• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ELASTIN DALAM PROSES PHOTOAGING KULIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN ELASTIN DALAM PROSES PHOTOAGING KULIT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

40 TINJAUAN LITERATUR

PERAN ELASTIN DALAM PROSES PHOTOAGING KULIT

Herwinda Brahmanti*, Galuh Dyah Puspitasari*

*Dept./SMF Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang, Indonesia

Abstrak

Photoaging ditandai dengan proses kompleks perubahan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet dari waktu ke waktu. Beberapa gejala klinis kerusakan kulit akibat sinar matahari seperti kerutan, perubahan pigmen, kulit kasar, kulit kendur dan telangiektasia, akan membuat seseorang tampak menua. Hal ini dapat berdampak negatif pada aspek kualitas hidup. Berbagai studi histologis dan ultrastruktural telah mengungkapkan bahwa perubahan besar pada kulit yang mengalami photoaging terlokalisasi di jaringan ikat dermal. Di antara perubahan yang mempengaruhi jaringan kulit pada photoaging adalah hilangnya sifat elastis yang disebabkan oleh perubahan produksi elastin dan peningkatan degradasi elastin yang memberikan dampak besar pada estetika dan kesehatan jaringan kulit. Terjadinya solar elastosis merupakan salah satu penanda utama photoaging kulit dan ditandai dengan pengendapan serat elastis yang tidak teratur dan tidak berfungsi. Ulasan ini membahas perubahan yang terkait dengan proses penuaan kulit akibat photoaging, dengan penekanan khusus pada peran yang dimainkan oleh jaringan serat elastis dalam menjaga fungsi dermal..

Kata kunci : Photoaging, Elastin, Solar elastosis

THE ROLE OF ELASTIN IN SKIN PHOTOAGING Abstract

Photoaging is characterized by a complex process of skin changes induced over time by ultraviolet light exposure. Some of the clinical manifestations of cutaneous photodamage include wrinkling, pigmentary changes, roughness, laxity and telangiectasia, which can result in the aging of the appearance. This in turn can have a negative impact on certain aspects of quality of life. Histologic and ultrastructural studies have revealed that the major alterations in photoaged skin are localized in the dermal connective tissue. Among the changes that affect cutaneous tissue photodamage, the loss of elastic properties caused by changes in elastin production, increased elastin degradation produces a substantial impact on tissue aesthetics and health. The occurrence of solar elastosis is one of the main markers of cutaneous photoaging and is characterized by disorganized and non-functional deposition of elastic fibers. This review discusses the changes associated with the photoaging process in the skin, with particular emphasis on the role played by the elastic fibre network in maintaining dermal function.

Keywords : Photoaging, Elastin, Solar Elastosis

E-mail: [email protected]

E-mail: [email protected]

(2)

41 PENDAHULUAN

Proses penuaan kulit merupakan proses fisiologis yang tidak dapat dihindari. Penuaan kulit secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni penuaan intrinsik yang terkait dengan usia dan genetik, serta penuaan ekstrinsik terkait dengan paparan faktor-faktor eksternal seperti ekspresi wajah yang berulang, pengaruh suhu panas, posisi tidur, gaya gravitasi, merokok, polusi, serta paparan sinar matahari terutama sinar ultraviolet. Paparan sinar matahari merupakan kontributor utama photoaging sebesar 80% dibandingkan faktor ekstrinsik lainnya, oleh karena itu penuaan ekstrinsik disebut juga sebagai photoaging (Huang dan Chien, 2020).1

Efek utama photoaging adalah terjadinya kerusakan DNA, inflamasi atau peradangan, imunosupresi, serta sebagaimana penuaan instrinsik, akan menyebabkan peningkatan radikal bebas yang akan menurunkan sintesis dan meningkatkan degradasi matriks ekstraseluler kulit. Selanjutnya akan terjadi kerusakan jaringan ikat pada lapisan dermis berupa reaksi biokimiawi pada struktur dan organisasi matriks ekstraseluler yang terutama disusun oleh serabut kolagen dan elastin.1 Serabut elastin merupakan komponen utama dermis selain kolagen. Serabut elastin ini berpengaruh terhadap ketegangan dan elastisitas kulit. Sinar UV pada dermis akan menyebabkan terjadinya kelainan struktural dan gangguan fungsi elastin.1

TINJAUAN PUSTAKA

United Nations World Population Aging Report tahun 2015 melaporkan bahwa populasi lansia yang berusia > 60 tahun dan > 80 tahun akan berlipat ganda bahkan tiga kali lipat dari jumlah populasi usia tersebut pada tahun 2050.2 Oleh karena itu,berbagai masalah penuaan kulit menjadi salah satu perhatian terutama bagi para wanita lansia. Paparan sinar UV merupakan faktor ekstrinsik utama yang menyebabkan terjadinya penuaan kulit prematur, oleh karena itu penuaan kulit tidak hanya bisa dialami oleh lansia, tetapi juga populasi usia di bawah 30 tahun.3

Satu penelitian oleh Green di Australia pada tahun 1991 (1539 orang, berusia 20–55

tahun, tinggal di Queensland) menemukan bahwa 72% pria dan 47% wanita di bawah usia 30 tahun telah mengalami photoaging.3 Keparahan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV secara signifikan lebih besar seiring bertambahnya usia, dan secara independen terkait dengan solar keratosis dan kanker kulit.

Satu studi juga melaporkan bahwa photoaging pada populasi Eropa dan Amerika Utara dengan kulit Fitzpatrick tipe I, II, dan III mencapai sekitar 80% sampai 90%.4 Oleh karena itu, menjaga integritas, fungsional serta anatomis kulit menjadi sangat penting untuk mencegah penuaan kulit.5

Meski mempertahankan vitalitas kulit identik sebagai kebutuhan estetika, menghilangkan kerutan, flek, dan kulit kendur, merupakan suatu tantangan yang lebih dari hanya sekedar menjaga penampilan.5 Kulit keriput atau kerutan adalah salah satu tanda penuaan yang paling mengkhawatirkan secara kosmetik bagi wanita, dan peningkatan efek visual keriput menjadi masalah yang berdampak pada kualitas hidup.5 Hal ini yang mendorong banyak orang berlomba-lomba untuk melakukan perawatan estetika untuk mencapai kesejahteraan psikologis dan peningkatan kepercayaan diri untuk meningkatan fungsi sosial.

Patogenesis photoaging

Photoaging didefinisikan sebagai kondisi penuaan prematur pada kulit akibat paparan sinar radiasi matahari UVA dan UVB maupun sinar buatan yang mengeluarkan radiasi UV secara kronis sehingga menyebabkan perubahan tekstur, histologis maupun fungsional kulit.6

Matahari merupakan sumber utama dari sinar UV, sehingga merupakan kontributor utama photoaging. Sinar UV terbagi atas sinar UVA, UVB dan UVC dengan panjang gelombang yang berbeda. Lebih dari 95% sinar UV yang mencapai permukaan bumi adalah UVA (320 hingga 400 nm), sedangkan sekitar 5% merupakan UVB (280 hingga 320 nm). Sinar UVB, yang hanya menembus ke dalam epidermis dan dermis stratum papilaris, merupakan sumber utama kerusakan DNA langsung, peradangan, dan imunosupresi.1,7

(3)

42 Sebaliknya, UVA dapat menembus kulit lebih

dalam hingga ke dermis stratum retikularis.7 UVA dianggap sebagai penyebab penuaan kulit yang lebih besar daripada UVB karena mempu penetrasi lebih dalam dan mencapai bumi setidaknya 10 kali lipat lebih banyak dari UVB.8

Radiasi UVB diabsorbsi terutama pada bagian epidermis oleh DNA seluler, sehingga menginduksi kerusakan dengan membentuk cyclobutane pyrimidine dimers. UVB juga yang menyebabkan terjadinya sunburn, fotokarsinogenesis, dan imunosupresi.8 Radiasi UVA yang terus menerus menyebabkan kerusakan matriks ekstraseluler dermis dan pembuluh darah. UVA juga secara tidak langsung merusak DNA, lipid dan protein, melalui pembentukan reactive oxygen species (ROS). Reactive oxygen species menyebabkan kerusakan oksidatif komponen seluler seperti membran sel, mitokondria, dan DNA.

Mitokondria adalah sumber endogen utama ROS yang diproduksi selama konversi ADP menjadi ATP. Reactive oxygen species endogen, termasuk anion superoksida, hidrogen peroksida, dan oksigen singlet, akan mengaktifkan sitokin dan reseptor epidermal growth factor (EGF), yang menginduksi factor transkripsi activator protein-1 (AP-1) dan nuclear factor kappa-B (NF-kB).8 Selain kerusakan pada epidermis dan dermis, membran basal pada dermal-epidermal junction (DEJ) juga rusak pada kulit yang terpapar sinar matahari. Setelah paparan radiasi UV, membran basal menjadi berlapis-lapis dan sebagian rusak.1

Sinar UV akan menyebabkan terbentuknya ROS yang dapat menginhibisi protein-tyrosine phosphatases. Enzim ini berfungsi untuk mempertahankan reseptor EGF, interleukin (IL)-1, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dalam keadaan tidak aktif. Dalam waktu beberapa jam, bahkan beberapa menit setelah paparan sinar UV, reseptor EGF, IL-1, dan TNF- α pada keratinosit dan fibroblas akan teraktivasi,9 selanjutnya akan menimbulkan peningkatan tranduksi sinyal dan akhirmya meningkatkan regulasi faktor transkripsi AP-1.8

Activator protein-1 mengontrol transkripsi matrix metalloproteinase (MMP), yaitu enzim yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi matriks ekstraseluler. Matrix

metalloproteinase terdiri dari matriks metalloproteinase-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan MMP-9 (92-kDa gelatinase).8,9 Matrix metalloproteinase-1, MMP- 3, MMP-9 menyebabkan degradasi kolagen tipe I dan III. Selanjutnya AP-1 akan menghambat produksi kolagen dengan mengurangi ekspresi gen prokolagen tipe I dan III di dermis. Selain itu AP-1 juga berikatan dengan kompleks transkripsi yang menyebabkan transkripsi prokolagen atau menghambat aktivitas transforming growth factor beta (TGF-β), sebuah sitokin yang merangsang pembentukan kolagen.

dan peningkatan degradasi extracellular matrix (ECM).8 Dengan paparan sinar matahari berulang,proses tersebut akan terus berlangsung dan menyebabkan munculnya gambaran klinis dan histologis fotoaging.8 Aktivasi NF-kB oleh ROS mengatur ekspresi sitokin proinflamasi, seperti interleukin (IL) -1b, TNF-α, IL-6, IL-8, dan berbagai molekul adhesi.

Sitokin ini, pada gilirannya, bisa memperkuat jalur AP-1 dan NF-kB, lebih jauh meningkatkan respons terhadap radiasi sinar UV. (Gambar 1)8

Gambar 1. Patogenesis photoaging. FB, fibroblast. KC, keratinocyte.8

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis photoaging dapat berupa kulit yang kering, pigmentasi kulit yang ireguler (bervariasi dari bertambah gelap atau menjadi lebih cerah), kulit menjadi berwarna pucat kekuningan, keriput yang dalam dan kasar, atrofi kulit, kulit kendur, telangiektasis, solar elastosis, purpura aktinik, bahkan hingga pembentukan lesi prakanker.10

Perubahan klinis kulit akibat photoaging biasanya khas, meskipun terdapat variasi antar individual. Perbedaan ini dipengaruhi beberapa

(4)

43 faktor seperti tipe kulit, etnis, perbedaan

paparan sinar matahari, cara berpakaian, penataan rambut, kapasitas perbaikan kerusakan, dan kecenderungan genetik lainnya.

Tipe kulit diklasifikasikan oleh Fitzpatrick berdasarkan reaksinya terhadap paparan sinar matahari serta radiasi sinar UV. Klasifikasi Fitzpatrick saat ini menggolongkan kulit menjadi enam tipe warna kulit, mulai dari sangat pucat (tipe kulit I) hingga sangat gelap (tipe kulit VI).11 Warna alami atau pigmentasi kulit ditentukan oleh jumlah, tipe dan susunan melanin di kulit.

Pigmen melanin memberikan perlindungan alami terhadap paparan sinar UV yakni Sun Protection Factor (SPF). Kulit yang lebih gelap memiliki SPF alami yang lebih tinggi yakni 13,4 jika dibandingkan kulit bangsa Kaukasia yang hanya memiliki SPF alami 3-4 atau bahkan kurang.8,12 Radiasi sinar UV yang mencapai lapisan dermis pada kulit yang berwarna cerah lebih banyak jika dibandingkan dengan kulit berwarna gelap sehingga individu dengan tipe kulit Fitzpatrick rendah cenderung lebih rentan terhadap photoaging. Kulit yang gelap lebih tahan terhadap kerusakan kulit akibat paparan sinar UV, sehingga manifestasi penuaan kulit lebih ringan dan lebih lambat 10 hingga 20 tahun dibandingkan dengan kulit yang lebih terang. Pada kulit dengan tipe Fitzpatrick III dan IV, dispigmentasi atau perubahan pigmen kulit merupakan gambaran utama dari photoaging.5,13

Individu yang memiliki riwayat paparan sinar matahari yang intensif, tinggal di daerah yang secara geografis sering terpapar sinar matahari serta memiliki kulit berwarna cerah memiliki risiko paparan radiasi sinar UV yang lebih tinggi sehingga lebih rentan mengalami photoaging. Pekerja lapangan seperti petani serta nelayan memiliki risiko paparan sinar UV yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pekerja kantoran.10 Area kulit yang terbuka lebih rentan terpapar oleh sinar UV, seperti wajah, leher, dada bagian atas, tangan serta lengan bagian bawah dan merupakan area predileksi terjadinya photoaging, berbeda dengan penuaan kulit intrinsik, yang lebih mudah ditemukan pada area-area kulit yang tertutup, seperti area gluteal.10

Karakteristik klinis photoaging pada kulit orang Asia, seperti perubahan pigmen dan pola

kerutan, berbeda dengan kulit orang Kaukasia.

Perbedaan etnis dan genetik mengubah struktur dan fungsi kulit, pada kulit coklat orang Asia dan kulit putih orang Kaukasia. Perbedaan manifestasi klinis photoaging mungkin disebabkan oleh kebiasaan yang berbeda terkait dengan paparan sinar matahari, dan mekanisme pertahanan alami yang berbeda terhadap efek paparan sinar matahari kronis. Orang Asia seperti Korea, Jepang, dan China secara tradisional menghindari sinar matahari langsung dengan mengenakan pakaian lengan panjang, membawa payung atau dengan duduk di tempat teduh. Mekanisme pertahanan alami terhadap paparan sinar matahari meliputi produksi melanin, penebalan stratum korneum dan adanya protein epidermis, seperti asam urocanic.14

Klasifikasi photoaging pertama kali dilakukan oleh Glogau pada tahun 1996.

Berdasarkan klasifikasi dari Glogau, terdapat 4 tipe photoaging mulai dari tipe I hingga tipe IV.

Glogau tipe I (mild) yakni photoaging fase awal dimana biasanya terjadi pada usia 20 hingga 30 tahun dan tidak ditemukan adanya keriput (wrinkle). Pada Glogau tipe II (moderate) sudah mulai ditemukan adanya tanda-tanda photoaging yakni keriput pada gerakan ekspresi wajah. Biasanya Glogau tipe II ini ditemukan pada usia 30 hingga 40 tahun. Glogau tipe III (advanced) menunjukkan adanya photoaging lebih lanjut, biasanya ditemukan pada usia 50 tahun, ditandai dengan adanya keriput pada saat istirahat (resting wrinkle). Gambaran photoaging yang berat digolongkan pada Glogau tipe IV (severe) yang biasanya ditemukan pada usia 60 tahun dan ditandai dengan banyaknya kerutan.15

Elastin

Elastin adalah protein komponen matriks ekstraseluler pada kulit dan jaringan tubuh.

Elastin di lapisan kulit membantu menjaga kulit agar tetap fleksibel dan kencang. Di dalam tubuh, elastin biasanya dikaitkan dengan protein lain di jaringan ikat yaitu kolagen. Serabut elastin di dalam tubuh merupakan campuran elastin amorf dan fibrous fibrillin. Elastin banyak terdapat pada organ-organ yang mengandalkan elastisitas pada sistem kerjanya, seperti arteri

(5)

44 besar, paru-paru, ligamen, tendon, kulit, dan

tulang rawan elastis.16 Fungsi elastin dalam jaringan ikat bekerjasama dengan kolagen.1,16,17 Elastin memberikan kesan elastis sedangkan kolagen bertugas memberikan kesan kaku pada jaringan ikat.16,17 Zat tersebut juga dapat membantu menjaga kulit agar tetap halus karena dapat meregangkan otot. Elastin akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia seseorang.1,16 Kehilangan atau berkurangnya elastin akan mengakibatkan kulit menjadi berkerut.1,16,17 Orang yang hamil mungkin juga akan mengalami pengerutan pada kulit perutnya, hal ini juga akibat berkurangnya elastin akibat peregangan yang berlebihan saat hamil.16

Elastin adalah molekul protein dengan salinan gen tunggal yang terlokalisasi di kromosom 7 pada manusia.18 Elastin memiliki massa molekul sekitar 64-66 kDa. Zat ini merupakan protein matriks ekstra seluler kunci, dan penting untuk kemampuan rekoil pada jaringan vertebrata.19 Diperkirakan elastin sekitar 2–5% dari berat kering kulit yang bekerja secara pasif di dermis untuk mengembalikan kulit ke keadaan semula setelah mendapatkan gaya eksternal.19 Protein ini disintesis oleh fibroblas.17 Elastin yang matur bersifat sangat stabil dan siklus pergantiannya lambat di jaringan sehat. Elastin berwarna kuning membentuk protein flouresensi. Elastin diekspresikan dalam waktu yang singkat antara pertengahan masa kehamilan dan perkembangan pasca kelahiran.20

Waktu paruh elastin diperkirakan sekitar 70 tahun, oleh karena itu dianggap bertahan seumur hidup.19,20 Struktur elastin bersifat hidrofobik dan sebagian besar terdiri prolin serta glisin. Elastin berupa molekul panjang bergelung dan berkaitan satu sama lain, dipermukaannya mengandung glikoprotein. Unit molekul dasar elastin adalah polipeptida linier, yang dikenal sebagai tropoelastin, yang terdiri dari sekitar 800 asam amino dengan massa molekul sekitar 72 kDa.21

Beberapa molekul tropoelastin pada manusia saling berikatan antar rantai sampingnya hingga membentuk protein elastin dalam tubuh. Tropoelastin memiliki berat sekitar 72kDa yang terdiri dari jaringan konektif elastis

kuning yang terdapat pada paru-paru, dinding pembuluh darah yang besar seperti aorta, dan persendian elastis seperti yang ada pada leher.

Jaringan konektif putih yang tidak elastis dari tendon hanya mengandung jumlah elastin yang sedikit. Setiap tropoelastin terdiri dari string 36 domain kecil , masing-masing berbobot sekitar 2 kDa dalam konformasi kumparan acak. Protein terdiri dari domain hidrofobik dan hidrofilik yang bergantian, yang dikodekan oleh ekson terpisah, sehingga struktur domain tropoelastin mencerminkan organisasi gen ekson. Dua domain penaut silang, KA dan KP, berisi urutan di mana dua atau tiga residu alanin (A) atau prolin (P), masing-masing, memisahkan sepasang residu lisin (K) pengikat silang.

Domain hidrofobik diperkaya dengan residu glisin (33%), prolin (10-13%), valin, dan alanin.

Domain ini mendorong koaservasi (suatu proses gerakan secara entropis yang melibatkan interaksi antar domain hidrofobik) tropoelastin dan membentuk sifat elastisitas elastin.20

Gambar 2. Ikatan silang antara tropoelastin dengan Fibulin-4, Fibulin-5 dan LOX pada mikrofibril.22

Penyelarasan agregat tropoelastin terjadi pada permukaan sel dan dimediasi oleh interaksi dengan proteoglikan permukaan sel.

Fibulin-4 dan fibulin-5 memfasilitasi terjadinya ikatan silang tropoelastin dengan mengikat enzim lysyl oxidase (LOX) dan lysyl oxidase-like (LOXL), yang mengatur ukuran agregat, dan membantu translokasinya pada fibrillin- mikrofibril. Desmosine and isodesmosine adalah pengikat silang spesifik elastin matur yang di katalisasi oleh enzim LOX dan LOXL. Ikatan silang membuat elastin tidak larut dan membuat serat elastis mampu untuk menahan distensi dan rekoil berulang. Fibrillin yang mengandung

(6)

45 mikrofibril menyediakan tempat deposisi

tropoelastin, berjajar dan saling berikatan. Pada jaringan matur, inti elastin yang tidak larut diselimuti oleh mikrofibril berdiameter 10-12 nm yang tersebar diantaranya.20

Fibroblas merupakan komponen sel di dermis yang sangat berperan dalam proses elastogenesis, proses ini terjadi di dermis superfisial. Selama proses berlangsung, monomer tropoelastin disintesis di retikulum endoplasmik kasar (REK), kemudian mengalami modifikasi postranslasi intraselular.16 Pembentukan serat elastis di ruang ekstra seluler melalui serangkaian proses yang melibatkan dua komponen yaitu elastin amorf dan mikrofibril yang sebagian besar tersusun oleh fibrilin-1.16 Tahap pertama elastogenesis terjadi di nukleus, dan tempat pembentukan protein terjadi di retikulum endoplasmik.

Kompleks golgi mengumpulkan dan mengirimkan protein tersebut ke matriks ekstra seluler, tempat pembentukan serabut elastik.

Selama fase ini, elastin binding protein (EBP) berikatan dengan monomer tropoelastin membentuk sebuah kompleks sebelum dilepaskan ke permukaan sel. Tropoelastin terikat pada kompleks 67 kDa EBP untuk mencegah segregasi intraseluler (gambar 3).

Gambar 3. Proses deposisi elastin.18

Dalam proses pembentukan serabut elastik, komponen mikrofibril berfungsi sebagai penyangga dimana elastin dapat terdeposit bersama dengan berbagai molekul lainnya yang

terlibat seperti LOX, fibrilin, microfibril- associated glycoprotein (MAGP), decorin, fibulin. Elastin yang matur kemudian dibentuk oleh lysin yang mengalami ikatan silang dan tropoelastin yang dimediasi oleh enzim LOX (Gambar 4).16

Gambar 4. Pembentukan elastin. 16

Berbagai komponen seperti fibrilin, fibulin, MAGP- terutama MAGP1 dan MAGP2, serta proteoglikan membentuk penyangga yang digunakan sebagai tempat deposit molekul tropoelastin saat pembentukan gulungan mikrofibril fibrilin dalam proses pembentukan serabut elastik matur. Protein lain yang juga diyakini berperan dalam pembentukan serabut elastik adalah fibulin-5/DANCE.

Fibulin-5 menginduksi pembentukan dan maturase serabut elastic dengan menyatukan tropoelastin pada mikrofibrl melalui ikatan silang enzim-emzim. Deposisi fibulin-5 pada mikrofibril menyebabkan terjadinya koarsevasi dan membuat tropoelastin berjajar pada mikrofibril, serta memfasilitasi ikatan silang tropoelastin.

Lysyl oxidase like (LOXL) adalah enzim ekstraseluler yang menyebabkan katalisis ikatan silang antara mikrofibril, tropoelastin, sehingga terbentuk serabut elastik matur yang dapat berfungsi. Pada kondisi penuaan, ekspresi LOXL menurun, hal ini juga berperan dalam hilangnya elastisitas kulit.16

Dampak Photoaging pada Elastin

Berbeda dengan kulit yang menua secara intrinsik, kerusakan jaringan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari kronis terbukti memberikan perubahan baik pada epidermis mupun dermis.1,16,18 Photoaging

(7)

46 menyebabkan lapisan epidermis atrofi dan

gangguan maturasi keratinosit epidermal normal.19 Namun, perubahan gambaran histologis akibat photoaging paling jelas terlihat pada ECM dermis. Dampak paparan sinar UV paling menonjol ditunjukkan oleh serat elastis kulit. Respon kronis terhadap kerusakan akibat sinar matahari pada serat elastis akan menimbulkan terjadinya hiperplasia, yaitu produksi jaringan elastis dalam jumlah yang besar. Tingkat paparan sinar matahari akan menentukan besarnya respons hiperplastik.19 Hal ini tampak dengan adanya bahan elastotik distrofik dalam jumlah besar pada dermis retikularis yang dianggap sebagai salah satu gambaran khas yang menentukan. Akumulasi bahan elastin amorf yang terdiri dari tropoelastin dan fibrilin-1 ini disebut sebagai solar elastosis.19 Selama photoaging, serat oksitalan di dermal-epidermal junction (DEJ) juga menunjukkan perubahan degeneratif.

Pemeriksaan dermis papiler atas yang berdekatan dengan DEJ menunjukkan bahwa meskipun serat fibrilin-1 dapat diidentifikasi secara imunohistokimia pada kulit yang rusak, namun struktur dan jumlahnya yang sangat dipengaruhi oleh kumpulan serat mikrofibril yang tersebar itu masih jarang diamati. Meskipun kulit masih mengalami photoaging yang minimal, sudah menunjukkan hilangnya serat mikrofibril yang kaya akan serat fibrilin di DEJ. Hal ini memunjukkan bahwa fibrilin-1 adalah salah satu komponen pertama dari jaringan serat mikrofibril yang akan rusak akibat paparan sinar matahari.

Oleh karena itu fibrillin-1 itu dapat dianggap sebagai penanda awal photoaging.19 Pemeriksaan dengan pemindaian dan transmisi mikroskop elektron dari serat elastis pada kulit yang terpapar sinar UV menunjukkan penurunan jumlah serat mikrofibril dan semakin longgarnya interfibrillar area. Selain itu, kompleksitas bentuk dan susunan serat dan jumlah electron-dence inclusion juga berubah.19

Remodelling jaringan serat elastis memainkan peran penting dalam patomekanisme yang mendasari munculnya kerutan pada kulit. Proses remodelling serat elastis akibat paparan sinar UV sebagian besar disebabkan oleh aktivasi MMPs seperti MMP-1 (collagenase), MMP-2 (72 kDa gelatinase),

MMP-9 (92 kDa gelatinase) dan MMP-3 (stromelysin-1), baik bekerja secara independen maupun bersama-sama untuk menurunkan komponen matriks kolagen dan elastis.16,18,19 Penghambatan aktivitas MMP dimodulasi oleh empat protease inhibitor, yang disebut tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMPs).

Ekspresi basal MMP pada kulit normal relatif rendah. Telah dibuktikan bahwa MMP dapat dipegaruhi oleh radiasi UV baik in vivo maupun dalam sel kultur. Studi in vitro telah menunjukkan kemampuan MMP-2, -3, -9, -12 dan -13 untuk mendegradasi peptida fibrilin-1 dan mikrofribril yang kaya akan fibrilin.19 Penelitian lebih lanjut, menunjukkan bahwa MMP-9 mempunyai aktivitas elastinolitik dan kemampuan degradasi fibrilin terbesar, sedangkan MMP-2 lebih berperan pada penurunan konstituen dari membran basal.19 Matrix metalloproteinase -12 juga dikenal sebagai metaloelastase makrofag manusia, yaitu protease paling aktif dalam degradasi elastin. Chung et al (2002), mendemonstrasikan induksi gen MMP-12 dan ekspresi protein yang disebabkan oleh radiasi UV berkontribusi pada perkembangan solar elastosis pada kulit manusia. Selain itu, Imokawa et al (2015), juga menunjukkan bahwa radiasi UV berulang pada dosis suberythemal menginduksi aktivitas skin fibroblast-derived elastase, menimbulkan gangguan konfigurasi serat elastis, serta hilangnya elastisitas kulit. Pada kulit yang mengalami photoaging, pengisian kembali matriks yang terdegradasi juga berkurang.23 Ekspresi enzim LOX dan LOXL juga menurun seiring dengan penuaan, mengakibatkan pengurangan penyusunan serat elastis baru.16,23 Di sisi lain, pada dosis tertentu, iradiasi UV juga menginduksi ekspresi inhibitor spesifik aktivitas MMP,yaitu TIMP-1. Meskipun demikian, paparan UV dengan jelas mendorong lingkungan degradatif pada dermis yang mengakibatkan kerusakan ekstensif pada ECM.19

Revitalisasi elastin

Berbagai macam teknik yang ada saat ini merupakan era baru dalam perkembangan produk kosmetik, dengan tujuan memperbaiki penampilan kulit serta didukung pemeliharaan

(8)

47 kulit yang baik seperti nutrisi, pembentukan

tekstur kulit yang baik, hidrasi kulit serta peningkatan integritas matriks dermal yang terjadi seiring dengan penuaan. Kemajuan pemahaman tentang fisiologi kulit, bermanfaat untuk pengembangan produk kosmetik yang lebih efektif. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek anti penuaan beberapa bahan aktif serta produk kosmetik yang bermanfaat untuk pemeliharaan elastisitas kulit. Hingga saat ini, strategi pencegahan, dengan memakai tabir surya masih merupakan pilihan yang sangat efektif untuk menjaga elastisitas kulit dengan menghindari efek berbahaya radiasi UV pada serat elastis kulit.17

Ketika manifestasi photoaging telah muncul, retinoid topikal merupakan terapi gold standart untuk mengatasi photoaging. Retinoid adalah salah satu jenis komponen yang berhubungan dengan vitamin A baik yang natural maupun sintetis yang dikenal sebagai retinol.1,19 Sebuah penelitian menggunakan protokol uji tempel jangka pendek, telah membuktikan bahwa aplikasi topikal all trans retinoic acid (ATRA) meningkatkan mRNA dan protein fibrilin-1.19 Setelah pemakaian rutin harian ATRA juga meningkatkan ekspresi fibrilin-1 di DEJ. Rossetti et al, (2011) menguji retinol dan melakukan analisis dengan qPCR pada kultur fibroblas kulit manusia serta pewarnaan imunohistokimia pada eksplan kulit manusia, menunjukkan bahwa retinol selain meningkatkan produksi kolagen dermal juga meningkatkan pembentukan serat elastin. Hal ini menunjukkan bahwa retinol memberikan manfaat anti-penuaan tidak hanya melalui peningkatan proliferasi epidermal dan peningkatan produksi kolagen, tetapi juga melalui peningkatan produksi dan penyusunan struktur elastin.24 Chen et al, (2009) menggunakan asam retinoat topikal pada kulit manusia yang menua secara in vivo, juga menemukan adanya peningkatan ekspresi mRNA tropoelastin, tetapi tidak ditemukan induksi mRNA ekson 26A. Hasil ini menunjukkan bahwa asam retinoat dapat memulihkan serat elastis kulit yang menua.25

Retinol juga dapat merangsang fibroblas untuk mensintesis serat kolagen (merangsang aktivitas fibroblas dan meningkatkan jumlahnya),

meningkatkan elastisitas kulit (menghilangkan serat elastin yang mengalami degradasi) serta meningkatkan angiogenesis. Beberapa penelitian mendukung bahwa retinol juga meningkatkan produksi serat elastin. Selain itu, retinol menghambat MMP dan meningkatkan sintesis TIMP. Atrofi serat kolagen disebabkan oleh peningkatan ekspresi kolagenase (MMP-1), gelatinase (MMP-2) dan stromelysin-1, sedangkan peningkatan ekspresi elastase dan MMP-9 terkait dengan degradasi serat elastin.26 Saat ini, berbagai bahan aktif anti penuaan juga telah banyak di kembangkan seperti vitamin C, E, B3, berbagai antioksidan, alpha hydroxy acid (AHA), polyhydroxy acid (PHA), protein, peptida.27 Berbagai jenis tindakan juga dikembangkan untuk mengatasi photoaging seperti peeling atau pengelupasan kulit kimia, laser dan fototerapi, dermabrasi dan mikrodermabrasi, serta cryotherapy.27

Mekanisme penuaan akibat photoaging diperantarai oleh aktivitas ROS atau radikal bebas akibat paparan sinar UV. Oleh karena itu, berbagai macam antioksidan digunakan sebagai bahan anti penuaan, baik topikal maupun sistemik karena dapat menghambat kerja radikal bebas. Secara umum, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi endogen, yaitu diproduksi oleh tubuh, dan eksogen yang diperoleh dari makanan. Kelas pertama dapat dibagi menjadi antioksidan enzimatik dan nonenzimatik. Kelompok antioksidan enzimatik termasuk superoxide dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroksidase, sedangkan kelompok nonenzimatik termasuk protein ekstraseluler pengikat besi dan tembaga (misalnya, albumin, transferin, laktoferin, haptoglobin, dan ceruloplasmin), serta senyawa seluler lainnya (misalnya, kuinon, glutathione, asam urat, dan bilirubin). Pada kulit, pemberian antioksidan oral maupun antioksidan topikal mampu mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh stress oksidatif. Apabila ROS dihambat, maka aktivitas MMP juga akan menurun, sedangkan aktivitas TIMP meningkat, sehingga mengurangi degradasi ECM termasuk kolagen dan elastin. Beberapa antioksidan alami yang dapat digunakan sebagai antiaging adalah polifenol, flavonoid, karotenoid, vitamin C, E dan B3 (nikotinamid). Antioksidan alami saat ini

(9)

48 banyak dikembangkan dalam berbagai produk

kosmetik, karena meskipun digunakan dalam jangka panjang, efek samping yang timbul lebih minimal dan aman untuk kulit manusia.28

Peeling kimia merupakan salah satu modalitas terapi dalam dermatologi kosmetik yang paling populer, dengan tingkat keamanan yang relatif baik, murah, dan penyembuhan paling cepat. Prosedur ini dilakukan dengan cara mengoleskan cairan kimia yang akan menimbulkan luka yang terkontrol pada lapisan kulit, dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan kulit dan menimbulkan perubahan secara klinis dan histologis.29 Beberapa bahan yang sering digunakan sebagai agen peeling kimia adalah AHA, glycolic acid (GA), beta hydroxy acid (BHA), lactic acid (LA), trichloroacetic acid (TCA), solusio Jessner’s, dll.

Peeling kimia akan mengakibatkan peningkatan terlepasnya korneosit yang akan mengganggu fungsi barier proteksi epidermis, menstimulasi pertumbuhan stratum basalis, dan meningkatkan perubahan keratinosit menjadi korneosit untuk memaksimalkan fungsi proteksi kulit sesegera mungkin. Stimulasi pertumbuhan keratinosit juga diikuti oleh stimulasi proliferasi fibroblas dan sintesis protein di dermis (kolagen, elastin dan glikosaminoglikan).29

Berbagai prosedur tindakan, mulai dari pendekatan yang relatif non-invasif hingga yang invasif, dianjurkan untuk penanganan peremajaan wajah. Perangkat non-invasif menggabungkan radio frequency (RF) multipolar dan Pulsed Electromagnetic Fields (PEMF) dan disebut Multipolar Magnetic Pulse. Perangkat ini diperkenalkan untuk perawatan kulit kendur dan selulit non ablatif. Pulsed Electromagnetic Fields diinduksi oleh arus listrik pulsa pendek yang menembus ke dalam kulit dan menghasilkan stimulasi aktivitas molekuler dan seluler yang meningkatkan aktivitas fibroblas dermal dalam produksi kolagen dan elastin, serta merangsang angiogenesis, yang mengarah ke efek penyembuhan luka. Radiofrequency tetap menjadi teknologi dominan dalam manajemen penuaan kulit non-invasif, merupakan prosedur kecantikan tanpa bedah yang menggunakan frekuensi radio untuk mengencangkan dan membentuk kembali lapisan kulit yang kendur.

Cara kerjanya adalah ketika arus bolak-balik RF

diterapkan, medan listrik yang dihasilkan akan mencapai jaringan kulit dan menghasilkan energi panas. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan fibroblas untuk memproduksi kolagen baru maupun protein ECM lainnya seperti elastin dan glikosaminoglikan yang akan memberikan perubahan langsung pada jaringan.

Jaringan pada wajah ini kemudian akan mengencang sehingga prosedur ini dapat mengurangi kerutan, selulit, mengatasi kulit wajah dan tubuh yang kendur, dan memperbaiki kontur kulit.30

Dermabrasi dan mikrodermabrasi adalah prosedur peremajaan kulit secara mekanis dengan mengikis kulit yang mengalami penuaan atau rusak untuk merangsang reepitelisasi.

Walaupun tindakan mengikis kulit secara fisik adalah umum untuk kedua prosedur, dermabrasi dan mikrodermabrasi menggunakan instrumen dan teknik yang berbeda. Peremajaan kulit dengan dermabrasi didasarkan pada prinsip penyembuhan luka. Dengan prosedur dermabrasi akan didapat kerusakan kulit yang terkontrol dan kulit akan mengalami beberapa fase proses penyembuhan, sehingga didapatkan remodelling kolagen dan reepitelisasi kulit.31

Dermal Filler adalah tindakan yang menggunakan berbagai bahan biologi dan sintetis yang disuntikkan untuk menghaluskan atau menyamarkan garis-garis, kerutan, dan tanda-tanda penuaan di wajah dan tubuh, dipakai untuk membentuk anatomi sesuai keinginan pasien serta untuk menambah volume.32 Filler yang ideal adalah yang biokompatibel, hipoalergenik, tidak toksik, nonkarsinogenik, dan memberikan hasil jangka panjang. Bahan filler yang paling banyak digunakan adalah filler kolagen dan HA. Dermal filler bekerja dengan cara mengisi ruang yang kehilangan volume sehingga mengurangi lipatan dan kerutan, serta menarik air untuk mengisi kembali kelembapan pada kulit. Tindakan ini juga memiliki efek biologis pada asam hialuronat yang akan merangsang produksi kolagen dan elastin yang meningkatkan integritas dan kualitas kulit. Pada penelitian in vitro, penambahan HA pada kultur fibroblas meningkatkan produksi TIMP-1 dan TGF-β, dan mengurangi ekspresi MMP-1.33 Hal ini selanjutnya merangsang fibroblas untuk

(10)

49 meningkatkan sintesis kolagen dan elastin dan

mengurangi degradasi ECM.

Modalitas terapi lainnya untuk mengatasi photoaging yang juga popular adalah terapi dengan platelet rich plasma (PRP). Platelet rich plasma adalah fraksi plasma darah dengan konsentrasi trombosit 3-5 kali diatas nilai normal (konsentrasi trombosit pada whole blood).

Platelet rich plasma yang diaplikasikan dalam bentuk topikal, injeksi, ataupun mesotherapy telah banyak digunakan untuk peremajaan kulit (terutama pada daerah wajah dan leher), menghilangkan keriput, kantung mata, dan striae.34 Pengobatan dengan PRP menyebabkan perubahan terutama pada dermis retikularis. Setelah penggunaan PRP, terjadi peningkatan ketebalan dermis retikularis, yang mengakibatkan deposisi lapisan serat elastis dan kolagen horizontal. Pada lapisan ini, gambaran fibroblas aktif juga diamati. Terdapat peningkatan yang signifikan pada serat elastis dan kolagen serta adanya fibroblas menunjukkan reaksi fibrotik di beberapa area.34

Kemajuan dalam teknologi Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation (laser) dan aplikasinya ikut menyumbang strategi terapi untuk mengatasi photoaging. Laser mengemisikan radiasi monokromatik dan paralel, baik secara kontinu atau pulsed. Laser skin resurfacing dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu laser ablatif dan laser non-ablatif. Laser ablatif masih menjadi standar baku untuk terapi penuaan kulit dan merupakan laser yang paling efektif untuk mengurangi kerutan kulit. Laser ablatif adalah laser dengan energi tinggi yang menyebabkan ablasi fototermal. Mekanisme laser ablatif adalah menimbulkan kerusakan termal pada epidermis dan dermis, memicu proses penyembuhan berupa pengerutan kolagen sehingga terjadi pengencangan jaringan. Proses ini disebut pula sebagai juga dengan ablative laser resurfacing (ALR), dan laser yang sering digunakan adalah CO2 dan Erbium-doped Yttrium Aluminium garnet (Er: YAG). Laser CO2 masih menjadi standar baku untuk terapi penuaan kulit. Penggunaan paling sering pada penuaan kulit adalah untuk memperbaiki tekstur, warna kulit, dan kerutan. Aplikasi laser CO2 dengan energi tinggi dan durasi yang pendek

dapat menyebabkan ablasi jaringan, serta penguapan air intraseluler dan ekstraseluler sehingga menyebabkan koagulasi jaringan.

Ablasi mikroskopis dari epidermis dan dermis ini akan menstimulasi regenerasi makroskopis epidermis dan stimulasi wound healing. Hal tersebut kemudian akan merangsang pembentukan serabut kolagen dan elastin baru sehingga terjadi perbaikan tekstur kulit.35 KESIMPULAN

Penuaan kulit bukan hanya menimbulkan permasalahan estetika, namun juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Photoaging merupakan kontributor utama penuaan kulit, oleh karena itu memerlukan tatalaksana sejak dini dan tepat untuk mencegah munculnya manifestasi penuaan prematur. Munculnya kerutan, kulit kendur dan solar elastosis merupakan tanda utama photoaging. Manifestasi tersebut muncul karena photoaging menyebabkan penurunan elastisitas kulit yang terkait dengan adanya kerusakan pada matriks ekstra seluler yaitu elastin. Oleh karena itu, revitalisasi elastin merupakan salah satu target terapeutik dalam penanganan photoaging.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kerns L.M., Chien A.L., Kang S. Skin Aging In: Kang S., Amagai M., Brucker., A.L., Enk., A.H., Margolis D.J., Mc Michael A.J et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 9th ed. New York:

McGraw-Hill; 2019. Part 25. Chapter 165.

p1781-1788

2. Addor, F. A. S. A. Beyond photoaging:

additional factors involved in the process of skin aging. Clinical, cosmetic and investigational dermatology. 2018. 11.p 437.

3. Green AC. Premature ageing of the skin in a Queensland population. Clin Exp Dermatol.1991;155:473–478

4. Maddin S, Lauharanta J, Agache P, et al.

Isotretinoin improves the appearance of photodamaged skin: results of a 36-week, multicenter, double-blind, placebocontrolled trial. J Int Med Res.

1992. 20:381–391

(11)

50 5. Dayan, S., Rivkin, A., Sykes, J. M., Teller,

C. F., Weinkle, S. H., Shumate, G. T., &

Gallagher, C. J. Aesthetic treatment positively impacts social perception:

Analysis of subjects from the Harmony study. Aesthetic surgery journal. 2019. 39.

12.p 1380-1389.

6. Berneburg, M., Plettenberg, H., &

Krutmann, J. Photoaging of human skin. Photodermatology, Photoimmunology

& Photomedicine: Review article.2000. 16(6), 239-244.

7. Amano, S. Characterization and mechanisms of photoageing‐related changes in skin. Damages of basement

membrane and dermal

structures. Experimental dermatology.2016. 25.p 14-19.

8. Han, A., Chien, A. L., & Kang, S.

Photoaging. Dermatologic clinics. 2014.

32(3).p291-299.

9. Rabe, J. H., Mamelak, A. J., McElgunn, P.

J., Morison, W. L., & Sauder, D. N.

Photoaging: mechanisms and repair. Journal of the American Academy of Dermatology. 2006. 55(1), 1-19.

10. Helfrich YR, Sachs DL and Voorhees JJ.

Overview of skin aging and photoaging.

Dermatol Nurs. 2008.20(3):177-83.

11. D'Orazio, J., Jarrett, S., Amaro-Ortiz, A., &

Scott, T. UV radiation and the skin. International journal of molecular sciences. 2013. 14(6), 12222-12248.

12. Knaggs H. Skin aging in the Asian population. In: Dayan N, editor. Skin aging handbook: an integrated approach to biochemistry and product development.

New York: William Andrew Inc. 2008. p.

177-201.

13. Vashi NA, De Castro Maymone MB, Kundu RV. Aging differences in ethnic skin. J Clin Aesthet Dermatol. 2016.

9(1):31-8.

14. Chung, J. H. Photoaging in asians. Photodermatology,

photoimmunology & photomedicine.

2003. 19(3).p 109-121.

15. Durai PC, Thappa DM, Kumari R, Malathi M. Aging in eldery: chronological versus

photoaging. Indian J Dermatol. 2012.

57(5):34352.

16. Mithieux, S. M., & Weiss, A. S. Elastin.

In Advances in protein chemistry.

2005. (Vol. 70, pp. 437-461). Academic Press.

17. Weihermann, A. C., Lorencini, M., Brohem, C. A., & De Carvalho, C. M. Elastin structure and its involvement in skin photoageing. International journal of cosmetic science. 2017. 39(3), 241-247.

18. Debelle, L., & Tamburro, A. M. Elastin:

molecular description and function. The international journal of biochemistry & cell biology. 1999. 31(2), 261-272.

19. , A. K., Sherratt, M. J., Griffiths, C. E. M., &

Watson, R. E. B. A new wrinkle on old skin: the role of elastic fibres in skin ageing. International journal of cosmetic science. 2010. 32(5), p330-339.

20. Kaur, J., & Reinhardt, D. P. Extracellular Matrix (ECM) Molecules. In Stem Cell Biology and Tissue Engineering in Dental Sciences . 2015. Academic Press. p. 25- 45.

21. Krieg T., Aumailley M., Koch M., Chu M., Uitto J. Collagens, Elastic Fibers, and Other Extracellular Matrix Proteins of the Dermis : in Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Edition. New York:

McGraw-Hill; 2012. Part 9. Chapter 63.

p679-684

22. Choudhury, R., McGovern, A., Ridley, C., Cain, S. A., Baldwin, A., Wang, M. C., Shuttleworth, A. Differential Regulation Of Elastic Fiber Formation By Fibulin-4 And- 5. Journal of Biological Chemistry.

2009. 284(36). p24553-24567.

23. Shin, J. W., Kwon, S. H., Choi, J. Y., Na, J.

I., Huh, C. H., Choi, H. R., & Park, K. C.

Molecular Mechanisms Of Dermal Aging And Antiaging Approaches. International Journal of Molecular Sciences.

2019. 20(9), 2126.

24. Rossetti, D., Kielmanowicz, M.G., Vigodman, S. et al. A Novel Anti-Aging Mechanism For Retinol: Induction Of Dermal Elastin Synthesis And Elastin fiber

(12)

51 Formation. Int. J. Cosmet. 2011. Sci. 33,

62-69.

25. Chen, Z., Shin, M.H., Moon, Y.J. et al.

Modulation of elastin exon 26A mRNA and protein expression in human skin in vivo.

Exp. Dermatol. 2009. 18. p378–386 26. Zasada, M., & Budzisz, E. Retinoids:

Active Molecules Influencing Skin Structure Formation In Cosmetic And Dermatological Treatments. Advances in Dermatology and Allergology/Postȩpy Dermatologii i Alergologii. 2019. 36(4).

p392.

27. Purwanti, S., Prawitasari S., Wirawan D., Pravitasari, D.N., Setyowatie L.,Murlistyarini S., et al. The Challenge of Skin Aging Problems in 21st Century.

Malang Skin Aging Symposium. Cetakan I.

2020. Malang. hal 20-133

28. Petruk, G., Del Giudice, R., Rigano, M. M.,

& Monti, D. M. Antioxidants from plants protect against skin photoaging. Oxidative medicine and cellular longevity.2018.

29. O'Connor, A. A., Lowe, P. M., Shumack, S., & Lim, A. C. Chemical peels: a review of current practice. Australasian Journal of Dermatology. 2018. 59(3), 171-181.

30. Mohiuddin, A. K. Skin Aging & Modern Edge Anti-Aging Strategies. International Journal of Clinical Dermatology &

Research (IJCDR). 2019. Bangladesh.

31. AlKhawam, L., & Alam, M. Dermabrasion and microdermabrasion. Facial Plastic Surgery. 2009. 25(05), 301-310.

32. Stern, R. S. Treatment of photoaging. New England Journal of Medicine. 2004.

350(15), p1526-1534.

33. Monteiro, M. R., dos Santos Tersario, I. L.,

& Lucena, S. V. Culture of human dermal fibroblast in the presence of hyaluronic acid and polyethylene glycol: effects on cell proliferation, collagen production, and related enzymes linked to the remodeling of the extracellular matrix. Surg Cosmet Dermatol, 2013. 5(3), 222-5.

34. Charles-de-Sá, L., Gontijo-de-Amorim, N., Sbarbati, A., Benati, D., Bernardi, P., Borojevic, R., ... & Rigotti, G. Photoaging Skin Therapy with PRP and ADSC: A

Comparative Study. Stem Cells International. 2020.

35. Kohl E, Meierhofer J, koller M, Zeman F, Groesser L, Karrer S, et al. Fractional Carbon Dioxide Laser Resurfacing of Rhytides and Photoaged Skin – A prospective clinical study on Patient Expectation and Satisfaction. Laser in Surgery and Medicine. 2015; 47: 111-119

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kjks mampu membayar hutang lancar dengan menggunakan aktiva yang likuid yang dimiliki kjks..

Tujuan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis dari kurva PV didapatkan batas steady state serta karakteristik dari sebuah sistem, sehingga dapat

M.Si.Med, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan laporan hasil Karya Tulis Ilmiah ini..

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapanMetode pembelajaran diluar kelas (Outdoor Study) dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Pengkaji mendapati terdapat tiga kategori yang boleh disimpulkan terhadap data yang digunakan dalam dojinshi iaitu ciri luaran karektor dojinshi yang sama dengan manga,

Berdasarkan data yang diperoleh dari guru kelas, terdapat 9 dari 32 siswa yang tuntas KKM sebesar 70. Selain itu, aktivitas belajar siswa kategori baik juga rendah, terdapat

Dalam mewujudkan sikap kerja pegawai yang baik, diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin suatu organisasi pemerintah, seperti dengan

Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa