V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Distribusi Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Makassar
Estimasi total beban emisi dilakukan dengan mengambil sampel masing- masing 1 (satu) ruas jalan pada 14 kecamatan yang ada di Kota Makassar, untuk mengetahui jumlah kendaraan per hari pada masing-masing ruas jalan yang diamati. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah kendaraan pada seluruh ruas jalan didominasi oleh jenis kendaraan mobil penumpang dan sepeda motor, sedangkan sisanya adalah jenis kendaraan bus dan truk. Distribusi jumlah kendaraan pada setiap ruas jalan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Distribusi jumlah kendaraan pada setiap ruas jalan di Kota Makassar tahun 2011.
Dari Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah kendaraan tertinggi terdapat pada jalan-jalan arteri seperti jalan Perintis Kemerdekaan (km.10 dan km.18) rata- rata 114 256 dan 112 832 kendaraan/hari, jalan AP. Pettarani (106 192 kendaraan/hari), jalan Urip Sumohardjo (76 688 kendaraan/hari), dan jalan Sultan Alauddin (73 728 kendaraan/hari). Hal ini disebabkan karena ruas jalan tersebut merupakan pintu masuk dari Kabupaten Maros dan Gowa yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Selain itu jumlah kendaran yang cukup tinggi juga dapat ditemui pada jalan-jalan di pusat kota yang merupakan daerah pusat bisnis seperti jalan Veteran Selatan 67 232 kendaraan/hari, dan jalan Sudirman (80 353 kendaraan/hari). Sedangkan jumlah kendaraan terendah terdapat pada
0 20 40 60 80 100 120
Jumlah Kendaraan per hari (unit x 1000)
Ruas Jalan
Bus Truk
Mobil Penumpang Sepeda Motor
jalan kolektor seperti jalan Dr. J. Leimena rata-rata 22 880 kendaraan/hari dan jalan A. Tonro (17 380 kendaraan/hari) yang merupakan kawasan pemukiman.
Hasil selengkapnya untuk ditribusi jumlah kendaraan pada tiap ruas jalan dan kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Distribusi jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan ditampilkan pada Gambar 9 berikut.
Gambar 9. Distribusi jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan di Kota Makassar tahun 2011.
Dari Gambar 9 terlihat bahwa jenis kendaraan yang memiliki persentase tertinggi yaitu sepeda motor (62.4%) dan yang terendah adalah kendaraan bus hanya sekitar 0.3% dari total kendaraan. Kecilnya persentase kendaraan bus dibandingkan kendaraan lain menunjukkan bahwa kendaraan pribadi terutama sepeda motor merupakan pilihan kendaraan yang paling diminati oleh penduduk Kota Makassar. Hal ini dapat disebabkan karena tidak tersedianya moda tranportasi publik yang memadai serta berbagai fasilitas untuk memiliki kendaraan bermotor khususnya sepeda motor yang cukup mudah saat ini.
Kebijakan manajemen tranportasi publik pemerintah Kota Makassar saat ini belum mengarah kepada penyediaan sarana transportasi massal yang mempunyai kapasitas angkut yang besar seperti busway, subway atau monorail tetapi lebih didominasi oleh jenis kendaraan angkutan kota dengan kapasitas angkut yang kecil. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah angkutan kota yang beroperasi yang sering kali menjadi sumber kemacetan.
Jumlah kendaraan berdasarkan bahan bakar yang digunakan didominasi oleh jenis kendaraan berbahan bakar bensin dibanding kendaraaan berbahan bakar
549 792 (62.4%) 320 976
(36.4%)
6736
(0.7%) 3084 (0.3%)
Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk
Bus
solar. Persentase jumlah kendaraan berdasarkan penggunaan bahan bakarnya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Persentase kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar di Kota Makassar tahun 2011.
Gambar 10 menunjukkan bahwa persentase jumlah kendaraan terbesar menggunakan bahan bakar bensin (92%) dibandingkan dengan kendaraan yang berbahan bakar solar (8%). Hal ini sesuai dengan data penjualan bahan bakar di Kota Makassar yaitu untuk premium sebesar 640 kiloliter/hari (79.50%) sedangkan untuk solar sebesar 165 kiloliter/hari (29.50%) (Pertamina, 2008).
5.2 Karakteristik Beban Emisi Kendaraan Bermotor di Kota Makassar Beban emisi saat berkendara adalah beban emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor pada kondisi bergerak dan mesin menyala. Dalam perhitungan beban emisi, dibutuhkan data aktivitas kendaraan yang selanjutnya akan dikalikan dengan faktor emisi yang telah ditetapkan. Estimasi beban emisi dalam penelitian ini menggunakan metode perhitungan dengan pendekatan jarak tempuh kendaraan atau Vehicle Kilometer Trip (VKT). Perhitungan beban emisi pada penelitian ini menggunakan panjang ruas jalan yang dilewati oleh kendaraan dan dianggap sebagai jarak tempuh kendaraan.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa total beban emisi di Kota Makassar untuk parameter CO yaitu sebesar 13 480.40 ton/tahun, NO2 (488.34 ton/tahun), SO2 (178.29 ton/tahun) dan PM10 (89.58 ton/tahun). Persentase nilai emisi berturut-turut untuk masing-masing parameter CO (95%), NO2 (3%), SO2
(1%) dan PM10 (1%). Hal ini disebabkan karena nilai faktor emisi CO mempunyai
806 573 (92%) 74 016
(8%)
Bensin Solar
nilai yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai faktor emisi parameter lainnya untuk semua jenis kendaraan.
Persentase untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Jumlah dan persentase emisi untuk masing-masing parameter polutan di Kota Makassar tahun 2011.
Sedangkan jumlah dan persentase emisi berdasarkan jenis kendaraan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Nilai dan persentase emisi berdasarkan jenis kendaraan di Kota Makassar tahun 2011.
Untuk emisi CO kontribusi terbesar dihasilkan oleh jenis kendaraan mobil penumpang (bensin) dan sepeda motor masing-masing 8865.06 ton/tahun (65.76%) dan 4257.47 ton/tahun (31.58%). Untuk emisi NO2 kontribusi terbesar dihasilkan dari kendaraan mobil penumpang (bensin) sebesar 244.75 ton/tahun
13 480.40 (95%) 488.34
(3%)
178.29
(1%) 89.58
(1%)
CO NO2 SO2 PM10
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
CO NO2 SO2 PM10
4257.47 153.15
6.89
22.21 8865.06
244.75
14.40
46.79 258.25
65.33
113.38
14.40 73.79 18.61
32.28
4.77 25.83
6.51
11.35 1.42
Beban Emisi (ton/tahun)
Parameter
Bus Truk
Mobil Penumpang (Solar) Mobil Penumpang (Bensin) Sepeda Motor
(50.11%) dan sepeda motor 153.15 ton/tahun (31.36%). Meskipun jumlah kendaraan sepeda motor jauh lebih besar (62.4%) dibanding dengan jenis kendaraan mobil penumpang (36.4%), tetapi total beban emisi CO dan NO2 yang dihasilkan lebih kecil karena nilai faktor emisi dari mobil penumpang jauh lebih besar dibanding nilai faktor emisi sepeda motor untuk kedua jenis emisi tersebut.
Pada emisi SO2 memperlihatkan nilai emisi yang berbeda dimana mobil penumpang (solar) dan truk memberikan kontribusi terbesar dibandingkan jenis kendaraan lainnya yaitu sebesar 113.38 ton/tahun (63.56%) dan 32.28 ton/tahun (18.10%), hal ini disebabkan karena kandungan sulfur yang terdapat pada bahan bakar solar, sehingga faktor emisi untuk kedua jenis kendaraan ini pada emisi SO2
lebih tinggi dibandingkan faktor emisi jenis kendaraan lainnya. Selain itu, kandungan Sulfur jenis bahan bakar solar di Indonesia masih cukup tinggi sehingga menghasilkan emisi SO2 yang lebih besar (Soedomo, 2001). Tingkat sulfur yang terkandung dalam solar di Indonesia masih melebihi 500 ppm sehingga alat pengendali emisi berupa konverter katalis tidak dapat digunakan.
Hal ini juga menyebabkan kendaraan diesel yang dijual di Indonesia tidak harus memenuhi standar Euro 2 karena buruknya kualitas solar yang diperdagangkan di Indonesia.
Sedangkan untuk emisi PM10, nilai emisi terbesar dihasilkan oleh mobil penumpang (bensin) dan sepeda motor masing-masing 46.79 ton/tahun (52.23%) dan 22.21 ton/tahun (24.79%), meskipun nilai faktor emisi untuk jenis kendaraan mobil penumpang (bensin) dan sepeda motor lebih kecil dibanding dengan nilai faktor emisi kendaraan lainnya (mobil penumpang solar, bus dan truk). Hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan jenis sepeda motor dan mobil penumpang (bensin) jauh lebih besar dibandingkan jenis kendaraan lainnya yang berbahan bakar solar.
Jumlah dan persentase total emisi berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Beban emisi berdasarkan jenis bahan bakar kendaraan di Kota Makassar tahun 2011.
Dari Gambar 13 menunjukkan emisi CO sebanyak 97.35% (13 122.53 ton/tahun) dihasilkan oleh jenis kendaraan berbahan bakar bensin, dan 2.65%
(357.87 ton/tahun) dihasilkan oleh jenis kendaraan berbahan bakar solar. Untuk emisi NO2, sebanyak 81.48% (397.90 ton/tahun) dihasilkan oleh kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin dan 18.52% (90.45 ton/tahun) dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar. Terlihat bahwa jumlah emisi CO dan NO2
didominasi oleh jenis kendaraan berbahan bakar bensin, hal ini disebabkan karena persentase jumlah kendaraan berbahan bakar bensin jauh lebih besar yaitu sekitar 92% dari total jumlah kendaraan dibanding dengan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang hanya sekitar 8% dari total jumlah kendaraan.
Untuk emisi SO2, kontribusi terbesar dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar sebesar 88.06% (157.01 ton/tahun) sedangkan kendaraan berbahan bakar bensin sebesar 11.94% (21.29 ton/tahun), dan emisi PM10 untuk masing- masing kendaraan berbahan bakar bensin dan solar berturut-turut sebesar 77.01%
(69 ton/tahun) dan 22.98% (20.59 ton/tahun). Hal ini menunjukkan bahwa untuk emisi SO2, kontribusi terbesar dihasilkan oleh jenis kendaraan berbahan bakar solar, sedangkan untuk emisi PM10 sebagian besar dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin.
5.3 Total Beban Emisi pada Masing-masing Ruas Jalan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
CO NO2 SO2 PM10
13 122.53
397.90
21.29
69.00 138.04
90.44
98.13
26.02
Beban Emisi (ton/tahun)
Parameter
Solar Bensin
Berdasarkan hasil perhitungan, beban emisi pada ruas-ruas jalan di Kota Makassar cukup tinggi terutama di jalan arteri yang mempunyai tingkat kepadatan kendaraan yang sangat tinggi karena sering terjadi kemacetan di ruas jalan terutama pada saat peak hour pagi dan sore hari. Kemacetan yang terjadi menyebabkan waktu tempuh kendaraan yang semakin panjang dan kecepatan rata- rata kendaraan semakin menurun, sehingga konsumsi bahan bakar juga akan semakin bertambah atau efisiensi bahan bakar menurun. Tingginya beban emisi juga diakibatkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang melintasi ruas jalan tersebut. Hasil perhitungan beban emisi untuk parameter CO, SO2, NO2 dan PM10 pada setiap ruas jalan di Kota Makassar ditampilkan pada Gambar 14.
Gambar 14. Total beban emisi masing-masing ruas jalan dan wilayah kecamatan di Kota Makassar tahun 2011.
Ruas jalan yang memiliki beban emisi tertinggi untuk masing-masing parameter yaitu jalan Perintis Kemerdekaan, jalan AP. Pettarani dan jalan Urip Sumohardjo yang merupakan jalan arteri primer dan juga merupakan pusat kegiatan bisnis, pendidikan dan perkantoran.
Hasil estimasi beban emisi menunjukkan bahwa nilai beban emisi CO pada ruas jalan di Kota Makassar berkisar antara 89.34 ton/tahun hingga 2871.76 ton/tahun. Nilai emisi CO tertinggi yaitu pada ruas jalan Perintis Kemerdekaan
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Jl. Botolempangan Jl. Veteran Selatan J. A. Tonro Jl. S. Alauddin Jl. Jend. Urip Sumohardjo Jl. Jend. Sudirman Jl. Sulawesi Jl. G. Bawakaraeng Jl. Nusantara Jl. Ir. Sutami Jl. AP. Pettarani Jl. Dr. J. Leimena Jl. P. Kemerdekaan KM.18 Jl. P. Kemerdekaan KM.10
Beban Emisi (ton/tahun)
Ruas jalan
PM10 SO2 NO2 CO
Km.10 dan terendah di ruas jalan A. Tonro. Untuk emisi NO2, beban emisi berkisar antara 3.29 ton/tahun (Jl. A. Tonro) hingga 103.77 ton/tahun (Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10). Tingginya nilai emisi CO dan SO2 sebanding dengan jumlah kendaraan yang melintas yaitu sekitar 114 256 kendaraan/hari (Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10).
Untuk emisi SO2, nilai emisi berkisar antara 1.29 ton/tahun (Jl.Perintis Kemerdekaan Km.10) hingga 37.68 ton/tahun (Jl. A. Tonro). Tngginya nilai emisi SO2 pada ruas jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan tersebut, selain itu ruas jalan ini banyak dileawati oleh kendaraan berat berbahan bakar solar seperti truk dan bus yang memiliki kontribusi terbesar untuk emisi SO2. Sedangkan untuk emisi PM10 berkisar antara 0.61 ton/tahun (Jl. A. Tonro) hingga 19.05 ton/tahun (Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10), dimana kontribusi terbesar untuk emisi PM10 berasal dari jenis kendaraan mobil penumpang (bensin) dan sepeda motor. Hasil selengkapnya untuk ditribusi emisi berdasarkan ruas jalan dan wilayah kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.4 Prioritas Strategi Reduksi Beban Emisi
Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran udara adalah melakukan reduksi beban emisi sampai pada tingkat baku mutu yang ditetapkan.
Analisis prioritas kegiatan reduksi beban emisi dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan dalam menurunkan beban emisi di Kota Makassar. Teknik pengambilan keputusan menggunakan Analitycal Hierarchy Process (AHP). Penentuan alternatif kegiatan dan kriteria dalam rangka mereduksi beban emisi di Kota Makassar yang bersumber dari kendaraan bermotor, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang alternatif dan kriteria terkait kegiatan reduksi beban emisi.
Wawancara dilakukan terhadap lima narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi, Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, KLH Region Sumapapua dan Masyarakat Transportasi Indonesia. Berdasarkan hasil
wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar yang berhasil diidentifkasi adalah:
(1) Rekayasa lalulintas (A-1)
(2) Inspection and Maintenance (A-2) (3) Pengetatan standar emisi (A-3) (4) Pembatasan jumlah kendaraan (A-4) (5) Penggunaan Catalytic Converter (A-5)
(6) Substitusi bahan bakar ramah lingkungan (A-6) (7) Penggunaan transportasi massal (A-7)
(8) Pajak Emisi (A-8) (9) Penataan ruang (A-9)
(10) Pemantauan kualitas udara (A-10)
(11) Sistem penegakan hukum lingkungan (A-11) (12) Peningkatan ruang terbuka hijau (A-12)
Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban emisi adalah: (1) Partisipasi masyarakat (K-1), (2) Kemudahan manajemen (K-2), Biaya (K-3), Efisiensi (K-4) dan Keberlanjutan (K-5). Analisis AHP kegiatan reduksi emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar ditetapkan tiga level. Level pertama adalah tujuan, yaitu kegiatan yang efektif dan efisien untuk mereduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar. Level kedua adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban emisi, dan level ketiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar.
Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu (N(ij)) tentang kepentingan relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan (NG(ij)) dengan menggunakan persamaan geometric mean sebagai berikut:
NG(ij) = �𝑁5 1(𝑖𝑗) 𝑥 𝑁2(𝑖𝑗) 𝑥 … 𝑥 𝑁5(𝑖𝑗) ...
(4)
Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency Ratio (CR) untuk mendapatkan local priority dan global priority.
Elemen yang paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai eigen dan global priority.
Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program Expert Choice 2000, menunjukkan bahwa kriteria keberlanjutan (eigen value 0.521) menjadi kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar dan diikuti oleh kriteria efisiensi (0.227), kemudahan manajemen (0.204), dan terakhir adalah biaya (0.047). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan pada matriks perbandingan, dimana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan strategi reduksi beban emisi. Perbandingan prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar berdasarkan eigen value untuk seluruh kriteria ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Perbandingan prioritas kriteria strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar .
Sedangkan perbandingan alternatif berdasarkan eigen value untuk seluruh prioritas ditunjukkan pada Gambar 16.
Priorities with respect to: reduksi emisi kendaraan bermotor
Gambar 16. Perbandingan prioritas alternatif strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar.
Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level tiga (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua (kriteria) diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar terhadap keempat prioritas yang dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 14.
Berdasarkan data Tabel 14, terlihat bahwa substitusi bahan bakar ramah lingkungan mempunyai nilai yang tertinggi (0.138), karena dari empat kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban emisi, substitusi bahan bakar ramah lingkungan mempunyai dua nilai tertinggi yaitu pada kriteria efisiensi dan keberlanjutan. Pemberlakuan pajak emisi mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.109), disusul penggunaan transportasi massal (0.105), pembatasan jumlah kendaraan (0.089), penggunaan catalytic converter (0.087), pemantauan kualitas udara (0.084), penataan ruang (0.082), sistem penegakan hukum lingkungan (0.080), peningkatan ruang terbuka hijau (0.077), pengetatan standar emisi (0.055), rekayasa lalulintas (0.052), dan terakhir inspection and maintenance (0.043).
Tabel 14. Prioritas lokal dan global strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar.
KRITERIA
Prioritas
Global %
K-1 K-2 K-3 K-4
Bobot Kriteria 0.204 0.047 0.227 0.521
Rekayasa Lalulintas 0.127 0.142 0.033 0.022 0.052 5.2 Inspection & Maintenance 0.020 0.024 0.042 0.055 0.043 4.3 Pengetatan Standar Emisi 0.052 0.121 0.062 0.046 0.055 5.5 Pembatasan Jumlah Kendaraan 0.127 0.206 0.154 0.035 0.089 8.9 Penggunaan Catalytic Converter 0.175 0.078 0.088 0.053 0.087 8.7 Substitusi Bahan Bakar Ramah -
Lingkungan 0.046 0.062 0.172 0.166 0.138 13.8
Penggunaan Transportasi Massal 0.030 0.024 0.153 0.121 0.105 10.5
Pajak Emisi 0.073 0.162 0.105 0.119 0.109 10.9
Penataan Ruang 0.020 0.024 0.027 0.136 0.082 8.2
Pemantauan Kualitas Udara 0.172 0.073 0.052 0.065 0.084 8.4 Sistem Penegakan Hukum -
Lingkungan 0.057 0.049 0.086 0.090 0.080 8.0
Peningkatan RTH 0.101 0.034 0.027 0.092 0.077 7.7
Substitusi bahan bakar ramah lingkungan sejalan dengan program yang telah dicanangkan pemerintah yaitu konversi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Di Asia, beberapa negara yang sudah menerapkan konversi BBM ke BBG adalah Thailand, China, Jepang dan Malaysia. Malaysia mengawali pemakaian Compressed Natural Gas (CNG) untuk 2000 unit kendaraan pada tahun 1992, hasilnya pada tahun 2009 telah dikonversi sebanyak 42 617 kendaraan. Cina memulai konversi pada tahun 1998 dan sampai saat ini telah mengkonversi 450 ribu kendaraan menggunakan CNG dan 143 ribu kendaraan menggunakan Liquified Gas for Vehicles (LGV). Adapun Thailand mulai mengkonversi BBM pada tahun 2001 dan saat ini telah mengkonversi sekitar 473 ribu kendaraan yang menggunakan LGV dan 218 ribu kendaraan menggunakan CNG. Jepang sejak 1998 hingga 2012 telah menerapkan konversi terhadap 288 ribu kendaraan. Indonesia menargetkan untuk mengkonversi 250 ribu kendaraan menggunakan LGV dan 46 ribu kendaraan menggunakan CNG.
Kendala utama yang dihadapi pemerintah yaitu keterbatasan produksi alat konversi BBM ke BBG (converter kit) yang diperkirakan hingga tahun 2014 hanya mampu memproduksi sekitar 250 ribu unit converter kit (Pertamina, 2003).
CNG adalah alternatif bahan bakar cair yang telah digunakan di Indonesia khususnya di Jakarta yang telah diujicobakan secara terbatas pada kendaraan umum dengan frekuensi perjalanan yang tinggi seperti taksi dan bus. Pemakaian CNG yang lebih luas terhambat oleh masalah pasokan karena jumlah stasiun pengisian bahan bakar masih belum memadai. Menurut Ribeiro (2007) CNG menjadi populer karena karakteristik emisinya yang lebih baik, namun pada kendaraan modern yang memiliki alat pengolahan gas buangan, besarnya emisi non CO2 dari mesin bensin hampir sama dengan CNG sehingga CNG kehilangan keunggulan emisinya dalam hal polutan lokal namun CNG memproduksi lebih sedikit CO2.
Di Kota Makassar saat ini belum terdapat stasiun pengisian BBG sehingga penerapan konversi BBG belum dapat terlaksana. Hal ini membutuhkan komitmen Pemerintah Daerah, sektor swasta dan stakeholder yang terkait sehingga program ini dapat segera diterapkan. Konversi BBM ke BBG juga sesuai
dengan hasil kajian BPPT (2009) bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar adalah penggunaan bahan bakar yang lebih bersih yang mendukung penerapan teknologi kendaraan yang lebih maju.
Penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan mendesak diterapkan di Kota Makassar saat ini karena kebijakan command and control yang diterapkan saat ini dalam bentuk penerapan standar emisi gas buang kendaraan belum dapat dijalankan secara efektif karena keterbatasan biaya dari pemerintah dalam melakukan pengecekan emisi kendaraan bermotor secara rutin. Upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Makassar adalah kebijakan pembatasan kendaraan berat (truk dan bus) untuk memasuki wilayah tertentu pada jam tertentu. Namun tujuan kebijakan tersebut hanya untuk mengurangi tingkat kemacetan pada jam dan wilayah tertentu sehinga tidak memiliki dampak yang signifikan pada reduksi emisi total dari kendaraan bermotor di Makassar.
Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi beban emisi ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17. Struktur AHP pemilihan strategi reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar.
Permasalahan lain yang cukup urgen saat ini di Kota Makassar yaitu tidak tersedianya alternatif transportasi massal yang memadai sehingga memicu meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi yang berkaitan erat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Fullerton & Gan (2005), menyatakan bahwa demand masyarakat terhadap jenis kendaraan sangat tergantung pada pendapatan masyarakat. Hal ini terbukti dengan kontribusi sepeda motor mencapai 50 persen dari total populasi kendaraan di Makassar. Meningkatnya jenis kendaraan tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan mobilitas masyarakat sangat tinggi dan tidak terlayani oleh sistem transportasi publik di Makassar.
5.5 Pemodelan Sistem Pengendalian Emisi kendaraan Bermotor di Kota Makassar.
Keterangan:
RLL : Rekayasa Lalulintas PTM : Penggunaan Transportasi Massal IM : Inpection & Maintenance PE : Pajak Emisi
PSE : Pengetatan Standar Emisi PR : Penataan Ruang PJK : Pembatasan Jumlah Kendaraan PKU : Pemantauan Kualitas Udara PCC : Penggunaan Catalytic Converter SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan SBB : Substitusi Bahan Bakar PRTH : Peningkatan Ruang Terbuka Hijau
ALTERNATIF TUJUAN
KRITERIA
Reduksi Beban Emisi Kendaraan Bermotor Kota Makassar
Kemudahan Manajemen 0.204
Keberlanjutan 0.521 Efisiensi
0.227 Biaya
0.047
RLL 0.052
IM 0.043
PSE 0.055
PJK 0.089
PCC 0.087
SBB 0.138
PTM 0.105
PE 0.109
PR 0.082
PKU 0.084
SPHL 0.080
PRTH 0.070
Menurut Hartrisari (2007), pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Model dapat dipakai untuk mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan dan pengembangan perencanaan sehingga dapat dirumuskan skenario ke depan atau alternatif kebijakan yang lebih baik, selain itu model bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman terhadap perilaku sistem nyata yang kompleks (Purnomo, 2005).
Model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar disusun oleh beberapa sub-sub model, yaitu sub-model emisi (lingkungan), sub-model dampak pencemaran (sosial-ekonomi). Kedua sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
5.5.1 Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem.
Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders). Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda- beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Pada tahap ini, kebutuhan dari masing-masing pelaku diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan dalam pemahaman sistem yang dikaji. Bila pelaku merasa bahwa mekanisme sistem tidak dapat mengakomodasi kebutuhannya, maka pelaku sebagai komponen sistem tidak akan menjalankan fungsi secara optimal sehingga mengakibatkan kinerja sistem terganggu dan sebaliknya (Hartrisari, 2007).
Analisis kebutuhan sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat dalam sistem tersebut. Stakeholder yang terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar serta kebutuhan masing-masing stakeholders dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
No Stakeholders Kebutuhan
1 BLHD Kota Makassar
1) Lingkungan tidak tercemar
2) Kualitas udara memenuhi baku mutu
3) Ketaatan dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor.
4) Strategi pengendalian pencemaran yang efektif dan berkelanjutan.
5) Penegakan hukum lingkungan
2 Dinas Perhubungan Kota Makassar
1) Manajemen transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
2) Emisi kendaraan memenuhi baku mutu 3) Peningkatan sarana dan prasarana transportasi
4) Peningkatan pendapatan daerah dari sektor transportasi
3
Dinas Pertambangan dan Energi Kota Makassar
1) Manajemen energi
2) Bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan 3) Efisiensi penggunaan bahan bakar
4) Peningkatan pendapatan daerah dari sektor pertambangan dan energi.
3 Dispenda Kota Makassar
1) Efektitifitas dan efisiensi pelayanan penerimaan pajak kendaraan 2) Peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan
bermotor.
4 Bappeda Kota Makassar
1) Manajemen transportasi yang terpadu dengan tata ruang 2) Lingkungan kota yang bersih dan sehat
5 Polantas
1) Ketertiban dan keamanan lalu lintas 2) Tidak terjadi kemacetan lalu lintas 3) Pembatasan jumlah kendaraan
6 Pelaku Usaha
1) Peningkatan jumlah produksi kendaraan bermotor
2) Manajemen pengelolaan lingkungan yang mudah dan murah 3) Teknologi pengendalian pencemaran yang efektif dan efisien 4) Daya saing kompetitif, dan iklim usaha yang kondusif 5) Peningkatan keuntungan usaha dari penjualan kendaraan
7 Pertamina
1) Peningkatan kualitas bahan bakar 2) Produk bahan bakar ramah lingkungan 3) Peningkatan kapasitas produksi bahan bakar 4) Peningkatan pendapatan dari penjualan bahan bakar
8 Masyarakat
1) Akses transportasi publik yang memadai
2) Kepemilikan kendaraan yang mudah dan terjangkau 3) Kualitas udara yang sehat
4) Bahan bakar kendaraan yang murah dan ramah lingkungan 5) Tidak terjadi kemacetan lalu lintas
9 LSM
1) Lingkungan yang bersih dan sehat 2) Tidak ada konflik sosial
3) Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pencemaran udara.
4) Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat
10 Akademisi
1) Peningkatan kualitas lingkungan melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat.
2) Kajian pengelolaan transportasi yang ramah lingkungan
3) Peningkatan teknologi untuk mereduksi emisi kendaraan bermotor.
5.5.2 Formulasi Masalah
Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar stakeholders dalam sistem, maka permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar adalah:
1. Kebutuhan masyarakat terhadap akses transportasi yang memadai, memicu peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang begitu pesat dari tahun ke tahun akibat belum tersedianya akses transportasi massal yang memadai.
2. Kebutuhan pelaku usaha terhadap peningkatan produksi kendaraan bermotor untuk memperoleh keuntungan serta tidak adanya kebijakan pembatasan produksi kendaraan bermotor juga memicu peningkatan jumlah kendaraan bermotor sehingga menyebabkan kemacetan yang berpotensi menimbulkan pencemaran.
3. Kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar ramah lingkungan yang masih sangat terbatas memicu penggunaan bahan bakar fosil yang telah terbukti mencemari lingkungan.
4. Lemahnya penegakan hukum dalam upaya memenuhi baku mutu emisi yang telah ditetapkan sangat berpotensi menimbulkan pencemaran.
5. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran kendaraan bermotor menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran.
6. Belum ada strategi yang efektif dalam upaya pengendalian pencemaran.
7. Sarana dan prasarana yang kurang memadai untuk mendeteksi pencemaran.
8. Lemahnya koordinasi antar sektor/dinas terkait.
5.5.3 Identifikasi Sistem
Diagram lingkar sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal relationship) ke dalam bahasa gambar tertentu.
Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga membentuk sebuah diagram sebab akibat. Pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Hubungan digambarkan dengan tanda positif (+) atau negatif (-). Diagram sebab akibat sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar, ditunjukkan pada Gambar 18.
Populasi
Pengendalian Pencemaran
Jumlah Kendaraan Beban Emisi
Konsentrasi
Ambien Pencemaran
Udara
Kualitas Lingkungan
Penyakit ISPA
Biaya Kesehatan
Produktif itas
Pendapatan Masyarakat +
+ +
+
+ +
-
- +
+ +
-
-
+ -
-
Gambar 18. Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
Peningkatan beban emisi kendaraan bermotor akan menurunkan kualitas udara yang berdampak tidak hanya pada aspek ekologi dan ekonomi, tetapi juga pada aspek estetika dan kesehatan manusia. Pencemaran udara bersifat kompleks dimana tingkat pencemaran berubah terhadaap waktu (dinamis) dan terkait dengan banyak pemangku kepentingan (multistakeholder). Oleh karena itu, dalam melakukan analisis sistem pengendalian pencemaran membutuhkan beberapa informasi yang dapat digolongkan menjadi beberapa variabel, yaitu variabel input, variabel output dan parameter yang membatasi susunan sistem.
Diagram input output yang sering disebut diagram kotak gelap (black box) menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi masalah. Pada Gambar 19 diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
+
INPUT LINGKUNGAN
• UU No. 32 Tahun 2009
• PP No. 41 Tahun 1999
• SK Gubernur Sulsel No. 14 tahun 2003
INPUT TAK TERKENDALI
• Partisipasi masyarakat
• Cuaca
OUTPUT YG DIKEHENDAKI
• Partisipasi masyarakat meningkat
• Beban emisi menurun
• Kualitas udara memenuhi baku mutu
• Kesehatan tidak terganggu
Gambar 19. Diagram Input-Output model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor.
Variabel input model terdiri dari input lingkungan (input tidak langsung) serta input terkendali dan tak terkendali (input langsung). Input lingkungan merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan. Input ini berada di luar batasan sistem sehingga sering disebut sebagai input lingkungan. Input lingkungan pada model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar adalah kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kinerja sistem walaupun tidak secara langsung. Kebijakan pemerintah yang dimaksud antara lain UU No. 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup, PP No. 41 Tahun 1999 tentang baku mutu emisi kendaraan bermotor dan SK Gubernur Sulsel No. 14 Tahun 2003 tentang baku mutu udara ambien dan kebisingan.
Input terkendali dan input tak terkendali merupakan input langsung yang mempengaruhi kinerja sistem secara langsung. Input yang terkendali (controlled input) adalah input yang secara langsung mempengaruhi kinerja sistem dan
bersifat dapat dikendalikan, sedangkan input tak terkendali (uncontrolled input) merupakan input yang diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dikendalikan. Jumlah kendaraan serta sarana dan prasarana transportasi merupakan input terkendali karena pemerintah dapat membuat kebijakan untuk mengendalikan produksi jumlah kendaraan begitu pula dengan jumlah sarana dan prasarana transportasi.
Partisipasi masyarakat dan cuaca merupakan input yang tidak dapat dikendalikan, namun berpengaruh bagi pencapaian tujuan sistem. Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk berpartisipasi mengendalikan pencemaran emisi kendaraan bermotor misalnya melalui penggunaan transportasi massal, penghematan BBM, atau penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan akan membawa pengaruh negatif bagi output atau kinerja sistem secara langsung.
Rendahnya pasrtisipasi masyarakat akan meningkatkan output yang tidak diinginkan, sehingga memerlukan tindak lanjut melalui umpan balik manajemen pengendalian emisi kendaraan agar menghasilkan output yang diinginkan.
Pengendalian merupakan proses pengaturan terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan output yang dikehendaki (Hartrisari, 2007).
5.5.4 Sub-Model Emisi (Lingkungan)
Sub-model emisi (lingkungan) dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui keterkaitan dan pengaruh variabel-variabel lingkungan seperti jumlah kendaraan, vehicle kilometer trip, beban emisi dan konsentrasi udara ambien terhadap perilaku dan kecenderungan sistem. Keterkaitan dan pengaruh variabel- variabel lingkungan tersebut terhadap sistem, disajikan dalam diagram sebab akibat seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
Total Jumlah Kendaraan
Total Beban Emisi
Konsentrasi Udara Ambien Faktor Emisi
Vehicle Kilometer Trip Jumlah Kendaraan
Sepeda Motor
Jumlah Kendaraan Bis
Jumlah Kendaraan Truk Jumlah Kendaraan
Mobil Penumpang
Kapasitas Jalan Laju Pertumbuhan
Kendaraan
+ +
+
+ +
+ +
+ +
+
+ +
+
Luas Lahan -
Curah Hujan -
Gambar 20. Diagram sub-model emisi (lingkungan) pengendalian pencemaran emisi kendaraan di Kota Makassar.
Berdasarkan diagram sub-model emisi (lingkungan), diketahui bahwa total beban emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar merupakan akumulasi dari beban emisi berbagai jenis kendaraan antara lain kendaraan sepeda motor motor, mobil penumpang, truk dan bus. Peningkatan konsentrasi udara ambien sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kendaraan, beban emisi, vehicle kilometer trip (VKT) kendaraan yang dalam penelitian diwakili oleh panjang ruas jalan dan kondisi cuaca yang diwakili oleh musim kemarau dan musim hujan, terkait pencucian polutan di atmosfir.
Secara keseluruhan total beban emisi kendaraan bermotor yang dihasilkan dari berbagai jenis kendaraan akan sangat mempengaruhi konsentrasi udara ambien di Kota Makassar. Peningkatan jumlah kendaraan model dibatasi oleh rasio antara kapasitas jalan dan volume kendaraan serta total luas lahan untuk penambahan jalan. Diagram stock-flow sub-model lingkungan dalam sistem pengendalian emisi kendaraan di Kota Makassar dapat dilihat pada Gambar 21.
Emisi Konsentrasi Ambien
LAJU_BUS
LAJU_TRUK
E_NO2_TRUK E_NO2_BUS
E_SO2_MPB
E_SO2_TRUK E_SO2_MPS
E_SO2_BUS
E_CO_MPB E_CO_MPS
E_CO_MTR
E_CO_TRUK
E_PM10_MPS E_PM10_MPB
E_PM10_MTR LAJU_MPB
E_PM10_TRUK E_NO2_MTR
E_SO2_MTR
E_NO2_MTR E_NO2_MPB
E_PM10_MPB
E_SO2_MPB
E_CO_BUS
E_NO2_BUS
E_PM10_BUS
E_SO2_BUS
E_CO_TRUK
E_PM10_TRUK
E_CO_BUS E_CO_MPS
E_SO2_MPS E_PM10_MPS LAJU_MPS
E_NO2_MPS
E_NO2_MPS E_NO2_MPB E_CO_MTR
SDEV_Z SDEV_Y
SDEV_Z1 SDEV_Y1
SDEV_Y2 SDEV_Z2
SDEV_Y3 SDEV_Z3 E_SO2_MTR
TOT_E_PM10 TOT_E_NO2
E_NO2_TRUK E_CO_MPB
VKT_MTR4
VKT_MTR_3 VKT_MPB_1
VKT_MPB_2
VKT_MPB_3 VKT_MPB_4
VKT_MPS_1 VKT_MPS_2
VKT_MPS_4
VKT_MPS_3
VKT_BUS_1 VKT_BUS_2
VKT_BUS_4
VKT_BUS_3
VKT_TRUK_1 VKT_TRUK_2
VKT_TRUK_4
VKT_TRUK_3
VKT_MTR_1
VKT_MTR_2
E_SO2_TRUK
KEC_ANGIN
KEC_ANGIN3 KEC_ANGIN1 LAJU_MTR JMLH_MTRE_PM10_MTR
JMLH_MPB
JMLH_MPS
JMLH_BUS FE_CO_MTR
FE_CO_MPB
FE_CO_MPS FE_CO_BUS
FE_NO2_MTR FE_NO2_MPB
FE_NO2_MPS
FE_NO2_BUS
FE_NO2_TRUK
FE_SO2_MTR FE_SO2_MPB
FE_SO2_MPS FE_SO2_BUS
FE_SO2_TRUK
FR_MTR FR_MPB
FR_MPS
FR_BUS
FR_TRUK
FE_PM10_MTR FE_PM10_MPB
FE_PM10_MPS FE_PM10_BUS
FE_PM10_TRUK
BM_CO BM_NO2
BM_SO2
BM_PM10
FAKTOR_CR_HUJAN
FE_CO_TRUK
JMLH_TRUK
FAKTOR_CR_HUJAN_1 TOT_E_SO2
KONS_SO2 KONS_NO2
TOT_E_CO
KEC_ANGIN2
FAKTOR_CR_HUJAN_2
E_PM10_BUS
FAKTOR_CR_HUJAN_3 KONS_CO
KONS_PM10
Gambar 21. Diagram stock-flow sub-model emisi (lingkungan) Keterangan:
BM_CO = baku mutu CO
BM_NO2 = baku mutu NO2
BM_PM10 = baku mutu PM10
BM_SO2 = baku mutu SO2
E_CO_MTR = emisi CO kendaraan motor
E_CO_MPB = emisi CO kendaraan mobil penumpang bensin E_CO_MPS = emisi CO kendaraan mobil penumpang solar E_CO_BIS = emisi CO kendaraan bis
E_CO_TRUK = emisi CO kendaraan truk E_NO2_MTR = emisi NO2 kendaraan motor
E_NO2_MPB = emisi NO2 kendaraan mobil penumpang bensin E_NO2_MPS = emisi NO2 kendaraan mobil penumpang solar E_NO2_BIS = emisi NO2 kendaraan bis
E_NO2_TRUK = emisi NO2 kendaraan truk E_PM10_MTR = emisi PM10 kendaraan motor
E_PM10_MPB = emisi PM10 kendaraan mobil penumpang bensin E_PM10_MPS = emisi PM10 kendaraan mobil penumpang solar E_PM10_BIS = emisi PM10 kendaraan bis
E_PM10_TRUK = emisi PM10 kendaraan truk E_SO2_MTR = emisi SO2 kendaraan motor
E_SO2_MPB = emisi SO2 kendaraan mobil penumpang bensin E_SO2_MPS = emisi SO2 kendaraan mobil penumpang solar
E_SO2_BIS = emisi SO2 kendaraan bis E_SO2_TRUK = emisi SO2 kendaraan truk FAKTOR_CR_HJN = faktor curah hujan
FE_CO_MTR = faktor emisi CO kendaraan motor
FE_CO_MPB = faktor emisi CO kendaraan mobil penumpang bensin FE_CO_MPS = faktor emisi CO kendaraan mobil penumpang solar FE_CO_BIS = faktor emisi CO kendaraan bis
FE_CO_TRUK = faktor emisi CO kendaraan truk FE_NO2_MTR = faktor emisi NO2 kendaraan motor
FE_NO2_MPB = faktor emisi NO2 kendaraan mobil penumpang bensin FE_NO2_MPS = faktor emisi NO2 kendaraan mobil penumpang solar FE_NO2_BIS = faktor emisi NO2 kendaraan bis
FE_NO2_TRUK = faktor emisi NO2 kendaraan truk FE_PM10_MTR = faktor emisi PM10 kendaraan motor
FE_PM10_MPB = faktor emisi PM10 kendaraan mobil penumpang bensin FE_PM10_MPS = faktor emisi PM10 kendaraan mobil penumpang solar FE_PM10_BIS = faktor emisi PM10 kendaraan bis
FE_PM10_TRUK = faktor emisi PM10 kendaraan truk FE_SO2_MTR = faktor emisi SO2 kendaraan motor
FE_SO2_MPB = faktor emisi SO2 kendaraan mobil penumpang bensin FE_SO2_MPS = faktor emisi SO2 kendaraan mobil penumpang solar FE_SO2_BIS = faktor emisi SO2 kendaraan bis
FE_SO2_TRUK = faktor emisi SO2 kendaraan truk FR_MTR = fraksi kendaraan motor
FR_MPB = fraksi kendaraan mobil penumpang bensin FR_MTS = fraksi kendaraan mobil penumpang solar FR_BIS = fraksi kendaraan bis
FR_TRUK = fraksi kendaraan truk JMLH_MTR = jumlah kendaraan motor
JMLH_MPB = jumlah kendaraan mobil penumpang bensin JMLH_MPS = jumlah kendaraan mobil penumpang solar JMLH_BIS = jumlah kendaraan bis
JMLH_TRUK = jumlah kendaraan truk KEC_ANGIN = kecepatan angin rata-rata KONS_CO = konsentrasi udara ambien CO KONS_NO2 = konsentrasi udara ambien NO2 KONS_PM10 = konsentrasi udara ambien PM10 KONS_SO2 = konsentrasi udara ambien SO2 LAJU_MTR = laju kendaraan motor
LAJU_MPB = laju kendaraan mobil penumpang bensin LAJU_MPS = laju kendaraan mobil penumpang solar LAJU_BUS = laju kendaraan bus
LAJU_TRUK = laju kendaraan truk TOT_E_CO = total emisi CO TOT_E_NO2 = total emisi NO2 TOT_E_PM10 = total emisi PM10 TOT_E_SO2 = total emisi SO2
VKT_MTR = vehicle kilometer trip kendaraan motor VKT_MPB = vehicle kilometer trip kendaraan mobil bensin VKT_MPS = vehicle kilometer trip kendaraan mobil solar VKT_BIS = vehicle kilometer trip kendaraan bis VKT_TRUK = vehicle kilometer trip kendaraan truk
Model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar sub-model emisi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan
beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub-model emisi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah laju peningkatan konsentrasi ambien yang digunakan berdasarkan data konsentrasi udara ambien Kota Makassar sejak tahun 2007 hingga tahun 2010 . Data laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang digunakan berdasarkan laju pertumbuhan rata-rata kendaraan selama 5 tahun terakhir.
5.5.5 Sub-Model Dampak Pencemaran (Sosial-Ekonomi)
Sub-model dampak pencemaran (sosial-ekonomi) dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui dampak dari menurunnya kualitas udara terhadap kesehatan masyarakat dan besarnya nilai ekonomi dari masalah kesehatan akibat terjadinya pencemaran. Hubungan sebab akibat antara unsur di dalam sub-model dampak pencemaran ditunjukkan pada Gambar 22.
Jumlah Penduduk
Konsentrasi Ambien Mortalitas
Penyakit ISPA Emisi kendaraan
Bermotor Kebutuhan
Kendaraan Bermotor
Nilai Ekonomi Masalah Kesehatan
+ +
-
+
+
+
+
+ Jumlah Kendaraan
Bermotor
+ +
Gambar 22. Diagram sub-model dampak pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar
Berdasarkan diagram sub-model dampak pencemaran (Gambar 22), dampak menurunnya kualitas udara pada kesehatan merupakan hubungan antara jumlah penduduk yang berada pada wilayah paparan polutan, tingkat kualitas udara, baku mutu lingkungan yang ditetapkan dan dampak kesehatan yang disebabkan serta nilai ekonomi dari masalah kesehatan yang terjadi. Secara definisi kurva dose response menyatakan hubungan antara setiap rangsangan yang
dapat diukur misalnya dalam konsentrasi dan respon mahluk hidup dalam bentuk reaksi yang dihasilkan terhadap ranah kuantitatif yang sama (Connel & Miller, 1995). Nilai gangguan kesehatan dapat dijelaskan dari hubungan antara meningkatnya dosis toksikan dan jumlah atau proporsi dari penanggap atau respon mahluk hidup.
Gambaran tentang diagram alir sub model dampak pencemaran dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar ditunjukkan pada Gambar 23.
LAJU_PNDDK
KONS_PM10
KONS_NO2 PROP_A
? JMLH_AA_PM10
? JMLH_RSD_PM10
JMLH_LRI_SO2
JMLH_RSD_NO2
SLOPE_AA_PM10 FR_AA
SLOPE_RSD_PM10
? JMLH_CB_PM10
SLOPE_CB
KONST BAMU_NO2_1 SLOPE_RSD_NO2
SLOPE_LRI_SO2 SLOPE_CDA_SO2
CMT_CB TEV_CB_PM10
PENDDK
KONS_SO2
TEV_RSD_PM10
CMT_RSD1 TEV_AA_PM10
CMT_AA
TEV_LRI_SO2 CMT_LRI
CMT_CDA
TEV_CDA_SO2
TEV_RSD_NO2
CMT_RSD BAMU_SO2
FR_PNDDK
JMLH_CDA_SO2
Gambar 23. Diagram stock-flow sub-model dampak pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
Keterangan:
BAMU_SO2 = Baku mutu ambien SO2 BAMU_PM10 = Baku mutu PM10
BAMU_NO2 = Baku mutu NO2
CMT_AA = Biaya pelayanan medis kasus Asthma Attack CMT_CB = Biaya pelayanan medis kasus Chronic Bronchitis
CMT_CDA = Biaya pelayanan medis kasus Chest Discomfort among Adult CMT_LRI = Biaya pelayanan medis kasus Lower Respiratory Ilnesses CMT_RSD = Biaya pelayanan medis kasus Respiratory Simptomp Day FR_AA = Fraksi kasus Asthma Attack
FR_PNDDK = Fraksi Jumlah Penduduk
JMLH_AA_PM10 = Jumlah kasus Asthma Attack akibat polutan PM10 JMLH_CB_PM10 = Jumlah kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM10
JMLH_CDA_SO2 = Jumlah kasus Chest Discomfort among Adult akibat polutan SO2 JMLH_LRI_SO2 = Jumlah kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children polutan
SO2
JMLH_RSD_PM10 = Jumlah kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan PM10 JMLH_RSD_NO2 = Jumlah kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan NO2 KONS_PM10 = Konsentrasi ambien PM10
KONS_SO2 = Konsentrasi ambien SO2 KONS_NO2 = Konsentrasi ambien NO2 KONS = Faktor konversi ppm ke µg/m3 LAJU_PNDDK = Laju pertumbuhan penduduk PROP_A = Proporsi penderita asthma
SLOPE_AA_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Asthma Attack akibat polutan PM10.
SLOPE_RSD_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan PM10.
SLOPE_CB_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM10.
SLOPE_CDA_SO2 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Chest Discomfort among Adult akibat polutan SO2.
SLOPE_RSD_NO2 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan SO2.
TEV_LRI_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children akibat polutan PM10.
TEV_AA_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Asthma Attack akibat polutan PM10. TEV_RSD_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan
PM10.
TEV_RSD_NO2 = Total nilai ekonomi kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan NO2.
TEV_CB_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM10. TEV_CDA_SO2 = Total nilai ekonomi kasus Chest Discomfort among Adult akibat
polutan SO2.
TEV_LRI_SO2 = Total nilai ekonomi kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children akibat polutan SO2.
Di dalam model, peningkatan nilai konsentrasi polutan akan berdampak pada peningkatan jumlah populasi yang terkena dampak akibat pencemaran polutan dan juga akan berpengaruh terhadap total nilai ekonomi akibat dampak pencemaran tersebut. Dampak pencemaran antara lain timbulnya berbagai macam penyakit ISPA hingga kematian. Nilai ekonomi dampak pencemaran akibat masalah kesehatan diestimasi berdasarkan nilai pelayanan medis untuk setiap masalah kesehatan yang ditimbulkan.
Nilai ekonomi masing-masing gangguan kesehatan dapat diartikan sebagai kerugian ekonomi yang dialami masyarakat akibat terjadinya pencemaran polutan
pada wilayah yang nilai konsentrasi polutannya melampaui BMA yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kerugian yang dialami oleh masyarakat tersebut merupakan salah satu bentuk kerugian sosial (social cost) akibat pencemaran yang terjadi. Hal tersebut juga dapat diartikan sebagai keuntungan (benefit) yang diperoleh apabila dilakukan pengendalian pencemaran udara sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan (Soleiman, 2008).
Model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor disusun berdasarkan atas dua sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model emisi (lingkungan) dan sub-model dampak pencemaran (sosial-ekonomi). Stock flow digram model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar disajikan pada Gambar 24.
Gabungan kedua sub-model membentuk sebuah sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. Penyusunan diagram alir sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel- variabel dalam struktur sistem seperti pertumbuhan jumlah kendaraan, pertumbuhan jumlah penduduk, dan jumlah emisi yang dihasilkan.
Sub-model emisi Sub-model dampak pencemaran