• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengan-dung protein (8-12%) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-1,5%). Namun kelemahan komoditas ini, ter-utama sorgum yang mempunyai testa atau kulit biji berwarna gelap (coklat), mengan-dung senyawa antigizi yaitu tanin.

Tanin merupakan senyawa polifenolik, dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga menurunkan mutu dan daya cerna protein. Senyawa polifenolik juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan,

ter-utama amilase dan tripsin (Griffiths dan Moseley, 1980; Despandhe dan Salunkhe, 1982). Penurunan aktivitas enzim amilase tersebut akan berdampak pada penurunan daya cerna pati. Thompson et al. (1984) maupun Mueller-Harvey et al. (1986) mem-perkuat hasil penelitian tersebut, bahwa tanin dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein maupun pati sehingga kedua komponen tersebut menjadi lebih sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun kandungan zat gizi, terutama kandungan protein dan karbohidrat sorgum cukup tinggi, namun nilai gizinya relatif rendah karena adanya tanin sebagai antigizi. Keberadaan tanin dapat menurunkan daya cerna pati (karbohidrat) maupun protein, sehingga tingkat absorpsi kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh

Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

SriWidowati1, Rahmawati Nurjanah1 dan Wiwit Amrinola2

1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Alumnus Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Nasi sorgum instan merupakan pangan pokok cepat konsumsi yang diharapkan dapat me-ningkatkan citra sorgum sebagai sumber karbohidrat lokal. Selain sebagai produk pangan yang prak-tis, nasi sorgum instan berpotensi sebagai pangan darurat. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik proses pembuatan nasi sorgum instan dan mengkarakterisasi mutunya. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I, dilaukan praperlakuan penurunan tanin pada biji sorgum yaitu perendaman sorgum sosoh dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam, dilanjutkan ke Metode II. Metode

II, sorgum sosoh direndam selama 2 jam di dalam larutan perendam (Na-Sitrat 1 %, Na2HPO4 0,2%),

rasio sorgum sosoh : perendam = 1 : 3, sushu 30, 40, dan 50ºC. Selanjutnya dilakukan pencucian, penanakan, pembekuan, thawing, dan prngeringan. Hasil penelitian menunjukkan teknologi terpilih adalah metode II, yaitu sorgum disosoh, direndam di dalam larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC

selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24 jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu dikeringkan.

Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g. Waktu rehidrasi berkisar antara 4,1 – 4,4 menit.

(2)

rendah atau tidak sebanding karbohidrat dan protein tersedia di dalam biji sorgum. Meski-pun demikian, dalam jumlah terbatas, tanin bermanfaat bagi tubuh karena bersifat anti-oksidan.

Selain sebagai anti gizi, keberadaan tanin menyebabkan rasa agak pahit (atau “sepet”) pada produk sorgum. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab produk sorgum kurang disukai masyarakat. Upaya mereduksi tanin diharapkan dapat meningkatkan mutu gizi, terutama tingkat absorpsi pati dan pro-tein, serta meningkatkan palatabilitas atau cita rasa produk sorgum. Kendala lain dalam pemanfaatan sorgum adalah penyosohan biji, meskipun telah dikembangkan alat penyosoh sorgum (Lando, et.al.,1995).

Produktivitas sorgum cukup tinggi (2,5-6,0 ton/ha) dan dapat dibudidayakan di se-gala jenis tanah, termasuk di lahan marginal (Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Namun di tingkat petani produktivitas sorgum masih jauh dibawah potensi hasil penelitian, yaitu antara 0,37-1,80 ton/ha (Sirappa, 2003). Kenyataan ini merupakan peluang sekaligus tantangan agar produktivitas sorgum diting-kat petani dapat meningditing-kat hingga setara dengan hasil yang diperoleh pada penelitian. Ketersediaan karbohidrat yang tinggi dalam sorgum dan daya cerna yang telah ditingkatkan sangat memungkinkan sorgum dijadikan sebagai pangan pokok harapan selain beras dan jagung. Penelitian peman-faatan sorgum di Indonesia menjadi aneka produk makanan, seperti mi, roti, aneka cake, cookies dan brem serta makanan tradisional telah banyak dilakukan (Mudjisihono dan Damardjati, 1987; Ginting dan Kusbiantoro, 1995; Widowati, et.al., 1996; Suarni, 2004a). Perubahan mutu protein akibat proses pengo

-lahan juga telah ditelitioleh Mudjisihono, et al.,(1986). Namun, hingga saat hasil-hasil pe-nelitian pemanfaatan sorgum masih belum banyak diadopsi dan diterapkan oleh ma-syarakat. Faktor penyebabnya diduga adalah kesulitan dalam penyosohan dan rendahnya palatabilitas sorgum akibat adanya tanin. Kandungan tanin, mempunyai efek antigizi tetapi juga mempunyai sifat antiokasidan, sehingga dapat menghasilkan produk olahan sorgum sebagai pangan fungsional. Oleh karena itu perlu diteliti agar reduksi tanin dalam sorgum hingga taraf yang palatabi-litasnya dapat diterima konsumen, namun masih mempunyai efek fungsional bagi kese-hatan tubuh.

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memilih pola konsumsi pangan yang bermutu dengan gizi yang seimbang, merupakan momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pangan. Pangan yang beragam menjadi penting meng-ingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi sese-orang. Konsumsi pangan yang beragam, akan saling melengkapi kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan dengan pangan yang lain (Khomsan, 2006).

Pada dua dasa warsa terakhir ini telah terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat, terutama di perkotaan. Saat ini konsumen lebih menyukai produk pangan yang praktis, bersifat instan atau cepat saji (ready to use atau ready to eat) dan memiliki nilai fungsional bagi kesehatan. Adopsi tek-nologi pemanfaatan sorgum masih terbatas karena citra sorgum sebagai komoditas infe-rior, palatabilitas rendah yang merupakan dampak dari kandungan tanin, dan belum tersedia teknologi penyosohan biji sorgum

(3)

yang tepat guna. Untuk mengubah citra sor-gum menjadi komoditas superior, perlu di-kembangkan produk pangan bergengsi dan mengikuti trend pasar, yaitu menjadikannya sebagai produk pangan instan fungsional, diantaranya adalah nasi sorgum instan dengan mengeksplorasi sifat fungsionalnya (misal kandungan serat pangan, antioksidan, dan daya cerna pati).

Berdasarkan prospek seperti diuraikan diatas, maka BB Pascapanen mengembang-kan produk olahan sorgum instan, antara lain nasi sorgum instan yang mudah untuk disajikan (ready to serve). Nasi sorgum instan memiliki kriteria yang sama seperti produk cepat saji lainnya, yaitu cepat dan mudah dalam penyajiannya. Produk tersebut harus dapat disiapkan dalam sungkat (sekitar 5 menit) dengan cara penyajian yang sederha-na. Nasi cepat masak atau nasi instan dituntut harus memiliki karakteristik yang serupa dengan nasi biasa (tanpa proses instanisasi) dalam hal rasa, aroma, dan teksturnya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknologi pembuatan nasi sorgum instan, dan menganalisis mutu fisik, kimia, fungsional dan organoleptik. Nasi sorgum instan dapat dikonsumsi sebagaimana nasi dari beras (padi) dengan waktu penyajiannya sangat singkat dan praktis.

Bahan dan Metode Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada peneli-tian adalah biji sorgum non-waxes varietas G1.1 yang telah di sosoh selama 3 menit. Biji sorgum ini diperoleh dari Univesitas Padja-jaran, Bandung. Bahan lain yang digunakan adalah larutan garam alkali (NaOH 0.3% dan

Na2CO3 0.3%), aquadest, Na-sitrat 1%,

Na2HPO4 0.2%, dan bahan-bahan kimia yang

digunakan untuk analisis yang berasal dari E-Merk atau Sigma Aldrich.

Alat-alat yang digunakan dalam peneli-tian ini terdiri dari alat gelas dan non gelas. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penyosoh sorgum tipe abrasive (Satake) dengan batu gerinda tipe Amril no. 50, pH-meter, chromameter, timbangan anali-tik, kiya hardness meter, alat tanak nasi kon-vensional skala laboratorium, oven, tanur pengabuan, hot plate, water bath, refrigerator, freezer, dan spektrofotometer.

Proses pembuatan nasi sorgum instan

Pemilihan sorgum yang digunakan da-lam pembuatan nasi sorgum instan ini berda-sarkan pada hasil analisis tepung sorgum, dimana sorgum yang dipilih memiliki hasil uji seduh dan waktu rehidrasi yang tercepat. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I adalah proses pembuatan nasi instan yang didahului dengan metode penurunan tanin, sedangkan Metode II lang-sung proses pembuatan nasi instan. Untuk Metode I, penurunan tanin pada biji sorgum dilakukan sesuai metode terpilih dari pene-litian sebelumnya, yaitu perendaman beras sorgum (sorgum sosoh) dalam 0,3% Na2CO3

selama 8 jam (Widowati et al., 2009). Beras sorgum selanjutnya direndam di dalam larutan perendam, yaitu Na-Sitrat 1 %, dan dalam Na2HPO4 0,2% dengan rasio beras

sorgum : perendam = 1:3. Perendaman dila-kukan selama 2 jam pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 30, 40, dan 50ºC. Perendaman bertujuan untuk mendapatkan struktur fisik beras menjadi lebih porous, sehingga proses

(4)

penyerapan air akan lebih cepat pada saat perendaman maupun waktu rehidrasi.

Proses berikutnya yaitu pencucian, untuk membersihkan beras sorgum dari sisa-sisa bahan perendam, kemudian dila-kukan proses penanakan menggunakan rice cooker. Perbandingan air dengan be-ras pada proses penanakan adalah 3 : 1 atau untuk 100 g be-ras maka dibutuhkan air pemasakan 300 ml. Tujuan pemasakan adalah mendapatkan nasi matang yang telah tergelatinisasi sempurna menjadi nasi, dan segera dibekukan di dalam freezer selama 24 jam pada suhu -4ºC, kemu-dian di lakukan proses thawing selama 5-10 menit pada suhu 50ºC. Pembekuan dan proses thawing dengan segera bertujuan agar beras sorgum instan yang dihasilkan tidak menggumpal. Selan-jutnya, nasi sorgum dikeringkan menggu-nakan oven pada suhu 100ºC selama 2 jam hingga bahan menjadi kering dan berbentuk seperti kristal bening dan keras, dengan kadar air nasi instan kering berkisar antara 9-12.5. Nasi sorgum instan siap santap dihasilkan dengan merehidrasi atau me-nyeduh nasi sorgum instan kering meng-gunakan air mendidih di dalam wadah tertutup.

Analisis yang dilakukan terhadap nasi sorgum instan yang dihasilkan meliputi ren-demen, kadar tanin, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat pangan, kadar amilosa, suhu gelatinisasi, pengembangan volume dan penyerapan air. Selain itu, juga dilakukan analisis tingkat penerimaan panelis terhadap nasi sorgum instan melalui uji organoleptik terhadap tek-stur, aroma, rasa, kelunakan, dan tingkat keputihan nasi. Diagram alir pembuatan nasi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 1.

Rancangan Percobaan Nasi Sorgum Instan

Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pembuatan nasi sorgum instan adalah rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan, yaitu jenis bahan perendam dan suhu perendaman. Perlakuan jenis bahan perendam terdiri dari 2 taraf yaitu Na-Sitrat 1 % dan Na2HPO4 0.1 % dan perlakuan suhu

perendaman terdiri dari tiga taraf yaitu 30, Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nasi

sorgum instan Metode I

Perendaman dalam 0,3 % Na2CO3 , 8 jam

Metode II

(Perlakuan proses instanisasi)

Jenis Bahan Perendam : Na-Sitrat 1 %, dan Na2HPO4 0.2 % Proses Thawing Pengeringan Proses Rehidrasi Pembekuan Pemasakan Bertekanan Pencucian SORGUM SOSOH

NASI SORGUM INSTAN SIAP NASI SORGUM INSTAN

(5)

40, dan 50ºC. Model rancangan percobaan pada pembuatan nasi sorgum instan sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + Bj +  ij

Keterangan : Yij = Mutu hasil pengamatan dari faktor konsentrasi sodium polifosfat level ke-i, faktor waktu perendaman level ke-j µ = Nilai tengah populasi (rata-rata

yang sesungguhnya)

Ai = Pengaruh faktor konsentrasi sodium polifosfat level ke-i, Bj = Pengaruh waktu perendaman

level ke-j

 ij = Faktor galat (sisa)

Data hasil pengamatan diolah meng-gunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji beda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Kandungan Tanin Nasi Sorgum Instan

Perlakuan penurunan kandungan ta-nin dilakukan dengan 2 metode yang telah dimodifikasi. Metode I adalah kombinasi an-tara perlakuan penurunan kandungan tanin pada sorgum sosoh (perendaman dengan larutan Na2CO3 selama 8 jam) dengan per-lakuan pembuatan nasi sorgum, sedangkan metode II hanya menggunakan perlakuan pembuatan nasi sorgum instannya saja. Pengaruh jenis bahan perendam yang digu-nakan dan suhu perendamnya terhadap persentase kandungan tanin nasi sorgum instan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2.

Kandungan tanin pada bahan maka-nan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi,

dan penyosohan kulit luar biji. Penurunan kandungan tanin dalam pembuatan nasi sor-gum instan dapat mencapai 93 % (Metode II perlakuan Perendaman dalam Na2HPO4 0.2 %

selama 2 jam pada suhu 30ºC). Hal ini ber-korelasi positif dengan perlakuan penurunan kandungan tanin yang diberikan dan penu-runan kandungan protein. Dimana tanin me-rupakan senyawa fenolik yang larut dalam air. Protein sorgum terdiri dari albumin, glo-bulin, prolamin, dan glutelin. Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air, globulin larut dalam larutan garam, prolamin larut dalam alkohol, dan glutelin larut dalam de-tergen. Proses perendaman dengan larutan garam (natrium) akan menyebabkan tanin yang berikatan dengan protein (terutama albumin dan globulin) menjadi larut. Sedang-kan dengan pemanasan dan perendaman da-lam larutan asam menyebabkan struktur protein menjadi rusak sehingga dapat meru-sak stabilitas tanin yang ada dalam bahan tersebut.

Tanin merupakan polimer dari flavo-noid. Tanin pada bahan pangan ada dalam bentuk tanin yang terkondensasi yang bentuk dasarnya ada dalam bentuk katekin, senyawa

Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %

Gambar 2. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap persentase reduksi tanin

(6)

flavonoid mempunyai ikatan gula yang dise-but sebagai glikosida. Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut aglikon yang ber-ikatan dengan berbagai gula dan sangat mu-dah terhidrolisis atau mumu-dah terlepas dari gugus gulanya. Meskipun tanin tergolong se-nyawa antioksidan, namun jika ada dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai zat anti gizi yang mudah teroksidasi menjadi asan tanat. Dari kedua metode yang digu-nakan tersebut, metode terbaik yang dapat mereduksi kadar tanin lebih tinggi (kadar tanin menjadi lebih rendah) adalah metode 2 (perendaman dengan larutan asam selama 2 jam atau tanpa disertai perendaman dengan larutan 0,3 % Na2CO3, selama 8 jam).

Rendemen Nasi Sorgum Instan

Perendaman dalam larutan kimia menurunkan rendemen dari nasi sorgum instan. Perendaman beras dalam larutan Sodium Sitrat dapat merusak atau mengu-raikan struktur protein beras, sehingga beras menjadi lebih porous dan menyebabkan rendemen dari beras instan menurun.

Perendaman dalam larutan alkali dapat melunakkan jaringan perikap paling luar, sehingga kemungkinan ada bagian-bagian dari beras yang keluar pada saat pemasakan yang ditandai dengan keruhnya air pemasakan. Hal ini yang menyebabkan penurunan dari rendemen beras instan yang dihasilkan. Rendemen nasi sorgum instan berkisar antara 54-59% (Gambar 3).

Densitas Kamba Nasi Sorgum Instan

Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan pangan yang perlu diketahui terutama untuk pengemasan, penyimpanan

dan pengangkutan. Bahan pangan yang mem-punyai densitas kamba kecil membutuhkan tempat yang lebih besar bila dibandingkan dengan bahan yang mempunyai densitas kamba besar. Densitas kamba dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri (g/ml). densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, bentuk dan ukuran bahan. Semakin kecil densitas kamba maka produk tersebut makin porous (Suliantari, 1988).

Bahan dinyatakan kamba jika densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan membutuhkan ruang yang besar. Spesifikasi pemerintah Amerika dalam bidang kemiliteran dan pertahanan menetapkan standar untuk densitas kamba beras pasca tanak yang berkisar antara 0.40 sampai 0.42 g/ml. densitas kamba beras pasca tanak yang lebih rendah dari 0.36 g/ml akan meng-hasilkan produk yang lembek sperti bubur nasi pada waktu rekonstitusi (Carlson et al., 1976).

Perendaman beras dalam larutan sodium sitrat dapat mengganggu dan

meng-Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4

0.2 %

Gambar 3. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap rende-men nasi sorgum instan

(7)

uraikan struktur protein sehingga butiran be-ras menjadi porous. Menurut Hubeis (1984), perendaman beras dalam larutan Na2HPO4 0.2% mengakibat kan struktur fisik beras pascatanak lebih porous, sehingga densitas kamba beras instan yang dihasilkan akan lebih kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan densitas kamba nasi sorgum instan 0,36-0,44 g/ml (Gambar 4).

Derajat Putih (Whiteness)

Warna pada beras dipengaruhi oleh beberapa factor seperti kemampuan menye-rap air, tingkat penggilingan. Air yang ter-serap dapat melarutkan berbagai macam pigmen warna pada beras (Luh et al., 1991) sehingga beras menjadi lebih cerah. Derajat putih (W) diukur dengan menggunakan alat kromameter yang menghasilkan nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan warna nasi instan. Semakin tinggi nilai L menunjukkan warna nasi instan yang semakin cerah. Penurunan derajat putih yang terjadi pada beras pratanak kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi antara asam amino bebas dengan monosakarida selama proses pra-tanak (Gambar 5). Reaksi tersebut kemung-kinan terjadi pada saat pengeringan.

Waktu Rehidrasi

Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat diproses menjadi nasi. Waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit, atau kurang dari 5 menit (Hubeis, 1984). Kunci utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya pori-pori beras sehingga memudahkan rehi-drasi dan diperoleh waktu rehirehi-drasi sesingkat mungkin, maka dilakukan pembekuan de-ngan cepat sebelum nasi dikeringkan.

Perendaman dalam larutan kimia mempengaruhi penyerapan air pemasakan. Perendaman dalam larutan kimia ternyata meningkatkan penyerapan air dan pengem-bangan volume beras instan. Perendaman dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau menguraikan struktur protein beras, sehing-ga beras menjadi lebih porous. Struktur beras yang porous ini akan lebih mudah menyerap air dan mengembang volumenya pada waktu pemasakan. Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4

(pH 5.2) dapat digunakan dalam pembuatan beras instan karena dapat menghasilkan be-ras pascatanak yang memiliki struktur yang lebih porous. Sedangkan penggunaan Na-Gambar 4. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu

perendaman terhadap densitas kamba nasi sorgum instan

Gambar 5. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecerahan (warna) nasi sorgum instan

(8)

sitrat digunakan pada pembuatan dry soup untuk mengurangi waktu rehidrasi.

Jenis bahan perendam dan suhu pe-rendaman berpengaruh terhadap kecepatan waktu rehidrasi dari beras sorgum instan yang dihasilkan (Gambar 6). Semakin tinggi suhu perendaman beras sorgum, akan me-nyebabkan semakin tinggi kadar air bahan, sehingga semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan. Bentuk nasi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 7, dan nasi instan setelah direhidrasi disajikan pada Gambar 8.

Selain perlakuan kimia, pengeringan juga merupakan tahapan kritis dalam pem-buatan nasi instan. Mutu nasi instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh metode penge-ringan yang tepat. Beberapa kerugian seperti penyimpangan bentuk, kerusakan dan hasil yang tidak bagus pada saat rehidrasi merupa-kan salah satu dampak prosedur pengeringan yang tidak tepat. Semakin cepat produk dike-ringkan, semakin bagus kualitas proses rehidrasi. Proses pengeringan akan mengha-silkan struktur porous yang akan memudah-kan air untuk meresap ke dalam beras pada waktu rehidrasi.

Gambar 6. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecepatan waktu rehidrasi nasi sorgum instan

Gambar 7. Nasi sorgum instan yang dihasilkan dari dua jenis bahan perendam (Na-Sitrat dan Na2HPO4)

Gambar 8. Nasi sorgum instan siap santap (setelah rehidrasi) yang dihasilkan dari dua je-nis bahan perendam yang berbeda

Na2HPO4

Na

2

HPO

4

Na-Sitrat

Na-Sitrat

(9)

Pada proses rehidrasi terjadi proses penyerapan air oleh butiran beras instan. Penyerapan air dan pengembangan volume berbeda-beda untuk setiap varietas. Kedua faktor ini juga menentukan kualitas dari nasi yang ditanak dan kepulenan nasinya. Waktu rehidrasi yang terlalu cepat dapat mengu-rangi karakteristik tekstur dan daya gigitnya. Laju rehidrasi beras tergantung pada kan-dungan air akhir. Nasi yang dikeringkan dengan kadar air yang sangat rendah dapat mengakibatkan nasi patah-patah, mungkin pecah dan mengakibatkan bubuk-bubuk ha-lus pada produk akhir.

Komposisi kimia

Nasi sorgum instan yang dihasilkan dari dua jenis bahan perendam (Na-Sitrat dan Na-fosfat) dan tiga tingkat suhu perendaman (30, 40, 50ºC) menunjukkan variasi

kom-posisi kimia yang relatif kecil. Kadar karbohidrat (88,07-89,50%), protein (9,31-10,84%), pati (79,88%) dan amilosa (29,72-33,27%) masing-masing tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05).Sedangkan kadar lemak (0,62-1,05 %) dan abu (0,17-0,31%) berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05) (Tabel 1).

Energi

Nasi sorgum instan terpilih yaitu formula B30, berdasarkan kadar taninnya terendah (tereduksi hingga 86,55%). Produk tersebut memiliki kadar protein 9,31%,

lemak 0,88%, dan karbohidrat 89,50%. Berdasarkan kandungan ketiga komponen gizi tersebut, energi nasi sorgum instan per 100 gram dapat dihitung, yaitu 4 kkal x (9,31 + 89,5) + 9 kkal x 0,88 = 403 kkal/100g. Tabel 1. Komposisi proksimat nasi sorgum instan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Kode Karbohidrat (% bk) Protein (% bk) Lemak (% bk) Abu (% bk) Air (% bb) Pati (% bk) Amilosa (% bk) A30 88.07 a 10.71 a 0.96 ab 0.26 ab 8.67 79.88 a 32.22 a B30 89.50 a 9.31 a 0.88 ab 0.31 b 8.27 78.97 a 33.27 a A40 88.47 a 10.69 a 0.65 a 0.19 a 8.31 81.64 a 29.72 a B40 89.27 a 9.93 a 0.62 a 0.17 a 8.72 79.57 a 32.02 a A50 88.31 a 10.84 a 0.67 ab 0.19 a 7.76 79.98 a 31.91 a B50 88.61 a 10.13 a 1.05 b 0.20 ab 8.78 80.13 a 33.03 a

(10)

Sifat Fungsional

Nasi sorgum instan memiliki kadar serat pangan total berkisar antara 7,82-9,74% dan berbeda nyata antar perlakuan. Produk makanan dapat dikatakan sebagai sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Dengan demikian produk nasi sorgum instan ini dapat diklaim sebagai sumber serat pangan, bahkan produk nasi sorgum instan mengan-dung serat pangan lebih dari 6 gram/100 gram (Tabel 2). Nasi sorgum instan terpilih, yaitu perlakuan B30 memiliki kandungan serat pangan sebesar 8,80%, daya cerna pati 61.64% dan daya cerna protein 73.93%.

Sifat Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap nasi sorgum instan yang telah direhidrasi. Atribut mutu yang diuji meliputi tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan peneri-maan umum. Uji organoleptik hedonik dilakukan dengan skala 1 (sangat suka)

sampai 7 (sangat tidak suka), menggunakan 20 orang panelis.

Kisaran nilai yang diperoleh pada uji organoleptik terhadap tekstur adalah 3.00 (agak suka) sampai 4.20 (netral), warna 2.40 (suka) sampai 4.05 (netral), rasa 3.00 (agak suka) sampai 3.60 (netral), aroma 2.80 (agak suka) sampai 3.05 (agak suka), kepulenan 3.60 (netral) sampai 4.50 (netral), dan pene-rimaan umum 3.10 (agak suka) - 3.70 (netral). Hasil analisis organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3.

Uji organoleptik dilakukan terhadap nasi instan yang telah direhidrasi. Uji organo-leptik dilakukan dengan menggunakan uji

he-donic dengan skala 1 sampai 7 (skala 1 sangat suka dan skala 7 sangat tidak suka) dengan metode pembobotan (Meilgaard et al., 1999). Hasil uji sidik ragam pada uji organoleptik menunjukkan hasil bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan secara umum tidak berbeda nyata. Sedangkan dari segi warna, produk yang menggunakan Tabel 2. Kadar serat pangan, daya cerna pati dan daya cerna protein nasi sorgum instan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Perlakuan Serat Pangan

(%bk) Daya Cerna Pati (%bb) Daya Cerna Protein (%bb)

A30 9.74 c 63.92 d 76.27 c B30 8.80 b 61.64 bc 73.93 ab A40 8.94 b 59.43 a 74.72 bc B40 7.82 a 59.84 ab 72.49 a A50 8.63 b 60.84 abc 74.22 ab B50 8.13 ab 62.46 cd ab

(11)

larutan Na2HPO4 lebih disukai dibanding

dengan produk yang diproses menggunakan larutan Na-sitrat.

Hasil uji sidik ragam dan hasil uji wilayah Duncan pada taraf 5 % menunjukkan bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan umum nasi sorgum instan yang telah direhidrasi tidak berbeda antara perla-kuan. Parameter yang menunjukkan perbe-daan nyata pada sidik ragam dan uji wilayah Duncan 5 % adalah parameter tekstur dan warna.

Kepulenan merupakan salah satu atri-but mutu indrawi nasi yang mempunyai arti beragam dan sulit diinterpretasikan secara sederhana. Kepulenan merupakan gabungan antara kelekatan dan kekerasan atau keluna-kan nasi yang dihasilkeluna-kan dan juga respon enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip secara organoleptik. Penilaian kepulenan nasi umumnya didasarkan atas parameter keleng-ketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi. penilaian kepulenan nasi dengan pendekatan

tekstur dapat dilakukan dengan cara dicicip dan pijat (Hubeis, 1985). Kepulenan nasi secara dicicip didasarkan pada tekstur nasi yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat, nasi dikatakan pulen bila lekat diantara kedua jari dan pera bila tidak melekat dian-tara kedua jari (Hubeis, 1985).

Kekerasan nasi mempunyai korelasi negatif dengan nilai rasa dan kepulenan, se-baliknya kelengketan nasi mempunyai kore-lasi positif. Aroma nasi tidak punya korekore-lasi yang nyata dengan tekstur nasi kecuali den-gan nilai rasa, sehingga nilai rasa nasi diten-tukan oleh dua faktor utama yaitu tekstur (kekerasan/kelengketan) dan aromanya yang bebas satu sama lain. Mutu rasa nasi biasanya merupakan produk dari tekstur. Tekstur pada makanan bersama-sama dengan penampa-kan, flavor dan bau menentukan tingkat pene-rimaan konsumen. Tekstur merupakan penen -tu terbesar mutu rasa. Tekstur nasi telah dibuktikan berkorelasi dengan kandungan protein dan amilosa (Juliano et al., 1971). Tabel 3. Hasil analisis organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan

penerimaan umum nasi sorgum instan yang dihasilkan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Skor: 1=sangat suka, 2 =suka, 3 =agak suka, 4 =netral,

5 =agak tidak suka, 6 = tidak suka, 7 = sangat tidak suka Kode

sampel Tekstur Warna Rasa Aroma Kepulenan Penerimaan umum A30 3.85 ab 4.05 c 3.15 a 2.85 a 3.85 a 3.25 a B30 3.45 ab 2.40 a 3.00 a 3.05 a 4.35 a 3.25 a A40 4.20 b 3.75 bc 3.55 a 2.90 a 4.40 a 3.70 a B40 3.75 ab 3.10 ab 3.45 a 2.80 a 3.95 a 3.15 a A50 3.50 b 3.25 bc 3.15 a 2.95 a 4.50 a 3.40 a B50 3.00 a 2.40 a 3.60 a 2.90 a 3.60 a 3.10 a

(12)

Kekerasan nasi mungkin disebabkan oleh retrogradasi amilosa setelah dingin. Retro-gradasi berimplikasi keluarnya sejumlah cairan, peningkatan ikatan pati dan pemben-tukan kristalin. Pengaruh lemak terhadap kekerasan nasi nasi kemungkinan disebabkan adanya fraksi starch lipid yaitu kompleks amilosa dengan lipid (terutama asam lemak dan lipofosfatida). Dilaporkan bahwa starch lipid merupakan faktor penting pada tekstur nasi. Keberadaan monogliserida pada beras dapat menambah kepulenan nasi. Hidrolisis dari lemak kemungkinan merupakan fraksi asam lemak dari starch lipid. Interaksi nilai masing-masing atribut sensori dari nasi sorgum instan diilusterasikan pada Gambar 9.

Serat kasar pada beras dapat menurun-kan tingkat kepulenan, karena keberadaan serat kasar pada dinding sel diduga meng-hambat pemasakan nasi, sehingga nasi yang dihasilkan kurang pulen. Kepulenan merupa-kan gabungan kelekatan, kelunamerupa-kan, kekera-san, dan sifat remah nasi. Kadar amilosa dan amilopektin diduga berpengaruh terhadap rasa dan warna nasi. Selain itu, suhu awal gelatinisasi juga berpengaruh terhadap war-na war-nasi. Beras yang mempunyai kadar

ami-losa tinggi mempunyai warna lebih cerah atau putih. Amilopektin bila tergelatinisasi sempurna memberikan warna yang trans-paran dan kusam sehingga kurang disukai. Kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap rasa nasi.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa jenis bahan perendam memiliki kore-lasi dengan penerimaan terhadap nasi sor-gum instan baik dari atribut tekstur, warna, aroma, rasa, aroma, dan kepulenan dari nasi yang dihasilkan. Perendaman dengan meng-gunakan larutan sodium fosfat memberikan tekstur yang lebih disukai dan warna yang lebih cerah dibanding dengan perendaman dalam larutan sodium sitrat. Namun dari segi rasa, aroma, dan kepulenan tidak menunjuk-kan adanya perbedaan yang nyata. Pemberian garam natrium mengakibatkan struktur fisik beras pasca tanak menjadi lebih porous, sehingga proses penyerapan air akan lebih cepat pada waktu perendaman maupun pada waktu rehidrasi. Penambahan phospat seba-gai senyawa yang mengion pada produk yang berasal dari pati dapat mengakibatkan gra-nula pati tersebut tahan terhadap retrogra-dasi selama pendinginan dan peningkatan suhu setelah pendinginan. Produk ini akan memiliki derajat putih yang tinggi, kapasitas pengikatan air yang tinggi dan tidak dapat membentuk gel.

Kesimpulan

Teknologi terpilih dalam pembuatan nasi sorgum instan yaitu : biji sorgum disosoh (DS 100%), direndam di dalam larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC

selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24

Gambar 9. Interaksi nilai masing-masing atribut sensori nasi sorgum instan

(13)

jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu

dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbo-hidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g.

Daftar Pustaka

AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer and Sil-jestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric Food Chem 31: 476-482.

Carlson, R.A., R.L. Robert and D.F. Farkas. 1976. Preparation of Quick Cooking Rice Production Using a Centrifugal Fluidizied Bed. J Fd Sci 41:303-310. Deshpande, S.S. and D.K. Salunke. 1982.

Inter-actions of Tannin Acid and Catechin with Legume Starches. J Food Sci 47:2080-2081.

Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Peng-gunaan Tepung Sorgum Komposit seba-gai Bahan Dasar dalam Pengolahan Kue Basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pe-ngembangan Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai Penelitian Kacang-ka-cangan dan Umbi-umbian (4):256-263. Griffiths, D.W. and G. Moseley. 1980. The Ef-fect of Diets Containing Field Beans of High or Low Polyphenolic Content on The Activity of Digestive Enzymes in The Intestines Of Rats. J Sci Food Agric 31:255-259.

Hubeis, M. 1984. Pengembangan Metode Uji Kepulenan Nasi. Tesis, Pascasarjana IPB, Bogor.

Khomsan A. 2006. Beras dan diversifikasi pangan. Kompas. http://kompas.com/

ko m pa s c e t a k/ 0 6 1 2/ 2 1 / o pi ni / -3190395.htm [09 Feb 2008]

Lando, T., M. Yamin, Suarni dan B. Prastowo. 1995. Perancangan dan Pembuatan Penyosoh Sorgum. Lap. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balit. Jagung dan Serealia Lain. Hal: 56-76.

Luh, B.S., R.L. Robert and C.F. Li. 1980. Quick Cooking Rice. Di dalam Luh, B.S. (Ed). Rice Production and Utilization. AVI Publ. Comp. Inc. Westport. Connecticus. Meilgaard, M., G.C. Civille and B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke-3. Boca Raton: CRC Press.

Mudjisihino, R., S. Widowati, D.S. Damardjati dan N. Widaningsih. 1986. Pengaruh Bentuk Olahan terhadap Mutu Protein Biji Sorghum (Sorghum vulgare). Med Penelitian Sukamandi. 1986 : 30-34. Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987.

Prospek Kegunaan Sorgum sebagai Sumber Pangan dan Pakan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perta-nian VI(I):1-5.

Mudjisihono, R. 2008. Inovasi Teknologi Pengolahan Sorgum sebagai Bahan Pa-ngan Alternatif. Bahan Pra Orasi Prof. Riset. Badan Litbang Pertanian.

Mueller-Harvey, I., A.B. McAllan, M.K. Theodo-rou and D.E. Beever. 1986. Phe nolics in Fibrous Crop Residues and Plants and Their Effects on The Digestion and Utilization of Carbohydrates and Pro-teins in Ruminants. FAO Corporate Do-cument Repository. http://www.fao.-org/ Wairdocs/ILRI/x459E/ x5495e07 Puslitbangtan. 1993. Deskripsi Varietas

Unggul Padi dan Palawija. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4):133-140.

(14)

Suarni. 2004a. Evaluasi Sifat Fisik dan Kan-dungan Kimia Biji Sorgum setelah Pe-nyosohan. Jurnal Stigma XII (1): 88-91. Suarni. 2004b. Pemanfaatan Tepung Sorgum

untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4):145-151.

Thompson, L.U., J.H. Yoon, D.J.A. Jenkins, T.M.S. Wolever and A.L. Jenkins. 1984. Relationship between Polyphenol Intake and Blood Glucose Response of Normal and Diabetic Individuals. Am J Clin Nutr 39:745-751.

Widowati, S., D.S. Damardjati dan Y. Marsudi-yanto.1996. Pemanfaatan Sorgum seba-gai Bahan Baku Industri Brem Padat. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroin-dustri. Balitkabi.

Widowati, S., B.A.S. Santosa, H. Herawati, S. Lubis dan Rahmawati. 2009. Peningka-tan Mutu Penyosohan (80%) dengan Kandungan Tanin Turun Hingga 1% Dalam Tepung Sorgum dan Pengem-bangan Produk Sorgum Instan. Laporan Hasil Penelitian. BB Pascapanen 2009.

Gambar

Gambar  3.  Pengaruh  jenis  bahan  perendam  dan  suhu  perendaman  terhadap   rende-men nasi sorgum instan
Gambar  5.  Pengaruh  jenis  bahan  perendam  dan  suhu  perendaman  terhadap  kecerahan  (warna)  nasi sorgum instan
Gambar  7.  Nasi  sorgum  instan  yang  dihasilkan  dari  dua  jenis  bahan  perendam   (Na-Sitrat dan Na2HPO4)
Tabel 1. Komposisi proksimat nasi sorgum instan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan Nasi Tiruan Instan Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas poiret) Sebagai Bentuk Diversifikasi Pangan.. D3

Teknologi yang dicoba dalam penelitian ini adalah teknologi inovatif pembuatan produk pangan berupa nasi singkong instan berbasis fermented cassava flour dengan penambahan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan sensoris nasi jagung instan yang dihasilkan dari menir jagung instan yang pada proses

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur mentimun dengan bubur brokoli dan persentase gum arab terhadap organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan skor tekstur

Berdasarkan uji organoleptik (sensori) masing-masing hasil uji organoleptik pada penilaian aspek warna, aroma, rasa dan tekstur didapatkan produk rice paper dengan penambahan

Pada Gambar 1, hasil pengujian organoleptik terhadap warna nasi kebuli pada kedua sampel menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna produk pengembangan

Berdasarkan hasil penelitian bubur instan tersubtitusi pisang tongka langit 60%:40% menunjukkan rasa, warna, aroma, tekstur dan tingkat penerimaan secara keseluruhan

Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap nilai organoleptik tekstur mie instan Pengaruh interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap nilai