• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUHARNI. Nomor Stambuk : PROGRAM STUDI ILMU ADMINITRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SUHARNI. Nomor Stambuk : PROGRAM STUDI ILMU ADMINITRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN GOWA

SUHARNI

Nomor Stambuk :105610 4329 11

PROGRAM STUDI ILMU ADMINITRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Suharni

Nomor Stambuk : 105610 4329 11

Program Studi : Ilmu Adminitrasi Negara

Menyatakan bahwa benar telah karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain atau ditulis/diduplikasikan orang lain atau melakukan plagiat, pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia mendapat sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun pencabutan gelar akademik.

Gowa, 20 Juni 2016 Yang Menyatakan,

Suharni

(7)

atas anugerah dan Nikmat kesehatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul“Koordinasi Kepolisian Dengan Pengelola Sekolah Dalam Penanggulangan Kedisiplinan Berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong Kabupaten. Gowa”.

Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir dalam rangka penyelesaian studi sarjana jurusan Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dengan rasa hormat, cinta, kasih sayang Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tuaku Ayahanda safarusni dan Ibunda Husni, atas segala pengorbanan, kasih sayang dan jerih payahnya selama membesarkan dan mendidik Penulis, selalu memberikan motivasi, serta doa yang tak henti-hentinya demi keberhasilan Penulis.

Buat suami, kakak dan adikku dan seluruh keluarga besarku atas bantuannya selama ini baik moral maupun materil, yang selalu menyayangi Penulis, memberikan waktu, dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada:

Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd. selaku rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

1. Bapak Dr. Muchlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

Nuraeni Aksa, SH., MH. selaku Pembimbing II yang selalu membantu dengan sabar dalam perbaikan skripsi ini, memberikan semangat serta saran- saran yang sangat berarti kepada penulis.

4. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Barombong, Bapak H. Adnan, S.Pd., M.Pd.

atas waktu dan kesempatan dalam mengumpulkan data obeservasi dalam skripsi ini

6. Kapolsek kecamatan Barombong, Bapak Haerul Amal beserta jajarannya yang telah memberikan bantuan, meluangkan waktunya dan kerja samanya selama Penulis melakukan penelitian.

Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada Penulis baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam rangka perbaikan skripsi ini, harapan Penulis kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.

Makassar, 20 Juni 2016

SUHARNI vi

(9)

sebagai pembimbing I dan Andi Nuraeni Aksa sebagai pembimbing II

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana koordinasi kepolisian dengan pengelola sekolah dalam penanggulangan kedisiplinan berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa, dan kendala yang dihadapi oleh pihak sekolah dan kepolisian dalam menanggulangi kedisiplinan berlalu lintas oleh siswa di bawah umur di SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa.

Penelitian ini dilaksanakan di Polsek barombong dan SMP Negeri 2 Barombong.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan tipe Penelitian ini adalah tipe fenomenologi. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan narasumber sedangkan data sekunder diperoleh dari perpustakaan, referensi, dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi kepolisian dengan pihak sekolah telah berjalan dengan baik untuk mencegah terjadinya tindakdisiplinan barlalu lintas adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya pihak kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan kecamatan barombong kabupaten gowa yaitu: upaya pre- emtif dengan memberikan penyuluhan di seluruh lapisan masyarakat tentang pencegahan dan dampak dari ketidakpatuhan terhadap peraturan lalu lintas, upaya preventif (pencegahan) yaitu pemasangan rambu-rambu lalu lintas di sepanjang jalan sebagai petunjuk bagi para pengguna jalan demi terciptanya keselamatan, keamanan, ketertiban.

Keyword : koordinasi pihak kepolisian dengan sekolah

v

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara, terutama di negara berkembang. Pengaruh ini berupa lajunya pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi yang juga diikuti dengan perkembangan perekonomian masyarakatnya. Perkembangan perekonomian tersebut secara signifikan juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain. Pada titik inilah, peranan penting transportasi juga akan semakin dirasakan.

Setiap orang dinamis. Hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dinamika hidup, mengharuskan setiap manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Jarak tempat yang akan di tempuh oleh setiap manusia bervariasi sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan suatu wahana atau dengan suatu modal transportasi.

Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dan dalam usaha mencapai tujuan nasioanal berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Peranan tersebut merupakan suatu peranan vital, sehingga dijadikan landasan pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (selanjutnya akan disingkat menjadi UULLDAJ) sebagai

(11)

pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang dipandang tidak relevan lagi bagi masyarakat Indonesia.

Pembangunan yang dilaksanakan Indonesia adalah pembangunan di segala bidang yang merupakan suatu bagian dari proses modernisasi yang menciptakan kesejahteraan dan ketenteraman bagi masyarakat Indonesia.

Pembangunan yang ada saat ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan dan salah satu kekurangan yang paling sering ditemui adalah tingginya tingkat kemacetan pada jam-jam sibuk. Kemacetan merupakan salah satu dampak negatif dari semakin majunya pembangunan khususnya di bidang produksi kendaraan bermotor yang pada gilirannya menyebabkan semakin simpang siurnya lalu lintas jalan raya. Hal ini dikarenakan tidak berbandingnya jumlah kendaraan dengan jumlah ruas jalan yang pada akhirnya akan memungkinkankan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi para pengguna jalan raya.

Salah satu penyebab tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas sendiri terjadi adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal ini pengemudi kendaraan dalam berkendara, misalnya tidak memperhatikan dan menaati peraturan lalu lintas yang sudah ada, tidak memiliki kesiapan mental pada saat mengemudi atau mengemudi dalam kondisi kelelahan, berada dalam pengaruh minuman keras, atau obat-obat terlarang. Kondisi ketidaksiapan pengemudi dalam berkendara memungkinkan terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan raya lainnya. Lengah, mengantuk, kurang terampil, tidak menjaga jarak, melaju terlalu cepat adalah contoh kesalahan pengemudi pada umumnya. Selain penyebab-

(12)

penyebab kecelakaan lalu lintas yang telah diuraikan di atas, terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya juga dipengaruhi oleh faktor usia pengemudi.

Lalu lintas di Indonesia semakin hari semakin maju. Kemajuan ini tidaklah heran karena seirama dengan kemajuan dalam berbagai kehidupan, pertambahan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan pembangunan sektor lainnya seperti pertambahan jumlah penduduk, ruas jalan/volume jalan, pengembangan lingkungan ssperti pertokoan, industry dan pertanian sehingga fungsi lalulintas sangat penting terhadap kehidupan kita, dimana jika terjadi gangguan akan mempengaruhi mobilitas masyarakat yang memiliki kepentingan dan keperluan yang beragam.

Fungsi lalulintas disamakan dengan peredaran darah dalam tubuh kita, kesehatan kita bergantung pada kesempurnaan saluran-saluran darah dalam menjalankan fungsinya, demikian juga halnya dengan lalulintas. Kelancaran lalulintas akan membawa pula kelancaran dalam segala usaha. Keamanan dan kelancaran lalulintas dapat menjamin kesejahteraan bagi rakyat dan negara, sebaliknya lalulintas tidak lancar akan membawa kesukaran bagi masyarakat.

Kurang disiplin dan tidak patuhnya masyarakat pengguna jalan menunjukkan masih kurangnya kesadaran hukum dalam mematuhi peraturan lalulintas, dalam hal ini Achmad Sanusi (1984;229) mengemukakan bahwa

“kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum dengan berbagai kemungkinan korban dan kerugain yang dideritanya, makin rendahnya kesadaran hukum makin banyak pelanggaran dan makin besar pula korbannya”.

Kesadaran hukum merupakan sikap yang perlu ditanamkan kepada seluruh warga negara sebagai rasa tanggung jawab terhadap lancarnya roda pembangunan. Untuk

(13)

mewujudkan masyarakat yang sadar hukum perlu adanya usaha agar hukum tersebut diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Usaha tersebut adalah hal yang mutlak untuk dilaksanakan mengingat adanya kecenderungan perilaku melawan dan melanggar hukum yang semakin mengingat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kesadaran hukum berlalulintas pada usia pelajar sangat menarik untuk dikaji dalam pendidikan kewarganegaraan. Factor menarik tersebut dapat dilihat dari kepatuhan siswa dalam berlalulintas, kedisiplinan siswa dalam mematuhi rambu lalulintas serta sikap toleransi dalam mengemudikan kendaraan di jalan raya dengan sesame pengguna kendaraan dan pejalan kaki.

Berdasarkan hasil observasi atau studi pendahuluan di SMP Negeri 1 Barombong Kab. Gowa dapat diperoleh data dari jumlah seluruh siswa yaitu 264 siswa, yang terdiri dari 15 kelas yakni Kelas V1I 5 kelas VIII 5 kelas dan kelas IX lima kelas, Dari jumah 264 siswa, 194 siswa yang membawa kendaraan bermotor pribadi. Selanjutnya, Selain itu juga 80% kendaraan yang mereka pakai menggunakan knalpot racing (bising suaranya), dan ketikan mengendarai motor mereka tidak menggunakan helm serta berboncengan yang melebihi kapasitas yang seharusnya. Hal ini merupakan masalah yang sangat serius dan menjadi perhatian khususnya penulis yang mencoba untuk mengkaji bagaimana peranan sekolah dalam memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada siswa dalam berlalulintas.

Selain itu menurut Satlantas Polsek Barombong pelanggaran dalam berlalulilintas 70% dilakukan oleh para pelajar (siswa), dalam kurun waktu tahun 2012-2013. Masalah ini harus cepat tanggap untuk meminimalisir agar tidak terjadi pelanggaran lalulintas yang dilakukan oleh para pelajar. Seiring dengan usaha

(14)

pemerintah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, nampaknya tidak bisa disangkal lagi bahwa lembaga pendidikan formal (sekolah) mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendidik para siswa agar mempunyai sikap hormat dan mematuhi kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan pendidikan adalah mempunyai sasaran pada tiga aspek perilaku manusia yaitu aspek kognitif (pengetahuan), epektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Ke tiga aspek tersebut juga yang menjadi sasaran pendidikan hukum seperti apa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1997;39) bahwa untuk mengukur tingkat kesadaran hukum masyarakat dapat dipakai indikator-indikator sebagai berikut; pengetahuan tentang peraturan hukum, pengetahuan tentang isi peraturan hukum, sikap tentang peraturan hukum dan pola perilaku hukum.

Berdasarkan data statistik Unit Laka Lantas Polda Sulawesi selatan pada tahun 2012 tentang Kecelakaan Lalulintas Angkutan Jalan Raya, terjadi peningkatan angka kecelakaan setiap tahunnya. Tercatat dari tahun 2008-2011 terjadi peningkatan yang signifikan, pada tahun 2008 sebanyak 2.003 kasus kecelakaan, tahun 2009 sebanyak 1.675, tahun 2010 4.040, dan pada tahun 2011 tercatat 5.428 kasus kecelakaan yang terjadi di Sulawesi selatan.

Berdasarkan uraian di atas bahwa kesadaran hukum siswa terhadap peraturan lalulintas merupakan salah satu faktor penting dalam menyelenggarakan peraturan lalulintas, untuk itu kedaran hukum perlu ditanamkan kepada seluruh siswa selaku salah satu pengguna jalan raya, sebagai rasa tanggungjawab kepada lancarnya roda pembangunan. Untuk mewujudkan siswa yang sadar hukum maka

(15)

peranan sekolah begitu penting agar mewujudkan pelajar yang memiliki etika berkendara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Fenomena yang ditunjukkan di atas merupakan gambaran ketidakdisiplinan para siswa dalam berkendaraan secara umum di negara ini, tidak terlepas kondisi yang ada pada SMP Negeri 2 Barombong Kecamatan Barobong Kab. Gowa. Olehnya itu dibutuhkan penanggulangan yang lebih mendalam oleh semua pihan, yang tidak hanya dibebankan kepada pihak kepolisian tetapi juga pihak sekolah agar melakukan kerjasama atau koordinasi untuk memberikan pemahaman tentang berkendara dengan baik.

Diantara masalah yang tampak di atas yaitu para siswa yang memakai kendaraan dengan suara yang bising, kecepatan yang melebihi standar, perilaku berkendara, serta berboncengan yang melebihi kapasitas yang seharusnya. Di lingkungan SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa,. Maka dari itu perlu ada langka yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polsek Barombong dan pengelolah sekolah SMP Negeri 2 barombong dalam menanggulangi hal tersebut.

Dari semua uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi melalui proposal penelitian ini dengan mengangkat judul sebagai berikut;

“Koordinasi Kepolisian dengan Pengelola Sekolah dalam Penanggulangan Kedisiplinan Berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong”

(16)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas maka penulis mencoba untuk memfokuskan penelitian dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut ini:

1. Bagaimana Koordinasi Kepolisian dengan Pengelola Sekolah dalam Penanggulangan Kedisiplinan Berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong Kab.

Gowa?

2. Apakah kendala yang di hadapi oleh pihak sekolah dan kepolisian dalam menanggulangi kedisiplinan berlalu lintas oleh siswa di bawah umur di SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui Koordinasi Kepolisian dengan Pengelola Sekolah dalam Penanggulangan Kedisiplinan Berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong Kab.

Gowa.

2. Untuk mengetahui kendala yang di hadapi oleh pihak sekolah dan kepolisian dalam menanggulangi kedisiplinan berlalu lintas oleh siswa di bawah umur di SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut;

1. Hasil penelitan ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

(17)

2. Bagi instansi terkait, dengan penelitian ini dapat diketahui penanggulangan kedisiplinan berlalu lintas di bawah umur.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Koordinasi

1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu (Ndraha, 2003:290) Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja (Ndraha, 2003:290)

Menurut Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology (2003:291) : Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain. Menurut Leonard D. White (dalam Inu Kencana, 2011:33) Koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerrakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang

(19)

cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil.

Koordinasi menurut Awaluddin Djamin dalam Hasibuan (2011:86) diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.

Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien).

Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan- satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kordinasi adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua belah pihak terarah pada

(20)

tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.

2. Bentuk Koordinasi

Menurut Inu Kencana dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemerintahan (2011:35), Bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi Horizontal

Koordinasi Horizontal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang sederajat misalnya antar Muspika Kecamatan (Camat, Kapolsek, Danramil), antar Muspida Kabupaten (Bupati, Danramil, Kapolres), dan Muspida Provinsi (Gubernur, Pangdam, Kapolda).

b. Koordinasi Vertikal

Koordinasi Vertikal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron dari lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga lembaga lain yang derajatnya lebih rendah. Misalnya antar Kepala Unit suatu Instansi kepada Kepala Sub Unit lain diluar mereka, Kepala Bagian (Kabag), suatu Instansi Kepada Kepala Sub Bagian (Kasubag) lain diluar bagian mereka, Kepala Biro suatu Instansi kepada Kepala Sub Biro lain di luar biro mereka.

c. Koordinasi Fungsional

Koordinasi Fungsional adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang memiliki kesamaan

(21)

dalam fungsi pekerjaan misalnya antar sesama para kepala bagian hubungan masyarakat.

Berdasarkan teori di atas maka bentuk koordinasi yang dilakukan antara Polisi Lalu Lintas, Dinas Perhubungan, dan Satuan Polisi Pamong Praja dalam pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung merupakan koordinasi fungsional. Hal ini didasarkan atas kesamaan fungsi atau koordinasinya mempunyai fungsi tertentu.

3. Ciri-ciri Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.

b. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.

c. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process).

Artinya suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

d. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan didalam kelompok,

(22)

bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang berkejasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

e. Konsep kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan daripada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam sebagai kelompok dimana mereka bekerjasama.

f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi memiliki ciri yaitu suatu proses dalam melakukan kerjasama yang merupakan konsep kesatuan tindakan yang dilakukan secara teratur dan tanggung jawab terletak pada pimpinan.

4. Hakikat Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:118-119) pada hakikatnya koordinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

b. Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, dimana setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi.

(23)

c. Koordinasi juga akibat adanya rentang/jenjang pengendalian, dimana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

d. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

e. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini ialah masalah koordinasi.

f. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa koordinasi adalah hasil akhir daripada hubungan kerja (komunikasi).

Pada hakikatnya koordinasi adalah perwujudan daripada kerjasama, saling bantu membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap satuan kerja (unit) dalam melakukan kegiatannya, tergantung atas bantuan dari satuan kerja (unit) lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interpedensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

(24)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat koordinasi adalah perwujudan dari sebuah kerjasama, saling menghargai atau menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab karena adanya prinsip pembagian habis tugas, fungsionalisasi dan akibat adanya rentang atau jenjang pengendalian, di mana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, di mana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

5. Fungsi Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:119-121) menjelaskan fungsi koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan. Dengan kata lain koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan.

b. Untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antara sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen tersebut.

(25)

c. Sebagai usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan yang mengandung makna adanya keterpaduan (integrasi) yang dilakukan secara serasi dan simultan/singkronisasi dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Hal itu sesuai dengan prinsip koordinasi, integrasi, dan singkronisasi.

d. Sebagai faktor dominan dalam kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu dan ditentukan oleh kualitas usaha koordinasi yang dijalankan. Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan secara terus menerus karena tidak hanya masalah teknis semata tetapi tergantung dari sikap, tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik dari pimpinan.

e. Untuk melahirkan jaringan hubungan kerja atau komunikasi. Jaringan hubungan kerja tersebut berbentuk saluran hubungan kerja yang membutuhkan berbagai pusat pengambilan keputusan dalam organisasi.

Hubungan kerja ini perlu dipelihara agar terhindar dari berbagai rintangan yang akan membawa organisasi ke situasi yang tidak berfungsi sehingga tidak berjalan secara efektif dan efisien.

f. Sebagai usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana.

Dalam organisasi yang besar dan kompleks, pertumbuhan organisasi akan menyembabkan penambahan beban kerja, penambahan fungsi- fungsi

(26)

yang harus dilaksanakan dan penambahan jabatan yang perlu dikoordinasikan.Untuk penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas.

g. Karena timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi koordinasi adalah usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana, penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas, melahirkan jaringan hubungan kerja/komunikasi atau dapat dikatakan sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi.

6. Masalah Koordinasi

Sekalipun pada umumnya telah disadari pentingnya koordinasi dalam proses administrasi/manajemen pemerintahan, tetapi kenyataannya dalam praktek tidak jarang ditemukan berbagai masalah yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan koordinasi yang diperlukan, sehingga pencapaian sasaran/tujuan tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Menurut Handayaningrat (1989:129) berbagai faktor yang dapat menghambat tercapainya koordinasi itu adalah sebagai berikut :

a. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural)

(27)

Dalam koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan hambatan disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit kerja) kurang jelas. Disamping itu adanya hubungan dan tata kerja serta prosedur kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan diantara mereka. Sebenarnya hambatan-hambatan yang demikian itu tidak perlu karena antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan ada hubungan komando dalam susunan organisasi yang bersifat hierarkis.

b. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional

Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional baik yang horizontal maupun diagonal disebabkan karena antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan tidak terdapat hubungan hierarkis (garis komando). Sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya kaitan bahkan interdepedensi atas fungsi masing-masing.

Adapun hal-hal yang biasanya menjadi hambatan dalam pelaksanaan koordinasi antara lain :

1) Para pejabat sering kurang menyadari bahwa tugas yang dilaksanakannya hanyalah merupakan sebagian saja dari keseluruhan tugas dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.

2) Para pejabat sering memandang tugasnya sendiri sebagai tugas yang paling penting dibandingkan dengan tugas-tugas lain. Adanya pembagian kerja atau spesialisasi yang berlebihan dalam organisasi.

(28)

3) Kurang jelasnya rumusan tugas atau fungsi, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat atau satuan organisasi.

4) Adanya prosedur dan tata kerja yang kurang jelas dan berbelit-belit dan tidak diketahui oleh semua pihak yang bersangkutan dalam usaha kerjasama.

5) Kurangnya kemampuan dari pimpinan untuk menjalankan koordinasi yang disebabkan oleh kurangnya kecakapan, wewenang dan kewibawaan. Tidak atau kurangnya forum komunikasi diantara para pejabat yang bersangkutan yang dapat dilakukan dengan saling tukar menukar informasi dan diciptakan adanya saling pengertian guna kelancaran pelaksanaan kerjasama.

Berdasarkan uraian di atas, maka hambatan dalam koordinasi antara Polisi Lalu Lintas, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Dinas Perhubungan dalam pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung adalah hambatan koordinasi fungsional, yaitu hambatan yang disebabkan karena tidak terdapat hubungan hierarkis (garis komando), sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya kaitan yaitu pengaturan di bidang lalu lintas.

7. Usaha-Usaha Memecahkan Masalah Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:130), untuk mengatasi masalah-masalah dalam koordinasi yang ditimbulkan oleh hal-hal seperti tersebut di atas, berbagai usaha yang perlu dilakukan secara garis besarnya dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk seperti :

(29)

a. Mengadakan penegasan dan penjelasan mengenai tugas/ fungsi, wewnang tanggung jawab dari masing-masing pejabat/satuan organisasi yang bersangkutan.

b. Menyelesaikan masalah-masalah yang mengakibatkan koordinasi yang kurang baik, seperti sistem dan prosedur kerja yang berbelit-belit, kurangnya kemampuan pimpinan dalam melaksanakan koordinasi.

Mengadakan pertemuan-pertemuan staf sebagai forum untuk tukar menukar informasi, pendapat, pandangan dan untuk menyatukan persepsi bahasa dan tindakan dalam menghadapi masalah-masalah bersama

Dalam usaha untuk mengatasi masalah-masalah koordinasi maka penerapan prinsip fungsionalisasi dalam rangka peningkatan hubungan kerja menuntut berbagai hal seperti :

a. Adanya pelembagaan dimana semua fungsi organisasi tertampung.

b. Adanya pembinaan pelembagaan.

c. Adanya de-personalisasi kepemimpinan, sehingga ketergantungan kepada seorang pejabat tertentu menjadi berkurang.

d. Adanya tata kerja yang jelas.

e. Adanya forum koordinasi yang efektif.

f. Adanya informasi pimpinan yang menyeluruh dan sempurna.

g. Adanya jalur informasi yang bersifat multi arah terbuka (Handayaningrat, 1989:130)

Berdasarkan uraian di atas dengan berpedoman kepada prinsip fungsionalisasi, diharapkan permasalahn koordinasi dapat diselesaikan dengan

(30)

sebaik-baiknya dan dapat dihindarkan kemungkinan timbulnya masalah-masalah, yang apabila tidak dipecahkan akan mengakibatkan berbagai hal yang tidak diinginkan seperti tidak efisien, tumpang tindih, kekaburan, pemborosan, dan sejenisnya.

8. Tujuan Koordinasi

Tujuan Koordinasi menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology (2003:295), yaitu :

a. Menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan, dan kesinambungan, antar berbagai dependen suatu organisasi.

b. Mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tinginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan- kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan.

c. Menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang berbeda-beda, agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja yang lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.

9. Unsur-unsur Koordinasi

Unsur-unsur Koordinasi menurut Inu Kencana (2002:168) adalah sebagai berikut :

a. Pengaturan b. Sinkronisasi c. Kepentingan B

(31)

d. Tujuan Bersama 10. Indikator Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:80), koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui indikator :

a. Komunikasi

b. Ada tidaknya informasi c. Ada tidaknya alur informasi d. Ada tidaknya teknologi informasi e. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

f. Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi g. Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

h. Kompetensi Partisipan

i. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat

j. Ada tidaknya ahli di bidang pembangunan yang terlibat k. Kesepakatan, Komitmen, dan Insentif Koordinasi

l. Ada tidaknya bentuk kesepakatan Ada tidaknya pelaksana kegiatan m. Ada tidaknya sanksi bagi pelnggar kesepakatan

n. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi o. Kontinuitas Perencanaan

p. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek pembangunan q. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan

(32)

11. Manfaat adanya Koordinasi

a. dengan koordinasi dapat dihindarkan adanya kekosongan pengerjaan suatu aktvitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekosongan pengerjaan oleh pejabat-pejabat.

b. dengan koordinasi dapat disadarkan adanya kesadaran di antara pejabat untk kerja saling membantu

c. dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesatuan kebijaksanaan antar pejabat

d. dengan koordinasi ada kesatuan sikap antar pejabat

e. dengan koordinasi dijamin adanya kesatuan tindakan antar pejabat.

Hambatan jika koordinasi tidak dijalankan dengan baik

petugas atau satuan-satuan bertengkar menuntut bidang kerja atau wewenang, yang masing-masing menganggap termasuk dalam lingkungan tugasnya

petugas atau satuan-satuan bertengkar saling melempar tanggungjawab kepada pihak lain karena merasa tidak menjadi tanggungjawab tugasnya.

Pencapaiantujuan tidak berjalan lancar karena suasana organisasi kacau, para pekerja merasa ragu, merasa salaing berbeturan dalam melaksnakan pekerjaan.

(33)

B. Pengelola Sekolah 1. Konsep Sekolah

Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas.

Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat, dan pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap individu bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima.

Tanpa adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai.

Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa : “Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”.

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidang-bidang fungsional) pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif (Handoko 2003 : 195). Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006 : 85) berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan

(34)

pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri. Sedangkan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang dikutip Handayaningrat (2002:55) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry meliputi :

a. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif b. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut.

c. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut

Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi memiliki syarat-syarat yakni :

a. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per bagian.

b. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar bagian, agar saling berlomba.

c. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.

d. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin berseman Selanjutnya koordinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.

(35)

b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer dalam kerangka mencapai sasaran. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Berdasarkan pengertian di atas koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain.

Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih.

Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Jadi dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau organisasi agar mempunyai keselarasan di dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi tersebut. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai suatu tujuan.

1. Tipe-tipe koordinasi

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada

(36)

dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

a) Koordinasi vertikal (Vertical Coordination} adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit- unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

b) Koordinasi horizontal (Horizontal Coordinatiori) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi

dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi) beserta unit-unit yang

fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

(37)

2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi koordinasi

Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi sebagai berikut:

a. Kesatuan Tindakan

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dirncanakan.

b. Komunikasi

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi.

Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti

(38)

berpartisipasi ataupun memberitahukan” Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi.

Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.

Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.

Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai berikut : 1) Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam

suatu lingkungan.

2) Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan.

3) Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.

Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui

(39)

informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada orang tersebut.

c. Pembagian Kerja

Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan.

Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas. Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu

(40)

d. Disiplin

Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Koordinasi ádalah penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin. Rivai (2005:444) menyatakan pengertian disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan normanorma sosial yang berlaku”. Jadi jelasnya bahwa disiplin menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku, apakah itu perorangan atau kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan suatu organisasi.

Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau anggota organisasi dikelola oleh pimpinan. Pimpinan diharapkan mampu menerapkan konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui kesadaran bawahannya. Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu menerapkan konsep disiplin positif pada dirinya sendiri tentu dia juga tidak mungkin mampu menerapkannya pada orang lain termasuk kepada bawahannya.

Dengan demikiam disiplin itu sangat penting artinya dalam proses pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.

(41)

3. Sifat – sifat Koordinasi

Hasibuan (2006:87), bependapat bahwa sifat-sifat koordinasi adalah : a. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.

b. Koordinasi menekankan Pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator dalam rangka mencapai sasaran.

c. Koordinasi meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Asas Koordinasi adalah asas skala (scalar principle= hierarki) artinya koordinasi dilakuakan menurut jenjang – jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan jenjang – jenjang yang berbeda satu sama lain. Asas hierarki ini merupakan setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi bawahan secara langsung. Scalar principle merupakan kekuasaan mengkoordinasi yang harus bekerja melalui suatu proses formal.

4. Tujuan Koordinasi

Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi secara efektif maka ada beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko (2003:197) berpendapat bahwa Adapun manfaat koordinasi antara lain:

a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.

b. Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau pejabat merupakan yang paling penting.

c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam organisasi.

(42)

d. Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam organisasi.

e. Menimbulkan kesadaran diantara para pegawai untuk saling membantu.

Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa koordinasi penting dalam suatu organisasi, yakni:

a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran atau kekosongan pekerjaan.

b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan.

c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.

d. Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu pegawai harus membantu tercapainya tujuan organisasi.

e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang diinginkan.

C. Kedisiplinan Berlalulintas

Tindak pidana kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku yang menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Menurut Saparinah Sadli, perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial.

Dengan demikian kejahatan atau suatu tindak pidana merupakan “ a human and

(43)

social problem” atau masalah kemanusiaan, ia juga merupakan masalah sosial.

Sedangkan kejahatan menurut Reid Herman Mannheim (1973), yang mengatakan bahwa batasan kejahatan tidaklah hanya tindakan melanggar hukum atau undang- undang saja, tetapi juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan “ conduct norms”, yaitu tindakan-tindakan yang bertentangan dengan normanorma yang ada

dalam masyarakat walaupun tindakan itu belum dimasukkan atau diatur dalam undang-undang.

Terhadap masalah kemanusiaan dan masalah yang tertua ini telah banyak usaha-usaha penanggulangan yang dilakukan dalam berbagai cara. Salah satu usaha pencegahan dan pengendalian kejahatan itu ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksi yang berupa pidana. Dalam masalah pencegahan ini W. A Bonger dalam teorinya “Hygimene Kriminil” mengatakan “pencegahan lebih baik

dari penyembuhan”, demikian semboyan dari ilmu kedokteran sejak dahulu kala (abad ke-19). Di sini mengandung maksud bahwa mendidik lebih baik dari mencoba mendidik penjahat menjadi orang baik kembali, karena proses penyembuhan akan memakan waktu yang lama untuk mengembalikan dalam keadaan semula. Selanjutnya Cesare Bonesana Marcuse de Beccaria, seorang tokoh aliran “kriminologi klasik” berkebangsaan Italia juga mengatakan

“pencegahan kejahatan adalah lebih penting dari pada hukuman terhadap kejahatan dan hukuman hanya boleh dilaksanakan sejauh itu membantu mencegah kejahatan”.

Pencegahan kejahatan dapat dibagi kedalam tiga pendekatan, yaitu :

(44)

a. Pendekatan sosial yaitu pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial biasa disebut sebagai Sosial Crime Prevention, segala kegiatannya bertujuan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran.

b. Pendekatan Situasional yaitu pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional biasanya disebut sebagai Situasional Crime Prevention, perhatian utamanya adalah mengurangi kesempatan seseorang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran.

c. Pendekatan Kemasyarakatan yaitu pencegahan kejahatan melalui pendekatan kemasyarakatan disebut sebagai Community Based Prevention, segala langkahnya ditujukan untuk memperbaiki kapasitas masyarakat untuk mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan kapasitas mereka untuk menggunakan kontrol sosial formal.

Masalah pencegahan kejahatan dapat dilakukan dengan 2 teori pencegahan kejahatan yaitu dengan cara tindakan Preventive dan tindakan Represive.

1) Tindakan Prefentive

Tindakan Prefentive adalah tindakan yang dilakukan apabila kejahatan belum terjadi atau tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk pencegahan agar tidak terjadi suatu kejahatan. Tindakan Prefentive juga disebut sistem Non Penal. Sistem non penal adalah pemberian pengarahan, ceramah-ceramah yang sifatnya positif (sifatnya prefentive). Cara Prefentive dapat dilakukan dengan dua obyek sistem pencegahan atau penanggulangan yaitu :

(45)

A) Sistem Abiolisionistik adalah penanggulangan kejahatan dengan menghilangkan faktor-faktor yang menjadi sebab timbulnya kejahatan. Cara ini sangat berhubungan dengan perkembangan studi tentang sebab-sebab kejahatan, yang memerlukan pengembangan teori dan penelitian-penelitian lapangan.

b) Sistem Moralistik adalah penanggulangan kejahatan melalui penerangan

atau penyebarluasan dikalangan masyarakat sarana-sarana untuk memperteguh moral dan mental seseorang agar dapat terhindar dari nafsu ingin berbuat jahat. Sedangkan Abdul Syani dalam tahap pencegahan secara preventive ini dia menggunakan istilah treatment (perlakuan).

Perlakuan yang berdasarkan penerapan hukum ini dapat dibedakan atas dua bagian menurut jenjang berat dan ringan suatu perlakuan, yaitu : Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana yang paling ringan yang diberikan kepada orang yang belum terlanjur melakukan kejahatan.

Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sehingga perlakuan tersebut bisa dianggap sebagai usaha pencegahan.

Perlakuan dengan memberikan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukuman terhadap si pelaku kejahatan.

Dapat disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung tujuan pokok, yaitu pertama sebagai upaya pencegahan atau penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi (atau agar

(46)

pelanggaran tidak lebih besar lagi), dan kedua dimaksudkan agar si pelaku kejahatan di kemudian hari tidak melakukan pelanggaran hukum, baik pelanggaran seperti yang telah dilakukan maupun pelanggaran-pelanggran yang mungkin lebih besar merugikan masyarakat dan pemerintah.

Pencegahan kejahatan sebagai usaha untuk menekan tingkat kejahatan sampai pada tingkat yang minimal sehingga dapat menghindari interfensi polisi, sebenarnya mengandung makna bahwa sebenarnya terdapat kesadaran tentang kejahatan sebagai suatu hal yang tidak pernah dapat dihilangkan dan adanya keterbatasan polisi, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga perlu melibatkan masyarakat banyak untuk tujuan pencegahan kejahatan tersebut.

2) Tindakan Represive

Tindakan Represive mempunyai pengertian merupakan tindakan yang dilakukan apabila kejahatan telah terjadi atau tindakan-tindakan seperti mengadili, menjatuhi hukuman terhadap seseorang yang melakukan kejahatan.

Cara repressive adalah dengan jalan memberikan tindakan : Sistem Penal.

Yang dimaksud dengan sistem penal adalah tahapan penangkapan yang dilanjutkan dengan pemberian hukuman. Abdulsyani dalam sistem penal ini beliau menggunakan istilah Punishment (pengumuman). Yang dimaksudkan dengan penghukuman ini adalah sebagai suatu rangkaian pembalasan atas perbuatan si pelanggar hukum. Penghukuman merupakan tindakan untuk memberikan penderitaan terhadap pelaku kejahatan yang sebanding atau mungkin lebih berat dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan kejahatan

(47)

tersebut, apakah ia berupa hukuman pemenjaraan ataupun hukuman yang bersifat penderaan.

Dalam hal ini W. A. Bonger menyebutkan sebagai politik kriminil karena disini yang memberikan atau yang menjatuhkan hukuman pada seseorang adalah lembaga pemerintahan. Dalam hukum pemidanaan Indonesia sistem penal ini dikenal dengan sistem pemasyarakatan. Dalam hal ini Sahardjo dikutip oleh Soedjono Dirdjosisworo, mengatakan bahwa : Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh narapidana, tetapi juga orang-orang yang menurut Sahardjo telah tersesat diayomi oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup sehingga akan menjadi kalau yang berfaedah di dalam masyarakat Indonesia.

Maksudnya adalah sistem pemasyarakatan terhadap pelaku kejahatan, agar ia benar-benar dapat kembali kepada masyarakat dan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik pula.

2) Pre-emtif

Pre-emtif pencegahan yang dilakukan secara dini melalui kegiatan- kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab, pendorong dan faktor peluang yang biasa disebut sebagai Faktor Korelatif Kriminogen (FKK) dari terjadinya pengguna untuk menciptakan sesuatu kesadaran dan kewaspadaan serta daya tangkap guna terbinanya kondisi perilaku dan norma hidup bebas dari penyalahgunaan narkotika, psykotropika maupun mengkonsumsi minuman keras.

(48)

Bahwa kegiatatan ini pada dasarnya merupakan pembinaan pengembangan lingkungan serta pengembangan sarana dan kegiatan positif.

Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam mengantisipasi segala perbuatan yang dapat merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi dan harmonis. Sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian remaja, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun pengaruh negatif dari sesama pelajar. Maupun antar pelajar dengan pengajar sehingga akan menghindari bahkan menghilangkan peluang pengaruh negatif untuk dapat berkembang dilingkungan pelajar. Mereka telah menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman-minuman keras.

D. Kerangka Fikir

Chung dan Megginson (1981) berpendapat bahwa Koordinasi menurut dapat di definisikan sebagai proses motivasi,memimpin,dan mengomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.Menurut Sutisna koordinasi adalah mempersatukan sumbangan- sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber- sumber lain kea rah tercapainya maksud maksud yang telah di tetapkan

Koordinasi adalah bagian penting diantara anggota-anggota atau unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantung.Semakin banyak pekerjaan individu - individu atau unit - unit yang berlainan tetapi erat hubungannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya masalah – masalah koordinasi

Selain itu koordinasi yang baik akan menjadi tolak ukur keberhasilan SMP Negeri 2 Barombong dan Polsek Barombong dalam upaya menanggulangi

(49)

pelanggaran kedisiplinan berlalu lintas di sector kecamatan barombong, menurut Griffin (2011) mengatakan bahwa karakteristik koordinasi yang baik antar lembaga meliputi: (1). Tujuan koordinasi berjalan dengan baik dan memuaskan semua pihak yang terkait di dalamnya (2). Koordinator sangat proaktif dan stakeholders kooperatif, (3). Tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya. (4) Tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas, (5) Tidak merugikan pihak yang berkoordinasi.

Olehnya itu dibutuhkan koordinasi dari semua pihak dalam upaya penanggulangan melalui cara-cara yang telah terbukti mampu mengatasi persoalan-persoalan sosial di masyarakat khusus mengenai kedisiplinan berlalu lintas . Untuk mengetahui lebih rinci alur penelitian ini, maka penulis mencoba menampilkan kerangka pikir di bawah ini;

Bagan Kerangka Pikir

Koordinasi Kepolisian dengan

Pengelola sekolah

PRE-EMTIF

Kesadaran Berlalu Lintas di SMP Neg.

2 barombong

REPRESIVE PREVENTIF

(50)

E. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian dari kerangka pikir di atas, maka fokus pada penelitian ini adalah mengenai Koordinasi Penanggulangan kedisiplinan berlalu lintas oleh pihak sekolah SMP Negeri 2 barombong dan pihak kepolisian dalam hal ini polsek barombong Kab.Gowa dan Kendala-kendala yang mempengaruhi dalam proses Penanggulangan kedisiplinan berlalu lintas.

F. Definisi Fokus Penelitian

1. Penanggulangan adalah usaha pencegahan dan pengendalian terhadap tindak pelanggaran berlalu lintas di wilayah hukum polsek Barombong dan kewenangan SMP Negeri 2 Barombong.

2. Kedisiplinan berlalu lintas adalah perilaku pengguna jalan di dalam mematuhi peraturan yang ada tanpa melakukan pelanggaran

3. Pre-Emtif adalah pencegahan yang dilakukan secara dini melalui kegiatan- kegiatan edukatif.

4. Preventive adalah tindakan yang dilakukan apabila kejahatan belum terjadi atau tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk pencegahan agar tidak terjadi suatu kejahatan.

(51)

5. Repressive adalah tindakan yang dilakukan apabila kejahatan telah terjadi atau tindakan-tindakan seperti mengadili, menjatuhi hukuman terhadap seseorang yang melakukan kejahatan.

6. Kesadaran masyarakat adalah tindakan masyarakat secara sadar di dalam memahami dan menjalankan norma-norma yang berlaku.

7. Profesionalitas aparat adalah kemampuan aparat dalam menjalankan dan menegakkan hukum terkait dengan kedisiplinan berlalu lintas.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama kurang 2 bulan mulai pada tanggal 15 Juni 2015 – 10 Agustus 2015 Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Barombong Di Kab Gowa, khususnya pada wilayah Polsek Barombong dan SMP Negeri 2 Barombong Kab. Gowa. Penentuan lokasi penelitian ini antara lain karena masih rendanya kesadaran berlalu lintas para pelajar di SMP Negeri 2 Barombong sehingga membutuhkan koordinasi yang baik dengan pihak kepolisian.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu suatu penelitian yang mendeskripsikan tentang ruang lingkup koordinasi pihak kapolsek barombong dengan pengelola sekolah dalam penanggulangan kedisiplinan berlalulintas di SMP Negeri Barombong Kabupaten Gowa.

2. Tipe Penelitian ini adalah tipe fenomenologi dimaksudkan untuk memberi gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan pengalaman yang dialami oleh informan.

C. Sumber Data

Jenis data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

(53)

1. Data primer, yaitu data yang sumbernya diperoleh dari hasil pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Sumber datanya diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung terhadap obyek penelitian.

2. Data sekunder, yaitu data yang sumbernya diperoleh dari perpustakaan, referensi, dokumentasi dan bahan-bahan yang berkaitan dengan variable penelitian. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan cara menelaah secara kritis referensi-referensi.

D. Informan penelitian

Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan koordinasi kepolisian dengan pihak sekolah dalam penanggulangan kedisiplinan berlalulintas bagi pelajar yang ada di SMP Negeri 2 Barombong Kab Gowa, maka dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan. Penentuan informan penelitian terlebih dahulu diidentifikasi para aktor yang terlibat langsung.

Adapun informan pada masing-masing pihak terkait yang berinteraksi adalah sebagai berikut:

Daftar Informan Peneltian

NO Nama Inisial Pekerjaan/ Jabatan Ket

1 H. Adnan, S.Pd., M.Pd HA Kepala Sekolah 1 org

2 Haerul Amal HA Kapolsek Barombong 1 org

3 Suyatno SY Polisi lalu lintas 1 org

4 Suhudi Yasit SY Kasi Humas 1 org

5 Rahmi Mardiana RM Guru BK 1 org

6 Supardi SP Tokoh Masyarakat 1 org

7 Takbir TK Siswa 1 org

Jumlah 7 org

(54)

E. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Pengamatan (observasi)

Pada metode pengamatan ini, peneliti melakukan pengamatan langsung ke lapangan mengenai koordinasi kepolisian dengan pengelolan sekolah dalam penanggulangan kedisiplinan berlalulintas di SMP Negeri 2 Barombong.

2. Wawancara (interview)

Peneliti melakukan wawancara langsung secara mendalam kepada informan-informan yang menjadi obyek dari penelitian ini yaitu pihak kepolisian dalam hal ini Polsek Barombong dan pihak Sekolah dalam hal ini SMP Negeri 2 Barombong.

3. Dokumen

Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data-data dari Kapolsek Barombong, dan SMP Negeri 2 Barombong.

F. Teknis Analisi Data

Dalam peneltian ini, setelah mendapatkan data dibutuhkan, selanjutnya diolah menggunakan teknik analisa data kulaitatif dengan jalan mengabstraksikan secara cermat setiap informasi yang diperoleh. Analisa ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang utuh dan mendalam terhadap interaksi atau konsep-konsep yang akan diteliti.

(55)

Kemudian dalam melakukan analisa, terdapat tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan dan menjadi suatu siklus serta interaksi antara alur yang satu dengan alur yang lainnya yaitu

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, perumusan, atau perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan dimana proses ini berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung.

2. Penyajian data, merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu dan mudah dipahami dan memberikan kemungkinan dilakukannya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, penyajian data ini menuntut seorang peneliti untuk mampu mentransformasikan data kasar menjadi bentuk tulisan.

3. Verifikasi penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari seluruh konfigurasi kegiatan penelitian yang utuh dan dapat dilakukan selama penelitian berlangsung, verifikasi ini mungkin sesingkatnya saja.

Kemudian pemikiran yang kembali melintas dalam pikiran peneliti selama ini adalah menulis dan meninjau ulang catatan-catatan lapangan, dimana memakan waktu dan tenaga yang lebih besar. Analisis data dilakukan berdasrkan pada pendekatan kualitatif yang menitikberatkan pada penelitian yang bersifat deskriptif terhadap data-data yang berasal dari hasil wawancara dan observasi (pengamatan). Dari keabsahan data yang telah didapatkan tersebut maka dilakukan pemeriksanaan dan diverifikasi sesuai dengan keperluan penelitian. Untuk memeriksa keabsahan data dilakukan triangulasi yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data

Gambar

Tabel II
Tabel III
Table II : Usia Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas yang Terjadi di Sektor
Foto : pengambilan data / dokumen dari Polsek Barombong (22/06/2015)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian diatas artinya bahwa setiap karyawan mau bekerja untuk mencapai target dengan baik di perusahaan asalkan adanya pemberian motivasi positif yang sesuai dengan apa

Laporan Tahunan Nasional PUS ini disusun oleh Pengurus Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Untuk Semua (PUS), yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menkokesra RI Nomor

Program waqaf sahabat-sahabat Qatar pada Ramadhan 1437 yang lalu telah pun disalurkan untuk pembinaan bangunan kelas di kompleks pelajar-pelajar perempuan Maahad Imam Syafi’e Kg

74 Tahun 2001 yang menetapkan bahwa suatu zat/senyawa/bahan kimia dengan nilai LD 50 lebih besar dari 15.000 mg/kg bobot badan hewan uji, maka dikategorikan sebagai

Penyelesaian program nonlinier fuzzy adalah dengan menyelesaikan program nonlinier konvensional ekivalen yang selanjutnya diselesaikan dengan menggunakan algoritma

Dari segmentasi ditemukan tiga bunyi yang konvergen, yaitu bunyi lateral [l] pada posisi onset, vokal tinggi depan tidak bulat [i] pada posisi nukleus dan velar nasal [ŋ]

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terbukti adanya hubungan positif antara work engagement dan psychological capital pada

Pemalang Kelas II 158 Nurrochmi Endang Kusrini, A.Ma.. Pemalang