BAB III STUDI KASUS A. Identitas Pasien
Pasien berinisial An. Ak berjenis kelamin laki-laki, lahir pada tanggal 11 November 2015, saat ini berusia 5 tahun 4 bulan dan beragama islam. Sisi dominan adalah kanan. Bertempat tinggal di Jl. Pedurungan Kulon, Kota Semarang An. Ak merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
B. Diagnosis
Diagnosis Medis : ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Diagnosis Topis : -
Diagnosis Kausatif : Epilepsi C. Data Subjektif
1. Initial assessment
Berdasarkan hasil interview yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2021 informasi diperoleh dari ibu, bahwa An. Ak terdiagnosa ADHD oleh dokter, An. Ak hiperaktif, tidak dapat duduk tenang, mudah terdistraksi saat melakukan suatu aktivitas di rumah. An. Ak bertindak semaunya sendiri, mudah bosan, dan susah untuk diarahkan. An. Ak juga mengalami keterlambatan berbicara. Kemudian An. Ak di rujuk ke Okupasi Terapi dan Terapi Wicara. Harapan orang tua membawa anaknya ke Okupasi Terapi supaya hiperaktivitas pada anaknya dapat berkurang, bisa lebih diarahkan, mampu bertahan dan menyelesaikan
aktivitas dan mampu memiliki perilaku yang sama seperti anak-anak pada umumnya.
Riwayat kondisi dahulu, berdasakan hasil interview dengan ibu An.
Ak. Ibu memiliki riwayat penyakit anemia. Pada saat masa kehamilan ibu mengonsumsi vitamin dan obat-obatan yang dijual bebas di warung.
Pada usia kehamilan8 bulan ibu sempat terpeleset dan jatuh. Pada saat mengandung ibu berusia 29 tahun dengan kehamilan yang kedua An.
Ak lahir di usia kandungan 9 bulan dengan persalinan normal di salah satu rumah sakit di bantu oleh bidan. An. Ak mengalami kejang, demam dan pernah di rawat di rumah sakit. Perkembangan milestone An. Ak normal, tetapi ketika pada tahap duduk, berdiri, jalan, dan berbicara An.
Ak mengalami keterlambatan perkembangan. Kondisi An. Ak sebelum mengikuti terapi yaitu An. Ak hiperaktif, seperti lari-lari semaunya sendiri, sulit duduk tenang, susah diarahkan, mudah terdistraksi dan mudah bosan.
Riwayat kondisi sekarang, perilaku hiperaktif seperti suka lari-larian sudah mulai berkurang. Tetapi An. Ak masih mudah terdistaksi oleh lingkungan sekitar saat melakukan aktivitas terapi. An. Ak mampu merespon saat di panggil, kontak mata sudah ada, mampu mengikuti perintah sederhana. Aktivitas keseharian An. Ak seperti makan, mandi, berpakaian, BAB, BAK, sudah mampu secara mandiri, tetapi terkadang masih di bantu ibunya, karena ibunya khawatir sebab An. Ak belum mampu memperhatikan hal-hal yang lebih detail.
Riwayat keluarga, di keluarga An. Ak tidak memiliki riwayat kondisi ADHD seperti yang saat ini dialami oleh An. Ak. Saat ini An.
Ak tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya. Harapan dari orang tua An. Ak adalah ingin anaknya lebih bisa diarahkan, mampu fokus dan bertahan dalam menyelesaikan aktivitas serta mampu memiliki perilaku seperti anak-anak pada umumnya.
2. Observasi Klinis
Berdasarkan hasil observasi pada 8 Maret 2021, An. Ak berpenampilan rapi, namun An. Ak masih suka mengeces (drolling saliva), An. Ak mampu merespon saat dipanggil. An. Ak cenderung
malas dan mudah bosan saat melakukan aktivitas. Cara berkomunikasi An. Ak masih non verbal. An. Ak mudah terdistrak dengan lingkungan sekitar, atensi An. Ak ± 30 detik. An. Ak belum mampu menyelesaikan aktivitas yang diberikan oleh terapis meskipun dengan waktu yang lama, karena An. Ak mudah bosan, terdistraksi dan harus di beri perintah yang berulang-ulang. An. Ak memiliki anggota gerak atas dan anggota gerakbawah yang normal. Mobilitas An. Ak berlebih, An. Ak mampu berjalan, berlari, dan naik turun tangga secara mandiri, mampu mengidentifikasi 8 bagian tubuh meliputi (kepala, hidung, telinga, rambut, mata, mulut, tangga, dan kaki). Perilaku An. Ak manja apabila bersama ibu, dan ibu An. Ak selalu menuruti keinginan An. Ak, sehingga lebih membuat An. Ak menjadi kurang mandiri.
3. Screening Test
Berdasarkan pemeriksaan blangko screening pedriatric pada tanggal 8 Maret 2021, diperoleh data bahwa pasien berinisial An. Ak berjenis kelamin laki-laki, lahir pada tanggal 11 November 2015. An.
Ak beragama islam dan memiliki sisi dominan kanan. An. Ak berusia 5 tahun 4 bulan, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. An. Ak lahir pada usia kehamilan fullterm saat ibu berusia 29 tahun. Merupakan kehamilan kedua dengan persalinan normal di salah satu rumah sakit dan di bantu oleh bidan dan saat lahir kepala lebih dulu keluar. Ibu An.
Ak memiliki riwayat penyakit anemia.
Saat masih mengandung ibu An. Ak mengkonsumsi vitamin dan obat-obat yang dijual di warung. Pada usia kehamilan 8 bulan, ibu terpeleset dan jatuh. Pada usia 9 bulan An. Ak lahir dan beberapa hari setelah An. Ak lahir, An. Ak mengalami demam dan kejang. An. Ak pernah dirawat di rumah sakit. Pada perkembangan milestone An. Ak mampu menegakkan kepala pada usia 4 bulan, berguling pada usia 5 bulan, memindahkan benda pada usia 6 bulan, duduk pada usia 9 bulan, berdiri pada usia 19 bulan, berjalan pada usia 22 bulan. Ibu An. Ak mengetahui bahwa An. Ak mengalami keterlambatan dalam tahap perkembangan yang sesuia dengan anak usia normal lainnya. Ibu An.
Ak mengeluhkan An. Ak belum bisa berbicara pada saat An. Ak berusia 2 tahun dan An. Ak mengalami tingkah perilaku yang aneh tidak seperti teman lainnya. An. Ak juga susah untuk fokus dalam menyelesaikan
aktivitas belajarnya. Dalam aktivitas sehari-harinya An. Ak masih sering di bantu oleh ibunya walaupun An. Ak mampu melakukannya dengan mandiri.
Perilaku bermain An. Ak cukup baik jika diajak bermain bersama teman sebayanya, ekspresi anak terlihat gembira saat melakukan aktivitas yang di sukai oleh An. Ak tapi tak lama kemudian anak mulai bosan dan bermalas-malasan. An. Ak sering tidak fokus dan tidak bisa tenang, duduknya masih suka menggeliat-geliut. An. Ak kurang fokus dan mudah terdistraksi dengan keadaan sekitar, atensi An. Ak ± 30 detik. An. Ak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuh.
An. Ak sudah mampu makan, minum, mandi, berpakaian, BAB dan BAK secara mandiri, tetapi terkadang ibunya masih sering membantu An. Ak. Anggota gerak bawah An. Ak normal, tidak mengalami deformitas. An. Ak mampu berjalan ke depan dan kebelakang. An. Ak mampu berlari, meloncat ke depan, dan kebelakang. An. Ak juga mampu naik turun tangga sendiri. Anggota gerak tubuh atas An. Ak normal, tidak mengalami deformitas. An. Ak mampu meronce manik- manik. An. Ak tidak memmiliki hambatan untuk melakukan gerakan supinasi dan pronasi. An. Ak mampu menggunting acak. An. Ak belum mampu mengkopi garis lurus dan lingkaran.
4. Model Treatmen
Model tretmen yang digunakan dalam pelaksanaan terapi diatas adalah dengan menggunakan kerangka acuan perilaku. Metode ini bertujuan untuk merubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Kerangka acuan ini berdasarkan prinsip teori pembelajaran kognitif, sosial dan kondisi. Secara sistematik diterapkan melalui teknik yang merubah perilaku individu dan mengembangkan performance skill yang diperlukan oleh individu agar mampu hidup mandiri di lingkungannya (Bruce & Borg, 2002). Strategi yang digunakan ialah strategi desensititation, reinforcement, shaping, modelling dan TOOTS.
D. Data Objektif
Berdasarkan pemeriksaan pada tanggal 8 Maret 2021 menggunakan blangko pemeriksaan Attention Deficit Hyperactivity Disorder Test (ADHDT), blangko pemeriksaan motorik halus dan blangko motorik kasar.
1. ADHDT
Pada pemeriksaan menggunakan ADHDT diperoleh data bawha total score hyperactivity 14. Pada item anak masih bergerak berlebihan, meraih-raih benda, kesulitan duduk tenang, dan bergerak menggeliat- menggeliut masih dalam masalah berat. Total score impulsivity 19 yaitu pada item bertindak sebelum berfikir, berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain, gagal menunggu giliran. Untuk total score inattention 24, yaitu pada item kemampuan konsentrasi, gagal menyelesaikan projek, kemampuan merencanakan, rentang atensi anak
masih rendah, susah mempertahankan atensi (mudah terdistraksi), kesulitan untuk diam menyelesaikan tuugas, dan sering kehilangan benda.
Berdasarkan total score dari hyperactivity, impulsivity dan inattention maka diperoleh total standart score 35 sedangkan untuk
ADHD Questien 111 yang artinya diantaranya ADHD Above Average.
2. Blangko pemeriksaan motorik halus
Pemeriksaan kemampuan motorik halus diperoleh data bahwa fungsi anggota gerak atas tidak ada masalah, tangan dominan kanan, pola menggenggam pensil belum mampu tripod, An. Ak sudah mampu menggenggam benda kecil, mampu melempar benda keatas ataupun kebawah, memiliki kemampuan manipulasi tangan yang bagus, mampu meronce manik-manik pada tali, dan An. Ak belum mampu pada tahap mengkopi. An. Ak mampu pada tahap menggunting, namun menggunting bebas/acak. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik halus anak cukup baik.
3. Blangko pemeriksaan motorik kasar
Pemeriksaan pada kemampuan motorik kasar diperoleh data bahwa secara umum fungsi gerak ekstremitas bawah bagus, An. Ak sudah mampu berjalan, naik turun dari tangga, menangkap bola, dan menendang bola tanpa kehilangan keseimbangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik kasar An.
Ak cukup baik.
E. Pengkajian Data
1. Rangkuman data subjektif dan objektif
An. Ak mampu merespon jika dipanggil, kontak mata sudah ada, pola menggenggam pensil belum mampu tripod, sosialisasi dengan teman sebayanya cukup baik, belum bisa duduk tenang. Atensi ± 30 detik, mudah terdistraksi dan mudah bosan saat melakukan aktivitas.
Sisi dominan sebelah kanan. Aktivitas keseharian An. Ak seperti makan, minum, mandi, berpakaian, BAB dan BAK sudah mampu secara mandiri, tetapi terkadang masih di bantu ibunya, karena An. Ak belum mampu memperhatikan bagian yang detail.
Pada pemeriksaan ADHDT diperoleh total standart score 35 dan ADHD Questien mendapat 111 yang artinya ADHD Above Average, pada pemeriksaan kemampuan motorik halus diperoleh data bahwa fungsi anggota gerak atas tidak terdapat deformitas. Pada pemeriksaan motorik kasar diperoleh data bahwa secara umum fungsi gerak bawah normal dan tidak mengalami deformitas.
2. Aset
Perilaku bermain An. Ak mampu merespon saat di panggil, kontak mata sudah ada, dan mampu mengikuti perintah sederhana. An. Ak mampu meronce manik-manik besar. An. Ak mampu menggenggam benda kecil, melempar benda keatas dan kebawah. An. Ak juga memiliki kemampuan memanipulasi tangan yang bagus. An. Ak mampu berjalan, melompat, naik dan turun tangga. An. Ak mampu
mengidentifikasi 8 bagian tubuh meliputi (kepala, hidung, telinga, rambut, mata, mulut, tangan dan kaki).
3. Limitasi
An. Ak mudah terdistraksi dan bosan, sulit untuk duduk tenang.
Atensi An. Ak ± 30 detik. An. Ak belum mampu fokus saat diminta untuk menyelesaikan tuugas. An. Ak susah untuk diarahkan, An. Ak belum mampu memegang pensil dengan tripod. An. Ak mampu menggunting, tetapi belum mampu menggunting dengan pola yang terstruktur.
4. Prioritas masalah
Berdasarkan aset, limitasi, dan keinginan orang tua, maka prioritas masalah yang dituju adalah pada area produktivitas dalam kegiatan belajar pra-akademik, karena atensi An. Ak yang masih kurang. An. Ak belum mampu menyelesaikan tugas atau aktivitas yang dikerjakan.
5. Diagnosis OT
Diagnosis OT An. Ak mengalami kesulitan pada area produktivitas yaitu dalam kegiatan belajar pra-akademik, karena atensi An. Ak yang masih kurang.
F. Perencanaan Terapi 1. Tujuan jangka panjang
Anak mampu mempertahankan posisi duduk tenang selama 5 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 18 keping secara mandiri selama 12 kali sesi terapi
2. Tujuan jangka pendek
STG I : Anak mampu mempertahankan posisi duduk tenang selama 1 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 6 keping secara mandiri selama 3 kali sesi terapi.
STG II : Anak mampu mempertahankan posisi duduk tenang selama 3 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 12 keping secara mandiri selama 4 kali sesi terapi.
STG III : Anak mampu mempertahankan posisi duduk tenang selama 5 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 18 keping secara mandiri selama 4 kali sesi terapi.
3. Strategi / Teknik
Strategi yang di gunakan pada kasus ini adalah desensititation, reinforcement, modelling, shaping dan TOOTS (Time Out On The Spot).
4. Frekuensi
Pasien datang terapi 1 kali dalam seminggu.
5. Durasi
Setiap satu kali sesi terapi berdurasi 30-45 menit.
6. Media Terapi
Media yang digunakan ialah:
a. Manik-manik (meronce) b. Bola warna-warni c. Puzzle geometri d. Kotak Sartori
e. Pegboard Geometri f. Trampolin
g. Papan lompat 7. Home programe
Keberhasilan program terapi akan tercapai apabila keluarga dan lingkungan mendukung. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan keluarga dalam mendukung program terapi yaitu melakukan aktivitas yang mengarah pada peningkatan atensi dengan aktivitas yang menarik bagi anak seperti aktivitas lempar tangkap bola basket, bermain puzzle, dan permainan tradisional lainnya. Keluarga membiasakan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan meminimalkan dalam penggunaan HP, tidak memaksakan anak dalam beraktivitas yang monoton, memberi kesempatan dalam bermain di lingkungan sekitar.
Sering memberi motivasi dan penghargaan pada anak dalam beraktivitas.
G. Pelaksanaan Terapi
Pelaksanaan terapi dilakukan dengan empat tahap, yaitu adjunctive method, enabling, purposefull dan occupational performance.
1. Adjunctive method
Pada tahap ini anak dibebaskan terlebih dahulu untuk melakukan aktivitas yang disukai selama 5 menit dengan tujuan untuk membuat anak merasa nyaman berada di Ruang Okupasi Terapi. Setelah itu anak
diminta untuk duduk diatas matras dengan posisi berhadapan dengan terapis.
Strategi yang digunakan adalah desensititation dengan cara membantu anak untuk beradaptasi pada aktivitas baru. Modelling dengan cara terapis mencontohkan cara duduk bersila yang baik diatas matras. Aktivitas ini dilakukan selama 5 menit.
2. Enabling activities
a. Melompat diatas trampolin
1) Tujuan: untuk menyalurkan hyperactivity pada anak. Dengan posisi anak berdiri kemudian melompat sesuai dengan instruksi dari terapis.
2) Strategi: desensititation membantu anak untuk beradaptasi pada aktivitas baru. Modelling yaitu dengan cara terapis memberikan contoh melompat diatas trampolin dan mengajak anak untuk melompat bersama sesuai irama, lalu terapis pelan-pelan untuk turun dan membiarkan si anak untuk melompat sendiri di atas trampoline.
3) Safety precautions: perlu diperhatikan risiko jatuh dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas.
Gambar 1.1 Gambar 1.2
Pertama kali anak naik trampolin Anak mulai menyeimbangkan tubuh b. Lompat katak
1) Tujuan: untuk menyalurkan hyperactivity pada anak. Dengan posisi anak berdiri kemudian melompat dengan posisi akhir jongkok sesuai dengan instruksi dari terapis.
2) Strategi: modelling yaitu dengan cara terapis memberikan contoh lompat katak dan mengajak anak untuk melompat bersama sesuai irama. Reinforcement positive, ketika anak mampu melakukan aktivitas tersebut terapis memberikan reinforcement positive berupa tepuk tangan dan pujian kepada
anak setiap anak melakukan perilaku yang diinginkan oleh terapis.
3) Safety precaution: perlu diperhatikan risiko jatuh tersandung dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas.
Gambar 2.1 Untuk lompat katak c. Meronce manik-manik
1) Tujuan: pada tahap ini diberikan aktivitas meronce manik-manik pada posisi duduk yang dapat digunakan untuk mempersiapkan anak melakukan purposefull. Aktivitas ini bertujuan untuk menarik perhatian anak agar mampu memperhatikan benda yang di pegangnya, guna memfasilitasi dalam meningkatkan atensi dan konsentrasi anak agar duduk tenang.
2) Strategi: shaping dan modelling yaitu dimana terapis memberikan contoh cara memegang dan memasukkan tali kedalam lubang manik-manik. Reinforcement, ketika anak mampu melakukan aktivitas tersebut terapis memberikan reinforcement berupa tepuk tangan dan pujian kepada anak
setiap anak melakukan perilaku yang diinginkan oleh terapis.
3) Safety precaution: pada terapi meronce, terapis memastikan bahwa tali dan sisi manik-manik yang di pakai tidak tajam sehingga tangan anak tidak terluka.
d. Memasukkan bola warna warni kedalam box dengan cara melempar 1) Tujuan: untuk melatih koordinasi mata tangan, atensi dan konsentrasi pada anak. Dengan posisi anak berdiri, berjarak kurang lebih 100 m.
2) Strategi: strategi yang digunakan adalah shaping, modelling, terapis memberikan contoh cara memegang, mengarahkan dan melempar bola agar masuk kedalam box. Reinforcement negative, yaitu anak tidak diperbolehkan untuk memainkan
permainan yang disukai setelah itu.
3) Safety precaution: pada aktivitas ini terapis memastikan bahwa bola yang digunakan tidak kempes dan jarak yang telah ditentukan sesuai dengan kemampuan anak.
e. Bermain pegboard geometri
1) Tujuan: pada tahap ini diberikan aktivitas bermain pegboard pada posisi duduk yang dapat digunakan untuk mempersiapkan anak melakukan pada tahapan selanjutnya yaitu purposeful activity. Aktivitas ini bertujuan untuk menarik perhatian anak
agar mampu memperhatikan benda yang dipegangnya, guna memfasilitasi dalam meningkatkan atensi dan konsentrasi anak agar duduk tenang.
2) Strategi: strategi yang digunakan adalah shaping, dan modelling terapis memberikan contoh cara memegang, mengarahkan dan memasukkan balok ke dalam pegboard sesuai dengan bentuknya
agar masuk ke dalam box. Reinforcement negative, yaitu anak tidak di perbolehkan untuk memainkan permainan yang di sukai setelah itu, TOOTS diberikan ketika emosi anak sudah tidak stabil.
3) Safety precaution: pada aktivitas ini, terapis memastikan bahwa balok tidak ada bagian yang tajam yang dapat melukai anak,
Gambar 3.1 Gambar 3.2
Melepas balok dari peg board Memasang balok ke peg board 3. Purposeful activity
Tahapan ini meliputi aktivitas yang memiliki tujuan, relevan dan bermakna bagi An. Ak yang merupakan bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Anak masih diberikan tugas menyusun puzzle geometri dilakukan dengan posisi duduk tenang. Pada tahap ini diterapkan strategi reinforcement dan TOOTS dimana pada saat menyusun puzzle anak akan diberikan tingkat level kesulitannya yaitu dari pola geometri.
Tujuan dilakukan aktivitas menyusun puzzle geometri adalah anak mampu mempertahankan atensi dan konsentrasi serta anak mau duduk tenang saat melakukan aktivitas.
4. Occupational performance
Tahapan occupational merupakan tahapan tertinggi dalam pelaksanaan terapi dimana lingkungan fisik maupun sosial An. Ak mampu melakukan occupation secara mandiri. Pada tahap ini diharapkan anak mampu bermain puzzle geometri dengan duduk tenang secara mandiri tanpa terdistraksi oleh lingkungan sekitarnya.
H. Re-evaluasi
1. Re-evaluasi data subjektif
Berdasarkan hasil interview pada tanggal 26 April 2021 diperoleh informasi bahwa setelah sesi terapi anak sudah ada perubahan. Anak mampu mempertahankan atensinya ± 1 menit pada saat diajak orang tuanya menyusun puzzle geometri. Anak sudah berkurang tingkat hiperaktivitasnya dan anak sudah mampu fokus dalam melakukan tugasnya meskipun belum mampu untuk konsisten. Pada saat melakukan tugas dari terapis, anak mampu duduk dengan tenang selama
± 1 menit.
2. Re-evaluasi data objektif
Berdasarkan hasil pemeriksaan re-evaluasi pada tanggal 26 April 2021 diperoleh data sebagai berikut:
a. Berdasarkan pemeriksaan re-evaluasi menggunakan ADHDT diperoleh bahwa An. Ak mengalami penurunan pada level hyperactivity dari total score 14 menjadi 12 anak mengalami penurunan pada item sering bergerak berlebihan, kesulitan untuk
duduk tenang. Penurunan ini terjadi karena An. Ak diberikan aktivitas bermain menyusun puzzle geometri yang dapat membuat anak tertarik, sehingga anak diajak untuk fokus pada tugas yang diberikan dan mampu patuh untuk menyelesaikan tugas sampai selesai. Dengan demikian, anak akan berkurang hiperaktivitasnya dan lebih mudah untuk duduk tenang. Pada level impulsivity dari total score 19 menjadi 18, pasien mengalami penurunan pada item berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain dari score 2 menjadi 1, yang artinya anak mengalami masalah sedang. Hal ini bisa terjadi karena anak diperintahkan untuk menyelesaikan satu tugas dan akan diberikan tugas yang lain apabila anak sudah menyelesaikan satu tugasnya. Dengan demikian, kepatuhan anak dalam menyelesaikan tugas akan terbentuk. Pada inattention dari total score 24 menjadi 21. Pada item inattentive mengalami penurunan score dari 2 jadi 1 yang artinya anak mengalami masalah sedang. Pada item gagal untuk menyelesaikan tugas/projek anak mengalami masalah sedang. Pada item kesulitan dalam menyelesaikan tugas mengalami penurunan score dari 2 jadi 1. Hal ini bisa terjadi karena anak diberikan aktivitas permainan dengan media yang dapat meningkatkan atensi anak. Sehingga didapatkan jumlah total score 35 dan untuk ADHD Questient 102 yang artinya hiperaktivitas pada An. Ak mengalami penurunan menjadi average (rata-rata).
b. Berdasarkan re-evaluasi menggunakan pemeriksaan motorik halus diperoleh data bahwa anak mampu meraih, melepas, menggenggam, dan memanipulasi benda kecil seperti kacang, beras, dan manik- manik pada tali, koordinasi mata dan tangan cukup.
c. Berdasarkan re-evaluasi menggunakan pemeriksaan motorik kasar, anak mampu merangkak, berlutut, berdiri diatas satu kaki (hanya 3 detik), mampu naik dan turun tangga secara mandiri dengan kaki bergantian, berlari tanpa terjatuh, mampu menendang dan menangkap bola.
3. Re-evaluasi hasil terapi
Berdasarkan re-evaluasi yang telah dilakukan oleh terapis diketahui STG I anak mampu mempertahankan posisi duduk tenang selama 1 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 6 keping secara mandiri, STG II anak belum mampu konsisten dalam mempertahankan posisi duduk tenang selama 3 menit saat menyusun puzzle geometri sebanyak 12 keping secara mandiri untuk mempertahankan atensi anak. Namun orang tua dihaarapkan tetap melakukan home programe yang telah di berikan oleh terapis, agar STG II dan STG III tercapai dengan maksimal dan konsisten. Orang tua diharap dapat mengaplikasikan beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan atensi An. Ak dalam aktivitas pra- akademik yang lain.
I. Follow up
Hasil re-evaluasi, atensi anak sudah meningkat. Sebagai tindakan selanjutnya program terapi atau rekomendasi tindakan Okupasi Terapi yaitu terapis terus melatih anak untuk melakukan aktivitas yang dapat mempengaruhi atensi anak. Aktivitas yang dapat diberikan berupa mewarnai, menggambar, menggunting, mencocok, dan menempel (kolase).
Terapis juga harus memperhatikan atensi anak yang masih sering terdistraksi dan selalu meminta anak untuk meyelesaikan aktivitas yang sedang dikerjakan. Kurangi aktivitas menonton tv yang terlalu lama dan biasakan anak untuk tidak bermain gadget secara berlebihan. Selain itu keluarga juga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada anak agar lebih bersemangat dalam mengerjakan aktivitas di rumah serta dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.