• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKUSI KELOMPOK KE-2 (PERTEMUAN KE-14)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DISKUSI KELOMPOK KE-2 (PERTEMUAN KE-14)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DISKUSI KELOMPOK KE-2 (PERTEMUAN KE-14) KELAS : A

KELOMPOK : 5

NAMA (NIM) : 1. Detriani Viki Puspa A. (H0919034) 2. Ivana Josephin Purnama (H0919054) 3. Riri Putri Wulandari (H0919085) 4. Riska Ayu Kusnaedi (H0919087) 5. Salsabilla Dhia K. (H0919091)

[APLIKASI PENGAWETAN PADA KEJU]

A. Penyebab Kerusakan Produk

Keju Tosela kaya akan nutrisi yang membuat produk ini menjadi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Produk memiliki umur simpan rata- rata selama 3 hari. Kerusakan keju Tosela dapat diketahui melalui perubahan rasa keju yang menjadi sangat asam. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam keju tersebut terdapat overpopulation dari suatu mikroba yang menghasilkan metabolit berupa asam organik (Settanni dkk., 2011).

Keju Cheddar dapat mengalami kerusakan selama penuaan keju dalam penyimpanan. Kerusakan yang mendominasi disebabkan oleh adanya mikroflora sekunder yang berasal dari bakteri asam laktat mesofilik (non-starter Lactic Acid Bacteria/NSLAB).

Mikroba ini berasal dari adanya mikroba termodurik yang dapat bertahan selama pasteurisasi susu sebagai bahan baku pembuatan keju cheddar ataupun berasal dari proses pengolahan yang kurang steril, seperti kontaminasi silang dari alat ke bahan yang diolah.

NLAB biasanya mendominasi keju cheddar setelah 3 bulan proses pematangan keju dengan jumlah sebanyak 107-108 CFU/gram yang menyebabkan off flavor (Lynch dkk., 2014).

Keju Quesillo merupakan keju yang berbahan dasar susu sapi/kambing dan biasanya diolah oleh peternak tanpa melibatkan proses pasteurisasi ataupun penggunaan starter laktat. Oleh karena itu, keju rentan mengalami kerusakan yang dapat diketahui melalui total koliform yang melebihi 3,7 log CFU/g total koliform dan 2,7 log CFU/g faekal koliform.

Koliform bersifat sebagai patogen yang apabila jumlahnya berlebih akan menghambat

(2)

starter laktat/mikroba pembentuk keju lainnya. Apabila tidak terdapat penanganan yang baik, patogen akan merusak organoleptik serta elastisitas, tekstur yang kompak, dan kekerasan menjadi menurun (menjadi lembek) (Oliszewski dkk., 2007).

B. Aplikasi Pengawetan Produk

Aplikasi pengawetan pada keju tosela yang dilakukan oleh Settani dkk. (2011) yaitu dengan menggunakan bakteri asam laktat non-starter. Strain yang ditambahkan dalam pembuatan keju tosela untuk menghasilkan umur simpan panjang adalah Lactobacillus paracasei NdP78 dan Streptococcus macedonicus NdP1 yang dikombinasikan dengan bakteri asam laktat non-starter. Proses pembuatannya yaitu Lactobacillus paracasei NdP78 dan Streptococcus macedonicus NdP1 dimasukan ke dalam 50 L susu sapi yang dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 15 detik. Kemudian sel distandarisasi. Setiap suspensi sel diencerkan dengan perbandingan 1:10 dan hasil pengukuran OD (optical density) pada 600 nm menunjukkan hasil 1,25 yang sesuai dengan konsentrasi 109 cfu/mL.

Pengukuran OD dilakukan dengan menggunakan biofotometer. Sebelum pencampuran, suspensi diencerkan lebih lanjut hingga 107 cfu/mL untuk mendapatkan konsentrasi akhir sekitar 104 cfu/mL dalam susu skim. Percobaan dilakukan sebanyak dua kali pengulangan dan pH diukur setelah 4 hingga 48 jam sejak terbentuknya curd (Settani dkk., 2011).

(3)

Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Keju Tosela dengan Kombinasi Terbaik (Settani dkk., 2011)

(4)

Aplikasi pengawetan pada keju cheddar yang dilakukan oleh Lynch dkk.(2014) yaitu dengan menggunakan strain dari Lactobacillus amylovorus DSM 19280 dan Lactobacillus amylovorus DSM 20531 sebagai strain tambahan dalam produksi keju. Tujuan dari penambahan strain Lactobacillus amylovorus dalam produksi keju cheddar ini yaitu untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap komposisi dan sifat biokimia dari keju cheddar.

Tujuan khusus ditambahkannya Lactobacillus amylovorus sebagai yaitu untuk menyelidiki aktivitas penghambatan strain terhadap Penicillium yang merupakan mikroba pembusuk keju. Strain dari Lactobacillus amylovorus DSM 19280 ini awalnya diisolasi dari sereal sedangkan Lactobacillus amylovorus DSM 20531 diperoleh dari DSMZ (Deutsche Sammlung von Mikroorganismen und Zellkulturen) yang berasal dari Braunschweig, Jerman. Kedua strain Lactobacillus amylovorus ini ditumbuhkan pada media MRS pada suhu 30°C selama 2 hari dalam kondisi anaerob. Kultur starter utama yang digunakan dalam pembuatan keju yaitu Lactobacillus lactis R604 DVS. Adapun proses pembuatan keju cheddar dengan aplikasi penambahan strain Lactobacillus amylovorus diproduksi di bawah kondisi aseptik dari susu pasteurisasi yang dilakukan dengan menggunakan prosedur Milersi, McSweeney, dan Hynes (2008). Proses pembuatan keju diawali dengan melakukan pasteurisasi susu segar yang diperoleh dari peternakan sapi perah Cork, Irlandia. Susu segar tersebut kemudian dipasteurisasi pada suhu 63°C selama 30 menit.

Keju diberi tiga perlakuan yaitu keju yang mengandung starter kontrol saja sebagai sampel keju kontrol, sampel keju dengan penambahan starter Lactobacillus amylovorus DSM 19280, dan sampel keju dengan penambahan starter Lactobacillus amylovorus DSM 20531. Keju diproduksi sebanyak 18 keju pada setiap perlakuan. Strain Lactobacillus amylovorus sebagai kultur tambahan ditanam selama 18 jam kemudian dicuci sekali dalam fosfat buffer saline (PBS) hingga mencapai konsentrasi akhir 105 cfu ml-1 dalam susu sebagai bahan dasar keju. Kultur Lactobacillus amylovorus tersebut kemudian ditambahkan pada susu sebanyak 0,03%. Pembuatan keju dilakukan di bawah laminar pengaliran udara menggunakan peralatan steril. Keju diasinkan dengan cara direndam dalam garam steril (20% NaCl, 0,05% CaCl2.2H2) selama 30 menit pada suhu kamar kemudian dikemas vakum dan dilakukan pematangan dengan suhu 8°C selama 90 hari (Lynch dkk., 2014).

(5)

Gambar 2 Diagram Alir Pembuatan Keju Cheddar dengan Kombinasi Terbaik (Lynch dkk., 2014)

Pada pembuatan keju Quesillo digunakan bakteri asam laktat yang berjenis Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus CRL 423 dan Streptococcus thermophillus CRL 728. Tujuan dari penambahan kultur tersebut untuk mengetahui karakteristik sifat fisikokimia keju Quesillo serta untuk membandingkan umur simpan keju Quesillo ketika dikenai tiga jenis perlakuan. Pada penelitian ini dibagi menjadi 3 jenis perlakuan. Perlakuan pertama yaitu dengan metode tradisional menggunakan susu mentah (TM), perlakuan kedua yaitu eksperimental menggunakan susu pasteurisasi dengan penambahan starter dan

(6)

kemasan tradisional (EM1) serta teknik eksperimental menggunakan susu pasteurisasi dengan penambahan starter dan kemasan vakum (EM2). Dalam setiap proses pembuatan enam puluh liter susu sapi mentah dibagi rata dalam tiga batch untuk digunakan dengan masing-masing metode. Untuk perlakuan TM, susu disimpan semalaman (12 jam) pada suhu 25°C, sedangkan untuk EM1 dan EM2, susu didinginkan hingga 4°C (12 jam) sebelum pasteurisasi dan penambahan starter laktat. Proses pembuatan keju Quesillo pada perlakuan TM diawali dengan penyaringan dan penginkubasian pada suhu kamar (25°C) selama 12 jam hingga keasaman mencapai 25°C (pH 6,1) dengan mempertimbangkan bahwa petani secara tradisional memproduksi produk mereka dengan menginkubasi susu selama 10–13 jam sampai keasaman mencapai 21-28°C (pH 6,0-6,2). Kemudian, susu dipanaskan hingga 37°C sebelum menambahkan 7ml rennet sapi cair per 10 l susu. Dalam 30-40 menit, dadih siap dipotong. Massa ditenggelamkan ke dasar tong selama 140-180 menit sampai mencapai titik elastisitas ideal. Hasil tersebut diperiksa dengan memanaskan alikuot (20 g) dalam air pada 70-75°C sampai protein meleleh untuk mencapai karakteristik peregangan dan elastisitas produk. Kemudian whey dihilangkan 200g bagiannya dengan cara diperas dalam wadah 100-200 ml air pada suhu 70-75°C selama 20-30 detik dilanjutkan meregangkan whey sampai memberikan bentuk memanjang, dan diistirahatkan selama 10 menit. Tahap terakhir keju dikemas dalam kantong plastik biasa dan disimpan pada suhu 4°C. Sedangkan proses pada perlakuan EM1 dan EM2 diawali dengan penyaringan sisa susu dari TM yang disimpan pada suhu 4°C semalaman. Kemudian, susu dipasteurisasi pada suhu 65 °C selama 30 menit sebelum penambahan starter laktat termofilik pada suhu 42 °C. Ketika pH susu susu EM1 dan EM2 sama dengan susu TM, pembuatan dilanjutkan tanpa mengubah parameter lainnya, kecuali penggunaan kemasan vakum dalam batch EM2 (Oliszewski dkk., 2007).

(7)

Gambar 3 Diagram Alir Pembuatan Keju Quesillo dengan Kombinasi Terbaik (Oliszewski dkk., 2007)

(8)

C. Efek Proses Pengawetan terhadap Kualitas Produk

Pada pembuatan keju Tosèla digunakan penambahan bakteri asam laktat. Tujuan dari penambahan bakteri ini adalah menghasilkan asam laktat selama fermentasi gula, yang menghambat sebagian besar mikroorganisme yang tidak diinginkan (patogen dan pembusukan) karena pengasaman lingkungan. Selain itu, beberapa jenis BAL mampu mensekresi beberapa metabolit dengan aktivitas antagonis spesifik dan efek antibakteri seperti senyawa antijamur. Pembuatan keju Tosèla digunakan 6 jenis strain dimana 2 jenis strain diantaranya menunjukkan kapasitas pengasaman yang terlalu rendah, sehingga mereka dikeluarkan dari karakterisasi lebih lanjut. Empat strain NSLAB yang tersisa diselidiki untuk kemampuan pertumbuhannya dalam susu dan produksi senyawa antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan 10 jenis sampel memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun, secara sensoris mayoritas panelis memilih sampel jenis 2-B (Lb. paracasei NdP78 - S. macedonicus NdP1) yang terbaik. Kombinasi bakteri inokulum 2-B dengan kombinasi NSLAB merupakan kombinasi terbaik untuk memproduksi keju Toséla dengan daya umur simpan yang lebih lama pada tingkat skala pabrik dengan susu pasteurisasi. Lb. paracasei NdP78 dan S. macedonicus NdP1 mampu bertahan selama produksi dan penyimpanan dingin keju Tosèla tanpa menyebabkan pengasaman produk yang berlebihan dalam waktu tujuh hari. Inokulum gabungan dari kedua strain NSLAB ini mempengaruhi secara positif karakteristik sensorik dari hasil akhir keju Tosèla.

Selanjutnya penambahan kultur campuran Lb. paracasei NdP78 dan S. macedonicus NdP1 dapat memperpanjang umur simpan keju Tosèla, dalam hal pembatasan perkembangan coliform dan staphylococcus serta Lb. paracasei NdP78 menunjukkan kemampuan anti- Listeria. Setelah penyimpanan 7 hari, keju yang diproses dengan penambahan NSLAB menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah dari potensi pembusukan dan/atau kelompok mikroba patogen (koliform dan stafilokokus positif koagulase). Baik bakteri yang tidak dikenankan ada dalam tubuh manusia yaitu Salmonella spp. maupun L. monocytogenes tidak ditemukan (Settani dkk., 2011).

Keju cheddar yang dibuat dengan penambahan strain L. Amylovorus DSM 19280 dan L. Amylovorus DSM 20531 memiliki kandungan asam amino bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan keju biasanya. Peningkatan kandungan asam amino bebas tersebut

(9)

disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas peptidase pada keju akibat penambahan starter atau disebabkan karena pengurangan pemanfaatan asam amino bebas oleh lactobacillus tambahan. Asam amino bebas dapat memberikan kontribusi senyawa yang mempengaruhi rasa dan aroma keju. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada perbedaan yang signifikan pada profil peptida keju yang dibuat dengan penambahan atau tanpa penambahan starter lactobacillus setelah 90 hari pematangan. Oleh karena itu, penambahan bakteri starter L. Amylovorus DSM 19280 dan L. Amylovorus DSM 20531 tidak memberikan dampak negatif terhadap rasa dan aroma keju sehingga starter tersebut dapat digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan keju cheddar (Lynch dkk., 2014).

Perlakuan yang diterapkan pada pembuatan keju Quesillo yaitu perlakuan tradisional (TM), perlakuan dengan susu pasteurisasi dengan penambahan starter dan kemasan tradisional (EM1), serta perlakuan dengan susu pasteurisasi dengan penambahan starter dan kemasan vakum (EM2). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Oliszewski dkk. (2007) menyatakan bahwa perlakuan susu pasteurisasi dengan penambahan starter dan kemasan vakum (EM2) merupakan perlakuan terbaik untuk pembuatan keju Quesillo ini. Karakteristik keju dengan perlakuan EM2 yaitu jumlah mesofilik di dalam keju dengan perlakuan ini lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan tradisional (TM). Perlakuan EM2 juga tidak mendeteksi adanya faecal coliform dikarenakan pada perlakuan ini EM2 dilakukan penyimpanan susu pada susu 4°C sebelum pemrosesan. Pada perlakuan EM2 yang dikemas dengan menggunakan vakum pada awal penyimpanan hingga penyimpanan akhir memiliki jumlah total coliform yang dapat diterima karena tidak lebih dari 3.7 log cfu g-1. Perlakuan ini jelas lebih baik dibandingkan perlakuan tradisional (TM) yang jumlah coliform yang melebihi batas standar dan perlakuan EM1 yang jumlah coliformnya juga melebihi batas pada penyimpanan hari ke- 11. Pada perlakuan EM2 juga tidak ditemukan adanya Staphylococcus dan Salmonella spp.

Perlakuan dari EM2 juga memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan perlakuan TM dan EM1. Perlakuan EM2 memberikan daya simpan keju hingga lebih dari 50 hari sedangkan pada perlakuan EM1 pada hari ke 20 sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Hal tersebut dikarenakan terdapat perlakuan vakum pada EM2 sehingga kondisi menjadi anaerobik dan mikroba pembusuk keju dan tidak dapat tumbuh (Oliszewski dkk., 2007).

(10)

Sumber:

Lynch, K.M., Agata M.P., Brid B., Aidan C., Emanuelle Z., Ambrose F., Paul L.H.M.S., Deborah M.W., dan Elke K.A. 2014. Application of Lactobacillus amylovorus as an Antifungal Adjunct to Extend the Shelf-Life of Cheddar Cheese. International Dairy Journal. 34: 167- 173.

Oliszewski, R., J.C. Cisint, M. Nunez de K. 2007. Manufacturing Characteristics and SHelf Life of Quesillo an Argentinean Traditional Cheese. Food Control. 18: 736-741.

Settanni, L., Elena F., Agostino C., Pier S.C., dan Elisa P. 2011. Extension of Tosela Cheese Shelf- Life using Non-Starter Lactic Acid Bacteria. Food Microbiology. 28: 883-890.

Link:

https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S0958694613002045?token=25B35C618393539A6F5E 55ACB6CE4F0D89A811808CE2B6639F6656209229FEA44FBB850BD62027F4F84CC CADBA0358B6&originRegion=eu-west-1&originCreation=20211124032953

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0956713506000934 https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0740002010003011

(11)

LAMPIRAN

Gambar 1 Dokumentasi Diskusi Kelompok Ke-2

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Keju Tosela dengan Kombinasi Terbaik  (Settani dkk., 2011)
Gambar 2 Diagram Alir Pembuatan Keju Cheddar dengan Kombinasi Terbaik  (Lynch dkk., 2014)
Gambar 3 Diagram Alir Pembuatan Keju Quesillo dengan Kombinasi Terbaik  (Oliszewski dkk., 2007)
Gambar 1 Dokumentasi Diskusi Kelompok Ke-2

Referensi

Dokumen terkait

digunakan adalah dengan mengamati pengawetan tahu dengan konsentrasi air kelapa hasil fermentasi dan lama penyimpanan yaitu analisis kimia (kadar air, kadar

6) Dengan metode atau cara belajar yang berbeda pada tiap pertemuan, kemudian tempat juga bisa disesuaikan dengan keinginan anggota kelompok, apabila perlu mendatangkan orang yang

Berdasarkan hasil pengamatan yang tercantum pada Tabel 4-9, dapat diamati bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe, maka makin rendah penurunan nilai tekstur pada

Pembelajaran bukan sekadar guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, namun kegiatan pembelajaran harus dapat menciptakan suasana belajar yang membuat siswa

Strategi pembangunan dengan memusatkan perhatian pada akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi sebagai penggerak utama kemajuan dan pendorong kesejahteraan sosial

Penampilan fisik berpengaruh besar bagi kepercayaan diri seseorang (Harter dalam Santrock, 2003) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penamplan fisik dengan

D Tikus yang dicekok Lactobacillus plantarum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21, ditambah cekok EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14.. E Tikus yang dicekok

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Subang Nomor : 11/Pdt.Plw/2017/PN.Sng diucapkan pada tanggal 8 Agustus 2017 dengan di hadiri oleh Kuasa Hukum Terlawan