• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPINI MASYARAKAT SURABAYA TENTANG KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN TENTANG BRIPTU NORMAN KAMARO DI TELEVISI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OPINI MASYARAKAT SURABAYA TENTANG KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN TENTANG BRIPTU NORMAN KAMARO DI TELEVISI."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Dyva Claretta,M.Si selaku Dosen

Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta

motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik

itu berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan

dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

4. Kedua Orang Tua (Abah dan Ibu ) dan semua keluarga, terima kasih atas do’a, semangat

serta dorongannya baik moril maupun materiil.

5. Buat teman – temanku di kost Asiah : Shandy, Dimas, Allen, Novi, Rizal, Meyeng,

Tobidan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah setia menghibur

disaat ku lagi BT dan memberikan semangat selama pengerjaan laporan skripsi ini.

6. Sahabatku tercinta WSC “Community” yang selalu memberi semangat, saran dan bantuannya dalam pengerjaan laporan skripsi ini.

7. Buat Rizka yang selalu menemani penulis waktu bimbingan, dan yang selalu memberikan

(2)

Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi

kesempurnaan proposal ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, Juni 2011

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI……… ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……….. v

DAFTAR GAMBAR……….. vi

ABSTRAKSI……… vii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah……… 1

1.2. Rumusan Masalah………. 10

1.3 Tujuan Penelitian……….. 10

1.4 Kegunaan Penelitian………. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 12

2.1. Landasan Teori……… 12

2.1.1. Televisi Sebagai Media Massa………. 12

2.1.2. Pemirsa Sebagai Khalayak Media Massa……… 15

2.1.3. Program Televisi……….. 16

2.1.4. Model Komunikasi Berlo……… 17

(4)

2.3. Skema Kerangka Berfikir……… 31

BAB III METODE PENELITIAN……… 33

3.1. Metode Penelitian………..………….. 33

3.1.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 33 3.1.2. Sikap……… 34

3.1.3. Program Acara “ISLAM KTP” di SCTV…... 40

3.1.4. Pemirsa Televisi…...……….. 43

3.1.5. Pengukuran Variabel……… 43

3.2. Populasi, Sampel, dan Penarikan Sampel………. 45

3.2.1. Populasi………... 45

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel……… 46

3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 47

3.4. Metode Analisis Data………... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 46

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data…. 50

4.1.1 Gambaran Umum SCTV……….. 51

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data……… 53

4.2.1. Identitas Responden………. 53

(5)

Islam KTP……… 57

4.2.3 Waktu Dalam Menonton Tayangan Sinetron Islam KTP………... 58

4.2.4 Sikap Responden Dalam Menonton Tayangan Sinetron Islam KTP……….. 59

4.2.4.1 Kognitif……….. 60

4.2.4.2 Afektif……… 65

4.2.4.3 Konatif……… 69

4.2.5 Kategorisasi Aspek Secara Umum………. 74

4.2.6 Kategorisasi Secara Komulatif……… 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 78

5.1. Kesimpulan………. 78

5.2. Saran………. 79

DAFTAR PUSTAKA……… 80

.LAMPIRAN………. 82

(6)
(7)

Tabel 3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……… 56

Tabel 4. Jenis Pekerjaan Resonden……….. 57

Tabel 5. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Upayah lembaga Kepolisian untuk

menaikan citranya di masyarakat... 58

Tabel 6. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang penilaian

Masyarakat terhadap lembaga kepolisian semakin baik……… 59

Tabel 7. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang lembaga

Kepolisian dalam mewujudkan Kondisi yang mengayomi dimasyarakat ... 60

Tabel 8. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Lembaga

Kepolisian yang Menciptakan Keamanan didalam Menjalankan Tugasnya. 62

Tabel 9. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang lembaga

Kepolisian yang Melayani Masyarakat Semakin Baik dan

Cepat Tanggap Terhadap Pengaduan... 63

Tabel 10. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Lembaga

kepolisian yang Memberikan keamanan di Masyarakat masih

dirasakan belum ………... 64

Tabel 11. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Kelalaian

dan Kesibukan Lembaga Kepolisian dalam melindungi masyarakat... 65

Tabel 12. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Pemberitaan

Briptu Norman Kamaro Sebagai suatu Hiburan bagi Masyarakat…………66

(8)

Kepolisian Yang terlalu melebih – lebihkan tentang Pemberitaan

Briptu Norman ………... 70

Tabel 16. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Penerapan

Kebenaran dan Keadilan yang Sudah Dapat Dirasakan Oleh Masyarakat...71

Tabel 17. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Pemberitaan

Briptu Norman Kamaro Sebagai pengalihan Kasus – kasus di lembaga

Kepolisian...……… 72

Tabel 18. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden tentang Pelaksanaan

Tata Tertip yang ditunjukan lembaga Kepolisian dalam Memberikan

Contoh di Masyarakat ……… 73

Tabel 19. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang Penanganan

Kasus – Kasus Besar Yang Belum Terselesaikan dan Masih Banyak

Dijumpain……… 74

Tabel 20. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Tentang lembaga Kepolisian

Yang Ingin Menunjukan Dirinya Yang Kreatif dan Menghibur

Dimasyarakat.………. 75

Tabel 21. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Responden Perwujutan Lembaga

Kepolisian Yang Menjunjung Tinggi Keadilan dalam Melayani Masyarakat

(9)
(10)

fenomena Briptu Norman Kamaru, Anggota Brimob Gorontalo yang ngetop belakangan ini lewat aksi lipsync-nya. Beberapa media memberitakan fenomena ini dengan begitu seringnya sehingga citra kepolisian terangkat ke media. Dengan adanya pemberitaan ini akan menjadi jembatan bagi lembaga kepolisian untuk mencitrakan dirinya, sebagai lembaga yang berbeda dimasyarakat. Momen Inilah yang coba ditangkap oleh Humas atau Public Relation (PR) lembaga Kepoliosian untuk mencari kepercayaan masyarakat.

Briptu Norman yang saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia, peristiwa ini dapat berdampak yang positif bagi citra polisi dan fenomena yang tidak lazim di tengah image yang melekat selama ini dalam tubuh anggota dan institusi kepolisian. Ketika video ini di ketahui banyak petinggi kepolisian memberitakan bahwa kejadian tersebut akan mendapatkan sanksi yang cukup berat bagi Briptu Norman karena melalukan aksi tersebut dengan baju seragam. Akan tetapi seiring dengan banyaknya dukungan yang mengalir dari masyarakat keputusan itu tidak jadi terlaksana. peristiwa inilah yang dicoba kepolisian untuk mengubah citra buruk di masyarakat menjadi lebih baik yang dulu seakan – akan kepolisian itu bukan pelindung tapi ditakuti keberadaanya

Landasan teori yang digunakan yaitu Teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Peneliti ini menganalisis fenomena tersebut mengacu pada komponen opini yang terdiri dari : komponen negatif (kecenderungan tidak mendukung), komponen Netral mengetahui tentang pemberitaan. Tetapi tayangan tersebut tidak terlalu berpengaruh bagi mereka. Tayangan tersebut hanya dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi. komponen Positif (Kecenderungan berperilaku mendukung apa yang dilakukan).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metodelogi kuantitatif khususnya survey deskriptif dimana jenis survey ini digunakan untuk menggambarkan (mendeskripsikan) populasi yang sedang diteliti. Dan penarikan sample dengan menggunakan teknik Twostage Cluster Random Sampling .

Dari analisis dan interpretasi data yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) aspek opini yang mendasari pemirsa untuk menyaksikan pemberitaaan tentang Briptu Norman Kamaro, yaitu Aspek Negatif, aspek Netral, Aspek Positif. Dari keseluruhan opini tersebut diketahui dari ketiganya semua pada kategori Positif.

(11)

BAB I

1.1 Latar Belakang Masalah

Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks yang menyortir dan

menentukan peristiwa dan tema – tema tertentudalam satu kategori tertentu.

Peristiwa dan informasi harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut

memenuhi kriteria nilai berita, nilai – nilai berita menentukan bukan hanya

peristiwa apa saja yang harus diberitakan, melaikan bagaimana kemasan dari

peristiwa tersebut.

Keberagaman berita yang disajikan di media cetak, elektronik maupun

media online sangatlah banyak mengisi kehidupan khalayak. Seperti yang sedang

ramai di beritakan saat ini adalah adanya berita di koran, internet, televisi

maupun radio yang menyajikan informasi tentang fenomena Briptu Norman

Kamaru, Anggota Brimob Gorontalo yang ngetop belakangan ini lewat aksi

lipsync-nya. Beberapa media memberitakan fenomena ini dengan begitu

seringnya sehingga citra kepolisian terangkat ke media.

Dengan adanya pemberitaan ini akan menjadi jembatan bagi lembaga

kepolisian untuk mencitrakan dirinya, sebagai lembaga yang berbeda

dimasyarakat. Dengan cara Humas lembaga kepolisian berusaha untuk mencari

simpati dari masyarakat, pada perkembangannya Humas terus mengadakan

(12)

penting agar Humas selain menjadi yang terdepan dalam menghadapi perubahan

yang ada serta selalu siap dengan solusi – solusi yang ditawarkan terhadap

permasalahan yang timbul. Dalam hal ini humas bertintak menjadi pihak yang

inovativ, kreatif, fleksibel, serta aktif terhadap dinamika perubahan masyarakat

serta lingkungan yang selalu cepat berganti. Pada bagian ini Humas berfungsi

untuk menhimpun informasi dan menyalurkan informasi terhadap suatu lembaga

atau perusahaan.

Adapun cara yang dimiliki oleh PR atau Humas lembaga kepolisian

adalah memperbaiki image dan citra kepolisian dimata masyarakat dan

memberikan pelayanan terbaik. Guna kelancaran kesejateraan dan keamanan

aktifitas masyarakat terutama rakyat kecil dengan membuat beberapa progam

CSR yang langsung ditangani oleh bidang humas Lembaga kepolisian

Momen Inilah yang coba ditangkap oleh Humas atau Public Relation (PR)

lembaga Kepoliosian untuk mencarikepercayaan masyarakat. Humas ini

merupakan suatu lapangan pekerjaan di bidang komunikasi yang sedang

mengalami perkembangan pesat, yang dimulai pada dekade 20-an, Perkembangan

berkaitan erat dengan kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Divisi Humas ini

telah diakui oleh banyak perusahaan dan lembaga, kehadiran dari konsultan PR

inilah yang bisa menjalankan dan melakukan fungsi – fungsinya diantaranya

membuat rencana komunikasi suatu perusahaan baik visi misinya maupun produk

(13)

Fenomena yang sedang hangat ini adalah Briptu Norman Kamaru seorang

polisi yang menyanyikan lagu Chaiya chaiya secara lip sync sepertinya langsung

menjadi terkenal dimana banyak tweeps yang mendukung diri nya agar Briptu

Norman Kamaru tidak dihukum oleh atasannya. karena niat nya murni hanya

menghibur. Ini bukanlah sebuah pelanggaran terhadap kode etik anngota

kepolisian. Sisi manusiawi Norman yang terlihat saat berjoget, sebaiknya tidak

diganjar dengan hukuman oleh atasan. Briptu Norman Kamaru bahkan terlihat

sangat sempurna dalam melakukan lip sync lagu chaiya chaiya layaknya shah

rukh khan. Diketahui dalam video Youtube tampak Briptu Norman dengan

terampil mengikuti dendang lagu India. Lagu pilihannya ‘Chaiyya, Chaiyya’

yang dinyanyikan Shahrukh Khan di film Dil Se tahun 1998. Video kemungkinan

direkam dengan ponsel dengan suasana sebuah pos jaga.

(http://c49.info/dukungan-kepada-briptu-norman-kamaru). Peristiwa inilah yang menjadi perbincangan di masyarakat bagaimana pencitraan seorang polisi dalam

pandangan masyarakat

Masyarakat tidak hanya di perlihatkan dengan pemberitaan – pemberitaan

yang negatif dari lembaga kepolisian saja, tentang penyalagunaan wewenang,

korupsi dan kelalaian dalam bertugas yang terlalu di sorot berlebihan oleh media

massa. Apabila itu dilakukan secara terus menerus penilaian citra lembaga

kepolisian di negara ini akan semakin menurun sehingga akan ada ketidakpuasan

dan kepercayaan terhadap lembaga kepolisian. Seperti halnya perilaku – perilaku

(14)

kepolisian ini untuk masa – masa yang akan datang sebab dengan tindakan dan

perilaku yang baik sebagai penegak hukum akan dapat menimbulkan suatu

tingkat kepuasan yang tinggi dalam diri masyarakat.

Briptu Norman yang saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat

Indonesia, peristiwa ini dapat berdampak yang positif bagi citra polisi dan

fenomena yang tidak lazim di tengah image yang melekat selama ini dalam tubuh

anggota dan institusi kepolisian. Ketika video ini di ketahui banyak petinggi

kepolisian memberitakan bahwa kejadian tersebut akan mendapatkan sanksi yang

cukup berat bagi Briptu Norman karena melalukan aksi tersebut dengan baju

seragam. Akan tetapi seiring dengan banyaknya dukungan yang mengalir dari

masyarakat keputusan itu tidak jadi terlaksana. peristiwa inilah yang dicoba

kepolisian untuk mengubah citra buruk di masyarakat menjadi lebih baik yang

dulu seakan – akan kepolisian itu bukan pelindung tapi ditakuti keberadaanya.

Citra polisi di mata masyarakat sebelumnya mengalami pasang surut.

Pencitraan positif yang dibangun sebagai komitmen menuju profesionalisme

polisi, ternyata sering dikotori oleh oknumnya sendiri sehingga polisi didera

vonis yang negatif. Fenomena ini tampaknya menjadi sebuah image yang abadi

dalam tubuh Polri (Polisi Republik Indonesia). Beberapa kasus yang menjadi “

langganan” dan menentukan pandangan buruk dimata masyarakat diantaranya

kasus penyalagunaan wewenang, penganiayaan, peecehan seksual, perbuatan

tidak menyenangkan, penyalagunaan senjata api dan berbagai kasus yang lain

(15)

untuk menindak anggotanya yang melakukan pelnggaran, namun tampaknya

kenyataan dilapangan menunjukan ketidak sesuaian dengan apa yang diharapkan.

Dalam kondisi seperti ini maka citra kepolisian pun semakin buruk di mata

khalayak. Dalam kondisi internal demikian, masyarakat meragukan kemampuan

polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom

masyarakat.

Fenomena tersebut tertunya akan membuat institusi polri meninjau

kembali strategi menjalankan kembali sebagai fungsinya. Jika dilakukan maka

carakerja Polri masih terkungkung dalam pola lama militeristik yang sangat

bertentangan dengan suasana kehidupan demokrasi. Momentum Briptu Norman

kamaru inilah yang diangkat polri sebagai jembatan bagi kepolisian yang ingin

menceritakan diri sebagai institusi yang tidak perlu ditakuti dan sebagai jembatan

bagi masyarakat yang ingin melihat polisi yang tidak menjarakkan diri dengan

masyarakat.

Penampilan yang di berikan Briptu Norman Kamaro dengan memakai

baju dinas anggota kepolisian yang menunjukan, dimana kreatifitas didalam

lembaga kepolisian itu tidak dapat dibatasi. Inilah yang akan di angkat kepolisian

dalam meningkatkan kepercayaan di masyarakat, baju seragam yang dipakai

dalam adegan tersebut menunjukan bahwa seorang anggota kepolisian itu juga

sebagai manusia biasaMomentum Briptu Norman kamaro inilah yamg dimana

(16)

menjadi dayatarik tersendiri bahwa seorang anggota kepolisian dapat

memberikan nuansa yang berbeda dan menonjolkan sisi kreatifitasnya

Akan tetapi yang disaksikan oleh masyarakt saat ini adalah uforia briptu

Norman Kamaru yang saat ini menjadi sorotan, ekploitasi dari polri dan media

yang diberitakan yaitu dari media elktronik, cetak maupun online terlalu

berlebihan sehingga dampak yang diterima masyarakat telalu berlebihan dan

dapat membuat masyarakat lupa dengan berita – berita yang sebetulnya lebih

penting dari berita Briptu Norman Kamaru.

Menurut Pramono Anung (http://www.detik.com/) eksploitasi terhadap

Briptu Norman Kamaru oleh Istitusi Polri. Briptu Norman sengaja di eksploitasi

dalam perbaikan citra polisi dimata masyarakat. “Saya melihat ekspoitasi

berlebihan kepada Briptu Norman. Jangan seakan-akan Briptu jadi Sinta dan

Jojo,". "Saya menyukai dan nonton berulangkali. Tapi jangan diekspoitasi

berlebihan oleh media dan utamanya Kepolisian. Walaupun itu bagus untuk citra

Polri namun semestinya ditampilkan secukupnya," inilah pendapat yang

disampaikan ditengah uforia agar kepolisisan dalam membangun citranya tidak

melupakan tugasnya.

Penayangan berita penyayi India dadakan ini yang disiarkan berulang-

ulang pagi hingga malam juga menjadi sebuah pertanyaan. Apakah mungkin

bintang vidio youtube Briptu Norman Komaru itu pantas mendapat porsi yang

seperti itu. Mungkin dalam sebagian masyarakat bertanya – tanya jasa apa yang

(17)

apakah berhasil menangkap hidup – hidup pelaku teror bom atau menyelamatkan

sandera perompak somalia. Masyarakat seharusnya memiliki pemikiran seperti

itu karena citra polisi perlu diperbaiki, dan sebagai alat pencapaian tersebut di

gunakan Briptu Norman dalam perbaikan citra kepolisian.

Bahayanya uforia berebihan tersebut adalah Belum tuntasnya beberapa

kasus besar yang mempengaruhi citra kepoisian dimasyarakat, seperti kasus

pariwisata Gayus Tambunan, dan sejumlah kasus lainya yang memperburuk

kondisi dimasyarakat yang belum tuntas. Munculnya norman ini membawa angin

segar akan tetapi kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh sekelompok teroris

dalam melaksanakan aksinya, sebagai kelalaian pihak kepolisian adalah peristiwa

Ledakan terjadi di masjid di kompleks Polresta Cirebon, Jawa Barat, sekitar

pukul 12.30 WIB. Ledakan ini 5 polisi menjadi korban ledakan yang terjadi di

masjid di kompleks Mapolresta Cirebon. Para polisi tersebut dibawa ke

RSPelabuhan. (www.Detik.com) kejadin ini membuat citra buruk dimasyarakat menjadi naik dan kejadian tersebut dapat diartikan dengan kelalaian pihak

kepolisian.

Bagaimanapun dalam peristiwa bom di Cirebon pihak kepolisian lalai

dalam menjalankan tugasnya kepada masyarakat. Memberikan rasa aman dan

nyaman kejadian tersebut menunjukan bahwa sebagian masyarakat masih tidak

suka dengan pihak kepoisian. Kelalaian inilah yang menjadikan citra kepolisian

menurun belum lagi ditambah dengan anggota – anggota kepoisian yang

(18)

Berbagai penelitian menemukan 1.082 pelanggaran anggota kepolisian di

Kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang yang

telah melanggar kedisiplinan. Polda Metro Jaya pada akhir tahun 2009

memberitahukan kepada masyarakat bahwa pelanggaran yang terjadi dalam

rentan satu tahun yang dilakukan oleh anggota kepolisian mengalami kenaikan

6,81% persen dari tahun lalu. Penyimpangan yang dilakukan antara lain

penyalagunaan wewenang, pungutan liar, penyalagunaan narkoba, penyalagunaan

senjata api, penganiayaan, dan pengeroyokan. Dalam tindak pidana ini naik 97%

di tahun 2009 , sebanyak 37 orang menerima PTDH (pemutusan tindak dengan

hormat), 6 orang menerima pemutusan dengan hormat, 7 orang diputuskan

tercela, 6 orang meminta maaf, 10 orang menjalani pendidikan ulang, 4 orang

mutasi jabatan, 5 orang mutasi wilayah, dan 6 orang terbukti tidak bersalah.

(http://bataviase.co.id/detailberita-10457118.html)

Polemik mengenai citra yang ditimbulkan oleh kepolisian di dalam

perjalanannya tentu saja memicu opini atau pendapat yang pro dan kontra

didalam masyarakat. Masyarakat tentunya tahu bahwa pencitraan yang di

timbulkan oleh kepolisian itu dianggap memicu kreativitas yang membangun di

masyarakat, namun ada juga sebagian anggota masyarakat menganggap ini

sebagai pengalihan dari masalah sebelumnya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih

mendalam mengenai opini masyarakat tentang kepolisian pasca beredarnya video

(19)

tiga bagian hal yaitu opini negatif, opini positif dan opini netral. Dalam penelitian

ini, peneliti memilih opini karena opini adalah salah satu hasil dari interaksi dan

pemikiran manusia tentang suatu hal yang kemudian dinyatakan dan

diekpresikan. Dalam kaitanya dengan proses komunikasi terdapat efek dan

salahsatu jenisnya adalah opini atau pendapat dan selanjutnya dapat didefinisikan

opini sebagai suatu pernyataan atau sikap dalam kata – kata. (Sastropoetro,

1990:11). Selain itu opini akan timbul bila ada sesuatu yang merangsang

(stimuli). Komunikasi akan mentrasmisikan berbagai isue (masalah) yang akan

menimbulkan respon dari komunikator. Issue diharapkan pada individu atau

orang banyak dan dipersepsikan. Setelah mengalami proses maka akan

menimbukan sikap yang diekpresikan menjadi suatu opini (Sastropoetro,

1990:42)

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori SOR, dimana teori

ini stimulus berupa pesan yaitu informasi yang terdapat dalam berbagai media

tentang berita vidio Briptu Norman Kamaro di media cetak, elektronik maupun

online sedangkan respon dalam penelitian ini adalah opini tentang berita tersebut.

Dari hasil penelusuran penelitian di berbagai media, maka media online lah yang

terpilih sebagai objek penelitian tentang berita Briptu Norman Kamaro karena

media onlinelah yang paling banyak menyoroti tentang sepak terjanng Briptu

Norman Kamaru tersebut. Sementara Surabaya dipilih sebagai lokasi penelitian

karena masyarakat Surabaya sudah terkena dampak dari vidio tersebut dan

(20)

sinilah bisa diketauhi bagaimana respon masyarakat tentang kepolisian sehingga

peneliti merasa perlu untuk mengadakan penelitian di Surabaya.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui Opini

masyarakat. Masyarakat yang dimaksud data penelitian ini adalah kelompok yang

berumur 17 - 45 tahun, karena pada usia 17 – 45 tahun memiliki kematangan

kognitif, kematangan emosional dan sosial, dan memiliki perilaku konsumtif

dalam memenuhi kebutuhan hidup sekaligus menggambarkan begitu sulit untuk

menunda desakan kebutuhan emosinya dengan kata lain membeli dan mencoba

seakan menjadi bagian hidup tentang berbagai kebutuhan serta besarnya rasa

ingin tahu yang berlebihan yang ditawarkan sehingga menjadi usia tersebut

sebagai sasaran empuk pihak penyedia berita atau informasi. Penelitian ini akan

dilakuakn di Surabaya karena hasil dari penelitian diatas merupakan salah satu

kota yang tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian. Maka

peneliti ingin mengambil judul “Opini Masyarakat Tentang Citra Kepolisian

Pasca pemberitaan Briptu Norman”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka perumusan

masalahnya adalah Bagaimanakah “Opini Masyarakat Tentang Citra Kepolisian

Pasca pemberitaan Briptu Norman?

(21)

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui “Opini

Masyarakat Surabaya Tentang Citra Kepolisian Pasca pemberitaan Briptu

Norman di media massa?

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan referensi

atau masukkan bagi perkembangan studi komunikasi yang berkaitan

dengan opini masyarakat terhadap peristiwa - peristiwa di media massa serta

mampu memperkaya referensi dalam penelitian – penelitian dimasa datang

terhadap industri komunikasi dan informasi.

2. Secara Praktis

Digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. Selain itu,

hal ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat kepada

masyarakat untuk lebih pandai dalam menyikapi sebuah peristiwa, karena

tindakan tersebut akan menentukan kuaitas dari masyarakt untuk lebih kritis

(22)

BAB II

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komunikasi massa

Mulyana menyatakan bahwa, komunikasi massa adalah

komunikasi yang menngunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah)

atau elektronik (radio, televise) yang dikelolah suatu lembaga atau orang yang

dilembagakan yang ditunjukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar

dibanyak tempat, anonym dan heterogen, (2001:75)

Menutut Tan and Wright dalam Liliweri 1991, komunikasi massa

merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam

menghubungkan komunikator dan komunikasi secara missal, berjumlah banyak,

bertempat tinggal yang jauh (terpercaya) sangat heterogen dan menimbulkan efek

(23)

Menurut Wright, dalam Severin dan Tankard, bahwa komunikasi

massa dapat didefisinikan dalam tiga ciri yaitu :

1. komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar,

heterogen, dan anonym

2. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum sering dijadualkan

untuk bias mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara

serempak dan sifat sementara.

3. komunikasi cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah

organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya

yang besar (2005: 4)

Pada dasarnya media massa merupakan suatu alat unruk menyampaikan

imformasi kepada khalayak, berikut adalah beberapa ciri komunikasi massa

menurut Effendy :

1. sifat komunikatornya yang melembaga dan terorganisasi

2. Sifat media massanya yang serempak cepat, maksudnya pesan

yang disampaikan kepada msyarakat dapat dilakukan dalam waktu

yang cepat dan bersamaan.

3. Sifat pesannya yang umum (public), maksudnya pesan yang

disampaikan oleh media massa dapat diakses oleh siapapun.

4. Sifat komunikasinya, ditunjukan kepada khalayak yang jumlahnya

(24)

5. Sifat efek dari komunikasi massa yang timbul pada komunikasi.

Apakah tujuannya agar komunikan hanya tau saja, atau agar

komunikasi berubah sikapnya dan pandangannya (2002:51)

Komunikasi memiliki fungsi dan menurut Dominick fungsi

Komunikasi Massa adalah :

1. Surveillance (Pengawasan)

Sebagai salah satu media untuk mengawasi bentuk pemberitaan yang

diberitakan.

2. Interpretation (Penafsiran)

Penafsiran adalah media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa

untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam

komunikasi antar persona atau kelompok. Sehingga dapat memberikan

komentar atau opini yang ditunjukan kepada khalayak pembaca serta

dilengkapi prespektif (sudut pandang)terhadap berita yang disajikan.

3. Linkage (Pertalian)

Media massa dapat menyatukan masyarakat yang beragam sehingga

membentuk literage berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai – Nilai)

Fungsi ini disebut juga sosialisasi. Sosialisai mengacu kepada cara,

dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok.

(25)

Selain itu fungsi dari media massa adalah memberikan hiburan kepada

masyarakat, sehingga tidak terlalu jenuh dengan informasi – informasi

yang telah diberikan secara berat (2001: 15)

2.1.2 Berita

Berita berasal dari bahasa sansekerta yakni “Vrit” yang dalam bahasa

Inggris disebut Write, artinya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang

menyebut dengan Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau

warta. Menurut kamus bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwodarminto, “berita”

berati kabar atau warta. Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua

syarat yaitu : 1. Fakta tidak boleh diputar sedemikian rupa sehinnga kebenaran

tinggal sedikit saja. 2. Berita itu bisa menceritakan segala aspek secara lengkap.

Biasanya suatu media lebih menyulai peristiwa besar atau penting terjadi dalam

skala waktu yang sesuai denga jadwal produksi normal, serta menyukai peristiwa

yang paling mudah diliput dan dilaporkan dan mudah dikenal serta dipandang

relevan. (Djuroto, 2002 :48)

Ditegaskan bahwa “news must be factual”, maka ditarik kesimpulan bahwa berita atau sesuatu dikatakan berita bila ada fakta, interest, dan komunikan

atau khalayak “ (MC Quail, 2000: 120).

Lebih lanjut MC Quail (2000:189) menjelaskan bahwa berita merupakan

sesuatu yang bersifat metafisik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya

(26)

kehalusannya. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah

satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri. Lebih lanjut MC Quail (2000:

190) menjelaskan bahwa berita mempunyai ciri – ciri tertentu yaitu.

1. Berita tepat pada waktunya, tentang suatu peristiwa yang paling

akhir atau berulang.

2. Berita tidak sistematis,berita berurusan dengan berbagai peristiwa

dan kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu

sendiri terdiri atas berbagai kejadian yang tidak bertalian, yang

bukan merupakan tugas pokok berita untuk menafsirkan.

3. Berita dapat sirna, artinya berita hanya hidup pada saat terjadinya

peristiwa itu serta bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan

dikemudian hari dan bentuk informasi lain akan menngantikan

berita.

4. Semua peristiwa yang dilakukan sebagai berita seyogyanya

bersifatluar biasa atau paling sedikit tidak terduga, sebagai syarat

yang lebih penting dari pada sigmifikansi nyata berita itu sendiri.

5. Disamping itu ketidakterdugaan, peristiwa berita dicirikan oleh

nilai berita lainya yang relatif dan melibatkan kata putus tentang

minat audience.

6. Berita terutama bagiorientasi dan arahan perhatian, bukan

pengganti pengetahuan.

(27)

Dalam upaya menarik perhatian pembaca perlu diperhatikan unsur –

unsur penting dalam berita, antara lain :

1. Faktualitas

Suatu berita harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya, jujur

tanpa prasangka dan tidak didramatisir.

2. Objektifitas

Berita dibuat harus selaras dengan kenyataan, tidak memihak,

bebas dari prasangka, terdapat sumber berita yang jelas serta tidak

ada tujuan dan misi tertentu. Suatu berita yang objektif tidak

dicampuri dengan sifat subjektifitas atau opini pribadi dari

peliputan beritanya.

3. Balance

Wartawan dalam menulis berita haruslah adil, berimbang, harus

mengedepankan kebenaran ilmu atau berita itu sendiri dan bukan

berdasarkan kenbenaran sumber. Menempatkan setiap fakta atau

kumpulan fakta menurut proporsinya yang wajar.

4. Nilai berita

Suatu berita yang bernilai harus terdapat keterkaitannya dengan

kepentingan umum.

5. Aktualitas

Kecepatan penyampaian laporan mengenai suatu berita kepada

(28)

menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan nama baik

surat kabar yang bersangkutan.

6. Daya tarik

Suatu berita dikatakan menarik apabila informasi yang disajikan

membangkitkan kekaguman, rasa lucu atau humor, atau informasi

mengenai pilihan hidup.

7. Lengkap

Lengkap disini berarti bahwa sebuah berita harus dipaparkan

secara lengkap sesuai dengan peristiwa yang terjadi, tidak

dikurangi atau ditambahi. Senantiasa berusaha untuk

menempatkan setiap fakta atau kumpulan fakta – fakta menurut

proporsinya yangwajar, untuk mengaitkannya secara berarti

dengan unsur – unsur lain, dan untuk membangun segi pentingnya

dengan berita secara keseluruhan.

8. Akurat

Berita harus akurat dalam artian, dimulai dari kecermatannya

terhadap ejaan nama, angka, tanggal, dan usia serta disiplin diri

untuk senantiasa melakukan periksa ulang ayas keterangan dan

fakta yang ditemuinya. Akurat juga berarti benar dalam

(29)

pemberitaanya yang dicapai oleh penyajian detail – detail fakta

dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta – faktanya.

9. Ringkas dan jelas

Berita harus ringkas dan jelas, maksudnya adalah berita yang

disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu

tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tidak banyak

menngunakan kata – kata harus langsung dan padu, (Budyatna,

2005 : 48-57).

Dalam sebuah berita, terdapat karakteristik instrinsik yang dikenal sebagai

nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna , atau yang

biasa diterapkan untuk menentukan layak berita (news worthy), unsur – unsur

tersebut diantaranya :

1. Aktualitas (timeliness)

Merupakan ukuran yang diterapkan pada berita untuk menentukan

apakah layak dihimpun atau dimana bisa dijual. Aktualitas sangat

erat kaitannya dengan kesegaran (freshness), Bagi sebuah surat

kabar semakin aktual beritanya, artinya semakin baru peristiwanya

terjadi semakin tinggi nilai beritanya.

(30)

Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan (baik secara fisik

maupun emosional), akan menarik perhatian. Begitu pila dengan

daya tarik sebuah berita. Kian dekat dengan pembaca, kian

menarik berita itu.

3. Keterkenalan (prominence)

Kejadian yang menyangkut tokoh terkenal (prominent names)

akan banyak menrik minat pembaca, sebuah nama akan membuat

berita dan nama besar membuat berita lebih besar.

4. Dampak (consequence)

Suatu peristiwayang mengakibatkan timbulnya rangkaian peristiwa

yang mempengeruhi banyak orang adalah jenis layak berita.

Konsekuensi ini umumnya diterima sebagai nilai berita dan

menjadi ukuran pemtingnya suatu berita. Semua peristiwa yang

layak berita mempunyai konsekuensi.

5. Human interest

Kata human interest secara harfiah artinya menarik minat orang.

Dalam berita huamn interest terkadanga unsur yang menarik

empati, simpati, atau menggugah perasaan khalayak yang

membacanya. Sebenarnya cerita human interest berisi nilai cerita

(story value) dan bukan nilai berita. Bukan sebuah peristiwa tetapi

latar belakang dari peristiwa (the background of events),

(31)

2.1.3 Humas

Sebagai sebuah profesi yang berkembang pesat, kebutuhan akan Humas

atau biasa disebut sebagai PR semakin lama semakin dirasakan. Berbagai

lembaga baik profit maupun non profit, muilik pemerintahan ataupun swasta

memberikan kedudukan yang jelas pada bagiannya akan posisi dan fungsi humas

(Kusumastuti, 2004 : 10)

Humas disini bertigas untuk menghubungkan antara kepentingan

organisasi dengan masyarakat karenanya terdapat keterkaitan hubungan

masyarakat dengan masalah komunikasi antar manusia baik yang dilaksanakan

secara langsung (Direct Communication) ataupun tidak lansung (Indirect

Communication)

Roben T Relley dalam Kusumastuti (2004: 14) menghasilkan sebuah

definisi yang menyebutkan bahwa : Praktik hubungan masyarakat adalah seni

sekaligus, ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan,

memperkirakan setiap konsenkuensinya memberi masukan dan saran kepada

pemimpin organisasi, serta memprogam – progam tindakan yang terencana untuk

melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya.

Sedankan Frank Jefkins mengemukakan bahwa Humas adalah semua

bnetuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar antara satu

organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan spesifik

(32)

Dari definisi – definisiyang telah dijabarkan diatas, maka dapat

ditarikkesimpulan bahwa Humas adalah semua bentuk komunikasi terencana

antara sebuah organisasi dengan khalayaknya, untuk membangung dan

mempertahankan hubungan baik guna mendapatkan timbal balik dan rasa saling

pengertian yang dapat mempengaruhi kegagalan atau kesuksessan suatu

organisasi dalam mencapai tujuannya, serta menerapkan progam dan tindakan

terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan khalayaknya.

2.1.3 Kepolisian

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah

perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan

Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks.

Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara

tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi

Republik Indonesia yang dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi

Mochammad Jassin di Surabaya.

Tentang Polri Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal

1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan

disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara

yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan

nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan

(33)

tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata

negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh

termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang

No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun

1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pengembangan

kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian

rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai

pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut

adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari

tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri

dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:

1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam

Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,

kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan

instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas

pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan

manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas

(34)

Dalam penugasan sebagai pengayom masyarakat Kepolisian mempunyai visi

dan misi dalam menjaga keamana Negara Republik Indonesia. Diantara lain visi

dan misi tersebut VISI POLRI : Polri yang mampu menjadi pelindung

Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama

masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang

selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara

keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu

kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. MISI

POLRI : Berdasarkan uraian Visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran Misi Polri kedepan adalah sebagai berikut :

1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga

masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.

2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya premetif dan

preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta

kepatuhan hukum masyarakat (Law abiding Citizenship).

3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan

menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju

kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.

4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap

memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam

(35)

5. Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai

tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat

mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan

masyarakat

6. Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam (internal Polri) sebagai upaya

menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan.

7. Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh external yang

sangat merugikan organisasi.

8. Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik

guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat

yang berbhineka tunggal ika

Polri atau instansi kepolisian merupakan salah satu penegak hukum di

negara Indonesia. Polri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan

rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan

bencana alam, upayah melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan

perubahan – perubahan melalui tiga aspek yang disebut TRIBATA yaitu:

1. Aspek Struktural

Mencakup perubahan kelembagaan kepolisisan dalam

ketatanegaraan, organisasi, susunan, dan kedudukan.

(36)

Mencakup filosofi (Visi, Misi, dan tujuan), Doktrin, kewenangan,

kopetensi, kemampuan fungsi dan iptek.

3. Aspek cultural

Adalah muara dari perubahan aspek structural dan instrumental,

karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan

Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan

manajeial, system rekrutmen, sitem pendidikan, sitem

materialfasilitas dan jasa, sitem anggaran, system operasional.

Dalam sumpah jabatan lembaga kepolisian terikat pada sumpahnya yang

ada dalam TRIBRATA yang terkandung sebagai berikut:

1. Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam

menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang

bedasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat

dengan keiklasan untuk mewujutkan keamanan dan ketertiban.

Dan juga CATUR PRASETYA yaitu :

Sebagai insan BHAYANGKARA, kehormatan saya adalah berkorban

demi masyarakat, bangsa dan negara, unruk :

(37)

2. Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi

manusia.

3. Menjamin kepastian berdasarkan hukum.

4. Memelihara perasaan tentram.

Dengan berbekal TRIBATA dan CATUR PRASETYA tersebut, Polri

diharuskan menjadi suatu lembaga hukum yang terpecaya oleh masyarakatnya.

Namun pada kenyataannya, kepolisian dari dulu sampai sekarang memiliki citra

yang buruk dimata masyarakat pengguna hukum.

Adapun tugas – tugas instansi kepolisian kepada masyarakat adalah :

a) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga

masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.

b) Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan

preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta

kepatuhan hukum masyarakat

c) Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan

menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju

kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.

d) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap

memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam

(38)

e) Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai

tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat

mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan

masyarakat

f) Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik

guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

g) Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari

masyarakat yang berbhineka tunggal ika.

2.1.4 Opini

Opini adalah salah satu hasil interaksi dan pemikiran manusia tentang

suatu hal yang kemudian dinyatakan atau diekspresikan. Dalam kaitanya dengan

proses komunikasi terdapat efek salah satu jenisnya yaitu opini atau pendapat,

dan selanjutnya didefinisikan opini sebagai suatu pernyataan atau sikap dalam

kata – kata (Sastropoetro, 1990:11) opini akan timbul apabila ada suatu yang

merangsang (stimuli). Komunikasi akan mestransmisikan berbagai isu (masalah)

yang akam menimbulkan respon dari komunikasi. Issue diharapkan pada individu

atau ornag banyak yang dipersepsikan. Setelah mengalami proses maka akan

menimbulkan sikap yang dipersepsikan menjadi suatu opini (Sastropoetro,

(39)

Opini juga diartikan sebagai pendapat atau pandangan tentang sesuatu.

Karena itu, o[ini bersifat subyektif karena pandangan atau penilaian seseorang

dengan yang lainnya selalu berbeda. Jadi, kendati faktanya sama maupun ketika

orang beropini antara satu dengan yang lainnya memperhatikan adanya

perbedaan (Abdullah, 2001:14)

Ada pendapat lain mengatakan opinin adalah mengekspresikan sikap

mengenai suatu persoalan tertentu pengukuran ekspresi sikap tersebut melalui

jawaban yang positif untuk responden yang mendukung, jawaban netral untuk

jawaban responden yang cenderung tidak mendukung dan jawaban negatif

jawaban responden yang tidak mendukung (Effendy, 1989 : 112)

Setiap opini memiliki tiga unsur yaitu :

1. Kepercayaan (berkaitan dengan unsur kognitif)

Kepercayaan mengacu pada sesuatu yang diterima khalayak, benar

atau tidak berdasarkan pengalaman masa lalu, pengetahuan dan

informasi sekarang dan presepsi yang berkesinambungan.

2. Pengharapan

Mengandung citra seseorang tentang apa keadaanya setelah

tindakan, pengharapkan ditentukan dari pertimbsngsn terhadap

sesuatu yang terjadi pada masa lalu, keadaan sekarang dan sesuatu

yang kira – kira akan terjadi jika dilakukan perbuatan tertentu

(40)

Melibatkan kesukaan – ketidaksukaan, cinta dan kebencian, hasrat

dan ketakutan, bagaimana orang menilai sesuatu dan intensitas

penilaianya apakah kuat, lemah, netral (William & Cleve, 1994 :

14)

Opini merupakan pernyataan yang diucapkan atau tulisan. Opini dinilai

sebagai jawaban yang diucapkan oleh individu terhadap suatu rangsangan atau

situasi yang mengemukakan beberapa pernyataan yang dipermasalahkan

Opini itu sendiri tidak mempunyai tingkatan namun mempunyai arah

seperti dibawah ini :

1. Opini positif, jika responden memberikan pernyataan setuju

menerima, mendukung atau berpendapat baik.

2. Opini negative, jika responden memberikan pernyataan tidak

setuju tidak menerima, tidak mendukung, atau berpendapat tidak

baik.

3. Netral, jika responden memberikan pernyataan ragu – ragu atau

tidak berpendapat (Effendy, 2002 : 85)

Pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa opini merupakan

ekspresi tentang sikap (kecenderungan untuk memberikan respon) terhadap suatu

masalah atau situasi tertentu dan dapat berupa pernyataan yang diucapkan atau

tulisan sebagai jawaban yang diucapkan atau diberikan oleh individu terhadap

suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan pernyataan yang

(41)

Media adalah saluran pesan dan bukan agen kontruksi, berita yang dimuat

media merupakan refleksi dari realitas, ada fakta “riil” yang diatur oleh kaidah –

kaidah tertentu yang berlaku universal. Dari realitas yang demikian maka dapat

disimpulkan bahwa komunikasi massa memiliki banyak hubungan dengan

membentuk opini publik, penyajian media tentang sesuatu isu, sangat

berpengaruh karena apa yang diperbuat oleh media massa dapat mempengaruhi

pendapat apa yang berkembang dalam masyarakat terhadap isu itu, dan media

massa dapat membentuk sejumlah orang kecil untuk mengabil kesimpulan

tentang isu tersebut. Sebuah opini dapat semakin meluas jika sebuah media massa

mem – blowup suatu peristiwa aatu berita secara besar – besaran.

Weleh dan Corner (1975) membuat definisi opini publik sebagai suatu

opini yang menyangkut isu dan kejadian yang mengandung keprihatinan publik.

Tapi publik bukan berati umum. Karena dalam masyarakat modren seperti

sekarang ini, terdapat banyak sekali kelompok kepentingan. Publik ditandai

adanya suatu isu yang beredar dan dibicangkan oleh kelompok kepentingan

tertentu, yang menghasilkan terbentuknya opini tentang isu tersebut.

Berdasarkan uraian – uraian diatas dapat disimpulkan bhwa : opini

merupakanekpresi tentang sikap (kecenderungan untuk memberikan respon)

terhadap suatu masalah /situasi tertentu dan dapat berupa pertanyaan yang

diucapkan atau tulisan sebagai jawaban yang diucapkan/ diberikan oleh individu

terhadap suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan beberapa pertanyaan

(42)

2.1.5 Masyarakat sebagai khalayak

Setiap proses komunikasi selalu ditunjukan kepada pihak tertentu sebagai

penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan atau penerima

merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi

massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam

keberadaannya secara terpencar – pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling

mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing – masing berbeda dalam

berbagai jenis : jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan,

pengalaman, pandangan hidup, keinginan, cita – cita dan lain sebagainya

(Effendy, 1993:25)

Seperti pada teori komunikasi massa, komunikasi massa ditujukan pada

khalayak yang sangat luas. Herbert Blumer menyatakan empat karakteristik

khalayak komunikasi massa :

1. Berasal dari berbagai strata sosial (berbeda usia, tingkat

pendidikan, jabatan dan gaya hidup)

2. Merupakan kelompok anonim yang terdiri dari individu – individu

yang tak saling mengenal.

3. Karena secara fisik terpisah hanya ada kemungkinan –

kemungkinan untuk interaksi dan bertukar pengalaman sehingga

(43)

4. Tidak terorganisasi sehingga tidak mungkin digerakkan untuk

kepentingan tertentu.

Khalayak media media massa tersebut mempunyai kecenderungan untuk

memilih pesan nama yang diinginkan menurut Barenson, Steiner dan Klapper

dalam buku yang disusun oleh Blake dan Horoldsen, kecenderungan memilih

pesan dalam media massa diistilahkan sebagai selective preception.Dalam hal ini

meliputi :

1. Selective Exposure :

Kecenderungan manusia membuka diri (expose) pada pesan

komunikasi yang sama dan sesuain dengan kenutuhana dan

pendapatnya, menghindarkan komunikasi yang tidak sesuai

dengan kepentingan dan pendapat.

2. Selective Attention :

Kecenderungan manusia memperhatikan pesan yang sesuai

dengan kebutuhab serta minatnya.

3. Selective Retentation :

Kecenderungan manusia untuk mengingat isi pesan yang menarik

serta sesuai dengan kebutuhan serta minatnya ( Blake dan

Haroldsen, 2005: 84)

De Fleur dan ball – Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media

(44)

1. Perspektif perbedaan individual ( Individual Differences Theory).

2. Perspektif Kategori Sosial (Sosial Categori Theory).

3. Perspektif Hubungan Sosial.

Dalam perspektif perbedaan individual ( Individual Differences Theory ),

memandang bahwa sikap dan organisasi personal psikoligis individua akan

menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan dan bagaimana

individu memberi makna pada stimuli tersebut (Rahmat, 2003 : 203 – 204). Atas

dasr pengakuan bahwa tiap individu tidak sama perhatiannya, kepentingannya,

kepercayaannya maupun nilai – nilainya, maka dengan sendirinya selektivitas

mereka terhadap komunikasi massa juga berbeda (Liliweri, 1991 : 106), mengacu

pada pernyataan tersebut individu memiliki kepribadian masing – masing yang

akan mempengeruhi juga pada preferensi mereka dalam menanggapi sesuatu.

Khalayak lebih uska dengan suatu kejadian yang dianggap itu menyimpang dari

norma – norma yang ada dibandingkan dengan berita – berita yang lain jika

dirasa berita tersebut dapat mendukung berbagai kepentingan, kepercayaan, nilai

– nilai yang dianut tersebut.

Selanjutnya, berdasarkan perspektif kategori sosial (Social Category

Theory) dikatakan bahwa “ Prespektif kategori berasumsi bahwa dalam

masyarakat terdapat kelompok – kelompok sosial, yang reaksinya pada stimuli

tertentu cenderung sama. Anggota – anggota kategori tertentu akan cenderung

memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respon kepadanya dengan

(45)

kelompok sosial umumnya didasarkan pada ciri – ciri usia, jenis kelamin (sex),

pendapat, pendidikan , pemukiman atau pertalian yang bersifat

religius.Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu

gejalah seperti pada media massa pada perilaku yang seragam (Effendy, 2003:

267)

Masyarakat dalam penelitian ini adalah laki – laki dan perempuan usia 17

tahun keatas, yang berdomisili di daerah Surabaya. Alasan dipilihnya usia 17

tahun keatas adalah karena pada usia tersebut masyarakat dapat menerima dan

memberikan pendapatnya. Usia 17 tahun merupakan awal dari masa kedewasaan

dimana perubahan kognitif yang mengarah pada peningkatan potensi diri, pola

pikir lebih kongkrit dan pragmatik .Berdasarkan teori tersebut, terdapat golongan

– golongan tertentu dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang sama dalam

menanggapi dan memberikan pendapat terhadap suatu bentuk komunikasi. Dalam

hal ini mempengaruhi masyarakat surabaya dalam menanggapi citra kepolisian

pasca pembritaan briptu norman di media massa.

2.1.6 Teori S-O-R

Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organisme-Respon. Yang

semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi

tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi

adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen – komponen sikap,

(46)

yang ditimbulkan adalah reaksi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan

dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dengan reaksi komunikannya.

Unsur- unsur dalam pesan yaitu :

1) Pesan (Stimulus, S)

2) Komunikasi (Organism, O)

3) Efek (Respon, R)

Dalam proses komunikasi yang berkenaan dengan perubahan sikap adalah

how bukan what dan why. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Sedangkan dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus

yang menerpa benar – benar melebihi semula. Ma’rat dalam bukunya “Sikap

Manusia, perubahan serta pengukurannya”. Menurut pendapat Hovlan, Janis dan

Kelley yang menyatakan bahwa dalam penelaah sikap yang baru ada tiga variable

penting, yaitu :

1) Perhatian

2) Pengertian

3) Penerimaan

Teori S-O-R digambarkan sebagai berikut :

Stimulus Organism :

‐ Perhatian

‐ Pengertian

‐ Penerimaan

(47)

Gambar 1 : Teori Stimulus – Organism – Response (S-O-R)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan sikap tergantung pada

proses yang terjadi di individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada

komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika

ada perhatian dari komunikasi. Proses berikutnya komunikan mengerti.

Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah

komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk

mengubah sikap. (Effendy, 2000: 254-256).

Teori S-O-R menjadi landasan pada penelitian ini karena terdapat

kesesuaian antara unsur- unsur dari teori tersebut dengan topik yang diangkat,

yaitu Opini Masyarakat Tentang Polisi Pasca Pemberitaan Briptu Norman

Kamaro.

2.2 Kerangka Berfikir

Semakin berkurangnya dan buruknya citra kepolisian dimasyarakat, yang

disebabkan oleh individu – individu dari anggotanya yang mengakibatkan

kelembagaan kepolisian mendapat ketidak percayaan di masyarakat. Vidio Briptu

Norman Kamaro yang beredar di media massa yang mendapat sambutan baik di

(48)

balik dan memperbaiki citranya yang sebelumnya di serang dengan permasalan –

permasalahan yang dibuat individu anggotanya sehingga pencitraan buruknya

kinerja lembaga ini di masyarakat.

Menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Sutaryo, 2005 : 289), media

massa adalah media komunikasi yang mampu menimbulkan keserempakan,

dalam arti khalayak dalam jumlah yang relatif sangat banyak secara bersama –

sama, pada saat memperhatikan pesan yang dikomunikasikan melaui media

tersebut. Media massa inilah yang coba dipakai lembaga kepolisian untuk

mendapat simpati masyarakat dengan memunculkan sosok Briptu Norman

Kamaro di hampir semua media di setiap harinya .

Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Respon. Stimulus sendiri

berarti pesan diantara dua unsure komunikasi yaitu komunikator dan komunikan.

Komunikator memberikan pesan berupa tanda, lambang dan gambar kepada

komunikan. Organism berarti diri komunikan sebagai penerima pesan atau

informasi dari komunikator. Setelah komunikan memperhatikan tanda, lambang

maupun gambar, kemudian komunikan merespon dengan cara memperhatikan

dan memahami pesan yang disampaikan. Selanjutnya Respon diartikan efek

sebagai akhir dalam proses komunikasi. Keberhasilan dalam proses komunikasi

adalah menimbulkan perubahan kognitif, afektif dan konatif pada diri

komunikan. Dampak atau pengaruh yang terjadi merupakan suatu reaksi tertentu

dari rangsangan tertentu (Sendjaja, 1999:71). Dan definisi dari efek kognitif

(49)

Dan dalam hal ini, peneliti ingin meneliti sikap masyarakat Surabaya

karena stimuli yang dalam hal ini pesan akan diterima bila ada perhatian,

pengertian dan penerimaan dari khalayak yang menjadi obyek dalam penelitian

ini, selanjutnya setelah menerima pesan atau stimulus berikutnya akan terjadi

perubahan sikap oleh khalayak tersebut.

2.3 Skema Kerangka Berfikir

[image:49.595.119.525.290.523.2]

Gambar 2. Kerangka Pemikir Penelitian tentang Opini masyarakat Surabaya

tentang polisi pasca pemberitaa Briptu Norman Kamaro

BAB III

3.1. Metodologi penelitian

Dalam pemelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif

dengan menggunakan analisis kuatitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah suatu Media Massa

sebagai Media Komunikasi

Pemberitaan tentang Briptu Norman Kamaro

Opini masyarakat Surabaya tentang polisi pasca pemberitaa Briptu Norman Kamaro :

1. Positif

2. Netral

(50)

tipe penelitian yang brtujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual

dan akurat tentang fakta – fakta , dan sifat – sifat populasi atau obyek tertentu

(Kriyantono, 2006 :69). Tipe penelitian ini juga merupakan suatu metode yang

berupaya untuk menjelaskan, meringakas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau

berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini

berdasarkan apa yang terjadi. Kemudissn mengangkat ke permukaan karakter

atau memberikan gambaran mengenai suatu fenomena tertentu secara terperinci,

yang akhirnya akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena

yang sedang di teliti (Bungin, 2006 :36)

Deskriptif adalah sala satu metode yang juga dapat diartikan sebagai

metode yang melukiskan variabel satu persatu. Sedangkan metodelogi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metodegi kuantitatif yaitu metodelogi yang

menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat

digeneralisasikan dengan demikian lebih mementingkan aspek keluasan data

dibanding kedalaman data. Sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan

representasi dari seluruh populasi. Hubungan riset dengan subjek jauh, sehingga

alat ukur harus dijaga keobjektifitasannya. Periset tidak boleh membuat batasan

konsep atau alat ukur sekehendak hatinya sendiri (Kriyantono, 2006:57).

Dengan menngunakan metodologi kuantitatif maka untuk sebuah penelitian

barawal pada data dan berakhir pada kesimpulan. Metode penelitian yang

digunakan adalh metode penelityan survey. Penelitian survey menngunakan alat

(51)

pemberitaan tentang kepolisian setelah beredarnya berita Briptu Norman Kamaro

di media massa.

3.1.1. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan definisi operasional disini adalah petuntuk tentang

langkah – langkah untuk mengukur variabel dari menetapkan variabel yang

hendak diukur, mendefisinikan arti variabel (definisi konseptual), menetapkan

jenis dan jumlah indikator, menetapkan skala pengukuran, menetapkan jumlah

pilihan , jumlah pilihan jawaban dan skor tiap pilihan jawaban, Singa ribun

menjelaskan definisi operasional adalah petunjuk bagaimana sebuah variabel

diukur (Hamidi, 2007 ;4)

Pada penelitian ini hubungan antara variabel satu dengan variabel tidak

dibicarakan oleh peneliti, karena dalam penelitian ini yang dibicarakan hanya ada

satu variabel yaitu variabel opini. Penelitian ini difokuskan pada individu yang

berusia 17- 55 yang dianggap bisa berfikir yang menentukan opini tentang suatu

kejadian di masyarakat, juga pernah membaca dan melihat tentang berita tentang

Briptu Norman Kamaro yang menjadi icon pencitraan kepolisian dimasyarakat.

(52)

Dalam penelitian ini opini yang dimaksudkan sebagai suatu hal yang

kemudian dinyatakan oleh masyarakat setelah membaca atau melihat pemberitaan

tentang Briptu Norman Kamaro yang menjadi pencitraan kepolisian di

masyarakat di media massa.

Opini adalah salah satu interaksi dan pemikiran manusia tentang suatu hal

yang kemudian dinyatakan atau diekpresikan. Dalam kaitanya dengan proses

komunikasi terdapat efek salah satunya adalah opini atau pendapat yang beredar

dimasyarakat.

Dalam penelitian ini opini adalah salah satu interaksi pembaca ynga

mengemukakan pendapatnya dalam bentuk respon terhadap pemberitaan tentang

Briptu Norman Kamro yang menjadi icon pencitraan kepolisian di media massa.

1. Opini positif

Adalah opini responden yang menyatakan respon positif atau jika

responden memberikan pernyataan setuju, mendukung, atau

terhadap berita atau suatu peristiwa.

2. Opini netral

Adalah opini responden yang menyatakan respon netral atau jika

responden memberikan pernyataan ragu – ragu termasuk

didalamnya pernyataan tidak berpendapat terhadap peristiwa atau

(53)

3. Opini negatif

Adalah opini responden yang menyatakan respon negatif atau jika

responden memberikan pernyataan tidak setuju, tidak mendukung

terhadap berita atau suatu peristiwa.

3.1.3 Masyarakat Surabaya Sebagai Khalayak

Masyarakat Surabaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

masyarakat yang berdomisili di Surabaya, yang mempunyai umur 17 tahun

keatas dan mempunyai KTP laki- laki atau perempuan yang dianggap dewasa.

Serta perna melihat pemberitaan tentang Briptu Norman Kamaro di media cetak,

media elektronik maupun media online.

Pemilihan data responden yang diambil meliputi usia 17 tahun keatas.

Penempatan usia ini didasarkan pada pertimbangan bahwa usia tersebut,

seseorang memiliki kemampuan intelektual mupun ketrampilan dalam

menganalisis sebuah berita dan ditunjang dengan sikap pandangan yang lebih

realistis terhadap lingkungan sosialnya sehingga dapat mengikuti perubahan

zaman (Dariyo, 2004 : 66). Dengan demikian peneliti berharap agar msyarakat

dapat memberikan opini yang bertanggung jawab terkait dengan pemberitaan

Briptu Norman Kamro di media massa

(54)

Kepolisian yang dimaksud adalah penelitian tentang lembaga kepolisian

yang disebut sebagai polisi yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk

memberikan rasa aman kepada masyarakat.

3.1.5 Indikator

Sebagai Lembaga penegak keadilan di Negara Indonesia Polri harus

mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang, serta

sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu

menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara

keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan. Dalam hal ini ada

beberapa yang harus di penuhi oleh lembaga kepolisian dalam mewujutkan

masyarakat yang sejahtera dan aman harus beberapa aspek yaitu :

1. Keamanan

Rasa Tenang yang diperoleh oleh masyarakat dalam berkehidupan

sosial untuk menjalani kegiatan sehari. Hal inilah yang harus

dimiliki dan dijaga lembaga kepolisian agar tercipta rasa aman di

masyarakat.

2. Ketertiban

Patuh terhadap peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis,

untuk itu lembaga kepolisian harus diposisikan sebagai penegak

hukum yang mengawasi masyarakat.

(55)

Sebagai lembaga yang melindungi dan mengayomi masyarakat

dari ancaman kejahatan baik itu kejahatan fisik maupun psikis

sehingga terbentuklah pelayanan kepolisian terhadap masyarakat.

4. Keadilan

sebagai lembaga kepolisian haruslah tidak berat sebelah dalam

menangani sebuah permasalahan, dan tidak memihak untuk

berpihak pada kebenaran dan melindungi masyarakat yang lemah.

5. Penegak Hukum

Sebagai lembaga peradilan haruslah mampu menegakkan hukum

secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi

supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya

kepastian hukum dan rasa keadilan.

6. Kenyamanan

Lembaga kepolisian dalam hal ini harus mampu dalam

membentuk kenyamanan di wilayahnya untuk memberikan rasa

aman dan nyaman untuk masyarakatnya. 

(56)

Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision)

yang berarti pengelihatan. Segi jauhnya diusahakan oleh prinsip radio dan sisi

pengelihatannya oleh gambarnya (Effendy, 2002 : 147). Perpaduan radio

(broadcast) dan film (moving picture) ini membuat penononton di rumah tidak

mungkin menangkap siaran tv, kalau tidak ada unsur – unsur radio. Dan tidak

mungkin melihat gambar – gambar yang bergerak tanpa pada layar pesawat

televisi jika tidak ada unsur film. (Effendy, 2002 : 148).

Televisi adalah satu diantara sekian banyak media massa yang tengah

berkembang. Meskipun demikian, perkembangannya terus menerus dan cepat.

Hal ini terbukti dari makin banyaknya stasiun televisi swasta bermunculan. Ini

dikarenakan media televisi memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan media

lain yang lahir saat itu. (Kuswandi, 1996 : 8).

Keunggulan televisi sebagai media massa diantaranya televisi merupakan

gabungan dari media gambar dan dengar. Kekuatan gambar menjadi andalan

media televisi, karena gambar yang disajikan bukan gambar mati melainkan

gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan pada penonton. Ini jelas

menguntungkan televisi untuk digunakan penonton karena sifatnya yang audio

visual (Kuswandi, 1996 : 23). Kedua, pesan yang disampaikan kepada penonton

tidak mengalami proses yang berbelit (Effendy, 1993 : 178). Ketiga, media

televisi adalah menguasai jarak dan ruang karena media teknologi televisi telah

menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan melalui

(57)

besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan itu sangat cepat.

Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini

disebabkan kekuatan gambar dan suara yang bergerak.

Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara

komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi.

Komunikasi massa media televisi bersifat periodic dalam komunikasi media

tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan,

melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang komplek serta

pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya

meneruskan) maka pesan – pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa

media tersebut, hanya dapat dilihat dan didengar secara sekilas. Pesan – pesan di

televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang dapat

bergerak (audiovisual). (JB.Wahyudi, 1991 : 116). Pada intinya televisi memiliki

tiga fungsi utama (Effendy, 1993 : 23-30) yaitu :

1. Fungsi Penerangan

Masyarakat menaruh perhatian besar kepada televisi karena dianggap

sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang amat

memuaskan. Hal ini dikarenakan dua factor y

Gambar

Gambar 2. Skema Kerangka Berfikir………………………………………………
Tabel 14. Kemampuan Lembaga Kepolisian Dalam Mengatasi
Tabel 22. Hasil Keseluruhan jawaban ……………………………
Gambar 2. Kerangka Pemikir Penelitian tentang Opini masyarakat Surabaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

KLASI+IKASI SALRAN TRANSMISI ,ER-ASARKAN TEGANGAN /ransmisi tenaga listrik sebenarnya tidak hanya penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran

Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakaukan oleh guru, siswa, dan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa. Dilihat

dalam upaya meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan melalui beberapa terobosan, yaitu Kepala Sekolah harus memahami dan melakukan fungsi sebagai penunjang

Penulis membatasi ruang lingkup yang membahas berdasarkan permasalahan yang ada yaitu peranan harga dalam meningkatkan volume penjualan ayam bakar di Soponyono Perumnas

Tujuan dari praktek produksi ini untuk mengetahui cara pembuatan produk permen jelly dari ekstrak buah kweni , yang paling disukai ditinjau dari karakteristik sensoris

Namun, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, ada penderita yang tetap memiliki kualitas hidup yang baik selama sakit dan menjalani proses perawatan,