1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan ingin dapat bertahan dan menang dalam persaingan bisnis. Untuk dapat bertahan, perusahaan dituntut untuk lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen (Chadhiq, 2007, p.59). Ketika hal tersebut terpenuhi, perusahaan bisa menarik konsumen untuk membeli produk/ jasa yang ditawarkan. Keberhasilan suatu merek untuk jangka panjang tidak didasarkan pada banyaknya konsumen yang melakukan pembelian sekali saja, namun merek dikatakan berhasil bila memiliki konsumen yang setia, yang membeli atau menggunakan merek tersebut secara berulang (Istijanto, 2005, p.172). Komitmen yang dipegang konsumen untuk membeli kembali sebuah produk/ layanan secara konsisten di masa depan, dengan merek yang sama, walaupun terdapat pengaruh situasional dan upaya pemasaran dari merek lain disebut dengan brand loyalty (Oliver, 1999, p.34).
Bagi perusahaan memiliki pelanggan yang loyal atau setia terhadap merek yang dipasarkan merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang.
Konsumen yang loyal akan memberikan kenaikan profitabilitas bagi perusahaan.
Selain membeli kembali, konsumen yang loyal juga akan melakukan word of mouth dan meyakinkan konsumen lain sehingga dapat menjadi pemasar bagi konsumen baru. Hal ini tentu akan mengurangi biaya pemasaran perusahaan (Dick
& Basu, 1994, p.111). Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha menggunakan berbagai strategi yang bisa mempertahankan konsumennya agar tidak berpindah ke merek lain (Istijanto, 2005, p.172).
Menjelang pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir 2015, tentu akan menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat untuk memperebutkan pasar (Novianti, 2014). Salah satu industri dengan tingkat persaingan ketat adalah industri kosmetik. Hal ini terlihat dengan banyaknya jenis kosmetik yang beredar baik kosmetik lokal maupun kosmetik impor. Bahkan kosmetik impor semakin mendominasi pangsa pasar industri kosmetik di Indonesia. Catatan Kementrian Perindustrian (Kemenperin) pada periode April 2011 sampai Maret 2014 menyatakan produk kosmetik impor
mencapai 32.960 ton dengan nilai US$ 117,24 juta (Wibow, 2014). Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pasar untuk produk kosmetik (Kemenperin, n.d.). Berdasarkan Euromonitor International, industri kosmetik Indonesia telah mencapai lebih dari US$ 5 milyar dengan pertumbuhan rata-rata 12%. Indonesia diperkirakan menjadi negara dengan potensi pertumbuhan yang tinggi di industri kecantikan serta diharapkan akan mencapai angka pertumbuhan 20% pada tahun 2015 ini (Prasetyo, 2015). Menurut salah satu situs marketing, Indonesia secara umum diakui sebagai salah satu wilayah yang mengalami pertumbuhan paling cepat secara global untuk kategori pasar “cosmetic & toiletries” (“Potensi Pasar Produk Kecantikan di Indonesia”, 2010).
Melihat perkembangan ini, bisa dikatakan bahwa kosmetik telah menjadi kebutuhan utama bagi kaum wanita. Kosmetik sendiri merupakan produk yang unik karena produk ini memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan wanita akan kecantikan, tetapi juga mengandung resiko pemakaian dimana kandungan bahan-bahan kimia didalamnya tidak selalu memberi efek yang sama untuk setiap konsumen (Ferrinadewi, 2005, p.128). Beberapa bahan-bahan kimia yang terkandung di kosmetik bisa menimbulkan efek alergi dan efek samping berbahaya, jika digunakan dalam jangka waktu panjang. Untuk mengurangi resiko yang mungkin dihadapi, konsumen cenderung mempertimbangkan faktor kualitas produk dan merek dalam membeli (Ferrinadewi, 2005, p.127). Sehingga munculah produk-produk kosmetik dengan bahan baku alami yang membuat konsumen lebih percaya.
Salah satu brand kosmetik dengan konsep penggunaan bahan baku alami adalah The Body Shop. The Body Shop merupakan produsen dan retailer dari produk kecantikan dan kosmetik. Dalam mempromosikan produknya, The Body Shop menggunakan strategi green marketing. The Body Shop merupakan salah satu merek kosmetik yang mempelopori green marketing (Angeline et al., 2015, p.6). Sejak berdiri di UK (United Kingdom), The Body Shop telah mengusung tema ramah lingkungan pada produknya (Kent, 2007, p.535). Kemudian pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an mulai marak kampanye mengenai kesadaran akan lingkungan. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan- perusahaan bisnis dengan memakai strategi green marketing. Green marketing
merujuk pada menjual produk atau memberikan jasa berdasarkan manfaatnya kepada lingkungan (Yazdanifard & Mercy, 2011, p.637). Produk atau jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat lingkungan pada aspek produk, produksi, pengelolaan energi dan limbah, proteksi konsumen, serta kebijakan lingkungan dan sosial (Noviardy & Mellita, 2014 p.4). Green marketing berkembang pesat dan konsumen bersedia membayar lebih untuk green product. Perusahaan yang peduli pada lingkungan memiliki kesempatan untuk mendapatkan banyak konsumen yang puas dan loyal (Yazdanifard & Mercy, 2011, p.637).
The Body Shop dapat dikatakan memiliki banyak konsumen yang loyal.
Hal ini terlihat dari perkembangannya yang cukup pesat. Menurut situs Brand Finance (2015) The Body Shop menempati ranking 23 dalam Most Valuable Cosmetics Brand in the World tahun 2014 dengan brand value mencapai USD $ 1.514 Milyar. Di Indonesia sendiri, situs www.rangking10.com menyatakan 10 merek kosmetik dengan penjualan terbaik di Indonesia tahun 2015 dengan posisi teratas adalah L’Oreal, membawahi brand Olay, MAC, Clinique, dan lain-lain.
The Body Shop merupakan salah satu merek kosmetik dari L’Oreal yang mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1992 melalui PT. Monica Hijau Lestari. Hingga tahun 2013 The Body Shop telah memiliki 100 toko yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi (Eva, 2013).
Banyak perusahaan yang berpikir bahwa konsumen bersedia membayar dengan harga premium atas produk yang ramah lingkungan. Namun, dengan menjamurnya green marketing hal tersebut membuat merek-merek ramah lingkungan menjadi mainstream (Kent, 2007, p.535; D'Souza et al., 2006, p.163).
Beberapa penelitian mengatakan bahwa meskipun konsumen umumnya peduli akan lingkungan, nyatanya konsumen cukup sensitif terhadap harga dari green product dan lebih lanjut, probabilitas pembelian untuk green product menurun seiring harga premium tersebut meningkat (D'Souza et al., 2006, p.167). Capelins dan Strahan (1996) mengatakan kesediaan konsumen untuk membayar harga premium untuk green product terlalu dibesar-besarkan dan sebenarnya konsumen hanya bersedia membayar harga premium berkisar 5%-10% dari harga regular (dalam Cary et al., 2004, p.6). Nielsen (2013) menyatakan bahwa jumlah
permintaan yang sebenarnya dari green product jauh dari estimasi karena sulitnya menerjemahkan rasa kepedulian konsumen terhadap lingkungan menjadi perilaku membeli green product dan pangsa pasar green product saat ini cukup rendah, sekitar 16% (dalam Barbarossa, 2015, p.189). Polls (2003) mengatakan bahwa konsumsi green product tidak secara terus menerus dilakukan banyak konsumen (dalam Cary et al., 2004, p.6). Hal ini berarti green marketing tidak terlalu berdampak pada loyalitas konsumen dan diduga terdapat faktor lain yang mempengaruhi loyalitas dari konsumen The Body Shop.
Tjahyadi (2006, p.66) mengatakan untuk memperoleh loyalitas dalam pasar, pemasar harus memfokuskan pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan dalam hubungan konsumen dengan merek. Sahin et al. (2011) juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen adalah kepercayaan terhadap merek. Brand trust diartikan sebagai perasaan aman yang dirasakan konsumen ketika berinteraksi dengan merek, yang didasari pada presepsi bahwa merek dapat diandalkan dan bertanggung jawab pada kepentingan dan kesejahteraan konsumen (Ballester, 2003, p.11). Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan pondasi untuk membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen (dalam Umar, 2011, p.11). Pada The Body Shop, kepercayaan merek dapat tercipta jika konsumen yakin bahwa The Body Shop dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan kecantikan dan perawatan kulit.
Selain itu, ketika terdapat masalah dalam konsumsi, The Body Shop dapat bersikap peduli dan bertanggung jawab sehingga konsumen tidak akan kecewa dan menganggap merek The Body Shop dapat diandalkan.
Kepribadian merek mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek (Tjahyadi, 2006, p.66). Kepercayaan konsumen terhadap suatu merek dapat meningkat, jika kepribadian merek tercipta dan dipelihara dalam benak konsumen (Choi et al., 20011, p.3; Brakus, 2009, p.31). Hal ini dikarenakan kepribadian tidak hanya menonjolkan produk, melainkan juga membuatnya lebih mudah didekati dan atau lebih kredibel (Mazur & Miles, 2007). Dalam hubungan kepercayaan dengan merek, entitas yang dipercaya bukanlah orang, tapi sebuah simbol. Simbol dapat mempengaruhi kepribadian merek karena simbol memiliki
asosiasi yang kuat, seperti merek Apple dengan simbol buah apel yang digigit atau rokok Malboro dengan simbol cowboynya (Aaker, 1996, p.146). Selain simbol, harga, kategori produk, kemasan, umur, dan atribut-atribut produk lainnya dapat mempresentasikan kepribadian merek. Aaker (1996, p.141) mendefinisikan kepribadian merek atau brand personality sebagai “the set of human characteristics associated” yang berarti serangkaian karakteristik manusiawi yang diasosiasikan atau terkait dengan merek.
Selain dinilai melalui karakteristik yang terkait dengan produk, brand personality juga dapat dinilai melalui karakteristik yang tidak terkait dengan produk, salah satunya adalah menjadi sponsorship event-event tertentu. Sebagai perusahaan yang terkenal dengan kepeduliannya terhadap perubahan lingkungan dan sosial, The Body Shop di Indonesia telah melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain ikut menggalang dana untuk mendukung pembangunan museum HAM atau Omah Munir di Jawa Timur, melakukan kampanye “Earth Hour”, “Stop Violence in the Home”, “Stop HIV : Spray to Change Attitutudes”, bekerja sama dengan berbagai komunitas, seperti komunitas diet kantong plastik untuk mendukung Gerakan Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020, dan lain-lain (Apriando, 2015;
Efita, 2015). Komitmen-komitmen The Body Shop akan lingkungan dituangkan dalam lima value atau nilai perusahaan, yaitu defend human rights, against animal testing, community fair trade, activate self esteem, dan protect the planet (TheBodyShop.co.id). Hal-hal inilah yang dapat mendorong terciptanya presepsi konsumen mengenai brand personality The Body Shop.
Aaker (1996, p.156) mengatakan bahwa brand personality dapat dibentuk melalui brand experience. Brand experience/ pengalaman merek dikonsepkan sebagai sensasi, perasaan, dan respon perilaku yang ditimbulkan oleh rangsangan merek yang merupakan bagian dari desain merek dan identitas, kemasan, komunikasi, dan lingkungan (Brakus et al., 2009, p.6). Pengalaman konsumen berinteraksi dengan merek dapat menciptakan penilaian brand personality (Keng et al., 2013, p.253). Pemasar menciptakan produk yang dapat menyentuh panca indera, hati, dan pikiran konsumen. Jika produk dapat menyentuh nilai emosional konsumen secara positif maka dapat terjadi pengalaman yang berkesan. Semakin pengalaman konsumen terhadap merek meningkat, maka kemampuan mereka
untuk mengklasifikasikan merek dengan karakteristik tertentu pun meningkat (Choi et al., 2009, p.2).
Saat orang mempunyai pengalaman yang baik dengan suatu merek, sebagian besar dari mereka akan membeli produk atau layanan tersebut lagi dibanding membeli brand pesaing (Brakus et al., 2009, p.29). Kusuma (2014, p.9) mengatakan semakin baik pengalaman merek yang dibentuk suatu merek maka semakin baik pula kesetiaan merek di mata konsumen, begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan brand experience membantu mengembangkan hubungan cognitive dan affective diantara sebuah merek dan diri konsumen, dimana konsumen akan mengingat pengalaman yang mengesankan dari merek tersebut (Dolbec & Chebat, 2013, p.462). Pengalaman dapat terjadi secara tidak langsung seperti ketika konsumen melihat iklan dan komunikasi pemasaran.
Tetapi kebanyakan pengalaman terjadi secara langsung ketika konsumen berbelanja, membeli, dan mengkonsumsi produk.
Pengalaman konsumen yang memuaskan dapat mempengaruhi afektif konsumen (Oliver, 1999, p.35). Pengalaman masa lalu dapat memberikan ingatan emosi yang bisa berdampak pada perilaku. Kemudian perilaku tersebut diulang sehingga menjadi kebiasaan karena pengalaman emosional masa lalu tersebut.
Pada The Body Shop, pengalaman bisa terjadi ketika konsumen sering mengunjungi toko kemudian menjadi akrab dengan staf dan memiliki pengalaman yang menggembirakan. Hal itu bisa menimbulkan minat untuk pembelian berikutnya, dikarenakan individu dalam suasana hati yang baik cenderung lebih mudah puas daripada ketika suasana hati buruk. Suasana lingkungan mempengaruhi suasana hati yang baik sehingga memperkuat hubungan sikap dan tingkah laku (Dick & Basu, 1994, p.104). Suasana lingkungan bisa berupa desain toko The Body Shop yang menggunakan konsep lebih ramah lingkungan dengan berbahan dasar kayu dan cat dinding yang cenderung berwarna putih. Selain itu, informasi mengenai kampanye yang dilakukan The Body Shop seperti peduli kepada sesama manusia, program perdagangan adil dengan komunitas, dan usaha melindungi bumi pada brosur serta keterangan “no animal testing” pada setiap kemasan produk juga mempengaruhi suasana lingkungan. Pengalaman-
pengalaman seperti ini dapat membuat konsumen mengingat perasaan positif tersebut dan akan berkunjung kembali.
Namun, penelitian Iglesias et al. (2011) dan Sukoco & Hartawan (2011) mengatakan bahwa brand experience tidak berpengaruh langsung terhadap brand loyalty dan terdapat faktor lain yang memediasi hubungan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman yang dialami konsumen kurang mudah dibentuk dan kurang tunduk pada pengaruh situasional (Aaker 1999 dalam Brakus et.al., 2009, p.35). Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Brand Experience terhadap Brand Loyalty melalui Brand Personality dan Brand Trust pada merek The Body Shop”.
1.2 Rumusan Masalah
The Body Shop merupakan salah satu pelopor dari green marketing (Angeline et al., 2015, p.6). Selama ini The Body Shop terkenal dengan green marketing dan green product nya. Namun, green marketing dianggap gagal oleh beberapa peneliti lain dalam memberikan kontribusi lebih lanjut pada isu lingkungan dan kepedulian lingkungan sebagai strategi bisnis (Vlosky et. al, 1999 dalam Byrne, 2003, p.2). Sehingga peneliti ingin mengetahui faktor-faktor lain apakah yang membuat konsumen The Body Shop loyal. Permasalahan inilah yang mendasari peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah brand experience berpengaruh terhadap brand loyalty ? 2. Apakah brand experience berpengaruh terhadap brand personality ? 3. Apakah brand experience berpengaruh terhadap brand trust ? 4. Apakah brand personality berpengaruh terhadap brand trust ? 5. Apakah brand personality berpengaruh terhadap brand loyalty ? 6. Apakah brand trust berpengaruh terhadap brand loyalty ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh brand experience terhadap brand loyalty.
2. Untuk mengetahui pengaruh brand experience terhadap brand personality.
3. Untuk mengetahui pengaruh brand experience terhadap brand trust.
4. Untuk mengetahui pengaruh brand personality terhadap brand trust.
5. Untuk mengetahui pengaruh brand personality terhadap brand loyalty.
6. Untuk mengetahui pengaruh brand trust terhadap brand loyalty.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti mendapat pengalaman dan pengetahuan melalui pengujian antara teori yang didapat pada perkuliahan dengan praktek yang terjadi di lokasi penelitian.
2. Bagi perusahaan
Dengan diadakannya penelitian ini, perusahaan sebagai subjek penelitian diharapkan mendapat masukkan dan pemikiran sebagai alternatif maupun bahan pertimbangan mengenai strategi pemasaran yang berhubungan dengan brand experience, brand personality, brand trust, dan brand loyalty, sehingga dapat membantu perusahaan dalam mengambil kebijakan kedepannya.
3. Bagi mahasiswa
Melalui penelitian ini, mahasiswa dapat menambah pengetahuannya mengenai penelitian tentang brand experience, brand personality, brand trust, dan brand loyalty.