• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolonialisasi yang telah berlangsung di Indonesia sejak awal abad ke-17 telah tumbang. Proses dekolonialisasi telah mengubur dalam-dalam pendudukan barat terhadap negara-negara bekas jajahannya (Nasri, 2016: 26). Hal ini ditandai dengan nihilnya pendudukan aparatus represif negara kolonial, seperti bubarnya birokrasi pemerintah resmi kolonial dan hengkangya militer-militer kolonial.

Namun nampaknya kita belum sepenuhnya bisa bernafas lega. Kita masih harus menghadapi kolonialisasi yang kini telah bersalin rupa (Rakhman, 2014: 108).

Pasalnya, di berbagai negara bekas jajahan, melalui cara yang lain, yakni melalui sulur-sulur ekonomi, politik, dan kebudayaan, negara-negara bekas jajahan masih tunduk dan dikendalikan oleh kekuasaan kolonial (Taufiqurrohman, 2018: 22).

Kepekaan terhadap masih berlangsungnya penjajahan kultural sangatlah kurang di negara bekas jajahan salah satunya Indonesa (Faruk, 2007:1).

Era globalisasi sebagai suatu proses yang mendunia pada hakikatnya semakin memapankan kekuasaan kolonial. Negara-negara kolonial masih terus mengukuhkan kekuasaanya terhadap bekas-bekas negara terjajah melalui jaringan globalisasi. Tanpa di sadari, negara-negara barat masih begitu mendominasi kebudayaan-kebudayaan serta bahasa di negara timur. Hal ini, karena sisa-sisa penjajahan masih mengakar kuat di dalam kehidupan negara-negara bekas jajahan (Setiawan, 2020: 10). Rasa nasionalisme di negara bekas jajahan pun kian lama memudar. Hal serupa juga di alami Indonesia sebagai negara bekas jajahan.

Generasi muda hari ini mulai kehilangan rasa nasionalismenya meskipun tidak lagi dalam cengkraman kolonialisasi (Syahputra dan Nabillah, 2019: 22).

Menurunnya nasionalisme dan nilai karakter (dekarakterisasi) menjadi sebuah problematika bagi suatu bangsa. Dampaknya bisa meluas ke berbagai sektor semisal politik, ekonomi, sosial, budaya, bahasa, dan lain-lain (Suwondo, 2016:4). Fenomena lunturnya rasa nasionalisme dan nilai karakter secara tajam menyerang pada generasi muda. Mental dan psikologi yang belum matang, akan commit to user

(2)

sangat mudah mempengaruhi pola pikir generasi muda. Peserta didik sebagai salah satu generasi muda tak luput dari fenomena ini. Aman (2014:24) mengatakan bahwa keadaan yang memprihatinkan dan mengkhawatirkan berkaitan dengan lunturnya nasionalisme dan moral sedang terjadi pada generasi muda, salah satunya peserta didik.

Peran pendidikan di sekolah bisa menjadi alternatif solusi untuk menghadapi dan menuntaskan permasalahan ini. Sekolah selayaknya hadir sebagai wahana untuk membentuk karakter peserta didik yang bangga dan cinta akan negaranya, Indonesia (Syahputra dan Nabillah, 2019: 23). Sedini mungkin, penanaman nasionalisme dan karakter harus diberikan pada generasi muda sebagai tameng atas serangan budaya luar yang begitu cepat. Harapannya, rasa peka dan solidaritas terhadap nilai-nilai kebangsaan akan terpahat pada peserta didik sebagai salah satu generasi penerus bangsa. Kita bisa belajar dari Jerman. Di negara ini nasionalisme diterapkan kepada para siswa/mahasiswa agar tidak melupakan nilai dari kedaerahan dan bahasa asalnya. Dengan demikian mereka akan menunjukan kecintaan mereka terhadap tanah airnya (Fitrahayunitisna dan Zulvarina, 2017:20).

Penanaman nilai karakter yang berfokus pada rasa nasionalisme dan semangat kebangsaan bukan sebuah perkara yang instan. Perlu adanya perhatian dan perlakuan khusus untuk mencapai keberhasilan itu. Hamid (2012:44) mengatakan, sekolah bukan satu-satunya tempat menanamkan kesadaran nasionalisme pendidikan karakter pada siswa. Keluarga dan masyarakat juga memegang peranan vital untuk menananamkan nilai-nilai tersebut. Tempat-tempat itu harus menyajikan iklim lingkungan yang mendukung dan kondusif dalam rangka menanamkan pendidikan karakter. Selain itu, tuntunan, keteladan, dan pembudayaan juga sangat perlu untuk terus dilakukan. Kesatuan yang padu dan simultan dari beragam proses tersebut secara perlahan namun pasti akan membawa dampak positif pada karakter siswa terutama rasa nasionalisme peserta didik.

commit to user

(3)

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanamkan nasionalisme kepada peserta didik di sekolah. Salah satunya adalah melalui mata pelajaran bahasa Indonesia. Mata pelajaran tersebut dapat dimanfaatkan peranannya sebagai media penanaman nasionalisme atau karakter kebangsaan (Yolanda, 2018: 89).

Pembelajaran bahasa Indonesia yang terkait dengan hal tersebut yaitu materi tentang novel. Novel sebagai sebuah karya sastra begitu kaya dengan pesan muatan pesan dan nasihat yang bisa dipetik dan diteladani. Novel sebagai sebuah karya sastra kerap kali mengangkat permasalahan yang dan wacana yang kontekstual (Astutiningsih dan Hat Pujiati, 2019: 2). Dengan demikian maka siswa akan lebih mudah mengaktualisasikan dirinya karena nilai yang terkandung cenderung lebih dekat dengan kehidupan kesehariannya.

Kompetensi Dasar (KD) 3.20 kelas XI Sekolah Menengah Atas mengajak siswa untuk mampu meneroka isi dari dua buku fiksi (novel dan buku kumpulan puisi). Melalui K.D ini, peserta didik diharapkan mampu menganalisis dan memahami muatan pesan yang hadir dalam sebuah karya sastra. Sebagai bagian dari karya fiksi, karya sastra merupakan sebuah karya yang sarat akan muatan nasihat. Namun terkadang, nasihat yang hadir dalam karya sastra tidak secara jelas dihadirkan. Perlu pemahaman yang mendalam tentang analisis sastra untuk mampu menangkap nasihat tersebut (Yolanda, 2018: 89). Sejalan dengan K.D tersebut, penelitian ini diharapkan mampu untuk membantu ketercapaian kompetensi siswa secara maksimal.

Karya sastra sebagai salah satu produk budaya bisa sebagai sarana penggugah kesadaran. Karya sastra tidak lahir dari Rahim kekosongan budaya. Ia merupakan representasi laku sehari-hari manusia Jabrohim (2015: 215). Sastra memberikan gambaran serta refleksi atas tingkah laku manusia. Begitu banyak muatan nasihat yang bisa kita teroka melalui karya sastra. Sastra bisa menjadi jembatan untuk menilik dan menjadi rujukan atas masa lalu dan pengalaman pahit sebagai Negara terjajah (Alwadhaf, 2011: 112). Berkaitan dengan refleksi atas penjajahan dan ketrtindasan, kita bisa berkaca pada novel-novel Iksaka Banu.

Pasalnya, upaya pemahaman terhadap menurunnya nasionalisme dan nilai commit to user

(4)

karakter dapat dilakukan melalui karya novel yang merepresentasikan dampak kolonialisasi (Suwondo, 2016: 4).

Melihat fenomena di atas maka penelitian ini berupaya memberikan sumbangsih terhadap dunia pendidikan terutama melalui mata pelajaran bahasa Indonesia. Kajian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai jembatan baru untuk membangun karakter siswa melalui materi ajar sastra yang menarik. Penelitian ini dilakukan karena inovasi dirasa perlu terus dikembangkan oleh pengajar agar siswa tidak bosan dengan hal-hal yang bersifat monoton. Putri (2011:206) mengatakan perlu cara-cara yang kreatif, inovatif, dan solutif sesuai dengan laju zaman dalam menyajikan suatu pembelajaran. Namun, hal itu harus tetap memegang prinsip-prinsip pendidikan yang diorientasikan untuk membangun sikap dan karakter peserta didik.

Peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada bentuk hibriditas, mimikri, dan ambivalensi sebagai gejala poskolonial dengan menggunakan kajian sosiologi sastra. Ketiga konsep itu merupakan problem penting pascakolonial yang dikemukakan oleh seorang pemikir poskolonial yang bernama Homi K.Bhaha (Huddart 2006: 1). Hibriditas, mimikri, dan ambivalensi menjadi hal yang terjadi secara beriringan. Dalam kerangka kolonial, hadirnya hibriditas, mimikri, dan ambivalensi menjadi akibat dari persinggungan budaya antara kaum penjajah dan terjajah.

Novel Pangeran Dari Timur dan Sang Raja karya Ikasa Banu menjadi sumber data dalam penelitian ini. Bentuk-bentuk gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi pada buku novel Pangeran Dari Timur dan Sang Raja karya Ikasa Banu akan membuka kembali pemikiran kepada peserta didik bahwa peniruan bahasa dan budaya kepada negara-negara barat tidak selalu menjadi sebuah hal yang dibanggakan. Rasa bangga akan bahasa Indonesia dan cinta tanah air menjadi poin yang lebih penting daripada bangga terhadap budaya dan bahasa negara luar.

Sebagai seorang penulis, Iksaka Banu telaten dalam mengangkat kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonialisasi dan pascakolonialisasi.

Karya-karyanya begitu jelas dan nyata menggambarkan penderitaan serta commit to user

(5)

kesengsaraan masyarakat Indonesia. Laku bar-bar dan brutal penjajah juga nampak jelas pada novel-novel yang digarap oleh Iksaka Banu. Kisah-kisah yang dihadirkan oleh Iksaka Banu dalam karyanya bisa digunakan sebagai media penguatan nilai nasionalisme. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Alwadhaf (2011: 112) bahwa karya sastra bisa menjadi penegas identitas masyarakat bekas jajahan.

Melalui novel karya Iksaka Banu, kita dapat meneroka bagaimana cara kolonial melanggengkan kekuasaanya. Budaya merupakan salah satu kanal yang digunakan penjajah untuk mengukuhkan kekuasaannya. Pada masa kolonial hingga pascakolonial, penjajah selalu berupaya melakukan ekspansi ke negara jajahannya. Terlebih di era globalisasi dengan maraknya penggunaan teknologi (Taufiqurrohman, 2018: 27). Indonesia sebagai negara bekas jajahan juga tidak lepas dari kasus yang demikian. Atas dasar itu, menarik untuk mengkaji novel- novel karya Iksaka Banu dengan kajian poskolonial. Pasalnya, kisahan yang ditulis Iksaka Banu dalam dua novel tersebut merepresentasikan bagaimana keadaan rakyat Indonesia pada masa kolonial.

Dalam perkembangan karya sastra di Indonesia, nama-nama besar pengarang Indonesia seperti Pramoedya Ananta Toer, Marah Rusli, Abdoel Moeis, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Umar Kayam telah berkontribusi menciptakan novel-novel dengan nuansa kolonial. Nama-nama itu adalah para sastrawan yang tergolong ‘angkatan tua’. Begitu banyak kajian yang dilakukan terhadap karya-karya pengarang tersebut. Terlebih kajian terhadap karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Hal ini dikarenakan nama besar Pramoedya yang telah diakui sebagai sastrawan kelas dunia.

Salah satu kajian dalam karya Pramoedya Ananta Toer adalah penelitian dengan judul Mimikri sebagai Upaya Melawan dalam Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian itu dilakukan oleh Ardiyanto Wibisono (2018). Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah poskolonial.

Dengan teori tersebut, dijabarkan bagaimana hadirnya gejala mimikri sebagai suatu perlawanan (resistensi) yang ada dalam objek penelitian, yaitu novel Gadis

Pantai. commit to user

(6)

Penelitian lain yang pernah dilakukan dengan objek novel yang berbeda adalah penelitian dengan judul Representasion of Japanese Post-Colonial Experience in The Year of 1942-1945 Based on Pramoedya Ananta Toer’s Novel

“Perburuan”. Penelitian yang dilakukan oleh Rifqia Kartika Ningrum (2017) mencoba untuk mengunggkap gejala-gejala poskolonial yang tergambar melalui tokoh-tokoh dalam novel Perburuan karya Pramoedya Ananta Toer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala-gejala poskolonial yang hadir dalam novel tersebut berupa perlawanan, pengkhianatan, dan ambivalensi. Seperti halnya penelitian Ardiyanto, penelitian ini menngunakan pendekatan poskolonial. Kedua penelitian tersebut hanya membicarakan kondisi masyarakat Indonesia saat itu tetapi tidak membicarakan pengaruhnya untuk kondisi saat ini.

Penelitian berkaitan dengan novel-novel poskolonial di Indonesia pernah dilakukan oleh Nugraheni Eko Wardani dan Christina Evy (2020). Penelitan tersebut berjudul Hybridity, Mimicry and Ambivalence of Female Characters in Indonesia: A study from Postcolonial Novels. Penelitian ini berfokus pada gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi yang terjadi pada tokoh perempuan priyayi dan wong cilik dalam empat novel poskolonial Indonesia. Novel tersebut antara lain adalah Student Hidjo, Nyai Dasima, Bumi Manusia, dan Para Priyayi.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa antara tokoh perempuan priyayi dan wong cilik terjadi gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi yang berbeda dalam keempat novel poskolonial Indonesia.

Penelitian yang menjadikan karya-karya Iksaka Banu sebagai objek penelitian cukup banyak. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Sazma Aulia Al Kautsar (2020). Sazma menjadikan buku kumpulan cerpen Teh dan Pengkhianat karya Iksaka Banu sebagai objek penelitan. Penelitian tersebut berjudul Jejak Kolonial dalam Kumpulan Cerpen Teh dan Pengkhianat Karya Iksaka Banu. Melalui pisau analisis poskolonial, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dalam buku kumpulan cerpen Teh dan Pengkhianat karya Iksaka Banu terdapat tiga gejala yang menjadi ciri wacana poskolonial, yakni hibriditas, mimikri, dan ambivalensi.

commit to user

(7)

Penelitian lain yang membedah karya Iksaka Banu dengan pendekatan poskolonial adalah penelitian yang dilakukan oleh Riska Dewi Widyaningrum (2016). Penelitian tersebut berjudul Analisis Postkolonial Kumpulan Cerpen Semua Untuk Hindia Karya Iksaka Banu, Nilai Pendidikan Karakter, dan Relevansinya dengan Materi Ajar Kajian Prosa Fiksi di Perguruan Tinggi.

Telaah yang dilakukan tersebut menggunakan pendekatan poskolonial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kumpulan cerpen Semua Untuk Hindia karya Iksaka Banu terdapat relasi kuasa yang tidak seimbang antara penjajah dan terjajah, hibriditas, mimikri, ambivalensi, dan nilai pendidikan karakter.

Peneliti memilih novel-novel karya Iksaka Banu sebagai objek kajian. Hal itu didasarkan pada uraian di atas yang menunjukkan bahwa belum ada penelitian terhadap novel-novel karya Iksaka Banu dengan teori poskolonial. Iksaka Banu merupakan salah satu sastrawan Indonesia masa kini yang begitu giat menulis cerita dengan latar kolonial. Karya sastra berlatar kolonial yang dihasilkan oleh Iksaka Banu antara lain adalah kumpulan cerpen berjudul Semua untuk Hindia, kumpulan cerpen berjudul Teh dan Pengkhianat, dan novel berjudul Sang Raja.

Dua kumpulan cerpen Iksaka Banu tersebut meraih penghargaan sastra tertinggi di Indonesia, Kusala Sastra Khatulistiwa. Semua untuk Hindia meraih penghargaan pada tahun 2014, sedangkan Teh dan Pengkhianat meraih penghargaan pada tahun 2019. Sedangkan novel Pangeran Dari Timur meraih penghargaan International Excellence Award pada tahun 2019.

Penelitian kali ini mencoba untuk menganalisis novel karya Iksaka Banu yang berjudul novel Pangeran Dari Timur dan Sang Raja. Novel ini sangat menarik dan berbeda dari kecenderungan karya sastra di era ini. Seluruh cerita dalam buku ini berlatarkan kehdiupan masa kolonial. Sangat jarang ditemukan sastrawan di era ini yang menulis cerita dengan latar kolonial. Iksaka Banu mencoba memberikan nuansa berbeda dengan karya sastra lainnya melalui cerita- ceritanya.

Penelitian yang menjadikan novel-novel karya Iksaka Banu sebagai sumber data antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2020) yang berjudul The Struggles of the Kretek Workers in Iksaka Banu’s Novel Sang commit to user

(8)

Raja. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk mengkaji bagaimana tindakan tokoh-tokoh yang bekerja sebagai buruh kretek di novel Sang Raja dalam mempertahankan pabrik rokok Bal Tiga. Penelitian selanjutnya yang menjadikan novel Sang Raja sebagai sumber data penelitian adalah penelitian berjudul Intertextual: Novel Bumi Manusia by Pramoedya Ananta Toer and Novel Sang Raja by Iksaka Banu yang dilakukan oleh Rahayu, Suyitno, dan Nugraheni (2021). Penelitian tersebut mencoba untuk mengkaji intertekstual antara novel Sang Raja karya Iksaka Banu dengan novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian lain yang menjadikan novel Iksaka Banu yang berjudul Pangeran Dari Timur sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Hal tersebut menjadikan penelitian ini perlu dilakukan.

Penelitian dengan judul Refleksi Poskolonial dalam Dua Novel Karya Iksaka Banu Serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA ini kiranya memiliki nilai urgensi. Hal tersebut berangkat dari keadaan mulai lunturnya nasionalisme dalam diri masyarakat Indonesia. Terlebih lagi dalam era globalisasi dimana imperialisme budaya dan bahasa begitu gencar dilakukan oleh negara-negara Barat. Jika kita tidak berkaca pada keadaan masa lalu, bisa jadi kebudayaan, bahasa, dan rasa nasionalisme kita akan terus terhimpit dan akhirnya hilang akibat dari agresi budaya barat.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini akan terfokus pada analisis novel Pangeran Dari Timur dan Sang Raja dan deskripsi peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman penjajahan.

Dalam peristiwa penjajahan terdapat tiga gejala, yakni ambivalensi, hibriditas, dan mimikri. Ketiga wacana tersebut menjadi fokus dalam penelitian ini.

C. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah relasi antarunsur struktur dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu sebagi novel poskolonial? commit to user

(9)

2. Bagaimanakah gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi tokoh yang terdapat dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu?

3. Bagaimanakah pemanfaatan kajian terhadap gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi tokoh yang terdapat dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu sebagai bahan ajar sastra di SMA ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan relasi antarunsur struktur dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu sebagi novel poskolonial.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi tokoh yang terdapat dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan pemanfaatan kajian terhadap gejala hibriditas, mimikri, dan ambivalensi tokoh yang terdapat dalam novel Pangeran Dari Timur dan novel Sang Raja karya Iksaka Banu sebagai bahan ajar sastra di SMA.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan sumbangsih, baik secara teoretis maupun praktis, bagi guru (pengajar), siswa, dan khalayak secara luas.

1. Manfaat Teoretis

Dari segi teoretis, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk:

a. Memberikan suatu pandangan baru objek penelitian sastra, khususnya bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

b. Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang kajian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

commit to user

(10)

c. Memperkaya horizon ilmu, khususnya dalam bidang pengajaran bahasa dan sastra Indonesia serta menjadi pemantik bagi peneliti lain untuk melakukan sejenis yang lebih luas dan mendalam.

2. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, penelitian ini dapat dimanfatkan oleh beberapa pihak, antara lain:

a. Guru

1) Memberikan informasi aktual dan faktual tentang kajian sastra.

2) Memberikan alternatif pembelajaran yang efektif dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam mengapresiasi karya sastra.

3) Menumbuhkan sikap apresiasi siswa agar lebih aktif dan produktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

b. Bagi Mahasiswa

1) Memperkaya wawasan berkaitan dengan kegiatan apresiasi sastra dan teori sastra.

2) Menjadi referensi ketika akan melakukan kajian dengan menggunakan teori poskolonial.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

K  "" ke!  ke! 1 ditabuh pad 1 ditabuh pada bagian permu a bagian permukaan kaan yan yang besar bagian tenga g besar bagian tengah dengan p3si h dengan p3sisi $ari si

Selanjutnya guru memberikan perlakuan yaitu, untuk kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media balok sebagai alat permainan edukatif,

Berdasarkan pengujian packet loss dan response time, Mekanisme Fast-failover lebih unnggul daripada mekanisme fail path (recovery), dikarenakan Mekanisme Fast- failover

Padang lawas tidak ditemukan kendala dalam penerapan sistem peradilan pidana sesuai dengan hukum di Indonesia karena pada saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP)

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul pengaruh metode demonstrasi dalam upaya meningkatkan proses belajar dan hasil belajar Bahasa

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dengan kuantitas pemesanan yang optimal maka dengan metode Economic Order Quanitity (EOQ) dapat dilakukan 40 kali pemesanan bahan

Kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis bahwa kalau ketidakpuasan didefinisikan sebagai suatu kondisi atau perasaan tidak senang dan berharap sesuatu yang lebih

Pada pembelajaran perbaikan siklus I dengan menggunakan lembar observasi diperoleh data bahwa: (1) Penjelasan materi sangat cepat sehingga kurang dimengerti siswa,