• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP BARANG ELEKTRONIK YANG CACAT PADA TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Pada UD TRG Computer Bandung).

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

JUWITA ANTASARI TARIGAN NIM : 150200337

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ABSTRAK

Juwita Antasari Tarigan Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum**

Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum***

Kegiatan perdagangan melibatkan hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan dari pelaku usaha adalah untuk memperoleh laba dan kepentingan konsumen adalah untuk memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Pada kegiatan transaksi jual beli barang elektronik secara online seringkali didapati bahwa barang yang terima oleh konsumen adalah barang dalam kondisi cacat sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat merugikan konsumen. Berdasarkan hal tersebut, dipilih materi penulisan skripsi dengan judul : “Tinjauan Yuridis Mengenai Pertanggungjawaban Terhadap Barang Elektronik Yang Cacat Pada Transaksi Jual Beli Online Berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada UD TRG Computer Bandung)”. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah : Bagaimana proses jual beli barang elektronik dengan sistem online yang memenuhi syarat sah perjanjian?, Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang memperoleh barang elektronik yang cacat dalam transaksi jual beli online ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?, serta Bagaimana bentuk pertanggungjawaban penjual pada barang elektronik dagangannya yang cacat dalam transaksi jual beli online?.

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dan empiris yang data-datanya diperoleh melalui telaah kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dengan cara mewawancarai pihak pengelola pada usaha dagang TRG computer. Analisis data yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif yang menguraikan data yang diperoleh dengan menghubungkannya satu sama lain secara sistematis untuk memperoleh kesimpulan.

Berdasarkan hasil penulisan skripsi ini dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan transaksi jual beli barang elektronik online, proses perjanjian antara pelaku usaha dan pembeli melalui perantara elektronik harus dilaksanakan berdasarkan syarat sah perjanjian dan itikad baik mulai dari pemilihan jenis barang, metode pembayaran dan pengiriman, hingga sampai ketangan pembeli. Bentuk perlindungan konsumen akibat diterimanya barang elektronik yang cacat adalah dengan pemberian ganti rugi serta memperoleh upaya penyelesaian sengketa konsumen baik litigasi maupun non litigasi sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pelaksanaan tanggung jawab oleh pihak seller terhadap barang cacat bersifat mutlak dan wajib dilaksanakan apabila telah terbukti dengan cara pengembalian uang, penggantian barang, serta pemberian dana santunan bagi kecelakaan yang disebabkan oleh karena barang cacat tersebut, dan adanya tindakan pengabaian tanggung jawab ini oleh pihak seller dapat menyebabkan sanksi.

Kata Kunci : Proses jual beli online, Perlindungan Konsumen, Tanggung jawab pelaku usaha

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

** Dosen Pembimbing I.

*** Dosen Pembimbing II.

(3)

iii ABSTRACT Juwita Antasari Tarigan Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum**

Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum***

Trading activities involve mutual need relationships between seller and consumers. The interests of business actors are to obtain profits and interests of consumers is to obtain satisfaction through meeting their needs for certain products. In the sale and purchase of electronic goods online, it is often found that goods received by consumers are goods in a condition that is defective so that it does not function properly and can harm consumers. Based on this, the material of thesis writing is titled: "Juridical Review of Accountability for Electronic Goods Defective in Online Buying and Selling Transactions Based on Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (Study of UD TRG Computer Bandung)".

As for the formulation of the problem in this paper are: How is the process of buying and selling electronic goods with an online system that meets the legal requirements of the agreement? What is the form of legal protection for consumers who obtain defective electronic goods in online sale and purchase transactions in accordance with Law Number 8 on 1999 concerning Consumer Protection?, as well as what is the form of seller's liability on defective electronic merchandise in online buying and selling transactions ?.

The research method used in the preparation of this paper is a normative and empirical juridical method whose data is obtained through a literature review to obtain secondary data and field research to obtain primary data by interviewing the manager of the TRG computer trading business. Data analysis used is descriptive qualitative which describes the data obtained by connecting one another systematically to obtain conclusions.

Based on the results of this paper, it can be concluded that in the implementation of online electronic goods sale and purchase transactions, the process of agreement between seller and buyers through electronic intermediaries must be carried out based on agreement and good faith legal requirements starting from the selection of goods, payment and delivery methods, to the hands buyer.

The form of consumer protection due to receipt of defective electronic goods is by providing compensation and obtaining efforts to resolve consumer disputes both litigation and non-litigation in accordance with the Consumer Protection Law.

The implementation of the responsibility by the seller of the defect is absolute and must be carried out if it has been proven by way of refunds, replacement of goods, and the provision of compensation funds for accidents caused by the defective goods, and the existence of neglect of this responsibility by the seller can cause sanctions.

Keywords: Process of online trading, Consumer Protection, Seller responsibility

Student Faculty of Law University of North Sumatera.

** Supervisor I Faculty of Law University of North Sumatera.

*** Supervisor II Faculty of Law University of North Sumatera.

(4)
(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya internet telah mengubah paradigma komunikasi manusia dalam aktivitasnya bergaul, berbisnis, dan berhubungan sosial. Internet dianggap telah mengubah konsep jarak dan waktu secara drastis sehingga pada saat ini seolah- olah dunia menjadi kecil dan tidak terbatas. Sekarang setiap orang dapat berhubungan, berbicara, dan berbisnis dengan orang lain yang berada ribuan kilometer dari tempat di mana ia berada hanya dengan mengaksesnya lewat perangkat internet berupa gadget, komputer dan media elektronik lainnya secara cepat, mudah, dan praktis.1

Berdasarkan kegiatan dalam berbisnis sehari-hari sudah tentu terdapat adanya hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen (pemakai barang atau jasa) yang bersifat timbal balik. Kepentingan pihak pelaku usaha adalah untuk memperoleh laba dalam transaksi dengan pihak konsumen, sedangkan pihak kepentingan konsumen adalah untuk memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu yang ditawarkan oleh pelaku usaha.2

Akibat pesatnya perkembangan zaman, kebutuhan manusia pun semakin meningkat disegala bidang termasuk dalam kebutuhan belanja yang cepat dan mudah bagi sebagian orang yang merasa dirinya tidak memiliki waktu luang akibat terlalu sibuk sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berbelanja

1 Agus Raharjo, Cybercrime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 59.

2 Ahmadi Miru (selanjutnya disebut Ahmadi Miru 1), Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hlm. 7.

(6)

secara langsung/konvensional di tempat umum.3 Pada saat ini kegiatan berbelanja mengambil peran yang penting dalam hidup manusia khusunya berbelanja secara online, karena dengan berbelanja menggunakan metode online dianggap dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas dan juga membantu mengatur pengeluaran. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah situs jual beli online, baik dalam penjualan barang elektronik, pakaian, dan juga kebutuhan sehari-hari.4

Akan tetapi dengan adanya kemudahan tersebut bagaimana apabila yang terjadi pada kenyataanya dalam jual beli online barang dagangannya dinyatakan masih baru atau dideskripsikan dalam keadaan yang baik dan layak, namun nyatanya malah diterima dalam kondisi cacat sehingga telah menyalahi aturan, khususnya pada ketentuan Pasal yang menyebutkan mengenai larangan memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan kondisi yang dipaparkan oleh pelaku usaha dalam iklannya, yang dalam artiannya pada penulisan ini adalah barang cacat. Bentuk kecacatan pada produk umumya sebagian besar memiliki kecatatan yang tidak kasat mata dan hanya dapat terlihat dengan ketelitian saat produk sudah diterima oleh konsumen. Tidak jarang adapula kecacatan yang dapat membahayakan konsumen dan secara berjangka dapat menyebabkan barang yang diperjual belikan tidak bekerja sebagaimana fungsinya atau cepat sekali rusak, karena barang cacat pada umumnya memang tampak seolah-olah telah memenuhi standar akan tetapi pada akhirnya dapat merugikan konsumen dalam penggunaannya yang tidak memenuhi tujuan awal produk tersebut, dan

3 Lembaga Konsumen Jakarta, Rambu Konsumen Nomor 6 : Belanja Online, (Jakarta : Piramedia, 2008), hlm. 5.

4 Wahana, Apa Dan Bagaimana E-Commerce, (Jakarta : Andi Publisher, 2006), hlm. 2.

(7)

3

mengakibatkan berkurangnya manfaat pada barang, sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen.5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah proses jual beli barang elektronik dengan sistem online yang memenuhi syarat sah perjanjian?.

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang memperoleh barang elektronik yang cacat dalam transaksi jual beli online ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?.

3. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban penjual pada barang elektronik dagangannya yang ternyata cacat dalam transaksi jual beli online?.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus ditetapkan dalam mencapai tujuan tertentu dalam penulisan skripsi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghindari suatu penulisan skripsi dilakukan dan dibuat secara sembarangan sehingga menjadi tidak teratur dan sistematis tanpa didukung oleh data yang lengkap dan pasti, oleh karena itu dalam melakukan penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian gabungan antara penelitian yuridis normatif atau penelitian kepustakaan (library research) yang bermuatan pengaturan hukum dan perundang-undangan dan

5 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 62.

(8)

penelitian empiris (field research). Yang dimaksud dengan penelitian yuridis normatif atau hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang- undangan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktriner. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan masyarakat untuk berprilaku yang dianggap pantas.6 Sedangkan penelitian empiris adalah penelitian lapangan yang datanya diperoleh langsung dari lapangan yaitu masyarakat. 7 Yang nantinya pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau yang sesuai dengan kehidupan yang nyata dan terjadi dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.8

2. Sumber data

Jenis data yang digunakan pada penelitian skripsi ini adalah data primer dan data hukum sekunder. Data primer, adalah data yang yang diperoleh dari masyarakat dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke lapangan9. Seperti halnya penulis mengadakan penelitian dengan cara

6 Zainal Asikin dan Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 118.

7 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet.II, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 16.

8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 29.

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.III, (Jakarta : UI-Press, 1986), hlm.

12.

(9)

5

mewawancarai pengelola toko online TRG computer untuk kepentingan penulisan skripsi ini, dan data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam penulisan ini dipergunakan bahan hukum primer yang terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) serta peraturan lainnya yang berkaitan juga bersifat hukum dan dipergunakan untuk penulisan ini.

a. Bahan hukum sekunder, yaitu merupakan bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat para ahli, buku-buku teks tentang ilmu pengetahuan hukum, jurnal-jurnal hukum, hasil penelitian hukum dan bahan hukum pada situs internet.

b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris dan ensiklopedia.10

3. Metode pengumpulan data

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, peraturan perundang-

10 Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm. 114.

(10)

undangan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum konsumen yang menerima barang elektronik yang cacat dalam transaksi jual beli secara online.

b. Studi lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung dengan cara turun ke lapangan. Perolehan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara mewawancarai pihak pelaku usaha dan pengelola pada usaha dagang toko TRG computer selaku seller pada situs jual beli online.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses untuk menafsirkan, merumuskan, dan memakai suatu data. Analisis data merupakan tindak lanjut proses pengolahan data yang dilakukan peneliti yang dalam pengerjaanya memerlukan kecermatan, ketelitian, dan pencurahan daya pikir yang optimal, sehingga hasil analisis datanya diharapkan mampu memberikan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dalam skiripsi ini. Adapun metode analisis data yang yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah menggunakan metode analitis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karakteristik dari data-data yang sudah terkumpul dan selanjutnya dilakukan pengolahan data dan kemudian disimpulkan.11

11 Bambang Waluyo, Op.Cit., hlm. 77.

(11)

7 BAB II

ISI

A. Proses Jual Beli Barang Elektronik dengan Sistem Online yang Memenuhi Syarat Sah Perjanjian.

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lainnya wajib membayar harga sesuai yang telah dijanjikan. Suatu proses perjanjian jual beli online terlebih dahulu wajib telah memenuhi syarat sah perjanjian yang dilakukan berdasarkan asas konsensualisme (kesepakatan), yang menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari :

1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Suatu perjanjian yang dibuat haruslah berpedoman kepada Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mana perjanjiannya harus dibuat dengan asas kebebasan dalam berkontrak. Perjanjian yang dibuat oleh karena salah pengertian atau kekeliruan (dwaling), paksaan atau pemerasan (dwang), dan penipuan (bedrog), maka dianggap persetujuannya merupakan persetujuan yang cacat dan terhadap perjanjian tersebut dapat dilakukan pembatalan.12

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Subjek yang dianggap memiliki kecakapan untuk memberikan persetujuan ialah orang yang “mampu” melakukan tindakan hukum. Umumnya mereka yang mampu melakukan tindakan hukum ialah orang dewasa yang telah

12 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet.II, (Bandung : Alumni, 1986), hlm.

25.

(12)

berusia 21 tahun atau telah menikah13 (Pasal 330 KUH Perdata) dan waras akal budinya. Bukan orang yang sedang berada di bawah pengampuan wali maupun berada di bawah kuratel (curatele). Jika diteliti, hukum melakukan pemisahan antara yang disebut sebagai “onbekwaan”/tidak cakap dan

“onbevoegd”/tidak berwenang. Yang dimaksud dengan posisi tidak cakap (onbekwaan) ialah setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang tidak sempurna atau tidak sah untuk melakukan perikatan seperti anak dibawah umur dan orang yang berada di bawah pengampuan, sedangkan tidak berwenang (onbevoegd) ialah orang yang pada dasarnya cakap dan sah melakukan perjanjian, akan tetapi dalam hal-hal tertentu tidak dapat melakukan tindakan hukum tanpa persetujuan/pengesahan dari pihak ketiga karena tidak memiliki kewenangan.

3. Suatu hal tertentu

Yang artinya dalam perjanjian harus mengenai pokok atau objek tertentu (bepaalde onderwerp). Karena pada dasarnya objek dalam suatu perjanjian sekurang-kurangnya harus mengenai sesuatu “tertentu”. Jadi objek atau prestasinya harus tertentu, sekurang-kurangnya “jenisnya” dapat ditentukan baik hal itu mengenai benda yang berwujud seperti jual beli ataupun tidak berwujud seperti yang dijumpai dalam persetujuan perburuhan, penjaminan atau pemberian kuasa. Malah objek itu terdiri dari barang yang

“diharapkan” dimasa yang akan datang (Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), selama pokoknya harus mengenai hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

13 Ibid, hlm. 29.

(13)

9

Yang artinya perjanjian itu harus dibuat dan didasarkan kausa/sebab yang diperbolehkan yang mana “isi dan “tujuan” dalam perjanjiannya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan kesusilaan.14 Serta tetap mengandung unsur esensialia, naturalia, dan aksidentalia di dalamnya.

Proses perjanjian jual beli online barang elektronik dilakukan melalui transaksi online dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya yang mana pada tahapannya terdiri dari :

a. calon pembeli memilih website tempat ia akan membeli barang, bentuk website atau bisnis jual beli online yang dapat diakses diantara terdiri dari : 1) Toko online B2C (Business to Consumer)

2) Marketplace C2C (Customer to Customer) 3) Classifieds/Daftar iklan baris

4) Shopping Mall 5) Social Media Shop.15

b. calon pembeli memilih jenis, ketersediaan dan harga barang dengan teliti dengan memperhatikan iklan yang dipaparkan oleh penjual mengenai barang yang hendak ia beli

c. calon pembeli memilih metode pembelian yang hendak ia laksanakan sesuai dengan website bentuk bisnis yang ia pilih baik dengan metode shopping cart, order form, classifields/daftar iklan baris, e-mail, maupun melalui telepon.

d. setelah sepakat mengenai barang dan harganya, calon pembeli harus menyanggupi kontrak baku yang dibuat oleh pembeli yang kemudian

14 Ibid, hlm. 27.

15 Perdagangan elektronik, https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik, diakses pada tanggal 10 Oktober 2018 pukul 00.57 WIB

(14)

kesepakatan mengenai barang tersebut akan dituangkan kedalam kontrak elektronik yang dapat berfungsi ganda sebagai tagihan dan alat bukti pembelian.

e. calon pembeli menunaikan haknya dan merupakan perpanjangan atas kesepakatan yang telah ia buat dengan membayar harga barang baik dengan cara mentransfer melalui bank, kartu kredit, membayar melaui rekening bersama (e-scrow), uang elektronik (e-money), ataupun melalui toko ritel waralaba terdekat yang menyediakan layanan pembayaran yang bersangkutan.16

f. setelah pembayaran dilakukan dan telah dikonfirmasi maka penjual dituntut harus segera melaksanakan kewajibannya untuk mengirimkan barang yang merupakan pemenuhan prestasi dan hak dari pembeli yang didistribusikan melalui kurir pada jasa pengiriman atau pengangkutan karena alasan jarak yang berjauhan antara lokasi penjual dan pembeli.

g. setelah barang dinyatakan telah sampai ke tangan konsumen maka ia diberikan jangka waktu untuk melakukan pengetesan terhadap barang elektronik yang ia beli selama 7 hari (1 minggu).

Pada kegiatan transaksi jual beli secara online dalam praktek sejatinya seringkali terjadi beberapa keadaan dimana tidak semua barang yang sampai kepada konsumen adalah barang dengan kondisi yang sempurna. Contohnya apabila terhadap barang elektronik adalah adanya kecacatan produk elektronik adalah kecacatan pada barang yang tidak sesuai dengan perjanjian dan barang yang ditawarkan tidak sesuai dengan yang ditawarkan pelaku usaha. Kecacatan

16 Panduan Pembelian, https://panduan.bukalapak.com/buyer/4, diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 21.03 WIB.

(15)

11

pada produk dapat terjadi akibat kelalaian seller yang tidak mengecek keadaan barang elektronik sebelum dikirim, akibat proses pengiriman, atau cacatnya murni terjadi karena bawaan barang elektroniknya pada saat diproduksi yang mana barangnya memang tampak seolah-olah telah memenuhi standar akan tetapi pada akhirnya dapat merugikan konsumen dalam penggunaannya yang tidak memenuhi tujuan awal produk tersebut, dan mengakibatkan berkurangnya manfaat pada barang, sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen.

Hal tersebut terjadi karena pada kenyataanya tidak semua barang yang beredar di pasaran memiliki kualitas yang prima. Adakalanya barang-barang yang dipasarkan bahkan tidak memenuhi strandar yang telah ditetapkan, oleh karena itu sebagai pembeli yang pintar, calon pembeli harus memiliki kesadaran untuk selalu teliti dalam memilih dan membeli barang agar tidak timbul penyesalan dikemudian hari.17

B. Bentuk Perlindungan Konsumen Terhadap Pembelian Barang Elektronik yang Cacat secara Online.

Bentuk pemberian perlindungan bagi konsumen yang menerima produk cacat, khususnya pada Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan kompensasi yang dapat berupa ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya yang sejalan dengan Pasal 7 huruf g UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha yang berkewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan

17 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 62.

(16)

yang telah diperjanjikan sebelumnya yang dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian permasalahannya.

Adapun yang dimaksud dengan ganti rugi ialah sesuatu yang diberikan atau diterima sebagai pengganti yang sama nilainya dengan sesuatu yang telah diperjanjikan akibat kerugian, kehilangan atau cedera yang diderita oleh pihak konsumen. Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen pada hakikatnya berfungsi sebagai :

1) Pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar;

2) Pemulihan atas kerugian materiil maupun immateriil yang telah dideritanya, 3) Pemulihan pada keadaan semula.

Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian barang-barang konsumsi ditegaskan sebagai hak pokok konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen, karena hak atas ganti rugi ini bersifat universal disamping hak-hak pokok lainnya dan Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik, mengatur secara khusus yang menekankan bahwa pelaku usaha wajib

memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi.

Adapun usaha yang harus diterapkan dalam bentuk pemberian perlindungan bagi konsumen yang menerima barang cacat guna mendapatkan ganti rugi secara pasti adalah diharapkan adanya proses penyelesaian sengketa yang mudah dan efektif baik itu melalui :

(a) Pengadilan (litigasi) yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan yang mengacu kepada ketentuan peradilan umum di Indonesia.

(17)

13

(b) Diluar pengadilan (non litigasi) yang penyelesaian sengketanya dilakukan di luar pengadilan dan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak terjadinya kembali kerugian yang diderita oleh konsumen (Pasal 47) baik itu melalui cara konsiliasi, mediasi, maupun arbitrase. 18

Serta peran dari BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dalam menyelesaikan masalah dan menegakkan hak-hak konsumen.

C. Pertanggungjawaban Penjual atas Kerugian Pihak Konsumen Akibat Diterimanya Barang Elektronik Yang Cacat Dalam Transaksi Jual Beli Online (Studi Pada UD TRG Computer Bandung).

Pertanggungjawaban adalah sebentuk kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh pelaku usaha, pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk, kecuali apabila dia dapat membuktikan keadaan sebaliknya, bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Kerugian yang diderita oleh seorang pemakai produk yang cacat atau membahayakan, bahkan juga pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab yang mutlak bagi pelaku usaha maupun pembuat produk tersebut sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 19 Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Penerapan tanggung jawab pada produk wajib dilaksanakan secara mutlak.19

18 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta : Transmedia Pustaka, 2008), hlm 76.

19 Ibid, hlm. 70.

(18)

Tanggung jawab terhadap barang elektronik yang cacat merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat dalam kegiatan menjalankan usaha baik bagi produsen maupun penjual/seller. Tanggung jawab ini biasa disebut dengan istilah product liability (tanggung gugat produk).Adapun yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang/badan yang menghasilkan suatu produk (producer/manufacturer), dari orang/badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor assembler) atau mendistribusikan (seller/distributor) produk tersebut.20

Permintaan konsumen agar penjual dapat bertanggung jawab atas kerugian yang ia alami akibat barang elektronik yang cacat tersebut harus dapat dibuktikan terlebih dahulu, yang mana menurut Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang baik, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut.”21

Adapun bentuk pembuktian yang harus dilakukan oleh konsumen untuk meyakinkan bahwa benar kerugian atas barang elektronik cacat yang ia terima adalah karena kelalaian pihak seller yaitu dengan cara :

a. menyampaikan komplain langsung kepada penjual melalui vitur pesan pribadi pada situs jual beli dengan cara menunjukkan kontrak elektronik lalu, memaparkan kondisi barang elektronik yang pada saat ia terima secara jelas

20 Ibid, hlm.36.

21 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1865.

(19)

15

yang dianggap menyalahi kontraknya, dan dapat dikuatkan dengan adanya bukti foto kondisi barang serta bukti foto transfer pembayaran barangnya.

b. menyampaikan komplain melalui perantara agen penjualan khusus pada fitur jual beli dalam bentuk bisnis tertentu, baik melalui fitur komentar ataupun langsung kepada pihak layanan customer service.

Setelah itu, seller wajib mengkonfirmasi bentuk komplain yang disampaikan oleh konsumen dan meminta pengembalian barang untuk dites/dibuktikan kecacatannya.

Apabila kecacatan pada barang elektronik tersebut memang benar terjadi akibat kelalaian dari pihak seller maka dengan serta merta seller akan segera memberikan ganti rugi sesuai dengan permintaan konsumen.22

Menurut ketentuan pada Pasal 19 ayat (2) Undang Undang-Undang Perlindungan konsumen :

“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.23

Adapun bentuk ganti rugi yang wajib diberikan oleh seller yang juga merupakan bentuk pertanggungjawabannya apabila memang terbukti telah lalai sehingga mengakibatkan diterimanya barang elektronik yang cacat oleh konsumen dalam transaksi jual beli online adalah berupa :

(a) Pengembalian barang elektronik cacat tersebut kembali kepada seller yang kemudian akan pihak seller ganti dengan barang elektronik baru yang serupa dan pastikan tidak akan mengalami kecacatan lagi (retur barang)

22 Hasil wawancara dengan Tuan Muhamad Junaedi Tarigan selaku pengelola toko online TRG Computer, pada tanggal 12 Agustus 2018.

23 Undang Undang-Undang Perlindungan konsumen Pasal 19 ayat (2).

(20)

(b) Dikembalikannya barang cacat tersebut kepada seller oleh konsumen dan kemudian akan dikembalikannya uang pembelian barang elektronik yang telah ditransfer sebelumnya kembali kepada konsumen (Refund), dengan kerugian akibat ongkos pengiriman sebelumnya ditanggung oleh pembeli.

(c) Pemberian dana santunan atas kecelakaan akibat barang elektronik cacat yang menyebabkan konsumen mengalami cedera, dengan adanya pembuktian akibat luka fisik yang dialami oleh konsumen. 24

Apabila konsumen dapat membuktikan bahwa dirinya merugi akibat barang elektronik cacat yang dijual oleh seller namun pihak pelaku usaha/seller tetap lalai dan tidak melaksanakan kewajibannya, maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan ketentuan pada Pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen yaitu :

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).25

24 Hasil wawancara dengan Tuan Muhamad Junaedi Tarigan selaku pengelola toko online TRG Computer, pada tanggal 7 Agustus 2018.

25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Op.Cit., Pasal 62 ayat (1) dan (2).

(21)

17 BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses transaksi jual beli barang elektronik online pada dasarnya mewajibkan baik pembeli (debitur) dan penjual (kreditur) haruslah merupakan subjek yang telah cakap hukum dan objek jual belinya haruslah merupakan sesuatu “tertentu” sehingga memenuhi syarat sah perjanjian yang dilaksanakan mulai dari tahap kegiatan pemilihan, pengecekan spesifikasi serta ketersediaan barang, tawar menawar mengenai harga dan biaya pengiriman, kesediaan pembeli untuk mematuhi klausula baku yang ditetapkan penjual, serta pemilihan proses pembayaran dan pengiriman. Setelah pembayaran dilaksanakan oleh pihak pembeli, maka penyerahan harus segela dilaksanakan yang harus melalui tahap pengecekan barang, hal tersebut bertujuan agar apabila nantinya barang elektronik yang diterima ternyata adalah barang elektronik yang kondisinya cacat, maka penjual dapat dimintai pertanggungjawaban dengan alasan barangnya tidak sesuai dengan perjanjian sehingga konsumen dapat menuntut hak-haknya.

2. Bentuk perlindungan konsumen terhadap kerugian akibat diterimanya barang elektronik yang cacat adalah dengan cara pemberian ganti rugi yang dianggap layak yang pelaksanaanya sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai hak-hak konsumen untuk mendapat kompensasi berupa ganti rugi terhadap barang cacat yang

(22)

tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya sehingga tidak sesuai dengan kondisi barang yang diperjanjikan, serta memperoleh perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen yang patut baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.

3. Bentuk pertanggungjawaban dari usaha dagang TRG Computer selaku pihak penjual/seller atas kerugian yang diderita oleh konsumen sebagai akibat dari pembelian barang elektronik dagangannya yang cacat kepada konsumen apabila dapat membuktikan bahwa barang cacat yang terima adalah karena kelalaian pihak seller yaitu dengan cara memberikan ganti rugi berupa pengembalian barang elektronik kepada seller dan kemudian dikembalikannya uang pembayaran kepada konsumen atau penggantian barang elektonik cacat tersebut dengan barang elektronik yang kualitasnya lebih baik, serta pemberian dana perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan akibat kecelakaan yang melibatkan barang cacat tersebut yang wajib dilaksanakan dengan etika yang baik dan penuh tanggung jawab sehingga tidak melanggar hak-hak konsumen. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan bahwa :

1. Proses perjanjian jual beli online pada pelaku usaha dan pembeli diharapkan dapat menjadi kesepakatan yang sah meskipun tidak dilakukan oleh para pihak dengan cara bertatap muka langsung. Dalam aktivitas memberikan informasi mengenai barang elektronik dagangannya, pelaku usaha harus melakukannya secara jujur dan jelas baik barang tersebut dijual

(23)

19

dalam kondisi baru, bekas, maupun barang yang dijual dengan promo/discount. Konsumen juga diharapkan dapat menjadi konsumen yang pintar, bijak, dan teliti ketika melakukan kegiatan belanja secara online, contohnya apabila sebelum melakukan transaksi wajib baginya untuk menanyakan rincian mengenai kualitas barang elektronik yang akan dibeli, dalam upaya meminimalisir timbulnya kerugian. Dalam aktivitasnya yang tidak dilakukan secara langsung tersebut diharapkan bagi konsumen untuk melakukan pemenuhan prestasi sebagimana yang telah di cantumkan pada kontrak elektroniknya dan bagi pelaku usaha diharapkan untuk memelihara, menjaga kualitas, dan menyerahkan barangnya sesuai dengan kondisi yang ia perjanjikan sampai pada saat diterima oleh konsumen.

2. Bentuk perlindungan kosumen yang ada dalam masyarakat di Indonesia yang cenderung lemah dan apatis seharusnya dapat ditegakkan dengan adanya usaha dan juga sikap kritis konsumen mengenai hak-hak dan kemauan untuk memperjuangkan haknya sendiri serta peran serta pemerintah untuk menginformasikan mengenai hak-hak konsumen dan tata cara penyelesaian yang sengketa yang efektif sehingga hak-hak konsumen dapat terjamin dengan baik dan hak-hak konsumen tersebut tidak dieksplotasi oleh pedagang.

3. Bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pihak seller untuk mengganti kerugian yang diderita konsumen seharusnya dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab tanpa adanya tipu muslihat untuk mengelabui konsumen dengan tujuan untuk mendapat keuntungan, karena pada dasarnya merupakan kewajiban pelaku usaha untuk mengganti

(24)

kerugian akibat barang elektroniknya yang cacat karena barang tersebut sebelumnya berada dibawah pemeliharaanya. Pertanggungjawaban pelaku usaha juga pada kenyataan harus dilaksanakan karena seller seharusnya mampu untuk memahami hak-hak konsumen agar dalam menjalankan kegiatan bisnisnya seller memiliki kepercayaan yang baik dari masyarakat sehingga dapat memanjukan kegiatan usahanya dan terhindar dari sanksi hukum.

(25)

21

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku

Asikin, Zainal dan Amirudin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harahap, M.Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan II, Alumni, Bandung.

Lembaga Konsumen Jakarta, 2008, Rambu Konsumen Nomor 6 : Belanja Online, Piramedia, Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2013, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Raharjo, Agus, 2002, Cybercrime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, UI-Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Susanto, Happy, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Transmedia Pustaka, Jakarta.

Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor.

Wahana, 2006, Apa Dan Bagaimana E-Commerce, Andi Publisher, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Indonesia.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(26)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

C. Website

Http : //id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik, diakses pada tanggal 10 Oktober 2018, pukul 21.03 WIB.

Http : //panduan.bukalapak.com/buyer/4, diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 21.03 WIB.

D. Wawancara

Wawancara dengan Tuan Muhamad Junaedi Tarigan, selaku pedagang online (seller) barang elektronik di Toko TRG Computer Bandung yang merupakan anggota ikatan asosiasi perdagangan komputer di Bandung mulai tanggal 27 Juli sampai dengan 20 Agustus 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengurangi masalah mengenai hubungan kesepakatan kerja yang mungkin akan timbul dikemudian hari antara PTPN IV Unit Kebun Ajamu dengan Pekerja maka perlu

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Pada domba betina umur 18 bulan, penciri utama ukuran tubuh diketiga lokasi penelitian berbeda-beda yaitu lebar pangkal ekor di Palu Timur, tinggi pinggul domba di Palu Selatan

Dari data hasil penelitian pada siklus I pertemuan ke 2 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai rata-rata

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

2 Tahun 2012 yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 yang pada intinya menyatakan bahwa perkara tindak pidana ringan yang dilakukan oleh terdakwa dikatakan perbuatan pidana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai