• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 KONSEP PERILAKU KESEHATAN 2.2.1 Konsep Perilaku (2)Perilaku menurut Skinner (1938) dalam buku Notoadmodjo (2007) adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus), dan tanggapan (respon)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2.2 KONSEP PERILAKU KESEHATAN 2.2.1 Konsep Perilaku (2)Perilaku menurut Skinner (1938) dalam buku Notoadmodjo (2007) adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus), dan tanggapan (respon)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP KEMAMPUAN 2.1.1 Pengertian Kemampuan

Mampu merupakan kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Chaplin dalam Syafaruddin (2012), menyatakan ability adalah kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan yaitu merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.

Stephen P. Robbins dalam Syafaruddin (2012), pengertian kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut pendapat Jason A. Colquitt, Jeffery A. Lepine dan Michael J. Wesson dalam syafaruddin (2012) bahwa kemampuan ability adalah suatu yang dipelajari, yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu dengan baik, yang bersifat intelektual atau mental maupun fisik.

2.1.2 Gambaran Kemampuan

Notoatmodjo (2007) menyatakan, gambaran kemampuan seseorang dapat dilihat dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik atau tindakannya.

2.2 KONSEP PERILAKU KESEHATAN 2.2.1 Konsep Perilaku

(2)

Perilaku menurut Skinner (1938) dalam buku Notoadmodjo (2007) adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus), dan tanggapan (respon).

Disebut teori “SOR” Stimulus organism respon.

1. Respondent respons (respondent behavior), yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan atau eliciting stimuli tertentu. Eliciting stimuli menimbulkan respons yang bersifat relative tetap. Contoh:

makanan yang lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur.

2. Operan respon, timbul dan berkembang diikuti oleh rangsangan tertentu, perangsangan itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku tertentu yang telah dilakukan manusia dan merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemungkinannya untuk dimodifikasi sangat besar dan tidak terbatas.

Perilaku menurut Suryani (2003) dalam buku Adnani (2015) adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu rangsangan yang diperlakukan untuk menimbulkan reaksi. Jadi, suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu.

2.2.2 Teori Perilaku

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, salah satunya adalah teori dari Lawrence Green (1980) dalam buku Mubarak (2012), Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi

(3)

oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes), dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana- sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan lain sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari teori Green tersebut dapat disimpulkan bahwa:

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perilaku manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 domain, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan nyata atau perbuatan. Dalam perkembangan selanjutnya para ahli pendidikan, untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain itu diukur dari:

A. Pengetahuan atau Knowledge

(4)

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak ataupun pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat. Tingkat pengetahuan, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. Daryanto dan Darmiatun (2013), yang menyatakan bahwa rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara luas.

3. Aplikasi (Aplication), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen , tetapi masih

(5)

di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman pengetahuan. Isi materi dapat diukur dengan metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman pengetahuan dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.

B. Sikap atau attitude

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari- hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Dari pengertian ini dapat digaris bawahi bahwa selama perlaku itu masih tertutup, maka dinamakan sikap sedangkan apabila sudah terbuka itulah perilaku yang sebenarnya yang ditunjukkan seseorang (Adnani, 2015).

Alport (1954) dalam buku Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen utama yaitu:

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.

(6)

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosiaonal terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sedangkan sikap dikaitkan denga pendidikan berarti sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang telah diberikan.

Pengukuran Sikap

Menurut Azwar, S (2012) pengukuran sikap menggunakan dengan;

1. Observasi perilaku: untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku yang kita amati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat berhati- hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

2. Penanyaan langsung: secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

3. Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

C. Tindakan atau practice

Sikap belum merupakan suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Pengukuran

(7)

tingkah laku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni: dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberpa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.sedangkan practice berkaitan dengan pendidikan adalah praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.

Pengukuran Praktik

1. Tidak langsung: wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan bebrapa jam, hari atau bulan yang lalu.

2. Langsung: mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.2.3 Cara Merubah Perilaku Manusia

Menurut Mubarak (2012) cara merubah perilaku manusia sebagai berikut:

1. Kesungguhan, manusia merupakan individu yang mempunyai sikap, kepribadian, latar belakang sosal ekonomi yang berbeda, maka perlu kesungguhan dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam merubah perilaku.

2. Diawali dari lingkungan keluarga,peran orang tua sangat membantu untuk menjelaskan serta memberikan contoh mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak.

3. Pemberian penyuluhan, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan norma sosial budaya yang dianut.

2.2.4 Proses Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku ada 5 fase yaitu:

(8)

1. Fase pencairan (the unfreezing phase), individu mulai mempertimbangkan penerimaan terhadap perubahan.

2. Fase diagnose masalah (problem diagnosis phase), individu mulai mengindetifikasi baik yang mendukung dan menentang perubahan.

3. Fase penentuan tujuan (goal setting phase),individu mulai menentukan tujuan sesuai dengan perubahan yang diterima.

4. Fase tingkah laku baru (new behavior phase), individu mulai mencoba.

5. Fase pembekuan ulang (the refreezing phase), tingkah laku individu yang permanen.

2.3 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT 2.3.1 Pengertian PHBS

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sebagai wujud operasional promosi kesehatan merupakan dalam upaya mengajak, mendorong kemandirian masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktisikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.

2.5.2 Tujuan PHBS

Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).

2.5.3 Manfaat PHBS

(9)

Keluarga yang melaksanakan PHBS maka setiap rumah tangga akan meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah tannga tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga. Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan adalah pelaksanaan PHBS. PHBS juga bermanfaat untuk meningkatkan citra pemerintah daerah dalam bidang kesehatan, sehingga dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.

2.3.4 Sasaran PHBS

Sasaran Keluarga Inst.

Kesehatan

Tempat Kerja

Sekolah Tempat Umum

Primer Individu  Pasien

 Pengantar/

Keluarga

 Keluarga Pasien

Karyawan Siswa Pengunjung Masyarakat umum

Sekunder KK Ortu/Me rtua Kader

 Petugas Kes.

 Kader Kes.

 Manager

 Serikat Buruh

 Organisa si

 Guru BK

 Karya wan

 Osis

 Pegawai

 Karyawan

 Manager

(10)

Profesi Tersier KK

Ket RT Ket RW Kades

Pimpinan institusi di institusi kesehatan

Direktur Pemilik

Kepala Sekolah Pemilik

Direksi Pemilik

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PHBS

Terdapat hal hal yang dapat mempengaruhi PHBS, sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri, yang disebut faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya yang disebut faktor eksternal (Dachroni, 2002).

1. Faktor Internal

Faktor internal seperti keturunan. Seseorang berprilaku tertentu karena memang sudah demikian diturunkan dari orang tuanya. Sifat – sifat yang dimiliki adalah sifat sifat yang diperoleh dari orang tua atau neneknya dan lain sebagainya.

Faktor internal lainnya adalah motif. Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu. Motif atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya kebutuhan yang oleh Maslow dikelompokkan menjadi kebutuhan biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan rohani.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi seseorang untuk berbuat sesuatu yang disebabkan karena adanya suatu dorongan atau unsur-unsur tertentu.

Faktor eksternal juga merupakan faktor yang terdapat diluar diri individu.

2.3.6 Indikator PHBS Umum Disetiap Tatanan

(11)

Menurut Depkes RI (2011) menetapkan indikator yang ditetapkan pada program PHBS berdasarkan area/wilayah, ada tiga bagian yaitu sebagai berikut : 1. Indikator Nasional

Ditetapkan 3 indikator, yaitu :

- Persentase penduduk tidak merokok

- Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan - Persentase penduduk melakuka aktifitas fisik/ oalahraga

2. Indikator Lokal Spesifik

Indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Dengan demikian ada 16 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat.

3. Indikator PHBS di setiap tatanan

Indikator sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan di 5 (lima) tatanan, yaitu :

a. Indikator tatanan rumah tangga b. Indikator tatanan sekolah c. Indikator tatanan tempat kerja d. Indikator tatanan tempat umum e. Indikator tatanan sarana kesehatan 2.3.7 Indikator PHBS di Setiap Tatanan 2.3.7.1 PHBS di Tatanan Sekolah

PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, danmasyarakat lingkungan sekolah agara tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah

(12)

lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum (Ahmadi, 2003).

PHBS di institusi pendidikan adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan. Indikator PHBS di institusi pendidikan/ sekolah meliputi (Depkes, 2008) :

a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat d. Olahraga yang teratur dan terukur

e. Memberantas jentik nyamuk f. Tidak merokok di sekolah

g. Memimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan h. Membuang sampah pada tempatnya

2.3.7.2 PHBS di Tatanan Tempat Umum

PHBS di tempat-tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum yang ber-PHBS.

Melalui penerapan PHBS di tempat umum ini, diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum akan terjaga kesehatannya dan tidak tertular atau menularkan penyakit.

Indikator tatanan temapat-tempat umum:

a. PHBS di pasar

(13)

1) Menggunakan air bersih 2) Menggunakan jamban

3) Membuang sampah pada tempatnya 4) Tidak merokok di pasar

5) Tidak meludah sembarangan 6) Memberantas jentik nyamuk b. PHBS di tempat ibadah

1) Mengggunakan air bersih 2) Menggunakan jamban

3) Membuang sampah pada tempatnya 4) Tidak merokok di tempat ibadah 5) Tidak meludah sembarangan 6) Memberantas jentik nyamuk c. PHBS di rumah makan

1) Mengggunakan air bersih 2) Menggunakan jamban

3) Membuang sampah pada tempatnya

4) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 5) Tidak merokok di rumah makan

6) Menutup makanan dan minuman 7) Tidak meludah sembarangan 8) Memberantas jentik nyamuk d. PHBS di angkutan umum

1) Menggunakan air bersih

(14)

2) Menggunakan jamban

3) Membuang sampah pada tempatnya 4) Tidak merokok di angkutan umum 5) Tidak meludah sembarangan 2.3.7.3 PHBS di Institusi Kesehatan

Institusi kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas dan klinik swasta.

Lalu lalang berkumpulnya orang sakit dan sehat di institusi kesehatan dapat menjadi sumber penyakit agi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.

Terjadinya infeksi oleh faktor bakteri atau virus yang ada di institusi kesehatan, penularan penyakit dari penderita yang di rawat di institusi kesehatan kepada penderita lain atau petugas di institusi kesehatan ini disebut dengan infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial dapat terjadi karena kurangnya kebersihan institusi kesehatan atau kurang higienis, tenaga kesehatan yang melakukan prosedur medis tertentu kurang terampil. Penularan penyakit juga dapat terjadi karena tidak memadainya fasilitas institusi kesehatan seperti ketersediaan air bersih, jamban, pengelolahan sampah dan limbah.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Institusi Kesehatan yaitu:

1) Menggunakan air bersih 2) Menggunakan jamban

(15)

3) Membuang sampah pada tempatnya 4) Tidak merokok di institusi kesehatan 5) Tidak meludah sembarangan

6) Memberantas jentik nyamuk

2.4 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA TATANAN RUMAH TANGGA

2.4.1 PHBS Di Rumah Tangga

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

2.4.2 Sasaran PHBS Di Tatanan Rumah Tangga

Menurut Ekasari, M (2008) Sasaran pembinaan PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota rumah tangga :

1. Pasangan usia subur.

2. Ibu hamil dan ibu menyusui.

3. Anak dan remaja.

4. Usia lanjut.

5. Pengasuh anak.

2.4.3 Pelaksanaan PHBS Di Tatanan Rumah Tangga 2.4.3.1 Persalinan di tolong leh tenaga kesehatan

Pertolongan persalinan pada balita termuda yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, para medis lainnya sebagai penolong pertama dalam proses lahirnya janin dari kandungan ke dunia luar dari tanda-tanda lahirnya bayi, pemotongan tali pusatdan keluarnya plasenta).

(16)

2.4.3.2 Bayi di beri ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan

Bayi termuda umur 0-6 bulan yang mendapat ASI saja sejak lahir samapi usia 6 bulan. Rumah tangga dengan mendapat ASI ekslusif: apaila rumah tangga tersebut mempunyai balita termuda umur 0-6 bulan yang mendapat ASI ekslusif.

2.4.3.3 Menimbang bayi dan balita setiap bulan

Penimbangan bayi dan Balita setiap bulan dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan bayi ataupun balita setiap bulannya. Penimbangan ini dilaksanakan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) mulai usia 1 bulan sampai 5 tahun. Setelah dilakukan penimbangan, catat hasilnya di buku KMS (Kartu Menuju Sehat). Dari sinilah akan diketahui pertumbuhan dan perkembangan dari balita tersebut.

2.4.3.4 Menggunakan air bersih

Rumah tangga yang memkai air minum yang berasal dari sumber air dalam kemasan, ledeng, pompa, sumur terlindung, serta mata air terlindung dari air hujan. Sumber air dari pompa, sumur, dan mata air terlindung minimal berjarak 10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah.

2.4.3.5 Mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun

Mencuci tangan di air mengalir dan memakai sabun dapat menghilangkan berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel di tangan sehingga tangan bersih dan bebas dari kuman. Cuci tangan setiap kali sebelum dan setelah makan, setelah melakukan aktifitas yang menggunakan tangan (seperti memegang uang, hewan), setelah BAK atau BAB, sebelum memegang makanan maupun sebelum menyusui bayi.

2.4.3.6 Menggunakan jamban sehat

(17)

Rumah tangga menggunakan jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang penampungan sebagai pembuangan akhir.

2.4.3.7 Memberantas jentik di dalam rumah.

Lakukan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di lingkungan rumah tangga.

PJB adalah pemeriksaan tempat perkembangbiakan nyamuk yang ada di dalam rumah seperti bak mandi, WC, vas bunga, tatakan kulkas dan di luar rumah seperti talang air dll, yang dilakukan secara teratur setiap minggu. Selain itu, juga lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M (Menguras, Mengubur dan Menutup).

2.4.3.8 Makan buah dan sayur setiap hari

Penduduk umur 15 tahun keatas yang mengkonsumsi sayur dan buah dengan pertimbangan minimal 2 porsi sayur dan 3 porsi buah atau sebaliknya 3 porsi sayur dan 2 porsi buah selama 7 hari dalam seminggu. Rumah tangga cukup mengkonsumsi sayur dan buah: rumah tangga dimana anggota rumah tangga umur 15 tahun keatas mengkonsumsi sayur dan buah sesuai dengan definisi diatas (sebagai motor penggerak atau role model dalam rumah tangga).

2.4.3.9 Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Penduduk umur 15 tahun keatas yang melakukan aktivitas “berat”,

“sedang”, maupun “berjalan” paling sedikit sepuluh menit tanpa henti untuk setiap kegiatan dan kumulatif > 150 menit selama 5 hari dalam seminggu. Rumah tangga cukup beraktivitas fisik: rumah tangga dimana anggota rumah tangga 15 tahun keatas melakukan aktivitas fisik sesuai dengan definisi diatas (sebagai motor penggerak atau role model dalam rumah tangga).

2.4.3.10 Tidak merokok di dalam rumah

(18)

Penduduk umur 15 tahun keatas yang tidak pernah merokok dalam satu bulan terakhir.

2.5.4 Manfaat Pelaksanaan PHBS Di Tatanan Rumah Tangga A. Bagi Rumah Tangga

a) Setiap anggota keluarga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.

b) Anak tumbuh sehat dan cerdas.

c) Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat.

d) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat dialihkan untuk pemenuhan gizi keluarga, biaya pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.

B. Bagi Masyarakat

a) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.

b) Masyarakat mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yangdihadapinya.

c) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk penyembuhan penyakit dan peningkatan kesehatannya.

d) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) untuk pencapaian PHBS di Rumah Tangga, seperti penyelenggaraan posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan ibu bersalin (tabulin), dana sosial ibu bersalin (dosalin), ambulan desa, kelompok pemakai air (pokmair) dan arisan jamban.

(19)

C. Bagi Tim Penggerak PKK

a) Mempercepat tercapainya 10 program pokok PKK khususnya di bidang kesehatan.

b) Meningkatkan kemampuan dan citra timpenggerak PKK dalam memberdayakan keluarga atau rumah tangga.

D. Bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota

a) Peningkatan presentasi rumah tangga sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.

b) Biaya yang tadinya dialokasikan untuk menanggulangi masalah- masalah dalam kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan yang sehat dan terjangkau.

c) Provinsi dan kabupaten/kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di rumah tangga.

2.5.5 Pembinaan PHBS Di Tatanan Rumah Tangga

Di tatanan rumah tanggaa, pembinaan PHBS dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan pengembangan dan pembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Akif. Tanggung jawab pembinaan terendah berada di tingkat kecamatan (Forum Kecamatan).

A. Pemberdayaan

Pemberdayaan di tatanan rumah tangga dilakukan terhadap individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Prosesnya diawali dengan pemberdayaan terhadap kelompok masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat, untuk membentuk atau merevitalisasi Forum Desa/Kelurahan (pengembangan kapasitas pengelola). Dengan pengorganisasian masyarakat, maka selanjutnya

(20)

pemberdayaan individu dan keluarga dapat ditimbang terimakan kepada perangkat desa/kelurahan, pemuka masyarakat dan anggota-anggota masyarakat yang ditunjuk sebagai kader. Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan, khususnya pada saat individu-individu masyarakat berkunjung dan memanfaatkan upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Poskesdes dan lain- lain, melalui pemberian informasi dan konsultasi. Sedangkan pemberdayaan keluarga dilaksanakan melalui kunjungan rumah dan konsultasi keluarga oleh para kader. Juga melalui bimbingan atau pendampingan ketika keluarga tersebut membutuhkan (misalnya tatkala membangun jamban, membuat taman obat keluarga dan lain-lain).

B. Bina Suasana

Bina suasana di tatanan rumah tangga dilakukan oleh para pemuka atau tokoh-tokoh masyarakat, termasuk pemuka agama dan pemuka adat, dalam rangka menciptakan opini publik, suasana yang kondusif, panutan di tingkat desa dan kelurahan bagi dipraktikkannya PHBS oleh rumah tangga. Bina suasana juga dilakukan oleh para pengurus organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dan kelurahan seperti pengurus Rukun Warga/Rukun Tetangga, pengurus PKK, pengurus pengajian, pengurus arisan, pengurus koperasi, pengurus organisasi pemuda (seperti Karang Taruna), Pramuka dan lain-lain.

Para pengurus organisasi kemasyarakatan tersebut ikut memotivasi anggota- anggotanya agar mempraktikkan PHBS. Di samping itu, bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti pemasangan spanduk dan atau billboard di jalan-jalan desa/kelurahan, penempelan poster di tempat-

(21)

tempat strategis, pembuatan dan pemeliharaan taman obat/taman gizi percontohan di beberapa lokasi, serta pemanfaatan media tradisional.

C. Advokasi

Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kecamatan/kabupaten/kota terhadap para pemuka masyarakat dan penurus organisasi kemasyarakatan tingkat desa dan kelurahan, agar mereka berperanserta dalam kegiatan bina suasana. Advokasi juga dilakukan terhadap para penyandang dana, termasuk pengusaha (swasta), agar mereka membantu upaya pembinaan PHBS di Rumah Tangga (desa/kelurahan). Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi di desa dan kelurahan tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1) bina suasana PHBS di Rumah Tangga dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional) dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi secara berjenjang dari tingkat pusat ke tingkat provinsi dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota, dan dari tingkat kabupaten/kota ke tingkat kecamatan.

2.5 KONSEP TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN 2.5.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Menurut Adnani (2015) pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan (apikasi) pendidikan di dalam bidang kesehatan. Output yang diharapkan di dalam pendidikan kesehatan adalah: perilaku kesehatan, (perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehata yang kondusif).

(22)

Menurut Grout (1958) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui pendidikan kesehatan.

Menurut Wood (1926) dalam buku Mubarak (2012) Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perorangan, masyarakat, dan bangsa. Kesemuanya ini dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimanya secara sukarela perilaku yang akan meningkatkan atau memelihara kesehatan.

2.5.2 Tujuan

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahung 1992 maupun WHO yakni: “Meningkatkan kemauan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan gizi masyarakat pelayanan kesehatan maupun program kesehatan lainnya”.

2.5.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Machfoedz (2007) Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan Indonesia, adalah:

a) Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.

b) Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok

(23)

lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri.

c) Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual.

2.5.4 Alat Bantu dan Media Pendidikan

Menurut Machfoedz (2007) yang dimaksud alat bantu pendidikan kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam penyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut “alat peraga”, karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu objek, sehingga mempermudah persepsi seseorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda- beda dalammembantu persepsi seseorang. Edgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap- tiap alat tersebut dalam suatu kerucut.

(24)

Gambar berikut 2.1 adalah Kerucut Edgar dale

Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah “kata-kata”. Hal ini berarti bahwa dalam proses pendidikan, benda asli mempunyai intensitas yang paling tinggi untuk mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran. Sedangkan penyampaian bahan yang hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif atau itensitasnya paling rendah. Jelas bahwa penggunaan alat peragaadalah salah satu prinsip proses pendidikan.

2.5.5 Faedah Alat Bantu Pendidikan

Secara terperinci, faedah alat peraga antara lain sebagai berikut:

1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.

5. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.

(25)

6. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.

7. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku kesehatan.

8. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.

Seperti diuraikan di atas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima melalui indra. Menurut penelitian para ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah “mata”. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata. Sedangkan 13%

sampai 25% lainnya tersalur melalui indra lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian informasi.

9. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.

Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiannya. Dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan atau memakai sesuatu yang baru tersebut.

10. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Di dalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut Audio Visual Aids (AVA) akan membantu menegakkan pengetahuan-

(26)

pengetahuan yang telah diterima olehmanusia, sehingga apa yang diterima akan lebih lama disimpan di dalam ingatan.

2.5.6 Peranan Pendidikan Kesehatan

Menurut Adnani (2015) Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi atau perlakuan terhadap faktor perilaku pendidikan kesehatan, sehigga perilaku individu, kelompok , atau masyarakat tersebut sesuai denga nilai-nilai kesehatan. Menurut H.L Blum: faktor lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan dari sekelompok penduduk, kemudian diikuti dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.

2.5.7 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Perubahan Perilaku

Menurut Soeitoe (1982:15) dalam jurnal Pengaruh Tingkat Pendidikan,Pengetahuan, Sikap dan Terpaan Iklan Layanan Masyarakat KB, pada mulanya pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses tunggal yang meliputi

‘layiham akal budi’, ‘pembentukan watak’, dan ‘penyerahaan kebudayaan’. Pada tahap berikutnya ‘akal budi’ deanalisa menjadi ‘kemampuan’ yang terpisah-pisah dan efektivitas pendidikan dan pengajaran tergantung dari keadaan kemampuan- kemampuan itu. Perunahan-perubahan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan pada dasarnya adalah perubahan pola tingkah laku. Perubahan pola tingkah laku yang diinginkan disebut pula tujuan pendidikan.

Jenjang pendidikan memegang peranan penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular. Dengan sulitnya mereka menerima

(27)

penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Sander, 2005).

Tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan dan menerapkan hidup sehat. Tingkat pendidikan khususnya tingkat pendidikan wanita memengaruhi derajat kesehatan (Depkes RI, 1999).

Mubarak, dkk (2007), menyatakan faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami.

2.5.8 Pengaruh Lingkungan sekitar Terhadap Perubahan Perilaku

Menurut Mubarak, (2012), menyatakan bahwa perilaku itu sendiri terbentuk oleh faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar inilah menjadikan peneliti selanjutnya tertarik mempergunakan variabel pemoderasi yaitu budaya tri hita karana pada pengaruh komitmen organisasi dan time

o Mahasiswa yang tidak heregistrasi dan tidak mengajukan cuti kuliah tetap berkewajiban membayar SPP sesuai dengan ketentuan mahasiswa aktif (dianggap cuti tanpa izin), dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol 70% daun kersen ( Muntingia calabura L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Pembelajaran olahraga khususnya pada kemampuan heading bola dengan bola karet pada siswa mengunakan media karet sebenanarya sangat menyenangkan karena anak didik

(Ambarita meminta kepada majelis untuk memperlihatkan rekaman video pada pemeriksaan saksi zondi berlangsung langsung sahabat munir tepuk tangan dan berteriak hidup munir,

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO” di Surabaya, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan,

Data lain juga menunjukkan, responden yang mengikuti FKK memiliki kesadaran lebih tinggi akan pentingnya baik evange- lisasi ke dalam maupun keluar (20%) dibandingkan dengan

Ibu di posyandu “Melati” juga sudah mengetahui porsi makan sesuai dengan kriteria gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, dan susu; menerapkan pola