• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KADAR METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENETAPAN KADAR METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM

INFRA RED (FTIR) SKRIPSI

OLEH:

OKTA ZIKRA NIM 161501148

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

PENETAPAN KADAR METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM

INFRA RED (FTIR) SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

OKTA ZIKRA NIM 161501148

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Metronidazol Dalam Sediaan Tablet Dengan Nama Dagang dan Generik Secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pemeriksaan mutu sediaan obat diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan mutu dan jumlah sesuai dengan syarat standar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) serta untuk mengetahui kesesuaian kadar terhadap persyaratan Farmakope Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan kadar metronidazol dapat dilakukan secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan kadar tablet metronidazol telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi V.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt., dan Bapak Dr. Nerdy, S. Farm., M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

(5)

ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberi bimbingan, perhatian dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orangtua, Ayahanda Ajisman dan Ibunda Ratnis, uda Asrat Chan, uni Nurviati, uni Rasmi Tedri, serta uni Patma Nelita yang telah memberikan cinta dan kasih sayang, do’a, semangat, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Laila, Jenni, Deli, Atika, Rizki, Fenny, Reissa, Fikha, Aisyah, Olan, Istifa, Lingkaran Calon Bidadari Surga, Lingkaran Cheese, keluarga Kenanga Sari 19, Asisten Laboratorium Biokimia, serta sahabat-sahabat stambuk 2016 Fakultas Farmasi USU atas kebersamaan, perhatian, do’a, dorongan, semangat serta cinta yang diberikan kepada penulis selama ini, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 20 Maret 2020 Penulis,

Okta Zikra NIM 161501148

(6)
(7)

PENETAPAN KADAR METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA

SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) ABSTRAK

Latar belakang: Metronidazol merupakan senyawa nitro-imidazol yang memiliki spektrum antiprotozoa dan antibakterial yang luas. Metronidazol telah digunakan sejak tahun 1959 untuk pengobatan trikomoniasis. Pemeriksaan mutu sediaan obat diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan mutu dan jumlah sesuai dengan syarat standar.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik serta untuk mengetahui kesesuaian kadar terhadap persyaratan Farmakope Indonesia.

Metode: Penetapan kadar metronidazol secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol pada rentang bilangan gelombang 4000-650 cm-1.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar metronidazol dalam sediaan tablet Metronidazol (100,02±0,08) %, tablet Farizol® (99,59± 0,17) %, tablet Grafazol®(97,36±0,23) %, tablet Metrolet® (101,66±0,20) %, tablet Omenizol® (97,98±0,16) %, dan tablet Trichodazol® (98,87±0,13) %. Validasi metode yang dilakukan didapat hasil uji perolehan kembali 99,87%, RSD 0,25%, dan memiliki LOD dan LOQ masing-masing 3,5819 mg/mL dan 11,9397 mg/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memberikan hasil akurat dan teliti.

Kesimpulan: Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah kadar metronidazol dapat dilakukan secara spektrofotometri fourier transform infra red (FTIR) dan kadar tablet metronidazol telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V tahun 2014.

Kata Kunci: metronidazol, FTIR, spektrofotometri, penetapan kadar

(8)

DETERMINATION OF METRONIDAZOLE IN TABLET WITH THE TRADE NAME AND GENERIC BY FOURIER TRANSFORM INFRA

REDSPECTROPHOTOMETRY (FTIR) ABSTRACT

Background: Metronidazole is a nitro-imidazole compound is a broad spectrum antibiotic, used for antiprotozoa and antibacteri. Metronidazole has been used since 1959 for the treatment of trichomoniasis. Quality contol of drugs is very important and needed to ensure that drugs meet the requirement of Indonesian’s Pharmacopeia 5th edition 2014.

Objective: The purpose of this study is to determine metronidazole levels in tablet preparation with a trade name and generic and to determine the suitability of the requirements of Indonesian Pharmacopoeia.

Methods: Determination of metronidazole levels by Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectrophotometry uses methanol solvent in the wave number range 4000- 650 cm-1.

Results: The results showed that metronidazole levels in Metronidazol tablets (100,02 ± 0,08) %, Farizol® tablets (99,59 ± 0,17) %, Grafazol®tablets (97,36 ± 0,23) %, Metrolet®tablets (101,66 ± 0,20) %, Omenizol®tablets (97,98±0,16) %, and Trichodazol®tablets (98,87±0,13) %. The validation method showed the result of the recovery test was 99,87%, RSD was 0,25%, and LOD and LOQ were 3,5819 mg/mL and 11,9397 mg/mL respectively. These results indicate that the method was accurate and precise..

Conclusion: The results of this study concluded that the determination of metronidazole levels could be carried out by Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectrophotometry and the levels of metronidazole tablets fulfilled the requirements of the Indonesian’s Pharmacopeia 5th edition 2014.

Keywords: metronidazole,FTIR, spectrophotometry, content determination

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Metronidazol ... 6

2.1.1 Sifat Fisika Kimia ... 6

2.1.2 Farmakologi ... 7

2.2 Tablet... 7

2.3 Spektrofotometri ... 8

2.4 Spektrofotometri FTIR ... 9

2.4.1 Pengolahan Sampel pada FTIR ... 12

2.5 Spektroskopi Inframerah ... 14

2.6 Interpretasi Spektrum Inframerah ... 14

2.7 Validasi Metode ... 17

2.7.1 Akurasi ... 17

2.7.2 Presisi ... 18

2.7.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi... 18

2.7.4 Linearitas ... 19

BAB III METODE PENELITIAN... 20

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Alat-alat ... 20

3.3 Bahan-bahan ... 20

3.4 Pengambilan Sampel ... 20

3.5 Prosedur Penelitian... 21

3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku ... 21

3.5.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi ... 21

3.5.2.1 Pembuatan Spektrum Vibrasi Metanol ... 21

3.5.2.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi Metronidazol dalam Metanol ... 21

3.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 21

3.5.4 Penetapan Kadar Tablet Metronidazol ... 22

3.6 Validasi Metode ... 22

3.6.1 Linearitas ... 22

(10)

3.6.2 Akurasi ... 23

3.6.3 Presisi ... 24

3.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 24

3.6.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Penentuan Spektrum Vibrasi Maksimum ... 26

4.2 Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi Metronidazol ... 29

4.3 Hasil Penetapan Kadar Metronidazol dalam Sediaan Tablet dengan Nama Dagang dan Generik ... 31

4.4 Hasil Validasi Metode ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi vibrasinya ... 16 4.1 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet metronidazol dengan nama

dagang ... 32 4.2 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet metronidazol dengan nama

generik ... 32 4.3 Datakadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang

dan generik ... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur kimia metronidazol ... 6 2.2 Komponen utama dalam FT-IR ... 9 2.3 Daerah-daerah perkiraan frekuensi vibrasi yang mana berbagai jenis

ikatan menyerap sinar IR (disini hanya vibrasi ulur, sementara berbagai

jenis vibrasi tekuk dihilangkan untuk membuat lebih jelas) ... 15 4.1 Spektrum vibrasi metanol ... 26 4.2 Spektrum vibrasi metronidazol (50 mg/mL) dalam metanol... 26 4.3 Tampilan spektrum vibrasi metronidazol dengan bilangan gelombang

spesifik ... 27 4.4 Tampilan spektrum vibrasi metronidazol dengan bilangan gelombang

spesifik ... 27 4.5 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metanol dan metronidazol (50

mg/mL) dalam metanol ... 28 4.6 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metronidazol dengan berbagai

konsentrasi (0 mg/mL-70 mg/mL) dalam metanol sebelum di perbesar ... 29 4.7 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metronidazol dengan berbagai

konsentrasi (0 mg/mL – 70 mg/ml) dalam metanol ... 30 4.8 Grafik kurva kalibrasi baku metronidazol ... 30

(13)

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

1. FTIR (Agilent) ... 38

2. Sonikator (Krisbow) ... 38

3. Neraca Analitik (Sartorius) ... 38

4. Pelarut Metanol ... 39

5. Tablet Metronidazol ... 47

6. Spektrum vibrasi tablet Metronidazol ... 47

7. Tablet Farizol® ... 52

8. Spektrum vibrasi tablet Farizol® ... 52

9. TabletTrichodazol® ... 57

10. Spektrum vibrasi tablet Trichodazol® ... 57

11. TabletGrafazol® ... 62

12. Spektrum vibrasi tablet Grafazol® ... 62

13. TabletMetrolet® ... 67

14. Spektrum vibrasi tablet Metrolet® ... 67

15. TabletOmenizol® ... 72

16. Spektrum vibrasi tablet Omenizol® ... 72

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Alat dan Bahan ... 38

2. Bagan Alir Prosedur Penelitian ... 40

3. Bagan Alir Prosedur Penelitian secara Keseluruhan... 43

4. Data Pengukuran Koefisien Korelasi pada Luas Area dan Tinggi Puncak ... 44

5. Data Konsentrasi dan Luas Area serta Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 45

6. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg... 47

7. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg Merek Farizol® ... 52

8. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg Merek Trichodazol® ... 57

9. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg Merek Grafazol® ... 62

10. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg Merek Metrolet® ... 67

11. Hasil Pengujian Metronidazol 500 mg Merek Omenizol® ... 72

12. Data Hasil Persen Kadar Tablet Metronidazol... 77

13. Perhitungan Validasi Metode ... 78

14. Daftar Nilai Distribusi t ... 87

15. Sertifikat Pengujian Metronidazol ... 88

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metronidazol merupakan senyawa nitro-imidazol yang memiliki spektrum antiprotozoa dan antibakteri yang luas (Tan dan Rahardja, 2010). Pada tahun 1959, senyawa ini digunakan untuk pengobatan Trikomoniasis, infeksi yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis. Penggunaan metronidazol lebih lanjut sangat efektif untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme anaerob, seperti Trichomonasvaginalis(penyebab infeksi penyakit menular seksual), Giardia lamblia(penyebab diare), Entamoeba histolytica (penyebab amebiasis), Clostridium difficile dan Helicobacter pylori(penyebab tukak lambung dan kanker lambung). Metronidazol juga digunakan mengobati penyakit Crohn, profilaksis setelah prosedur pembedahan dan pilihan pertama untuk amebisis hati (Ceruelos, dkk., 2019).

Sediaan metronidazol dalam bentuk tablet dijumpai dengan nama generik dan nama dagang. Obat dengan nama generik dan dagang memiliki kandungan zat aktif yang sama, sehingga khasiat dan efek sampingnya tidak berbeda. Obat dengan nama generik dan dagang berbeda dalam aspek formulasi tergantung dari perusahaan farmasi yang memproduksi. Aspek formulasi ini meliputi formula, metode, proses, peralatan dan pengemasan (Amelia, 2017).

Pemeriksaan mutu suatu sediaan obat mutlak diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan mengikuti prosedur analisis standar, sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan.Agar mutu obat tersebut tetap terjamin dan efektif

(16)

dalam pengobatan, maka diperlukan suatu kadar zat aktif yang tepat terkandung dalam sediaan obat tersebut(Naid, dkk., 2011; Armin, dkk.,2012).

Menurut Ditjend BKAK (2014), tablet metronidazol mengandung metronidazol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Untuk mengetahui kadar obat, diperlukan suatu metode penetapan kadar yang menunjukkan hasil yang baik dan terjamin ketepatan dan ketelitiannya. Penetapan kadar metronidazol dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase gerak air : metanol (4:1).

Menurut Dibbern, dkk., (2002), metronidazol diketahui larut di dalam metanol.

Penetapan kadar metronidazol dengan pelarut metanol menunjukkan panjang gelombang maksimum lebih kurang 310 nm.

Penelitian sebelumnya telah melakukan penetapan kadar metronidazol dengan berbagai macam metode, diantaranya menggunakan kromatografi gas (Ho, dkk., 2005), menggunakan spektrofotometri UV (El-Ghobashy dan Talib, 2010), dan juga menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan fase gerak asetonitril (Verma, dkk., 2013). Metode-metode ini dapat diterapkan dalam mendeteksi metronidazol dalam berbagai sampel, tetapi umumnya metode ini memerlukan waktu analisis yang lama dan rumit, menawarkan analisis biaya tinggi dengan mengkonsumsi volume besar dari pelarut, yang membuat metode tersebut tidak cocok untuk analisis cepat, sampel massal di skala industri (Peng, dkk., 2012; Mallah, dkk., 2015).

Menurut Mallah dkk., (2015), penggunaan spektroskopi FTIR dalam industri farmasi sangat populer sebagai alat kuantitatif karena memiliki sensitifitas yang lebih baik, pengukuran yang lebih singkat, persiapan sampel sederhana, mudah dalam pengoperasian. Spektroskopi FTIR juga telah menjadi pilihan utama untuk

(17)

meminimalisir isu-isu lingkungan mengenai limbah kimia industri karena tidak memerlukan banyak pelarut.

Beberapa peneliti terdahulu juga telah melakukan penetapan kadar menggunakan FTIR, antara lain penetapan kadar ibuprofen (Matkovic, dkk., 2005), ciprofloxacin dalam tablet (Pandey, dkk., 2012), azitromisin (Robaina, dkk., 2013). Penetapan kadar parasetamol yang dilakukan oleh Mallah dkk., (2015). Penetapan kadar spironolakton dalam tablet yang dilakukan oleh Chandarana dkk., (2019).

Menurut Rohman (2014), analisis kuantitatif komponen dalam larutan dapat dilakukan secara sukses dengan spektrofotometri FTIR asalkan terdapat pita yang sesuai dalam spektrum komponen yang dituju (analit). Pita yang dipilih haruslah mempunyai nilai absorptivitas molar yang tinggi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik menggunakan metode spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk penetapan kadar tablet metronidazol dengan nama dagang dan generik yang bertujuan untuk mengembangkan metode yang lebih sederhana, murah, cepat dan yang ramah lingkungan. Berdasarkan kelarutan metronidazol dalam metanol, maka dilakukan modifikasi penetapan kadar metronidazol dalam penelitian ini dengan menggunakan pelarut metanol.

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah penetapan kadar tablet metronidazol dapat dilakukan secara spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol?

b. Apakah kadar metronidazol dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. Penetapan kadar tablet metronidazol dapat dilakukan secara spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol.

b. Kadar metronidazol dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk melakukan penetapan kadar tablet metronidazol secara spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol.

b. Untuk mengetahui kesesuaian hasil yang diperoleh dengan persyaratan kadar yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.

(19)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah:

a. Pengembangan ilmu bahwa penetapan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dapat juga dilakukan secara spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol.

b. Aplikasi di lapangan untuk industri farmasi dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metronidazol

2.1.1 Sifat Fisika Kimia Rumus struktur

Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol

MenurutDitjend BKAK(2014), uraian tentang metronidazol adalah sebagai berikut:

Metronidazol mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C6H9N3O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Nama IUPAC: 2-Metil-5-nitroimidazol-1-etanol Rumus molekul: C6H9N3O3

Berat Molekul: 171,15

Pemerian: hablur tidak berbau atau serbuk hablur, putih hingga kuning pucat, stabil di udara, warna menjadi lebih gelap bila terpapar oleh cahaya.

Kelarutan: agak sukar larut dalam air, larut dalam asam klorida (1 dalam 2), sukar larut dalam eter dan dalam kloroform.

(21)

2.1.2 Farmakologi

Metronidazol merupakan senyawa nitro-imidazol yang memiliki spektrum anti-protozoa dan antibakterial yang luas. Berkhasiat kuat terhadap semua bentuk Entamoeba, juga terhadap protozoa patogen anaerob lainnya. Metronidazol aktif terhadap semua cocci dan basil anaerob gram positif dan negatif, tetapi tidak aktif terhadap kuman aerob. Metronidazol berkhasiat amebisid jaringan kuat dan amebesid kontak lemah, karena reabsorbsinya di usus yang cepat sehingga kadar dalam rongga usus tidak sempat mencapai kadar terapeutik tinggi. Penggunaan metronidazol merupakan pilihan pertama untuk amebiasis hati (Tan dan Rahardja, 2010).

Efek samping dari metronidazol ringan dan berupa gangguan saluran cerna, mulut kering dan rasa logam, pusing atau sakit kepala, rash kulit dan ada kalanya leukopenia. Air kemih dapat menjadi coklat kemerah-merahan disebabkan oleh zat warna yang terbentuk (Tan dan Rahardja, 2010).

2.2 Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjend BKAK, 2014).

Sediaan tablet merupakansediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyakmengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan lebihkompak, biaya pembuatannyalebih

(22)

sederhana, dosisnyatepat, mudah pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan sediaan yang lain (Fatmawati, dkk., 2017).

2.3 Spektrofotometri

Spektrofotometer adalah instrumen yang memberikan informasi terkait dengan intensitas sinar yang diserap atau ditransmisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Teknik analisis spektrofotometri berdasarkan interaksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai parameter analisis (Gandjar dan Rohman, 2017;

Satiadarma, dkk., 2004).

Teknik spektroskopi merupakan suatu metode analisis yang melibatkan interaksi antara analit dengan radiasi elektromagnetik yang disingkat dengan REM. REM atau cahaya merupakan suatu bentuk energi yang digambarkan dengan sifat – sifat gelombang dan partikel. REM terdiri atas medan magnet dan medan listrik yang bergerak kesana kemari (berosilasi), yang menyebar melalui ruangan disepanjang lintasan linier dan dengan kecepatan yang konstan. Ketika suatu sampel menyerap REM, maka sampel akan mengalami perubahan energi (Rohman, 2014).

Suatu panjang gelombang REM dicirikan dengan berbagai sifat mendasar seperti kecepatan, amplitudo, frekuensi, sudut fase, polarisasi, dan arah perambatan. Panjang gelombang (λ) REM didefenisikan sebagai jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan. Untuk REM di daerah ultraviolet dan tampak (visibel), panjang gelombang biasanya dalam nanometer (nm), dan panjang gelombang radiasi inframerah diberikan dalam mikron. Satuan lain untuk menggambarkan sifat-sifat

(23)

gelombang REM adalah bilangan gelombang yang merupakan seperpanjang gelombang (1/λ) sehingga satuannya adalah 1/panjang. Jika panjang gelombang dinyatakan dalam cm, maka bilangan gelombang dinyatakan dengan cm-1 (Rohman, 2014).

2.4 Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interferensi radiasi antara 2 berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram merupakan sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlength antara 2 berkas sinar.

Dua domain (jarak dan frekuensi) dapat ditukarbalikkan dengan metode matematik yang disebut dengan transformasi fourier (Rohman, 2014).

Komponen dasar spektrofotometer FTIR ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 2.2. Radiasi yang berasal dari sumber sinyal dilewatkan melalui interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor. Selama penguatan (amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi tinggi telah dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke bentuk digital dengan suatu analog-to-digital-converter dan dipindahkan ke komputer untuk menjalani transformasi fourier (Rohman, 2014).

Gambar 2.2 Komponen utama dalam FT-IR (Sumber: Rohman, 2014)

Sumber

Sinar Interferometer Sampel

Detektor Penguat (Amplifier)

Pengubah analog ke

digital Komputer

(24)

a. Sumber sinar

Spektrofotometri FTIR menggunakan sumber sinar Globar atau Nerst untuk daerah IR tengah. Jika spektra IR jauh juga akan diukur, maka lampu merkuri tekanan tinggi dapatdigunakan. Untuk IR dekat, lampu-lampu tungsten-hidrogen dapat digunakan sebagai sumber sinar (Rohman, 2014).

b. Interferometer Michelson

Tujuan interferometer adalah untuk membawa berkas sinar, lalu memecahnya ke dalam dua berkas sinar, dan membuat salah satu berkas sinar berjalan dengan jarak yang berbeda dengan yang lain. Perbedaan jarak yang dilalui oleh 2 berkas sinar ini disebut dengan perbedaan celah optik (path length difference) atau penghambat optik, disimbolkan dengan huruf Yunani delta kecil (𝛿)(Rohman, 2014).

Interferometer Michelson mempunyai 2 buah cermin, yakni cermin statik/tetap (tidak bergerak) dan cermin yang selalu bergerak. Diantara 2 cermin ini terdapat pemecah berkas sinar (beam splitter), yang dirancang untuk mentransmisikan setengah radiasi yang mengenainya dan merefleksikan atau memantulkan yang setengahnya. Sebagai hasilnya, sinar yang ditransmisikan oleh beam splitter akan mengenai cermin statik, sementara sinar yang direfleksikan akan mengenai cermin bergerak. Dua berkas sinar ini akan dipantulkan dari cermin-cermin ini, kembali ke beam splitter yang mana keduanya akan bergabung kembali dan akan melakukan interferensi. Setengah berkas sinar yang dipantulkan dari cermin statik ditransmisikan melalui beam splitter, sementara setengahnya dipantulkan kembali ke arah sumber sinar. Berkas sinar yang muncul dari interferometer pada sudut 90o ke berkas sinar yang masuk disebut dengan berkas

(25)

sinar yang ditransmisikan dan ini merupakan berkas sinar yang terdeteksi dalam spektrofotometer FTIR (Rohman, 2014).

c. Detektor

Ada 2 jenis detektor yang umum digunakan pada spektrofotometer FTIR.

Detektor normal pada penggunaan rutin adalah alat piroelektrik yang didalamnya terdapat deuterium triglisin sulfat (DTGS) pada jendela alkali halida yang tahan terhadap panas. Untuk pekerjaan yang memerlukan sensistifitas lebih, dapat digunakan detektor merkuri kadmium tellurida (MCT). Untuk pengukuran spektra IR di daerah dekat (NIR), detektor yang digunakan adalah fotokonduktor timbal sulfida (Rohman, 2014).

d. Komputer

Komputer akan mengendalikan instrumen, misalkan dalam hal kecepatan, batas, serta awal dan akhir scanning. Komputer akan membaca spektra dari instrumen begitu spektrum di-scanning. Hal ini bermakna bahwa spektrum telah digitalisasikan (Rohman, 2014).

Spektrofotometer FTIR merupakan instrumen single beam. Pengukuran background dilakukan sebelum pengukuran sampel. Pengukuran background ini merupakan pengukuran spektrum lingkungan, yang terdiri dari gas yang mampu mengabsorpsi sinar inframerah seperti gas karbon dioksida dan uap air.

Pengukuran sampel dengan spektrofotometer FTIR dilakukan setelah pengukuran spektra background. Perangkat lunak komputer akan mengurangi spektra hasil pengukuran dengan spektra background secara otomatis untuk menghasilkan spektra sampel yang dianalisis (Rohman, 2014).

(26)

2.4.1 Pengolahan Sampel pada FTIR

Menurut Rohman (2014), cara pengolahan sampel atau cuplikan pada spektrofotometer IR yang digunakan tergantung pada jenis sampel apakah berbentuk gas, cairan, atau padatan. Secara garis besar, spektrum IR dapat diperoleh dengan cara transmisi atau pantulan (reflectance).

Teknik transmisi merupakan cara yang paling populer untuk memperoleh spektra inframerah dengan melewatkan berkas sinar inframerah melewati sampel.

Keuntungan teknik ini adalah bahwa spektra transmisi mempunyai rasio sinyal- noise yang tinggi dan relatif tidak mahal. Keuntungan lain teknik sampling transmisi adalah bahwa teknik ini bersifat universal karena bekerja pada sampel padat, cair, gas, dan polimer. Tantangan penyiapan sampel secara transmisi adalah mengatur ketebalan dan konsentrasi sampel sehingga jumlahnya sesuai untuk sinar yang melewati sampel (Rohman, 2014).

Teknik transmisi berdasarkan jenis sampel yang akan dianalisis sebagai berikut :

a. Spektra transmisi sampel padat

Ada tiga cara umum umtuk mengolah sampel yang berupa padatan, yaitu: (1) dengan lempeng kalium bromida, (2) “mul”, dan (3) lapisan tipis. Padatan juga bisa ditetapkan sebagai larutan, tetapi spektrum larutan mempunyai bentuk yang berbeda dengan spektrum padatan, karena gaya intermolekul berubah. Pertama, teknik-teknik yang sesuai untuk serbuk atau sampel yang dapat digerus ke dalam serbuk adalah dengan pelat KBr. Pelet KBr digunakan untuk memperoleh spektra IR sampel padat dan terutama sesuai untuk sampel-sampel serbuk. Banyaknya bahan (KBr) yang digunakan untuk mengencerka sampel dapat diamati (biasanya berkisar antara 0,1-2,0 % berat). Kedua, teknik mull atau lumpuran dibuat dengan

(27)

menggerus cuplikan sehingga halus, kemudian dicampur dengan satu dua tetes minyak hidrokarbon parafin cair (Nujol) sehingga merupakan lumpuran.

Campuran sampel-Nujol ini kemudian dipindahkan ke lempeng natrium klorida.

Lempengan natriun klorida kedua diletakkan di atas campuran sampel-Nujol dan ditekan sehingga merupakan lapisan tipis dan rata diantara dua lempeng tersebut.

Ketiga, teknik lapisan tipis dengan meneteskan larutan cuplikan pada permukaan lempeng natrium klorida. Karena pelarut yang digunakan mudah menguap, maka akan didapatkan lapisan tipis pada lempeng natrium klorida (Rohman, 2014).

b. Spektra transmisi cairan

Sebelum memperoleh spektrum IR sampel dalam larutan, maka pelarut yang sesuai harus dipilih. Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika memilih pelarut, yakni: pelarut harus melarutkan sampel, pelarut yang digunakan sedapat mungkin non-polar untuk meminimalkan interaksi solut-pelarut, serta pelarut tersebut tidak menyerap spektrum IR secara kuat. Sebanyak 1-5% larutan dimasukkan dalam sel larutan yang mempunyai jendela transparan dengan alat pengatur ketebalan. Tebal sel biasanya antara 0,1-1,0 mm. Salah satu keuntungan penggunaan larutan encer ialah bahwa spektrum yang diperoleh mempunyai kedapatulangan yang tinggi.

Selain itu, dengan mengatur konsentrasi dan tebal sel maka bentuk dan pita serapan yang penting dapat ditonjolkan dengan jelas (Rohman, 2014).

c. Spektra transmisi gas

Cuplikan gas dimasukkan ke dalam sel gas. Jendela transparan terhadap inframerah, biasanya NaCl, digunakan sehingga sel dapat diletakkan dalam berkas cuplikan. Hanya ada beberapa senyawa organik yang dapat ditetapkan dalam bentuk gas (Rohman, 2014).

(28)

Teknik-teknik reflektans (pantulan) dapat digunakan untuk sampel-sampel yang susah dianalisis dengan teknik transmitans. Metode-metode pantulan dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: (1) pengukuran pantulan internal dengan menggunakan sel attenuated total reflectance (ATR) yang bersinggungan (kontak) langsung dengan sampel; dan (2) pengukuran pantulan eksternal yang melibatkan berkas sinar IR yang dipantulkan secara langsung dari permukaan sampel (Rohman, 2014).

2.5 Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah (IR) merupakan teknik analisis yang sangat populer untuk analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan biologis, maupun sampel lingkungan. Karena pada spektroskopi ini melibatkan cahaya (foton), maka metode spektroskopi juga seringkali disebut dengan metode spektrofotometri (Rohman, 2014).

Berdasarkan Rohman (2014), spektrum IR merupakan jenis spektrum yang spesifik terhadap suatu molekul yang akan memberikan informasi yang menyatu tentang gugus-gugus fungsional yang ada dalam molekul, termasuk jenis dan interaksi-interaksinya. Memiliki daerah sidik jari (fingerprint).Kuantitatif, yang mana intensitas puncak berkorelasi dengan konsentrasi. Bersifat non-destruktif (tidak merusak) dan universal.

2.6 Interpretasi Spektrum Inframerah

Berdasarkan Rohman (2014), spektrum daerah inframerah (IR) tengah dapat dibagi menjadi 4 daerah, dan sifat frekuensi gugus secara umum dapat ditentukan dengan daerah-daerah serapan, yang mana gugus-gugus tersebut terdapat

(29)

didalamnya. Daerah-daerah tersebut adalah sebagai berikut: daerah ulur X–H (4000-2500 cm-1), yang mana X berupa O, N dan C daerah ikatan rangkaptiga (2500-2000 cm-1), daerah ikatan rangkap dua (2000-1500 cm-1) dan daerah sidik jari (1500-600 cm1).

Secara visual daerah serapan gugus-gugus fungsional yang utama dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Frekuensi (cm-1)

4000 2500 2000 1800 1650 1550 650

–O–H C–H N–H

C≡C C≡N X=C=Y (C, O, N, S)

Sangat

sedikit pita C=O

C=N

C=C

N=O

C–Cl C–O C–N C–C N=O

2,5 4,0 5,0 5,5 6,1 6,5 15,4

Panjang Gelombang (mikron)

Gambar 2.3 Daerah-daerah perkiraan frekuensi vibrasi yang mana berbagai jenis ikatan menyerap sinar IR (disini hanya vibrasi ulur; sementara berbagai jenis vibrasi tekuk dihilangkan untuk membuat lebih jelas)(Sumber: Rohman, 2014)

Pita-pita utama yang muncul di daerah 2000-1500 cm-1 disebabkan oleh C=C dan C=O ulur. Karbonil (C=O) ulur merupakan salah satu pita yang paling mudah dikenali. Pita karbonil biasanya merupakan pita yang paling intens dalam suatu spektrum. Pita ini muncul pada daerah 1830-1650 cm-1 tergantung pada jenis ikatan C=O. Perlu dicatat bahwa karbonil logam dapat muncul di atas 2000 cm-

1.Ikatan C=C ulur lebih lemah dibanding dengan karbonil ulur sehingga muncul disekitar 1650 cm-1, akan tetapi pita ini seringkali tidak ada karena alasan simetriksitas atau momen dipol. Ikatan C=N ulur juga terjadi pada daerah ini, dan biasanya lebih kuat (Rohman, 2014).

(30)

Menurut Rohman (2014), berikut ini merupakan tabel korelasi yang menyatakan hubungan antara bilangan gelombang atau frekuensi (cm-1) dengan gugus-gugus fungsional yang bertanggung jawab pada penyerapan radiasi IR.

Tabel 2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi vibrasinya Gugus Jenis Vibrasi Frekuensi (cm-1) Intensitas

C–H Alkana (ulur) 3000-2850 Kuat

–CH3 (tekuk) 1450 dan 1375 Medium

–CH2– (tekuk) 1465 Medium

Alkena (ulur)

Alkena (tekuk, keluar bidang)

3100-3000 1000-650

Medium Kuat Aromatis (ulur)

Aromatis (tekuk, keluar bidang)

3150-3050 900-690

Kuat Kuat

Alkuna (ulur) ± 3300 Kuat

Aldehid 2900-2800

2800-2700

Lemah Lemah

C–C Alkana 1200 Sedang

C=C Alkena 1680-1600 Medium-Lemah

Aromatis 1600 dan 1475 Medium-Lemah

C≡C Alkuna 2250-2100 Medium-Lemah

C=O Aldehid 1740-1720 Kuat

Keton 1725-1705 Kuat

Asam karboksilat 1725-1700 Kuat

Ester 1750-1730 Kuat

Amida 1680-1630 Kuat

Anhidrida 1810 dan 1760 Kuat

Asil Klorida 1800 Kuat

C–O Alkohol, eter, ester, asam karboksilat, anhidrida

1300-1000 Kuat O–H Fenol

Bebas 3650-3600 Medium

Terikat hidrogen 3400-3200 Medium

Asam-asam karboksilat 3400-2400 Medium

N–H Amin primer, amin

sekunder, amida

Ulur 3500-3100 Medium

Tekuk 1640-1550 Medium sampai

kuat

C–N Amina 1350-1000 Medium sampai

kuat

C=N Imina dan oksim 1690-1640 Medium sampai

kuat

C≡N Nitril 2260-2240 Medium

(31)

Lanjutan. Tabel 2.1

X=C=Y Alena, ketena, isosianat, isotiosianat

2270-1940 Medium sampai kuat

N=O Nitro (R-NO2) 1550 dan 1350 Kuat

S–H Merkaptan 2250 Lemah

S=O Sulfoksida 1050 Kuat

Sulfon, sulfonil klorida, sulfat, sulfonamid

1375-1300 dan 1350-1140

Kuat

C–X Fluorida 1400-1000 Kuat

Klorida 785-540 Kuat

Bromida, iodida < 667 Kuat

2.7 Validasi Metode

Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy) dan presisi (precission) yang baik.Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Validasi metode analisis dilakukan dengan uji laboratorium, dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa karakteristik kinerjanya telah memenuhi persyaratan untuk diterapkan dalam analisis senyawa atau sediaan yang bersangkutan (Satiadarma, dkk., 2004).

2.7.1 Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Rentang nilai % akurasi analit yang dapat diterima adalah 90%-110%.Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (%recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

(32)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan atau kadar sebenarnya. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Ini dinamakan metode penambahan baku standar. Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya 98% sampai 102% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis kembali (Harmita, 2004).

2.7.2 Presisi

Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (Satiadarma, dkk., 2004).

2.7.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004).

Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Batas deteksi (LOD) = 3 ×𝑆𝐵

𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒

Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama.

(33)

Batas kuantitasi (LOQ) = 10 ×𝑆𝐵

𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒

2.7.4 Linearitas

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b. Persaman ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk mengetahui linieritas suatu metode analisis. Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004).

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) terhadap penetapan kadar metronidazol yang terkandung dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat FTIR (Agilent) yang terdiri dari sumber sinar, interferometer, detektor, dan komputer dilengkapi dengan printer, lumpang dan alu, neraca analitik (Sartorius), kertas saring, tisu (Paseo), multipipette (Eppendorf), sonikator (Krisbow), labu tentukur 50 mL (Iwaki), labu tentukur 10 mL (Iwaki) dan alat gelas lainnya.

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol pro analisis, Metronidazol baku pabrik (Hubei Hongyuan Pharmaceutical Technology), tablet Metronidazol (PT. Novapharin), tablet Farizol® (PT. Ifars), tablet Grafazol® (PT. Graha Farma), tablet Metrolet® (PT. Harsen), tablet Omenizol® (PT. Mutifa), tablet Trichodazol® (PT. Sanbe).

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain, karena tempat pengambilan sampel dianggap

(35)

homogen. Menurut Sudjana (2002), sampling purposif dikenal juga sebagai sampling pertimbangan peneliti. Sampel yang digunakan terdiri dari 1 nama generik dan 5 nama dagang yaitu tablet Metronidazol (PT. Novapharin), tablet Farizol® (PT. Ifars), tablet Grafazol® (PT. Graha Farma), tablet Metrolet® (PT.

Harsen), tablet Omenizol® (PT. Mutifa), tablet Trichodazol® (PT. Sanbe).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku

Ditimbang dengan seksama 5g baku metronidazol kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan 10 mL dengan metanol hingga larut, dicukupkan volume dengan metanol sampai garis tanda sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 100 mg/mL (LIB).

3.5.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi

3.5.2.1 Pembuatan Spektrum Vibrasi Metanol

Diambil sebanyak 1 mL pelarut metanol. Diukur vibrasinya pada bilangan gelombang 4000-650 cm-1.

3.5.2.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi Metronidazol dalam Metanol

Diambil sebanyak 5 mL dari LIB metronidazol (konsentrasi= 100 mg/mL), kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL. Selanjutnya larutan diencerkan dengan pelarut metanol sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen untuk memperoleh larutan metronidazol dengan konsentrasi 50 mg/mL.

Diukur vibrasinya pada bilangan gelombang 4000-650 cm-1. 3.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan standar metronidazol dibuat dalam 5 labu tentukur 10 mL yang memiliki konsentrasi 30 mg/mL, 40 mg/mL, 50 mg/mL, 60 mg/mL dan 70

(36)

mg/mL, dengan cara memipet sebanyak 3 mL, 4 mL, 5mL, 6 mL dan 7 mL secara berurutan dari LIB metronidazol dan diencerkan dengan pelarut metanol.

Dicukupkan volume dengan pelarut yang sama sampai garis tanda. Kemudian ukur vibrasinya pada bilangan gelombang metronidazol.

Perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi:

A = ∑ XY−(∑ X)(∑ Y)/n

∑ X2−(∑ X2)/n

b = Y̅ −aX̅

Y = aX+ b

R = ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)/n

√(∑ X2− (∑X)2/n)(∑ Y2− (∑Y)2/n)

3.5.4 PenetapanKadar Tablet Metronidazol

Ditimbang dan diserbukkan 20 tablet, kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara 500 mg metronidazol, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, ditambahkan 5 mL metanol, disonikasi kemudian diencerkan dengan metanol sampai garis tanda, disaring, dibuang 3 mL filtrat pertama dan filtrat selanjutnya ditampung (konsentrasi= 50 mg/mL). Vibrasi diukur pada bilangan gelombang metronidazol yang diperoleh menggunakan metanol sebagai blanko.

Konsentrasi sampel (X) dapat dihitung dengan mensubstitusikan vibrasi yang diperoleh pada (Y) dari persamaan regresi: Y = aX + b, sehingga diperoleh X dan ini disebut dengan konsentrasi perolehan.

3.6 Validasi Metode 3.6.1 Linearitas

Larutan standar metronidazol yang telah dibuat, diukur absorbansinya pada bilangan gelombang yang telah ditentukan. Nilai luas area senyawa ditentukan

(37)

dengan menggunakan persamaan regresi yang dioperasikan pada data konsentrasi dan luas area masing-masing komponen pada setiap bilangan gelombang pengukuran.

Dari persamaan regresi yang diperoleh : Y = aX + b Keterangan:

Y = Luas area

a = Koefisien regresi yang menunjukkan nilai luas area X = Kadar (mg/mL)

b = Konstanta 3.6.2 Akurasi

Menurut Harmita (2004), uji akurasi dilakukan dengan pengukuran persentase perolehan kembali pada tiga rentang spesifik, yakni: 80%, 100% dan 120%. Dimana pada masing-masing rentang spesifik digunakan 70% sampel yang dianalisis dan 30% berasal dari baku yang ditambahkan (metode adisi standar).

Pada metode adisi standar (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi yang diperlukan dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Kadar yang diperoleh dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya:

%Perolehan Kembali = CF − CA

C*A × 100%

Keterangan:

CF= Konsentrasi perolehan sampel setelah penambahan baku CA= Konsentrasi teoritis sampel sebelum penambahan baku C*A= Konsentrasi baku yang ditambahkan

(38)

3.6.3 Presisi

Menurut Harmita (2004), penentuan presisi berdasarkan nilai Relative Standard Deviation (RSD) dengan persyaratan simpangan baku relatif bernilai kurang dari 2% dan dirumuskan sebagai:

RSD =SD

X̅ 100%

Keterangan:

RSD = Standar deviasi relatif (%) SD = Standar deviasi

X̅= Kadar rata-rata zat dalam sampel

3.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Menurut Harmita (2004), berdasarkan absorbansi pada bilangan gelombang analisis dilakukan pula perhitungan LOD dan LOQ.

SY

X= SB = √∑(Y − Yi)

2

n−2

LOD = 3 SY

X/ Slope LOQ = 10  SY

X / Slope Keterangan:

SY

X= SB = Simpangan baku

Slope = a (pada persamaan garis Y = aX + b) 3.6.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik

Data perhitungan kadar metronidazol dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji ttabel.

Menurut Sudjana (2002), rumus yang digunakan adalah:

SD = √∑(X −X̅)

2 n − 1

Untuk mencari thitung digunakan rumus:

thitung = | X −X̅

SD √n |

(39)

Data diterima jika thitung< ttabel pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01.

Keterangan:

SD = Standar deviasi/simpangan baku x = Kadar dalam satu perlakuan X̅= Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah pengulangan

α= Tingkat kepercayaan

Menurut Sudjana (2002), untuk menghitung kadar metronidazol sebenarnya dapat digunakan rumus:

μ= X̅ ±ttabel SD

√n

Keterangan:

SD = Standar deviasi/simpangan baku X̅= Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah pengulangan

t =Harga tabel sesuai dengan derajat kepercayaan

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penentuan Spektrum Vibrasi Maksimum

Penelitian ini diawali dengan penentuan spektrum vibrasi dari metanol.

Spektrum vibrasi metanol dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Spektrum vibrasi metanol

Penelitian dilanjutkan dengan menentukan spektrum vibrasi metronidazol konsentrasi 50 mg/mL dalam metanol. Spektrum vibrasi metronidazol konsentrasi 50 mg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Spektrum vibrasi metronidazol (50 mg/mL) dalam metanol Spektrometri FTIR merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Spektrum FTIR dapat menunjukkan serapan dari setiap ikatan dalam suatu molekul sehingga setiap

(41)

molekul atau senyawa memiliki pola spektrum yang berbeda-beda (Firmansyah, dkk., 2018).

Menurut Moffat dkk., (2011) metronidazol mempunyai bilangan gelombang spesifik, yaitu 1187 cm-1, 1535 cm-1, 1070 cm-1, 1265 cm-1, 745 cm-1, 1160 cm-1. Berikut ini merupakan perbandingan antara spektrum transmitan dan bilangan gelombang hasil penelitian dengan spektrum transmitan berdasarkan literatur.

Gambar 4.3 Tampilan spektrum vibrasi metronidazol dengan bilangan gelombang spesifik

Gambar 4.4.Tampilan spektrum vibrasi metronidazol dengan bilangan gelombang spesifik(Sumber: Moffat dkk., 2011)

(42)

Berdasarkan Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 tersebut, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara spektrum transmitan yang diperoleh dari penelitian dengan spektrum transmitan berdasarkan literatur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan standar yang dianalisis. Dari literatur Moffat dkk., (2011) dilakukan analisis standar dalam bentuk pelet KBr. Sementara, pada penelitian dilakukan analisis terhadap standar saja tanpa bahan tambahan, sehingga hal ini memberikan perbedaan bentuk antara spektrum transmitan hasil penelitian dengan spektrum berdasarkan literatur.

Untuk mengetahui letak perbedaan spesifik dari spektrum vibrasi metanol dengan spektrum vibrasi metronidazol konsentrasi 50 mg/mL dilakukan overlapping/tumpang tindih. Overlapping/tumpang tindih spektrum vibrasi metanol dengan spektrum vibrasi metronidazol konsentrasi 50 mg/mL dalam metanol dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metanol dan metronidazol (50 mg/mL) dalam metanol

Keterangan: Metanol Metronidazol

Dari Gambar 4.5 dapat terlihat perbedaan yang signifikan antara spektrum vibrasi metanol dengan spektrum vibrasi metronidazol konsentrasi 50 mg/mL dalam metanol. Perbedaan spektrum yang signifikan dapat dilihat antara bilangan gelombang1300-1100 cm-1, yaitu 1269,2 cm-1 dan 1190,9 cm-1.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim

[r]

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3182. Pendidikan Pancasila dan

Penghargaan yang setinggi-tingginya diberikan kepada. DANAR WIDIYANTA,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pengukuhan Dewan Kebudayaan Bantul Periode Tahun 2009

bahwa atas dasar pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu mengeluarkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pembina Program Terpadu

Pada perancangan ini memiliki beberapa bagian umum yang digunakan, yaitu sensor ultrasonik HC-SR04, Arduino Mega, PC/laptop, LCD ( Liquid Cristal Display ) dan IOT

hukum terhadap ratifikasi konvensi substansi psikotropika, pemerintah.. Indonesia telah menerbitkan UU No. Undang- Undang ini dalam kenyataannya tidak mampu menangkal