• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019 ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN IMPLIKASINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019 ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN IMPLIKASINYA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019 ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN PALEMBAYAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syariah

OLEH

RESTI MARSELA 1117023

FAKULTAS SYARI’AH

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

2020/ 2021

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi UU No 16 tahun 2019 Atas undang undang No 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Implikasinya Terhadap Rumah Tangga (Studi Kasus KUA kec.Palembayan)“ yang disusun oleh Resti Marsela NIM 1117.023 Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-ahwal Al-syakhsiyyah) fakultas Syariah Institut Agama Islam Negri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.

Bukittingggi, 13 Oktober 2021

Dosen Pembimbing

Ali Rahman, SH,MH

NIP. 197112261999031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Keluarga (Al-ahwal Al-syakhsiyyah)

Dahyul Daipon,M.Ag

NIP.197704202006041002

(3)

SURAT PERNYATAAN ORIGINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Resti Marsela Nim : 1117.023

Tempat/Tanggal Lahir : Alahan Anggang 30 Agustus 1998

Fakultas/Jurusan : Syariah / Hukum Keluarga (al-ahwalu al-syakhsiyah)

Judul Skripsi : Analisis Implementasi UU No 16 Tahun 2019 Atas UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Implikasinya Terhadap Rumah Tangga (Studi Kasus Di KUA Kec. Palembayan)

Menyatakan dengan sesungguhnya karya ilmiah (skripsi) saya dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri.

Maka penulis bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku dan gelar keserjanaan penulis dicopot sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, 13 Oktober 2021

Penulis

Resti Marsela

1117.023

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis implementasi UU No 16 tahun 2019 atas UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan implikasinya terhadap rumah tangga (studi kasus KUA kec.

Palembayan )” yang ditulis oleh Resti Marsela, NIM 1117.023, Program studi Hukum Keluargam(ahwalu syakhshiyyah) Fakultas syari’ah Institut Agama Islam Negri (IAIN) Bukittinggi.

Pernikahan adalah salah satu masalah yang dibahas dalam sumber ajaran islam. Al- Qur’an menekankan akan adanya keluaraga sakinah mawaddah dan rahmah bagi setiap pasangan yang secara langsung mengarungi rumah tangga. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah upaya mencari calon istri dan calon suami yang baik. Upaya tersebut merupakan kunci dari ajaran rasulullah SAW kepada umatnya yang keberadaanya dapat menentukan perjalanan bahtera rumah tangga.

Fokus dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah regulasi Undang Undang No 16 tahun 2019 mengenai batas minimal usia pernikahan sudah diterapkan dan dapat diterima secara efektif dalam masyarakat. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif empiris. Penelitian dilaksanakan di KUA kecamatan palembayan, Teknik analisis menggunakan teknik kualitatif sedangkan data yang dikumpulkan merupakan data primer yang dilakukan dengan teknik wawancara yang kemudian data tersebut diolah dan di analisis.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pertama: undang undang No 16 tahun 2019 pelaksanaanya belum efektif, masih banyak pernikahan yang terjadi dengan dibawah ketentuan undang undang yang berlaku. Kedua: KUA telah melakukan upaya seperti sosialisasi kepada masyarakat tetapi masih banyak faktor faktor yang menghambat upaya KUA untuk menjalankan UU No 16 tahun 2019 secara efektif.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis kirimkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.

Tujuan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan serta dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada program studi Hukum Keluarga islam (HKI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Skripsi dengan judul“Analisis Implementasi Uu No 16 Tahun 2019 Atas Uu No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Implikasinya Terhadap Rumah Tangga (Studi Kasus Kua Kec.

Palembayan)” ini Alhamdulilah telah diselesaikan tepat waktu.

Terimakasih kepada Ayahanda Armun dan Ibunda Syamsidar tercinta yang telah bersusah payah mengasuh dan membimbing penulis dengan rasa dan kasih sayang serta mengiri setiap langkah penulis dengan do’a dan telah banyak berkorban demi cita-cita dan masa depan Penulis. Tidak terlupakan kakanda Dt. Pado basa Zolmi Hendra. Winda sartika Amd, dan adik tercinta Ori Oki Olanda, Gina Salsabila Khaira, Trisko Gaberlanda, dan juga beserta kakak ipar Rini Rahayu dan adik ipar Cinta Yolanda Sari, Amd Keb.Skm. Mkm. Yang telah membantu dalam segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini, selanjutnya kepada karib kerabat dikampung yag selalu memebri dorongan dan harapan agar penulis tegar menempuh perjalanan cita-cita.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, sungguh banyak kesulitan yang dilalui, namun alhamdulillah berkat bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak yang tidak terlepas dari rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulus tulusnya kepada:

1. Ibu Dr. RidhaAhida, SH, M.Hum sebagai Rektor beserta Bapak Wakil Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinngi.

2. Dekan fakultas syariah Institut Agama Islam Negri (IAIN). Bukittinggi, bapak Dr.

Ismail,M.ag, bapak Dr. Noviardi, M.ag, bapak Dr. Busyro, M.ag, dan bapak fajrul wadi,

(6)

S.ag, M. Hum, serta ketua program studi hukum keluarga islam (HKI) bapak Dr. Dahyul Daipon, M,ag. Yang telah memfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan dan bimbingan skripsi ini.

3. Dosen penasehat akademik, Ibu Hj. Elfiani, SH.M. Hum Yang telah memeberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi.

4. Pembimbing skripsi penulis, Bapak Ali Rahman SH.MH, yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

5. Pemimpin beserta staf perpustakaan yang telah mengijinkan penulis untyuk mengakses buku buku yang dibutuhkan dalam menyelesaiakan penulisan skripsi ini.

6. Bapak kepala kantor urusan agama kecamatan palembayan beserta staf yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian disana.

7. Saudaraku yang terutama Subadri Aziz S.E yang telah berkenan membantu penulis serta dorongan moril dan motivasi kepada penulis agar bisa menyelesaiakan pendidikan di IAIN Bukittinggi dengan baik.

8. Kepada teman teman selain ilmu gelar dan pengalaman, kalianlah keluarga baru yang penulis dapatkan selama kuliah. Dan semua keluarga besar HKI A, teman teman dải lokal jurusan, fakultas, dan kampus yang berbeda dengan penulis, karna kalian banyak gak bisa di sebutkan satu persatu, yang jelas kalian semua terbaik.

9. Kepada semua mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan Institut Agama Islam Negri (IAIN) bukittinggi, dan teristimewa kepada teman teman seangkatan pada program studi hukum keluarga islam yang telah banyak memabantu penulis selama perkuliahan.

Atas bantuan yang telah diberikan, penulis ucapkan terimakasih semoga mendapat ridho dan balasan dari Allah SWT dan semoga karya sederhana ini bermanfaat. Aamiin ya rabbal

‘alamiin.

Bukittinggi, 30 Agustus 2021 Penulis

RESTI MARSELA NIM. 1117023

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI PERNYATAAN ORISINALITAS

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ...iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Tinjauan pustaka ... 8

F. Penjelasan Judul... 9

G. Metode Penelitian... 10

H. Sistematika Penulisan... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanUmumTentan Perkawinan... 16

1. Pengertian Perkawinan... 16

2. Batas Usia Minimal Dalam Uu No. 1 Tahun 1974... 19

3. Batas Usia Minimal Dalam Uu No. 16 Tahun 2019 ... 22

B. Pengertian Perkawinan Menurut Fikih ... 26

(8)

C. Batas Usia Perkawinan Menurut Fikih

1. Hukum Perkawinan...28

2. Tujuan Perkawinan ...33

3. Hikmah Perkawinan...34

4. Rukun Dan Syarat Perkawinan... 37

1. Rukun Perkawinan ... 37

2. Syarat Sah Perkawinan ... 38

BAB III HASIL PENELITIAN A. Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Palembayan... 44

B. Bagaimana Implementasi Dan Implikasi Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di KUA Palembayan... 53

C. Analisis Batas Usia Perkawinan Dalam UU No. 16 Tahun 2019 ... 62

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan... 71

B. Saran Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah salah satu masalah yang dibahas dalam sumber ajaran islam. Al- Qur’an menekan akan adanya keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah bagi setiap pasangan yang secara langsung mengarungi rumah tangga. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah upaya mencari calon istri dan calon suami yang baik. Upaya tersebut merupakan kunci dari ajaran Rasulullah SAW kepada umatnya yang keberadaanya dapat menentukan perjalanan bahtera rumah tangga .1

Berdasarkan ilmu Fikih, usia perkawinan salah satu faktor penting dalam persiapan perkawinan karena tolak ukur seseorang dapat dikatakan cukup dewasa. Dalam perkawinan dituntut adanya sikap dewasa dan matang dari masing-masing calon.

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, dewasa yaitu sampai umur atau baligh. Usia dewasa dalam hukum islam dikenal dengan istilah baligh.2

Didalam terjemahan tafsir ibnu katsir , para mujahid berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan nikah adalah mencapai usia baligh.

Secara tersurat, dalam alquran tidak akan ditemukan ayat yang berkaitan dengan batas usia perkawinan, tetapi jika diteliti lebih lanjut, ada ayat dalam alqur’an yang memiliki kolerasi dengan usia baligh yaitu surat an-nisa’ ayat 6

1Khairul Mufti Rambe, Psikology Keluarga Islam (Medan: Al-Hayat, 2017), h. 23

2Armia, Fikih Munakahat (Medan : Manhaji, 2018), h. 233

(10)

َذِا ىَّتَح ىَمَتَيْلا ا ْوُلَتْبا َو اًفا َرْسِا آه ْوُلُكْأَت َلَ َو ْمُهَلا َوْمَا ْمِهْيَلِا آ ْوُعَف ْداَف اًدْش ُر ْمُهْنِ م ْمُتْسَنَا ْنِاَف َحاَكِ نلا ا ْوُغَلَب

ا ْو ُرَبْكَّي ْنَا ًراَدِب َّو

َد َذِاَف ِف ْو ُرَعَمْلِب ْلُك ْأَيْلَف ا ًرْيِقَف َناَك ْنَم َو ْفِفْعَتْسَيْلَف اَّبِنَغ َناَك ْنَم َو ْعَف

مِهَيَلِا ْمُت

اًبْيِسَح ِللهاِب ىَفَك َو ْمِهْيَلَع ا ْوُدِهْشَاَف ْمُهَلا َوْمَا Artinya:” dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta ) maka serahkanlah hartanya kepada mereka harta hartanya, dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa gesa (memebelanjakanya) sebelum mereka dewasa.

Barang siapa diantara pemelihara itu mampu maka hendaklah ia menahan diri dari memakan harta anak yatim itu, dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut, kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka, dan cukuplah allah sebagai pengawas atas persaksian itu ‘’

Dalam terjemahan tafsir ibnu katsir, para mujahid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan nikah adalah pencapaian usia baligh jumhur ulama mengatakan bahwa usia baligh pada anak anak remaja ada kalanya dengan mengeluarkan air mani yaitu dia bermimpi dalam tidurnya melihat sesuatu atau mengalami sesuatu yang membuatnya mengeluarkan air mani 3

Dalam khazanah ilmu fiqh syafi’ah tidak memberikan batasan usia pernikahan, artinya berapapun usia calon pengantin tidak menghalangi sah nya pernikahan bahwa usia

3Al-Imam Abulfida Ismail Ibnu Katsir Adimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir terj Bahrun Abu Bakar dkk,Juz 4 (Bandung Sinar Baru Algensido, 2000) h. 450

(11)

belum baligh pun, hal inilah yang menjadi dasar pada zaman dahulu ada yang disebut nikah gantung.

Di Indonesia sendiri sejak di Undang Undangkannya Undang Undang Perkawinan Tahun 1974, masyarakat sudah menjadikan Undang Undang tersebut sebagai pedoman dalam setiap melamgsungkan perkawinan. Salah satu prinsip yang dianut undang undang perkawinan di Indonesia adalah bahwa calon suami istri harus telah matang secara jasmani maupun rohani sesuai dengan yang tertera dalam pengertian perkawinan itu sendiri “perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang wanita dan pria”.4Dengan azas ini tujuan perkawinan akan dapat lebih mudah dicapai apabila kedua mempelai telah matang jiwa raganya maka standar yang digunakan adalah penetapan usia.

Menurut Undang Undang nomor 1 tahun 1974 kecakapan usia perkawinan di ukur berdasarkan kecakapan jiwa dan raga yaitu dikatakan telah cakap jiwa dan raganya untuk melaksanakan perkawinan ketika telah berusia 21 tahun ketentuan ini terdapat dalam bab II pasal 7 ayat 1 yanng menyebutkan bahwasannya perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki laki sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah 16 tahun.5

Seiringan dengan perkembangan zaman, maka ketentuan usia perkawinan di Indonesia yang ada dalam Undang Undang no 1 tahun 1974 perlu disesuaikan lagi. Maka terlihat sangat perlu melakukan upaya upaya pembaharuan usia perkawinan di Indonesia.

Bermula dari keluarnya Undang Undang no 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang no 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak dalam pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang dalam

4Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Negara Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 183

5 Armiya, Figh Munakahat, ( Medan: Manhaj, 2018), h. 236

(12)

kandungan artinya setiap orang yang masih dibawah umur 18 tahun masih masuk dalam kategori anak.6

Kemudian adanya upaya yang dilakukan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait masalah batas perkawinan di Indonesia, dalam putusan ini mahkamah konstitusi nomor 30- 74/ PPU-XII-2014, namun dalam putusan ini hakim memutuskan dengan menolak seluruh permohonan permohonan, selanjutnya pada tanggal 20 april 2017 dilanjutkan kembali judicial review ke Mahkamah Kosntitusi oleh tiga orang pemohon yang mengajukan permohonan yang sama yakni perubahan batas usia perkawinan di Indonesia.

Adapun amar putusan Konstitusi no.22/ PPU-XV/2017, yang mengabulkan permohonan pemohon dan memerintahkan kepada pembentuk Undang Undang (DPRI) untuk dalam jangka waktu tiga tahun lamanya melakukan perubahan terhadap Undang Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan khususnya berkenaan dengan batas usia perkawinan bagi perempuan.

Akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat RepubliK Indonesia dan pemerintahan menyepakati perubahan pasal 7 ayat (1) dalam Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan terkait ketentuan batas usia menikah laki laki dan perempuan.

Dengan demikian batas menikah menjadi 19 tahun hasil pembahasan tingkat 1 badan legislatif menyepakati perubahan pasal 7 yang mengatur tentang usia boleh kawin laki laki dan perempuan. Disepakati bahwa batas usia yang dibolehkan melakukan

6 Tim Penyusun, Himpunan Peraturan Perundang Undangan Republik Indonesia Undang Undang Perlidnngan Anak, (Yogyakarta: Laksana, 2018). H. 78

(13)

perkawinan antara laki laki dan perempuan adalah sama sama usia 19 tahun, senin (16/9/2019).7

Batas usia dalam perkawina sangatlah penting karna didalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis. Usia perkawinan yang teralalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karna kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga.

Dalam Undang Undang nomor 16 tahun 2019 sebagai perubahan atas Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, usia minimal untuk pernikahan adalah 19 tahun untuk laki laki 19 tahun untuk perempuan ,walaupun begitu bukan berarti bahwa seorang yang berusia diatas itu sudah dikatakan dewasa karna menurut UU seorang yang belum mencapai 21 tahun haruslah mendapat izin dari orang tua.8

Keharmonisan rumah tangga merupakan impian setiap orang yang melakukan pernikahan. Jika dalam rumah tangga terjadi keretakan maka untuk mencapai rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah itu sulit. Berdasarkan hasil penelitian terkait wawancara awal dari orang tua keluarga bapak B dengan ibuk N yang menetap satu atap di Desa Lambah Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam yang sudah peneliti lakukan terkait judul penelitian ini menurut orang tua keluarga bapak B dan ibuk N pernikahan dibawah umur tidak berdampak baik bagi keharmonisan rumah tangga karna dianggap belum siap mengarungi bahtera rumah tangga dan didalam keseharian keluarga bapak B dan ibu N sering terjadi cekcok dikarnakan hal yang sepele seperti beda pendapat, selai

7https://nasional kompas. Com/red/2019/09/16/13174991/dpr-akan-sahkan-ruu-perkawinan-batas-usia- perkawina-jadi-19-tahun. Diakses pada tanggal 25 september 2019

8http://m.republika.ac.id/berita/nasional/umum/17/03/06/omduca 359/bkkbn/usia-pernikahan-ideal- berkisar-2125/tahun

(14)

itu faktor ekonomi juga salah satu hal yang membuat seringnya adanya cekcok dalam keluarga bapak B dan ibuk N.9

Karna melihat angka kasus yang tidak sedikit maka peneliti bermaksud untuk meneliti apakah perkawinan yang dilakukan di usia muda harmonis dalam perkawinan harus memiliki kesiapan mental untuk menanggung beban untuk menjadi orang tua, dan pada penelitian yang dilakukan akan berfokus pada Kecamatan Palembayan karna dilihat dari tingkat kenakalan remaja di desa Kecamatan Palembayan yang membaurnya antara laki laki dan perempuan bisa jadi penyebab melakukan tindakan yang tidak seharusnya di lakukakn yang bisa menimbulkan peluang untuk melakukan pernikahan dini karna terjadinya kecelakaan, dan setelah penulis mencoba mencari dan meminta data mengenai pernikahan dini di KUA Kecamatan Palembayan pada 5 tahun terakhir, adapun data yang penulis dapatkan mengenai kasus pernikahan dibawah umur pada tahun 2016 tidak ada, 2017 ada satu kasus, 2018 tidak ada kasusnya, 2019-2020 terakhir bulan September terdapat 36 kasus.10

Melihat adanya kasus pernikahan dibawah umur yang terjadi di Kecamatan Palembayan jika dibandingkan dengan anjuran BKKBN pernikahan dini di Kecamatan Palembayan belum dikatakan sebagai pernikahan yang ideal untuk mencapai rumah tangga yang harmonis.

Adapun faktor menurut peneliti pengaruh keharmonisan rumah tangga seperti lemahnya ekonomi keluarga, ketidak siapan mental, kecelakaan, pernikahan dibawah

9Prasurvey dengan Teknik Wawancara Orang Tua dari Bapak B dan Ibuk N di Desa lambah. Kecamatan Palembayan. Kab.Agam pada 10 desember 2020

10 Data Pernikahan KUA Kecamatan Palembayan 2026-2020

(15)

umur yang mempengaruhi secara psikologis dalam memenuhi kewajiban, dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman saat ini. Pasangan suami istri yang sudah menikah tidak semmua mampu menciptakan keharminisan rumah tangga.

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk memberi informasi tentang permasalahan nikah muda, jadi dapat disimpulkan maksud dari penulis adalah meneliti pengaruh pernikahan dibawah umur.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pernyataan pernyataan apa saja yang ingin dicairkan jawabannya. Bertitik tolak pada keterangan, amak nitu yang menjadi permasalahan.

1. Bagaimana implementasi dan implikasi perubahan UU No 16 tahun 2019 atas UU No 1 tahun 1974 tentang batas usia perkawinan di KUA kecamatan Palembayan ?

2. Apa solusi terhadap fenomena perubahan undang undang yang terjadi di KUA Kecamatan Palembayan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan dalam masalah diatas maka penulis dapat mengambil tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahu bagaimana implementasi dan dampaknya perbubahan Undang Undang no 16 tahun 2019 atas perubahan Undang Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

2. Untuk mengetahui bagaimana solusi terhadap fenomena yang terjadi di Kecamatan Palembayan.

(16)

b. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis untuk memperluas wawasan pengetahun serta pola pikir tentang batasan usia perkawinan menurut undang undnag bagi penulis dan pembacanya yang tertarik dalam pembahasan ini.

2. Secara praktis berguna bagi semua orang yang ingin mengetahui sejauh mana Hukum Keluarga Islam dalam batasan batasan usia perkawinan.

3. Untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai sarjana hukum pada Fakultas Syariah Program Studi Hukum Keluarga Islam ( Ahkwal asy syakhsiyyah).

D. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan pustaka merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memepelajari penemuan terdahulu. Dengan mendalami, membandikan, menelaah, dan mengindentifikasi hal hal yang sudah ada, dan untuk mengetahui hal hal yang ada dan hal hal yang belum ada 11

Skripsi hairi dari UIN suka membahas tentang fenomena pernikahan muda dikalangan masyarakat muslim Madura studi kasus didesa bajar kecamatan waru kabupaten pamekasan, didalam skripsi ini membahas tentang mengapa maraknya pernikahan diusia muda dikalangan muslim Madura.12

11 Cik Hasan Basri. Penuntutan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, (Jakarta : Raja Grafindo persada,2003) h. 37

12Skripsi Hairi dari UIN Suka. Fenomena Pernikahan Muda dikalangan Masyarakat Muslim Madura (Studi Kasus didesa Bajar Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan, Fakultas Ushuludin), (Yokyakarta: 2009).

(17)

Skripsi anggi dian savedra IAIN METRO membahas tentang pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap keharmonisan rumah tangga studi kasus didesa banorjoyo kecamatan batang hari kabupaten lampung timur. 13

Skripsi hotmartua UINSU membahas tentang pembaharuan hukum keluarga islam tentang usia perkawinan di Indonesia studi atas undang undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan undang undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.14

E. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kesulitan dalam memahami judul skripsi ini dan juga untuk mendapatkan pemahaman awal dalam skripsi ini, maka akan penulis jelaskan kata kata yang di anggap meragukan yang mana dalam judul proposal ini adalah “Analisis implementasi undang undang No 16 tahun 2019 atas undang undang No 1 tahun 1974 dan implikasinya terhadap rumah tangga (studi kasus KUA kecamatan palembayan ) Analisis : Sebuah usaha penyelidikan, atau penjabaran, hingga pemecahan

suatu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.15 Implementasi : Penerapan atau pelaksanaan yang mengacu pada aturan tertentu

untuk mencapai tujuan kegiatan tersebut.16

UU No 16 tahun 2019 atas UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan :Adalah

hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau ketahanan yang lainya.17

13Skripsi Anggi Dian Savedra IAIN METRO. Membahas tentang Pengaruh Pernikahan dibawah Umur terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Studi Kasus didesa Banorjoyo Kecamatan Batang Hari Kabupaten Lampung Timur IAIN METRO, 2019

14Skripsi Hotmartua UINSU membahas tentang Pembaharuan Hukum Keluarga Islam tentang Usia Perkawinan di Indonesia Studi atas Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Medan 2019

15 https:kbbi.web.id/analisis.html

16 https:kbbi.web.id implementasi.html

(18)

Implikasi :Adalah suatu konsekuensi atau akibat langsung dari hasil penemuan suatu penelitian ilmiah.18

Rumah tangga :Adalah terciptanya keadaan yang sinergis diantara anggotanya yang didasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh keseimbangan (fisik, mental, emosional, dan spitural ) baik dalam keluarga maupun hubunganya.19

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan mengenai “Analisis implementasi undang undangNo 16 tahun 2019 atas Undang Undang No 1 tahun 1974 tentang batas usia perkawinan dan implikasinya terhadap rumah tangga , dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pokok permasalahan dari judul diatas ini perlukan suatu pedoman penelitian adalaah suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.

Dalam melakukan penelitian membutuhkan data data yang dapat memberikan kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan. Dimana penelitian itu sendiri mempunyai arti yaitu, suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode metode ilmiah.

Metode tersebut sangatlah penting untuk menunjang hasil nantinya diperoleh dari penelitian yang dilakukan sehingga mendapatkan data dengan gambaran yang jelas dengan permasalahan yang diteliti,penilaian dari penelitian ini juga menjadi salah satu penentuan

17 www.joloabang.UU No 16 tahun 2019 tentang perubahan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan 10/23/2019

18 http://ciputraceo.net/blog/2016/1/18/arti kata implikasi

19 http://tulisan terkini .com

(19)

dan kesempurnaan suatu penelitian, metode yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Disini peneliti menggunakan jenis penelitian normative empiris atau penelitian lapangan field research. Penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang, keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,lembaga atau masyarakat. 20 penelitian ini bersifat kuantitatif

2. Sumber data

Sumber data adalah subyek darimana data itu diperoleh berdasarkan sumbernya.

Sumber data dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder, data primer adalah data yang langsung diperoleh pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari, data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung dari subyek penelitian.

a. Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama baik individu maupun perseorangan seperti wawancara. Sumber data primer memiliki hubungan dengan masalah pokok penelitian sebagai bahan informasi yang di cari, sumber data primer dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur di KUA kecamatan palembayan. Adapun data primer ini adalah hasil wawancara dengan petugas KUA dan masyarakat yang melakukan pernikahan dibawah umur.21

b. Sekunder

20 Cholid Narbuko & Abu Ahmadi. Metode Penelitian, (Jakarta PT Bumi Aksara, 2009) h. 46

21 Adi Rianto. Metodologi Sosial dan Hukum, (Jakarta:Granit,2004) h. 57

(20)

Data sekunder adalah mencakup dokumen dokumen resmi, buku buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Data sekunder dijadikan data tambahan untuk memperkuat data pokok, data sekunder dalam penelitian ini yaitu yang bersangkutan dengan pernikahan dibawah umur dikecamatan palembayan baik dari dokumen catatan tentang pernikahan dibawah umur di KUA kecamatan palembayan.

3. Sumber bahan hukum a. Bahan hukum primer

1. Buku buku hukum

2. Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan 3. Undang undang nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan 4. Kompilasi hukum islam

b. Bahan hukum sekunder 1. Buku buku hukum 2. Skripsi

c. Bahan hukum tersier

1. Kamus besar bahasa Indonesia 4. Metode pengumpulan data

Dengan meneliti pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap rumah tangga mengumpulkan data merupakan langkah yang tidak bisa dihindari dalam penelitian kuantitatif karena desain penelitianya dapat dimodifikasi setiap saat. Mengenai pengumpulan data yang akan dipakai sebagai berikut:

1. Wawancara

(21)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil tatap muka antara sipenanya dan sipenjawab atau reesponden.22 Wawancara merupakan usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan pertanyaan secara lisan ciri utama dari wawancara yang diilakukan oleh penulis dengan pasangan muda mengenai masalah apa yang biasa menjadi persoalan tidak bahagianya pernikahan.

2. Kepustakaan

Data kepustakaan adalah data yang di ambil dari buku, jurnal dan skripsi.

Kepustakaan tersebut didasarkan pada teori teori yang jelas. Studi utamanya adalah mencari dasar pijakan untuk memperoleh landasan teori.

3. Dokumentasi

Kajian dokumentasi dilakukan terhadap catatan atau sejenisnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Dokumentasi merupakan peristiwa masa lalu bentuknya dapat berupa surat, notulensi rapat, kleping, artikel.

Pelaksanaan dokumentasi dalam penelitian ini menyelidiki benda benda tertulis, seperti dokumentasi, foto, buku, file computer dan lainya yang di ambil dari KUA kecamatan palembayan.

5. Metode analisis data

Teknik ini berkaitan erat dengan pendekatan masalah spesifikasi penelitisn dan jenis data yang dikumpulkan. Atas dasar itu maka metode analisis data dengan cara mendeskripsikan tentang analisis implementasi UU No 16 tahun 2019 atas UU No 1

22 Moh Nazir, Metode Penelitian (Bogor:Ghalia Indonesia,2011) h. 193-194

(22)

tahun 1974 tentang perkawinan dan implikasinya terhadap rumah tangga. Adapun rincian langkah langkah yang dilakukan sebagai berikut.23

1. Reduksi data

Mereduksi data berati merekam data yang telah diperoleh dengan jumlah yang banyak sehingga akan dipilih hal hal yang pokok saja dan memfokuskan data pada ahal hal yang penting, dicari tema dan polanya sesuai dengan format.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya mendisplay data.

Display data adalah mengolah data yang masih mentah atau yang setengah jadi yang sudah dalam bentuk tulisan dan memiliki alur yang cukup jelas sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Dalam hal ini dalam penyajian data bisa dilakukan melalui uraian singkat.

3. Kesimpulan

Langkah selanjutnya yaitu kesimpulan, kesimpulan dalam rangka analisis data kuantitatif secara esensial berisi tentang uraian seluruh kategori tema yang sudah terselesaiakan disertai data wawancaranya.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan skripsi terdiri dari lima bab. Penulis menyusunya dengan sistimatika sebagai berikut:

Bab pertama, bab pertama ini memuat tentang latar belakang, rumusan masalah tujuan penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

23 Sugiono, Memahami Penelitian kualitatif, (Bandung: Afabeta,2012) h. 337-345

(23)

Bab kedua pada bab ini membahas tentang teori perkawinan, pernikahan dibawah umur dan rumah tangga yang harmnonis.

Bab ketiga, yang merupakan hasil dari penelitian, pernikahan dibawah umur yang terjadi di KUA kecamatan palembayan.

Bab keempat, merupakan penutup yaitu tentang kesimpulan dari penelitian yang telah penulis lakukan dan saran saran berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan” yang berasal dari kata ( ح اكن ) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukan , dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata nikah juga sering dipergunakan untuk untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk aryi akad nikah. 24

Dari segi bahasa ada beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli :

Sayyid abi bakar mengartikan sebagai berikut :

ةغل ح اكنلا عامتخ ءلَا و مضا:

“perkawinan menurut bahasa adalah bercampur dan berbaur”

لخ ادتلاا و مضا ةغل ح اكنا ا

“perkawinan menurt bahasa adalah bercampur dan bersetubuh”

24 Abdul Rahman ghozali. Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana,2003), h. 7

(25)

Dari dua pendapat di atas tentang perkawinan menurut bahasa pada dasarnya pengertian nikah yang dikemukan tersebut , hanya berbeda redaksi namun maksud dan tujuannya sama.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkawinan menurut bahasa adalah bercampur, bersatu, bersetubuh dengan kata lain nikah atau perkawinan itu berati hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita.25

Menurut istilah hukum islam, terdapat beberapa defenisi, di antaranya adalah:

َأ ْرَملب ِلُج َّرلا عاَتمتسا َكلم َدْيِفُيِل ُع ِر اَّشلا ُهعضو ٌدْقَع َوُه اع ْرَش ُجاو َّزلا .ِةَأ رَملا ُل ِحو ِة

ِلُج َّرلِاب

Artinya : perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang senang antara laki laki dan perempuan dan menghalalkan bersenang senangnya perempuan dengan laki laki.

Defenisi yang dikutip Zakiah Drajat.

ِوأ ِح اك نا ِظفلب ٍئطو ةح ابِا ُنَّمَضَتَي ٌدْقع مُه اَنْعَم ْوأ ِجْي ِو زَّتلا

Artinya : akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya.

25 Muslim Mulyani. Hukum Nikah ditempat Bagi Pelaku Zina di Puncak Lawang, (Bukittinggi: Stain Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi,2011) h. 12-13

(26)

Muhammad Abu ishrah memberikan defenisi yang lebih luas, yang juga dikutip oleh dzakiah drajat :

ٍتاب ِج او ْنم ِهْيَلَع اَم َو ٍقُقُح ْنم اَمِهْيك ِلاَم ُّدَحُي َو اَمُهُن ُو اَعت َو ِةَأ ْرَملاو ِلُج رلا َنْيَب ِة َرْشُعْلا َّلَح ُدْيِفي ٌدْقَع

Artinya : akad yang memebrikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagui masing masing.26

Dalam bahasa Indonesia “perkawinan” berasal dari kata kawin yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Adapun menurut syara’ perkawinan atau pernikahan adalah akad serah terima antara laki laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tanggga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera.27

Dalam kompilasi hukum islam pengertian perkawinan dinyatakan dalaam pasal 2 yaitu:

“perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah allah dan melaksanakanya merupakan ibadah.28

26 Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat …h. 8-9

27 Tihami. Fiqh Munakahat, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,2009) h.7-8

28 ISBN, Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Bandung : Citra Umbara, 2007), h. 228

(27)

2. Batas Usia Minimal Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974

Ada beberapa prinsip azas yang terdapat dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan ini yang bertumpu kepada tujuan suatu perkawinan, yakni bahwa perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtetra. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing masing dapat mengembangkan kepribadianya untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan rohani, hal ini sesuai dengan makna dari pasal 1 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan penyatakan bahwa :”perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa “.

Untuk menjamin kepastian hukum, maka suatu perkawinan adalah sah, bilamana dilakukan menurut hukum masing masing agama dan kepercayaan, serta dicatat menurut perundang undangan yang berlaku sebagai prinsip legalitas. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan 2 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa :

1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaanya itu.

2. Tiap tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perUndang Undang yang berlaku.

Sedangkan prinsip lain yang dianut oleh UU No 1 tahun 1974 ialah asas monogami, yaitu seorang pria hanya dapat melakukan perkawinan pada saat yang bersamaan dengan seorang wanita, demikian pula sebaliknya. Pengecualian dapat terjadi bilamana dikehendaki oleh bersangkutan, sepanjang hukum dan agama mengizinkanya.

Di samping itu, adanya pembatasan usia perkawinan yakni usia calon mempelai pria 19 tahun dan usia calon mempelai wanita 16 tahun. Pembatasan ini dikandung maksud,

(28)

bahwa calon suami istri itu harus matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada perceraian dan dapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu, harus dicegah adanya perkawinan antara suami istri yang masih dibawah umur.

Pada kenyataannya, batas usia perkawinan yang lebih rendah mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibanding dengan batas usia perkawinan yang lebih tinggi. Dan pembatasan usia perkawinan ini mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Untuk itulah, UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan membatasi yang sekaligus sebagai syarat dari suatu perkawinan yang dicantumkan dalam Bab II UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang harus dipatuhi oleh pihak pihak yang berkepentingan.

Tetapi pada kenyataan kehidupan sehari hari masyarakat kurang menyadari akan pentingnya pembatasan usia perkawinan yang ditentukan dalam undang undang tersebut.

Bahkan ada masyarakat yang melanggar norma norma hukum tersebut karena adanya kekhawatiran anak perempuanya menjadi perawan tua. Untuk itu, maka tidak jarang pula para orang tua menempuh berbagai cara seperti perkawinan siri (nikah yang dilakukan secara agama islam, tapi tidak dicatat pada pencatat nikah ) atau perkawinan paksa maupun perkawinan dibawah umur yang jelas jelas melanggar UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Mencegah atau menghalang halangi suatu perkawinan (stuitting) adalah suatu usaha untuk menghindari adanya sebuah perkawinan yang bertentangan dengan ketentuan Undang - Undang yang ada. Pasal 13 Undang UNdang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan menentukan bahwa perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak pihak yang tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dalam

(29)

pencegahan perkawinan belum dilangsungkan, para pihak baru masih akan melaksanakan atau baru pada tahap persiapan pelaksanaan.

Jadi yang dimaksud dengan pencegahan itu adalah suatu upaya hukum yang diberikan oleh pihak pihak tertentu untuk mencegah dilangsungkannya suatu perkawinan yang tidak memenuhi syarat. Perkawinan juga mempunyai akibat hukum yang luas didalam hubungan hukum antara suami dan istri yang mengandung nilai nilai agama dan moral. Dengan perkawinan tersebut akan timbul suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban, seperti: kewajiban untuk bertempat tinggal yang sama, saling setia satu sama lain, kewajiban untuk memberi nafkah, hak waris dan sebagainya.

Untuk itu, kesadaran dan kepatuhan hukum sangat bergantung pada pola perilaku masyarakat itu sendiri dan sampai sejauh mana mereka mau dan mampu berperan guna untuk mewujudkan ketertiban hukum, terlebih terhadap undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan termasuk didalamnya pencegahan perkawinan dibawah umur yang diarahkan untuk mewujudkan kependudukan sehingga terlibat adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang utuh dalam keseluruhan kegiatan pembangunan.

Undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah undang undang yang mengatur tentang perkawinan secara nasional. Yang berlaku bagi semua golongan dalam masyarakat Indonesia.

Setiap Negara menginginkan bangsanya bisa hidup makmur, damai, tentram dan sejahtera. Tetapi hingga saat ini Negara kita belum bisa mewujudkannya. Berbagai masalah datang silih berganti antara lain adalah masalah jumlah kepadatan penduduk yang hingga saat ini belum dapat diatasi.

(30)

Meskipun ditetapkanya program keluarga berencana. Laju pertambahan penduduk tidak dapat teratasi dikarenakan bertambahnya jumlah perkawinan dibawah umur kenyataan membuktikan bahwa mereka yang menikah diusia muda lebih besar kemungkinannya bias memiliki anak lebih dari pada mereka yang menikah di usia tua, akan tetapi masyarakat belum memahami masalah yang dihadapi pemerintah. Terutama masyarakat pedesaan beranggapan bahwa dengan bertambahnya anak maka bertambah juga rezekinya melainkan akan menambah jumlah pengangguran karena semangkin sempitnya lapangan pekerjaan29.

3. Batas usia minimal perkawinan dalam undang undang No.16 tahun 2019 Undang Undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang batas usia perkawinan, yaitu bermula dari keluarnya undang undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam kategori anak yang masih dalam kandungan, artinya setiap orang yang masih dibawah umur 18 tahun adalah termasuk dalam kategori anak.

Kemudian adanya upaya yang dilakukan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait masalah batas usia perkawinan di Indonesia, dalam putusan mahkamah konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014, namun pada putusan ini majelis hakim memutuskan perkara dengan menolak seluruh permohonan pemohon.

Pada tanggal 20 april 2017 diajukan kembali judicial review ke mahkamah konstitusi oleh tiga orang pemohon yang mengajukan permohonan yang sama yaitu

29 Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015

(31)

perubahan batas usia perkawinan di Indonesia, pada akhirnya upaya pengajuan yang kedua ini ternyata majlis hakim Mahkamah konstitusi menerima permohonan pemohon untuk melakukan perubahan batas usia perkawinan di Indonesia.

Putusan Mahkamah konstitusi No. 22/PUU-XV/2017 yang mengabulkan permohonan pemohon dan memerintahkan kepada pembentuk undang undang (DPR RI) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan.

Akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Republic Indonesia dan pemerintah menyepakati perubahan pasal 7 ayat (1) dalam undang undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan terkait ketentuan batas usia menikah menjadi 19 tahun “hasil pembahasan tingkat 1 di badan legislative menyepakati perubahan pasal 7 yang mengatur tentang batas usia boleh kawin laki laki dan perempuan. Sehingga demikian amanat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi dasar untuk melakukan perubahan terhadap undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, setelah selama 45 tahun sama sekali tidak pernah mengalami perubahan. Dan pada tanggal 14 oktober 2019 undang undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan secara resmi di sahkan oleh presiden joko widodo du Jakarta.30 Undang undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan mulai berlaku sejak diundangkan Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 15 oktober 2019 tentang perkawinan, sebgai berikut :

30 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-XV/2017

(32)

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. Bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam uundang undang dẩ negara republik indonesia tahun 1945;

b. Bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak ;

c. Bahwa sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusia Republik Indonesia Nomor 22/PUU_XV/2017 perlu pelaksanaan perubahan atas ketentuan pasal 7 undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan ;

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk undang undang tentang perubahan atas undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan;

Mengingat : Menetapkan :

(33)

MEMUTUSKAN:UNDANG-UNDANG TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN

Pasal 5 ayat (1), pasal 20, dan pasal 288 undang-undang dasar republik indonesia tahun 1945; Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (lembaran negara

republik indonesia tahun 1974 Nomor 1, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2019) diubah sebagai berikut:

a. Ketentuan pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 7

a. Peperkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanitya sudah mencapai umur 19 (sembilan belas ) tahun.

b. Dalam hal ini terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang tua pihak pria dan / orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti bukti pendukung yang cukup.

(34)

c. Pemberian dispensasi oleh pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.

d. Ketentuan ketentuan mengenai keadaan seseorang atau keadaan orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)

Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan perundangan undang undang ini dengan penempatanya dalam lembaran Negara republic Indonesia.

Jadi berdasarkan undang undang tersebut, yang terdapat pada pasal 7 ayat (1) undang undang Nomor 16 tahun 2019 maka jelaslah bahwa telah terjadi perubahan batas usia perkawinan di Indonesia dari yang sebelumnya di atur usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki laki 19 tahun. Sehingga sekarang usia perkawinan antara laki laki dan perempuan sama sama berusia 19 tahun. 31

B. Pengertian Perkawinan Menurut Fikih

Perkawinan dalam literature fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari hari dan juga banyak terdapat dalam al-quran dan hadis nabi. kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-

31 Salinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019, h. 1-3

(35)

quran dengan arti kawin.32 Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqoon ghalidzan, untuk mentaati perintah allah dan melaksanakanya merupakan ibadah.33 Perkawinan menurut perspektif fikih diartikan sebagai suatu akad yang menghalalkan pergaulan, pertolongan antara laki laki dan perempuan dan juga membatasi hak dan kewajiban maasing masing mereka, sementara itu, ulama mazham syafi’ mendefenisikan pernikahan dengan akad yang berisi pembolehan laki laki (suami ) dan perempuan (istri) melakukan hubungan suami istri dengan menggunakan inkah dan tazwih atau yang semakna dengan itu.

امه انعم وا جيو زت وا حاكنا ظفلب ئطو كلم نمضتي دقع

Artinya :” adakalanya suatu akad yang mencakup kepemilikan terhadap wath’I dengan lafadz inkah atau tazwij atau dengan menggunakan lafadz yang semakna dengan keduanya”

Para ulama merinci makna lafadz nikah ada empat macam :

1. Nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya adalah percampuran antara suami dan istri.

2. Sebaliknya nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berate kiasan.

3. Nikah lafal musytarak (mempunyai dua makna yang sama).

4. Nikah diartikan adh-dhamam (bergabung secara mutlak) dan al-ikhtilat (percampuran).

32 Amir Syaifudin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : kencana 2006), h. 33

33 Khairul Mufti Rambe, Psikologi Keluarga Islam (Medan :al-Hayat, 2017), h. 4

(36)

Makna percampuran bagian dari adh-dhamm (bergabung) karena adh-dhamm meliputi gabungan fisik yang satu dengan fisik yang lain dan gabungan ucapan satu dengan ucapan yang lain, yang pertama gabungan dalam bersenggama dan yang kedua gabungan dalam akad.34

Dari beberapa perspektif pengertian perkawinan yang telah penulis paparkan di atas, pada hakikatnya semua memiliki satu tujuan yang sama, yaitu akad yang menyebabkan sesuatu yang tidak halal menjadi halal, sesuatu yang dengan adanya akad tersebut terpautlah dari mereka dalam ikatan lahir batin,

Adapun dalil yang sangat kuat untuk memerintahkan pernikahan dalam surat An- Nur ayat : 32

ميلع ٌعسو لله آو ِهلضف نِم للهآ ُمهِنْغُي َءآرَقُف اوُن وُكَي نِإ ْمُكِدَبِع ْنِم َنْي ِحِلصلاو مُكْنِم ‘يمي َلأا اوُحكنَأ َو

Artinya : “Dan nikahkanlah orang orang yang sendirian diantara kamu, dan orang orang yang layak (berkawin ) dan hamba hamba sahayamu yang lelaki dan hamba hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui” (Qs.An-Nur :32)

Rasulullah SAW juga bersabda :

ْمل ْنمَف يِتَّنُس ْنم ُحَاكنلا مَلس َو ِهيلع الله ىَّلص الله ُل ْوسر َلاق َمم لأا مُكب ٌرثاَكم يَّنِإف اوج َّو َزت َو يَّنم َسيلف يتَّنُسب ْلَمعي

اَجِو ُهل م ْو صلا َّنإَف ِماَيَّصلا اب هْيَلَعَف ْد ِجَي ْمل ْنمو ْحِكْنيلَف ٍل ْوَط ا َز َناك ْنم َو

34 Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakat, (Jakarta:AMZAH, 2015), h. 38

(37)

Artinya :”menikah adalah sunnahku, barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahku berati bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan barang siapa yang tidak hendaknya berpuasa karena berpuasa itu merupakan tameng.”(H.R ibnu majah No.1836).35

C. Batas Usia Perkawinan Menurut Fikih

Pada dasarnya, dalam fikih tidak mengatur secara mutlak tentang batas umur perkawinan. Tidak adanya ketentuan agama tentang batas umur minimal dan maksimal untuk melangsungkan perkawinan diasumsikan memberikan kelonggaran bagi manusia untuk menganutnya. Al-qur’an mengisyaratkan bahwa orang yang melangsungkan perkawinan haruslah orang yang siap dan mampu. Firman Allah SWT.

Artinya: “dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang- orang yang layak (berkawin) dan hamba-hamba sahaymu yang laki-laki dan hamba- hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Ny. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui.” (QS.An-Nuur: 32)

Kata (shalihiin) dipahami oleh banyak ulama dalam arti “yang layak kawin”

yakni yang mampu secara mental dan spitural untuk membina rumah tangga36 begitu pula dengan hadist rasulullah Saw. Yang menganjurkan kepada para pemuda untuk melangsungkan pekawinan dengan syarat adanya kemampuan.

35 Hadist Shahih lighairihi : diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no.1846) dari ‘Aisyah Ra. Lihat Silsilah al- Hadist ash-Shahiihah(no.2383)

36 M.Quraish shihab, tafsir al-misbah (jakarta: Lentera Hati, 2005), h 335.

(38)

Artinya: “kami telah diceritakan dari umar Bin Hafs bin ghiyats, telah menceritakan kepada kami dari ayahku (hafs bin ghiyats), telah menceritakan kepada kami dari al ‘A masy dia berkata : telah menceritakan kepadaku dải ‘umarah dải abdurrahman bin yazid, dia berkata “ketika aku bersama nabi Saw dan para pemuda dan kami tidak menemukan yang lain, rasulullah Saw bersabda kepada kami “wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu berumah tangga maka kawinlah, karena kawin dapat menundukan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa, maka sesungguhnya yang demikian itu dapat mengendalikan hawa nafsu.” (HR. Bukhari )

Secara tidak langsung, Al-Qur’an dan hadist mengakui bahwa kedewasaan sangat penting dalam perkawinan. Usia dewasa dalam fikih ditentukan dengan tanda tanda yang bersifat jasmani yaitu tanda tanda baligh secara umum antara lain, sempurnanya umur 15 (lima belas) tahun bagi pria, ihtilam bagi pria dan haid pada wanita minimal pada umur 9 tahun37

Dengan terpenuhi kriteria baligh maka telah memungkinkan seseorang melangsungkan perkawinan. Sehingga kedewasaan seseorang dalam islam sering diidentikkan dengan baligh, apabila terjadi kelainan atau keterlambatan pada perkembangan jasmani (biologisnya), sehingga pada usia yang biasanya seseorang telah mengeluarkan air mani bagi pria atau mengeluarkan haid pada wanita tetapi orang tersebut belum mengeluarkan tanda-tanda kedewasaan itu, maka mulai periode balighnya berdasarkan usia yang lazim seseorang mengeluarkan tanda-tanda baligh.mulainya usia

37 Salim bin Samir al Hadhramy, Safinah an Najah (surabaya : Dar al ‘abidin, t,t.) h. 16-16

(39)

baligh antara seorang dengan orang lain dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan, geografis dan sebagainya.38

Ukuran kedewasaan yang diukur dengan kriteria baligh ini tidak bersifat kaku (relatif). Artinya jika secara kasuistik memang sangat mendesak kedua calon mempelai harus segera dikawinkan, sebagai perwujudan metode sadd al-zari’ah untuk menghindari kemungkinan timbulnya mudharat yang lebih besar.

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan batasan umur bagi orang yang dianggap baligh. Ulama syafi’yyah dan hanabilah menyatakan bahwa :

Anak laki laki dan anak perempuan dianggap baligh apabila telah menginjak usia 15 tahun.

Ulama Hanafiyyah menetapkan usia seseorang dianggap baligh sebagai berikut :

Anak laki-laki dianggap baligh bila berusia 18 tahun bagi pria dan 17 tahun bagi perempuan .

Sedangkan ulama dari golongan imamiyyah menyatakan :

Anak laki-laki dianggap baligh berusia 15 tahun dan 9 tahun bagi anak perempuan.

Terhadap anak perempuan yang berusia 9 tahun, maka terdapat dua pendapat, pertama, imam malik, imam syafi’i dan imam abu hanifah mengatakan bahwa anak perempuan yang berusia 9 tahun hukumnya sama seperti anak usia 8 tahun sehingga

38 http://hakamabbas.blogspot.com/2014/02/batas-umur-perkawinan-menurut=hukum.html.,diakses pada tanggal 30 oktober 2019.

(40)

dianggap belum baligh. Kedua, ia dianggap telah baligh karena telah memungkinkan untuk haid sehingga diperbolehkan melangsungkan perkawinan meskipun tidak ada hak khiyar baginya sebagaimana dimiliki oleh wanita dewasa.39

Ulama yang membolehkan wali untuk mengawinkan anak perempuanya yang masih dibawah umur ini pada umumnya berlandaskan pada riwayat bahwa Abu Bakar ra.

Mengawinkan Siti ‘Aisyah ra. dengan Rasulullah Saw.

Artinya: “telah menceritakan kepadaku yahya bin yahya, ishaq bin ibrahim, abu bakar bin abi syaibah dan abu karib. Yahya dan ishaq telah berkata alkharani : telah menceritakan kepadaku abu mu’awiyah dải al-masyi dải al Aswad dari aisyah berkata : Rasulullah Saw mengawiniku pada saat usiaku 6 tahun dan hidup bersama saya pada usiaku 9 tahun dan beliau wafat saat usiaku 18 tahun (HR. Muslim )

Abu bakar telah mengawinkan ‘Aisyah dengan Rasulullah Saw sewaktu masih anak anak tanpa persetujuan lebih dahulu. Sebab pada umur demikian persetujuan tidak dapat di anggap sempurna, namun mengenai perkawinan Aisyah ra. dengan nabi Muhammad Saw, sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu merupakan perkecualian atau kekhususan bagi rasulullah Saw sendiri sebagaimana rasulullah saw dibolehkan beristri lebih dari empat orang, yang tidak boleh diikuti oleh umatnya.40

1. Hukum Perkawinan

Hukum nikah ( perkawinan ), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut tentang penyaluran kebutuhan biologis

39 Ibn Qudamah, al mughni, (beirut : dar al kutub al ilmiyyah, juz VII, t,t.) h.383-384

40 Mahmud yunus, hukum perkawinan dalam islam (jakarta :Hidakanya agung ,1985), h. 69

(41)

antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubngan dengan akibat perkawinan tersebut.41

Hukum melakukan perkawinan, ibn rusyd menjelaskan :

Jumhur ulama berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnat. Golongan zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib, para ulama malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan lainnya.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum nikah, ada yang mengatakan wajib, dunnah, haram, dan mubah.

a. Wajib

Apabila seseorang sudah merasa mampu membiayai rumah tangga, ada keinginan untuk berkeluarga dan takut terjerumus ke dalam perbuatan zina, maka kepada orang tersebut diwajibkan untuk menikah. Karena menjaga diri jatuh kedalam perbuatan haram wajib hukumnya.

b. Sunnah

Apabila seseorang telah mampu membiayai rumah tangga dan ada juga keinginan untuk berkeluarga, tetapi keinginan menikah itu tidak di khawatirkan terjerumus kepada zina, maka sunnah baginya untuk menikah.

c. Haram

Orang belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan tidak dapat memenuhi nafkah lahir dan batin, haram, baginya untuk menikah, karena akan menyakiti perasaan wanita yang akan dinikahinya.

d. Makruh

41 Tihami, fikih munakahat, ... hal 8-9

(42)

Orang yang tidak dapat memenuhi nafkah lahir dan batin, tetapi tidak sampai menyusahkan wanita itu, kalau dia orang yang berada dan kebutuhan biologisnya pun tidak begitu menjadi tuntutan, maka makhruh baginya untuk menikah.

e. Mubah

Pada dasarnya hukum nikah itu adalah mubah, karena tidak adanya dorongan atau larangan untuk melakukannya.

2. Tujuan perkawinan

Orang yang menikah tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini, tetapi tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spitural dan materil. 42

Dalam masyarakat adat khususnya yang bersifat kekerabatan tujuan perkawinan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan garis keturunan, untuk kebahagian rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian dan untuk mempertahankan kewarisan. Sedangkan tujuan perkawinan menurut parintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.

Dalam hal ini tujuan perkawinan menurut hukum islam terdiri dari:

a. Berbakti kepada Allah

42 Komariah, hukum perdata, universitas muhamadiyyah malang, malang, 2004. Hlm. 40

(43)

b. Memenuhi atau mencukupkan kodrat hidup manusia yang telah menjadi hukum bahwa antara pria dan wanita itu saling membutuhkan

c. Mempertahankan keturunan umat manusia

d. Melanjutkan perkembangan dan ketentraman hidup rohaniah antara pria dan wanita

e. Mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian antar golongan manusia untuk mẹnjaga keselamatan hidup.

3. Hikmah perkawinan

Menurut Ali ahmad Al-jurjawi, hikmah hikmah perkawinan itu antara lain : a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu banyak,

maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika dilakukan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan sampai makmur.

b. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan rumah tangganya teratur.

c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.

d. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang dikasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan kekuatan.istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong dalam mengatur kehidupan.

(44)

e. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghairah (kecemburuan ) untuk menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan untuknya.

f. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya didalamnya terdapat faedah yang banyak, antara lain:memelihara hak hak dalam kewarisan.

g. Berbuat baik yang banyak lebih baik dari pada berbuat baik sedikit.

Pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang banyak.

h. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatanya yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila masih meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendoakannya dengan kebaikan hingga amalnya tidak terputus dan pahalanya pun tidak ditolak.43

Selain hikmah-hikmah di atas, sayyid sabiq menyebutkan pula hikmah-hikmah yang lain, sebagai berikut:

a. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah yang mengalami kegoncangan, kacau dan menerobos jalan yang jahat. Pernikahan merupakan jalan alami yang baik untuk memenuhi kebutuhan biologis.

b. Kawin merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab oleh orang islam sangat diperhatikan.

43 Abdul rahman Ghozali, fiqh munakahat,... 65-68

Referensi

Dokumen terkait

Analisis hukum perkawinan Islam terhadap batas usia perkawinan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, jika kita

Ketentuan batas usia perkawinan di Indonesia sesuai dengan Undang- undang terbaru yaitu Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

Berlakunya undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan khusus tentang persoalan usia minimal pernikahan

ED PSAK 7 (Penyesuaian 2015) menambahkan persyaratan pihak-pihak berelasi bahwa suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor ketika entitas, atau anggota dari kelompok yang

Pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, permohonan dispensasi kawin merupakan bentuk

Di Indonesia persoalan yang berkaitan dengan usia minimal perkawinan telah diatur didalam Undang-undang no 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang no 1 tahun 1974

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjelaskan syarat- syarat yang wajib dipenuhi

Studi ini bertujuan untuk menganalisis praktik dispensasi nikah pasca Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974