• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Panorama Desa Grogol

Desa Grogol merupakan desa yang terletak di Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon dan merupakan pemekaran dari Desa Mertasinga. Sebelah utara Desa Grogol berbatasan dengan Sungai Bondet, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wanakaya, sebelah timur berbatasan dengan laut Jawa dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Babadan. Desa Grogol merupakan salah satu desa yang mempunyai potensi alam yang sangat kaya, baik dari potensi hasil lautnya maupun dari lahan pertanian. Namun kekayaan potensi Desa Grogol yang menonjol adalah pada sektor kelautannya, hal ini dapat dilihat dari profesi mayoritas masyarakat Grogol yaitu sebagai nelayan. Hasil potensi laut yang dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan Desa Grogol diantaranya yaitu rajungan, ikan, kerang ijo, dan udang. Namun, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan rajungan yang setiap harinya hanya mencari rajungan ke laut lepas sebagai salah satu sumber mata pencaharian.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Grogol sendiri adalah sebagai nelayan namun ada juga yang bermata pencaharian di bidang pertanian namun hanya sebagian kecil masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani. Sebelah timur Desa Grogol yang berbatasan dengan Laut Jawa merupakan keuntungan tersendiri bagi masyarakat Desa Grogol karena mereka dapat memanfaatkan hasil laut yang ada sebagai mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, salah satunya adalah dengan mencari rajungan dan ikan yang banyak terdapat di laut lepas. Sebagian besar kepala keluarga di Desa Grogol berprofesi sebagai nelayan dan istri nelayan bekerja sebagai ibu rumah tangga, profesi guru dan lain sebagainya. Namun ada juga istri nelayan yang bekerja sebagai pengupas rajungan atau yang biasa di kenal masyarakat Grogol sebagai meka. Selain itu, ada pula yang lebih memilih memanfaatkan lahan persawahan daripada harus menjadi nelayan dan melaut, namun hanya sebagian kecil (minoritas) masyarakat yang menjadi buruh tani. Dalam bidang pertanian petani disebut sebagai profesi sedangkan penggarap sawah atau buruh tani disebut sebagai pekerjaan sampingan.

38

(2)

1. Sejarah Desa dan Struktur Kepengurusan Desa

Desa grogol merupakan pemekaran dari Desa Mertasinga. Pemekaran tersebut terjadi pada tahun 1983 dan perumusannya dilakukan di rumah elang H. Eeng yang juga merupakan pengusung dari nama Grogol. Ada 6 tokoh yang menjadi perencana dari pemekaran desa Mertasinga dintaranya:

1. Abdul Manaf ( Juru Tulis Mertasinga) 2. Elang H. Eeng (BKD Kabupaten) 3. Purwadi (BKD Kabupaten) 4. Jani (Alm)

5. H. Madhalimah 6. H. Toat

Setelah terjadi pemekaran, keenam tokoh tersebut memposisikan diri di dalam pemerintahan Desa Grogol. Bapak Abdul Manaf menjadi kepala desa yang ke dua setelah pak Syakuri yang menjabat. Sedangkan bapak H.Eeng menjadi ketua LKMD atau yang sekarang biasa dikenal dengan nama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Bapak Toat mendapat posisi menjadi ketua karang taruna, sedangkan bapak Jani (Alm) dan bapak H. Madhalimah di posisikan sebagai pamong Desa Grogol. Desa Grogol sendiri awalnya merupakan lahan yang semuanya di tanami tanaman palawija dan luasnya pun hanya berkisar seperempat dari desa Mertasinga dengan luas 173 ha. 3

Pada tahun 2000 nama Grogol sempat akan diganti dengan alasan banyaknya orang yang nyasar, pasalnya di Desa Mertasinga juga terdapat blok yang bernama Grogol, karna itu Desa Grogol hendak diganti dengan tiga nama pilihan yaitu diantaranya; (1) Mertasinga, (2) Mertajaya (3) Grogol.

Pemilihan dilakukan dengan cara pengundian seperti arisan dan dilakukan oleh aparatur pemerintah Desa Grogol beserta tokoh-tokoh masyarakat. Setelah dilakukan tiga kali pengundian dari ke tiga nama tersebut tiga kali pula nama Grogol yang keluar sebagai pilihan desa. Setelah tiga kali nama Grogol yang keluar, maka pergantian nama pun dibatalkan dan tetap dengan nama semula setelah pemekaran yaitu Desa Grogol. Dan terbentuklah suatu desa pemekaran yang

3 Wawancara: Bapak Elang H. Eeng waktu; Senin, 05 Des 2014, H. Eeng selaku sesepuh Desa Grogol yang mengetahui asal mula berdirinya Desa Grogol

(3)

baru dengan nama yang sah dan berdasarkan kesepakatan mufakat hasil musyawarah bersama para penggagas desa Grogol Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Berikut nama-nama kepala desa yang pernah menjabat di Desa Grogol:

1. Pak Syakuri 2. Pak Abdul Manaf 3. Elang Basmudin 4. Pak Syaefudin

Pemilihan kepala desa dilakukan secara demokratis yaitu dipilih secara langsung oleh masyarakat Desa Grogol sendiri. Begitupun dengan aparatur desa lainnya dipilih berdasarkan musyawarah desa dan masayarakat Grogol sendiri.

Kepengurusan Desa Grogol terdiri dari kepala desa, sekretaris, bendahara dan aparatur desa lainnya. Berikut ini adalah struktur kepengurusan Desa Grogol:

Kepala Desa Saefudin

Kadus I Marni

Kadus II R Casno

kadus III Edi Saedi

Kadus Iv Sudina

Kadus V Mistar Sekertaris Desa I

Sugiono

Bendahara Nur Rosyid

Sekertaris Desa II Surnata

kaur Pemerintahan Dawo Kaur Kesra

Tohari

Kaur Umum Sudiya

(4)

2. Letak Geografis a. Batasan Wilayah

Sumber: http://peta-jalan.com/kelurayhandesa-grogol-gunung-jati-cirebon- utara-kab-cirebon/

Desa Grogol Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon merupakan pemekaran dari Desa Mertasinga kabupaten Cirebon. Secara administratif, Desa Grogol berbatasan dengan beberapa wilayah diantaranya yaitu sebelah utara berbatasan dengan Sungai Bondet, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wanakaya/ Kalisapu, sebalah timur berbatasan dengan Laut jawa, dan untuk sebelah barat berbatasan dengan Desa Babadan.

Tabel 1. Batasan Wilayah di Desa Grogol

No Batas wilayah Desa/ kelurahan Kecamatan 1. Sebelah Utara Sungai Bondet Gunung Jati 2. Sebelah Selatan Wanakaya/ Kalisapu Gunung Jati 3. Sebelah Timur Laut Jawa Gunung Jati 4. Sebelah Barat Babadan Gunung Jati

Sumber: Data Umum Desa

Luas wilayah Desa Grogol sendiri adalah sebesar 173/ m2, yang terdiri dari luas pemukiman Desa Grogol seluas 49 ha/ m2, luas lahan persawahan 61 ha/ m2, dan luas area perkebunan atau tambak 55,5 ha/ m2. Sedangkan untuk luas pemakaman umum sendiri adalah 2 ha/ m2, selanjutnya untuk luas sarana prasarana umum adalah seluas 4,5 ha/ m2. Luas pemukiman Desa Grogol seluas 49 ha/ m2, luas persawahan 61 ha/ m2, dan luas perkebunan atau tambak 55,5 ha/

m2, sedangkan untuk luas kuburan sendiri adalah 2 ha/ m2, serta untuk luas sarana prasarana umum adalah 4,5 ha/ m2. Jadi untuk keseluruhan luas lahan berdasarkan penggunannya adalah seluas 173 ha/ m2.

(5)

Desa Grogol memiliki aset tanah di antaranya yaitu tanah basah yang meliputi empang seluas 55, ha/ m2, tanah Sawah meliputi sawah irigasi teknis seluas 11 ha/ m2, sawah irigasi setengah teknis seluas 40 ha/ m2, dan sawah hujan seluas 10 ha/ m2.

Tabel 2. Pembagian Luasan wilayah Desa Grogol

No Keterangan Luas Wilayah

1. Luas Tanah Berdasarkan Pemukiman

Luas Pemukiman 49 ha/m2

Luas persawahan 61 ha/m2

Luas Perkebunan/ Tambak 55,5 ha/m2

Luas Kuburan 2 ha/m2

Luas prasarana Umum 4,5 ha/m2

Total 173/m2

2. Tanah basah Luas

Pasang surut/ empang 55,5 ha/ m2

Total 55,5 ha/ m2

3. Tanah sawah Luas

Sawah irigasi teknis 11 ha/ m2 Sawah ½ irigasi teknis 40 ha/ m2 Sawah tadah hujan 10 ha/m2

Total 61a/ m2

Sumber: profil Desa Grogol dalam angka 2015 b. Kependudukan

1) Keadaan Penduduk Berdasarkan Rw/ Rt dan Jenis Kelamin

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari kantor Desa Grogol sampai tahun 2015, Desa Grogol berpenduduk sebanyak 4692 penduduk.

Jumlah penduduk Desa Grogol di Rw 01 berjumlah 661 jiwa penduduk yang terdiri dari jumlah laki-laki 323 jiwa dan perempuan 338 jiwa. Rw 02 berjumlah 736 jiwa penduduk yang terdiri dari laki-laki 365 jiwa dan perempuan 375. Rw 03 berjumlah 1012 jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki 503 jiwa dan perempuan 509. Rw 04 berjumlah 1377 jiwa penduduk yang terdiri dari jumlah laki-laki yaitu 692 jiwa dan perempuan 685 jiwa. Sedangkan untuk Rw 05 berjumlah 759 jiwa penduduk yang terdiri dari jumlah laki-laki 382 jiwa dan perempuan 377 jiwa penduduk, serta di Rw 06 berjumlah 417

(6)

jiwa penduduk dengan jumlah laki-laki 211 jiwa penduduk dan perempuan 206 jiwa penduduk.

Dengan demikian jumlah penduduk secara keseluruhan di Desa Grogol adalah 4962 jiwa penduduk dengan jumlah keseluruhan laki-laki 2,476 jiwa penduduk dan perempuan 2,486 jiwa penduduk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih mendominasi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini terbukti dari tebel berikut.

Tabel 3. Keadaan penduduk No Rukun Warga

(RW) Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Rw.01 323 338 661

2 Rw.02 365 371 736

3 Rw.03 503 509 1012

4 Rw.04 692 685 1377

5 Rw.05 382 377 759

6 Rw.06 211 206 417

Jumlah 2,476 2,486 4,962

Sumber: Profil Grogol pada tahun 2015 c. Infrastruktur

1) Prasarana Peribadahan

Prasarana peribadahan yang dimiliki Desa Grogol adalah masjid sebanyak dua bangunan dan terdapat tujuh musola di Desa Grogol. Jadi jumlah keseluruhan tempat peribadahan di Desa Grogol ada Sembilan bangunan.

2) Prasarana Olah Raga

Prasarana kegiatan untuk kebugaran badan atau olahraga yang ada di Desa Grogol hanya lapangan sepak Bola yang berlokasi tidak jauh dari kantor Desa dan lapangan bulu tangkis.

(7)

d. Iklim

Kondisi iklim di Desa Grogol sebenarnya tidak berbeda jauh dengan keadaan yang dipengaruhi oleh iklim laut tropis, yang terdiri atas dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Menurut buku monogrfi desa, Desa Grogol memiliki Curah hujan berkisar Antara 1500 sampai dengan 2500 mm, jumlah bulan hujan berkisar 6 bulan, kelembaban berkisar antara 4-6, suhu rata-rata 28-30 derajat celcius, sedangkan tinggi tempat dari permukaan laut adalah 2 mdl (Profil desa tahun 2015).

B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan

1. Kondisi Permasalahan Sosial Masyarakat Desa Grogol

Desa Grogol yang berada di wilayah pesisir, menjadikan masyarakatnya mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Dalam hal ini Desa Grogol memiliki suatu organisasi yang menaungi masyarakat nelayan dalam hal hasil tangkap laut.

Organisasi tersebut adalah kelompok usaha bersama (KUB) nelayan, yang dibentuk oleh masayarakat nelayan sendiri kemudian di resmikan oleh pemerintah. Para nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB) merupakan salah satu kelompok usaha binaan dari dinas kelautan dan perikanan kabupaten cirebon.

Kondisi Desa Grogol yang berada di wilayah sungai sangat membantu infrastruktur perekonomian masyarakat nelayan dan merupakan urat nadi bagi lalu lintas armada perahu yang mengantar nelayan dari dermaga sungai Bondet Zenawi sampai ke tengan laut lepas.

Dalam kegiatan pengembangan usaha sektor kelautan, masyarakat nelayan Grogol melakukan proses produksi pada sektor tangkap menangkap hasil laut.

Namun, dalam menjalankan kegiatan tersebut masyarakat nelayan seringkali menemui berbagai hambatan dan kesulitan di antaranya yaitu sumber daya manusia yang masih terbatas, kemudian keterbatasan biaya maupun modal yang dimiliki untuk kegiatan melaut, serta kondisi peralatan untuk melaut yang ada di daerah tersebut yang terkadang kurang memadai misalnya perahu tangkap dan alat untuk melaut yang masih tradisional. Selain itu juga kurangnya masyarakat nelayan dalam mendapatkan informasi dan akses untuk memasarkan hasil lautnya sendiri.

(8)

Selain masalah-masalah eksternal tersebut, masyarakat nelayan Desa Grogol juga mengalami kesulitan dalam hal permodalan untuk melakukan kegiatan melaut serta penyediaan alat tangkap dalam melaut, hal tersebut yang mengharuskan nelayan meminjam modal kepada bakul atau pemilik modal yang disebut dengan bos besar. Kondisi yang demikian mengharuskan nelayan terlibat hutang piutang dengan bakul yang tidak ada ujungnya karena bakul atau pemilik modal tidak menerima pembayaran pinjaman (hutang) nelayan secara lunas meskipun pinjaman tersebut dikembalikan dengan cara diangsur. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran bakul terhadap masyarakat nelayan yang membayar pinjaman (hutang) tersebut secara lunas maka tidak akan ada lagi nelayan yang menjual hasil tangkapan lautnya kepada bakul lagi dan secara tidak langsung akan berdampak pada usaha yang dijalankan oleh bakul yaitu usaha jual beli hasil tangkapan dan peminjaman permodalan kegiatan melaut nelayan.

Hal tersebut yang mengakibatkan nelayan Desa Grogol yang meminjam modal kepada bakul akan terlibat hutang piutang yang berkepanjangan atau bisa dikatakan tidak pernah lunas. Bahkan keterlibatan pinjaman hutang piutang tersebut dapat pula berdampak pada keluarga nelayan sendiri seperti anak sampai cucunya. Sampai ketika nelayan sudah tidak mampu membayar pinjaman tersebut lagi, maka keluarga peneruslah yang menanggung untuk melunasi pinjaman tersebut kepada bakul.

Masyarakat nelayan Desa Grogol juga tidak memiliki harga tawar karena masyarakat nelayan sendiri terlibat hutang piutang dengan pemilik modal atau bakul sehingga nelayan tidak bisa memasarkan sendiri hasil lautnya. Kondisi yang demikian telah mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan ekonomi masyarakat nelayan dari hasil tangkapan lautnya dalam memenuihi kebutuhan hidup sehari- hari, serta menjadikan rendah pula tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan dalam segi pendapatan maupun kebebasan nelayan.

Jika dilihat dari sistem sosial ekonomi masyarakat nelayan, hal tersebut yang seringkali menjadikan masyarakat nelayan terperangkap dalam suatu lingkup kehidupan yang konotasinya berada pada garis kemiskinan. Hal tersebut karena, dalam pengembangan usaha sektor kelautan masyarakat nelayan menemui berbagai hambatan atau kesulitan yang dialami masyarakat nelayan sendiri.

(9)

2. Karakteristik Masyarakat Desa Grogol

Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris. Masyarakat yang berada di daerah pesisir mata pencahariannya didominasi dari sektor kelautan yaitu sebagai nelayan. Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapat penghasilan dari hasil lautnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol karena hasil laut yang tak menentu. Keadaan tersebut membuat nelayan mempunyai penghasilan yang tidak bisa ditentukan hal ini disebabkan karena hasil laut yang tidak menentu yang disebabkan oleh beberapa faktor. Ekosistem laut yang tidak tetap atau musiman membuat pendapatan penghasilan hasil melaut masyarakat nelayan tidak bisa ditentukan, salahsatunya karena faktor alam seperti perubahan cuaca, iklim, angin dan pasang surut air laut.

Karakeristik masyarakat Desa Grogol pada umumnya bermata pencaharian disektor pemanfaatan sumber daya kelautan. Masyarakat Desa Grogol mengedepankan sikap bergotong royong dalam melaksanakan berbagai kegiatan.

Baik itu ketika ada kegiatan desa maupun kegiatan kelompok serta masing-masing individu setiap masyarakatnya. Sikap gotong royong tersebut sampai saat ini masih diterapkan oleh masyarakat karena masyarakat menyadari bahwa mereka hidup berdampinganan dan saling membutuhkan satu sama lainnya.

Selain bergotong royong masyarakat Grogol juga menerapkan rasa toleransi antar sesama, saling mengahargai keputusan satu sama lain dan menghargai ketika dalam kehidupan bertentangga ada suatu perbedaan. Meskipun masyarakat pesisir berwatak keras, namun etika dalam kehidupan sehari-hari masih mereka gunakan dengan baik. Hal tersebut mereka lakukan agar bisa selalu menjaga hubungan baik antara sesama masyarakat nelayan.4

3. Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa Grogol a. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Grogol

Susunan penduduk berdasarkan mata pencaharian digunakan untuk mengetahui jumlah orang-orang yang mempunyai mata pencaharian di bidang

4 Wawancara dengan Bapak Rosyid, 08 februari 2016. Bapak Rosyid adalah kaur keuangan di Desa Grogol

(10)

pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan dan lain sebagainya. Dari susunan penduduk menurut mata pencaharian ini dapat memberikan gambaran tentang struktur ekonomi suatu daerah. Hal tersebut untuk melihat mayoritas mata pencaharian di suatu daerah tersebut. Dengan demikian dapat memudahkan dalam menganalisis potensi yang dimiliki suatu daerah tesebut. Sama halnya dengan masyarakat Desa Grogol, berikut adalah keadaan masyarakat desa Grogol berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat dari tabel berikut.

tabel 4. Keadaan ekonomi masyarakat Desa Grogol menurut mata pencahariannya.

Jenis pekerjaan (Profesi) Jumlah Penduduk

Petani 57

Buruh Tani 165

Pegawai Negeri Sipil 35

Pedagang keliling 9

Nelayan 702

Montir 3

TNI 12

POLRI 7

Pensiunan PNS/ TNI/ POLRI 6

Pengusaha Kecil dan Menengah 19 Jasa Pengobatan Alternatif 1

Dosen Swasta 1

Pengusaha Besar 1

Guru Swasta 3

Karyawan Swasta 56

Karyawan Perusahaan Pemerintah 4

Wiraswasta Lain 12

Penjahit 2

Supir 12

Pedagang Kelontong 8

Tukang kayu 3

Tukang Batu 7

Sumber: Profil Desa Grogol

Perairan laut Desa Grogol yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh perairan laut yakni laut jawa sehingga mempunyai potensi sumber daya laut yang melimpah. Dari data di atas menunjukan bahwa mayoritas masyarakat Desa Grogol berprofesi sebagai nelayan. Desa Grogol merupakan desa yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian di bidang laut. Oleh karena itu sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan meka (pengupas rajungan). Selain memanfaatkan hasil laut masyarakat desa Grogol juga memanfaatkan lahan

(11)

pertanian. Oleh karenanya masyarakat Grogol juga ada yang bermata pencaharian sebagai petani sekalipun hanya diminati oleh beberapa orang saja.

C. Potensi Kekayaan Desa Grogol

Sebagian besar wilayah Desa Grogol Kabupaten Cirebon adalah perairan laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh perairan laut yakni laut jawa. Desa Grogol mempunyai potensi kekayaan hasil lautnya yang melimpah. Diantaranya dibidang kelautan yaitu rajungan, udang, dan ikan selain hasil lautnya desa Grogol juga memiliki aset dibidang pertanian. Namun, potensi yang ada tersebut menyesuaikan (tergantung musim/ angin) dengan musim wilayah Grogol, ketika musim bagus maka hasil laut akan melimpah namun ketika musim sedang paceklik maka hasil laut dan pertanian akan berkurang. Namun hampir 90% potensi yang dimiliki Desa Grogol adalah pada sektor kelautan khususnya hasil tangkap berupa rajungan.

Selain potensi hasil lautnya yang melimpah, Desa Grogol juga memiliki potensi lainnya seperti di bidang pertanian. Selain memanfaatkan hasil laut, masyarakat Desa Grogol juga memanfaatkan lahan pertanian sebagai salah satu potensi mata pencaharian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari. Oleh karenanya masyarakat Desa Grogol juga ada yang bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani meskipun jumlahnya hanya minoritas dikalangan masyarakat.

D. Potensi Sumberdaya Hasil Laut

Desa Grogol mempunyai potensi kekayaan sumber daya hasil lautnya yang melimpah. Diantaranya dibidang kelautan yaitu rajungan, udang, dan ikan, serta kerang ijo atau biasa masyarakat nelayan Grogol menyebutnya dengan ijoan. Salah satu potensi laut yang dimiliki Desa Grogol adalah dari hasil lautnya yang melimpah berupa rajungan. Oleh sebab itu mayoritas masyarakat Grogol bermata pencaharian di laut sebagai nelayan yang mencari rajungan. Selain rajungan ada sebagaian nelayan yang menangkap komoditas laut lainnya seperti ikan, udang dan kerang ijo. Namun, hal tersebut hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat nelayan, karena masyarakat Desa Grogol lebih banyak yang menangkap komoditas laut yang berupa rajungan.

Namun ketika musim paceklik tiba, hasil tangkap rajungan akan berkurang karena rajungan bersifat musiman. Ketika musim paceklik nelayan hanya bisa menangkap rajungan dalam sehari sebanyak 2 sampai 3 Kg dan bahkan terkadang hanya

(12)

mendapatkan ½ Kg. hal tersebut karena pengarung musim atau biasa masyarakat nelayan menyebutnya dengan pengaruh angin barat dan angin laut. Harga rajungan ketika musim paceklik hanya berkisar Rp. 20.000 sampai Rp.30.000/ kg, ketika sedang tidak terlalu musim harganya hanya mencapai Rp. 40.000 sampai Rp. 45.000, namun ketika sedang musim rajungan melimpah atau sedang angina barat (paduan antara angina dan hujan), harga perkilogram nya dapat mencapai harga Rp. 68.000 sampai Rp. 70.000/ kg. Musim paceklik mengharuskan sebagian nelayan ada yang merantau ke Jakarta. Dijakarta nelayan melakukan kegitan melaut sama seperti halnya yang dilakukan ketika masayarakat nelayan melaut di Desa Grogol. Namun yang menjadikannya berbeda masyarakat nelayan tidak menjual hasil tangkapannya ke bakul yang berada di Desa melainkan bekerjasama dengan penadah atau bakul setempat yang berada di dermaga kota (Jakarta). Setelah musim rajungan kembali normal dan melimpah di desa para nelayan kembali ke Desa untuk mencari rajungan kembali.

Ketika musim paceklik ada sebagian masyarakat nelayan yang tidak merantau ke laut perkotaan, masyarakat nelayan Grogol biasanya memanfaatkan komoditas ikan dan kerang ijo untuk di jual. Namun ikan dan ijoan tersebut tidak di jual kepada penadah atau bakul setempat melainkan kepada masyarakat yang lainnya, hal tersebut dilakukan karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari- hari. Bahkan ada pula masyarakat nelayan yang memanfaatkan hasil tangkapannya yang berupa ikan dan kerang ijo untuk konsumsi sehari-hari.

E. Peralatan yang Digunakan Nelayan Saat Melaut a. Perahu

Sebagian besar perahu yang digunakan nelayan dalam penangkapan ikan di Desa Grogol berukuran lebih kecil di bawah 5 GT atau termasuk perahu yang berada pada penangkapan skala kecil. Dengan demikian, jangkauan daerah penangkapan ikan nelayan hanya berkisar di sekitar perairan pantai laut lepas atau sekitar 4 sampai 5 mil ke tengah laut.

Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan sebagian besar masih menggunakan peralatan yang masih tradisional, dimana sebagian besar nelayan mengunakan perahu tradisional yang berkapasitas masih dianggap kurang memadai dan mesin yang berkapasitas sedang atau minimum. Ada beberapa jenis perahu

(13)

yang digunakan nelayan untuk melaut diantaranya yaitu jenis perahu compreng, Perahu sufey dan Perahu cengkokan namun semua jenis-jenis perahu tersebut tidak mempengaruhi kualitas perahu tersebut, yang membedakan jenis perahu tersebut adalah dari model atau bentuknya, yaitu antara perahu sufey, perahu compreng dan perahu cengkokan. Biaya yang harus dikeluarkan nelayan untuk membuat perahu biasanya berkisar antara dari harga Rp. 10.000.000 sampai Rp. 20.000.000. Biaya tersebut bisa berasal dari modal pribadi namun adapula yang meminjam modal kepada bakul (pemilik modal) untuk pembuatan perahu dan perlengkapan melaut lainnya dikarenakan nelayan tidak memiliki modal. Sehingga hal tersebut memaksa nelayan untuk berhutang kepada bakul (pemilik modal). Namun seiring berkembangnya jaman dan semakin mahalnya harga baku pembuatan perahu, sekarang modal pembuatan perahu perahu pun bisa mencapai Rp.45.000.000 sampai Rp 50.000.000 per unit perahu.

Kegiatan penangkapan hasil laut yang dilakukan oleh nelayan sebagian besar masih menggunakan teknologi yang sederhana, dimana sebagian besar nelayan mengunakan perahu mesin yang masih beskala kecil. Adapun jenis armada perahu yang digunakan nelayan untuk mencari hasil tangkapan sebagaimana terlihat pada tabel 5 tentang jenis armada tangkap di Desa Grogol.

Gambar: jenis-jenis perahu nelayan

Tabel 5, jenis armada penangkapan yang digunakan nelayan di Desa Grogol.

No Armada Penangkapan 1. Perahu compreng

2. Perahu Sufey 3. Perahu Cengkokan

Sumber: Profil desa tentang jenis alat tangkap nelayan

(14)

b. Jaring

Dalam kegiatan penangkapan hasil laut, untuk memancing hasil tangkapannya nelayan menggunakan jaring. Berikut ini ada beberapa jenis jaring yang digunakan oleh nelayan dalam kegiatan penangkapan hasil laut. Adapun jenis-jenis jaring yang digunakan masyarakat nelayan untuk menangkap hasil laut, ada tiga jenis jaring diantaranya: 1) Jaring Louang yang digunakan untuk menangkap ikan, 2) Jaring Kejer digunakan para nelayan untuk menangkap rajungan, dan 3) Jaring Kantong digunakan untuk menangkap udang.

Berhubungan dengan masyarakat Desa Grogol yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan rajungan maka masyarakat nelayan menggunakan jenis jaring kejer sebagai salah satu perlengkapan dalam melautnya. Kejer adalah merupakan alat yang berbentuk jaring yang dikaitkan dengan benang-benang plastik yang tipis, kemudian menggunakan pemberat agar jaring kejer tersebut tenggelam ke laut yaitu dengan menggunakan timah (semacam besi kecil) sebagai pemberatnya. Kemudian yang terakhir di beri busa sebagai penanda pada jaring.

Namun, dalam penggunaan bubu (ranjau) dalam penangkapan hasil laut sudah jarang digunakan oleh nelayan karena dikhawatirkan dapat merusak ekosistem dalam bawah laut. Kemudian dari pada itu, bahan atau alat yang digunakan nelayan dalam pembuatan jaring adalah dengan menggunakan benang, timah dan plastik atau biasa masyarakat menyebutnya dengan tali ris, kemudian menggunakan sebanyak satu lembar tali dengan panjang yang disesuiakan dengan kebutuhan nelayan dalam membuat jaring.

Benang digunakan oleh nelayan sebagai bahan dasar untuk membuat jaring, sedangkan timah digunakan sebagai pemberat atau sinker berfungsi untuk menenggelamkan bagian paling bawah pada jaring dan juga menenggelamkan semua bagian badan jaring sampai ke kedalaman laut yang diatur oleh nelayan.

Pemberat yang digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan timah. Plastik atau pelampung terbuat dari bahan gabus atau bahan sintetis (karet sandal) yang terpasang pada tali ris atas pada bagian pelampung, kemudian diikat dengan menggunakan tali mati. Dengan hal itu maka jaring yang menggunakan pelampung dan pemberat akan terbentang dengan baik dan rapih dan menjangkau kedalaman laut yang dikehendaki nelayan. Dalam pembuatan jaring hasil tangkapan baik itu jaring rajungan maupun jaring ikan, nelayan harus mengeluarkan modal. Modal

(15)

awal nelayan dalam pembuatan jaring bida menghabiskan modal sebesar Rp.

400.000,-00 sampai Rp.600.000,-00 per satu buah jaringnya. Berikut rincian modal awal pembuatan jaring dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:

Gambar: alat-alat pembuatan jaring rajungan

Tabel 6: Rencana Anggaran Biaya Jaring Rajungan No Jenis Barang Volume Satuan Harga Jumlah 1 Jaring rajungan 4 Pieces Rp. 35.000 Rp.140.000 2 Tali ris kecil 2 Gulung Rp. 15.000 Rp. 30.000 3 Tali ris besar 2 Gulung Rp. 15.000 Rp. 30.000

4 Timah 5 Kg Rp. 30.000 Rp.150.000

5 Batu 2 Kantong Rp. 6.000 Rp.12.000

6 Sliket 2 Pack Rp. 50.000 Rp.100.000

Jumlah Rp.462.000 Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, menjelaskan bahwa peralatan nelayan untuk membuat jaring adalah terdiri dari benang (jaring rajungan), tali ris kecil dan tali ris besar yang harganya Rp.15.000 per gulungnya, timah, batu dan sliket. Besarnya biaya untuk pembuatan jaring rajungan adalah sebesar Rp. 462.000,-00. Namun modal untuk membuat jaring sewaktu-waktu dapat berubah, bisa lebih murah dan bahkan bisa lebih mahal tergantung harga pasaran bahan-bahan untuk pembuatan jaring rajungan tersebut. Bahkan untuk masalah permodalan, nelayan harus meminjam kepada bakul ketika nelayan tidak memiliki modal sendiri untuk

(16)

pembuatan jaring atau perbaikan jaring rajungan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan nelayan terlibat hutang piutang dengan bakul.

c. Jumlah Awak Kapal

Dalam satu perahu terdapat tiga orang nelayan diantaranya terdiri dari satu orang yang mempunyai perahu atau yang disebut dengan juragan, dan dua orang lainnya yaitu nelayan yang tidak memiliki perahu kemudian ikut serta dalam perahu juragan. Selain itu, nelayan yang ikut dengan perahu juragan harus membayar uang ongkos sewa atau uang solar kepada juragan yang mempunyai perahu. Biaya ongkos sewa yang harus dikeluarkan nelayan yang ikut pada perahu juragan adalah sebesar Rp.20.000 sampai Rp.50.000 per nelayan. Harga tersebut disesuaikan dengan harga solar yang dibeli dan penggunaan solar pada saat kegiatan melaut.

Kemudian ongkos sewa tersebut juga disesuaikan dengan banyak sedikitnya hasil tangkapan nelayan yang ikut dalam perahu juragan. Pembayaran yang dilakukan oleh nelayan kepada juragan atau pemilik perahu dilakukan setelah kegiatan melaut selesai dan masing-masing nelayan sudah kembali ke darat.

Biasanya pada sekali melaut masing-masing nelayan hanya membawa jaring sebanyak tiga sampai empat jaring rajungan, hal tersebut dikarenakan mengingat kapasitas perahu yang kecil dan alat tangkap yang masih tradisional. Selain itu juga kapasitas nelayan yang tidak memungkinkan untuk membawa jaring rajungan terlalu banyak karena kemampuan membawa jaring rajungan yang berat sehingga nelayan paling banyak membawa tiga sampai lima jaring.5

Gambar: jumlah ABK dan kegiatan melaut nelayan

5 Wawancara dengan Bapak Rasidi, 28 januari 2016. Bapak Rasidi adalah salah satu nelayan yang ada di Desa Grogol

(17)

d. Lampu dan Perbekalan

Selain harus adanya perahu dan jaring, nelayan juga membawa lampu petroma sebagai alat bantu pencahayaan dalam melaut. Selain itu, nelayan juga membawa perbekalan seperti makanan dan minuman untuk persediaan selama melaut. Karena kegiatan melaut dilakukan bisa seharian penuh, baik itu dari malam hari sampai siang hari maupun sebaliknya.

F. Mekanisme Masyarakat Nelayan Grogol dalam Melaut

Masyarakat nelayan Grogol memiliki kebiasaan melaut yang rutin setiap harinya.

Jadwal beragkat menuju ke laut yang dilakukan oleh nelayan terbagi ke dalam dua bagian yaitu pemberangkatan yang dilakukan pada malam hari kemudian pemberangkatan yang dilakukan pada siang hari. Pemberangkatan pada malam hari, biasanya masyarakat nelayan berangkat menuju ke laut pada pukul 23.00 WIB dini hari kemudian kembali ke daratan pada pukul 10.00 -11.00 WIB.

Pada mekanisme pemberangkatan siang hari, masyarakat nelayan berangkat menuju laut lepas pada pukul 12.30 siang, untuk sampai ke tengah laut lepas nelayan membutuhkan waktu selama dua jam untuk sampai di tempat tujuan atau lebih tepatnya pada pukul 14.00. kemudian selama kurang lebih satu jam nelayan menyiapkan keperluan untuk menangkap rajungan. pada pukul 17.00 nelayan memasang atau membentangkan jaring disepanjang kawasan di laut lepas. Setelah beberapa jam jaring dipasang, nelayan mengangkat jaring ke atas perahu yaitu sekitar pada pukul 23.00. kemudian setelah semua jaring terangkat ke perahu nelayan akan kembali ke dermaga dan pulang pada sekitar pukul 08.00-09.00 pagi. Begitupun dengan hari-hari selanjutnya, hal tersebut biasa disebut oleh masayarakat Grogol dengan sistem berlayar harian nelayan.

Dalam kegiatan melaut masyarakat nelayan hanya menangkap hasil laut berupa rajungan saja hal tersebut dikarenakan rajungan sangat melimpah dan juga untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Namun, adapula nelayan yang mencari biota laut lainnya seperti ikan, udang dan kerang. Kemudian dari pada itu, dalam satu bulan nelayan hanya melaut sekitar 15 sampai 20 hari saja.

(18)

G. Program Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kelautan Dan Perikanan 1. Program Dinas Kelautan Dan Perikanan

Dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir dan pengembangan usaha masyarakat pesisir berbasis sumberdaya lokal, maka Pemerintah melalui dinas kelautan dan perikanan mengeluarkan suatu program untuk membentuk suatu kelompok sebagai salah satu cara atau wadah suatu kelompok tersebut untuk mengembangkan potensi yang dimiliki masayarakat dan mengembangkan kemandirian masyarakat pesisir. Pembentukan KUB tersebut didasarkan pada suatu tujuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan suatu kelembagaan sosial yang ada di wilayah tersebut.

Dinas kelautan dan perikanan melalui badan badan ketahanan pangan dan pelaksana penyuluhan pertanian (BKP5K) mengeluarkan suatu program pemberdayaan masyarakat yaitu melalui kelompok usaha bersama (KUB).

Pembentukan KUB di bawah naungan dinas kelautan dan perikanan divisi bagian tangkap. Adapun peran dan tugas divisi bagian tangkap menurut peraturan pemerintah tentang rincian tugas, fungsi, dan tata kerja dinas kelautan dan perikanan adalah sebagai berikut:

a. Bidang Perikanan Tangkap dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang merupakan unsur pelaksana yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

b. Bidang Perikanan Tangkap mempunyai tugas mengelola urusan pemerintahan daerah di bidang perikanan tangkap.

c. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bidang Perikanan Tangkap mempunyai fungsi:

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang perikanan tangkap;

2) pengelolaan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang perikanan tangkap;

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang penangkapan ikan dan prasarana penangkapan ikan; dan

4) Pelaksanaan tugas lain, yang diberikan oleh Kepala Dinas, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(19)

d. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Kepala Bidang Perikanan Tangkap, mempunyai uraian tugas:

1) Membantu Kepala Dinas, dalam melaksanakan tugas di bidang perikanan tangkap;

2) Mengelola penyusunan rencana dan program kerja Bidang Perikanan Tangkap, sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

3) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada para Kepala Seksi, sesuai dengan bidang tugasnya;

4) Membina dan memotivasi bawahan dalam rangka pelaksanaan tugas;

5) Memantau, mengendalikan, mengevaluasi, dan menilai pelaksanaan tugas bawahan;

6) Menyiapkan bahan penyusunan dan menelaah peraturan perundang- undangan di bidang perikanan tangkap;

7) Mengelola kebijakan peningkatan kelembagaan dan ketenagakerjaan perikanan tangkap kewenangan kabupaten;

8) Membentuk dan meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang perikanan tangkap;

9) Melaksanakan peragaan, penyebarluasan dan bimbingan penerapan teknologi penangkapan ikan;

10) Memberikan saran dan bahan pertimbangan kepada Kepala Dinas, yang berkaitan dengan kegiatan bidang perikanan tangkap, dalam rangka pengambilan keputusan/kebijakan;

11) Melaporkan kepada Kepala Dinas, setiap selesai melaksanakan tugas/

penugasan;

12) Mengoordinasikan penyusunan rencana dan pelaksanaan anggaran lingkup Bidang Perikanan Tangkap;

13) Bersama dengan Sekretaris, melaksanakan asistensi/ pembahasan rencana anggaran Bidang Perikanan Tangkap dengan satuan kerja terkait/Tim/

Panitia Anggaran;

14) Mengelola evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas/kegiatan Bidang Perikanan Tangkap , sesuai ketentuan yang berlaku; dan

(20)

15) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas, sesuai dengan tugas dan fungsinya.6

Divisi bagian tangkap menangani langsung dan menjadi pendamping bagi setiap KUB yang dibentuk disetiap daerah masing-masing. Pendampingan pada setiap KUB dilakukan rutin oleh dinas kelautan dan perikanan pada setiap ada kegiatan. Adapaun pendamping yang mendampingi jalannya kegiatan KUB adalah sebanyak dua orang.

2. Sejarah Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Sejak tahun 1970-an, pemerintah menggulirkan program penanggulangan kemiskinan melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita) khususnya repelita I-IV melalui program sektor dan regional keberadaan lembaga koordinasi yang bersifat sektoral seperti kelompok usaha bersama atau KUB dari kementrian sosial. KUB dimulai sejak tahun 1982. Tahun 2006 pemerintah melalui kementrian sosial mencoba menyempurnakan pendekatan penyelenggaraan program kelompok usaha bersama atau KUB.7

Jika pada tahun 2005, penyaluran bantuan kepada KUB bersifat alami, melalui perantara, top down, tanpa pendampingan atau terpusat, maka pada tahun 2006 sudah mulai dilakukan perubahan dan penyempurnaan ditahun 2007 perubahan nyata dilakukan langsung kepada kelompok usaha bersama dan melalui mekanisme perbankan dan melalui mekanisme perbankan (bekerjasama dengan PT BRI Tbk). Bantuan tidak lagi bersifat natural yang harus disediakan oleh pemerintah pusat melalui pihak ketiga. Namun, disediakan sendiri oleh anggota KUB.8

Pada tahun 1983, kementerian sosial sudah menerapkan kelompok usaha bersama (KUB) sebagai salah satu media dalam penanganan permasalahan sosial.

Sejak diinisiasi hingga sekarang sudah banyak perubahan-perubahan terutama

6 Wawancara dengan Pak Mulyanto, waktu: selasa 8 Maret 2016, dan dari data KUB BONZEN.

Pak Mulyadi adalah sekretaris KUB BONZEN, pak mulyanto yang turun tangan langsung menghadapi kebutuhan KUB,

7 “Oetami Dewi, KUBE (kelompok usaha bersama) sebagai salah satu model untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat. http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/7/27/kube-kelompok-usaha- bersama-sebagai-model-untuk-pengembangan-pemberdayaan-masyarakat/

8 ibid

(21)

setelah digulirkannya otonomi daerah melalui Undang-undang N0. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Berdasarkan buku pedoman kelompok usaha kementerian sosial RI direktorat jendral pemberdayaan sosial dan kemiskinan direktorat pemberdayaan, memberikan pengertian KUB sebagai media untuk membangun kemampuan memecahkan masalah memenuhi kebutuhan melaksanakan peran sosial dengan mengembangkan potensi masyarakat yang mengintegrasikan aspek sosial dan ekonomi.

Kelompok Usaha Bersama (KUB) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.9

KUB sendiri adalah badan usaha non badan hukum ataupun yang sudah berbadan hukum yang berupa kelompok yang dibentuk oleh nelayan berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggung jawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. KUB sendiri adalah tempat berkumpulnya masyarakat nelayan dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pikiran, menampung aspirasi masyarakat nelayan, dan melaksanakan visi misi dengan tujuan yang sama pula.

H. Latar Belakang Terbentuknya Kelompok Usaha Bersama Bondet Zenawi (KUB BONZEN)

1. Permasalahan Masyarakat Nelayan Desa Grogol

Masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya kelautan yang ada sebagai salah satu mata pencahariannya sehingga tidak menghenrankan lagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir sebagian besar bekerja sebagai nelayan.

Namun dalam menjalankan kegiatan melautnya, masyarakat nelayan tersebut menghadapi berbagai persoalan. Baik itu dari keterbatasan sumber daya manusianya, dari segi permodalan maupun faktor alam yang disebabkan

9 PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)

(22)

perubahan musim dan cuaca. Masyarakat nelayan menemui berbagai hambatan dan kesulitan di antaranya yaitu keterbatasan sumber daya manusia yang rendah, serta kondisi peralatan untuk melaut yang ada di daerah tersebut terkadang masih kurang memadai misalnya perahu tangkap yang mesinnya masih berkapasitas rendah, dan alat untuk melaut yang masih tradisional seperti masih menggunakan jaring tangkap, ataupun bubu (ranjau ikan).

Selain itu, masyarakat nelayan menghadapi permasalahan dalam segi permodalan untuk melaut yang berdampak pada pengelolaan pendapatan hasil melaut maupun kurangnya nelayan dalam mendapatkan informasi dan akses untuk memasarkan hasil lautnya sendiri. Nelayan juga mengalami kesulitan dalam hal permodalan untuk melaut serta penyediaan alat tangkap dalam melaut, hal tersebut yang mengharuskan nelayan meminjam modal kepada bakul atau pemilik modal yang disebut dengan bos besar. Kondisi yang demikian mengharuskan nelayan terlibat dalam suatu perjanjian hutang piutang dengan bakul yang tidak ada ujungnya karena bakul atau pemilik modal tidak menerima pembayaran hutang nelayan secara lunas meskipun pinjaman tersebut dikembalikan dengan cara dicicil, hal tersebut karena bakul berfikir ketika masyarakat nelayan membayarkan pinjaman dengan lunas maka masyarakat nelayan tidak akan menjual hasil tangkapan lautnya lagi kepada bakul dan akan menyebabkan bakul rugi, terkecuali nelayan memiliki kekuasaan dan jaminan untuk melunaskan. Alasan lain yang dituturkan bakul adalah hal tersebut mengatasnamakan sebuah bantuan kepada masyarakat nelayan. Hutang nelayan dianggap lunas, apabila nelayan membayar hutangnya kepada tengkulak. Namun dalam hal ini tengkulak selalu menolak pembayaran hutang yang dilakukan oleh nelayan. Kondisi demikian yang melibatkan hutang piutang bakul dengan nelayan tidak selesai karena keterikatan hutang piutang antara nelayan dengan bakul atau pemilik modal tidak pernah lunas.

Peminjaman modal kepada bakul tersebut dilatar belakangi oleh keterbatasan modal nelayan untuk melaut. Dengan demikian nelayan mempunyai kewajiban dalam membayar pinjaman kepada bakul dengan cara diangsur yaitu dengan memotong atau mengurangi harga dari penghasilan melaut nelayan dalam sehari.

Hal tersebut dikarenakan nelayan mempunyai hutang kepada bakul. Pengurangan harga terhadap nelayan tersebut yang memiliki hutang tidak dianggap sebagai

(23)

bentuk cicilan untuk melunasi hutang tetapi hal tersebut hanya dianggap sebagai cicilan pelunasan bunga pinjaman. Sehingga, dengan demikian secara tidak langsung hutang nelayan akan semakin menumpuk karena sebelum hutang nelayan terbayarkan dengan lunas, masyarakat akan meminjam modal kepada bakul kembali, begitu seterusnya. Bahkan pendapatan dari harga jual hasil tangkapan laut yang diperoleh masyarakat nelayan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan nelayan yang tidak memiliki keterlibatan hutang piutang dengan bakul.

Dengan demikian, kondisi tersebut memaksa masyarakat nelayan harus mengikuti peraturan perjanjian yang dibuat oleh bakul dan harus disepakati bersama antara nelayan dan bakul. Dalam perjanjian hutang-piutang dengan bakul tersebut nelayan harus memenuhi berbagai kebijakan yang telah disepakati bersama yaitu diantaranya nelayan tidak boleh memasarkan hasil lautnya kepada bakul lain, masyarakat nelayan harus menjual hasil tangkapan lautnya kepada bakul yang bersangkutan dengan hutang-piutang, dan masyarakat nelayan tidak memiliki hak untuk menentukan harga hasil tangkapan lautnya sendiri.10 Hal tersebut mengakibatkan nelayan tidak memiliki harga tawar dan tidak dapat memasarkan sendiri hasil tangkapan lautnya, sehingga hal tersebut berpengaruh pada tingkat pendapatan yang diperoleh.

“ya nelayan yang meminjam kepada bakul otomatis harus menjual hasil tangkapan lautnya kepada bakul juga. Kenapa? Karena nelayan tersebut terlibat hutang piutang dengan bakul dan sudah menyepakati perjanjian hutang piutang, yaitu di antaranya harus menjual hasil tangkapan kepada bakul yang bersangkutan. Pengahasilan tersebut kan dipotong untuk membayar hutang nelayan kepada bakul.”11

Sistem yang dibuat oleh bakul, jelas memperlihatkan kekuasaan bakul atau pemilik modal dalam mengendalikan dan mengikat nelayan supaya masyarakat nelayan selalu bergantung pada pemilik modal yaitu kepada bakul. Dengan keadaan yang demikian, membuat nelayan merasa dirugikan, namun di sisi lain nelayan tidak mempunyai pilihan lain karena secara tidak langsung masyarakat membutuhkan pinjaman modal untuk melaut kepada bakul-bakul tersebut.

10 Wawancara dengan bapak sakri. Waktu: selasa 08 maret 2016. Bapak Sakri adalah masyarakat yang berprofesi sebagai nelaya sekaligus anggota KUB.

11 Wawancara dengan bapak sakri. Waktu: selasa 08 maret 2016.

(24)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut justru lebih memihak kepada pemilik modal dari pada nelayan itu sendiri.

Selain permasalahan tersebut, masalah lainnya adalah disebabkan oleh perubahan musim yang tidak menentu. Hal tersebut berdampak pada ekosistem laut yang semakin berkurang karena faktor cuaca, perubahan iklim laut karena perbuatan manusia dan pengaruh musim. Kondisi yang demikian telah mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan yang berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan ekonomi masyarakat nelayan dari hasil lautnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal demikian yang menjadikan rendah pula tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan dalam segi ekonomi. Karena pendapatan yang didapatkan oleh nelayan dari hasil tangkapan lautnya berkurang.

Profesi yang dijalankan oleh nelayan merupakan pekerjaan yang bersifat tidak menentu atau bergantung pada musim tangkapan laut. Penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat nelayan cenderung tidak menentu yakni terkadang mendapatkan hasil yang banyak dan tidak jarang pula masyarakat nelayan mendapatkan hasil tangkapan laut yang sedikit. Hal tersebut yang mengakibatkan masyarakat nelayan berada dalam jurang kemiskinan. Sedangkan, dilain hal masih banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi demi kelangsungan hidup, oleh karena itu masyarakat nelayan memiliki jiwa pekerja keras demi menyambung hidup keluarga.

Masyarakat nelayan memiliki inisiatif untuk membentuk suatu wadah atau kelompok untuk saling berdiskusi mengenai permasalahan masyarakat dan juga dapat menampung aspirasi masyarakat nelayan. Dengan berkumpul dan bernaung dalam suatu organisasi yang dipimpin oleh para ahli di bidang kelautan dan perikanan tangkap, maka diharapkan kelemahan akses masyarakat nelayan terhadap kesempatan atau fasilitas ekonomi dapat berkurang. Salah satu upaya dalam meningkatkan usaha nelayan tersebut adalah melalui wadah organisasi yang diberinama Kelompok BONZEN singkatan dari Bondet Zenawi. Nama kelompok tersebut diambil dari nama blok yaitu blok Zenawi dan nama sungai Desa Grogol sendiri yaitu Sungai Bondet. Nama BONZEN digunakan berdasarkan kesepakatan masyarakat nelayan yang tergabung dalam kelompok tersebut. Peraturan dalam kelompok atau organisasi tersebut diatur oleh nelayan itu sendiri. Desa Grogol memiliki suatu organisasi yang menaungi masyarakat

(25)

nelayan dalam hal hasil tangkap laut maupun kegiatan masyarakat nelayan lainnya dalam melaut. Pada awalnya kelompok tersebut hanya bernama BONZEN, kemudian setelah menerima program pemerintah BONZEN tersebut bernama Kelompok Usaha Bersama Bondet Zenawi Nelayan (KUB BONZEN).

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan diberbagai wilayah. Dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir dan pengembangan usaha masyarakat pesisir yang berbasis pada sumberdaya yang dimiliki dan partisipatif dari masyarakat. Maka, pemerintah melalui dinas kelautan dan perikanan mengeluarkan suatu kebijakan program pemberdayaan masyarakat pesisir sebagai salah satu cara atau wadah suatu kelompok tersebut untuk mengembangkan potensi yang dimiliki masyarakat dan mengembangkan kemandirian masyarakat pesisir. pemerintah menggulirkan program penanggulangan kemiskinan melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita), melalui program sektor dan regional keberadaan lembaga koordinasi yang bersifat sektoral seperti kelompok usaha bersama atau KUB dari kementrian sosial. Pembentukan KUB tersebut didasarkan pada suatu tujuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan suatu kelembagaan sosial yang ada di wilayah tersebut. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pembentukan KUB erat kaitannya dengan suatu konsep pembangunan masyarakat. Konsep pembangunan dapat dilihat kaitannya dalam rangka upaya mewujudkan cita-cita Negara kesejahteraan (Welfare State).

Konsep tersebut bersumber dari pemahaman tentang fungsi Negara. Dalam welfare state, Negara tidak hanya lagi bertugas memelihara ketertiban dan menegakan hukum tetapi terutama adalah meningkatkan kesejahteraan warganya.

Ndraha (dalam Soetomo, 2013: 313).

Tjokrowinoto, dalam Soetomo, 2013: 315, merumuskan bahwa pengertian yang lebih operasional untuk memahami strategi pembangunan yang berorientasi pada paradigma kesejahteraan yang menjanjikan kesejahteraan dan keadilan sosial ini. Pembangunan yang berorientasi pada paradigma kesejahteraan ini disampaikan dalam bentuk program yang akan memberikan perubahan pembangunan kepada sebagian warga masyarakat dalam meningkatkan akses mereka, yang disampaikan dalam kurun waktu yang sesingkat mungkin. Maka dari itu pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai salah satu cara

(26)

menerapkan program pemberdayaan masyarakat nelayan mulai dilakukan pemerintah wilayah salah satunya yang mendapat program pembentukan KUB adalah Desa Grogol.

2. Sejarah Berdirinya KUB BONZEN

Kelompok Usaha Bersama Bondet Zenawi ( KUB BONZEN) berdiri pada hari kamis 26 juli 2007 tepat pada jam sembilan malam yang beralokasi di blok Zenawi Rt.03/Rw. 05 Desa Grogol kecamatan Gunung Jati kabupaten Cirebon.

KUB BONZEN dibentuk atas dasar anjuran dari pemerintah setempat melalui program dinas kelautan dan perikanan kabupaten mengenai pembentukan KUB.

KUB BONZEN sudah berdiri kurang lebih selama 9 Tahun. Kantor KUB BONZEN bertempat di Rw 05 Desa Grogol kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Fokus dari kegiatan KUB sendiri adalah pemberdayaan khususnya para nelayan. Pada awal dibentuknya KUB adalah rekomendasi dari pemerintah kabupaten, yang kemudian di bentuk dan direalisasikan oleh masyarakat nelayan sendiri.12

Pada awal sejarah KUB BONZEN, hanya merupakan suatu komunitas atau sekelompok masyarakat nelayan yang pada saat itu belum memiliki wadah untuk menampung semua aspirasi dan permasalahan yang di alami oleh masyarakat nelayan. Kemudian masyarakat nelayan berinisiatif untuk membentuk sebuah wadah bagi mereka, yang pada saat itu hanya di beri nama BONZEN. Nama BONZEN sendiri diambil dari nama sungai di Desa Grogol yaitu Sungai Bondet dan diambil dari nama blok yaitu Zenawi dan terbentuklah perkumpulan nelayan tersebut dengan nama BONZEN (Bondet Zenawi). Dimana BONZEN ini adalah tempat berkumpulnya sekelompok nelayan untuk secara bersama menaungi semua aspirasi masyarakat nelayan dan untuk bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi oleh nelayan.

Pada saat itu, ada program pemerintah mengenai pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) kemudian dari kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) menyarankan kepada komunitas BONZEN untuk mengikuti program tersebut. Kemudian dinas kelautan dan perikanan kabupaten Cirebon mengadakan penyuluhan dan seminar mengenai program pembentukan KUB tersebut di Desa Grogol dan salah satu peserta yang mengikuti kegiatan

12 Wawancara: Pak Mulyanto, Kamis 10 Des 2015

(27)

penyuluhan tersebut adalah komunitas nelayan BONZEN. Akhirnya setelah mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari badan ketahanan pangan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian perikanan kehutanan (BKP5K) komunitas nelayan BONZEN pun mengikuti program tesebut dan terbentuklah kelompok usaha bersama nelayan bondet zenawi atau KUB BONZEN yang diresmikan pada tahun 2007 dan berjalan hingga sekarang. Kemudian setelah resmi KUB BONZEN terbentuk, KUB mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp.100.000.000,-00 sebagai dana pengembanagan KUB.

3. Maksud dan Tujuan KUB BONZEN

Maksud dan tujuan dibentuknya KUB BONZEN adalah untuk menyatukan pendapat, pemikiran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama pula yaitu terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Adapun tujuan secara umum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan secara merata melalui pengembangan jual beli hasil tangkap, penguatan kelembagaan, dan peningkatan partisipasi masyarakat untuk pengembangan potensi yang dimiliki.

Adapun tujuan berdirinya kelompok usaha bersama (KUB) BONZEN secara lebih spesifik adalah sebagai berikut:

a. Dapat merumuskan dengan bersama tentang usaha perikanan tangkap.

b. Dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh para nelayan.

c. Mengembangkan usaha perikanan secara mandiri dan terpadu dari penangkapan hingga pemasaran.

d. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi anggota khususnya dan masyaarakat nelayan yang berada di lingkungan umumnya. Menumbuh kembangkan perekonomian di desa setempat khususnya bidang perikanan.

e. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dalam masalah perekonomian

4. Kepengurusan Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Pada hakekatnya KUB sendiri dibentuk dari masyarakat, oleh masayarakat dan untuk masyarakat nelayan yang menjadi anggota kelompok tersebut. Pengurus KUB juga dipilih dari anggota kelompok sendiri yang mendukung pengembangan KUB, memiliki kualitas seperti kesediaan mengabdi, rasa tanggungjawab dalam mengorganisasikan dan mengkoordinasikan kegiatan anggota KUB, mempunyai keuletan, dan yang terpenting adalah merupakan hasil pemilihan dari anggota

(28)

KUB sendiri. Hal tersebut ditujukan agar para pengurus yang dipilih oleh anggota kelompok sendiri lebih memahami kebutuhan dan mengerti keluhan anggota nelayan.

Struktur organisasi kepengurusan KUB BONZEN adalah sebagai berikut : I. Pelindung

a. MUSPIKA GUNUNG JATI b. Kuwu Desa Grogol

c. Ketua KUD Mina Waluyo Bondet

d. Ketua Ketua PokmasWas Mina Cita Lestari II. Pembina

a. Kecamatan Gunung Djati

b. Perikanan Kecamatan Gunung Jati

III. Pengurus

a. Ketua : Sujana b. Sekertaris : Mulyanto c. Bendahara : Wadir Seksi kepengurusan : a. Produksi : Sakri

b. Pemasaran : Abdul Ghani c. Humas : Solikin d. Keamanan : Nuryadi

Pemilihan pengurus bersifat demokratis yaitu berdasarkan hasil musyawarah persetujuan anggota nelayan sendiri. Pemilihan disepakati bersama dengan memungut suara pilihan penentuan pengurus. Struktur kepengurusan KUB lainnya diserahkan sepenuhnya pada kelompok KUB karena hal ini bergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan. Pengurus memiliki tugas untuk mengayomi dan mengarahkan jalannya suatu kegiatan yang telah direncanakan bersama. Mendengarkan dan menampung aspirasi anggota nelayan untuk nantinya didiskusikan dan mencari solusi bersama dalam menyelesaikan permasalahan anggota.

Pembentukan pengurus di KUB BONZEN, sesuai dengan pedoman pembentukan KUB yang ditetapkan oleh pemerintah tentang struktur dan kepengurusan KUB. Yaitu dimana struktur KUB sangat bergantung pada jenis

(29)

usaha yang dijalankan oleh KUB tersebut. Tidak ada suatu struktur yang baku tentang struktur KUB, strukturnya sepenuhnya diserahlan kepada KUB.

Kemudian kepengurusan dipilih berdasarkan hasil musyawarah atau kesepakatan anggota kelompok.13

Adapaun untuk uraian tugas setiap pengurusnya adalah sebagai berikut.

1. Ketua, bertugas untuk mengkoordinir berbagai kegiatan KUB, melaksanakan pengawasan dan pengendalian KUB, memimpin rapat pertemuan dan mengsyakan hasil keputusan musyawarah anggota kelompok, dan menandatangani dokumen yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab ketua.

2. Sekretaris, bertugas untuk mewakili ketua ketika ketua sedang berhalangan mengikuti kegiatan, mencatat semua jenis kegiatan yang telah dibuat dan disepakati bersama, menyimpan data-data KUB, dan menandatangani dokumen yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab sebagai sekretaris.

3. Bendahara. Bendahara memiliki tugas untuk melaksanakan administrasi keuangan KUB dan menandatangani dokumen yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab sebagai bendahara.

4. Bidang produksi, memiliki tugas untuk menampung hasil jual beli yang dilakukan antara nelayan dengan bakul. Kemudian akan dijual kembali kepada bakul setempat.

5. Bidang pemasaran, menjalankan kerjasama dengan bakul-bakul yang ada di wilayah setempat untuk melakukan pemasaran hasil tangkapan anggota nelayan.

6. Bidang humas, memiliki tugas untuk menanmpung aspirasi anggota nelayan dan menyampaikannya pada KUB

7. Bidang keamanan, bertugas menjaga keamanan lingkungan anggota.

bilamana terjadi percekcokan antar anggota dalam melakukan kegiatan melaut.

IV. Jumlah anggota

Jumlah anggota Kelompok Usaha Bersama Bondet Zenawi (KUB BONZEN) sebanyak sembilan puluh (90) anggota. Pada awal pembentukan KUB, kelompok hanya memiliki anggota sebanyak 30 orang

13 Berdasarkan buku pedoman kelompok usaha bersama tentang struktur dan kepengurusan KUB

(30)

saja, Kemudian seiring berjalan dan berkembangnya KUB BONZEN anggota bertambang menjadi 90 orang yang aktif mengikuti kegiatan KUB BONZEN. Berikut nama-nama anggota yang termasuk dalam kelompok usaha bersama KUB BONZEN (tercantum dalam lampiran).

5. Program KUB BONZEN a. Program Umum KUB

KUB BONZEN sendiri memiliki fokus kegiatan atau program kerja yang terdiri dari tiga program kerja. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.) Bidang usaha penangkapan hasil laut

Semua anggota KUB BONZEN bermata pencaharian sebagai nelayan.

Dimana anggota KUB sendiri terdiri dari Sembilan puluh (90) anggota yang tiga puluh (30) diantaranya sudah memiliki perahu sendiri/ pribadi.

Usaha penangkapan dapat dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap yang secara legal diperbolehkan dan teknologinya dikuasai oleh setiap anggota KUB. Usaha penangkapan ikan dapat dibedakan berdasarkan jenis alat tangkap dan skala armada perikanan tangkap yang digunakan. Usaha penangkapan hasil laut yang dapat dilakukan oleh KUB penangkapan dengan spesifikasi jenis alat tangkap antara lain adalah:

 Usaha penangkapan hasil laut dengan jaring

 Usaha penangkapan hasil laut dengan bubu 2.) Bidang pemasaran hasil tangkap laut

Pemasaran hasil perikanan merupakan program KUB yang bergerak dalam kegiatan usaha pemasaran hasil perikanan, baik yang berdiri sendiri maupun berpadu dengan unit usaha KUB penangkapan atau pengolahan hasil perikanan. Adapun penjabaran pemasaran yang dilakukan KUB adalah sebagai berikut:

o Dalam kegiatan usahanya KUB mengelola unit pemasaran ikan hasil tangkapan anggotanya.

o KUB mengkhususkan diri untuk memasarkan hasil perikanan setiap anggotanya.

o Pada kegiatan usaha pemasaran hasil perikanan, KUB berfungsi untuk meningkatkan posisi harga tawar dari bakul. Serta penentuan harga di tentukan oleh KUB.

(31)

o KUB menjual hasil tangkapan perikanan anggotanya kepada bakul.

Ketika nelayan menjual rajungan ke KUB menjualnya ke bakul masing-masing memiliki perbedaan harga yang cukup jauh, perbedaan harga tersebut kisaran antara Rp. 3000 sampai Rp. 5000. Ketika nelayan dalam setahun mampu menjual rajungan dengan jumlah banyak (besar) ke KUB maka besar pula keuntungan yang nelayan peroleh, karena secara tidak langsung nelayan mempunyai tabungan atau simpanan anggota dari hasil penjualan KUB.

3.) Bidang simpan pinjam

Simpan pinjam dalam KUB hanya diberlakukan bagi semua anggota KUB BONZEN dan masyarakat nelayan setempat yang memerlukan bantuan untuk kepentingan melaut. Simpanan yang diberlakukan KUB adalah berupa simpanan pokok, dan simpanan anggota. Simpanan pokok adalah simpanan yang pada awal menjadi anggota, nelayan menabung ke KUB sebagai simpanan awal anggota. Kemudian simpanan anggota, dimana setiap anggota memiliki simpanan dari keuntungan hasil penjualan rajungan ke KUB.

Sistem peminjaman di KUB. KUB menerapkan sistem simpan pinjam tidak hanya untuk anggota saja melainkan untuk masyarakat nelayan sekitar yang bukan merupakan anggota. Sistem peminjaman tidak berlaku bagi masyarakat yang bukan nelayan hal ini karena kebijakan yang dibuat KUB demi kebaikan dan kemajuan KUB sendiri. Kemudian KUB juga memberlakukan sistem pemabayaran pinjaman dengan sistem cicilan berjangka dan dengan bunga. Pembayaran pinjaman tersebut harus di kembalikan nelayan ke KUB dalam kurun waktu selama dua tahun dengan bunga 0,5% atau setara dengan Rp.50.000,-00 dalam setiap peminjaman.

Selain itu juga KUB memberikan bantuan kepada setiap anggotanya yang ketika mengalami musibah, kecelakaan melaut atau ada anggota keluarga nelayan yang meninggal. Konpensasi dan bantuan yang diberikan oleh KUB berupa uang tunai sebasar Rp.100.000,-00.

(32)

6. Aset Kepemilikan KUB

Aset yang dimiliki KUB BONZEN dari awal berdiri sampai berkembang saat ini, seperti tempat penimbangan, doking (lapangan untuk memperbaiki jaring rajungan), perahu, jaring, mesin disel, dan pancing.

 Armada tangkap : 30 (tiga puluh) unit perahu dibawah 5 GT

 Mesin : 30 (tiga puluh) unit ukuran 16-30 PK

 Doking perahu

 Tempat bongkar muat perahu (semacam pendaratan/ penjualan hasil tangkap) sekaligus tempat pemasaran.

 PUULBOOK : 3 (tiga) buah

 Alat timbang : 3 (tiga) buah

7. Sistem Produksi dan Distribusi hasil tangkapan laut yang dilakukan KUB BONZEN

Bagan 1. Alur distribusi penjualan hasil tangkap rajungan antara nelayan, KUB dan bakul.

Sumber: Data Sekunder

Proses produksi hasil tangkapan nelayan juga dilakukan oleh para pelaku produksi dalam hal ini adalah nelayan, KUB dan bakul. KUB dan bakul masih mendapatkan hasil tangkapan dalam bentuk yang masih mentah atau berangkas.

Dalam proses produksinya KUB membeli rajungan dari nelayan, kemudian menjualnya kembali kebakul. Distribusi penjualan rajungan dari nelayan ke KUB kemudian dari KUB ke bakul, KUB menjual hasil tangkapannya dalam bentuk brankas (utuh). KUB tidak mengolah atau mempekerjakan pengupas rajungan dikarenakan karena SDM nya yang masih bisa dibilang rendah, oleh karena itu KUB menjual lagi ke bakul. Dibakul rajungan diolah atau dikupas menjadi daging. Kemudian bakul menyetorkan hasil dagingnya kepada bos besar yang ada di Desa Grogol. Dari bos besar tersebut daging rajungan di jual ke pabrik-pabrik

Nelayan KUB Bakul

(33)

seluruh Indonesia, yang kemudian di ekspor. Berikut alur distribusi rajungan desa Grogol.

Dalam sistem produksi distribusi penjualan rajungan KUB ke bakul penentuan harga tawar sendiri ditentukan oleh KUB. Dalam hal ini harga tawar di kuasai oleh KUB. Harga rajungan yang dijual oleh nelayan ke bakul dalam keadaan mentah relatif lebih rendah harganya dibandingkan dengan ke KUB.

Kisaran harga untuk rajungan yang dijual nelayan ke KUB berkisar Rp 40.000,- /kg, kemudian KUB menjual rajungan dalam bentuk utuh (berangkas) kembali ke bakul dengan harga Rp 43.000,/kg. Keuntungan yang diperoleh KUB dalam sekali penjualan rajungan ke bakul adalah sebesar Rp 3.000/kg, keuntungan tersebut akan kembali dikalkulasikan oleh KUB sebagai keuntungan KUB dan anggota.

Dari keuntungan Rp 3.000, keuntungan Rp1.000 untuk simpanan anggota, Rp 1.000 untuk simpanan pengurus, dan Rp 1.000 lagi untuk khas pengembangan KUB. Keuntungan tersebut akan diberikan masing-masing pada anggota dan pengurus di setiap akhir tahun.

Hasil produksi baik yang dilakukan oleh nelayan, KUB maupun bakul pada akhirnya akan didistribusikan yang kemudian menjadi sebuah rangkaian kegiatan perekonomian yang tidak dapat terputus karena sudah menjadi budaya dalam sistem perekonomian hidup masyarakat nelayan tersebut.

Proses distribusi rajungan tidak luput dari peran KUB sendiri sebagai penyalur distribusi bagi para anggota nelayan dalam memasarkan hasil tangkap rajungan. Demikian proses distribusi rajungan yang langsung didistribusikan oleh nelayan ke KUB kemudian sampai ke bakul sebagai agen utama dalam kondisi mentah (berangkas).

Berikut adalah bagan sistem distribusi yang dilakukan antara nelayan, KUB, bakul hingga sampai ke pabrik-pabrik untuk kemudian di ekspor:

(34)

Keterkaitan antara KUB, bakul dengan nelayan merupakan mata rantai yang erat dan sulit untuk dipisahkan, hal ini karena di antara ketiga mata rantai tersebut saling membutuhkan. Kemudian setelah nelayan memberikan hasil tangkapannya kepada KUB, KUB akan menjualnya ke bakul, selanjutnya bakul akan menyetorkan kembali kepada bos berikutnya, setelah itu dari bos akan mendistribusikan kembali pada PT atau perusahaan yang akan memasarkan hasil produksi rajungan kepada para konsumen hingga sampai ekspor ke luar negeri.

A. Pelaksanaan Kegiatan program Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Desa Grogol

Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, menggambarkan bahwa posisi masyarakat nelayan sebagai masyarakat yang terpinggirkan dan terkukung oleh suatu sistem yang dibuat oleh suatu pihak tertentu yang diuntungkan. Selain itu juga, persoalan masyarakat nelayan sangat beragam dan dapat dibilang rumit. Oleh karena itu, kondisi yang demikian menjadi perhatian bagi seluruh kalangan khususnya institusi pemerintah terkait hal tersebut untuk melakukan berbagai upaya guna menanggulangi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat nelayan.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan serta hal apa saja yang harus dilakukan agar upaya yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan.

Dalam hal ini, Dinas kelautan dan perikanan melalui bidang tangkap mengeluarkan suatu program yaitu pembentukan kelompok usaha bersama untuk setiap wilayah yang menerima program tersebut. Dinas kelautan memberikan penyuluhan mengenai sitem kinerja kelompok usaha bersama disetiap wilayah yang menerima program.

Kemudian, melalui badan ketahanan pangan dan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian perikanan kehutanan (BKP5K), dinas kelautan memberikan arahan dalam pelaksanaan pembentukan kelompok usaha bersama.

Pada tahun 2007, dinas kelautan dan perikanan membentuk suatu kelompok usaha bersama (KUB) di kabupaten Cirebon. Salah satu desa yang menerima program pembentukan kelompok usaha bersama adalah Desa Grogol. Desa Grogol dipilih

Referensi

Dokumen terkait

PERAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANGGOTA DALAM PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI (Kasus Kelompok Usaha Bersama (KUB) Program HKm di Desa Amotowo.. Kecamatan Landono

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keber- hasilan program IDT terutama sebagai gerakan masyarakat, meng- analisa usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota dan

Dalam pelaksanaan fungsinya, program siaran Kentongan ini membentuk menginformasikan kepada pendengar terkait mitigasi bencana tersebut, isi informasi yang

Dari banyaknya temuan yang ada didalam organisasi, anggota kelompok yaitu para tenaga pendidik dan pengurus yayasan membutuhkan adanya proses komunikasi yang dapat dilakukan dengan

Tahun 2003 menjadi awal titik balik dari perkembangan BMT Ki Ageng Pandanaran, dibawah pengurus baru ini BMT dapat berkembang dengan baik, karena pengurus dan anggota koperasi

Kemudian siswa mendengarkan penjelaskan dari guru mengenai tugas kelompok yang akan didiskusikan bersama anggota kelompoknya melalui praktikum sederhana yang akan

Apabila pengurus telah memiliki kemampuan manajerial yang baik, maka mereka dapat membuat program-program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan anggota, sehingga

Setelah dilakukan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada kelompok eksperiman kemudian diberikan posttest untuk mengetahui apakah ada peningkatan