenis Pekerjaan Resonden……….. 57
Tabel 5. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Upayah lembaga Kepolisian untuk
menaikan citranya di masyarakat... 58
Tabel 6. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang penilaian
Masyarakat terhadap lembaga kepolisian semakin baik……… 59
Tabel 7. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang lembaga
Kepolisian dalam mewujudkan Kondisi yang mengayomi dimasyarakat ... 60
Tabel 8. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Lembaga
Kepolisian yang Menciptakan Keamanan didalam Menjalankan Tugasnya. 62
Tabel 9. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang lembaga
Kepolisian yang Melayani Masyarakat Semakin Baik dan
Cepat Tanggap Terhadap Pengaduan... 63
Tabel 10. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Lembaga
kepolisian yang Memberikan keamanan di Masyarakat masih
dirasakan belum ………... 64
Tabel 11. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Kelalaian
dan Kesibukan Lembaga Kepolisian dalam melindungi masyarakat... 65
Tabel 12. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Pemberitaan
Briptu Norman Kamaro Sebagai suatu Hiburan bagi Masyarakat…………66
Kepolisian Yang terlalu melebih – lebihkan tentang Pemberitaan
Briptu Norman ………... 70
Tabel 16. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Penerapan
Kebenaran dan Keadilan yang Sudah Dapat Dirasakan Oleh Masyarakat...71
Tabel 17. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Pemberitaan
Briptu Norman Kamaro Sebagai pengalihan Kasus – kasus di lembaga
Kepolisian...……… 72
Tabel 18. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Pelaksanaan
Tata Tertip yang ditunjukan lembaga Kepolisian dalam Memberikan
Contoh di Masyarakat ……… 73
Tabel 19. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Penanganan
Kasus – Kasus Besar Yang Belum Terselesaikan dan Masih Banyak
Dijumpain……… 74
Tabel 20. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang lembaga Kepolisian
Yang Ingin Menunjukan Dirinya Yang Kreatif dan Menghibur
Dimasyarakat.………. 75
Tabel 21. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Perwujutan Lembaga
Kepolisian Yang Menjunjung Tinggi Keadilan dalam Melayani Masyarakat
fenomena Briptu Norman Kamaru, Anggota Brimob Gorontalo yang ngetop belakangan ini lewat aksi lipsync-nya. Beberapa media memberitakan fenomena ini dengan begitu seringnya sehingga citra kepolisian terangkat ke media. Dengan adanya pemberitaan ini akan menjadi jembatan bagi lembaga kepolisian untuk mencitrakan dirinya, sebagai lembaga yang berbeda dimasyarakat. Momen Inilah yang coba ditangkap oleh Humas atau Public Relation (PR) lembaga Kepoliosian untuk mencari kepercayaan masyarakat.
Briptu Norman yang saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia, peristiwa ini dapat berdampak yang positif bagi citra polisi dan fenomena yang tidak lazim di tengah image yang melekat selama ini dalam tubuh anggota dan institusi kepolisian. Ketika video ini di ketahui banyak petinggi kepolisian memberitakan bahwa kejadian tersebut akan mendapatkan sanksi yang cukup berat bagi Briptu Norman karena melalukan aksi tersebut dengan baju seragam. Akan tetapi seiring dengan banyaknya dukungan yang mengalir dari masyarakat keputusan itu tidak jadi terlaksana. peristiwa inilah yang dicoba kepolisian untuk mengubah citra buruk di masyarakat menjadi lebih baik yang dulu seakan – akan kepolisian itu bukan pelindung tapi ditakuti keberadaanya
Landasan teori yang digunakan yaitu Teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Peneliti ini menganalisis fenomena tersebut mengacu pada komponen opini yang terdiri dari : komponen negatif (kecenderungan tidak mendukung), komponen Netral mengetahui tentang pemberitaan. Tetapi tayangan tersebut tidak terlalu berpengaruh bagi mereka. Tayangan tersebut hanya dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi. komponen Positif (Kecenderungan berperilaku mendukung apa yang dilakukan).
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metodelogi kuantitatif khususnya survey deskriptif dimana jenis survey ini digunakan untuk menggambarkan (mendeskripsikan) populasi yang sedang diteliti. Dan penarikan sample dengan menggunakan teknik Twostage Cluster Random Sampling .
Dari analisis dan interpretasi data yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) aspek opini yang mendasari pemirsa untuk menyaksikan pemberitaaan tentang Briptu Norman Kamaro, yaitu Aspek Negatif, aspek Netral, Aspek Positif. Dari keseluruhan opini tersebut diketahui dari ketiganya semua pada kategori Positif.
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks yang menyortir dan
menentukan peristiwa dan tema – tema tertentudalam satu kategori tertentu.
Peristiwa dan informasi harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut
memenuhi kriteria nilai berita, nilai – nilai berita menentukan bukan hanya
peristiwa apa saja yang harus diberitakan, melaikan bagaimana kemasan dari
peristiwa tersebut.
Keberagaman berita yang disajikan di media cetak, elektronik maupun
media online sangatlah banyak mengisi kehidupan khalayak. Seperti yang sedang
ramai di beritakan saat ini adalah adanya berita di koran, internet, televisi
maupun radio yang menyajikan informasi tentang fenomena Briptu Norman
Kamaru, Anggota Brimob Gorontalo yang ngetop belakangan ini lewat aksi
lipsync-nya. Beberapa media memberitakan fenomena ini dengan begitu
seringnya sehingga citra kepolisian terangkat ke media.
Dengan adanya pemberitaan ini akan menjadi jembatan bagi lembaga
kepolisian untuk mencitrakan dirinya, sebagai lembaga yang berbeda
dimasyarakat. Dengan cara Humas lembaga kepolisian berusaha untuk mencari
simpati dari masyarakat, pada perkembangannya Humas terus mengadakan
penting agar Humas selain menjadi yang terdepan dalam menghadapi perubahan
yang ada serta selalu siap dengan solusi – solusi yang ditawarkan terhadap
permasalahan yang timbul. Dalam hal ini humas bertintak menjadi pihak yang
inovativ, kreatif, fleksibel, serta aktif terhadap dinamika perubahan masyarakat
serta lingkungan yang selalu cepat berganti. Pada bagian ini Humas berfungsi
untuk menhimpun informasi dan menyalurkan informasi terhadap suatu lembaga
atau perusahaan.
Adapun cara yang dimiliki oleh PR atau Humas lembaga kepolisian
adalah memperbaiki image dan citra kepolisian dimata masyarakat dan
memberikan pelayanan terbaik. Guna kelancaran kesejateraan dan keamanan
aktifitas masyarakat terutama rakyat kecil dengan membuat beberapa progam
CSR yang langsung ditangani oleh bidang humas Lembaga kepolisian
Momen Inilah yang coba ditangkap oleh Humas atau Public Relation (PR)
lembaga Kepoliosian untuk mencarikepercayaan masyarakat. Humas ini
merupakan suatu lapangan pekerjaan di bidang komunikasi yang sedang
mengalami perkembangan pesat, yang dimulai pada dekade 20-an, Perkembangan
berkaitan erat dengan kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Divisi Humas ini
telah diakui oleh banyak perusahaan dan lembaga, kehadiran dari konsultan PR
inilah yang bisa menjalankan dan melakukan fungsi – fungsinya diantaranya
membuat rencana komunikasi suatu perusahaan baik visi misinya maupun produk
Fenomena yang sedang hangat ini adalah Briptu Norman Kamaru seorang
polisi yang menyanyikan lagu Chaiya chaiya secara lip sync sepertinya langsung
menjadi terkenal dimana banyak tweeps yang mendukung diri nya agar Briptu
Norman Kamaru tidak dihukum oleh atasannya. karena niat nya murni hanya
menghibur. Ini bukanlah sebuah pelanggaran terhadap kode etik anngota
kepolisian. Sisi manusiawi Norman yang terlihat saat berjoget, sebaiknya tidak
diganjar dengan hukuman oleh atasan. Briptu Norman Kamaru bahkan terlihat
sangat sempurna dalam melakukan lip sync lagu chaiya chaiya layaknya shah
rukh khan. Diketahui dalam video Youtube tampak Briptu Norman dengan
terampil mengikuti dendang lagu India. Lagu pilihannya ‘Chaiyya, Chaiyya’
yang dinyanyikan Shahrukh Khan di film Dil Se tahun 1998. Video kemungkinan
direkam dengan ponsel dengan suasana sebuah pos jaga.
(http://c49.info/dukungan-kepada-briptu-norman-kamaru). Peristiwa inilah yang menjadi perbincangan di masyarakat bagaimana pencitraan seorang polisi dalam
pandangan masyarakat
Masyarakat tidak hanya di perlihatkan dengan pemberitaan – pemberitaan
yang negatif dari lembaga kepolisian saja, tentang penyalagunaan wewenang,
korupsi dan kelalaian dalam bertugas yang terlalu di sorot berlebihan oleh media
massa. Apabila itu dilakukan secara terus menerus penilaian citra lembaga
kepolisian di negara ini akan semakin menurun sehingga akan ada ketidakpuasan
dan kepercayaan terhadap lembaga kepolisian. Seperti halnya perilaku – perilaku
kepolisian ini untuk masa – masa yang akan datang sebab dengan tindakan dan
perilaku yang baik sebagai penegak hukum akan dapat menimbulkan suatu
tingkat kepuasan yang tinggi dalam diri masyarakat.
Briptu Norman yang saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat
Indonesia, peristiwa ini dapat berdampak yang positif bagi citra polisi dan
fenomena yang tidak lazim di tengah image yang melekat selama ini dalam tubuh
anggota dan institusi kepolisian. Ketika video ini di ketahui banyak petinggi
kepolisian memberitakan bahwa kejadian tersebut akan mendapatkan sanksi yang
cukup berat bagi Briptu Norman karena melalukan aksi tersebut dengan baju
seragam. Akan tetapi seiring dengan banyaknya dukungan yang mengalir dari
masyarakat keputusan itu tidak jadi terlaksana. peristiwa inilah yang dicoba
kepolisian untuk mengubah citra buruk di masyarakat menjadi lebih baik yang
dulu seakan – akan kepolisian itu bukan pelindung tapi ditakuti keberadaanya.
Citra polisi di mata masyarakat sebelumnya mengalami pasang surut.
Pencitraan positif yang dibangun sebagai komitmen menuju profesionalisme
polisi, ternyata sering dikotori oleh oknumnya sendiri sehingga polisi didera
vonis yang negatif. Fenomena ini tampaknya menjadi sebuah image yang abadi
dalam tubuh Polri (Polisi Republik Indonesia). Beberapa kasus yang menjadi “
langganan” dan menentukan pandangan buruk dimata masyarakat diantaranya
kasus penyalagunaan wewenang, penganiayaan, peecehan seksual, perbuatan
tidak menyenangkan, penyalagunaan senjata api dan berbagai kasus yang lain
untuk menindak anggotanya yang melakukan pelnggaran, namun tampaknya
kenyataan dilapangan menunjukan ketidak sesuaian dengan apa yang diharapkan.
Dalam kondisi seperti ini maka citra kepolisian pun semakin buruk di mata
khalayak. Dalam kondisi internal demikian, masyarakat meragukan kemampuan
polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom
masyarakat.
Fenomena tersebut tertunya akan membuat institusi polri meninjau
kembali strategi menjalankan kembali sebagai fungsinya. Jika dilakukan maka
carakerja Polri masih terkungkung dalam pola lama militeristik yang sangat
bertentangan dengan suasana kehidupan demokrasi. Momentum Briptu Norman
kamaru inilah yang diangkat polri sebagai jembatan bagi kepolisian yang ingin
menceritakan diri sebagai institusi yang tidak perlu ditakuti dan sebagai jembatan
bagi masyarakat yang ingin melihat polisi yang tidak menjarakkan diri dengan
masyarakat.
Penampilan yang di berikan Briptu Norman Kamaro dengan memakai
baju dinas anggota kepolisian yang menunjukan, dimana kreatifitas didalam
lembaga kepolisian itu tidak dapat dibatasi. Inilah yang akan di angkat kepolisian
dalam meningkatkan kepercayaan di masyarakat, baju seragam yang dipakai
dalam adegan tersebut menunjukan bahwa seorang anggota kepolisian itu juga
sebagai manusia biasaMomentum Briptu Norman kamaro inilah yamg dimana
menjadi dayatarik tersendiri bahwa seorang anggota kepolisian dapat
memberikan nuansa yang berbeda dan menonjolkan sisi kreatifitasnya
Akan tetapi yang disaksikan oleh masyarakt saat ini adalah uforia briptu
Norman Kamaru yang saat ini menjadi sorotan, ekploitasi dari polri dan media
yang diberitakan yaitu dari media elktronik, cetak maupun online terlalu
berlebihan sehingga dampak yang diterima masyarakat telalu berlebihan dan
dapat membuat masyarakat lupa dengan berita – berita yang sebetulnya lebih
penting dari berita Briptu Norman Kamaru.
Menurut Pramono Anung (http://www.detik.com/) eksploitasi terhadap
Briptu Norman Kamaru oleh Istitusi Polri. Briptu Norman sengaja di eksploitasi
dalam perbaikan citra polisi dimata masyarakat. “Saya melihat ekspoitasi
berlebihan kepada Briptu Norman. Jangan seakan-akan Briptu jadi Sinta dan
Jojo,". "Saya menyukai dan nonton berulangkali. Tapi jangan diekspoitasi
berlebihan oleh media dan utamanya Kepolisian. Walaupun itu bagus untuk citra
Polri namun semestinya ditampilkan secukupnya," inilah pendapat yang
disampaikan ditengah uforia agar kepolisisan dalam membangun citranya tidak
melupakan tugasnya.
Penayangan berita penyayi India dadakan ini yang disiarkan berulang-
ulang pagi hingga malam juga menjadi sebuah pertanyaan. Apakah mungkin
bintang vidio youtube Briptu Norman Komaru itu pantas mendapat porsi yang
seperti itu. Mungkin dalam sebagian masyarakat bertanya – tanya jasa apa yang
apakah berhasil menangkap hidup – hidup pelaku teror bom atau menyelamatkan
sandera perompak somalia. Masyarakat seharusnya memiliki pemikiran seperti
itu karena citra polisi perlu diperbaiki, dan sebagai alat pencapaian tersebut di
gunakan Briptu Norman dalam perbaikan citra kepolisian.
Bahayanya uforia berebihan tersebut adalah Belum tuntasnya beberapa
kasus besar yang mempengaruhi citra kepoisian dimasyarakat, seperti kasus
pariwisata Gayus Tambunan, dan sejumlah kasus lainya yang memperburuk
kondisi dimasyarakat yang belum tuntas. Munculnya norman ini membawa angin
segar akan tetapi kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh sekelompok teroris
dalam melaksanakan aksinya, sebagai kelalaian pihak kepolisian adalah peristiwa
Ledakan terjadi di masjid di kompleks Polresta Cirebon, Jawa Barat, sekitar
pukul 12.30 WIB. Ledakan ini 5 polisi menjadi korban ledakan yang terjadi di
masjid di kompleks Mapolresta Cirebon. Para polisi tersebut dibawa ke
RSPelabuhan. (www.Detik.com) kejadin ini membuat citra buruk dimasyarakat menjadi naik dan kejadian tersebut dapat diartikan dengan kelalaian pihak
kepolisian.
Bagaimanapun dalam peristiwa bom di Cirebon pihak kepolisian lalai
dalam menjalankan tugasnya kepada masyarakat. Memberikan rasa aman dan
nyaman kejadian tersebut menunjukan bahwa sebagian masyarakat masih tidak
suka dengan pihak kepoisian. Kelalaian inilah yang menjadikan citra kepolisian
menurun belum lagi ditambah dengan anggota – anggota kepoisian yang
Berbagai penelitian menemukan 1.082 pelanggaran anggota kepolisian di
Kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang yang
telah melanggar kedisiplinan. Polda Metro Jaya pada akhir tahun 2009
memberitahukan kepada masyarakat bahwa pelanggaran yang terjadi dalam
rentan satu tahun yang dilakukan oleh anggota kepolisian mengalami kenaikan
6,81% persen dari tahun lalu. Penyimpangan yang dilakukan antara lain
penyalagunaan wewenang, pungutan liar, penyalagunaan narkoba, penyalagunaan
senjata api, penganiayaan, dan pengeroyokan. Dalam tindak pidana ini naik 97%
di tahun 2009 , sebanyak 37 orang menerima PTDH (pemutusan tindak dengan
hormat), 6 orang menerima pemutusan dengan hormat, 7 orang diputuskan
tercela, 6 orang meminta maaf, 10 orang menjalani pendidikan ulang, 4 orang
mutasi jabatan, 5 orang mutasi wilayah, dan 6 orang terbukti tidak bersalah.
(http://bataviase.co.id/detailberita-10457118.html)
Polemik mengenai citra yang ditimbulkan oleh kepolisian di dalam
perjalanannya tentu saja memicu opini atau pendapat yang pro dan kontra
didalam masyarakat. Masyarakat tentunya tahu bahwa pencitraan yang di
timbulkan oleh kepolisian itu dianggap memicu kreativitas yang membangun di
masyarakat, namun ada juga sebagian anggota masyarakat menganggap ini
sebagai pengalihan dari masalah sebelumnya.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai opini masyarakat tentang kepolisian pasca beredarnya video
tiga bagian hal yaitu opini negatif, opini positif dan opini netral. Dalam penelitian
ini, peneliti memilih opini karena opini adalah salah satu hasil dari interaksi dan
pemikiran manusia tentang suatu hal yang kemudian dinyatakan dan
diekpresikan. Dalam kaitanya dengan proses komunikasi terdapat efek dan
salahsatu jenisnya adalah opini atau pendapat dan selanjutnya dapat didefinisikan
opini sebagai suatu pernyataan atau sikap dalam kata – kata. (Sastropoetro,
1990:11). Selain itu opini akan timbul bila ada sesuatu yang merangsang
(stimuli). Komunikasi akan mentrasmisikan berbagai isue (masalah) yang akan
menimbulkan respon dari komunikator. Issue diharapkan pada individu atau
orang banyak dan dipersepsikan. Setelah mengalami proses maka akan
menimbukan sikap yang diekpresikan menjadi suatu opini (Sastropoetro,
1990:42)
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori SOR, dimana teori
ini stimulus berupa pesan yaitu informasi yang terdapat dalam berbagai media
tentang berita vidio Briptu Norman Kamaro di media cetak, elektronik maupun
online sedangkan respon dalam penelitian ini adalah opini tentang berita tersebut.
Dari hasil penelusuran penelitian di berbagai media, maka media online lah yang
terpilih sebagai objek penelitian tentang berita Briptu Norman Kamaro karena
media onlinelah yang paling banyak menyoroti tentang sepak terjanng Briptu
Norman Kamaru tersebut. Sementara Surabaya dipilih sebagai lokasi penelitian
karena masyarakat Surabaya sudah terkena dampak dari vidio tersebut dan
sinilah bisa diketauhi bagaimana respon masyarakat tentang kepolisian sehingga
peneliti merasa perlu untuk mengadakan penelitian di Surabaya.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui Opini
masyarakat. Masyarakat yang dimaksud data penelitian ini adalah kelompok yang
berumur 17 - 45 tahun, karena pada usia 17 – 45 tahun memiliki kematangan
kognitif, kematangan emosional dan sosial, dan memiliki perilaku konsumtif
dalam memenuhi kebutuhan hidup sekaligus menggambarkan begitu sulit untuk
menunda desakan kebutuhan emosinya dengan kata lain membeli dan mencoba
seakan menjadi bagian hidup tentang berbagai kebutuhan serta besarnya rasa
ingin tahu yang berlebihan yang ditawarkan sehingga menjadi usia tersebut
sebagai sasaran empuk pihak penyedia berita atau informasi. Penelitian ini akan
dilakuakn di Surabaya karena hasil dari penelitian diatas merupakan salah satu
kota yang tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian. Maka
peneliti ingin mengambil judul “Opini Masyarakat Tentang Citra Kepolisian
Pasca pemberitaan Briptu Norman”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka perumusan
masalahnya adalah Bagaimanakah “Opini Masyarakat Tentang Citra Kepolisian
Pasca pemberitaan Briptu Norman?
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui “Opini
Masyarakat Surabaya Tentang Citra Kepolisian Pasca pemberitaan Briptu
Norman di media massa?
1.4 Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan referensi
atau masukkan bagi perkembangan studi komunikasi yang berkaitan
dengan opini masyarakat terhadap peristiwa - peristiwa di media massa serta
mampu memperkaya referensi dalam penelitian – penelitian dimasa datang
terhadap industri komunikasi dan informasi.
2. Secara Praktis
Digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. Selain itu,
hal ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat kepada
masyarakat untuk lebih pandai dalam menyikapi sebuah peristiwa, karena
tindakan tersebut akan menentukan kuaitas dari masyarakt untuk lebih kritis
BAB II
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komunikasi massa
Mulyana menyatakan bahwa, komunikasi massa adalah
komunikasi yang menngunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah)
atau elektronik (radio, televise) yang dikelolah suatu lembaga atau orang yang
dilembagakan yang ditunjukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar
dibanyak tempat, anonym dan heterogen, (2001:75)
Menutut Tan and Wright dalam Liliweri 1991, komunikasi massa
merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam
menghubungkan komunikator dan komunikasi secara missal, berjumlah banyak,
bertempat tinggal yang jauh (terpercaya) sangat heterogen dan menimbulkan efek
Menurut Wright, dalam Severin dan Tankard, bahwa komunikasi
massa dapat didefisinikan dalam tiga ciri yaitu :
1. komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar,
heterogen, dan anonym
2. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum sering dijadualkan
untuk bias mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara
serempak dan sifat sementara.
3. komunikasi cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah
organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya
yang besar (2005: 4)
Pada dasarnya media massa merupakan suatu alat unruk menyampaikan
imformasi kepada khalayak, berikut adalah beberapa ciri komunikasi massa
menurut Effendy :
1. sifat komunikatornya yang melembaga dan terorganisasi
2. Sifat media massanya yang serempak cepat, maksudnya pesan
yang disampaikan kepada msyarakat dapat dilakukan dalam waktu
yang cepat dan bersamaan.
3. Sifat pesannya yang umum (public), maksudnya pesan yang
disampaikan oleh media massa dapat diakses oleh siapapun.
4. Sifat komunikasinya, ditunjukan kepada khalayak yang jumlahnya
5. Sifat efek dari komunikasi massa yang timbul pada komunikasi.
Apakah tujuannya agar komunikan hanya tau saja, atau agar
komunikasi berubah sikapnya dan pandangannya (2002:51)
Komunikasi memiliki fungsi dan menurut Dominick fungsi
Komunikasi Massa adalah :
1. Surveillance (Pengawasan)
Sebagai salah satu media untuk mengawasi bentuk pemberitaan yang
diberitakan.
2. Interpretation (Penafsiran)
Penafsiran adalah media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa
untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam
komunikasi antar persona atau kelompok. Sehingga dapat memberikan
komentar atau opini yang ditunjukan kepada khalayak pembaca serta
dilengkapi prespektif (sudut pandang)terhadap berita yang disajikan.
3. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan masyarakat yang beragam sehingga
membentuk literage berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai – Nilai)
Fungsi ini disebut juga sosialisasi. Sosialisai mengacu kepada cara,
dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok.
Selain itu fungsi dari media massa adalah memberikan hiburan kepada
masyarakat, sehingga tidak terlalu jenuh dengan informasi – informasi
yang telah diberikan secara berat (2001: 15)
2.1.2 Berita
Berita berasal dari bahasa sansekerta yakni “Vrit” yang dalam bahasa
Inggris disebut Write, artinya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang
menyebut dengan Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau
warta. Menurut kamus bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwodarminto, “berita”
berati kabar atau warta. Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua
syarat yaitu : 1. Fakta tidak boleh diputar sedemikian rupa sehinnga kebenaran
tinggal sedikit saja. 2. Berita itu bisa menceritakan segala aspek secara lengkap.
Biasanya suatu media lebih menyulai peristiwa besar atau penting terjadi dalam
skala waktu yang sesuai denga jadwal produksi normal, serta menyukai peristiwa
yang paling mudah diliput dan dilaporkan dan mudah dikenal serta dipandang
relevan. (Djuroto, 2002 :48)
Ditegaskan bahwa “news must be factual”, maka ditarik kesimpulan bahwa berita atau sesuatu dikatakan berita bila ada fakta, interest, dan komunikan
atau khalayak “ (MC Quail, 2000: 120).
Lebih lanjut MC Quail (2000:189) menjelaskan bahwa berita merupakan
sesuatu yang bersifat metafisik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya
kehalusannya. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah
satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri. Lebih lanjut MC Quail (2000:
190) menjelaskan bahwa berita mempunyai ciri – ciri tertentu yaitu.
1. Berita tepat pada waktunya, tentang suatu peristiwa yang paling
akhir atau berulang.
2. Berita tidak sistematis,berita berurusan dengan berbagai peristiwa
dan kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu
sendiri terdiri atas berbagai kejadian yang tidak bertalian, yang
bukan merupakan tugas pokok berita untuk menafsirkan.
3. Berita dapat sirna, artinya berita hanya hidup pada saat terjadinya
peristiwa itu serta bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan
dikemudian hari dan bentuk informasi lain akan menngantikan
berita.
4. Semua peristiwa yang dilakukan sebagai berita seyogyanya
bersifatluar biasa atau paling sedikit tidak terduga, sebagai syarat
yang lebih penting dari pada sigmifikansi nyata berita itu sendiri.
5. Disamping itu ketidakterdugaan, peristiwa berita dicirikan oleh
nilai berita lainya yang relatif dan melibatkan kata putus tentang
minat audience.
6. Berita terutama bagiorientasi dan arahan perhatian, bukan
pengganti pengetahuan.
Dalam upaya menarik perhatian pembaca perlu diperhatikan unsur –
unsur penting dalam berita, antara lain :
1. Faktualitas
Suatu berita harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya, jujur
tanpa prasangka dan tidak didramatisir.
2. Objektifitas
Berita dibuat harus selaras dengan kenyataan, tidak memihak,
bebas dari prasangka, terdapat sumber berita yang jelas serta tidak
ada tujuan dan misi tertentu. Suatu berita yang objektif tidak
dicampuri dengan sifat subjektifitas atau opini pribadi dari
peliputan beritanya.
3. Balance
Wartawan dalam menulis berita haruslah adil, berimbang, harus
mengedepankan kebenaran ilmu atau berita itu sendiri dan bukan
berdasarkan kenbenaran sumber. Menempatkan setiap fakta atau
kumpulan fakta menurut proporsinya yang wajar.
4. Nilai berita
Suatu berita yang bernilai harus terdapat keterkaitannya dengan
kepentingan umum.
5. Aktualitas
Kecepatan penyampaian laporan mengenai suatu berita kepada
menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan nama baik
surat kabar yang bersangkutan.
6. Daya tarik
Suatu berita dikatakan menarik apabila informasi yang disajikan
membangkitkan kekaguman, rasa lucu atau humor, atau informasi
mengenai pilihan hidup.
7. Lengkap
Lengkap disini berarti bahwa sebuah berita harus dipaparkan
secara lengkap sesuai dengan peristiwa yang terjadi, tidak
dikurangi atau ditambahi. Senantiasa berusaha untuk
menempatkan setiap fakta atau kumpulan fakta – fakta menurut
proporsinya yangwajar, untuk mengaitkannya secara berarti
dengan unsur – unsur lain, dan untuk membangun segi pentingnya
dengan berita secara keseluruhan.
8. Akurat
Berita harus akurat dalam artian, dimulai dari kecermatannya
terhadap ejaan nama, angka, tanggal, dan usia serta disiplin diri
untuk senantiasa melakukan periksa ulang ayas keterangan dan
fakta yang ditemuinya. Akurat juga berarti benar dalam
pemberitaanya yang dicapai oleh penyajian detail – detail fakta
dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta – faktanya.
9. Ringkas dan jelas
Berita harus ringkas dan jelas, maksudnya adalah berita yang
disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu
tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tidak banyak
menngunakan kata – kata harus langsung dan padu, (Budyatna,
2005 : 48-57).
Dalam sebuah berita, terdapat karakteristik instrinsik yang dikenal sebagai
nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna , atau yang
biasa diterapkan untuk menentukan layak berita (news worthy), unsur – unsur
tersebut diantaranya :
1. Aktualitas (timeliness)
Merupakan ukuran yang diterapkan pada berita untuk menentukan
apakah layak dihimpun atau dimana bisa dijual. Aktualitas sangat
erat kaitannya dengan kesegaran (freshness), Bagi sebuah surat
kabar semakin aktual beritanya, artinya semakin baru peristiwanya
terjadi semakin tinggi nilai beritanya.
Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan (baik secara fisik
maupun emosional), akan menarik perhatian. Begitu pila dengan
daya tarik sebuah berita. Kian dekat dengan pembaca, kian
menarik berita itu.
3. Keterkenalan (prominence)
Kejadian yang menyangkut tokoh terkenal (prominent names)
akan banyak menrik minat pembaca, sebuah nama akan membuat
berita dan nama besar membuat berita lebih besar.
4. Dampak (consequence)
Suatu peristiwayang mengakibatkan timbulnya rangkaian peristiwa
yang mempengeruhi banyak orang adalah jenis layak berita.
Konsekuensi ini umumnya diterima sebagai nilai berita dan
menjadi ukuran pemtingnya suatu berita. Semua peristiwa yang
layak berita mempunyai konsekuensi.
5. Human interest
Kata human interest secara harfiah artinya menarik minat orang.
Dalam berita huamn interest terkadanga unsur yang menarik
empati, simpati, atau menggugah perasaan khalayak yang
membacanya. Sebenarnya cerita human interest berisi nilai cerita
(story value) dan bukan nilai berita. Bukan sebuah peristiwa tetapi
latar belakang dari peristiwa (the background of events),
2.1.3 Humas
Sebagai sebuah profesi yang berkembang pesat, kebutuhan akan Humas
atau biasa disebut sebagai PR semakin lama semakin dirasakan. Berbagai
lembaga baik profit maupun non profit, muilik pemerintahan ataupun swasta
memberikan kedudukan yang jelas pada bagiannya akan posisi dan fungsi humas
(Kusumastuti, 2004 : 10)
Humas disini bertigas untuk menghubungkan antara kepentingan
organisasi dengan masyarakat karenanya terdapat keterkaitan hubungan
masyarakat dengan masalah komunikasi antar manusia baik yang dilaksanakan
secara langsung (Direct Communication) ataupun tidak lansung (Indirect
Communication)
Roben T Relley dalam Kusumastuti (2004: 14) menghasilkan sebuah
definisi yang menyebutkan bahwa : Praktik hubungan masyarakat adalah seni
sekaligus, ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan,
memperkirakan setiap konsenkuensinya memberi masukan dan saran kepada
pemimpin organisasi, serta memprogam – progam tindakan yang terencana untuk
melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya.
Sedankan Frank Jefkins mengemukakan bahwa Humas adalah semua
bnetuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar antara satu
organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan spesifik
Dari definisi – definisiyang telah dijabarkan diatas, maka dapat
ditarikkesimpulan bahwa Humas adalah semua bentuk komunikasi terencana
antara sebuah organisasi dengan khalayaknya, untuk membangung dan
mempertahankan hubungan baik guna mendapatkan timbal balik dan rasa saling
pengertian yang dapat mempengaruhi kegagalan atau kesuksessan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya, serta menerapkan progam dan tindakan
terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan khalayaknya.
2.1.3 Kepolisian
Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan
Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara
tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi
Republik Indonesia yang dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi
Mochammad Jassin di Surabaya.
Tentang Polri Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal
1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan
disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara
yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan
nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan
tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata
negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh
termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang
No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun
1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pengembangan
kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian
rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai
pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut
adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari
tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri
dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:
1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam
Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,
kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan
instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas
pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan
manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas
Dalam penugasan sebagai pengayom masyarakat Kepolisian mempunyai visi
dan misi dalam menjaga keamana Negara Republik Indonesia. Diantara lain visi
dan misi tersebut VISI POLRI : Polri yang mampu menjadi pelindung
Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama
masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang
selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara
keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu
kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. MISI
POLRI : Berdasarkan uraian Visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran Misi Polri kedepan adalah sebagai berikut :
1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga
masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.
2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya premetif dan
preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta
kepatuhan hukum masyarakat (Law abiding Citizenship).
3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju
kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap
memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam
5. Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai
tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat
mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan
masyarakat
6. Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam (internal Polri) sebagai upaya
menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan.
7. Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh external yang
sangat merugikan organisasi.
8. Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik
guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat
yang berbhineka tunggal ika
Polri atau instansi kepolisian merupakan salah satu penegak hukum di
negara Indonesia. Polri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan
rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan
bencana alam, upayah melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan
perubahan – perubahan melalui tiga aspek yang disebut TRIBATA yaitu:
1. Aspek Struktural
Mencakup perubahan kelembagaan kepolisisan dalam
ketatanegaraan, organisasi, susunan, dan kedudukan.
Mencakup filosofi (Visi, Misi, dan tujuan), Doktrin, kewenangan,
kopetensi, kemampuan fungsi dan iptek.
3. Aspek cultural
Adalah muara dari perubahan aspek structural dan instrumental,
karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan
Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan
manajeial, system rekrutmen, sitem pendidikan, sitem
materialfasilitas dan jasa, sitem anggaran, system operasional.
Dalam sumpah jabatan lembaga kepolisian terikat pada sumpahnya yang
ada dalam TRIBRATA yang terkandung sebagai berikut:
1. Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam
menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang
bedasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.
3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat
dengan keiklasan untuk mewujutkan keamanan dan ketertiban.
Dan juga CATUR PRASETYA yaitu :
Sebagai insan BHAYANGKARA, kehormatan saya adalah berkorban
demi masyarakat, bangsa dan negara, unruk :
2. Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi
manusia.
3. Menjamin kepastian berdasarkan hukum.
4. Memelihara perasaan tentram.
Dengan berbekal TRIBATA dan CATUR PRASETYA tersebut, Polri
diharuskan menjadi suatu lembaga hukum yang terpecaya oleh masyarakatnya.
Namun pada kenyataannya, kepolisian dari dulu sampai sekarang memiliki citra
yang buruk dimata masyarakat pengguna hukum.
Adapun tugas – tugas instansi kepolisian kepada masyarakat adalah :
a) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga
masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.
b) Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan
preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta
kepatuhan hukum masyarakat
c) Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju
kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
d) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap
memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam
e) Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai
tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat
mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan
masyarakat
f) Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik
guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g) Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari
masyarakat yang berbhineka tunggal ika.
2.1.4 Opini
Opini adalah salah satu hasil interaksi dan pemikiran manusia tentang
suatu hal yang kemudian dinyatakan atau diekspresikan. Dalam kaitanya dengan
proses komunikasi terdapat efek salah satu jenisnya yaitu opini atau pendapat,
dan selanjutnya didefinisikan opini sebagai suatu pernyataan atau sikap dalam
kata – kata (Sastropoetro, 1990:11) opini akan timbul apabila ada suatu yang
merangsang (stimuli). Komunikasi akan mestransmisikan berbagai isu (masalah)
yang akam menimbulkan respon dari komunikasi. Issue diharapkan pada individu
atau ornag banyak yang dipersepsikan. Setelah mengalami proses maka akan
menimbulkan sikap yang dipersepsikan menjadi suatu opini (Sastropoetro,
Opini juga diartikan sebagai pendapat atau pandangan tentang sesuatu.
Karena itu, o[ini bersifat subyektif karena pandangan atau penilaian seseorang
dengan yang lainnya selalu berbeda. Jadi, kendati faktanya sama maupun ketika
orang beropini antara satu dengan yang lainnya memperhatikan adanya
perbedaan (Abdullah, 2001:14)
Ada pendapat lain mengatakan opinin adalah mengekspresikan sikap
mengenai suatu persoalan tertentu pengukuran ekspresi sikap tersebut melalui
jawaban yang positif untuk responden yang mendukung, jawaban netral untuk
jawaban responden yang cenderung tidak mendukung dan jawaban negatif
jawaban responden yang tidak mendukung (Effendy, 1989 : 112)
Setiap opini memiliki tiga unsur yaitu :
1. Kepercayaan (berkaitan dengan unsur kognitif)
Kepercayaan mengacu pada sesuatu yang diterima khalayak, benar
atau tidak berdasarkan pengalaman masa lalu, pengetahuan dan
informasi sekarang dan presepsi yang berkesinambungan.
2. Pengharapan
Mengandung citra seseorang tentang apa keadaanya setelah
tindakan, pengharapkan ditentukan dari pertimbsngsn terhadap
sesuatu yang terjadi pada masa lalu, keadaan sekarang dan sesuatu
yang kira – kira akan terjadi jika dilakukan perbuatan tertentu
Melibatkan kesukaan – ketidaksukaan, cinta dan kebencian, hasrat
dan ketakutan, bagaimana orang menilai sesuatu dan intensitas
penilaianya apakah kuat, lemah, netral (William & Cleve, 1994 :
14)
Opini merupakan pernyataan yang diucapkan atau tulisan. Opini dinilai
sebagai jawaban yang diucapkan oleh individu terhadap suatu rangsangan atau
situasi yang mengemukakan beberapa pernyataan yang dipermasalahkan
Opini itu sendiri tidak mempunyai tingkatan namun mempunyai arah
seperti dibawah ini :
1. Opini positif, jika responden memberikan pernyataan setuju
menerima, mendukung atau berpendapat baik.
2. Opini negative, jika responden memberikan pernyataan tidak
setuju tidak menerima, tidak mendukung, atau berpendapat tidak
baik.
3. Netral, jika responden memberikan pernyataan ragu – ragu atau
tidak berpendapat (Effendy, 2002 : 85)
Pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa opini merupakan
ekspresi tentang sikap (kecenderungan untuk memberikan respon) terhadap suatu
masalah atau situasi tertentu dan dapat berupa pernyataan yang diucapkan atau
tulisan sebagai jawaban yang diucapkan atau diberikan oleh individu terhadap
suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan pernyataan yang
Media adalah saluran pesan dan bukan agen kontruksi, berita yang dimuat
media merupakan refleksi dari realitas, ada fakta “riil” yang diatur oleh kaidah –
kaidah tertentu yang berlaku universal. Dari realitas yang demikian maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi massa memiliki banyak hubungan dengan
membentuk opini publik, penyajian media tentang sesuatu isu, sangat
berpengaruh karena apa yang diperbuat oleh media massa dapat mempengaruhi
pendapat apa yang berkembang dalam masyarakat terhadap isu itu, dan media
massa dapat membentuk sejumlah orang kecil untuk mengabil kesimpulan
tentang isu tersebut. Sebuah opini dapat semakin meluas jika sebuah media massa
mem – blowup suatu peristiwa aatu berita secara besar – besaran.
Weleh dan Corner (1975) membuat definisi opini publik sebagai suatu
opini yang menyangkut isu dan kejadian yang mengandung keprihatinan publik.
Tapi publik bukan berati umum. Karena dalam masyarakat modren seperti
sekarang ini, terdapat banyak sekali kelompok kepentingan. Publik ditandai
adanya suatu isu yang beredar dan dibicangkan oleh kelompok kepentingan
tertentu, yang menghasilkan terbentuknya opini tentang isu tersebut.
Berdasarkan uraian – uraian diatas dapat disimpulkan bhwa : opini
merupakanekpresi tentang sikap (kecenderungan untuk memberikan respon)
terhadap suatu masalah /situasi tertentu dan dapat berupa pertanyaan yang
diucapkan atau tulisan sebagai jawaban yang diucapkan/ diberikan oleh individu
terhadap suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan beberapa pertanyaan
2.1.5 Masyarakat sebagai khalayak
Setiap proses komunikasi selalu ditunjukan kepada pihak tertentu sebagai
penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan atau penerima
merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi
massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam
keberadaannya secara terpencar – pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling
mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing – masing berbeda dalam
berbagai jenis : jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan,
pengalaman, pandangan hidup, keinginan, cita – cita dan lain sebagainya
(Effendy, 1993:25)
Seperti pada teori komunikasi massa, komunikasi massa ditujukan pada
khalayak yang sangat luas. Herbert Blumer menyatakan empat karakteristik
khalayak komunikasi massa :
1. Berasal dari berbagai strata sosial (berbeda usia, tingkat
pendidikan, jabatan dan gaya hidup)
2. Merupakan kelompok anonim yang terdiri dari individu – individu
yang tak saling mengenal.
3. Karena secara fisik terpisah hanya ada kemungkinan –
kemungkinan untuk interaksi dan bertukar pengalaman sehingga
4. Tidak terorganisasi sehingga tidak mungkin digerakkan untuk
kepentingan tertentu.
Khalayak media media massa tersebut mempunyai kecenderungan untuk
memilih pesan nama yang diinginkan menurut Barenson, Steiner dan Klapper
dalam buku yang disusun oleh Blake dan Horoldsen, kecenderungan memilih
pesan dalam media massa diistilahkan sebagai selective preception.Dalam hal ini
meliputi :
1. Selective Exposure :
Kecenderungan manusia membuka diri (expose) pada pesan
komunikasi yang sama dan sesuain dengan kenutuhana dan
pendapatnya, menghindarkan komunikasi yang tidak sesuai
dengan kepentingan dan pendapat.
2. Selective Attention :
Kecenderungan manusia memperhatikan pesan yang sesuai
dengan kebutuhab serta minatnya.
3. Selective Retentation :
Kecenderungan manusia untuk mengingat isi pesan yang menarik
serta sesuai dengan kebutuhan serta minatnya ( Blake dan
Haroldsen, 2005: 84)
De Fleur dan ball – Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media
1. Perspektif perbedaan individual ( Individual Differences Theory).
2. Perspektif Kategori Sosial (Sosial Categori Theory).
3. Perspektif Hubungan Sosial.
Dalam perspektif perbedaan individual ( Individual Differences Theory ),
memandang bahwa sikap dan organisasi personal psikoligis individua akan
menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan dan bagaimana
individu memberi makna pada stimuli tersebut (Rahmat, 2003 : 203 – 204). Atas
dasr pengakuan bahwa tiap individu tidak sama perhatiannya, kepentingannya,
kepercayaannya maupun nilai – nilainya, maka dengan sendirinya selektivitas
mereka terhadap komunikasi massa juga berbeda (Liliweri, 1991 : 106), mengacu
pada pernyataan tersebut individu memiliki kepribadian masing – masing yang
akan mempengeruhi juga pada preferensi mereka dalam menanggapi sesuatu.
Khalayak lebih uska dengan suatu kejadian yang dianggap itu menyimpang dari
norma – norma yang ada dibandingkan dengan berita – berita yang lain jika
dirasa berita tersebut dapat mendukung berbagai kepentingan, kepercayaan, nilai
– nilai yang dianut tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan perspektif kategori sosial (Social Category
Theory) dikatakan bahwa “ Prespektif kategori berasumsi bahwa dalam
masyarakat terdapat kelompok – kelompok sosial, yang reaksinya pada stimuli
tertentu cenderung sama. Anggota – anggota kategori tertentu akan cenderung
memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respon kepadanya dengan
kelompok sosial umumnya didasarkan pada ciri – ciri usia, jenis kelamin (sex),
pendapat, pendidikan , pemukiman atau pertalian yang bersifat
religius.Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu
gejalah seperti pada media massa pada perilaku yang seragam (Effendy, 2003:
267)
Masyarakat dalam penelitian ini adalah laki – laki dan perempuan usia 17
tahun keatas, yang berdomisili di daerah Surabaya. Alasan dipilihnya usia 17
tahun keatas adalah karena pada usia tersebut masyarakat dapat menerima dan
memberikan pendapatnya. Usia 17 tahun merupakan awal dari masa kedewasaan
dimana perubahan kognitif yang mengarah pada peningkatan potensi diri, pola
pikir lebih kongkrit dan pragmatik .Berdasarkan teori tersebut, terdapat golongan
– golongan tertentu dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang sama dalam
menanggapi dan memberikan pendapat terhadap suatu bentuk komunikasi. Dalam
hal ini mempengaruhi masyarakat surabaya dalam menanggapi citra kepolisian
pasca pembritaan briptu norman di media massa.
2.1.6 Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organisme-Respon. Yang
semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi
tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi
adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen – komponen sikap,
yang ditimbulkan adalah reaksi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan
dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dengan reaksi komunikannya.
Unsur- unsur dalam pesan yaitu :
1) Pesan (Stimulus, S)
2) Komunikasi (Organism, O)
3) Efek (Respon, R)
Dalam proses komunikasi yang berkenaan dengan perubahan sikap adalah
how bukan what dan why. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Sedangkan dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus
yang menerpa benar – benar melebihi semula. Ma’rat dalam bukunya “Sikap
Manusia, perubahan serta pengukurannya”. Menurut pendapat Hovlan, Janis dan
Kelley yang menyatakan bahwa dalam penelaah sikap yang baru ada tiga variable
penting, yaitu :
1) Perhatian
2) Pengertian
3) Penerimaan
Teori S-O-R digambarkan sebagai berikut :
Stimulus Organism :
‐ Perhatian
‐ Pengertian
‐ Penerimaan
Gambar 1 : Teori Stimulus – Organism – Response (S-O-R)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan sikap tergantung pada
proses yang terjadi di individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika
ada perhatian dari komunikasi. Proses berikutnya komunikan mengerti.
Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah
komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk
mengubah sikap. (Effendy, 2000: 254-256).
Teori S-O-R menjadi landasan pada penelitian ini karena terdapat
kesesuaian antara unsur- unsur dari teori tersebut dengan topik yang diangkat,
yaitu Opini Masyarakat Tentang Polisi Pasca Pemberitaan Briptu Norman
Kamaro.
2.2 Kerangka Berfikir
Semakin berkurangnya dan buruknya citra kepolisian dimasyarakat, yang
disebabkan oleh individu – individu dari anggotanya yang mengakibatkan
kelembagaan kepolisian mendapat ketidak percayaan di masyarakat. Vidio Briptu
Norman Kamaro yang beredar di media massa yang mendapat sambutan baik di
balik dan memperbaiki citranya yang sebelumnya di serang dengan permasalan –
permasalahan yang dibuat individu anggotanya sehingga pencitraan buruknya
kinerja lembaga ini di masyarakat.
Menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Sutaryo, 2005 : 289), media
massa adalah media komunikasi yang mampu menimbulkan keserempakan,
dalam arti khalayak dalam jumlah yang relatif sangat banyak secara bersama –
sama, pada saat memperhatikan pesan yang dikomunikasikan melaui media
tersebut. Media massa inilah yang coba dipakai lembaga kepolisian untuk
mendapat simpati masyarakat dengan memunculkan sosok Briptu Norman
Kamaro di hampir semua media di setiap harinya .
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Respon. Stimulus sendiri
berarti pesan diantara dua unsure komunikasi yaitu komunikator dan komunikan.
Komunikator memberikan pesan berupa tanda, lambang dan gambar kepada
komunikan. Organism berarti diri komunikan sebagai penerima pesan atau
informasi dari komunikator. Setelah komunikan memperhatikan tanda, lambang
maupun gambar, kemudian komunikan merespon dengan cara memperhatikan
dan memahami pesan yang disampaikan. Selanjutnya Respon diartikan efek
sebagai akhir dalam proses komunikasi. Keberhasilan dalam proses komunikasi
adalah menimbulkan perubahan kognitif, afektif dan konatif pada diri
komunikan. Dampak atau pengaruh yang terjadi merupakan suatu reaksi tertentu
dari rangsangan tertentu (Sendjaja, 1999:71). Dan definisi dari efek kognitif
Dan dalam hal ini, peneliti ingin meneliti sikap masyarakat Surabaya
karena stimuli yang dalam hal ini pesan akan diterima bila ada perhatian,
pengertian dan penerimaan dari khalayak yang menjadi obyek dalam penelitian
ini, selanjutnya setelah menerima pesan atau stimulus berikutnya akan terjadi
perubahan sikap oleh khalayak tersebut.
2.3 Skema Kerangka Berfikir
[image:49.595.119.525.290.523.2]
Gambar 2. Kerangka Pemikir Penelitian tentang Opini masyarakat Surabaya
tentang polisi pasca pemberitaa Briptu Norman Kamaro
BAB III
3.1. Metodologi penelitian
Dalam pemelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif
dengan menggunakan analisis kuatitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah suatu Media Massa
sebagai Media Komunikasi
Pemberitaan tentang Briptu Norman Kamaro
Opini masyarakat Surabaya tentang polisi pasca pemberitaa Briptu Norman Kamaro :
1. Positif
2. Netral
tipe penelitian yang brtujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual
dan akurat tentang fakta – fakta , dan sifat – sifat populasi atau obyek tertentu
(Kriyantono, 2006 :69). Tipe penelitian ini juga merupakan suatu metode yang
berupaya untuk menjelaskan, meringakas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini
berdasarkan apa yang terjadi. Kemudissn mengangkat ke permukaan karakter
atau memberikan gambaran mengenai suatu fenomena tertentu secara terperinci,
yang akhirnya akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena
yang sedang di teliti (Bungin, 2006 :36)
Deskriptif adalah sala satu metode yang juga dapat diartikan sebagai
metode yang melukiskan variabel satu persatu. Sedangkan metodelogi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metodegi kuantitatif yaitu metodelogi yang
menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan dengan demikian lebih mementingkan aspek keluasan data
dibanding kedalaman data. Sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan
representasi dari seluruh populasi. Hubungan riset dengan subjek jauh, sehingga
alat ukur harus dijaga keobjektifitasannya. Periset tidak boleh membuat batasan
konsep atau alat ukur sekehendak hatinya sendiri (Kriyantono, 2006:57).
Dengan menngunakan metodologi kuantitatif maka untuk sebuah penelitian
barawal pada data dan berakhir pada kesimpulan. Metode penelitian yang
digunakan adalh metode penelityan survey. Penelitian survey menngunakan alat
pemberitaan tentang kepolisian setelah beredarnya berita Briptu Norman Kamaro
di media massa.
3.1.1. Definisi Operasional
Yang dimaksud dengan definisi operasional disini adalah petuntuk tentang
langkah – langkah untuk mengukur variabel dari menetapkan variabel yang
hendak diukur, mendefisinikan arti variabel (definisi konseptual), menetapkan
jenis dan jumlah indikator, menetapkan skala pengukuran, menetapkan jumlah
pilihan , jumlah pilihan jawaban dan skor tiap pilihan jawaban, Singa ribun
menjelaskan definisi operasional adalah petunjuk bagaimana sebuah variabel
diukur (Hamidi, 2007 ;4)
Pada penelitian ini hubungan antara variabel satu dengan variabel tidak
dibicarakan oleh peneliti, karena dalam penelitian ini yang dibicarakan hanya ada
satu variabel yaitu variabel opini. Penelitian ini difokuskan pada individu yang
berusia 17- 55 yang dianggap bisa berfikir yang menentukan opini tentang suatu
kejadian di masyarakat, juga pernah membaca dan melihat tentang berita tentang
Briptu Norman Kamaro yang menjadi icon pencitraan kepolisian dimasyarakat.
Dalam penelitian ini opini yang dimaksudkan sebagai suatu hal yang
kemudian dinyatakan oleh masyarakat setelah membaca atau melihat pemberitaan
tentang Briptu Norman Kamaro yang menjadi pencitraan kepolisian di
masyarakat di media massa.
Opini adalah salah satu interaksi dan pemikiran manusia tentang suatu hal
yang kemudian dinyatakan atau diekpresikan. Dalam kaitanya dengan proses
komunikasi terdapat efek salah satunya adalah opini atau pendapat yang beredar
dimasyarakat.
Dalam penelitian ini opini adalah salah satu interaksi pembaca ynga
mengemukakan pendapatnya dalam bentuk respon terhadap pemberitaan tentang
Briptu Norman Kamro yang menjadi icon pencitraan kepolisian di media massa.
1. Opini positif
Adalah opini responden yang menyatakan respon positif atau jika
responden memberikan pernyataan setuju, mendukung, atau
terhadap berita atau suatu peristiwa.
2. Opini netral
Adalah opini responden yang menyatakan respon netral atau jika
responden memberikan pernyataan ragu – ragu termasuk
didalamnya pernyataan tidak berpendapat terhadap peristiwa atau
3. Opini negatif
Adalah opini responden yang menyatakan respon negatif atau jika
responden memberikan pernyataan tidak setuju, tidak mendukung
terhadap berita atau suatu peristiwa.
3.1.3 Masyarakat Surabaya Sebagai Khalayak
Masyarakat Surabaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
masyarakat yang berdomisili di Surabaya, yang mempunyai umur 17 tahun
keatas dan mempunyai KTP laki- laki atau perempuan yang dianggap dewasa.
Serta perna melihat pemberitaan tentang Briptu Norman Kamaro di media cetak,
media elektronik maupun media online.
Pemilihan data responden yang diambil meliputi usia 17 tahun keatas.
Penempatan usia ini didasarkan pada pertimbangan bahwa usia tersebut,
seseorang memiliki kemampuan intelektual mupun ketrampilan dalam
menganalisis sebuah berita dan ditunjang dengan sikap pandangan yang lebih
realistis terhadap lingkungan sosialnya sehingga dapat mengikuti perubahan
zaman (Dariyo, 2004 : 66). Dengan demikian peneliti berharap agar msyarakat
dapat memberikan opini yang bertanggung jawab terkait dengan pemberitaan
Briptu Norman Kamro di media massa
Kepolisian yang dimaksud adalah penelitian tentang lembaga kepolisian
yang disebut sebagai polisi yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat.
3.1.5 Indikator
Sebagai Lembaga penegak keadilan di Negara Indonesia Polri harus
mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang, serta
sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu
menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara
keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan. Dalam hal ini ada
beberapa yang harus di penuhi oleh lembaga kepolisian dalam mewujutkan
masyarakat yang sejahtera dan aman harus beberapa aspek yaitu :
1. Keamanan
Rasa Tenang yang diperoleh oleh masyarakat dalam berkehidupan
sosial untuk menjalani kegiatan sehari. Hal inilah yang harus
dimiliki dan dijaga lembaga kepolisian agar tercipta rasa aman di
masyarakat.
2. Ketertiban
Patuh terhadap peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis,
untuk itu lembaga kepolisian harus diposisikan sebagai penegak
hukum yang mengawasi masyarakat.
Sebagai lembaga yang melindungi dan mengayomi masyarakat
dari ancaman kejahatan baik itu kejahatan fisik maupun psikis
sehingga terbentuklah pelayanan kepolisian terhadap masyarakat.
4. Keadilan
sebagai lembaga kepolisian haruslah tidak berat sebelah dalam
menangani sebuah permasalahan, dan tidak memihak untuk
berpihak pada kebenaran dan melindungi masyarakat yang lemah.
5. Penegak Hukum
Sebagai lembaga peradilan haruslah mampu menegakkan hukum
secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi
supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya
kepastian hukum dan rasa keadilan.
6. Kenyamanan
Lembaga kepolisian dalam hal ini harus mampu dalam
membentuk kenyamanan di wilayahnya untuk memberikan rasa
aman dan nyaman untuk masyarakatnya.
Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision)
yang berarti pengelihatan. Segi jauhnya diusahakan oleh prinsip radio dan sisi
pengelihatannya oleh gambarnya (Effendy, 2002 : 147). Perpaduan radio
(broadcast) dan film (moving picture) ini membuat penononton di rumah tidak
mungkin menangkap siaran tv, kalau tidak ada unsur – unsur radio. Dan tidak
mungkin melihat gambar – gambar yang bergerak tanpa pada layar pesawat
televisi jika tidak ada unsur film. (Effendy, 2002 : 148).
Televisi adalah satu diantara sekian banyak media massa yang tengah
berkembang. Meskipun demikian, perkembangannya terus menerus dan cepat.
Hal ini terbukti dari makin banyaknya stasiun televisi swasta bermunculan. Ini
dikarenakan media televisi memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan media
lain yang lahir saat itu. (Kuswandi, 1996 : 8).
Keunggulan televisi sebagai media massa diantaranya televisi merupakan
gabungan dari media gambar dan dengar. Kekuatan gambar menjadi andalan
media televisi, karena gambar yang disajikan bukan gambar mati melainkan
gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan pada penonton. Ini jelas
menguntungkan televisi untuk digunakan penonton karena sifatnya yang audio
visual (Kuswandi, 1996 : 23). Kedua, pesan yang disampaikan kepada penonton
tidak mengalami proses yang berbelit (Effendy, 1993 : 178). Ketiga, media
televisi adalah menguasai jarak dan ruang karena media teknologi televisi telah
menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan melalui
besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan itu sangat cepat.
Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini
disebabkan kekuatan gambar dan suara yang bergerak.
Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi.
Komunikasi massa media televisi bersifat periodic dalam komunikasi media
tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan,
melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang komplek serta
pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya
meneruskan) maka pesan – pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa
media tersebut, hanya dapat dilihat dan didengar secara sekilas. Pesan – pesan di
televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang dapat
bergerak (audiovisual). (JB.Wahyudi, 1991 : 116). Pada intinya televisi memiliki
tiga fungsi utama (Effendy, 1993 : 23-30) yaitu :
1. Fungsi Penerangan
Masyarakat menaruh perhatian besar kepada televisi karena dianggap
sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang amat
memuaskan. Hal ini dikarenakan dua factor y