• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESEHATAN REPRODUKSI (MATERNAL NEONATAL) IBU MENIKAH USIA MUDA DAN IBU USIA REPRODUKSI SEHAT DI DESA HAPESONG LAMA KECAMATAN BATANG TORU TAHUN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KESEHATAN REPRODUKSI (MATERNAL NEONATAL) IBU MENIKAH USIA MUDA DAN IBU USIA REPRODUKSI SEHAT DI DESA HAPESONG LAMA KECAMATAN BATANG TORU TAHUN 2018"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KESEHATAN REPRODUKSI (MATERNAL NEONATAL) IBU MENIKAH USIA MUDA DAN IBU USIA REPRODUKSI SEHAT DI DESA

HAPESONG LAMA KECAMATAN BATANG TORU TAHUN 2018

TESIS

Oleh

MELFI SURYANINGSIH 147032060

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

REPRODUCTIVE HEALTH (MATERNAL NEONATAL) OF YOUNG MARRIED WOMEN AND HEALTHY REPRDUCTIVE-AGED

WOMEN AT HAPESONG LAMA VILLAGE, BATANG TORU SUBDISTRICT,

IN 2018

THESIS

By

MELFI SURYANINGSIH 147032060

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

KESEHATAN REPRODUKSI (MATERNAL NEONATAL) IBU MENIKAH USIA MUDA DAN IBU USIA REPRODUKSI SEHAT DI DESA

HAPESONG LAMA KECAMATAN BATANG TORU TAHUN 2018

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Reproduksi

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELFI SURYANINGSIH 147032060

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(4)
(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 21 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Asfriyati, SKM, M.Kes

Anggota : 1. Prof. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

3. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes., Ph.D.

(6)

PERNYATAAN

KESEHATAN REPRODUKSI (MATERNAL NEONATAL) IBU MENIKAH USIA MUDA DAN IBU USIA REPRODUKSI SEHAT DI DESA

HAPESONG LAMA KECAMATAN BATANG TORU TAHUN 2018

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 21 Agustus 2018

Melfi Suryaningsih

(7)

ABSTRAK

Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun. Pernikahan usia muda menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang berhubungan dengan angka kematian ibu yang tinggi dan keadaan tidak normal karena tubuh belum sepenuhnya siap untuk menerima kehamilan dan melahirkan.

Komplikasi yang dialami ibu hamil usia muda pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas akan meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan status kesehatan reproduksi (maternal neonatal) antara ibu yang menikah pada usia muda dan ibu yang menikah pada usia reproduksi sehat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan desain cross sectional.

Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan pengambilan secara acak (simple random sampling). Lokasi penelitian di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru dengan jumlah sampel sebanyak 78 orang. Sumber data primer diperoleh dengan kuesioner dan data sekuder diperoleh dari data kantor Desa Hapesong Lama, Kecamatan Batang Toru dan BPS Tapanuli Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kejadian keguguran (p=0,046), anemia kehamilan (p=0,020), keracunan kehamilan (preeklamsi/eklamsi) (p=0,008), persalinan lama (p=0,020), prematur/BBLR (p=0,028) dan status kesehatan reproduksi (p=0,000) antara ibu menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kesehatan reproduksi antara ibu menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

Disarankan lebih mengupayakan tindakan preventif yang lebih luas oleh sektor terkait untuk mencegah terjadinya pernikahan usia muda berkaitan dengan komplikasi kehamilan pada usia remaja, menghidupkan kembali kegiatan remaja mesjid dan karang taruna, serta meningkatkan peran orang tua langsung untuk mendidik anak- anak agar bijak dan bertanggung jawab dalam menentukan keputusan untuk menikah.

Kata Kunci : Kesehatan Reproduksi, Menikah Muda

(8)

ABSTRACT

Early marriage is a marriage conducted in less than 18 years. Early marriage causes pregnancy and childbirth at a young age, which is associated with a high maternal mortality rate and abnormal conditions because the body is not fully prepared to accept pregnancy and childbirth. Complications made by young pregnant women during pregnancy, childbirth and the puerperium will increase maternal and infant morbidity and mortality. This study aims to reveal the status of reproductive health (neonatal maternal) between mothers who married at a young age and married mothers.

This type of research is survey research with cross sectional design. The sampling technique used is probability sampling with random sampling. The research location was in the village of Hapesong Lama, Batang Toru Subdistrict, with a sample of 78 people. Primary data sources were obtained by questionnaires and secondary data obtained from data from the Hapesong Lama Village office, Batang Toru District and South Tapanuli BPS.

The results showed that there were differences in the incidence of miscarriage (p = 0.046), anemia of pregnancy (p = 0.020), pregnancy poisoning (preeclampsia / eclampsia) (p = 0.008), prolonged labor (p = 0.020), premature / low birth weight (p

= 0.028 ) and reproductive health status (p = 0,000) between married mothers of young age and mothers of healthy reproductive age. The conclusion of this study is that there are differences in reproductive health between married mothers of young age and mothers of reproductive health.

It is advisable to seek more extensive preventive measures by related sectors to prevent the occurrence of early marriages related to pregnancy complications in adolescence, revive youth activities of mosques and youth clubs, and increase the role of direct parents to educate children to be wise and responsible in determining the decision to marry.

Keywords: Reproductive Health, Early Marriage

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “Kesehatan Reproduksi (Maternal Neonatal) Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018” ini dapat diselesaikan. Shalawat beriring salam peneliti sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan dan harapkan syafaatnya di hari kemudian.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan masukan, dukungan dan perbaikan serta izin penelitian dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D selaku Sekretaris Pogram Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik dan dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis.

6. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Penguji I mengarahkan dan memberikan masukan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes., Ph.D., penguji II yang telah mengarahkan dan memberikan masukan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

9. Dosen dan Staf Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Camat Kecamatan Batang Toru.

11. Kepala Desa Hapesong Lama.

12. Responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

13. Teristimewa Keluarga tercinta, Bapak Suratmin, Ibu Farida Suryani, Adik-adikku Dwi Listyanti S.S.T dan Yoga Adi Prasetyo, terimakasih banyak atas do’a, motivasi, dukungan moril maupun materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

14. Suami tercinta Zainuddin Siregar, S. Kom, terimakasih atas dukungan, motivasi dan bimbingan serta kesediaannya untuk ditinggalkan sementara oleh penulis selama menyelesaikan pendidikan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak dan mendapatkan balasan pahala di sisi Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu kesehatan masyarakat.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun penulis berharap kekurangan yang terdapat pada tesis ini tidak mengurangi makna dan tujuannya.

Medan, 21 Agustus 2018

Melfi Suryaningsih

(11)

RIWAYAT HIDUP

Melfi Suryaningsih, lahir di Hapesong pada tanggal 4 Oktober 1990, putri pertama dari Bapak Suratmin dan Ibu Farida Suriani. Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri 144609 Hapesong selesai pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2008, Akademi Kebidanan Darmais Padangsidimpuan selesai tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan S1 di STIKes Hang Tuah Pekanbaru dengan peminatan Kesehatan Reproduksi selesai pada tahun 2013.

Penulis mengikuti Pendidikan Lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada peminatan Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dari tahun 2014.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Peneliian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Menikah Muda ... 10

2.1.1 Definisi Pernikahan ... 10

2.1.2 Usia Muda... 11

2.1.3 Usia Reproduksi Sehat ... 12

2.1.4 Pernikahan Usia Muda... 13

2.2 Kesehatan Reproduksi ... 15

2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi ... 15

2.2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi ... 15

2.3 Kehamilan ... 17

2.3.1 Kehamilan Usia Remaja ... 18

2.3.2 Dampak pada Kehamilan ... 19

2.3.3 Dampak pada Persalinan ... 31

2.3.4 Dampak pada Masa Nifas ... 39

2.4 Upaya Pemecahan dan Pencegahan Pernikahan Usia Muda ... 41

2.4.1 Pemecahan Masalah ... 41

2.4.2 Pencegahan Pernikahan Usia Muda ... 41

2.5 Landasan Teori ... 42

2.6 Kerangka Konsep ... 45

2.7 Hipotesis Penelitian ... 45

(13)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 47

3.1 Jenisdan Desain Penelitian ... 47

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 49

3.6 Analisis Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 53

4.2 Sosial Demografi ... 58

4.3 Analisis ... 58

BAB 5. PEMBAHASAN ... 69

5.1 Perbedaan Kejadian Keguguran Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 ... 69

5.2 Perbedaan Kejadian Anemia Kehamilan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 ... 71

5.3 Perbedaan Kejadian Keracunan Kehamilan (Preeklamsi/Eklamsi) Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 ... 73

5.4 Perbedaan Kejadian Persalinan Lama Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 74

5.5 Perbedaan Kejadian Prematur/BBLR Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 ... 78

5.6 Perbedaan Kejadian Perdarahan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 ... 80

5.7 Perbedaan Kesehatan Reproduksi Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 83

5.8 Implikasi Penelitian ... 85

(14)

5.9 Keterbatasan Penelitian ... 88

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1 Kesimpulan ... 89

6.2 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Demografi Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru

Tahun 2018 58

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kesehatan Reproduksi (Maternal Neonatal) Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 59 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keguguran Ibu Menikah Usia

Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan

Batang Toru Tahun 2018 61

4.4 Perbedaan Kejadian Keguguran Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun

2018 61

4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Anemia Kehamilan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama

Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 62

4.6 Perbedaan Kejadian Anemia Kehamilan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru

Tahun 2018 62

4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keracunan Kehamilan (preeklami/eklamsi) Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 63 4.8 Perbedaan Kejadian Keracunan Kehamilan (preeklami/eklamsi) Ibu Menikah

Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama

Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 63

4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Persalinan Lama Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama

Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 64

4.10 Perbedaan Kejadian Persalinan Lama Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun

2018 64

(16)

4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Prematur/BBLR Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama

Kecamatan Batang Toru Tahun 2018 65

4.12 Perbedaan Kejadian Prematur/BBLR Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun

2018 65

4.13 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Perdarahan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan

Batang Toru Tahun 2018 66

4.14 Perbedaan Kejadian Perdarahan Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun

2018 66

4.15 Distribusi Frekuensi Kesehatan Reproduksi Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru

Tahun 2018 67

4.16 Perbedaan Kesehatan Reproduksi Ibu Menikah Usia Muda dan Ibu Usia Reproduksi Sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru Tahun

2018 68

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Landasan Teori 43

2.2 Kerangka Konsep 45

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Permohonan Menjadi Responden 97

2 Persetujuan Menjadi Responden 98

3 Kuesioner 99

4 Surat Izin Penelitian 103

5 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian 104

6 Analisa Data 105

7 Master Tabel 114

(19)

DAFTAR ISTILAH

ASEAN Association of Southeast Asian Nations ASFR Age Specific Fertility Rate

BBLR Berat Badan Lahir Rendah

BKKBN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BPS Badan Pusat Statistik

CPD Chephalo Pelvic Disproportion CRH Corticotrophin Releasing Hormon

FASTER First and Second Trimester evaluation of Risk

HIV/AIDS Human Immunodeviciency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome

HPHT Hari Pertama Haid Terakhir

ICPD International Conference on Population and Development IMT Indeks Massa Tubuh

IQ Intelligence Quotient ISR Infeksi Saluran Reproduksi KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia KMK Kecil Masa Kehamilan

NKKBS Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

PR Prevalence Rate

SDKI Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Susenas Survei Sosial dan Ekonomi Nasional

TBC Tuberculosis

UNDESA United Nations Department of Economic and Social Affairs UNICEF United Nations International Children's Emergency Fund USG Ultrasonografi

UU Undang-undang

WHO World Health Organization

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak. Janji setia yang terucap merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk diucapkan. Perlu suatu keberanian besar bagi seseorang ketika memutuskan untuk menikah. Hal ini merupakan keputusan yang berat karena memerlukan kesiapan di segala hal dan merupakan kebutuhan manusia, baik secara psikologis maupun fisiologis. Secara fisiologis, jika ditinjau dari fisiknya, pasangan yang akan menikah adalah pasangan yang telah matang, sehingga ada kebutuhan biologis yang akan disalurkan. Secara psikologis, dalam pernikahan suami istri mendapatkan kepuasan batin yang tidak cukup hanya diucapkan dengan kata-kata namun lebih dalam sesuatu yang dapat dirasakan dan dinikmati (Kertamuda, 2009).

Perkawinan usia anak di seluruh dunia telah mengalami penurunan secara bertahap dari 33 persen pada tahun 1985 menjadi 26 persen pada tahun 2010.

Kemajuan terbesar terjadi pada anak-anak perempuan di bawah usia 15 tahun, dengan penurunan dari 12 persen pada tahun 1985 sampai 8 persen pada tahun 2010. Akan tetapi, berbeda dengan kemajuan ini, secara keseluruhan prevalensi perkawinan usia anak tetap relatif konstan dari tahun 2000 sampai 2010, dan kemajuan dalam menangani praktik tersebut tidak merata antar negara dan kawasan. Jumlah anak

(21)

perempuan di bawah usia 18 tahun yang menikah setiap tahun tetap saja besar.

Perkawinan usia anak paling umum dipraktikkan di Asia Selatan dan Afrika Sub- Sahara. India, yang memiliki prevalensi perkawinan usia anak sebesar 58 persen, atau lebih dari sepertiga jumlah perkawinan usia anak di seluruh dunia. Dari 10 negara dengan prevalensi perkawinan usia anak tertinggi, 6 negara diantaranya berada di Afrika, termasuk Nigeria, yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu 77 persen (BPS dan UNICEF, 2016).

Diperkirakan 14,2 juta anak perempuan di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun setiap tahunnya. Lebih dari 700 juta wanita yang hidup saat ini menikah pada usia anak. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pernikahan anak tertinggi, secara global menduduki peringkat ketujuh. Pada tahun 2012, diketahui sebanyak 1.348.886 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, yaitu setara dengan 3.695 pernikahan anak perempuan per hari. Ditemui sebanyak 292.663 orang anak perempuan menikah sebelum usia 16 tahun dan 110.198 orang sebelum berusia 15 tahun (Plan International dan Coram International, 2015).

Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal minimal perempuan menikah adalah 18 tahun ke atas, namun di Indonesia batas usia minimal untuk perempuan adalah16 tahun. Sedangkan batasan usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah 12-24 tahun. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 1999-2012, usia menikah pertama wanita usia 25-49 tahun sudah diatas 16 tahun dan usia menikah pertama setiap tahunnya meningkat. Pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental

(22)

emosional, pendidikan, sosial ekonomi dan reproduksi (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

UNICEF State of the World’s Children menyajikan data prevalensi perkawinan anak berdasarkan persentase wanita berusia 20-24 tahun yang menikah pada usia sebelum 18 tahun. Data yang diperoleh melalui Multiple Indicator Cluster Surveys (MICS), Survei Demografi Kesehatan dan survei nasional lainnya mengacu pada tahun terbaru selama periode 2010-2016. Indonesia menempati posisi ke 8 dari 20 negara dengan jumlah pernikahan tertinggi yaitu sebanyak 1.408.000 (UNICEF, 2017)

Pernikahan anak adalah pelanggaran mendasar terhadap hak asasi anak perempuan. UU Perkawinan 1974 menetapkan parameter hukum untuk pernikahan di Indonesia, yaitu izin dari orang tua yang diperlukan untuk melaksanakan pernikahan di bawah usia 21 tahun. Dengan persetujuan orang tua, perempuan dapat menikah secara sah pada usia 16 tahun dan laki-laki pada usia 19 tahun. Orang tua dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agama untuk memberikan pengecualian bagi putri mereka untuk menikah lebih awal. Studi terbaru di kabupaten Tuban, Bogor dan Mamuju tentang permintaan pengecualian ditemui sekitar 95 persen. Hal ini membatasi pendidikan, kesehatan, penghasilan, masa depan dan keamanan anak perempuan. Pernikahan muda sebagian besar didorong oleh faktor kemiskinan dan norma-norma sosial yang menempatkan status perempuan pada posisi yang lebih rendah. Perempuan yang menikah muda menghadapi risiko buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Kematian akibat kehamilan dan persalinan adalah salah satu

(23)

penyebab utama kematian perempuan berusia 15 hingga 19 tahun di seluruh dunia.

Perempuan yang menikah pada usia muda berisiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan rentan terhadap infeksi menular seksual, termasuk HIV. Masa depan pendidikan dan ekonomi perempuan yang menikah pada usia muda menjadi lebih buruk, yang memperkuat status perempuan menjadi lebih rendah (UNICEF, 2016).

Perkawinan usia anak menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang berhubungan dengan angka kematian ibu yang tinggi dan keadaan tidak normal bagi ibu karena tubuh anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk melahirkan. Anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun. Anak menghadapi risiko tingkat komplikasi yang terkait dengan persalinan yang jauh lebih tinggi, seperti fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia dan eklampsia. Terdapat kajian yang menunjukkan bahwa perkawinan usia anak di Indonesia berhubungan dengan buruknya kesehatan (BPS dan UNICEF, 2016).

Prevalensi pernikahan muda di Indonesia tetap tinggi, lebih dari satu dari empat anak perempuan saat ini menikah sebelum mencapai usia dewasa. Lebih jauh lagi, kondisi ini relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2008 tingkat pernikahan anak tetap relatif stabil sekitar 25 persen, setelah menurun hanya sedikit dari 27,4 persen pada tahun 2008 menjadi 22,8 persen pada tahun 2015. Perkawinan

(24)

usia muda di bawah usia 15 tahun sedikit menurun selama periode waktu yang sama (dari 3,0 % menjadi 1,1 %) dengan daerah pedesaan sebagai penyumbang terbesar penurunan ini. Penurunan ini terjadi di sekitar tiga perempat provinsi di Indonesia (UNICEF, 2016).

Age Spesific Fertility Rate (ASFR) untuk usia 15-19 tahun menggambarkan banyaknya kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun. Hasil SDKI 2012, ASFR untuk usia 15-19 tahun adalah 48 per 1000 perempuan usia 15-19tahun sedangkan target yang diharapkan pada tahun 2015 adalah 30 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah pada usia muda memiliki risiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia 1 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua puluh tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang dibawah 20 tahun juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi.

Hal ini berhubungan langsung perempuan menikah yang pada saat kehamilan dan persalinan masih berusia sangat muda, ketika mereka sendiri memiliki tingkat kekurangan gizi yang lebih tinggi dan tubuh mereka belum tumbuh sempurna. Ketika anak perempuan masih dalam proses pertumbuhan, kebutuhan gizi pada tubuhnya akan bersaing dengan kebutuhan gizi pada janinnya (Fall dkk, 2015).

Hasil penelitian Hartono (2012) yang dilaksanakan di Rumah Sakit Immanuel mengenai perbandingan risiko komplikasi ibu dan bayi pada kehamilan remaja

(25)

dengan usia reproduksi sehat, dapat disimpulkan bahwa kelompok usia remaja memiliki peluang kejadian 5 kali lebih tinggi untuk melakukan kunjungan Antenatal

< 4 kali, risiko abortus 2 kali lebih tinggi, risiko partus prematurus 5 kali lebih tinggi, risiko preeklamsi dan eklamsi, menjalani persalinan buatan, risiko menjalani SC atas indikasi panggul sempit 3 kali lebih tinggi, risiko mengalami asfiksia neonatorum 2 kali lebih tinggi, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi sehat.

SDKI tahun 2012 memperoleh angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun. Hal ini dikarenakan kematangan secara biologis yang belum sempurna dapat mengakibatkan kematian saat melahirkan. Selain itu kematangan secara pribadi juga masih belum maksimal (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Data persentase perempuan pernah kawin usia 20 - 24 tahun yang menikah sebelum usia 15 tahun, sebelum usia 16 tahun dan sebelum usia 18 tahun Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2008-2012 masing-masing adalah 0,9%, 2,5% dan 15,2%.

Persentase pernikahan remaja di seluruh kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 20-31%. Persentase pernikahan remaja di seluruh kecamatan di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 25-51% (BPS dan UNICEF, 2016).

Kecamatan Batang Toru memiliki luas wilayah 281,77 km2 dan memiliki 23 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 31.639 jiwa. Menurut golongan umur 10-14 tahun berjumlah 3.687 jiwa dan golongan umur 15-19 tahun berjumlah 3.219 jiwa.

(26)

Jumlah pernikahan/perkawinan di Kecamatan Batang Toru tahun 2015 sebanyak 251 (BPS, 2016).

Desa Hapesong Lama merupakan desa pertanian yang tergolong ke dalam kategori miskin. Masih lemahnya kondisi perekonomian warga desa menjadi alasan kedua mengapa masih banyak terjadi pernikahan usia muda setelah alasan sudah tidak bersekolah lagi dikemukakan oleh remaja yang sudah menikah. Diperoleh jumlah pernikahan di tahun 2016 sebanyak 36 pasangan dan yang menikah di usia muda sebanyak 43 orang (15%).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan diperoleh bahwa pada tahun 2017 jumlah ibu usia 15-49 tahun di Desa Hapesong Lama sebanyak 252 orang dan 110 orang (43,6 %) diantaranya menikah pada usia < 20 tahun. Beberapa dampak risiko kehamilan yang terjadi pada saat kehamilan dibawah usia 20 tahun dihadapi oleh ibu- ibu yang menikah di usia muda. Dari 15 orang ibu yang diwawancari sebanyak 7 orang yang mengalami ciri-ciri keadaan anemia kehamilan, 4 orang mengalami abortus imminens (keguguran mengancam) dan pernah mendapatkan pengobatan untuk mempertahankan kehamilan dari bidan yang ada di desa Hapesong Lama.

Sebanyak 1 orang ibu yang mengalami keracunan kehamilan atau preeklamsi/eklamsi dan 2 orang ibu yang menjalani operasi caesar akibat persalinan lama. Sebanyak 4 kelahiran bayi BBLR sebagai dampak risiko tinggi yang terjadi pada bayi.

Berdasarkan hasil tersebut peneliti ingin meneliti tentang perbedaan kesehatan reproduksi (maternal neonatal) antara ibu yang menikah pada usia muda dan ibu yang

(27)

menikah pada usia reproduksi sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalahan

Sebanyak 43,6% ibu usia 15-49 tahun di Desa Hapesong Lama melakukan pernikahan usia muda maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kesehatan reproduksi (maternal neonatal) antara ibu yang menikah pada usia muda dan ibu yang menikah usia reproduksi sehat di Desa Hapesong Lama Kecamatan Batang Toru tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis perbedaan kejadian keguguran ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

2. Menganalisis perbedaan kejadian anemia kehamilan ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

3. Menganalisis perbedaan kejadian keracunan kehamilan (preeklamsi/eklamsi) ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

4. Menganalisis perbedaan kejadian persalinan lama ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

5. Menganalisis perbedaan kejadian prematur/BBLR ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

(28)

6. Menganalisis perbedaan kejadian perdarahan ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

7. Menganalisis perbedaan kesehatan reproduksi (maternal neonatal) ibu yang menikah usia muda dan ibu usia reproduksi sehat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Desa dan Kecamatan, sebagai bahan informasi dan pedoman untuk memberikan penyuluhan tentang pernikahan di usia muda dan dampak pernikahan di usia muda terhadap kesehatan reproduksi.

2. Bagi pihak pemerintah, dinas kesehatan dan pihak terkait untuk meningkatkan promosi kesehatan khususnya kesehatan reproduksi kepada remaja dan orang tua yang memiliki remaja agar dapat menekan angka kejadian pernikahan usia dini.

3. Bagi peneliti berikutnya, sebagai masukan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kesehatan reproduksi ibu menikah muda dan ibu menikah usia reproduksi sehat dengan jenis dan desain penelitian yang berbeda.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MenikahUsia Muda 2.1.1 Definisi Pernikahan

Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Diartikan juga sebagai akad atau hubungan badan (Uwaidah, 2015). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nikah yaitu ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan adalah bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumah tangga dan meneruskan keturunan yang didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak (Kertamuda, 2009).

Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan menciptakan kehidupan keluarga antara suami istri dan anak agar tercapai kehidupan aman, tentram, pergaulan yang saling mencintai dan saling menyantuni (Lestari dkk, 2013).

(30)

2.1.2 Usia Muda

Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. WHO Expert Comitte memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai berikut, usia muda adalah suatu masa dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.

Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun, dimana diantara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini ditinjau dari sudut kesehatan maka masalah utama yang dirasakan mendesak adalah mengenai kesehatan pada usia muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu awal. Di samping itu menurut Sarwono (2008), terdapat beberapa definisi usia muda, salah satunya adalah definisi usia muda untuk masyarakat Indonesia yang mengemukakan batasan antara usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut:

(31)

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria sosial).

2. Banyak masyarakat Indonesia mengganggap usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyimpangan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri.

4. Bila batas usia 24 tahun merupakan batasan usia maksimal yaitu untuk member peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (adat atau tradisi) belum bisa memberikan pendapat sendiri.

5. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang telah menikah di usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh baik secara hukum di keluarga maupun masyarakat.

2.1.3 Usia Reproduksi Sehat

Usia yang aman untuk kehamilan dikenal juga dengan istilah usia reproduksi sehat yaitu antara 20 hingga 30 tahun, dikatakan aman karna kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada rentang usia tersebut ternyata 2 sampai 5 kali lebih rendah daripada kematian maternal yang terjadi di rentang usia kurang dari 20 atau pun lebih dari 30 (Sarwono, 2008).

(32)

Wanita memasuki umur produktif beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman yaitu umur 20-30 tahun. Setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun. Besarnya resiko itu sangat ditentukan oleh keadaansosial ekonomi dan lingkungan setempat. Angka kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu muda dan terlalu tua yaitu umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun karena pada usia < 20 tahun dan >35 tahun adalah salah satu risiko tinggi kehamilan dan persalianan. Masa antara umur 20-35 tahun adalah tahun terbaik untuk mempunyai keturunan yang berarti bahwa kemungkinan terjadi gangguan pada kehamilan dan persalinan adalah sangat kecil (Prawiroharjo, 2010).

Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan neonatal berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan, nifas dan cara mengasuh dan menyusui bayinya. Pada usia lebih dari 20 tahun alat-alat reproduksi telah mencapai perkembangan yang optimal sehingga pada masa ini alat reproduksi telah siap untuk menjalankan fungsi kehamilan, persalinan dan nifas. Komplikasi kehamilan akibat kurang sempurnanya alat reproduksi akan berkurang (Manuaba, 2010).

2.1.4 Pernikahan Usia Muda

Perkawinan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri pada usia yang masih muda/remaja.

Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilaksanakan di bawah umur enam belas tahun (Lubis, 2013).

(33)

Pernikahan usia muda adalah perkawinan yang terjadi pada perempuan berusia <18 tahun dan laki-laki berusia 20 tahun (Lestari dkk, 2013). Menurut Widyasusti (2009) perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila usia pria kurang dari 21 thun dan perempuan kurang dari 19 tahun.

UNICEF (2015) menyatakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun yang terjadi pada usia remaja. Pernikahan di bawah usia 18 tahun bertentangan dengan hak anak untuk mendapat pendidikan, kesenangan, kesehatan, kebebasan untuk berekspresi. Untuk membina suatu keluarga yang berkualitas dibutuhkan kematangan fisik dan mental.Bagi pria dianjurkan menikah setelah berumur 25 tahun karena pada umur tersebut pria di pandang cukup dewasa secara jasmani dan rohani.Wanita dianjurkan menikah setelah berumur 20 tahun karena pada umur tersebut wanita telah menyelesaikan pertumbuhannya dan rahim melakukan fungsinya secara maksimal.

Umur perkawinan pertama adalah indikator dimulainya seorang perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Di dalam perkawinan pada usia muda, seseorang akan mempunyai rentang waktu untuk hamil dan melahirkan dalam waktu yang lebih panjang dibandingkan pada perempuan yang menikah pada usia yang lebih tua. Namun perkawinan dengan usia terlalu muda (pernikahan dini) justru dapat memberikan dampak negatif terhadap kehamilan dan melahirkan karena belum siapnya fisiologi dan fisik seorang wanita muda.

(34)

2.2 Kesehatan Reproduksi

2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi

Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan/ICPD (International Conference on Population and Development) di Kairo Mesir tahun 1994 diikuti 180 negara menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan keluarga berencana menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi (Widyastuti dkk, 2009).

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Hal ini terkait pada suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Widyastuti dkk, 2009).

2.2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Secara luas ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi:

1. Kesehatan Ibu dan bayi baru lahir.

2. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) terpasuk PMS-HIV/AIDS.

3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.

4. Kesehatan reproduksi remaja

(35)

5. Pencegahan dan penanganan infertilitas 6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.

7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, fistula, dan lainnya.

Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi perkembangan berbagai organ reproduksi mulai sejak dalam kandungan, bayi remaja, wanita usia subur, klimakterium, menopause hingga meninggal. Kondisi kesehatan seorang ibu hamil mempengaruhi kondisi bayi yang dilahirkannya, termasuk di dalamnya kondisi kesehatan ogan-organ reproduksi bayinya.

Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi oleh Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan secara integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia yaitu :

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir (maternal neonatal) 2. Keluarga berencana

3. Kesehatan reproduksi remaja

4. Pencegahan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS.

Ruang lingkup kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan kesehatan reproduksi setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan. Karena masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya. Tahapan dalam siklus hidup adalah konsepsi, bayi, anak, remaja, usia subur, dan lanjut usia (Widyastuti dkk, 2009).

(36)

2.3 Kehamilan

Kehamilan adalah sebagai suatu proses yang terjadi antara perpaduan sel sperma dan ovum sehingga terjadi konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir (HPHT) (Prawirohardjo, 2010).

Kesehatan reproduksi tidak dapat dipisahkan dengan kehamilan, persalinan, nifas dan bayi. Sistem reproduksi yang baik akan menjalankan fungsi reproduksinya dengan baik pula. Proses adaptasi dan perkembangan kehamilan akan berjalan normal sesuai dengan usia kehamilannya. Proses persalinan dan masa nifas akan berjalan normal jika alat reproduksi telah berkembang sempurna.

Batasan usia yang umum digunakan untuk wanita dalam usia reproduktif yaitu usia 15 – 49 tahun, baik untuk wanita yang berstatus kawin, janda maupun yang belum nikah. Usia ini merupakan usia reproduksi dari seorang wanita, yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran, dan kesehatan organ-organ reproduksi lainnya (Lilis, 2016).

Walaupun usia reproduksi dimulai dari usia 15 tahun namun, optimalnya kehamilan dimulai pada usia 20 tahun karena pada saat ini perkembangan organ reproduksi telah siap menerima kehamilan dan persalinan. Usia yang terlalu muda akan mempengaruhi kehamilan dan meningkatkan risiko komplikasi.

Kesehatan reproduksi yang baik pada umumnya akan menghadapi proses kehamilan, proses persalinan dan nifas serta melahirkan bayi yang sehat tanpa mengalami komplikasi. Proses kehamilan, persalinan dan nifas pada wanita dengan

(37)

usia reproduksi sehat akan menurunkan kemungkinan untuk adaptasi yang berat dan komplikasi yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas untuk ibu atau bayi.Kehamilan usia remaja merupakan salah satu risiko tinggi kehamilan. Kondisi alat reproduksi yang belum sempurna akan meningkatkan komplikasi kehamilan usia muda, karena pada masa remaja tubuh akan berbagi nutrisi untuk perkembangan dirinya dan pertumbuhan janinnya (Pribadi dkk, 2015; Cunningham dkk, 2013).

2.3.1 Kehamilan Usia Remaja

Menurut BKKBN usia yang ideal untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Pada usia ini adalah masa reproduksi yang sehat untuk wanita saat hamil dan melahirkan, karena pada masa hamil banyak terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologi untuk itu diperlukan persiapan dalam menghadapi masa kehamilan tersebut (Manuaba dkk, 2010).

Perkawinan usia remaja menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang berhubungan dengan angka kematian yang tinggi dan keadaan tidak normal bagi ibu karena tubuh anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk melahirkan. Terdapat kajian yang menunjukkan bahwa perkawinan usia anak di Indonesia berhubungan dengan buruknya kesehatan reproduksi dan kurangnya kesadaran anak perempuan terhadap risiko persalinan dini (BPS dan UNICEF, 2016)

Kehamilan risiko tinggi adalah keadaaan yang dapat memengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. Salah satu yang

(38)

menjadi faktor penting dalam menentukan kehamilan risiko tinggi adalah usia ibu yang terlalu muda, Rochyati mengatakan primipara muda berusia 16 tahun, Hebert mengatakan ibu dengan usia kurang dari 19 tahun dan menurut Manuaba ibu berusia<19 tahun (Manuaba dkk, 2010).

2.3.2 Dampak pada Kehamilan 1. Keguguran

National Centre for Health Statistics, Centers of Disease Control and Prevention, and World Health Organization mendefinisikan keguguran atau abortus sebagai berhentinya kehamilan sebelum usianya mencapai 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram (Cunnigham dkk, 2013).

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya:

karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima kehamilanya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilanya tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi stress dan akan meningkatkan resiko terjadinya abortus (Pribadi dkk, 2015).

a. Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain

(39)

yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage).

1) Abortus Spontan

Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik.

a) Abortus Imminens (keguguran mengancam)

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesarsebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum.Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.

b) Abortus Incipiens (keguguran berlangsung)

Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mulas menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

(40)

c) Abortus Incomplet (keguguran tidak lengkap)

Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbukadan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau Kadang - kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

d) Abortus Complet (keguguran lengkap)

Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.

e) Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik

Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

(41)

Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang- kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f) Missed Abortion (Retensi Janin Mati)

Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.

g) Abortus Habitualis

Keadaan penderita mengalami keguguran berturut turut tiga kali atau lebih.

Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habituali spada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Prawirohardjo, 2010).

(42)

2) Abortus Provokatus

Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention. Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12 kehamilan.

Abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram Manuaba (2007). Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a) Abortus Therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

b) Abortus Kriminalis

Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

c) Unsafe Abortion

Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.

(43)

Usia ibu merupakan faktor risiko independen yang meningkatkan risiko kejadian abortus pada kehamilan. Peningkatan usia ibu berhubungan dengan jumlah dan kualitas sisa oosit. Pada penelitian yang mengamati hubungan antara usia ibu pada saat kehamilan dan terjadinnya abortus diperoleh bahwa usia 12-19 tahun memiliki risiko abortus sebesar 13% (Pribadi dkk, 2015).

Hasil penelitian Hartono (2012) yang dilaksanakan di Rumah Sakit Imanuel Bandung mengenai perbandingan risiko komplikasi ibu dan bayi pada kehamilan remaja dengan usia reproduksi sehat ditemukan bahwa risiko abortus 2 kali lebih tinggi pada kehamilan usia remaja dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi sehat.

Hasil penelitian Andrian dan Kuntoro (2013) tentang abortus spontan pada pernikahan usia muda diperoleh bahwa pada kelompok wanita yang nikah di usia dini, risiko mengalami keguguran 5 kali lebih besar daripada kelompok wanita yang menikah pada usia dewasa.

2. Infeksi

Wanita hamil dan janinnya rentan terhadap banyak penyakit infeksi.

Beberapa penyakit mungkin cukup serius dan mengancam nyawa bagi ibu, sementara yang lain menimbulkan dampak besar pada neonatus karena besarnya kemungkinan infeksi. Banyak pendapat dan dugaan mengenai efek yang mungkin timbul sehubungan dengan kemungkinan menurunnya imunitas selama kehamilan berkaitan dengan asupan gizi dan pengetahuan tentang higiene dan anemia (Pribadi dkk, 2015).

(44)

Bakteri, virus, atau parasit dapat memperoleh akses ke plasenta saat tahap viremia, bakteremia, atau parasitemia. Mikroorganisme juga dapat menembus plasenta utuh misalnya: Varisela Zoster, Sitomegalovirus, Toksoplasma dan Malaria. Infeksi pada janin mungkin terjadi pada awal kehamilan dan menyebabkan stigmata nyata saat lahir. Sebaliknya organisme juga dapat menginfeksi janin saat persalinan, oleh karena itu ketuban pecah dini, partus lama dan manipulasi dapat meningkatkan risiko infeksi pada neonatus (Cunningham, 2013; Pribadi dkk, 2015).

Tuba Falopii dan endometrium dalam kondisi normal tidak terdapat bakteri atau steril. Serviks dan vagina mengandung flora normal yang kompleks dan jumlahnya berubah sesuai dengan perkembangan usia, siklus haid, dan kehamilan.

Pada gadis pra-pubertas koloni Lactobacillus pada vagina kurang berkembang dibandingkan setelah masa menache, tetapi sebaliknya dengan Bacteroides setelah masa menarche mengalami penurunan. Setelah menarche peningkatan koloni Lactobacillus berhubungan dengan keasaman vagina untuk pertahanan tubuh mencegah kolonisasi bakteri patogen. Lactobacillus merupakan bakteri dominan di vagina pada sebagian besar wanita (Pribadi dkk, 2015).

Streptokokus grup B merupakan flora normal pada kondisi biasa, tetapi pada pascasalin merupakan bakteri patogen penyebab sepsis pada ibu maupun neonatus.

Perbedaan kondisi pada saat menstruasi, hamil, bersalin pada usia reproduktif dan remaja menimbulkan respon berbeda terhadap mikroorganisme. Faktor risiko

(45)

infeksi ini dikaitkan dengan status gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress yang memudahkan infeksi saat hamil dan kala nifas.

3. Anemia Kehamilan

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah.

Menurunnya kadar hemoglobin darah biasanya disertai dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit (Hoffbrand et al., 2005). Anemia adalah berkurangnya hemoglobin di dalam darah yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin di dalam sel darah merah yang terlalu sedikit (Guyton & Hall, 2008).

Anemia dalam kehamilan sama seperti yang terjadi pada wanita yang tidak hamil. Semua anemia yang terdapat pada wanita usia reproduktif berpotensi menjadi penyulit dalam kehamilan. Penyebabnya antara lain 1) makanan yang kurang bergizi, 2) gangguan pencernaan dan malabsorpsi, 3) kurangnya zat besi dalam makanan, 4) kebutuhan zat besi meningkat, 5) kehilangan banyak darah seperti pada saat persalinan dan menstruasi, 6) penyakit kronik seperti, TBC, malaria dan cacingan (Proverawati & Asfuah, 2009).

Kejadian anemia pada ibu hamil masih cukup tinggi karena sebagian besar dari mereka belum menyadari pentingnya pencegahan anemia serta bahaya yang ditimbulkan. Bahaya anemia pada kehamilan dapat menimbulkan abortus, persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, infeksi, dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, (ketuban pecah dini), saat persalinan (gangguan his dan

(46)

kekuatan mengejan, kala I lama, kala II lama, retensio plasenta, atonia uteri, perdarahan post partum) dan saat nifas (sub-involusi uteri, pengeluaran ASI berkurang, anemia kala nifas, infeksi mamae). Selain itu, bahaya yang ditimbulkan terhadap janin adalah abortus, kematian intrauteri, persalinan prematuritas tinggi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Manuaba dkk, 2010).

Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia, baik pada saat proses kehamilan, persalinan dan menjalani masa nifas. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angkakematian perinatal meningkat. Kelahiran prematur dari ibu yang menderita anemia gizi besi berasosiasi dengan masalah baru seperti berat badan lahir rendah, defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya Intelligence Quotient (IQ) dan kemampuan belajar. Semua hal tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Cunningham dkk, 2013; Susiloningtyas, 2012).

Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil menurut (Proverawati & Asfuah, 2009 adalah

1. Pucat

(47)

2. Keluhan lemah

3. mudah pingsan namun tekanan darah masih dalam batas normal 4. mengalami malnutrisi

5. cepat lelah 6. sering pusing

7. mata berkunang-kunang 8. merasa tidak sehat (malaise) 9. lidah luka

10. nafsu makan menurun (anoreksia) 11. kurang konsentrasi

12. mudah tersinggung 13. daya ingat menurun 14. depresi

15. nafas pendek (anemia berat)

16. keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan trimester I.

Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungan. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia gizi besi (Prawirohardjo, 2010).

Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn di USA bahwa ibu remaja

(48)

memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, siklus menstruasi, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang (Putri dkk, 2015).

Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Cempaka Banjarbaru tahun 2013,didapatkan kehamilan remaja sebanyak 18 orang (22,5%) dan terdapat hubungan antara kehamilan remaja dengan kejadiananemia (Hapisah dan Rizani, 2015).

Menurut Penelitian Rahayu dkk (2017) Kehamilan remaja berhubungan dengan kejadian anemia (kadar Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl). Ibu hamil usia remaja beresiko mengalami anemia empat kali dibandingkan dengan ibu hamil non remaja.

4. Keracunan Kehamilan (Preeklamsidan Eklamsi)

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk. Preeklamsi dan eklamsi.

Preeklamsidan eklamsi memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian ibu dan janin selama proses persalinan berlangsung.

Salah satu faktor predisposisi dan berpengaruh terhadap preeklamsi adalah faktor usia ibu, paritas, usia kehamilan, dan indeks massa tubuh (IMT). Pada preeklamsi awitan lambat, kejadian preeklamsi dengan usia ibu <20 tahun, hampir 2 kali lebih banyak dibanding usia 20-34 tahun atau > 35 tahun.

(49)

Preeklamsi mempunyai gambaran klinik bervariasi dan komplikasinya sangat berbahaya pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Gambaran klinis yang utama dan harus terpenuhi adalah terdapatnya hipertensi dan proteinuria, karena organ target yang utama terpengaruhi adalah ginjal (glomerular endoteliosis) (Pribadi dkk, 2015).

Pembagian berdasarkan etiologi pada saat ini dibagi 2 kelompok besar berdasarkan waktu timbulnya gejala klinik yang diduga mencerminkan etiologi.

Yaitu sebagai berikut:

a) Preeklamsi Awitan Dini

Etiologi berasal dari plasenta. Insidensi 5−20% dari seluruh kasus preeklamsi.

Berhubungan dengan gejala klinis yang berat bagi ibu maupun janin. Beberapa gambaran khas awitan dini, sebagai berikut:

 Penyebab karena gagalnya invasi trofoblas pada arteri spiralis.

 Terdapat peningkatan resistensi perifer pada a.spiralis yang dapat dideteksi dengan menggunakan USG Doppler (terdapat gambaran takik sistolik

∕diastolik notching)

 Peningkatan resistensi perifer plasenta menyebabkan aliran darah

abnormal pada arteri umbilikalis dengan peningkatan rasio sistolik diastolic sampai terjadinya reverse of end diastolic flow arteri umbilikalis.

b) Preeklamsi Awitan Lambat

Mencerminkan etiologi dipengaruhi faktor maternal dan bukan dari plasenta.

Insidensi sekitar 80 % dari kasus preeklamsi. Terdapat beberapa gambaran

(50)

awitan lambat sebagai berikut:

 Pertumbuhan janin biasanya normal dan tidak terdapat tanda pertumbuhan

janin terhambat.

 Gambaran arteri spiralis normal, tidak terdapat perubahan dari gambaran

arteri spiralis.

 Tidak terdapat perubahan aliran darah di arteri umbilikalis.

 Risiko meningkat bagi ibu bila terdapat hiperplasentosis, misalnya pada

diabetes mellitus, gemelli, anemia, tinggal di dataran tinggi.

Hasil penelitian Hartono (2012) yang dilaksanakan di Rumah Sakit Imanuel Bandung mengenai perbandingan risiko komplikasi ibu dan bayi pada kehamilan remaja dengan usia reproduksi sehat ditemukan bahwa risiko terjadinya preeklamsi dan eklamsi 3 kali lebih tinggi pada kehamilan usia remaja dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi sehat.

Berdasarkan hasil penelitian Haryani dkk, (2013) yang telah dilakukan di RSU Haji Surabaya dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil berisiko (< 20 tahun dan >35 tahun) dengan kejadian preeklampsia/eklampsia di RSU Haji Surabaya.

2.3.3 Dampak pada Persalinan 1. Persalinan Lama

Persaliunan lama atau partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18-24 jam sejak dimulai dari tanda-tanda persalinan.

(51)

Etiologi:

a. Disporsi fetopelvik

b. Malpresentasi dan malposisi c. Kerja uterus tidak efisien d. Serviks yang kaku e. Primigravida f. Ketuban pecah dini

g. Analgesia dan anesthesia yang berlebihan Kelainan Pembukaan Serviks

a. Persalinan Lama b. Persalinan Macet Faktor Penyebab:

a. His tidak efisien (in adekuat)

b. Faktor janin (malpresentasi, malposisi, janin besar)

c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor) Penanganan partus lama:

a. False labor (Persalinan palsu/belum inpartu)

b. Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang) c. Prolonged active phase (fase aktif memanjang) d. Kontraksi uterus adekuat

e. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD), CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan didapatkan

(52)

persalinan macet. Obstruksi (partus macet) f. Malposisi/malpresentasi

g. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri) h. Kala 2 memanjang (prolonged explosive phase)

Penelitian Trisiani (2011) yang berjudul epidemilogi kehamilan remaja di Kota Bandung tahun 2008 disimpulkan bahwa persalinan pada usia remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya partus lama yang dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang baik terhadap ibu maupun janinnya. Kondisi ini mengakibatkan persalinan pada remaja dalam penelitian ini lebih banyak berakhir dengan tindakan daripada persalinan spontan. Partus dengan tindakan atau partus buatan dalam penelitian ini adalah induksi persalinan dengan drip oxytocin, vacum ekstraksi, forcep, dan seksio cesare.

2. Kematian Ibu

Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera (Permenkes, 2014).

Penyebab utama kematian maternal antara lain perdarahan pascapartum (disamping eklampsia dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang diakibatkan oleh anemia defisiensi besi. Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungan.

Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah,

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, untuk mengetahui apakah penerapan penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 pegawai, sudah dilakukan sesuai Undang-Undang perpajakan

Budaya organisasi memberikan pengaruh sebesar 48,7% terhadap sistem informasi akuntansi, dimana dengan semakin sesuai budaya organisasi akan membuat sistem informasi

&#34;Menjadikan Taman Nasional Meru Betiri sebagai pusat wisata edukasi dengan biodiversitas terutuh di Indonesia&#34;. Melindungi dan mengawetkan kawasan beserta

Setiap individu yang tergabung di dalam sebuah organisasi memiliki budaya yang berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun

Dana memegang peranan penting untuk pengembangan sekolah yang berkualitas. Komponen dana dan pembiayaan pada suatu sekolah.. merupakan komponen produksi yang menentukan

Individu dapat mengurangi stress yang mereka alami dengan cara merubah cara berpikir mereka ketika berhadapan dengan stressor.. Meskipun begitu seorang individu

Mahasiswa bidikmisi yang dinilai sebagai mahasiswa berlatar belakang ekonomi kurang mampu, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan pada tahun 2014

Pada Tabel 7 terlihat bahwa induk domba dengan tingkah laku SUARA tinggi (frekuensi suara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya) mempunyai total bobot sapih