(Studi Analisis Fr aming Ker usuhan Ambon di Sur at Kabar J awa Pos dan Sur ya Edisi Tanggal 12 September 2011 – 15 September 2011)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Eriana Susi Rahayu NPM. 0743010084
YAYASAN KESEJ AHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Disusun Oleh :
ERIANA SUSI RAHAYU NPM0743010084
Telah disetujuai untuk mengukuti Ujian Skripsi
Menyetujui, Dosen Pembimbing
J uwito, S.sos, M.Si NPT. 3.670.495.00361
Mengetahui,
Dekan Fak ultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh :
ERIANA SUSI RAHAYU NPM0743010084
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 13 Desember 2011
PEMBIMBING TIM PENGUJ I:
1. Ketua
J uwito, S.Sos, M.Si J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3.670.495.00361 NPT. 3.670.495.00361
2. Sekertaris
Dr s. Saifudin Zuhr i, M.Si NPT. 3.700.694.00351
3. Anggota
Dr a . Diana Amalia, M.Si NIP. 196 3090 71991 032 001
Mengetahui,
Dekan Fak ultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(Study Analisis framing kerusuhan Ambon di Surat Kabar Jawa Pos dan Surya Edisi Tanggal 12 September 2011 – 15 September 2011).
Dari t ujuan dan sikap media dalam melihat suat u perist iw a, media cet ak t idak lepas dari perspekt if yang dibangun dalam memuat berita. Begit u pula dalam pemberit aan kerusuhan di Ambon. Penilit i ingin menget ahui bagaimana media membangun sebuah realit as. M asalah yang akan dikaji dalam penelit ian ini adalah bagaimana Surat Kabar Harian Jaw a Pos dan Surat Kabar Harian Surya membingkai berit a kerusuhan di Ambon pada Periode 12 Sept ember – 15 Sept ember 2011.
Pada penelit ian ini penelit i menggunakan analisis framing dari Zhondang Pan dan M Gerald Kosicky. Dari penelit ian dapat dianalisi dalam surat kabar harian Jaw a Pos dan Surya membingkai kerusuhan di Ambon menyebabkan bent rokan ant ar w arga dikot a Ambon yang dipicu oleh masalah sepele. Sim pang siurnya informasi penyebab menin ggalnya seorang t ukang ojek disebarkan melalui SM S (pesan singkat ) oleh provokat or sehingga membuat w arga salah paham dan akhirnya t erjadi bent rokan yang menyebabkan seorang meninggal dunia dan puluhan orang t erluka dan bayak w arga yang kehilangan hart a benda. Dari analisis disimpulkan bahw a surat kabar harian Jaw a Pos mengacu pada penyebab Kerusuhan di Ambon memperlihat kan sejarah jangan mengulangi kesalahan kerusuhan dimasa lalu, sedangkan surat kabar harian Surya mengacu pada kejadian bent rokan dan dampak yang dit imbulkan.
Of purpose and at t it ude of t he media in seeing an event , print media can not b e separat ed from t he perspect ive of t he built in load new s. Similarly, in report ing t he riot s in Ambon. Researchers w ant t o know how t he media const ruct a realit y. Issues t o b e examined in t his st udy is how Jaw a Pos Daily New spapers and Sur ya Daily New spapers framing unrest in Ambon Period 12 Sept ember to 15 Sept ember 2011.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah dan limpahan rahmat-Nya, serta berkat yang telah diberikan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PEMBINGKAIAN BERITA
KERUSUHAN AMBON DI HARIAN J AWA POS DAN SURYA” (Studi
Analisis Fr a ming Ker usuhan Ambon di Surat Kabar J awa Pos dan Sur ya
Edisi Tanggal 12 September 2011 – 15 September 2011) dapat diselesaikan
dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
program Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dan tidak kalah
penting, penulisan skripsi ini bisa menjadikan suatu proses belajar dalam
menyusun sebuah laporan data yang diperoleh melalui penerapan ilmu di dunia
kerja nantinya.
Tidak ada yang sempurna dalam dunia ini, namun alangkah baiknya
apabila kita selalu membenahi diri untuk menuju kesempurnaan bagi diri kita dan
orang lain. Demikian pula dengan penyusunan skripsi ini yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan, saran,
maupun masukan yang akan menunjang kesempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan
1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis di berikan kelancaran dalam menyusun skripsi ini.
2. Dra. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur,
Surabaya.
3. Bapak. Juwito, S.Sos, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmi Komunikasi,
Universitas Pembangunan Nasional ” VETERAN” Jawa Timur, Surabaya
sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah sudi meluangkan waktunya
untuk mengoreksi serta memberikan petunjuk dan bimbingannya yang
sangat bermanfaat guna penyusunan skripsi ini.
4. Para dosen penguji yang telah menyempatkan waktu untuk datang menguji
laporan ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial an Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional ”VETERAN ” Jawa Timur, Surabaya.
6. Mama dan Paman yang selalu memberikan doa, fasilitas dan semangat
demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
7. Ari “ndut” yang selalu senantiasa memberikan dukungan ,waktu, tenaga dan
semangat
8. Teman – teman di kampus tengkyu all Singkek, Cha-Cha, Olive,Ovie,
Syaril,dhea terutama Siska kurnia( yang sudah anter kemana- mana walau
ujan panas menghadang capcuz pokoknya! tengkyu very much teman tetap
semangat ya dikerjakn proposal magang dan skripsi ojo males- males inget
9. Para penghuni Perum ikip Gunung Anyar C 100 terutama Bapak kos, mbak
Ari, Manda dan Semua Orang yang senantiasa memberikan saran dan kritik
guna kebaikan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca serta
bagi masyarakat pada umumnya walaupun penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu mohon kritik dan saran yang
membangun agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Oktober 2011
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.4.1. Manfaat Teoriris ... 10
1.4.2. Manfaat Praktis ... 10
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11
2.1.1. Konflik ... 11
2.1.1.1. Definisi Konflik ... 11
2.1.1.2. Jenis – Jenis Konflik ... 18
2.1.2. Media Massa, Interpretasi dan konstruksi Realitas ... 20
2.1.4. Berita dan Nilai Berita ... 26
2.1.5. Framing ... 30
2.1.5.1. Definisi Framing ... 30
2.1.5.2. Framing dan Proses Produksi Berita ... 33
2.1.5.3. Analisis Framing termasuk Paradigma Konstruktifitas ... 35
2.1.5.4. Model Analisis Framing ... 36
2.1.5.5. Perangakat Framing ... 38
2.2. Kerangka Berfikir ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 46
3.2. Definisi Konseptual ... 46
3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 48
3.4. Unit Analisis ... 49
3.5. Populasi dan Korpus ... 49
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.7. Teknik Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Objek Penelitian ... 53
4.1.1. PT. Antar Surya Jaya ... 53
4.1.1.2. Visi dan Misi PT. Antar Surya Jaya ... 55
4.1.1.3. Stuktur Organisasi Harian Surya ... 55
4.1.1.4. Lokasi Perusahaan ... 59
4.1.2. PT Jawa Pos ... 60
4.1.2.1. Sejarah Perkembangan Jawa Pos ... 60
4.1.2.2. Sebaran dan Profil Pembaca Jawa Pos ... 67
4.1.2.3. Kebijakan Redaksional ... 68
4.2. Analisis Berita Harian Jawa Pos dan Surya ... 76
4.2.1. Frame Jawa Pos, Judul: “Ojek Tewas, Warga Ambon Bentrok“ ... 77
4.2.2. Frame Jawa Pos, Judul: “Ambon Mencekam, Warga Mengungsi“ ... 82
4.2.3. Frame Surya, Judul: “Ambon Rusuh, Warga Mengungsi Di Masjid“ ... 86
4.2.4. Frame Surya, Judul: “Rusuh Ambon, Kapolda Dievaluasi“ 90 4.2.5. Framing Berita Surat Kabar Jawa Pos Dan Surya ... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 103
5.2. Saran ... 104
Tabel 4.1. Frame Jawa Pos, Judul: ”Ojek Tewas, Warga Ambon Bentrok“ ... 80
Tabel 4.2. Frame Jawa Pos, Judul: ”Ambon Mencekam, Warga Mengungsi“ ... 84
Tabel 4.3. Frame Surya, Judul: ”Ambon Rusuh, Warga Mengungsi Di Masjid“ .. 88
Tabel 4.4. Frame Surya, Judul : ”Rusuh Ambon, Kapolda Dievaluasi“ ... 92
Tabel 4.5. Frame Jawa Pos dan Surya ... 94
1.1. Latar Belakang Masalah
Media massa salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
informasi yang disajikan media massa merupakan kejadian atau peristiwa –
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga antara manusia dan
media massa keduanya saling membutuhkan satu sama lain dan tidak dapat
dipisahkan. Manusia membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhan
akan informasi, sedangkan media massa untuk memenuhi kebutuhan akan
informasi, sedangkan media massa membutuhkan manusia untuk mendapatkan
informasi dan menkonsumsi berita – berita yang disajikan oleh media tersebut.
Berita – berita yang disajikan media massa merupakan hasil seleksi dari berbagai
isu yang berkembang dimasyarakat.
Media massa merupakan suatu bidang kajian yang sangat kompleks.
Media massa bukan berarti hanya satu variasi media yang menyajikan informasi
pada kelompok khalayak, tetapi khalayak menggunakan media massa dengan cara
yang beragam. Dari media massa mereka mendapatkan informasi tentang berbagai
hal dan peristiwa yang dianggap penting tersebut disajikan dalam bentuk berita.
Media massa dalam kehidupan sosial memiliki peran yang kerap
dipandang secara berbeda – beda, namun tidak ada menyangkal perannya yang
signifikan dalam masyarakat modern. Media dipandang oleh khalayak sebagai
sebagai “filter” atau “gate keeper” yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi
perhatian atau tidak.
Media massa juga memiliki wewenang untuk menentukan fakta apa yang
akan diambil, bagian mana yang akan ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau
pespektif yang digunakan oleh masing masing media massa.
Tidak setiap peristiwa dapat dijadikan berita, hanya berita yang
mempunyai ukuran – ukuran tertentu saja yang layak dan dapat disebut berita.
Nilai berita tersebutmenyediakan standar dan ukuran bagi wartawan. Sebagai
kriteria dalam praktek kerja jurnalis. Sebuah peristiwa yang tidak mempunyai
unsur nilai berita atau setidaknya nilai beritanya tidak akan dibuang.
Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks yang menyortir (memilah
– milah) dan menentukan peristiwa dan tema – tema dalam kategori tertentu.
Peristiwa yang harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut memenuhi
kriteria berita, nilai – nilai berita menentukan bukan hanya peristiwa apa saja yang
telah diberikan, melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut dikemas. Mereka
mendapatkan informasi tentang berbagai peristiwa yang dianggap penting dan
disajikan dalam bentuk berita.
Berita – berita yang disajikan media massa merupakan hasil seleksi dari
berbagai peristiwa yang terjadi dan berkembang baik dimasyarakat atau bahkan
dalam pemerintah, sehingga masyarakat mengetahui infolrmasi yang terjadi
disekitar dan didalam pemerintahan. Dalam hal ini dibutuhkan kejujuran dari
agar masyarakat mengetahui kejadian yang sebenarnya. Sebagai alat untuk
menyampaikan berita penilaian atau gambaran umum untuk banyak hal, media
mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk
opini publik.
Pers mempunyai dua pengertian yakni pers dalam arti sempit dan pers
dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak, seperti surat
kabar, majalah mingguan, tabloid, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas
meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran
sebagai media yang menyiarkan karya jurnalis (Effendy 1993 : 90)
Menurut Simmel dikutip (Susan, 2008:42), bahwa konflik menjadi
bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batas-batas antara
kelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok
tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain.
Konflik itu ada karena suatu perbedaan yang menyulut ketidaksepakatan
dalam mengambil keputusan bersama antara dua pihak. Dengan kata lain, di sana
ada alternatif yang tidak dapat kita pilih yang kita sebut konflik manefes atau
substansi (Liliweri, 2005: 261).
Dalam hal ini konflik dibagi dalam dua jenis, yakni konflik horisontal
dan vertikal. Konflik horisontal terjadi antara pihak-pihak yang memiliki
kedudukan yang sederajat, antara warga masyarakat dengan warga masyarakat
lain, antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya
Sementara itu, konflik vertikal adalah konflik antara dua fihak yang memiliki
tinggi (superordinasi) dan pihak lain berada di bawahnya (subordinasi), yang
dapat digambarkan dengan hubungan atas-bawah, pemimpin dan yang dipimpin
elit dan massa (Mafthu, 2008:16-17).
Menurut (Ranjabar, 2006: 208-209) Konflik horisontal pada umumnya
dapat dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut. Pertama, Saling mengklaim dalam
menguasai sumberdaya yang mulai terbatas akibat tekanan penduduk dan
kerusakan lingkungan atau adanya pengurasan sumber daya oleh sekelompok
masyarakat tanpa mengindahkan norma-norma masyarakat di sekitar
pengelolaanya; Kedua, Kecemburuan sosial bersumber dari ketimpangan ekonomi
antara kaum pendatang (migran) dengan penduduk lokal (asli); Ketiga, Dorongan
emosi kesukuan karena ikatan-ikatan norma-norma tradisional; Keempat,
Sentimen antara pemeluk agama; Kelima, Mudah dibakar dan dihasut oleh para
dalang kerusuhan, bisa elit politik atau orang-orang yang mengidap penyakit jiwa
haus kekuasaan.
Berdasarkan tujuan dan sikap media dalam melihat suatu peristiwa,
media tidak lepas dari perspektif yang dibangun dalam membuat berita. Begitu
pula dalam pemberitaan kerusuhan Ambon, ingin diketahui bagaimana
membingkai berita tersebut dalam pemberitaan di surat kabar Jawa Pos dan Surya.
Menurut pemberitaan surat kabar pada hari Minggu tanggal 11
September 2011 telah terjadi kerusuhan di Ambon. Kerusuhan tersebut dipicu
oleh meninggalnya seorang tukang ojek yang bernama Darmin Saiman sehari
sebelumnya. Kabar meninggalnya tukang ojek tersebut menyebar luas dengan
korban tewas dibunuh, sedangkan informasi lainnya Saiman meninggal murni
akibat kecelakaan lalu lintas.
Darmin Saiman mengantarkan penumpang ojek ke kawasan Gunung
Nona. Sepulangnya dari Gunung Nona, dari arah stasiun TVRI, Gunung Nona
menuju pos Benteng di daerah sekitar tempat pembuangan sampah Darmin
Saiman mengalami kecelakaan tunggal menabrak pohon dan menabrak rumah
seorang warga bernama Okto. Darmin kemudian dibawa ke rumah sakit RSUD dr.
Haulussy Ambon. Namun sayangnya, nyawa korban tidak dapat tertolong hingga
meninggal dunia. Informasi penyebab meninggalnya Darmin Saiman yang masih
simpang siur menyebar luas sehingga menyebabkan warga marah. Hingga beredar
isu yang mengabarkan bahwa Darmin Saiman meninggal seolah – olah akibat
korban kekerasan berunsur SARA (Suku, Agama Ras, Antargolongan).
Bentrok diawali spontanitas warga setelah pemakaman Darmin Saiman
di pekuburan Mangga Dua pada hari Minggu siang. Warga yang mengamuk dan
emosi menghentikan kendaraan yang melintas. Sejumlah ruas jalan dibarikade,
dan kerumunan massa terlihat di sejumlah tempat di kota itu. Bahkan, sebagian
warga melempar dan membakar kendaraan yang melintas di kawasan Waihaong.
Meski polisi terus mengeluarkan tembakan peringatan, dua kelompok massa terus
saling merangsek maju. Bentrok yang mengingatkan kerusuhan komunal pada
1999 lalu itu menimbulkan konsentrasi massa di sejumlah titik. Terutama di
kawasan Mangga Dua, Batugantung, Waringin, Waihaong, Tugu Trikora, Batu
Merah, dan Mardika. Di kawasan Tugu Trikora dua kelompok massa berhadap –
kawasan Batugantung Waringin, ratusan rumah warga dilalap api. Warga pun
tumpah ruah ke jalan – jalan saat terjadi bentrok untuk menyelamatkan diri ke
tempat yang lebih aman. Sebaliknya, tidak sedikit warga lain justru kembali.
Saling serang dua kelompok massa pun terjadi.
Sekilas dalam mengkonstuksi atau membingkai salah satunya disebabkan
adanya cara pandang wartawan dalam mempersepsi peristiwa tersebut. Idiologi
masing – masing media pun turut mempengaruhi media tersebut. Ideologi masing
– masing media mempengaruhi media tersebut dalam membuat topik
permasalahan pada sebuah peristiwa, meskipun peristiwa itu sama. Tentunya
perbedaan ini dapat diuraikan secara terpeinci melalui analisis framing dalam
penelitian ini. Maka dengan adanya penelitiaan framing ini akan diungkapkan
secara mendalam mengenai isu utama yang ingin dikemukakan pada surat kabar
harian Jawa Pos dan Surya berita ini yang berkaiatan tentang kerusuhan Ambon
yang disebabkan salah paham.
Framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif
atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang atau berspektif itu pada akhirnya menentukan fakta
apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan dihilangkan
dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Framing seperti dikatakan Todd Gitlin
(Eriyanto: 2002) adalah sebuah strategi bagaimana realiatas dunia dibentuk
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca.
Melalui frame, jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu terjadi pristiwa
khalayak. Laporan berita yang akhirnya ditulis oleh wartawan pada akhirnya
menampilkan apa yang dianggap penting. Apa yang perlu ditonjolkan dan apa
yang perlu disampaikan oleh wartawan pada khalayak pembaca.
Untuk melihat perbedaan media dalam mengungkapkan suatu peristiwa
(realitas) peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Alasannya
adalah analisis farming merupakan metode analisis isi media yang tergolong baru
(Sobur, 2002: 161). Sebagai satu bentuk analisis teks media, analisis framing
mempunyai perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan analisis isi
kuantitatif. Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu
dan fakta tertentu yang diberikan media. Fakta ditampilkan apa adanya, namun
diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan makna yang spesifik. Dalam hal ini
biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan, dan
mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih
menyolok (noticeable)dari pada intertprestasi yang lain. (Sobur, 2002 : 165 )
Mengutip pendapat Huda dalam Eriyanto bahwa “Analisis Framing
merupakan salah satu model analisis alternatif yang bisa mengungkapkan fakta.
Analisis framing dapat diketahui bagaimana realitas dibingkai oleh media.
Melalui analisis framing dapat diketahui mana mana lawan dan mana kawan,
mana patron mana klien siap diuntungkan siap dirugikan, siap dibentuk siap
membentuk dan seterusnya”. (Eriyanto, 2004 VI).
Sedangkan proses framing sendiri dalam hal ini didefinisikan sebagai
proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari
dinyatakan oleh Pan & Kosicky (Eriyanto, 2002 :252). Pan & kosicky merupakan
salah satu alternatif dalam menganalisis teks media disamping analisis isi
kuantitatif, dengan cara apa wartawan menonjolkan pemaknaan mereka terhadap
suatu peristiwa yaitu wartawan melihat dari strategi: kata, kalimat, lead, foto,
grafik dan hubungan antar kalimat (Eriyanto, 2002 : 254).
Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Jawa Pos dan
Surya. Obyek dalam penelitian ini adalah berita kerusuhan Ambon. Penelitian ini
dilakukan pada surat kabar harian Jawa Pos dan surya edisi 13 September – 15
September 2011. Karena periode tersebut banyak media yang bersaing untuk
memberikan informasi atau berita teraktual. Sebagai alasan surat kabar harian
Jawa Pos dan harian surya, karena berita tersebut dianggap penting, berbobot dan
memiliki news value (nilai berita).
Pemilihan surat kabar harian Jawa Pos dalam penelitian ini dikarenakan
Jawa Pos merupakan perusahaan Pers terbesar kedua dan merupakan Koran
terbesar ketiga di indonesia, dengan sirkulasi sekitar 350. 000 ekseplar setiap
harinya. Jawa Pos juga memiliki misi adil dan misi bisnis sebagai pilar utama
untuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu dalam menyampaikan
berita menghendaki dan diarahkan pada suatu yang lain dari pada yang lain
dengan menampilkan rubrik – rubrik tertentu sebagai nominal unggulan
(Eduardus, 2001 : 33)
Surya adalah koran Harian daerah Surabaya, Jawa Timur, menyediakan
berbagai berita ekonomi, politik, sosial, dan berita olahraga. Harian Surya
dan harganya sangat murah, dan terjangkau tapi cukup berkualitas. Selain itu
Koran surya juga menyediakan berita politik, ekonomi, dan olahraga.
Perbedaan surat kabar Jawa Pos dan surat kabar Surya dalam
mengkonstruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara
pandang wartawan masing – masing dalam mempersepsikan kasus tersebut.
Perbedaan cara pemberitaan dari kedua media tersebut dalam mengemas berita
juga disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi dan
misi dari masing – masing media tersebut.
1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana Surat kabar Harian Jawa Pos dan Surya dalam membingkai
berita kerusuhan Ambon. ”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas maka,
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Surat Kabar Jawa Pos
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat Teor itis
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dalam
pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai analisis
framing. Sebagai fenomena komunikasi yang mempunyai signifikasi, teoristis,
metedologis, dan praktis, studi analisis framing diharapkan dapat berkembang
pada disiplin ilmu komunikasi.
1.4.2. Manfaat praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran para institusi Surat Kabar Jawa Pos dan Surat Kabar Surya
2.1. Landasan teor i
2.1.1. Konflik
2.1.1.1. Definisi Konflik
Konflik adalah suatu keniscayaan yang realitasnya tidak bisa dihindari.
Oleh karena itu, membendungkan konflik agar tidak muncul adalah tindakan yang
juga tidak bijaksana (Surata dan Andrianto, 2001: 5), untuk konflik-konflik yang
sudah terlanjur muncul di masyarakat dapat diatasi dengan cara, antara lain
sebagai berikut:
1. Kalaupun konflik itu menyangkut kemajemukan vertikal, konflik yang timbul
karena tiap-tiap kelompok atau individu yang berdasarkan pekerjaan, profesi
dan tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda, bahkan saling
bertentangan alternatif yang bisa dilakukan adalah kemampuan semua pihak
yang berkonflik untuk saling menyusuaikan diri dengan kepentingan dan nilai
pihak lain.
2. Kalau konflik itu menyangkut kemajemukan horisontal, struktur masyarakat
yang terpolarisasi menurut pikiran, kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan
adalah mengurangi disparitas (perbedaan) diantara dua pihak. Kalau hal
demikian menyangkut kekayaan, maka bagaimana kekayaan itu mampu
(meminjam istilah Nordlinger) adanya prinsip asas proporsionalitas, yakni
posisi-posisi pemerintahan yang terpenting didistribusikan kepada
golongan-golongan masyarakat sesuai dengan porsi jumlahnya dalam keseluruhan
penduduk.
3. Kalau hal demikian menyangkut kurangnya saluran kataris politik adalah
bagaimana proses penyaluran aspirasi, komentar, partisipasi, dan unek-unek
masyarakat bisa dilakukan. Sebab, selama ini disinyalir adanya kekuatan yang
besar negara disatu sisi dan ketidakberdayaan masyarakat disisi lain
menyebabkan timbulnya sistem politik yang kaku dengan tidak adanya
peluang kemandirian masyarakat. Akibat, segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan perintah akan menyingkir (atau memang disingkirkan) dan mengalah
(atau sengajah dikalahkan).
Menurut Kusnadi dan Wahyudi dalam Ranjabar (2006:201-204), bahwa
konflik dapat dibedakan ke dalam berbagai klasifikasi yang relevan berikut ini:
1. Konflik menurut hubungan dengan tujuan organisasi.
a. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tercapainya tujuan
organisasi dan karenanya sering kali bersifat kolektif.
b. Konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat tercapainya tujuan
organisasi dan karenanya sering kali bersifat destruktif.
2. Konflik menurut hubungannya dengan posisi pelaku yang berkonflik.
a. Konflik vertikal adalah konflik antara tingkatan kelas antara tingkat
b. Konflik horisontal terjadi antara individu atau kelompok kelas atau
derajad.
c. Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karenanya ketidak adilan
alokasi sumber daya ke seluruhan organisasi yang menimbulkan
pertentangan ekstenal dari bagian yang membutuhkan sumber daya
tersebut.
3. Konflik menurut hubungnnya dengan sifat pelaku yang berkonflik
a. Konflik terbuka adalah yang diketahui semua pihak yang ada dalam
organisasi atau konflik diketahui oleh seluruh masyarakat atau negara.
b. Konflik tertutup adalah konflik yang hanya diketahui oleh pihak yang
terlibat saja, sehingga pihak yang ada diluar tidak tahu jika terjadi konflik
4. Konflik menurut hubungan dengan waktu.
a. Konflik sesaat. Konflik ini disebut juga dengan konflik spontan dimana
terjadinya konflik ini hanya sesaat atau sementara. Umumnya, pemicunya
karena kesalahpahaman yang tidak begitu berarti dan begitu pihak yang
berkonflik diberi atau memberi penjelasan, maka konflik langsung
berakhir.
b. Konflik berkelanjutan adalah konflik yang berlangsung sangat lama dan
sangat sulit untuk diselesaikan, dimana penyelesaian konflik tersebut
masih harus melalui berbagai tahapan yang sangat rumit. Meskipun suatu
konflik telah selesai, tetapi kemudian tidak menutup kemungkinan
5. Konflik menurut hubungan dengan pengendalian.
a. Konflik terkendali adalah suatu konflik dimana para pihak yang terlibat
dengan konflik dapat dengan mudah mengendalikan konflik dan konflik
selesai atau tidak meluas.
b. Konflik tidak terkendali adalah suatu konflik dimana para pihak yang
terlibat dengan konflik tidak dapat dengan mudah mengendalikan konflik
dan konflik tidak selesai dan malahan semakin luas.
6. Konflik menurut hubungannya dengan sistematika konflik.
a. Konflik nonsistematis adalah konflik yang bersifat acak, dimana terjadinya
dengan spontanitas dan tidak ada yang mengomando dan tidak ada tujuan
tertentu yang ditargetkan. Dalam konflik ini, pihak yang berkobnflik tidak,
melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
b. Konflik sistematis adalah konflik yang bersifat sistematis, dimana
terjadinya telah direncanakan dan diprogram secara sistematis dan ada
yang mengomando serta mempunyai tujuan tertentu yang ditargetkan.
Dalam konflik ini, pihak yang berkonflik melakukan analisis kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman. Setiap sikap dan perilaku dari satu
pihak senantiasa dianalisis secara cermat dan hati-hati tentang berbagai
respon yang diambil sehingga akan diperoleh keuntungan, Dalam konflik
ini, analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman diperhitungkan
7. Konflik menurut hubungannya dengan konsetrasi aktivitas manusia dalam
masyarakat.
a. Konflik ekonomi adalah konflik yang disebabkan karena adanya perebutan
sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik
b. Konflik politik adalah konflik yang dipicu oleh adanya kepentingan politik
dari pihak yang berkonflik.
c. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbedaan
kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik.
d. Konflik budaya dalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbedaan
kepentingan dari pihak yang berkonflik.
e. Konflik pertahanan adalah konflik yang dipicu oleh adanya perebutan
hegemoni dari pihak yang berkonflik.
f. Konflik antara agama adalah konflik yang dipicu oleh adanya sentiment
agama.
Menurut Simmel dikutip (Susan, 2008:42), bahwa konflik menjadi
bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batas-batas antara
kelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok
tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain. Hal ini berlaku secara
antagonisms” antara kelompok itulah terbentuk devisi-devisi sosial dan sistem
stratifikasi. Permusuhan timbal balik tersebut menderikan identitas dari berbagai
macam kelompok dalam sistem dan sekaligus juga menolong untuk memelihara
Konflik sosial vertikal, khusus yang terjadi di indonesia yaitu; Pertama,
khususnya konflik yang tejadi antara masyarakat dengan negara. Konflik vertikal
ini boleh dikatakan laten karena benih-benih sudah ada dan terpendam dalam orde
baru berkuasa, tetapi dapat diredam oleh penguasa saat itu dengan menerapkan
pendekatan keamanan (intimidasi). Melalui tindakan-tindakan itu diharapkan
konflik sosial vertikal tidak muncul ke permukaaan. Sehingga ada kesan bahwa
hubungan negara dan rakyat harmonis. Demikian, seolah-olah stabilitas politik
bisa dijaga dan tidak ada masalah dalam kehidupan negara. Prakti-praktik ini
terus-menerus dilakukan oleh penguasa orde baru tanpa pernah mau tahu dan
cenderung mengakibatkan bahwa rakyat banyak yang menderita karena akibat
cara-cara itu, Kondisi ini yang menyebabkan konflik sosial vertical bagaikan
gunung es yang tidak tampak di permukaan, tetapi telah meluas dan meleber
dibawah permukaan; Kedua, konflik sosial horisontal terjadi karena adanya
konflik antara etnis, suku, golongan (agama) atau kelompok masyarakat (antara
kampung, antara pemuda, dan lain-lain). Selama razim orde baru berkuasa,
beberapa konflik horisontal sering terjadi dibeberapa daerah. Ada dugaan bahwa
konflik sosial horisontal ini direkayasa atau dibuat untuk kepentingan rezim,
terutama elit politik yang berkuasa. Namun dibalik semua ada kepentingan
ekonomi dan politik, bahkan konflik pemeluk agama sengaja direkonstruksi untuk
kepentingan para penguasa (saat itu) dalam membatasi gerak elit politik kelompok
agama tertentu; Ketiga, konflik sosial horisontal lainnya adalah konflik antara
pribumi dan nonpribumi. Sebenarnya konflik sosial horisontal ini sudah sering
sosial yang memang sudak terbentuk dan eksis sejak masa kolonial (Ranjabar,
2008:204-207).
Konflik itu ada karena suatu perbedaan yang menyulut ketidaksepakatan
dalam mengambil keputusan bersama antara dua pihak. Dengan kata lain, di sana
ada alternatif yang tidak dapat kita pilih yang kita sebut konflik manefes atau
substansi (Liliweri, 2005: 261). Konflik manifes ini timbul karena tidak ada
kesepakatan atau kesatuan pendapat dari alternatif yang ada, sehingga benar apa
kata pemerhati konflik, bahwa setiap konflik pasti mempunyai akar. Akar konflik
terditi dari dua tipe: pertama berdasarkan kriteria kepentingan dan tujuan; dan
kedua bersumber dari atau akibat dari kepercayaan atau keyakinan, teori, atau
asumsi tertentu.
Konflik sosial horisontal ini cenderung meningkat yang diwarnai dengan
tindakan kekerasan, penghancuran harta benda, pembunuhan dan pengusiran,
bahkan cenderung ke arah pelenyapan etnis. Menurut (Ranjabar, 2006: 208-209)
Konflik horisontal pada umumnya dapat dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, Saling mengklaim dalam menguasai sumberdaya yang mulai terbatas
akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan atau adanya pengurasan
sumber daya oleh sekelompok masyarakat tanpa mengindahkan norma-norma
masyarakat di sekitar pengelolaanya; Kedua, Kecemburuan sosial bersumber dari
ketimpangan ekonomi antara kaum pendatang (migran) dengan penduduk local
(asli); Ketiga, Dorongan emosi kesukuan karena ikatan-ikatan norma-norma
dan dihasut oleh para dalang kerusuhan, bisa elit politik atau orang-orang yang
mengidap penyakit jiwa haus kekuasaan.
Konflik berlaku dalam semua aspek relasi sosial yang berbentuk seperti
dalam relasi individu, relasi individu dalam kelompok atau antara kelompok
dengan kelompok. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa konflik mempunyai
dua bentuk dalam masyarakat, yaitu kolektif terjadi jika pihak yang berkonflik
terdiri banyak orang atau kelompok, sedang dalam konflik individu, yang
melakukan konflik adalah antara individu (Ranjabar, 2006: 200-201). Konflik
kolektif adalah adalah konflik dimana anggota kelompok yang berkonflik
mempunyai visi yang sama sehingga jika melakukan konflik individual,
dipandang kurang efektif dan efesien. Konflik kolektif umumnya dianggap
mempunyai dorongan atau energi yang labih kuat dibandingkan konflik individu.
Para individu yang tergabung dalam kelompok yang berkonflik umumnya
mempunyai soldaritas dan kebersamaan yang kuat. Konflik kolektif, disamping
jumlah orang atau kelompok yang terlibat banyak (besar), juga mempunyai
tingkatan emosi yang sangat tinggi serta bersifat sangat rumit dibandingkan
konflik individu. Sedangkan konflik individu umumnya bersifat informal dan
sering kali tersembunyi serta melakukam berbagai tindakan negatif.
2.1.1.1. J enis – J enis Konflik
Pembagian jenis konflik lainnya dapat dilihat ke arah mana konflik itu
dan vertikal. Konflik horisontal terjadi antara pihak-pihak yang memiliki
kedudukan yang sederajat, antara warga masyarakat dengan warga masyarakat
lain, antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya
Sementara itu, konflik vertikal adalah konflik antara dua fihak yang memiliki
kedudukan sosial yang berbeda, satu pihak berada pada kedudukan yang lebih
tinggi (superordinasi) dan pihak lain berada di bawahnya (subordinasi), yang
dapat digambarkan dengan hubungan atas-bawah, pemimpin dan yang dipimpin
elit dan massa (Mafthu, 2008:16-17).
Menurut Mc. Phail yang dikutip oleh (Purnomo, 1999: 29) teori-teori
seperti konflik dikategorikan menjadi tiga jenis sebagai berikut:
1. Teoti individualis menyatakan bahwa gerakan massa seperti kurusuhan,
demonstrasi dan lain-lain timbul karena individu-individu yang ikut dalam
gerakan tersebut tidak lagi membawa sifatnya dirinya sendiri. Dalam suatu
gerakan masa, individu-individu yang biasanya sangat santun dapat berubah
menjadi beringas dan sangat sadis, dengan kata lain peserta gerakan massa
telah melepaskan sifat individu (yang biasanya santun) dan menganut sifat
massa yang bebeda sekali dengan sifat individu.
2. Teori keragaman persepsi. Menurut teori ini, gerakan massa seperti kerusuhan
banyak didasarkan pada adanya satu permasalahan persepsi tentang suatu hal
diantara individu-individu yang ikut dalam pergerakan itu. Persamaan atau
keragaman persepsi itu banyak dipengaruhi oleh pihak-pihak kesukuan,
agama, ras, dan golongan (SARA) faktor ekonomi seperti kemiskinan dapat
terjadinya kerusuhan. Interaksi antara faktor-faktor SARA, ekonomi dan
beberapa aspek lainya mempercepat terbentunya persepsi bersama yang
memicu terjadinya kerusuhan.
3. Teori empati menurut teori ini, deindividuasi dan terbentuknya persamaan
persepsi saja belum cukup untuk memicu kerusuhan. Teori empati, menyebut
bahwa deindividuasi dan persamaan persepsi hanya berupa bahan bakar yang
mempunyai kemampuan untuk membakar emosi. Walaupun demikian tanpa
pemicu yang tepat, bahan bakar tersentu tidak akan menyala dan
menimbulkan kerusuhan. Menurut teori ini gerakan massa sangat tergantung
pada faktor pemicu yang dapat menggalang empatik dari individu-individu
sehingga dapat bergerak dan berakumulasi membentuk sebuah gerakan
massa.
2.1.2. Media Massa, Inter pr etasi dan konstr uksi Realitas
Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu
dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto,
2001: 113), sehingga realitas yang terjadi tidaklah digambarkan sebagai mana
mestinya, tetapi digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk,
cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu.
Hal ini terkait dengan visi, misi, serta ideologi yang dipakai oleh masing
– masing media, sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat
seseorang atau kelompok tertentu). Keberpihakan pemberitaan media terhadap
salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal
tergantung pada, etika, moral, dan nilai - nilai tertentu, tidak mungkin dihilangkan
dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari intregal dan tidak
terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realiatas. Media menjadi
tempat pertarungan ideologi antara kelompok – kelompok yang ada dimasyarakat.
Media dalam memaknai realitas melakukan realitas melakukan dua
proses. Pertama, pemilihan fakta berdasarkan pada asmi bahwa jurnalis tidak
mungkin tidak melihat tanpa perspektif. Kedua, bagaimana suatu fakta tersebut
disajikan kepada khalayak. Hal ini tentunya tidak dapat dilepaskan bagaimana
fakta dapat diinterpretasikan dan dipahami oleh media. (Eriyanto, 2001: 116)
Media massa memilki peranan sebagai agen sosialisasi pesan tentang
norma dan nilai. Surat kabar merupakan salah satu bentuk media massa yang
memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat umum. Sebagai
seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan dengan objek yang
diliputinya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi antara wartawan
dengan fakta yang diliput (Eriyanto. 2002: 31)
Media cetak merupakan salah satu arena social, tempat terbagi kelompok
social masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri berusaha
menampilkan definisi situasi atau realiatas berdasarkan versi mereka yang
dianggap sahih. (Hidayat dalam siahaan, 2001: 88). Berita untuk media massa
cetak surat kabar, harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau
buat harus mampu mengarahkan perhatian pembaca, sehingga mengikuti alur
pemikiran yang tertulis dalam berita tersebut. (Djutoro, 2002: 49)
Apa yang tersaji dalam berita yang kita baca setiap hari, adalah produk
dari pembentukan realitas media. Media adalah agen yang secara aktif
menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak.
Menurut pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar
saluran yang bebas, melainkan juga subyek yang mengkonsruksi realitas, lengkap
dengan pandangan, bias. Dan keberpihakkannya. Media bukan hanya memilih
peristiwa dan menentukan sumber berita, tetapi juga berperan dalam
mendefinisikan actor dan peristiwa lewat bahasa serta melalui isi pemberitaan
yang dimuat. Media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada
akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa
dalam kaca mata tertentu. (Eriyanto, 2004: 24)
Isi media merupakan hasil dari para pekerja dalam mengkonstruksi
berbagai realiatas yang dipilih untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya
realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan dimedia massa
adalah menceritakan peristiwa – peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh
isi media adalah realitas yang dikonstruksi (contructed reality). Pembuatan berita
dimedia pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas – realitas hingga
membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam sobur, 2001: 83 )
Isi media adalah hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas
menggunakan bahasa sebagai perangkat gus mendasarnya. Sedangkan bahasa
memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan
dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001: 88).
Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau
apapun, pada hakikatnya adalah usaha menkonstruksikan realitas. Penggunaan
bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan
kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan bentuk konstruksi realitas
yang sekaligus menetukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamat,
bahasa bukan Cuma mampu mencerminkan realitas tetapi sekaligus menciptakan
realitas (Sobur, 2001: 90)
Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama.
Bahasa merupakan instrumen pokok untuk mencerminkan realitas. Sehingga dapat
dikatakan bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001:
91)
2.1.3. Ideologi Media
Pemikiran terhadap media sebagai agen konstruksi sosial mengakibatkan
pemahaman yang tertentu pula pada berita hasil kerja wartawan. Media tidak
hanya sekedar sebagai mekanisme penyebaran informasi yang ampuh, tetapi lebih
dari itu, media merupakan suatu organisasi yang kompleks dan institusi sosial
yang penting dalam masyarakat. Struktur ideologi dominan dianut media akan
lebih banyak diabadikan oleh media melalui berita – beritanya. (little Jonh, 1991)
Teory tentang ideologi media diatas termasuk dalam teori krotik Marxist
menempatkan lebih banyak perhatian pada ide dari pada benda yang bersifat
material. Dengan cara berfikir seperti ini, media menunjukkan pada dominasi
ideologi para elit yang diraih dengan memanipulasi ceita dan symbol, yang pada
dasarnya menguntungkan kepentingan kelas dominan tertentu. (Ibid, 1991: 131)
Dilain pihak, Moss mengartikan bahwa ideologi sebagai seperangkat
asumsi budaya yang menjadi “normalisai alami dan tidak pernah dipersoalkan
lagi”. (Eriyanto, 2005: x). Sedangkan Shoemoker dan Resse mengatakan bahwa
objektifitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan seperangkat
anturan praktik yang disediakan oleh jurnalis. Ideologi ini adalah konstruksi untuk
memberikan kesadaran kepada khalayak bahwa pekerjaan jurnalis adalah
menyampaikan kebenaran. Objektifitas juga memberikan legitimasi kepada media
untuk disebarkan kepada khalayak bahwa apa yang disampaikan adalah
kebanaran. (Eriyanto, 2001: 112 - 113)
Seperti disebut diatas, dalam pembuatan berita selalu melibatkan
pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi
ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang.
Artinya jika seseorang wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan
sumber dari salah satu sisi pihak dan memasukkan opininya pada berita, semua itu
dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dokatakan media bukanlah
merupakan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam
masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan dalam
Pada kenyataanya, berita media massa tidak perna netral dan obyektif.
Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan mediapun selalu dapat ditemukan
adannya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta lain yang
mencerminkan pemihakan media pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu.
Bahasa ternyata tidak lepas dari subyektifitas sang wartawan dalam
mengkonstruksi realitas. Dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam
berita, pada saat itu juga kita dapat menemukan ideologi yang dianut oleh
wartawan dan media yang bersangkutan.
Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan
memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan dari fakta yang lain, walau hal ini
merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari
pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan
kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media bersangkuatan yang
secara strategis menghasilkan berita – berita seperti itu. Disini dapat dikatakan
media merupakan inti instrument ideologi yang tidak dipandang sebagai zona
netral dumana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media
subyek yang mengkonstruksikan realitas atau penaksiran wartawan atau media
sendiri untuk disebarkan kepada khalayak. (Eriyanto, 2000: 92)
Fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme
integrasi social. Media berfungsi untuk menjaga nilai – nilai kelompok itu. Dan
media dapat mengidefinisikan nilai dan perilakuyang sesuai dengan kelompok
yang dipandang dapat menyimpang. Perubahan sikap atau nilai – nilai yang
sendirinya, tetapi media tersebut mengkonstruksikan menjadi sebuah peristiwa.
(Eriyanto, 2001: 122)
Menurut Matthew Kieran dalam Eriyanto (2001: 130), berita tidaklah
dibentuk dari ruang hampa, berita diproduksi dari ideologi yang dominan dalam
suatu wilayah kompetensi tertentu. Pada titik inilah pendekatan konsruktionisme
memperkenalkan konsep ideologi. Konsep ini membantu menjelaskan bagaimana
wartawan bisa membuat liputan berita yang memihak pada sutu pandangan atau
kelompok. Praktik – praktik itu mencerminkan ideologi dari wartawan atau media
tepat ia bekerja.
Media massa sebagai pendefinisi, tidak dapat dipisahkan dari saling
saling keterkaitan bahasa, pengetahuan dan kekuasaan yang beroperasi dibalik
bahasa yang digunakan media dalam pemberitaannya. Dengan kata lain,
pembincangan tentang media selalu berkaitan dengan ideologi yang
membentuknya, yang pada akhirnya ideologi tersebut akan mempengaruhi bahasa
(gaya, ungkapan, kosakata) yang digunakan dan pengetahuan (kebenaran, realitas)
yang dihasilkan. (piliang: 2000)
2.1.4. Berita dan Nilai Ber ita
Kriteria umum nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat
digunakan wartawan untuk memutuskan fakta yang pantas dujadikan berita dan
memilih mana yang lebih baik. Dengan kriteria tersebut, wartawan dapat dengan
peristiwa mana yang penting dan terbaik untuk dimuat, disiarkan melalui media
kepada khalayak Sumadiria (2005: 80)
Kriteria umum nilai berita menurut Brian S. Books, George Keneddy,
Darly R. Moen dan Ranly dalam Sumarinda (2005: 80):
1. Keluarbiasaan (unssuallnes)
Berita adalah suatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik berita
bukanlah suatu peristiwa biasa tetapi berita adalah peristiwa yang luar biasa.
Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang
ditimbulkan. Nilai berita peristiwa luar biasa tidak dapat dilihat dari lima
aspek: lokasi peristiwa, waktu peristiwa, jumlah korban, daya kejut peristiwa
dan dampak yang dihasilkan.
2. Kebaruan (newsness)
Berita adalah semua yang terbaru. Berita apa saja yang disebut hasil karya
terbaru, apa saja perubahan penting yang terjadi pada khalayak dan dianggap
berarti adalah berita.
3. Akibat (impact)
Berita adalah sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Dampak
pemberitaan bergantung pada seberapa banyak khalayak yang terpengaruh
pemberitaan itu langsung mengenai khalayak atau tidak dan setidaknya efek
berita itu menyentuh banyak khalayaknya.
4. Aktual (timeliness)
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktual
berarti menunjukan pada peristiwa yang baru atau sedang terjadi. Sesuai
dengan definisi jurnalistik media massa haruslah memuat atau menyiarkan
berita – berita teraktual yang sangat dibutuhkan masyarakat. Aktualitas dibagi
menjadi tiga kategori yaitu: Aktualitas kalender, aktualitas waktu, aktualitas
peristiwa.
5. Kedekatan (proximity)
Kedekatan disini mengandung dua arti yaitu kedekatan geografis dan
kedekatan psikologis. Kedekatan geografis adalah kedekatan yang menunjuk
pada peristiwa yang terjadi ditempat tinggal kita. Sedangkan kedekatan
psikologis adalah kedekatan yang lebih banyak ditentukan oleh tingkat
ketertarikan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek
peristiwa atau berita.
6. Informasi (information)
Tidak semua informasi memiliki nilai berita, setiap informasi yang tidak
memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk
dimuat. Hanya informasi yang bermanfat bagi khalayak yang layak dimuat.
7. Konflik (conflict)
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsure atau sarat
dengan dimensi pertentangan, konflik merupakan sumber berita yang tak
pernah kering dan tak kan pernah habis.
8. Orang penting (Public figure, News maker)
Berita adalah orang – orang yang penting, orang ternama, pesohor, selebriti,
figur publik. Orang – orang tersebut dimanapun selalu membuat berita.
Jangankan ucapan dan tingkah lakunya namanya saja sudah membuat berita.
9. Kejutan (surprising)
Nilai berita dari kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba – tiba diluar
dugaan dan tidak direncanakan. Kejutan bisa menunjukan pada ucapan dan
perbuatan manusia, bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang
terjadi pada lingkungan alam dan benda – benda mati. Semuanya bisa
mengandung dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan.
10. Ketertarikan manusiawi (Human interest)
Human interest banyak mengaduk – ngaduk perasaan dari pada mengundang
pemikiran. Aspek kejiwaan, emosi, empati, diutamakan dalam nilai berita ini.
Hanya karena naluri dan suasana hati kita merasa terusik maka peristiwa
tersebbut mendapat nilai berita. Apa saja dinilai mengandunng minat insan,
menimbulkan ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri
11. Seks (sex)
Sex adalah berita, sepanjang sejarah peradapan manusia sesuatu yang
berkaitan dengan perempuan, hubungan pria dan wanita pasti menarik dan
menjadi sumber berita.
2.1.5. Fr aming
2.1.5.1. Definisi Fr aming
Analisis framing sebagai pengembangan lebih lanjut dari analisis
wacana, banyak meminjam perangkat operasional analisis wacana. Analisis
framing dapat mengungkapkan kecenderungan perspektif jurnalis atau media saat
mengkonstruksi fakta. Secara sosiologis, menurut Ervin Goffman, konsep analisis
framing memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi,
mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman – pengalaman
hidup kita untuk dapat memahaminya. Skema interpretasi itu disebut frames, yang
memungkinkan individu untuk dapat melokasi, merasakan, mengidentifikasi, dan
memberi label terhadap peristiwa – peristiwa serta informasi. (Silahan et al dalam
Sobur, 2006 : 163)
Analisis framing merupakan suatu analisis yang dipakai untuk
mengungkapkan bagaimana seorang wartawan dari suatu media tertentu
membingkai atau mengkonstruksi suatu realita atau kasus tertentu. Analisis
framing dipakai untuk membedah cara – cara atau ideology media saat
pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti,
atau lebih diingat untuk mengiringi interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
Selain itu analisis framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana
realitas itu dibentuk dan dikonstruksikan oleh media. Proses pembentukan dan
konstruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang
menonjol dan lebih mudah dikenal. (Eriyanto, 2002 :66). Gagasan mengenai
framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame
dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan
kategori standar untuk mengapresiasikan realita. Lalu dikembangkan oleh
Goffman pada tahun 1974, mengandaikan frame sebagai kepentingan perilaku
yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sobur, 2002 : 162)
Dengan kata lain framing adalah pendekatan untuk mengetahui
bagaimana perspektif atau dengan cara pandang yang digunakan oleh wartawan
ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada
akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan
dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Nogroho et al dalam
Sobur, 2006 : 162). Karenanya, berita menjadi manipulative dan bertujuan
mendominasi keberadaan subyek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif,
alamiah, wajar, atau tidak terelakkan. (Imawan dalam Sobur, 2006 :162)
G. j. Aditjondro (Sudibyo dalam Sobur, 2006 :165) mendefinisikan
framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu
memberikan sorotan terhadap aspek – aspek tertentu saja, dengan menggunakan
istilah – istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dengan bantuan foto, karikatur,
dan alat ilustrasi lainnya.
Analisis framing mempunyai asumsi bahwa wacana media massa
mempunyai peranan penting yang sangat strategis dalam menetukan apa yang
penting atau signifikan bagi public (Sudibyo, 2001 :220). Secara umum, framing
dipandang sebagai proses penonjolan atau penyeleksian dari sebuah realitas yang
ada pada media massa. Sehingga penonjolan aspek –aspek tersebut memudahkan
pembaca untuk mengingat apa yang menjadi pokok pembahasan utama dari berita.
Karena hasil penyeleksi dan penonjolan ini mendapatkan penempatan yang lebih
besar dalam format fisik teks berita. Maka tidak menutup kemungkinan pembaca
akan terpengaruh dan mempunyai pertimbangan untuk berpendapat.
Framing ini pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir
dihadapan pembaca. Melaui faming inilah dapat ditentukan bagaimana realiatas
itu harus dillihat, dianalisis diklarifikasikan dalam kategori tertentu. Dalam
hubungannya dengan penulis berita, framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa
yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila
wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan
menuliskan pandangannya dalam berita, karena asumsi dasar dari framing adalah
bahwa individu wartawan selalu menyertakan pengalaman hidup, social, dan
kecenderungan psikoklogisnya ketika menafsirkan pesan yang datang kepadanya.
Individu tidak dibayangkan sebagai subyek pasif, sebaliknya dia aktif
bagian yang tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua
pekerja dibagian keredaksian media cetak. Bahkan melibatkan semua pekerja
dibagian yang terkait dengan kasus tertentu, yang masing – masing pihak ingin
ditonjolkan atau harus ada informasi yang tidak perlu diketahui oleh umum.
(Sobur, 2001 : 165)
Analisis framing dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana realitas
dikonstruksi oleh media. Selain itu, analisis framing secara sederhana dapat
digambarkan sebagai realitas analisis untuk mengetahui bagaimana realitas
(peristiwa, actor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. (Eriyanto, 2002 :
3)
2.1.5.2. Fr aming dan Proses Pr oduksi Berita
Framing berhubungan dengan proses produksi berita, yang meliputi
kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang dibingkai dan
dipahami dalam kerangka tertentu dan bukan bingkai yang lain, bukan hanya
disebabkan oleh struktur skema wartawan, tetapi juga rutinitas kerja dan institusi
media, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pemaknaan
terhadap suatu peristiwa. Institusi media dapat mengontrol pola kerja tertentu
yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa kedalam kemasan tertentu, atau
bisa juga wartawan menjadi bagian dari anggota komunitasnya. Jadi, wartawan
hidup dan bekerja dalam suatu institusi yang mempunyai pola kerja, kebiasaan,
berita tersebut mempengaruhi cara pandang wartawan dalam memaknai peristiwa.
(Eriyanto, 2005: 99 – 100)
Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran
dan menginformasikan ke public seluas mungkin temuan – temuan dari fakta –
fakta yang berhasil digalinya, selain semata mata demi pembangunan kehidupan
dan peradapan manusia yang lebih baik. Sekalipun dampak dari pelaksana
profesinya itu akan memakan korban – korbannya tersendiri, seperti pejabat yang
korupsi, dokter yang melanggar kode etika profesi, perusahaan yang
menyamarkan lingkungan dan sebagainya, peranan itu harus dilakukannya karena
pers bukannlah petugas hubungan masyarakat (humas) sebuah departemen, yang
hanya berbicara sisi - sisi positif dan keberhasilan dari departemennya serta
menyimpan dalam – dalam keburukan dan kebobrokan kembaganya (Djatmika,
2004: 24)
Framing adalah bagian tak terpisahkan dari bagaimana awak media
mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing
(penyuntingan) yang melibatkan semua pekerja dibagian keredaksian. Reporter
dilapangan menentukan sapa siapa yang diwawancarainya dan siapa yang tidak,
serta pertanyaan apa yang akan diajuakan dan apa yang tidak. Redaktur yang
bertugas di desk yang bersangkutan, dengan maupun tanpa berkonsultasi dengan
redaktur pelaksana atau redaktur umum, menentukan apakah laporan si reporter
akan dimuat atau tidak, dan mengarang judul apa yaang akan diberikan. Petugas
teks berita itu perlu diberi aksentuasi oleh suatu foto, karikatur, atau bahkan
ilustrasi mana yang dipilih. ( Eriyanto, 2005: 187 - 188)
2.1.5.3. Analisis Fr aming ter masuk Par adigma Konstr uktifitas
Analisis framing termasuk pada paradigma konstruktifis. Dimana
paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan
teks berita yang dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas
kehidupan social bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi.
Sehingga konsentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau
realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam
study komunikasi, paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan
penukaran makna. (Eriyanto, 2002: 37)
Konsep framing dari para konstruktisionis dalam literature sosiologi,
memperkuat asumsi mengengenai proses kognitif individual penstrukturan
kognitif dan teori proses pengendalian informasi dalam psikologis. Framing dalam
konsep psikologi dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik,
sehingga elemen – elemen tertentu suatu isu memeperoleh alokasi sumber kognitif
individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen – elemen yang terseleksi menjadi
penting dalam mempengaruhi penelitian individu atau penarikan kesimpulan.
(Siahaan, Purnomo, Imawan, Jacky, 2001: 77)
Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktifis adalah
bagaimana masing – masing pihak dalam lalu lintas komunikasi, saling
bersama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan
dihubungkan dengan konteks social dimana mereka berada. Intinya adalah
bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana
pesan ini secara aktif, ditaksirkan oleh individu sebagai penerima pesan.
(Eriyanto, 2002: 40)
Menurut pan dan konsicky dalam Eriyanto (2002: 251) analisis framing
ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisis teks media disamping
analisis isi kuantitatif. Konsep framing selalu berkaitan dengan dengan proses
seleksi isu dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut
kedalam berita. Framing dipandang sebgai penempatan informasi – informasi
dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu tersebut mendapat alokasi yang
besar dari pada alokasi lain. Dalam membuat berita wartawan memutuskan apa
yang akan ia berikan, apa yang akan diliput dan apa yang harus dibuang.
Wartawan juga akan menentukan apa yang akan ditonjolkannya dan apa yang
akan ddisembunyikannya kepada khalayak.
2.1.5.4. Model Analisis Fr aming
Penelitian ini akan menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicky dalam menganalisis bagaiamana Surat kabar harian Jawa Pos dan Surya
membingkai berita kerusuhan Ambon.
Bagi Pan dan Kosicky, Analisis framing dapat menjadi salah satu
dipakai dan yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Jadi, tidak ada pesan
atau stimuli yang bersifat objektif, sebalikanya teks berita merupakan seperangkat
kode yang membutuhkan interpretasi. Oleh karena itu maka tidak dimaknai
sebagai sesuatu yang dapat diindentifikasi dengan menggunakan ukuran yang
objektif, sebaliknya ia merupakan hasil dari proses konstruksi dan penafsiran
khalayak. Masih menurut Pan dan Kosicky, analisis framing ini tidak melihat teks
berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja, tetapi sebagai teks yang
dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu yang melihat proses produksi dan
konsumsi dari suatu teks berita. Pan dan Kosicky juga menilai bahwa validitas
dari analisis framing tidaklah diukur dari objektifitas dari pembacaan penelitian
atas teks berita. Tetapi dilihat dari bagaimana teks menyimpan kode – kode yang
dapat ditaksirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Jadi dalam analisis faraming
tidak ada ukuran valid, karena tergantung bagaimana seseorang menafsirkan
pesan dari teks berita tersebut. (Eriyanto, 2002: 251 – 252)
Menurut Pan Konsicky, ada dua konsepsi framing yang saling berkaitan.
Pertama, dalam konsep psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekan
pada bagaimana seseorang memproter informasi dalam dirinya. Hal ini berkaitan
dengan stuktur dan proses kognitif, yaitu bagaimana seseorang mengelola
sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat
sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik atau khusus dan
menempatkan elemen tertentu dalam suatu isu dengan penempatan lebih menonjol
dalam kognisi seseorang, sehingga elemen – elemen yang diseleksi dari suatu isu
membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Pada pandangan
sosiologis ini lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.
Framing disini dipahami sebagai bagaimana seseorang mengklasifikasikan, dan
menaksirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar
dirinya, sehinggafram disini berfungsi untuk membuat suatu realitas menjadi
teridentifikasi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label
tertentu. (Eriyanto, 2002: 252 – 253)
Konsep psikologi dan sosiologi dapat dibangun dalam satu model dapat
dilihat bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh
wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab
setidaknya ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumber dan
khalayak.
2.1.5.5. Per angkat Fr aming
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari mode
Pan dan Kosicky dalam Eriyanto. Model ini berasumsi bahwa setiap berita
mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini
adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita
(seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu)
kedalam teks secara keseluruhan.
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi menjadi empat