• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA

BAGI SISWA KELAS X SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Biologi

Disusun Oleh:

Prajawan Kusuma Wardhana 10304241017

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

(6)

vi

PERSEMBAHAN

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji hanya untuk Allah Rabb semesta

alam. Amaba’du. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone Sebagai Bahan Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa Bagi Siswa

Kelas X SMA”

Potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan yang belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber belajar bagi siswa. Hal ini yang menjadi latar belakang tugas akhir skripsi ini. Lembar Kegiatan Siswa ini didesain agar siswa dapat berinteraksi langsung dengan objek belajar secara nyata serta bagi guru dapat menjadi panduan pembelajaran yang mampu mengintegrasikan fenomena di alam dengan materi pelajaran di sekolah. Siswa diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone serta dapat berkontribusi dalam upaya pelestarian capung dan habitatnya.

(8)

viii

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terimakasih atas semua diskusi - diskusi yang mencerdaskan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir skipsi terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan, masukan, dan saran yang bersifat membangun dari semua kalangan yang menggunakan atau membacanya. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Allahuma shali’ala Muhammad, semoga shalawat serta salam senantiasa

dilimpahkan Allah kepada Baginda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang senantiasa istiqomah dijalannya.

Yogyakarta, Desember 2016

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

Bab I. Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II. Kajian Pustaka ... 9

A. Kajian Keilmuan ... 9

1. Keanekaragaman Hayati ... 9

2. Keanekaragaman Jenis Capung... 11

3. Capung (Ordo Odonata) ... 11

a. Morfologi Capung ... 11

b. Klasifikasi Capung ... 13

(10)

x

d. Siklus Hidup Capung ... 14

e. Peran Capung bagi Kehidupan ... 17

B. Kajian Kependidikan ... 19

1. Hakikat Pembelajaran Biologi ... 19

2. Sumber Belajar ... 21

3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Biologi ... 23

4. Research and Development ... 24

5. Lembar Kegiatan Siswa ... 26

a. Pengertian LKS ... 26

b. Bentuk LKS ... 26

c. Syarat Penyusunan LKS ... 27

d. Prosedur Penyusunan LKS ... 29

e. Komponen Penyusunan LKS ... 31

6. Penilaian Kualitas Produk ... 31

a. Aspek Materi ... 32

b. Aspek Penyajian ... 32

c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 34

BAB III. Metode Penelitian ... 35

A. Metode Penelitian Biologi ... 35

1. Jenis Penelitian ... 35

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

4. Variabel Penelitian ... 36

5. Alat – Alat Penelitian ... 36

6. Teknik Pengumpulan Data ... 37

7. Analisis Data ... 38

8. Denah pengambilan data penelitian ... 40

B. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar ... 41

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

(11)

xi

3. Subjek Penelitian ... 41

4. Prosedur Penelitian ... 42

5. Instrumen Penelitian... 44

6. Validitas Instrumen Penilaian ... 45

7. Teknik Pengumpulan Data ... 45

8. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Penelitian Biologi ... 47

2. Penelitian Pengembangan Sumber Belajar ... 63

B. Pembahasan ... 75

1. Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone ... 75

a. Keanekaragaman Jenis Capung di Jogja Adventure Zone ... 75

b. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ... 77

c. Indeks Dominasi dan Indeks Kemerataan Jumlah Jenis ... 78

d. Indeks Richness/Kekayaan Jenis (E) ... 80

e. Kelimpahan Relatif Capung di Jogja Adventure Zone ... 81

f. Faktor Abiotik di Jogja Adventure Zone ... 83

g. Karakteristik Habitat Capung di Jogja Adventure Zone ... 85

2. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar ... 87

a. Tahap Analisis ... 87

1. Analisis Potensi Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar .. 87

2. Analisis Peserta Didik ... 101

3. Analisis Kompetensi/Kurikulum... 101

4. Analisis Instruksional ... 102

b. Tahap Desain ... 102

1. Penyusunan Kerangka Struktur LKS ... 103

2. Penentuan Sistematuka Produk ... 106

3. Perancangan Alat Evaluasi ... 109

c. Tahap Pengembangan ... 110

(12)

xii

2. Penulisan Daf ... 110

3. Penyuntingan/Validasi ... 110

4. Revisi ... 112

5. Uji Coba Terbatas ... 113

BAB V. Penutup ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Organisasi data pertemuan jenis capung di kawasan Jogja Adventure

Zone, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta ... 47

Tabel 2. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif ... 49

Tabel 3. Pengukuran Faktor Abiotik dari Setiap Waktu Penelitian di Jogja Adventure Zone ... 47

Tabel 4. Foto, ciri morfologi, serta kebiasaan jenis-jenis capung yang ditemukan di Jogja Adventure Zone ... 50

Tabel 5. Fakta dan konsep yang diperoleh dari hasil penelitian keanegaragaman capung di Jogja Adventure Zone ... 63

Tabel 6. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pembelajaran 65 Tabel 7. Koreksi Konsep oleh Tim Ahli Materi ... 66

Tabel 8. Saran dan Masukan dari Tim Ahli Materi ... 67

Tabel 9. Masukan dan Saran dari Tim Ahli Media ... 68

Tabel 10. Penilaian dari dua orang Guru Biologi SMAN 1 Banguntapan ... 66

Tabel 11. Masukan dan Saran dari Guru Biologi SMAN 1 Banguntapan ... 70

Tabel 12. Tanggapan 12 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan, Bantul . 72 Tabel 13. Komentar dan saran dari 12 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan, Bantul ... 74

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir ... 34 Gambar 2. Peta lokasi pengambilan data keanekaragaman jenis capung di

Jogja Adventure Zone... 40 Gambar 3. Grafik jumlah jenis capung dan jumlah individu pada tiap waktu

pengamatan... 77 Gambar 4. Grafik jumlah individu capung pada setiap waktu pengamatan ... 77 Gambar 5. Grafik hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener (H') dan H'max .. 78 Gambar 6. Grafik hasil perhitigan Indeks Dominasi Simpson dan Indeks

Kemerataan Jumlah Jenis ... 80 Gambar 7. Grafik hasil Perhitungan Indeks Kekayaan Jenis (R)... 81 Gambar 8. Grafik hasil perhitungan nilai kelimpahan relative jenis - jenis

capung di Jogja Adventure Zone ... 82 Gambar 9. Grafik persentase penilaian guru terhadap kualitas LKS Mengamati

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Penyusunan LKS Lampiran 2. Dokumentasi Surat – Surat

(16)

xvi

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA

BAGI SISWA KELAS X SMA Oleh :

Prajawan Kusuma Wardhana 10304241017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone, menyusun Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA, dan menilai kualitas Lembar Kegiatan Siswa yang telah disusun berdasarkan aspek materi, aspek desain, aspek penyajian, dan aspek bahasa.

Penelitian ini merupakan modifikasi jenis penelitian Research & Development yang mengacu pada Robert Maribe Branch 2009. Langkah-langkah penyusunan Lembar Kegiatan Siswa dilakukan dengan tahap analisis, desain, dan pengembangan sampai pada tahap uji coba terbatas pada peserta didik. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Jogja Adventure Zone terdapat sedikitnya 35 jenis capung yang berasal dari sub-ordo Anisoptera dan Zygoptera. Potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone dapat diangkat sebagai bahan penyususan Lembar Kegiatan Siswa Mengamatai Capung karena telah memiliki kejelasan potensi ketersediaan objek dengan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, kejelasan sasaran materi dan peruntukannya, kejelasan informasi yang akan diungkap, kejelasan pedoman eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang akan dicapai. Lembar Kegiatan Siswa yang dibuat dinilai sudah baik pada aspek penyajian, aspek desain, dan aspek bahasa, namun masih membutuhkan perbaikan pada aspek materi.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman jenis capung di Indonesia mencapai 900 spesies. Jumlah ini diperkirakan sekitar 15% dari total 5680 jenis capung yang ada di dunia (Wahyu Sigit. 2013: 3). Capung memiliki peranan penting bagi manusia karena merupakan salah satu bioindikator untuk memantau kualitas air. Nimfa capung tidak bisa hidup pada air yang tercemar atau yang tidak bervegetasi (Susanti, 1998: 24). Selain itu, capung juga berperan dalam bidang kesehatan maupun pertanian. Nimfa capung berperan sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk, sedangkan capung dewasa dikenal sebagai pengendali hama tanaman. Capung dewasa memangsa serangga lain seperti walang sangit dan ngengat (Mareyke Moningka. 2012: 91).

Keberadaan capung sangat dipengaruhi oleh keberadaan perairan di suatu wilayah. Di Yogyakarta sudah mulai sulit menemui tempat yang masih mendukung kehidupan capung secara alami karena sebagian besar landscape di kota ini sudah beralih fungsi menjadi wilayah perkantoran dan perumahan. Sungai-sungai yang melintasi kota Yogyakarta juga mengalami pencemaran air serta beralih fungsinya bantaran sungai menjadi pemukiman warga. Kondisi ini memberi ancaman keberlangsungan hidup capung di Yogyakarta.

(18)

2

pelajar SD/SMP/SMA bahkan Mahasiswa dan masyarakat umum untuk melakukan rekreasi maupun outbond. Kondisinya yang masih alami dan lokasi yang dekat dengan kota menjadikan Jogja Adventure Zone sebagai destinasi yang menarik untuk dikunjungi (Tabah, 2013).

Jogja Adventure Zone memiliki ekosistem yang menarik, terdapat dua kolam pancing dengan luas masing-masing 9.000 m2 dan 2.000 m2 yang dikelilingi oleh

pepohonan dan perdu. Kondisi ini menjadikan Jogja Adventure Zone memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi tidak terkecuali jenis serangga capung. Tercatat 32 jenis capung dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh Indonesia Dragonfly Society pada bulan Mei 2014.

Keberadaan Jogja Adventure Zone memberi harapan kelestarian hidup bagi capung-capung yang masih bertahan di sana. Kondisi ini tentu perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tidak hanya dari pengelola sendiri, namun juga pengunjung yang melakukan kegiatan. Diharapkan pengunjung (masyarakat) bisa mengetahui keberadaan keanekaragaman hayati terutama capung yang ada di kawasan tersebut. Keberadaan capung di Jogja Adventure Zone masih jarang digunakan sebagai sumber belajar untuk menambah pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, sehingga masih dipandang sebelah mata oleh pengunjung bahkan mereka sama sekali tidak mengetahuinya.

(19)

3

akan memperoleh pemahaman materi kenaekaragaman hayati baik secara umum maupun mendapatkan pengetahuan spesifik tentang keanekaragaman capung beserta habitatnya. Selain itu, siswa akan lebih menghargai dan turut melestarikan keberadaan capung di sekitar mereka mengingat pentingnya peran capung di lingkungan sebagai bioindikator, predator hama alami, dan penyeimbang ekosistem.

Djohar (dalam Suratsih, 2010: 8) mengatakan, proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek didik (siswa) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, serta proses dan produk. Seorang guru adalah mediator antara siswa dan objek belajar dituntut untuk bisa mengintegrasikan antara kegiatan belajar dengan fenomena yang ada di lingkungan sekitar. Sedangkan siswa dalam mempelajari suatu objek dituntut untuk aktif belajar melalui informasi-informasi yang diperoleh dari lingkungan, sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang utuh serta mengubah sikap siswa kearah yang lebih baik dalam mehadapi objek dan fenomena di sekitarnya. Hanya saja keterbatasan pengetahuan seorang guru dan kurang pekanya siswa terhadap fenomena di alam menjadikan kurang optimalnya pemanfaatan fenomena alam dalam pembelajaran biologi.

Alasan belum diangkatnya potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone dalam dunia pendidikan adalah karena belum adanya suatu petunjuk yang mampu memadukan antara kegiatan belajar dengan potensi capung yang ada di sana. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Keanekaragaman Capung Di Jogja Adventure Zone

(20)

4 B. Identifikasi Masalah

1. Apa saja jenis – jenis capung yang ada di Jogja Adventure Zone?

2. Bagaimana cara mempertahankan wilayah perairan yang ada di Yogyakarta agar bisa menjadi habitat hidup bagi capung yang ada di sana?

3. Bagaimana cara mengangkat potensi Jogja Adventure Zone sebagai laboratorium alam yang dapat dijadikan ruang belajar yang menarik bagi siswa SMA?

4. Bagaimana cara meningkatkan interaksi antara siswa dengan objek belajar agar siswa mendapatkan pengetahuan yang utuh dan pengalaman belajar secara langsung?

5. Bagaimana cara meningkatkan kemampuan guru agar peran guru sebagai mediator yang mampu mengintegrasikan antara kegiatan belajar dengan fenomena yang ada di lingkungan sekitar dapat terlaksana?

6. Bagaimana cara mengangkat potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar biologi dalam rangka mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa SMA?

7. Bagaimana penyusunan Lembar Kegiatan Siswa Keanekaragaman Capung di

(21)

5 C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pemanfaatan keanekaragaman capung yang ditemukan di Jogja Adventure Zone sebagai Lembar Kegiatan Siswa (LKS) bagi siswa kelas X SMA untuk mempelajari materi pada kompetensi dasar keanekaragaman hayati.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone?

2. Dapatkah hasil penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventrues Zone

dijadikan bahan penyusunan Lembar Kegiatan Siswa untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA?

3. Bagaimana kualitas Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone yang dinilai berdasarkan aspek materi, aspek desain/kregrafisan, aspek penyajian, dan aspek bahasa atau keterbacaan.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone.

2. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone

untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA. 3. Mengetahui kualitas Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja

(22)

6 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai informasi mengenai keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone yang masih belum terungkap yang nantinya akan menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

2. Manfaat bagi Siswa SMA

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keragaman jenis capung, status keterancamanmya, dan peran capung di alam yang ada di kawasan Jogja Adventure Zone serta menambah motivasi siswa untuk mencintai satwa khususnya capung dan diharapkan mampu memaknai hal-hal yang diperoleh dalam berinteraksi langsung dengan objek yang dipelajari.

3. Manfaat bagi Guru

Menyediakan panduan kegiatan untuk mendukung pembelajaran di sekolah yang mampu mengangkat potensi lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Selain itu sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk melakukan kegiatan belajar biologi dengan menghadap objek secara langsung di lapangan.

4. Manfaat bagi Pengelola Kawasan Jogja Adventure Zone

(23)

7

alternatif sumber belajar yang inovatif sehingga dapat memotivasi wisatawan untuk belajar sambil berwisata.

5. Manfaat bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian dan mencoba memberi rekomendasi pengembangan sumber belajar dalam bentuk buku panduan belajar pengamatan capung yang khuhusnya ditujukan pada siswa kelas X SMA dan umumnya kepada pengunjung Jogja Adventure Zone yang ingin belajar mengenai keanekaragaman capung di kawasan tersebut.

6. Manfaat Bagi Capung (Objek Penelitian)

Menjadikan masyarakat mengenali keanekaragaman jenis dan peran capung di Jogja Adventure Zone pada khususnya dan di lingkungan sekitar pada umumnya sehingga masyarakat diharapkan mau ikut serta dalam upaya pelestarian capung dan habitatnya.

G. Definisi Operasional 1. Odonata/Capung

Odonata/Capung merupakan kelompok serangga terbang yang terdiri dari sub ordo Anisoptera (capung) dan Zygoptera (capung jarum) (Jill Silsby. 2001) yang ditemui di kawasan Jogja Adventure Zone.

2. Keanekaragaman jenis Capung

Keanekaragaman jenis capung adalah persamaan dan perbedaan yang terdapat pada satu jenis capung dengan jenis lainnya.

(24)

8

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisikan petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas yang harus dilakukan dan diselesaikan oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai (Andi Prastowo. 2012:203-204)

4. Jogja Adventure Zone

Jogja Adventure Zone adalah tempat outbond yang dikelola oleh Primkopau VI Skadik 104 Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto Yogyakarta. Luas area Jogja Adventure Zone adalah 50.000 m2 yang terdiri dari dua kolam pancing yang

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Keilmuan

1. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati muncul karena adanya persamaan dan perbedaan

cirri serta sifat yang dimiliki oleh makhluk hidup. Perbedaan ini dapat dilihat dari

bentuk, penampilan, jumlah, ukuran, serta ciri-ciri lain yang dimiliki makhluk

hidup. Mempelajari keanekaragaman hayati dapat dimulai dengan cara

mengelompokkan organisme yang memiliki ciri morfologi yang sama dan

memisahkannya berdasarkan perbedaan ciri morfologinya. Selanjutnya dapat

dilakukan berdasarkan karakteristik yang lebih mendalam dan spesifik (Satino,

2012:2-3). Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Bappenas, 2004:6).

Keanekaragaman hayati umumnya dianggap memiliki tiga tingkatan yang

berbeda yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman

ekosistem. Keanekaragaman hayati meningkat ketika variasi genetik baru

dihasilkan, spesies baru berevolusi, atau ketika satu ekosistem baru terbentuk.

Keanekaragaman hayati akan berkurang dengan berkurangnya spesies, satu spesies

punah atau ekosistem hilang maupun rusak. Konsep ini menekankan sifat

(26)

10

Pembagian keanekaragaman hayati menjadi tiga tingkatan tersebut

didasarkan pada keterwakilan dari ranah organisasi molekuler. Dalam mempelajari

makhluk hidup dikenal ada tiga pengelompokan yang didasarkan pada ranah yang

berbeda, yaitu :

a. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan Taksonomi

Pengelompokan makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan dan

disusun secara bertingkat yang bertujuan untuk mempermudah dalam

mempelajarinya dan dikenal dengan istilah tingkatan taksa/taksonomi. Secara

umum ada beberapa tingkatan taksa yang telah dikenal antara lain: Kindom,

Filum/Devisio, Class (Kelas), Ordo (Bangsa), Famili (Suku), Genus (Marga), dan

Spesies (Jenis). Dari pengelompokkan ini lahirlah keanekaragaman hayati tingkat

jenis yang dianggap dapat mewakili keanekaragaman organism secara

taksonomi.

b. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan komplektisitas materi penyusun.

Pengelompokkan ini didasarkan pada komplektisitas penyusunnya tanpa

mempertimbangkan adanya interaksi sebagai sebuah sistem. Hasilnya didapatkan

pengelompokkan makhluk hidup dari yang sederhana hingga yang paling

kompleks, meliputi: atom, molekul, gen, sel, jaringan, organ, individu, populasi,

dan komunitas. Kemudian lahirlah keanekaragaman hayatitingkat gen yang

dianggap mewakili keanekaragaman hayati berdasarkan komplektisitas meteri

penyusunnya.

c. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan koplektisitas materi penyusun dan

(27)

11

Dikenal dengan istilah biosistem, yaitu organisasi kehidupan dipandang sebagai

sebuah sistem yang saling berinteraksi dan tidak berdiri sendiri. Secara bertingkat

dikenal dengan istilah: sistem atom, sistem molekul, sistem gen, sistem sel,

sistem jaringan, sistem organ, sistem individu (organism), sistem populasi, dan

sistem komunitas (ekosistem). Dari pengelompokan ini lahirlah keanekaragaman

hayati tingkat ekosistem yang dianggap dapat mewakili dalam mempelajari salah

satu keanekarahaman hayati. (Satino, 2012:5-10)

2. Keanekaragaman Jenis Capung

Keanekaragaman jenis adalah keanekaan spesies organisme yang

menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian

masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain

(Bappenas, 2004 : 6). Keanekaragaman tingkat jenis ditunjukkan dengan adanya

beraneka macam jenis makhluk hidup baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba.

Keanekaragaman jenis capug ditunjukkan dengan adanya persamaan dan

perbedaan yang terdapat pada satu jenis capung dengan jenis lainnya. Perbedaan

yang terdapat diantara organise berbrda jenis leboh banyak dibandingkan dengan

perbedaan yang terdapat diantara organisme satu jenis. Dua organisme yang

berbeda jenis mempunyai susunan gen yang lebih banyak perbedaanya dari pada

yang tergolong satu jenis (IGP Suryadharma dkk, 1997 : 27).

3. Capung (Ordo Odonata) a. Morfologi Capung

(28)

12

serangga merupakan kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam, oleh karena itu mereka disebut pula Hexapoda atau berkaki enam. Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa tersebut adalah kepala (caput), dada (thoraks), dan perut (abdomen) (Andika Prasetya. 2014)

Kepala atau caput capung berbentuk kapsul, merupakan bangunan yang kuat yang dilengkapi dengan mulut, antena, dan mata (Mochamad Hadi. 2009:3). Capung memiliki sepasang mata yang mampu melihat kesegala arah, berukuran besar dan hampir memenuhi seluruh kepala yang terdiri dari mata majemuk dan mata tunggal. Terdapat sepasang antena yang bertipe setaceus berbentuk seperti duri, ruas-ruasnya lebih mengecil pada bagian ujung (Suhara. 2014:11). Mulut capung bertipe pengunyah yang dapat digunakan untuk memegang, menggerakkan, dan mengunyah makanan.

(29)

13

relatif pendek berjumlah 3 pasang yang bertipe raptorial yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan hinggap.

Perut atau abdomen berbentuk memanjang, agak silindris, beruas-ruas, meruncing dibagian ujung, dan terdapat kelenjar kelamin. Ruas abdomen berjumlah sepuluh yang bersifat fleksibel. Menurut William dan Feltmate (1992 dalam Siti Nurul. 2008:5) ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain. Kelenjar kelamin dan lubang kelamin berada di ujung abdomen, namun pada capung jantan alat penyampai (penis) dan cantol-cantol pelengkap berada di dasar abdomen pada ruas ke dua dan tiga, sedangkan pada capung betina berada di ujung abdomen (Redaksi Ensiklopedi Indonesia.1989:37)

b. Klasifikasi Capung

Secara keseluruhan, capung terdiri dari dua sub ordo yaitu Anisoptera dan Zygoptera, keduanya terbagi lagi ke dalam 29 famili, 58 sub famili dan 600 genus. Jumlah nama spesies capung di dunia mencapai 6000 nama (Silsby, Jill. 2001 : 71). Pembagian Ordo Odonata menjadi Sub Ordo Anisoptera dan Zygoptera didasarkan pada bentuk sayap dan sifat-sifat sayapnya. Pembagian dari sub ordo ke famili didasarkan pada sifat sayap, meliputi susunan vena, corak sayap, dan bentuk sayap. Serta pada mata facet, alat mulut terutama labium, dan lobus pada ruas ke-2 abdomen dari yang jantan.

(30)

14

mempunyai alat tambahan (terminal appendages) sebanyak 3 buah (2 diatas dan 1 dibawah). Sedangkan pada betina mempunyai 2 buah dorsal terminal appendages. Nimfa berukuran besar mempunyai insang di rectum.

Sub ordo Zygoptera memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan belakang relatif sama. Pada saat istirahat posisi sayap dalam keadaan tertutup dan tegak lurus dengan tubuh. Abdomen berbentuk ramping. Pada jantan memiliki 4 buah alat tambahan, betina memiliki ovivositor yang berkembang dengan baik. Nimfa Zygoptera mempunyai insang yang berbentuk daun dan berjumlah 3 buah (Mochamad Hadi. 2009:132-133).

c. Habitat Capung

Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka , terutama diperairan tempat mereka berbiak dan mencari makan. Capung dan capung jarum menyebar luas di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai, dan danau, hingga ke pekarangan rumah lingkungan perkotaan, tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3000 m dpl. Sebagian besar capung senang hinggap di pucuk rumput, perdu, dan ranting-ranting pohon yang tumbuh di sekitar perairan (Shanti Susanti. 1998:11). Beberapa jenis capung dewasa merupakan penerbang yang sangat kuat, sehingga sering kali dapat ditemukan jauh dari wilayah perairan.

d. Siklus Hidup dan Reproduksi Capung

(31)

15

(Shanti Susanti. 1998:14). Saat terjadi kopulasi, capung jantan mengaitkan ujung abdomennya di leher betina kemudian betina akan membengkokkan abdomennya ke atas dan mengaitkan ujung abdomennya ke organ genital jantan yang ada di ruas 2-3 abdomen jantan. Kopulasi bisa terjadi dalam keadaan terbang maupun tengger. Setelah terjadi kopulasi, capung betina akan meletakkan telurnya di air atau disisipkan pada tanaman air (Wahyu Sigit. 2013:23).

Telur capung ada yang berbentuk panjang silindris dan ada yang bulat, di salah satu sudut ada satu atau beberapa lubang yang sangat kecil yang digunakan untuk jalan memasukkan sperma sebelum telur diletakkan di air. Telur tersebut kemudian akan menetas menjadi nimfa. Lama masa penetasan ini bervariasi satu jenis dengan jenis lain, antara 1-3 minggu. Predator utama telur capung adalah ikan dan siput.

(32)

16

tertentu dapat mengalami masa istirahat yang menunda perkembangan hingga musim tertentu yang sesuai bagi kehidupannya (Shanti Susanti.1998:16-17).

Proses pergantian kulit atau moulting ini dipengaruhi oleh hormon. Serangga memiliki tiga hormon yang berpedan dalam metamorfosis yaitu hormon otak (ecdysiotropin) yang dihasilkan dalam corpora cardiace, hormon moulting atau ecdyson (protoracic gland/PGH) yang dihasilkan oleh kelenjar protoraks, dan hormon juvenil (JH) yangdihasilkan oleh corpora allata yaitu sepasang kelenjar endokrin yang terletak di otak. Capung memiliki kerangka luar yang disebut eksoskleleton yang menutupi seluruh tubunhnya namun tidak bisa mengalami pertumbuhan, sedangkan tubuh nimfa capung terus mengalami pertumbuhan. Akibatnya nimfa capung harus melakukan moulting beberapa kali selama hidupnya (Aprizal Lukman. 2009 : 43).

(33)

17

Setelah nimfa tua/matang (mature) dan siap menjadi capung dewasa, nimfa capung akan memanjat tanaman air atau benda lain untuk keluar dari air. Pada waktu tersebut fungsi insang akan terhenti dan digantikan oleh lubang dubur. Proses ini umumnya terjadi di pagi hari sebelum matahari terbit. Capung dewasa keluar dengan merobek kulit nimfa tua, umumnya membutuhkan waktu 1-2 jam untuk bisa terbang. Jenis capung tertentu membutuhkan waktu lebih lama, bisa sampai seharian baru bisa terbang.

Periode pematangan reproduksi capung dewasa Zygoptera terjadi selama 2 sampai 30 hari sedangkan subordo Anisoptera berlangsung selama 6 sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat. Masa reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan ektoparasit tertentu dan pertumbuhan jumlah lapisan pada endokutikula (William & Feltmate 1992 dalam Siti Nurul. 2008:6)

e. Peran Capung bagi Kehidupan

(34)

18

tanaman. Makanan capung dewasa antara lain belalang, ngengat, lalat dan serangga lainnya (Susanti. 1998 : 24-25).

(35)

19 B. Kajian Kependidikan

1. Hakikat Pembelajaran Biologi

Pembelajaran menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman (1994: 11), merupakan suatu proses usaha untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mencapai tujuan. Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan sasaran yang dipelajari dalam ilmu biologi. Proses belajar biologi menurut Djohar (1987), merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk.

Pendidikan biologi harus diletakkan sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakekat mengajar, kedudukan materi meliputi arti dan peranannya, serta kedudukan siswa (Djohar, 1987: 7)

(36)

20

Menurut Nuryani Y. Rustaman (2005: 5), dalam proses pembelajaran terkandung kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dan siswa merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya proses ini. Perlu dipahami, bahwa interaksi tersebut tidak hanya berupa penyampaian materi pelajaran, melainkan juga menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Selain interaksi antara guru dan siswa, juga interaksi antara siswa dan obyek yang dipelajarinya.

(37)

21 2. Sumber Belajar

Mulyasa (2007: 177) menerangkan, sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan. Dari berbagai sumber belajar yang ada, pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Manusia, yaitu orang menyampaikan pesan secara langsung, seperti guru, konselor, dan administrator, yang dirancang secara khusus dan disengaja untuk kepentingan belajar (by design).

b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang dirancang secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik, buku, dan lain-lain yang disebut media pengajaran (instructional media), maupun bahan yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar. c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat di mana sumber-sumber dapat

berinteraksi dengan para peserta didik. Ruang dan tempat yang dirancang secara sengaja untuk kepentingan belajar, misalnya perpustakaan, laboratorium, kebun, dan lain-lain.

d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan atau memainkan sumber-sumber lain, misalnya: tape recorder, kamera, slide.

(38)

22

Menurut IGP Suryadarma (1997: 5), biologi adalah ilmu yang memiliki ciri menggunakan benda hidup sebagai obyek studinya. Sumber belajar biologi tentunya memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan sumber belajar lainnya. Lebih lanjut Suhardi (2007: 5) menyatakan, sumber belajar biologi adalah segala sesuatu, baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu. Keberadaan sumber belajar dapat memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses belajar.

Sumber belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu sumber belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi misalnya kebun binatang dan sumber belajar yang disederhanakan atau dimodifikasi misalnya penggunaan sumber belajar menggunakan hasil penelitian. Hasil penelitian apabila akan digunakan sebagai sumber belajar yag digunakan siswa maka harus melalui tahapan-tahapan identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian dan penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar.

a. Identifikasi proses dan produk penelitian

(39)

23

b. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar dilakukan dengan cara :

1) Menyesuaikan prosedur kerja penelitian dengan kegiatan pembelajaran 2) Menyesuaikan produk penelitian (fakta, konsep dan prinsip) dengan

kurikulum

c. Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi instruksional.

Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar dapat berwujud RPP dengan komponen-komponen yaitu konsep, subkonsep, KD, hasil belajar, indikator, uraian materi, sasaran, jenis kegiatan, waktu, metode, sarana dan prasarana, bentuk belajar, sistem interaksi dan alat evaluasi.

(Suhardi. 2007:3-17)

3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Biologi

Salah satu sumber belajar yang sangat kaya adalah lingkungan. Menurut UNESCO lingkungan diartikan sebagai faktor-faktor fisik, biologi, sosial-ekonomi, dan budaya yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan seseorang (Mulyasa, 2007: 182). Beberapa contoh lingkungan yang dapat digolongkan sebagai sumber belajar biologi antara lain Kebun Raya, Suaka Marga Satwa, Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Laut Asli dan Buatan, dan sebagainya (Suhardi, 2008: 7).

(40)

24

pengamatan dalam bentuk studi lapangan. Studi lapangan biasanya berjarak cukup jauh dari sekolah dan waktu yang dipergunakan biasanya lebih lama, maka agar waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia, dalam arti apa yang dilakukan dalam studi lapangan tetap bernilai bagi siswa yang sedang belajar IPA, persiapan yang matang sangat diperlukan.

4. Research and Development (R&D)

Terdapat banyak definisi Research and Development atau Penelitian dan Pengembangan. Secara sederhana R&D bisa di definikan sebagai metode penelitian yang secara sengaja, sistematis, bertujuan/diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki, mengebangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk, model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif, dan bermakna (Nusa Putra. 2015:67). R&D diarahkan untuk mencaritemukan kebaruan dan keunggulan dalam rangka efektifitas, efisiensi, dan produktivitas. Oleh karena itu, R&D selalu dengan tegas dibedakan dari penelitian murni/dasar, walaupun tentu saja tidak dapat dipisahkan dari penelitian murni/dasar. Bahkan sering kali R&D didasarkan pada penelitian murni/dasar.

(41)

25

and Gall (1989), salah satu jembatan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan adalah R & D. Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru tentang fenomena yang ada, sedangkan penelitian terapan bertujuan untuk menemukan pengatahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan.

Metode penelitian dan pengembangan telah banyak digunakan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan alam dan teknik. Hampir semua produk teknologi diproduksi dan dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan yang menghsilakn produk tertentu di bidang pendidikan masih sangat rendah. Borg and Gall (2003) mengatakan bahwa penelitian dan pengembangan dalam pendidikan digunakan untuk merancang produk baru dan prosedur, dan selanjutnya diuji lapangan secara sistematis, dievaluasi dan disempurnakan sampai memenuhi kriteria yang spesifik yaitu efektivitas, kualitas, dan memnuhi standar (Sugiyono. 2015:28-34)

Berikut ini gambaran langkah-langkah penelitian dan pengembangan dari berbagai penulis.

a. Borg and Gall (1989), mengemukakan sepuluh langkah dalam R & D yang telah dikembangkan, yaitu : research and information collecting, Planning, Develop preliminary form a product,Preliminary field testing, Main product revision, Main field testing, Operational product revision, Operational field

testing, Final product revision, and Dissemination and implementation.

(42)

26

c. Robert Maribe Branch (2009), mengembangkan desain pembelajaran dengan pendekatan ADDIE, yaitu : Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaliation.

d. Richey and Klein (2009), menyatakan bahwa fokus dari perancangan dan penelitian pengembangan bersifat analilis dari awal sampai akhir, yang meliputi Perancangan, Produksi, dan Evaluasi (PPE).

(Sugiyono. 2015: 35-39)

5. Lembar Kegiatan Siswa a. Pengertian LKS

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisikan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran-lembaran ini biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai (Andi Prastowo. 2012 : 203-204).

b. Bentuk LKS

Berdasarkan kelengkapan materi yang dipelajari, LKS dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) LKS Terbuka

(43)

27

motivator. Sifat menantang dan menumbuhkan sifat keingintahuan siswa menjadi kunci keberhasilan dalam memacu kreativitas belajar siswa. 2) LKS Tertutup

LKS yang dikemas sedemikan ketat sehingga tidak memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan daya nalar, kreativitas, minat, dan daya imajinasinya. Siswa dipaksa mengikuti arahan dan mengerjakan tugas-tugas sesuai petunjuk yang telah ditetapkan oleh guru. Penerapan LKS ini biasanya ditujukan kepada siswa yang sedang mulai belajar. 3) LKS Semi Tertutup

LKS yang hampir sama denga LKS tertutup namun dibeberapa bagian sengaja diberikan kepada siswa utuk dikembangkan. Bagian-bagian yang diserakhan kepada siswa umunya dirancang guru untuk mengembangkan beberapa kemampuan spesifik pada diri siswa. LKS semacam ini biasanya digunakan untuk belajar secara mandiri atau berkelompok. Peluang yang diberikan guru kepada siswa adalah pengembangan keterampilan melakukan pengamatan, menyusun tabel pengamatan, mendiskusikan dan merumuskan kesimpulan. (Surachman. 2001: 46).

c. Syarat Penyusunan LKS

(44)

28 1) Syarat Didaktis

a) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang baik adalah yang dapat digunakan oleh siswa yang lamban, sedang, maupun pandai.

b) Menekankan ada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu. c) Memperhatikan variasi stimulus siswa melalui berbagai media dan

kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdiskusi, menggunakan alat, dan sebagainya.

d) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, estetika, serta pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.

2) Syarat Konstruksi

a) Harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan siswa.

b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c) Tata urutan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. d) Menghindarkan pernyataan yang selalu terbuka.

e) Menggunakan kalimat sederhana dan pendek.

f) Menyediakan ruang yang cukup memberikan keleluasaan.

g) Menyediakan sumber buku sesuai dengan kemampuan keterbacaan siswa.

(45)

29

i) Memperhatikan kemampuan berpikir siswa. j) Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas.

k) Memiliki identitas untuk memudahkan administrasi. 3) Syarat Teknis

a) Tulisan dengan menggunakan huruf cetak, huruf tebal, yang agak besar untuk topik, tidak menggunakan lebih dari sepuluh kata dalam setiap kalimat, dan mengusahakan agar perbandingan besar huruf dengan gambar serasi.

b) Tata tulis yang pada umumnya memperhatikan ejaan yang telah disempurnakan berdasarkan tata bahasa Indonesia yang berlaku. c) Gambar disajikan dengan memperhatikan kejelasan isi atau pesan dan

tingkat sasaran peruntukannya.

d) Gambar secara utuh atau tidak, lengkap atau tidak, atau disajikan dengan bagian dipertimbangkan dalam penyajian gambar LKS.

e) Penampilan LKS diusahakan menarik bagi penggunanya. Kombinasi antara tata tulisn serta warna disesuaikan dengan tujuan LKS dan sasaran penggunaannya.

d. Prosedur Penyusunan LKS

1) Penentuan tujuan instruksional

(46)

30

akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar. Tujuan pembelajaran yang baik akan memandu kita dalam memilih topik pembelajaran, menyusun strategi pembelajaran, memilih media dan metode pembelajaran, serta mengembangkan alat evaluasi belajar.

2) Pengumpulan materi

Menentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus dilakukan siswa. Bahan yang akan dibuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan materi yang sudah tersedia.

3) Penyusuna elemen

Elemen LKS setidaknya ada unsur materi, tugas, dan latihan. 4) Cek dan penyempurnaan

a) Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. b) Kesesuaian materi dengan tujuan konstruksional. c) Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional.

d) Memastikan bahwa tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan instruksional.

e) Kejelasan penyampaian, meliputi keterbacaan, keterpahaman, dan kecukupan ruang untuk mengerjakan tugas.

(47)

31 e. Komponen LKS

Poppy (dalam Winarsih 2012) menerangkan bahwa sistematika Lembar Kegiatan Siswa secara umum dijabarkan sebagai berikut:

1) Judul, merupakan judul dari kegiatan yang akan dilakukan.

2) Pengantar, berupa uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran yang dicakup dalam kegiatan/praktikum.

3) Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar.

4) Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan.

5) Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan. Dibuat sistematis dan bila perlu menampilan sketsa.

6) Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil pengamatan yang diperoleh dari prakktikum.

7) Pengayaan, berupa pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk menemukan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulan.

6. Penilaian Kualitas Produk

(48)

32 a. Aspek Materi

Standar yang berkaitan dengan aspek materi adalah sebagai berikut : 1) Kelengkapan materi,

2) Keakuratan materi,

3) Kegiatan yang mendukung materi, 4) Kemutahiran materi,

5) Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa,

6) Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan,

7) Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir,

8) Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry, dan 9) Penggunaan notasi, simbol, dan satuan.

b. Aspek Penyajian

1) Organisasi penyajian umum, 2) Organisasi penyajian perbab,

3) Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan,

4) Melibatkan siswa secara aktif mengembangkan prooses pembentukan pengetahuan,

5) Tampilan umum menarik,

(49)

33

9) Memperhatikan kode etik dan hak cipta, dan

10)Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan

Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa atau keterbacaan adalah sebagai berikut :

1) Bahasa Indonesia yangbaik dan benar 2) Peristilahan

3) Kejelasan bahasa 4) Kesesuaian bahasa

(50)

34 C. Kerangka Berpikir

Secara garis besar, berikut adalah kerangka berpikir penelitian dalam bentuk skema:

Gambar 1. Skema kerangka berpikir penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai bahan Lembar Kegiatan Siswa bagi siswa kelas X SMA. Potensi Jogja Adventure Zone

- Salah satu habitat capung yang ada di Yogyakarta.

- Keragaman jenis capung yang tinggi - Berbagai persoalan biologi dapat dilihat

dan diamati untuk belajar dan menambah pengetahuan.

Analisis

Identifikasi Masalah di Lapangan:

- Pengunjung dari kalangan pendidikan kurang menyadari potensi Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar biologi

- Potensi keanekaragaman capung belum diperhatikan oleh sekolah untuk mendukung kegiatan belajar biologi. - Belum adanya panduan yang dapat

memandu siswa dalam mempelajari keanekargaman capung di Jogja Adventure Zone

Studi lebih lanjut potensi capung dan persoalan biologi

Hasil studi dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi bagi Siswa SMA yang

berkunjung ke Jogja Adventure Zone

Pengembangan hasil studi dalam bentuk LKS

Penyusunan LKS Mengamati Capung yang ada di Jogja Adventure Zone bagi siswa kelas X SMA.

Pengintegrasian pendidikan, konservasi, dan wisata di Jogja

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakann penelitain Research and Development (R & D), yaitu penelitian dan pengembangan sumber belajar biologi yang menghasilkan produk akhir berupa prototype panduan belajar berupa LKS. Penelitian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian biologi yaitu tahap pengambilan data yang dilakukan dengan observasi langsung berupa data kuantitatif yang kemudian dianaalisis secara kualitatif. Tahap kedua adalah penelitian pendidikan biologi yaitu hasil analisis data tahap pertama diseleksi sesuai dengan SK dan KD Biologi SMA kelas X, untuk dijadikan panduan belajar berupa LKS pada materi keanekaragaman hayati Indonesia.

Prosedur penelitian mengacu pada tahapan penulisan bahan ajar yang diutarakan oleh Robert Maribe Branch 2009 (dalam Sugiyono. 2015) yaitu menggunakan tahapan analysis, design, development, implementation, evaluation

(ADDIE model). Namun dalam dalam penelitian ini hanya menerapkan pada ADD (analysis, design, development) atau hanya sampai tahap pengembangan.

A. Metode Penelitian Biologi 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptifeksploratif dengan menggunakan metode observasi.

(52)

36

Penelitian lapangan dilakukan di Kawasan Jogja Adventure Zone Kecamatan Banguntapan, Bantul yang meliputi kolam pancing dan sekitarnya.

b. Waktu Penelitian

Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Maret – April 2015 (akhir musim hujan), melalui tiga kali pengulangan pengambilan data dengan empat kali waktu pengamatan yaitu pukul 06.01-09.00, 09.01-12.00, 12.01-15.00, dan 15.01-18.00

3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Populasi penelitian meliputi seluruh capung yang hidup di kawasan Jogja Adventure Zone Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

b. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah capung dewasa yang dijumpai di kawasan Jogja Adventure Zone yang tertangkap secara purposive sampling pada waktu yang telah ditentukan.

4. Variabel Penelitian

a. Faktor abiotik meliputi: Temperatur udara, intensitas cahaya, kelembaban udara, dan kecepatan angin.

b. Faktor biotik, meliputi : Jenis-jenis Capung (Ordo Odonata) 5. Alat - Alat Penelitian

1) Alat tulis 2) Jaring serangga 3) Hygrometer

4) Termometer

5) Anemometer

(53)

37 7) Kamera DSLR Canon 600D

8) Binokuler Nikon Action 8x42 CF

9) Loop / kaca pembecsar 10)Pedoman Identifikasi

i. Buku “A Photographic Guide to The Dragonflies of Singapore” karya Tang

Hun Bun, Wang Luan Keng, dan Matti Hamalainen diterbitkan oleh National

University of Singapore tahun 2010.

ii. Buku “A Pocket Guide Dragonflies of Peninsular Malaysia anSingapore”

karya A.G. Orr diterbitkan oleh Natutal History Publications (Borneo) Kota

Kinabalu tahun 2005.

6. Teknik Pengumpulan Data a. Pengambilan data lapangan

1) Penelitian menggunakan metode observasi. Cara pengambilan data mengikuti transek-transek yang sudah ada di sepanjang jalur wisata di Jogja Adventure Zone, kemudian memberi batas 2 meter kearah kanan dan dua meter kearah kiri di sepanjang jalur transek tersebut.

2) Menangkap capung dewasa yang ditemukan di lokasi pengamatan menggunakan insectnet. Penangkapan dilakukan maksimal 4 individu untuk tiap spesies (2 jantan dan 2 betina) dengan kondifi fisik yang paling baik. Kegiatan ini bertujuan untuk identifikasi jenis capung.

3) Melakukan pemotretan pada capung yang ditemukan untuk keperluan identifikasi dan dokumentasi.

(54)

38

5) Melakukan pengukuran terhadap faktor abiotik meliputi: suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan kecepatan angin, dan memasukkan hasil pengukuran ke dalam table pengamatan.

b. Identifikasi

Melakukan identifikasi capung yang ditemukan melalui bentuk bentuk sayap, kepala, bentuk mata, panjang sayap, warna toraks, bentuk abdomen, panjang abdomen, dan bagian lain yang diperlukan. Identifikasi selanjutnya menggunakan acuan dari buku identifikasi capung yang ada.

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan hasil perhitungan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Whiener (H’), Indeks Dominasi Simpson (D’), Nilai Kelimpahan Relatif (Kr), dan Indeks Eveness/Kemerataan Jumlah Jenis (E), yang dihubungkan degan jenis-jenis capung dan faktor abiotik dengan ditunjang materi dari pustaka yang ada. Perhitungan menggunakan sistem komputer

Microsoft Excel untuk mempermudah kalkulasi rumus-rumus yang digunakan. Berikut adalah formula yang digunakan dalam analisis data:

a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Whiener (H’)

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Whiener

(55)

39

b. Indeks Dominasi Simpson (D’)

Keterangan :

D’ = indeks dominasi Simpson

ni = jumlah individu spesies i N = jumlah total spesies c. Kelimpahan Relatif (Kr)

� = ∑ � �

Keterangan :

Kr = Nilai Kelimpahan Relatif Ni = Jumlah individu spesies i T = Waktu Pengamatan (dalam jam) d. Indeks Eveness (E)

� =

�′

Keterangan :

E = Indeks Kemerataan Jumlah Jenis

H’ = Indeks Shannon-Wiener

(56)

40 8. Denah pengambilan data penelitian

(57)

41

B. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di FMIPA UNY yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Uji coba terbatas dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di SMA N 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone yang telah disusun untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas x SMA.

3. Subjek Penelitian

1) Ahli Materi , 1 orang dosen biologi dan 1 orang praktisi yang ahli dalam bidang ilmu serangga dan keanekaragaman hayati ditunjuk sebagai reviewer

panduan belajar yang telah disusun.

2) Ahli Media, 2 orang dosen pendidikan biologi yang ahli dalam bidang penyusunan panduan belajar dan media pembelajaran biologi ditunjuk sebagai reviewer panduan belajar yang telah disusun.

3) Guru Mata Pelajaran Biologi, 2 orang guru mata pelajaran biologi di SMA N 1 Banguntapan, Bantul ditunjuk untuk memberi penilaian mengenai kualitas panduan belajar yang telah disusun.

(58)

42

4. Prosedur Penyusunan Panduan Belajar

Gambaran langkah-langkah penulisan panduan belajar keanegaraman capung untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati dengan model ADD (analysis, design, development) adalah sebagai berikut :

a. Tahap analysis

1) Analisis Potensi Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar.

a) Identifikasi jenis-jenis capung yang ditemukan di kawasan Jogja Adventure Zone melalui penelitian tahap pertama.

b) Identifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar. c) Seleksi hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi yang sesuai

dengan persoalan biologi yang akan dimuat dalam penduan belajar. d) Penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai suber belajar

biologi.

2) Analisis Peserta Didik

Peserta didik yang menjadi sasaran uji coba penggunaan panduan belajar adalah siswa SMA kelas X semester 2. Kondisi siswa yang dianalisis adalah kemampuan awal siswa, kesanggupan belajar, dan aspek-aspek penting lainnya.

3) Analisis Kompetensi

(59)

43 4) Analisis Instruksional

Analisis instruksional dalam penyusunan bahan ajar dilakukan dengan menjabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator-indiikator yang harus dicapai pada materi keanekaragaman hayati.

b. Tahap Design

1) Penyusunan kerangka struktur panduan belajar

Dari hasil analisis kompetensi, disusun kerangka isi media panduan belajar yang menggambarkan keseluruhan materi dan kegiatan yang akan dimuat dalam media panduan belajar

2) Penentuan sistematika produk

Tahap ini menentukan sistematika penyajian materi pada produk secara runtut sesuai dengan tahap-tahap dalam mempelajari isi materi media panduan belajar.

3) Perancangan alat evaluasi

Menentukan bentuk penilaian yang akan dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetensi hasil belajar.

c. Tahap Development

1) Pra penulisan

(60)

44 2) Penulisan draf

Penulisan dilakukan sesuai dengan kerangka dan sistematikan penulisan media panduan belajar yang telah disusun.

3) Penyuntingan/validasi

Produk awal hasil penyusunan LKS kemudian di review oleh tim ahli yang relevan, dalam hal ini adalah ahli materi dan ahli media untuk memperoleh masukan dan komentar. Masukan dan komentar dari dosen ahli digunakan untuk menyempurnakan LKS sebelum diuji coba terbatas. Tujuan tahap ini adalah untuk menghindari adanya kesalahan konsep dan bahasa. 4) Revisi

Revisi dilakukan dari hasil penyuntingan oleh dosen ahli untuk menyempurnakan produk yang dihasilkan. Tahap ini merupakan tahap terakhir sebelum melakukan pelaian terhadap produk.

5) Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan pada 12 orang siswa kelas X dan 2 orang Guru Biologi SMA N 1 Banguntapan, Bantul.

5. Instrumen Penelitian

(61)

45

a. Lembar review kualitas Produk oleh ahli materi berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS dari aspek kebenaran konsep dan aspek bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

b. Lembar review kualitas Produk oleh ahli media berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS dari aspek media dan aspek bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

c. Lembar penilaian kualitas produk oleh guru mata pelajaran biologi berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS ditinjau dari aspek media dan bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

d. Lembar tanggapan siswa terhadap kualitas LKS dengan menggunakan skala

Guttman.

6. Validitas Instrumen Penilaian

Validitas yang digunakan untuk instrumen berupa angket adalah validitas muka. Validitas ini dilakukan dengan konsultasi kepada dosen pembimbing. Hasil validitas tersebut adalah instrumen yang siap digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.

7. Teknik Pengumpulan Data

Data mengenai kualitas dan kelayakan LKS Mengamati Capung di Jogja adventure Zone diperoleh dari angket yang dibrikan kepada subjek penelitian yang dilakukan pada bulan oktober - Desember 2016.

(62)

46

b. Data mengenai penilaian kualitas produk dari guru mata pelajaran biologi diperoleh dari angket yang diberikan kepada Guru Biologi SMA N 1 Banguntapan, Bantul.

c. Data tanggapan kualitas produk dari siswa diperoleh dari angket yang diberikan kepada 10 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan.

8. Teknik Analisis Data

(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penelitian Biologi : Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone Dari hasil observasi keanekagaraman capung yang telah dilakukan di kawasan Jogja Adventure Zone pada bulan Maret-April 2015, telah ditemukan sebanyak 35 jenis capung yang terdiri dari 24 jenis capung biasa (Anisoptera) dan 11 jenis capung jarum (Zygoptera) dari 7 famili. Berikut ini merupakan data yang diperoleh di lapangan serta hasil perhitungan keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone yang disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 1. Organisasi data pertemuan jenis capung di kawasan Jogja Adventure Zone, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta.

No

Sub-6 Libellulidae Acisoma panorphoides

(64)

48

27 Coenagrionidae Agriocnemis femina

(65)

49

Tabel 2. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi, Kelimpahan Relatif, dan Indeks Kemerataan jumlah jenis.

Penghitungan T1 T2 T3 T4

Jumlah Spesies 31 30 26 26

Jumlah Individu 3373 2612 2442 1717

Indeks Keanekaragaman (H) 1,914 2,178 2,063 2,197

Hmax 3,434 3,401 3,258 3,258

Indeks Dominasi (D) 0,242 0,166 0,178 0,172

Indeks Richnes/kekayaan jenis (R) 3,693 3,686 3,205 3,356 Indeks Eveness/Kemerataan jumlah

jenis (E) 0,557 0,640 0,633 0,674

Tabel 3. Pengukuran Faktor Abiotik dari Setiap Waktu Penelitian di Jogja Adventure Zone

Komponen Faktor Abiotik T1 T2 T3 T4

Kelemban Udara (%) 82,5 64,75 53 59

Suhu Udara (oC) 26,5 28,5 33 32

Suhu Air (oC) 28 28 28 28

Intensitas Cahaya (Lux) 16.701 382.130 451.745 9.231

Kecepatan Angin (m/s) 0 0,8 1,5 0,6

(66)

50

Tabel 4. Foto, ciri morfologi, serta kebiasaan jenis-jenis capung yang ditemukan di Jogja Adventure Zone.

No. Foto Jenis Capung Ciri Morfologi dan kebiasaan 1.

Anax guttatus

Famili: Aeshnidae

Nama Indonesia : Capungbarong bercak biru

Mata majemuk menyatu dan berwarna hijau. Sintoraks berwarna hijau.

Abdomen : ruas 1 hijau, 2 dan 3 berwarna biru terang, 4-10 terdapat bintik kuning di setiap sisinya.

Sayap transparan dengan bercak coklat di tengah. Pterostigma hitam.

Embelan panjang berwarna coklat, tungkai berwarna hitam.

Capung jantan dan betina serupa.

Kebiasaan: aktif terbang di pagi hari menjelang siang untuk mencari makan, jarang ditemukan saat bertengger. Tidak pernah terlihat di sore hari.

2.

Ephophthalmia vittata

Famili : Cordullidae Nama Indonesia : -

Mata majemuk sangat besar dan menyatu, berwarna biru ke abu-abuan.

Toraks hitam dengan strip kuning.

Abdomen : ruas 1-2 hitam dan menggembung, ruas 3-9 hitam dengan garis melingkar oranye kekuningan di setiap ruas, ruas 10 hitam, ruas 8-10 menggembung, embelan merah tua kecoklatan. Betina serupa dengan jantan.

Kebiasaan : aktif di awal siang hingga siang hari, terbang dengan cepat mengitari perairan tenang. Jarang ditemukan dalam keadaan tengger.

(67)

51

Mata majemuk terpisah berwarna abu-abu kebiruan.

Tubuh besar berwarna loreng kuning hitam dari toraks hingga abdomen.

Abdomen: ruas 8-10 membesar berbentuk ekor gada, di ujung terdapat sepasang embelan berbentuk tombak berwarna hitam.

Sayap transparan, pterostigma hitam, tungkai hitam.

Betina mirip dengan jantan, namun ruas abdomen 8-1- lebih ramping dan diujung abdomen terdapat embelan berbentuk kait.

Sayap transparan, pterostigma hitam.

Kebiasaan: aktif di pagi menjelang siang hari. Sering terlihat bertengger di ujung dahan kering di atas permukaan air, sesekali terbang cepat di atas permukaan air untuk patroli atau mencari makan. Bersifat soliter dan sangat sensitif apabila didekati manusia atau capung lain.

4.

Macrogomphus parallelogramma

Famili : Gomphidae Nama Indonesia :

Mata majemuk terpisah berwarna biru

Tubuh besar, toraks dan abdomen berwarna lorang kuning-hitam

Abdomen: ruas 1-9 terdapat bercak kuning di bagian samping, ruas nomor 9 merupakan ruas terpanjang, ruas ke 0 berwarna hitam, embelan berwarna kuning.

Sayap transparan, pterostigma berwana hitam Jantan dan berina identik.

Kebiaaan: dijumpai pada saat bertengger dibawah naungan pohon, dan sangat sensitif dengan manusia.

5.

Paragomphus reinwardtii

Mata majemuk terpisah berwarna biru tua.

Gompidae berukuran kecil, tubuh berwana lorang hijau-kuning, terdapat garis hitam dan kuning di atas panjang berbentuk melengkung berwarna hitam.

Sayap transparan, pterostigma hitam, tungkai hitam.

(68)

52 Famili : Gomphidae

Nama Indonesia : Capungpancing Jawa

Betina mirip dengan jantan namun abdomennya lebih gemuk dan bercak kuning lebih lebar, embelan lebih pendek.

Kebiasaan : bersifat soliter, aktif di pagi menjelang siang, sering ditemui saat bertengger dan berjemur di tempat yang tinggi. Sesekali

Nama Indonesia : Capungperut terompet

Jantan: Mata majemuk berwana biru terang. Warna tubuh dominan biru terang dan terdpat banyak bintik-bintik hitam

Betina: Mata majemuk berwana hijau pucat. Warna tubuh dominan hijau pucat dan terdapat banyak bintik-bintik hitam

Abdomen: ruas 2-6 menggembung, berbentuk menyerupai terompet, ruas ke 8-10 berwarna hitam, embelan berwarna biru muda

Sayap transparan, pterostigma kuning, tungkai berwarna hitam

Kebiasaan: biasa hinggap di rerumputan atau tanaman diatas air, ditemui tidak jauh dari perairan. 7.

Aethriamanta aethra

Famili: Libellulidae Nama Indonesia: -

Capung berukuran kecil, panjang tubuh 25-28 mm. Jantan: mata majemuk berwarna merah tua pada bagian atas dan hijau pucat pada bagian bawah, dada coklat, abdomen merah terang. Tungkai hitam, terdapat titik merah pada tungkai belakang. Betina: mata serupa dengan jantan, torak dan abdoen kuning kecoklatan, setiap ruas dipisahkan dengan garis hitam melingkar, terdapat garis hitam pada ruas 5-8, ruas 9-10 hitam. Tungkai hitam, terdapat titik kuning pada tungkai belakang. Sayap transparan, terdapat bercak coklat pada pangkal sayap. Protistigma kuning.

Kebiasaan: bertengger di ujung ranting atau tanaman di atas permukaan air.

8. Mata majemuk berwarna merah tua dibagian atas,

bagian bawah hijau dengan titik-titik kecil berwarna hitam.

Gambar

Gambar 1. Skema kerangka berpikir penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai bahan Lembar Kegiatan Siswa bagi siswa kelas X SMA
Gambar 2. Denah lokasi pengambilan data keanekaragaan jenis capung di Jogja
Tabel 4.  Foto, ciri morfologi, serta kebiasaan jenis-jenis capung yang ditemukan
Tabel 5. Fakta dan konsep yang diperoleh dari hasil penelitian keanegaragaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip – prinsip pembelajaran yang harus dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran sebagai berikut: (a) Respon baru diulang sebagai akibat dari respon sebelumnya,

Masalah penelitian ini bermula dari aktifitas siswa SDI Al-Amanah yang tidak merasa jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelajaran pendidikan akhlak di kelas,

Kemudian berdasarkan referensi lokal yang diterima dari remote reference modul maka akan mengaktifkan method untuk berkomunikasi dengan object pada skeleton

Transaksi antara konsumen dan penyedia jasa tersebut masih rawan gangguan cyber crime dari pihak ketiga, yang berniat mencuri materi secara ilegal dengan membobol data

Hal ini mengindi- kasikan bahwa walaupun konsentrasi protein pada fraksi murni mengalami penurunan, namun kadar pro-teinnya memiliki aktivitas toksin tinggi dibandingkan

Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu analisis perubahan penggunaan lahan dari lahan non perkotaan

Dari beberapa pengertian di atas penulis simpulkan bahwa pelayanan prima adalah pelayanan yang diberikan kepada pengguna barang atau jasa minimal sesuai

Konversi fraksi-fraksi desimal ke biner: kalikan dengan 2 secara berulang sampai fraksi hasil perkalian = 0 (atau sampai jumlah penempatan biner