ANALISIS DAUN KEMLOKO (Phyllantus emblica L.) SEGAR DAN REBUS TERHADAP MINERAL
KALSIUM, KALIUM, NATRIUM DAN FERRUM SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
OLEH:
FRANKY NIM 151501108
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS DAUN KEMLOKO (Phyllantus emblica L.) SEGAR DAN REBUS TERHADAP MINERAL
KALSIUM, KALIUM, NATRIUM DAN FERRUM SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
OLEH:
FRANKY NIM 151501108
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahankan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Daun Kemloko (Phyllantus emblica L.) Segar dan Rebus Terhadap Mineral Kalsium, Kalium, Natrium dan Ferrum Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. dan Wakil Dekan I, Dr. PoppyAnjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masapendidikan dan penelitian.
Rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing I saya yangmembimbing penulis dengan kesabaran, ketulusan, dan motivasi yang luar biasa selama masa penelitian, juga kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. dan Ibu Sri Yuliasmi, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik, saran, dan nasihat yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku penasihat akademik yang telah membimbing saya selama masa perkuliahan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan sebesarbesarnya khususnya kepada orang tua saya Bapak Libby Gozari dan Ibu
Lim Giok Lien, abang-abang saya Davin dan Elbert serta seluruh keluarga saya yang senantiasa memberi semangat danmemberikan dukungan penuh, doa, serta materil selama perkuliahan hinggapenyelesaian skripsi ini.
Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman terdekat yaitu Sahril Siregar, Nova Novita, Tedy Prayoga, Kevin, Road to 4, Asisten Biofarmasetika dan Farmokinetika, Bimbingan Venyta, Pengabdi Spektro, Right Arm, Farmasi 15 yang telah memberikan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hari, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini pada waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi tambahan bagi kita semua khususnya bidang analisis farmasi.
Medan, 29 Maret 2019 Penulis,
Franky
NIM 151501108
ANALISIS DAUN KEMLOKO (Phyllantus emblica L.) SEGAR DAN REBUS TERHADAP MINERAL KALSIUM, KALIUM, NATRIUM DAN
FERRUM SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ABSTRAK
Latar Belakang: Kemloko (Phyllanthus emblica L.) atau masyarakat Sumatera Utara menyebutnya “balakka”. Tanaman ini di India telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, diabetes, hati (liver), gangguan jantung dan anemia.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kandungan mineral dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar dan rebus serta mengetahui presentase penurunan kadarnya.
Metode : Secara destruksi kering. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom dengan nyala udara-asetilen. Analisis kuantitatif kalsium, kalium, natrium dan ferrum dilakukan pada panjang gelombang berturut-turut 422,7 nm, 766,5 nm, 589,0 nm, 248,3 nm.
Hasil : Kadar mineral kalsium, kalium, natrium dan ferrum dalam daun kemloko segar adalah (147,45 ± 1,09) mg/100g; (381,61 ± 0,32) mg/100g; (21,88 ± 0,12) mg/100g dan (1,78 ± 0,08) mg/100g dan dalam daun kemloko rebus berturut-turut adalah (70,21 ± 0,43) mg/100g; (153,54 ± 0,28) mg/100g; (14,00 ± 0,15) mg/100g dan (1,13 ± 0,05) mg/100g.
Kesimpulan : Daun kemloko mengalami penurunan kadar setelah dilakukan perebusan masing-masing 52,45% untuk kalsium, 59,77% untuk kalium, 36,01%
untuk natrium dan 35,96% untuk ferrum.
Kata kunci : Daun Kemloko (Phyllantus emblica L.), kalsium, kalium, natrium, ferrum dan spektrofotometri serapan atom
ANALYSIS OF FRESH AND REBAL KEMLOKO (Phyllantus emblica L.) TO MINERAL CALSIUM, POTASSIUM, NATRIUM AND FERRUM
BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY ABSTRACT
Background : Kemloko (Phyllanthus emblica L.) or the people of North Sumatra call it "balakka". This plant in India has been used to treat cancer, diabetes, liver (heart), heart problems and anemia.The purpose of this study was to analyze the mineral content carried out qualitatively and quantitatively in calsium, potassium, sodium and iron from fresh and boiled gadung tuber and know the percentage decrease levels.
Method : Dry destruction. The determination is conducted by using atomic absorption spectrophotometer with air-acetylene flame. Quantitative analysis of calsium, potassium, natrium and ferrum is perfomed at the 422.7 nm; 766.5 nm;
589.0 nm; 248.3 nm wave length.
Result : Minerals content of calsium, potassium, natrium and ferrum in the fresh kemloko is (147.45 ± 1.09) mg/100g; (381.61 ± 0.32) mg/100g; (21.88 ± 0.12) mg/100g an (1.78 ± 0.08) mg/100g and in the rebal kemloko is (70.21 ± 0.43) mg/100g; (153.54 ± 0.28) mg/100g; (14.00 ± 0.15) mg/100g and (1.13 ± 0.05) mg/100g.
Conclusion : kemloko have decreased levels after boiling each 52.45% for calcium, 59.77% for potassium, 36.01% for sodium and 35.96% for ferrum.
Key word: Kemloko (Phyllantus emblica L.), calsium, potassium, sodium, ferrum and atomic absorption spectrophotometry.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan... 5
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5
2.1.2 Manfaat tumbuhan ... 5
2.2.Mineral ... 6
2.2.1 Kalsium ... 6
2.2.2 Kalium ... 7
2.2.3 Natrium ... 7
2.2.4 Besi ... 8
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 8
2.3.1 Instrumentasi ... 9
2.3.1.1 Sumber sinar... 9
2.3.1.2 Alat atomisasi (atomizer unit) ... 10
2.3.1.3 Monokromator... 11
2.3.1.4 Detektor ... 11
2.3.1.5 Readout ... 11
2.4 Validasi Metode Analisis ... 14
BAB III METODE PENELITIAN... 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
3.2 Alat-alat ... 16
3.3 Bahan-bahan ... 16
3.3.1 Sampel ... 16
3.3.2 Pereaksi ... 16
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 17
3.4.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 17
3.4.2 Larutan amonium tiosianat 10% b/v ... 17
3.4.3 Larutan asam pikrat 1% b/v ... 17
3.4.4 Larutan H2SO4 1N ... 17
3.5 Prosedur Penelitian ... 17
3.5.1 Pengambilan sampel... 17
3.5.2 Identifikasi tanaman ... 17
3.5.3 Penyiapan sampel ... 18
3.5.4 Proses destruksi kering ... 18
3.5.5 Proses destruksi basah ... 18
3.5.6 Pembuatan larutan sampel ... 19
3.5.7 Analisis kualitatif ... 19
3.5.7.1. Kalsium ... 19
3.5.7.1.1 Uji kristal kalsium dengan asam sulfat 1 N ... 19
3.5.7.2 Kalium ... 19
3.5.7.2.1 Uji kristal kalium dengan asam pikrat 1% b/v ... 19
3.5.7.3 Natrium ... 20
3.5.7.3.2 Uji kristal natrium dengan asam pikrat 1% b/v ... 20
3.5.7.4 Ferrum ... 20
3.5.7.4.1 Uji dengan larutan amonium tiosianat 10 %b/v ... 20
3.5.8 Analisis kuantitatif ... 20
3.5.8.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalsium ... 20
3.5.8.2 Pembuatan kurva kalibrasi kalium ... 20
3.5.8.3 Pembuatan kurva kalibrasi natrium ... 21
3.5.8.4 Pembuatan kurva kalibrasi ferrum ... 21
3.5.9 Penetapan kadar mineral dalam daun kemloko ... 22
3.5.9.1 Penetapan kadar kalsium dalam daun Kemloko ... 22
3.5.9.2 Penetapan kadar kalium dalam daun Kemloko ... 22
3.5.9.3 Penetapan kadar natrium dalam daun Kemloko... 23
3.5.9.4 Penetapan kadar ferrum dalam daun Kemloko ... 23
3.5.10 Analisis data secara statistik... 24
3.5.10.1 Penolakan hasil pengamatan ... 24
3.5.9.2 Uji perolehan kembali (Recovery) ... 25
3.5.9.3 Uji presisi (Simpangan baku relatif) ... 25
3.5.9.4 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 27
4.2 Analisis Kualitatif ... 27
4.3 Analisis Kuantitatif ... 28
4.3.1 Kurva kalibrasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum ... 28
4.3.2 Kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dalam daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) ... 30
4.3.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi ... 31
4.3.4 Uji Perolehan Kembali (recovery) ... 32
4.3.5 Simpangan baku relatif ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Simpangan baku relatif ... 34
5.2 Simpangan baku relatif ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
LAMPIRAN ... 36
DAFTAR TABEL
4.1 Hasil analisis kualitatif pada sampel ... 27 4.2 Hasil analisis kalsium, kalium, natrium dan ferrum dalam daun kemloko (Phyllantus emblica L.) segar, rebus, dan air daun kemloko rebus ... 30 4.3 Kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dalam daun kemloko
(Phyllantus emblica L.) serta presentase perbedaannya. ... 31 4.4 Batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium, kalium, natriu dan ferrum ... 31 4.5 Recovery kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko
segar ... 32 4.6 Simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD) kalsium,
kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar ... 33
DAFTAR GAMBAR
2.1 Spektrofotometer Serapan Atom ... 9
4.1 Kurva Kalibrasi Kalsium... 28
4.2 Kurva Kalibrasi Kalium. ... 28
4.3 Kurva Kalibrasi Natrium ... 29
4.4 Kurva Kalibrasi Ferrum ... 29
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
1 Tumbuhan kemloko ... 37
2 Daun kemloko ... 37
3 Spektrofotometer serapan atom Hitachi Z-2000 ... 38
4 Tanur (Stuart) ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Identifikasi tumbuhan daun kemloko ... 36 2 Tumbuhan daun kemloko ... 37 3 Alat-alat penelitian ... 38 4 Bagan alir penyiapan sampel dan dekstruksi kering (daun kemloko
segar) ... 39 5 Bagan alir penyiapan sampel dan dekstruksi kering (daun kemloko
rebus) ... 40 6 Bagan alir pembuatan larutan sampel, analisa kualitatif dan
kuantitatif ... 41 7 Bagan alir penyiapan sampel dan dekstruksi basah (air rebusan daun
kemloko) ... 42 8 Data kalibrasi kalsium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan
persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 43 9 Data kalibrasi kalium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 45 10 Data kalibrasi natrium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan
persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 47 11 Data kalibrasi ferrum dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan
persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 49 12 Hasil analisis kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko
segar... 51 13 Hasil analisis kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko
rebus ... 53 14 Hasil analisis kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari air rebusan
daun kemloko ... 55 15 Contoh perhitungan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar ... 57 16 Contoh perhitungan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko rebus ... 59 17 Contoh perhitungan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari air
rebusan daun kemloko... 61 18 Perhitungan statistik kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar ... 63 19 Perhitungan statistik kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko rebus ... 75 20 Perhitungan statistik kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari air
rebusan daun kemloko... 87 21 Persentase penurunan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar dan daun kemloko rebus ... 99 22 Recovery kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko
segar ... 101 23 Contoh perhitungan recovery kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari
daun kemloko segar... 103 24 Perhitungan simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD)
kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko segar ... 108
25 Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum ... 112 26 Tabel distribusi t ... 116
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat untuk berbagai khasiat yaitu Kemloko (Phyllanthus emblica L.) atau masyarakat Sumatera Utara menyebutnya
“balakka”, di Ternate dikenal dengan metengo, Sunda (malaka) dan di pulau Jawa dikenal dengan kemloko. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Indian gooseberry (Khoiriyah dkk., 2015).
Phyllanthus emblica umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis
termasuk India, Pakistan, Uzbekistan, Srilanka, Asia Tenggara, Cina dan Malaysia Tanaman ini di India telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, diabetes, hati (liver), gangguan jantung dan anemia (Khan, 2009).
Mineral merupakan konstituen anorganik penting dalam tubuh. Namun terdapat perbedaan dari segi kebutuhan didalam tubuh, yaitu: Mineral yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah sangat sedikit (biasanya kurang dari 100mg/hari), seperti boron, kromium, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan zink disebut mikromineral. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah besar (biasanya lebih dari 100 mg/hari), seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, dan fosfat disebut makromineral (Grober, 2009).
Jumlah total kalsium dalam tubuh adalah sekitar 1500g. Karena banyaknya kalsium di seluruh tubuh, kalsium adalah salah satu mineral terpenting. Kalsium melimpah di tulang dan di beberapa jaringan tubuh. Kalsium adalah nutrisi penting karena terlibat dalam struktur sistem otot dan mengontrol proses penting seperti
kontraksi pada otot (sistem lokomotor, detak jantung) aktivitas pertumbuhan otak dan pertumbuhan sel (Belitz dkk., 2009).
Kebutuhan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari. Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna dan ginjal.
Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna atau tidak melalui saluran cerna melebihi 12,0 g/m2 permukaan tubuh sehari (18 g untuk orang dewasa) tanpa diimbangi oleh kenaikan ekskresi (Almatsier, 2002).
Natrium adalah salah satu dari empat elektrolit – elektrolit lainnya adalah kalsium, magnesium, dan kalium yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsinya. Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Tiga puluh lima sampai 40 persen natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl (Almatsier, 2002).
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesis hemoglobin (Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat di dalam tubuh sebagian besi dapat terkonjugasi dengan protein, dan terdapat dalam bentuk ferri atau ferro (Sediaoetama, 2009).
Penetapan kadar natrium, kalium dan kalsium dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom, spektrometri emisi nyala, gravimetri, dan titrimetri. Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel
tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2012).
Memasak dengan cara tradisional dapat merubah gizi dengan cepat karena makanan sangat dipengaruhi oleh suhu terutama dengan cara merebus. Cara memasak tradisional dengan panas merupakan faktor kehilangannya kandungan gizi yang penting (Baldwin, 2012).
Memotong dan merajang bahan makanan dapat berpengaruh kepada zat–zat gizi, sehingga menurunkan gizi bahan makanan tersebut kalau dikerjakan sembarangan. Mencuci bahan makanan lebih baik dikerjakan sebelum bahan makanan tersebut dipotong–potong atau dirajang, karena ada zat–zat yang mudah larut dalam air dan ikut terbuang dengan air pencucian tersebut (Sediaoetama, 2009).
Belum ada literatur yang menjelaskan tentang kandungan kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko (Phyllantus emblica L.). Berdasarkan uraian di atas, penulis meneliti kandungan kalsium, kalium, natrium dan ferrum tersebut.
Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah spektrofotometri serapan atom yang didasarkan pada ketelitian alat, kecepatan analisis, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan dan sangat tepat untuk menentukan kadar (Khopkar, 1985).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Berapakah kadar mineral kalsium, kalium, natrium dan ferrum pada daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) segar dan direbus?
b. Berapakah persentase penurunan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum pada daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) segar dan direbus?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. Daun kemloko (Phyllantus emblica L.) segar dan rebus memiliki kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dalam jumlah tertentu.
b. Terdapat persentse penurunan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum dari daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) setelah mengalami proses perebusan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menentukan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum pada daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) segar dan rebus.
b. Untuk menentukan persentase penurunan kadar kalsium, kalium, natrium dan ferrum pada daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) segar dan direbus.
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan kalsium, kalium, natrium dan ferrum yang terkandung dalam daun kemloko segar dan rebus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Kemloko (Phyllanthus emblica L.) atau masyarakat Sumatera Utara menyebutnya “balakka”, di Ternate dikenal dengan metengo, Sunda (malaka) dan di pulau Jawa dikenal dengan kemloko. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Indian gooseberry. Phyllanthus emblica umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis termasuk India, China, Indonesia, Semenanjung Malaysia, Thailand, Pakistan, Uzbekistan, dan Srilanka (Khoiriyah dkk., 2015).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Menurut Hebarium Medanense (MEDA) Kemloko memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malpighiales Famili : Phyllanthaceae Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus emblica L.
2.1.2 Manfaat tumbuhan
Salah satu contoh tanaman yang diduga memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi adalah Kemloko (Phyllanthus emblica L.). Tumbuhan ini merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Tanaman
ini di India telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, diabetes, hati (liver), gangguan jantung dan anemia (Khan, 2009).
2.2 Mineral
Mineral adalah komponen dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2002).
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro adalah natrium, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur. Adapun yang termasuk mineral mikro adalah ferrum, seng, mangan dan tembaga (Almatsier, 2002).
2.2.1 Kalsium
Kalsium merupakan komponen utama tulang, memberikan kekuatan dan kepadatan tulang.Ion kalsium dalam cairan tubuh diperlukan untuk pembekuan darah dan fungsi saraf/otot. Mengaktivasi enzim dalam sel dan diperlukan untuk pelepasan beberapa hormon (Barasi, 2007).
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Dari jumlah ini, 99% berada di jaringan keras, yaitu tulang dan gigi. Dalam keadaan normal sebanyak 30 - 50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi tubuh.
Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan, dan menurun pada
proses menua (Almatsier, 2002).
Sumber kalsium yaitu susu dan produk olahannya, susu kedelai yang difortifikasi, sayuran berdaun hijau, ikan berduri kecil, kacang – kacangan dan biji – bijian, buah kering, selada air serta tepung yang difortifikasi dan produknya (Barasi, 2007).
2.2.2 Kalium
Kalium merupakan ion intraseluler utama, sebagian besar berikatan dengan protein dan fosfat. Memiliki peran esensial bagi keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam – basa, penjalaran impuls saraf, dan kontraksi otot. Diregulasi oleh aktifitas hormon ekskresi ginjal (Barasi, 2007).
Kalium terdistribusi luas dalam makanan, terutama yang berasal dari tumbuhan, sumber yang kaya kalium antara lain pisang, buah kiwi, alpukat, kentang, dan bayam. Serealia serta susu dan produk olahannya dapat berguna sebagai sumber kalium jika dikonsumsi secara teratur. Daging dan ikan merupakan sumber penting. Makanan olahan sering kali mengandung kalium yang rendah (Barasi, 2007).
2.2.3 Natrium
Natrium merupakan kation ekstraseluler utama, juga ditemukan dalam tulang, memiliki peran kunci dalam keseimbangan air, konduksi saraf, dan transport aktif melintasi membran sel. Diregulasi oleh beberapa hormon, termasuk golongan angiotensin dan aldosteron, serta oleh ekskresi ginjal (Barasi, 2007).
Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu
makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi (Almatsier, 2002).
2.2.4 Besi
Besi merupakan transpor oksigen dalam molekul hemoglobin. Juga terdapat dalam mioglobin, untuk menyediakan oksigen bagi otot. Berfungsi sebagai bagian besar dari beberapa sistem enzim, bersifat kritikal untuk produksi energi, maupun sistem imun (Barasi, 2007).
Besi dapat ditemukan pada daging, ikan dan telur; hati merupakan sumber yang kaya akan besi. Hemoglobin dan mioglobin dalam makanan tersebut menyediakan besi hem, yang diabsorbsi dengan baik. Besi non-hem terutama terkandung dalam makanan nabati : serealia, legum dan sayuran (Barasi, 2007).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2012).
Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom.
Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang
spesifik untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat di dalamnya. Proses interaksi ini mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.3.1 Instrumentasi
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Harris, 2007).
2.3.1.1 Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca bertutup yang mengandung suatu
katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga
kombinasi yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.3.1.2 Alat atomisasi (atomizer unit)
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan bebas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2012).
a. Nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi.
b. Tanpa nyala (flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka, oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomizing). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.3.1.3 Monokromator
Pada Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut chopper (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.3.1.4 Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang
memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; (b) hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.3.1.5 Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).
Menurut Gandjar dan Rohman (2012), yang dimaksud dengan gangguan- gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa- peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel . Gangguan yang dapat terjadi yaitu:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu matriks sampel
dapat mengganggu analisis. Sifat - sifat tersebut adalah: viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas didalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu:
disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna, dan ionisasi atom-atom di dalam nyala.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut :
a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi
Dengan suhu yang lebih tinggi, maka senyawa-senyawa akan bereaksi secara sempurna. Untuk menguraikan senyawa yang bersifat refratorik, tidak hanya suhu yang harus ditingkatkan akan tetapi juga komposisi nyala; yakni perbandingan antara gas pembakar dan gas pengoksidasi. Jika jumlah gas pembakar berlebih, maka nyala akan bersifat mereduksi dan hal ini penting untuk membantu proses peruraian.
b. Penambahan senyawa penyangga.
Senyawa penyangga akan mengikat gugus pengganggu (silikat, fosfat, aluminat, sulfat, dan sebagainya). Contoh unsur penyangga adalah Sr dan La yang ditambahkan pada analisis Ca secara SSA. Dengan penambahan senyawa penyangga ini maka ion fosfat akan terikat dan tidak akan membentuk Ca-fosfat yang bersifat refraktoris. Sementara itu, untuk menghindari pengaruh gangguan
karena ionisasi dapat ditambahkan unsur lain yang mempunyai potensial aksi yang lebih rendah dari unsur yang dianalisis.
c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis.
Untuk mengekstraksi senyawa logam dalam pelarut organik, maka logam tersebut harus dibuat dalam bentuk kompleks baru kemudian kompleks tersebut dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Sebagai contoh, analisis tantalum dapat diganggu dengan adanya unsur kalium membentuk K2TaF6 yang bersifat refratorik.
Meskipun demikian, kompleks TaF4 dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut metilisobutil keton.
d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu.
Gangguan kimia yang ditimbulkan oleh ion atau gugus pengganggu dapat dihindari dengan jalan mengekstraksi ion atau gugus pengganggu tersebut. Sebagai contoh, analisis logam dalam jumlah sekelumit (trace analysis) dalam biji besi. Adanya besi dalam jumlah yang besar dapat mengganggu proses penetapan kadar. Gangguan dari besi ini dapat dihindari dengan jalan mengekstraksinya menggunakan pelarut isobutil asetat.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2012).
Cara mengatasi gangguan penyerapan non atomik ini adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua cara ini masih belum bisa membantu menghilangkan gangguan penyerapan
non atomik ini, maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non atomik menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu. Alat yang digunakan dilengkapi dengan lampu katoda nikel yang diisi dengan gas hidrogen (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Menurut (Harmita, 2004) beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan baku.
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan.
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali.
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen.
c. Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi (LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi. Batas ini dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per juta) dalam sampel.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat-alat
Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda kalsium, kalium, natrium dan ferrum, neraca analitik (ANDGF-200), hot plate (BOECO Germany), alat tanur, blender, kertas saring Whatman No.42, krus
porselen dan alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi).
3.3 Bahan-bahan 3.3.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kemloko (Phyllanthus emblica L.) dari Desa Simardona, Kecamatan Batang Onang,
Kabupaten Padang Lawas Utara.
3.3.2 Pereaksi
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E. Merck (larutan baku ferrum konsentrasi 1000 µg/mL, larutan baku kalium konsentrasi 1000 µg/mL, larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µg/mL, dan larutan baku natrium konsentrasi 1000 µg/mL, asam nitrat 65% b/v, akua demineralisata (Laboratorium Penelitian Universitas Sumatera Utara).
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 (1:1)
Sebanyak 500 mL larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 mL akuabides (Ditjen POM Depkes RI, 1979).
3.4.2 Larutan amonium tiosianat 10% b/v
Amonium tiosianat sebanyak 10 g dilarutkan dalam 100 mL air suling (Ditjen POM Depkes RI, 1979).
3.4.3 Larutan asam pikrat 1% b/v
Sebanyak 1 g asam pikrat dilarutkan dalam aqua bides hingga 100 mL (Ditjen POM Depkes RI, 1979).
3.4.4 Larutan H2SO4 1 N
Sebanyak 28 mL larutan H2SO4 97% diencerkan dengan akuades hingga 1000 mL (Ditjen POM Depkes RI, 1979).
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi. Bahan tanaman yang digunakam adalah daun kemloko (Sudjana, 2002).
3.5.2 Identifikasi tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di Medanesse – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Biologi, Universitas Sumatera Utara Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 Halaman 26.
3.5.3 Penyiapan sampel
Sebanyak 400 g daun kemloko (Phyllantus emblica L.) dicuci bersih dengan akua demineralisata, ditiriskan. Selanjutnya masing-masing dibagi menjadi 200 g untuk yang segar dan 200 g untuk yang direbus. Bagian yang segar dihaluskan dengan menggunakan blender dan untuk bagian yang direbus terlebih dahulu didihkan akua demineralisata sebanyak 400 mL, setelah mendidih dimasukkan bagian yang rebus sebanyak 200 g, direbus selama 5 menit.
3.5.4 Proses destruksi kering
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 25 g dengan krus porselen, diarangkan di atas hotplate selama 7 jam, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100°C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama ± 16 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu dibasahi dengan 10 tetes akua demineralisata dan ditambahkan 5 mL HNO3 (1:1). Kemudian kelebihan HNO3
diuapkan pada hotplate dengan suhu 100-120°C sampai kering. Krus porselen dimasukkan ke dalam tanur dan diabukan selama 48 jam dengan suhu 500°C, kemudian didinginkan (Isaac, 1990).
3.5.5 Proses destruksi basah
Ditimbang ± 25 g air rebusan daun kemloko dan masukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 10 mL HNO3 (1:1). Didiamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup. Dipanaskan di atas hotplate pada suhu 100°C selama 10 menit, larutan sampel yang telah mendidih didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambahkan 4 mL H2O2 (30%) tetes demi tetes, sampel dipanaskan kembali secara perlahan pada suhu 200°C sampai di peroleh larutan jernih, hasil larutan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan ditepatkan sampai garis tanda dengan akua demineralisata. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman no.42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan, filtrat ditampung ke dalam botol. Larutan inilah yang digunakan untuk uji kuantitatif (Isaac, 1990).
3.5.6 Pembuatan larutan sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 10 mL HNO3 (1:1), lalu dituangkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan Kertas Whatmann No. 42. Sebanyak 5 mL filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif.
3.5.7 Analisis kualitatif 3.5.7.1 Kalsium
3.5.7.1.1 Uji kristal kalsium dengan asam sulfat 1 N
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam sulfat 1 N dan etanol 96% v/v akan terbentuk endapan putih lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalsium, akan terlihat kristal berbentuk jarum (Masfria dkk., 2015).
3.5.7.2 Kalium
3.5.7.2.1 Uji kristal kalium dengan asam pikrat
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam pikrat, biarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum besar (Masfria dkk., 2015).
3.5.7.3 Natrium
3.5.7.3.1 Uji kristal natrium dengan asam pikrat
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam pikrat, biarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum kecil (Masfria dkk., 2015).
3.5.7.4 Ferrum
3.5.7.4.1 Uji dengan larutan amonium tiosianat 10 % b/v
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 mL sampel, lalu ditambahkan 1 mL larutan amonium tiosianat, dikocok dan diamati. Terbentuk pewarnaan merah.
(Masfria dkk., 2015).
3.5.8 Analisis kuantitatif
3.5.8.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalsium
Larutan standar kalsium (konsentrasi 1000 µg/mL) dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 20 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL; 10 mL dan 12,5 mL (larutan baku 20 µg/mL) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung kalsium dengan konsentrasi 1 µg/mL; 2 µg/mL; 3 µg/mL; 4 µg/mL dan 5 µg/mL) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.8.2 Pembuatan kurva kalibrasi kalium
Larutan standar kalium (konsentrasi 1000 µg/mL) dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan akua demineralisata (konsentrasi 20 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 5 mL; 10 mL, 15 mL; 20 mL dan 25 mL (larutan baku 20 µg/mL) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung kalium dengan konsentrasi 2 µg/mL; 4 µg/mL; 6 µg/mL; 8 µg/mL dan 10 µg/mL) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.8.3 Pembuatan kurva kalibrasi natrium
Larutan standar natrium (konsentrasi 1000 µg/mL) dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 20 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL dan 2,5 mL (larutan baku 20 µg/mL) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung natrium dengan konsentrasi 0,2 µg/mL; 0,4 µg/mL; 0,6 µg/mL; 0,8 µg/mL dan 1 µg/mL) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.8.4 Pembuatan kurva kalibrasi ferrum
Larutan standar ferrum (konsentrasi 1000 µg/mL) dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 20 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi ferrum dibuat dengan memipet 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1 mL dan 1,25 mL (larutan baku 20 µg/mL) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung ferrum dengan konsentrasi 0,1 µg/mL; 0,2 µg/mL; 0,3 µg/mL; 0,4 µg/mL dan 0,5 µg/mL) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udara-asetilen.
3.5.9 Penetapan kadar mineral dalam sampel
Sebelum dilakukan penetapan kadar ferrum, kalium, kalsium, dan natrium dalam sampel, terlebih dahulu alat spektrofotometer serapan atom dikondisikan dan diatur lampu katodanya sesuai dengan mineral yang akan diperiksa.
3.5.9.1 Penetapan kadar kalsium dalam daun kemloko
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 100 mL/1 mL = 100 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 422,7 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.9.2 Penetapan kadar kalium dalam daun kemloko
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,333 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 100 mL/0,333 mL = 300 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan
berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.9.3 Penetapan kadar natrium dalam daun kemloko
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 100 mL/1 mL = 100 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.9.4 Penetapan kadar ferrum dalam daun kemloko
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya pada panjang gelombang 248,3 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku ferrum.
Konsentrasi ferrum dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Menurut Harmita (2004), kadar mineral kalsium, kalium, natrium, dan ferrum dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kadar Mineral (µg/g) = Konsentrasi (µg/mL) x Volume (mL) x Faktor pengenceran Berat Sampel (g)
3.5.10 Analisis data secara statistik 3.5.10.1 Penolakan hasil pengamatan
Menurut (Sudjana, 2002) kadar kalsium, kalium, natrium, dan ferrum, yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:
SD= √∑( Xi- X̅)2 (n-1) Keterangan :
Xi = Kadar sampel
X̅ = Kadar rata-rata sampel
n = Jumlah pengulangan pengukuran Untuk mencari t hitung digunakan rumus :
thitung= |Xi- X̅|
SD
√n
untuk menentukan kadar mineral dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus :
μ = X ̅̅̅± (t (α
2,dk) ×SD
√n) Keterangan :
X̅ = Kadar rata-rata sampel (µg/g) α = Taraf kepercayaan
dk = Derajat kebebasan SD = Standar deviasi
n = Jumlah pengulangan pengukuran
3.5.10.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Uji perolehan kembali ditetapkan pada larutan tertentu yang sesuai (larutan blanko atau larutan matriks) dimana analit yang ditambahkan telah diketahui jumlahnya (konsentrasi pertengahan rentang validasi. Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan McB. Miller, 2005).
Daun kemloko yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 25 g, lalu ditambahkan 3,44 mL larutan baku kalsium, 7,5 mL larutan baku kalium, 5,2 mL larutan baku natrium, dan 2,4 mL larutan baku ferrum kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
% Perolehan kembali = CF - CA
C*A × 100%
Keterangan :
CF : Kadar setelah penambahan larutan baku
CA : Kadar sampel sebelum penambahan larutan penambahan baku C*A : Kadar larutan baku yang ditambahkan
3.5.10.3 Uji Presisi (Simpangan Baku Relatif)
Menurut Harmita (2004), presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan diekspresikan sebagai simpangan baku relatif yang dapat ditentukan dengan rumus berikut :
RSD = SD
X̅ ×100 %
Keterangan :
RSD : Simpangan baku relatif SD : Standar deviasi
X̅ : Kadar rata-rata sampel
3.5.10.4 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Simpangan baku (SY X⁄ ) = √∑(Y- Yi)2 n-2
Batas deteksi (LOD) = 3 × SY X⁄ Slope Batas kuantitasi (LOQ) = 10 × SY X⁄
Slope
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (Meda) Univertsitas Sumatera Utara disebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Daun Kemloko (Phyllantus emblica L.). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 36.
4.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui secara kualitatif mineral kalsium, kalium, ferrum dan natrium dari daun kemloko.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kemloko (Phyllantus emblica L.)
No Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan
1 Kalium Asam pikrat Kristal jarum besar +
2 Kalsium Asam sulfat 1 N + Etanol
90% Kristal jarum halus +
3 Natrium Asam pikrat Kristal jarum kecil +
4 Ferrum Amonium Tiosianat 10% Warna merah + Keterangan: + : mengandung mineral
Hasil dari Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa daun kemloko mengandung mineral kalsium, kalium, natrium dan ferrum. Dimana hasil kualitatif ini hanya sebagai pendahuluan sebelum melakukan analisis secara kuantitatif.
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Kurva kalibrasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum
Kurva kalibrasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku kalsium, kalium, natrium dan ferrum pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 0,037954286 x + 0,002380952 untuk kalsium, Y = 0,0754 x + 0,016033333 untuk kalium, Y = 0,0415 X - 0,0009 untuk natrium, dan Y = 0,024457143X -0,000447619 untuk ferrum.
Kurva kalibrasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum dapat dilihat pada gambar 4.1 – 4.4.
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Kalsium
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Kalium Conc. (µg/mL)
Conc. (µg/mL)
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Natrium
Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Ferrum
Berdasarkan kurva kalibrasi kalsium, kalium, natrium dan ferrum diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) untuk kalsium sebesar 0,9997, kalium sebesar 0,9993, natrium sebesar 0,9991 dan ferrum sebesar 0,9995. Nilai r > 0,97 menunjukkan adanya korelasi linear antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi kalsium, kalium, natrium dan ferrum dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10 dan 11 halaman 43-50.
Conc. (µg/mL)
Conc. (µg/mL)