• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII PADA MATERI BILANGAN BULAT DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DI SMP NEGERI 2 TANJUNG MORAWA T.A 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII PADA MATERI BILANGAN BULAT DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DI SMP NEGERI 2 TANJUNG MORAWA T.A 2012/2013."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

REALISTIK PADA MATERI BILANGAN BULAT DI KELAS VII SMP NEGERI 2 TG. MORAWA TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh :

Antonius KAP Simbolon NIM 408311002

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

Judul Skripsi : Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Bilangan Bulat Di Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa T.A. 2012/2013.

Nama Mahasiswa : Antonius KAP Simbolon

NIM : 408311002

Progran Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Matematika

Menyetujui :

Dosen Pembimbing Skripsi,

(3)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI

BILANGAN BULAT DI KELAS VII

SMP NEGERI 2 TG. MORAWA TAHUN AJARAN 2012/2013

Antonius KAP Simbolon NIM 408311002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal bilangan bulat dan untuk mengetahui apakah dengan pembelajaran realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan bulat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-I SMP Negeri 2 Tanjung Morawa yang berjumlah 36 siswa. Objek dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-I SMP Negeri 2 Tanjung Morawa Tahun Ajaran 2012/2013. Data yang diperlukan diperoleh dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah berbentuk uraian yang dilakukan sebanyak dua kali, observasi dan wawancara.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengasahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi v

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakamg Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 10

1.3. Batasan Masalah 10

1.4. Rumusan Masalah 10

1.5. Tujuan Masalah 11

1.6. Manfaat masalah 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKAN 12

2.1. Kerangkah Teoritis 12 2.1.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 12

2.1.2. Pengertian Belajar 14

2.1.3. Pembelajaran Matematika Realistik 17

2.1.4. Prinsip Pembelajaran Matematilka Realistik 19

2.1.5. Karekteristik Pembelajaran Matematika Realistik 21

2.1.6. Teori - Teori Belajar yang Mendukung 22

2.1.6.1. Langkah - Langkah Pembelajaran Matematika Realistik 25

2.1.6.2. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Pembelajaran Realistik 26

2.1.7. Number Sense Sebagai Salah Satu Terapan Pembelajaran Matematika 28

Realistik

2.1.7.1. Peranan Number Sense 30

2.1.7.2. Permainan 31

(5)

2.1.8.1. Bilangan Bulat Positif dan Bilangan Bulat Negatif 32

2.1.8.2. Menyatakan Hubungan antara Dua Bilangan Bulat 33

2.1.8.3. Operasi Pada Bilangan Bulat 34

2.1.9. Model Pembelajaran Matematika denganMenggunakan 38

Pembelajaran Matematika Realistik

2.2. Kerangka Konseptual 39

2.3. Kajian Penelitian Yang Relevan 40

2.4. Hipotesis Tindakan 41

BAB III METODE PENELITIAN 42

3.1. Lokasi Penelitian 42

3.2. Subjek Penelitian 42

3.3. Objek Penelitian 42

3.4. Defensi Operasional 42

3.5. Pendekatan dan Jenis Penelitian 42

3.6. Alat Pengumpul Data 43

3.6.1. Tes 43

3.6.2. Wawancara 45

3.6.3. Observasi 45

3.7. Prosedur Penelitian 45

3.8. Teknik Analisis Data 49

3.8.1. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah 50

3.9. Penarikan Kesimpulan 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 53

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus I 53 4.1.1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Awal 53 4.1.2. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 55

4.1.3. Deskripsi Hasil Observasi 58

4.1.4. Hasil Refleksi I 60

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus II 61 4.2.1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 61

(6)

4.2.3. Hasil Refleksi II 67

4.3. Temuan Penelitian 67

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 71

5.1. Kesimpulan 71

5.2. Saran 72

Daftar Pustaka 73

(7)

DAFTAR TABEL

[image:7.612.79.540.68.640.2]

Halaman Tabel 2.1. Sintak Implementasi Pembelajaran Realistik 26

(8)

DAFTAR GAMBAR

[image:8.612.74.537.77.634.2]

Halaman

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I 75

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II 86 Lampiran 3 Lembar Aktifitas Belajar I Pada Siklus I 97 Lampiran 4 Lembar Aktifitas Belajar II Pada Siklus I 99 Lampiran 5 Lembar Aktifitas Belajar I Pada Siklus II 101 Lampiran 6 Lembar Aktifitas Belajar II Pada Siklus II 103 Lampiran 7 Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah 105 Lampiran 8 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 106 Lampiran 9 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 107 Lampiran 10 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal 108 Lampiran 11 Alternatif Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 111 Lampiran 12 Alternatif Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 115 Lampiran 13 Pedoman Penskoran Nilai Tes Matematika 119

Lampiran 14 Rincian Keterangan Pedoman Penskoran pada Langkah- 120 langkah Pemecahan Masalah

Lampiran 15 Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal 121 Lampiran 16 Daftar Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I 123 Lampiran 17 Daftar Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II 125 Lampiran 18 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes Awal 127 Lampiran 19 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes KPM I 129 Lampiran 20 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes KPM II 131 Lampiran 21 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes Awal 133 Lampiran 22 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes KPM I 137 Lampiran 23 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes KPM II 143 Lampiran 24 Lembar Observasi Pembelajaran Siklus I 149 Lampiran 25 Lembar Observasi Pembelajaran Siklus II 152 Lampiran 26 Lembar Validitas Soal KPM 155

Lampiran 27 Wawancara Siklus I 161

Lampiran 28 Wawancara Siklus II 164

Lampiran 29 Permainan I 165

Lampiran 30 Permainan II 166

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal paling penting dalam kehidupan yang merupakan salah satu kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, serta sikap dan perilaku positif terhadap lingkungan sekitar. Bagi Jean Piaget (1896) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain.

Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan ditemukan solusinya. Diantara berbagai masalah yang ada masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat menarik, dan tidak akan habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan indikator untuk menilai kualitas sistem pendidikan yang diterapkan pada umumnya.

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar Matematika. Abdurrahman (2003:253) mengemukakan :

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generasilisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.

Berdasarkan kutipan disimpulkan bahwa melalui pembelajaran matematika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berfikir, bernalar, mengkomunikasikan gagasannya serta dapat mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah. Ini menunjukkan bahwa matematika memiliki manfaat dalam mengembangkan kemampuan siswa sehingga perlu untuk dipelajari.

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Cocrof (dalam Addurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:

1. Matematika selalu digunakan dalam segi kehidupan.

2. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. 3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas.

(11)

6. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Kualitas pendidikan matematika Indonesia belum mencapai hasil yang diharapkan. Maka tidak mengherankan bila prestasi belajar matematika perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan. Seperti yang dikatakan Zainurie (http://zainurie.wordpress.com/2007/05/14):

“Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh TIMSS yang dipublikasikan 26 Desember 2006, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibanding Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh dibawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 (400=rendah, 475=menengah, 550=tinggi, dan 625=tingkat lanjut). Artinya, waktu yang dihabiskkan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang di raih”.

Senada dengan keterangan di atas, Suharyanto (http://smu-net.com.2008) mengemukakan bahwa:

“Mata pelajaran matematika masih merupakan penyebab utama siswa tidak lulus UAN 2007. Dari semua peserta yang tidak lulus sebanyak 24,44% akibat jatuh dalam mata pelajaran matematika, sebanyak 7,69% akibat pelajaran bahasa Inggris, dan 0,46% akibat mata pelajaran bahasa Indonesia”.

Selain itu hasil belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan seperti yang dikemukakan oleh Suharyanto (2006) (http://www.smu-net.com) mengemukakan bahwa:

“Mata pelajaran matematika masih penyebab utama siswa tidak lulus UAN. Dari semua peserta yang tidak lulus, sebanyak 24,44 persen akibat jatuh dalam mata pelajaran matematika”.

Namun kenyataannya hasil belajar matematika di Indonesia masih sangat rendah seperti yang diungkapkan dalam Pikiran Rakyat Bandung (2006) bahwa: “Mutu pendidikan di Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini Indonesia masih berada diposisi bawah”.

(12)

Sedangkan berdasarkan hasil belajar matematika, Lenner (dalam Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa:

“Kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen, (1) konsep, (2) keterampilan, dan (3) pemecahan masalah”.

Dari pernyataan tersebut, salah satu aspek yang ditekankan dalam kurikulum adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Kesulitan dalam belajar matematika mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah siswa rendah. Siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang. Seperti diungkapkan oleh Lilis Widianti (http://newspaper.pikiran-rakyat.com).

“Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyenangkan kepada substansi pemecahan masalah. Kebanyakan mengajarkan prosedur atau langkah pengerjaan soal. Bahkan, siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika dan sering dengan mengulang-ulang menyebutkan defenisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku yang dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu saja dapat mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep matematika yang dipelajari siswa, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang”.

Depdiknas tahun 2007 (http://educare.e_fkipunla.net) menyebutkan bahwah:

“Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan atau kopetensi strategis yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah”.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa melakukan kegiatan pembelajaran seperti memberi latihan-latihan soal dan memecahkan masalah matematika, maka siswa diharapkan lebih mudah memahami konsep matematika yang ada. Seperti yang dikemukakan Hudojo (2001:166) bahwa:

(13)

Selain kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa itu sendiri, rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga disebabkan oleh model pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Seperti yang dikemukakan oleh abdurrahman (2003:38) bahwah:

“Yang menjadi faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemecahan peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh pengajar, misalnya pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konvensional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar”.

Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif, membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran matematika seharusnya guru matematika mengerti bagaimana memberikan stimulus kepada siswa sehingga siswa mencintai belajar matematika dan lebih memahami materi yang telah diberikan oleh guru. Sehingga guru mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan muncul kelompok siswa yang menunjukkan gejalah kegagalan dalam berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa.

Proses pembelajaran dikatakan berhasil apibilah timbul perubahan tingkah laku pembelajaran yang positif pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan keaktifan belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman, penguasahan materi dan keaktifan belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya, prestasi belajar siswa masih rendah.

Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika. Siswa diharapkan benar-benar aktif dalam belajar matematika, sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang materi pembelajaran. Suatu konsep akan lebih mudah untuk dipahami dan diingat apabilah disajikan melalui langkah-langakah dan prosedur yang tepat, jelas, menarik, efektif dan efesien.

(14)

matematika yang dianggap penting bagi para guru di semua tinggkatan dimulai dari SD sampai SMU”. Namun hal tersebut dianggap bagian yang paling sulit dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengerjakannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. Masalah juga tidak dapat diselesaikan dengan satu penyelesaian, sehingga tidak ada algoritma khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Seperti soal berikut ini: Ayah memberi Rahel uang sebesar Rp.10.000,- untuk membeli perlengkapan sekolah. Rahel ingin membeli buku tulis dan balpoint. Ketika Rahel pergi ke pasar, dia mendapati bahwa harga 1 buku adalah Rp.1.500,- dan 1 balpoint adalah Rp.1.000,-. Berapa banyak buku atau balpoint yang bisah dibeli Rahel agar uang tidak bersisa?

Dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Hotmaida Sinaga sebagai guru matematika SMP Negeri 2 Tanjung Morawa pada tanggal 28 April 2012, mengatakan bahwa:

“Banyak siswa yang tidak mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan bilangan bulat, karena mereka kurang mampu memahami makna soal dan rata-rata per kelas hanya sekitar 55% saja yang dapat menyelesaikan soal pada bilangan bulat. Ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal yang mungkin disebabkan karena metode yang digunakan tidak sesuai dan metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga banyak siswa yang kurang mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut”.

Selain itu, menurut informasi yang didapat dari hasil obsevasi tersebut bahwa banyak siswa di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa yang tidak tertarik untuk mempelajari matematika, menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini berkaitan dengan masalah kualitas rancangan pengajaran matematika yang disajikan guru dalam kegiatan pembelajaran. Pada kenyataannya pengajaran matematika dengan menonjolkan persamaan-persamaan matematik dalam bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit bagi siswa, sehingga siswa akan merasa jenuh sebelum mempelajarinya. Selain faktor yang berhubungan dengan konsep matematika, rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika yang diperoleh siswa juga disebabkan karena faktor yang berhubungan dengan suasana belajar dikelas. Guru harus mampu mengelola kelas dengan menciptakan proses pembelajaran yang kondusif. Dalam setiap proses pembelajaran selalu ada tiga aspek penting yang terkait satu sama lain seperti: kurikulum, proses dan hasil pembelajaran (Gunawan, 2006).

(15)

Penggunaan metode pembelajaran adalah salah satu cara untuk membangkitkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Apabilah metode yang diberikan guru dari awal sampai akhir proses pembelajaran tidak melibatkan siswa, maka siswa menjadi pasif tidak berfikir secara kritis dan kreatif yang menyebabkan siswa merasa jenuh dan tidak termotivasi dalam belajar.

Sehubungan dengan hal diatas, maka peneliti mengangkat PMR sebagai salah satu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam bidang studi matematika. Karena teori pemebelajaran PMR yang telah dikembangkan khususnya untuk matematika. Konsep matematika sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

Ciri pembelajaran matematika realistik yaitu:

1. Materi pembelajaran berdasarkan/bertolak dari masalah kontekstual dalam hidup sehari-hari.

2. Siswa menemukan konsep sendiri dari menyelesaikan masalah kontekstual dengan bantuan guru dan diskusi kelas.

3. Siswa bebas memilih cara menyelesaikan soal sesuai dengan perkembangan kognitifnya (enaktif, ekonik, simbolik).

4. Adanya interaksi dan negoisasi antar siswa dan guru tentang cara penyelesaian masalah/soal.

Untuk dapat melakukan PMR kita harus tahu prinsip-prinsip yang yang digunakan PMR. PMR menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu karakteristik RME ada dalam PMRI. menurut Soedjadi (2001:3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut:

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

(16)

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

Dari lima karakter matematika yang paling memudahkan siswa adalah karakter PMR yang kedua karena dengan menggunakan Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Mavugara (2005) mengemukakan bahwa untuk memperkuat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, guru matematika perlu memanfaatkan masalah-masalah real yang bersifat open-ended yaitu masalah real yang mempunyai banyak cara menjawabnya atau banyak jawaban. Melalui masalah yang bersifat open-ended siswa berlatih menyelesaikan dengan caranya sendiri dan sekaligus berlatih memahami cara yang digunakan siswa lain. Dalam pembelajaran matematika realistik masalah-masalah real seperti itu dijadikan sebagai awal pembelajaran yang selanjutnya dimanfaatkan oleh siswa dalam melakukan proses matematisasi dan pengembangan model matematika.

Melihat berbagai realitas yang ada, maka perlu dikaji kembali tentang hal-hal seperti yang telah diungkapkan, berkenaan dengan penggunaan pembelajaran matematika realistik, sehingga materi-materi pelajaran dapat disajikan secara lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak yaitu dengan menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika yang berangkat dari aktivitas manusia. Sebagaimana diungkapkan Gravemeijer (1994:91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

(17)

model-model, membuat siswa agar menjadikan pembelajaran konstruktif dan produktif, interaktif dan „intertwinning’ (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

(http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematic-education-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/).

Untuk mengatasi masalah yang diuraikan diatas membuat materi pembelajaran lebih menarik, relevan, dan bermakna bagi siswa maka peniliti menggunakan konsep number sense. Number sense merupakan sebuah intuisi yang baik mengenai bilangan dan hal yang terkait dengan bilangan. Hal ini dapat didefinisikan secara luas sebagai pemahaman makna bilangan dan pemahaman hubungan antar bilangan (Malofeeva dkk, 2004). Setelah mereka “akrab” dengan angka, bilangan, dan segala perhitungannya siswa tidak akan merasa asing lagi dengan matematika yang tidak lepas dari angka dan perhitungan. Siswa bahkan akan lebih menikmati matematika. Konsep number sense ini harus mantap digunakan sebelum materi SMP yang lebih rumit diberikan karena setelah duduk di SMP siswa akan lebih ditekankan pada symbol sense (http://theawakeningofmind.blogspot.com/2009/02/number-sense.html).

Oleh karena itu, upaya memperbaikan dan meningkatkan kemampuan matematika siswa perlu dilakukan suatu tindakan. Untuk itu peniliti merasa perlu untuk melaksanakan Penilitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penilitiannya. Hal ini karena penilitian tindakan memiliki beberapa kelebihan, sebagaimana diungkapkan Madya (dalam Dian Armanto: 2008) bahwa:

“Penilitian tindakan memiliki beberapa kelebihan antara lain: kerja sama dalam penilitian tindakan menimbulkan rasa memiliki, kerja sama mendorong kreativitas dan pemikiran kritis, kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk merubah dan berubah, dan kerjasama juga meningkatkan kesepakatan dalam menyelesaikan masalah”.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang judul: Upaya Meningatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Dengan Pembelajaran Realistik Pada Materi Bilangan Bulat Di Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa T.A 2012/2013.

1.2. Identifikasi Masalah

Pada uraian latar belakangan di atas, telah dijelaskan bahwa begitu banyak masalah yang timbul dalam dunia pendidikan di Indonesia terutama dalam bidang studi matematika. Dari uraian tersebut, berikut ini adalah masalah-masalah yang dapat didentifikasi yaitu:

(18)

2. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika masih rendah.

3. Siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan. 4. Guru belum pernah menggunakan pembelajaran pendidikan matematika realistik

dalam proses belajar mengajar.

5. Model pembelajaran yang kurang efektif menbuat siswa kurang aktif dalam belajar.

1.3. Batasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran matematika realistik?

2. Bagaimana pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru dengan Pembelajaran Matematika Realistik pada materi bilangan bulat di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa TA 2012/2013?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran matematika realistik.

2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan bulat di kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa.

1.6. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian yang diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

(19)

Sebagai bahan masukan bagi guru bidang studi matematika mengenai

pendidikan matematika realistik dalam meningatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Bagi Siswa

Dengan Menggunakan pendekatan pendidikan matematika relistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan pembanding bagi mahasiswa atau peneliti lainnya yang ingin meneliti topik atau permasalahan yang sama tentang meningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

4. Bagi Pihak Sekolah

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan hasil observasi dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Timgkat kemampuan siswa memecahan masalah pada siklus I adalah sedang dengan skor rata-rata kelas 71,58 dengan 27 siswa (75%) dari seluruh siswa belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. Selanjutnya pelaksanaan tindakan pada siklus II, tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah adalah tinggi dengan skor rata-rata kelas 82,47 dengan 35 siswa (97,22%) dari seluruh siswa. Dengan demikian dapat dikatakan kelas peneliti telah

tuntas dalam belajar, terdapat ≥ 80% siswa yang memilliki tingkat kemampuan pemecahan

masalah sedang.

2. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan observer, diperoleh pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada siklus I dengan menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik termaksud kategori kurang dengan nilai rata-rata pada kegiatan awal 2,75, kegiatan inti 2,62 dan kegiatan akhir 2,75. Pada awal pembelajaran, guru belum mampu secara maksimal dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tetapi pada siklus II, tingkat kemampuan peneliti mengelolah pembelajaran termasuk kategori cukup baik dengan nilai rata-rata pada kegiatan awal 3,25, kegiatan inti 3,37 dan kegiatan akhir 3,25.

5.2. Saran

1. Kepada guru matematika diharapkan dapat menggunakan pendekatan realistik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa atau masalah kontekstual sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran karena pendekatan ini dapat memberikan keleluasaan berpikir siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, dapat memotivasi siswa dan melatih siswa untuk belajar aktif.

(21)
(22)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi, Jakarta: Bumi Aksara.

Armanto, Dian, (2008), Penelitian Tindakan Kelas, Pelatihan Guru SMP Negeri Medan: FMIPA UNIMED.

Buhari, Bustang, (2011), Pembelajaran Realistik Sebuah Pengantar, (http://bustang.wordpress.com/2011/08/25/pembelajaran-matematika- realistik-sebuah-pengantar).

Cholik A, M, dkk, (2000), Matematika Untuk SLTP Kelas 1, Jakarta: Erlangga. Depdikbud, (1996), Kamus Besar Bahan Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Gravemeijer, (1994), Penggunaan Strategi Pembelajaran Matematika, (http://ronerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistik-mathematic education-rme-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/).

Gravemeijer, Rusdi, (2009), Prinsip Utama Pendekatan Pembelajaran Realistik Dalam Pembelajaran Matematika, (http://anrusmath.wordpress.com\2009\05\13\pengembangan-2\).

Kurniawan, (2004), Evaluasi Matematika SMP Untuk Kelas VII, Jakarta: Erlangga.

Malofeeva, dkk, (2004), Konsep Number Sense,

(http://theawakeningefriend.blogspot.com/2009/02/number-sense.html). Sagala, Syaiful, (2003), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Soedjadi, R, (1999), Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. (http://ronerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistik-mathematic

education-rme-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/).

Sriyanto, (2006), Menebar Virus Pembelajaran Matematika Yang Bermutu,

(http://www.pmri.or.id/artikel/index.php?main=3).

Sudrajat, Akhmad, (2008), HAkikat Belajar,

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/hakikatbelajar.

Sudjana, (2002), Metode Statistik, Bandung: Tarsito.

(23)

Tim MKPBM, (2001), Startegi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gambar

Tabel 2.1. Sintak Implementasi Pembelajaran Realistik
Gambar  2.1. Komponen Karakteristik Number Sense                                     29

Referensi

Dokumen terkait

tersedia di Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumenstasi Kabupaten Nias Utara memadai dan kurang dengan kebutuhan pengguna serta jumlah buku yang dapat dipinjam juga

Desain Visual Teori dan Aplikasi, T Gramedia Pustaka Utama, Yogyakarta, 2010.. Suryani,

Peran auditor dalam suatu perusahaan diperlukan dalam upaya mengaudit proses bisnis yang telah berlangsung, sehingga hasil dari aktivitas bisnis yang telah dilakukan

Simulasi kinematika glukosa dan insulin darah pada diabetes gestasional ini menggunakan GUI matlab 2012b dengan 11 data wanita kontrol yang berada di kiri

Proses yang terjadi pada DFD level 2 proses update data hampir sama dengan proses input data, yaitu admin menngubah data yang telah di- input sebelumnya,

他们的世界是怎么样呢?首先 们必须了解幼儿的心理发展才 能知道他们的美好世界 因 为了写好 个论文, 读各种各样的 书 因特网 的一些学术论文 觉得,游

[r]

Simbiosis komensalisme, merupakan kerja sama di antara mahluk hidup yang mana satu mendapat untung dan yang lain tidak mendapat untung juga tidak