7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik terpadu dapat juga disebut dengan pembelajaran tematik terintegrasi. Dalam istilah asing, pembelajaran tematik terpadu disebut dengan Integrated Thematic Instruction (ITI). Penggunaan pendekatan pembelajaran tematik integratif untuk tingkat SD/MI diterapkan dari kelas I sampai kelas VI. Menurut Puspita (2016: 886), pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.
Fogarty dalam Ain dan Kurniawati (2013: 316) menyatakan bahwa pembelajaran tematik adalah suatu model terapan pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan yang terikat oleh tema. Sejalan dengan Fogarty, Sukini (2012: 61) mengatakan pembelajaran tematik terpadu merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Artinya, dalam pembelajaran tematik, dalam satu kali pertemuan siswa akan mempelajari beberapa materi yang diintegrasikan dalam sebuah tema pembelajaran. Selain itu, melalui pembelajaran tematik ini siswa akan menerima materi yang lebih bermakna. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran bermakna yang meliputi beberapa mata pelajaran yang diintergrasikan oleh suatu tema tertentu. Tanpa dirasa, siswa akan mempelajari semua atau sebagian muatan mata pelajaran dalam setiap pembelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 hal, yaitu: (1) integrasi sikap, kemampuan/keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan (2) pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan (Farisi, 2013: 150).
2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu
Untuk melengkapi pengetahuan tentang pembelajaran tematik, akan lebih baik jika kita juga mengetahui tentang tujuan pembelajaran tematik. Menurut Armadi (2017: 63), tujuan pembelajaran terpadu adalah:
1. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna.
2. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah dan memanfaatkan informasi.
3. Menumbuh kembangkan sifat positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan.
4. Menumbuh kembangkan keterampilan sosial secara kerja sama, toleransi, serta menghargai pendapat orang lain.
5. Meningkatkan minat dalam belajar.
6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa.
Dari sumber di atas dapat dilihat bahwa selain bertujuan memberikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, pembelajaran tematik juga bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, sikap, bahkan keterampilan dalam kehidupan sosial. Dengan berpatokan pada beberapa aspek tersebut, materi yang diterima siswa akan lebih bermakna. Hal tersebut dikarenakan, pembelajaran tematik tidak hanya mengembangkan aspek pengetahuan siswa, namun juga mengembangkan keterampilan, sikap, bahkan keterampilan dalam kehidupan sosial.
2.1.1.2 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Depdikbud dalam Armadi (2017: 61) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik, yaitu holistik, bermakna, otentik dan aktif. Lebih rinci lagi, karakteristik tersebut dapat dilihat seperti berikut:
1) Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak urut dari sudut pandang yang berkotak-kotak. Peserta didik dapat memahami suatu fenomena dari segala sisi, sehingga membuat
siswa menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi kejadian yang ada di depan mereka,
2) Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitan dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep-konsep yang dipelajari. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah yang muncul di dalam kehidupannya.
3) Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa dapat memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh siswa sifatnya menjadi otentik.
4) Aktif
Menekankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional untuk mencapai hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar.
2.1.2 Pembelajaran Matematika
Istilah Matematika berasal dari bahasa latin yakni “manthanein” atau “mathema” yang maknanya adalah belajar atau hal yang dipelajari, selain itu dalam bahasa Belanda Matematika disebut “wiskunde” yang berarti ilmu pasti. Subarinah (2006) mengemukakan “matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya”.
Sebelum mengkaji tentang pembelajaran matematika, akan lebih lengkap jika kita megkaji terlebih dahulu tentang apa yang dinamakan pembelajaran. Usman dalam Tiya (2013: 178) mengatakan bahwa pengertian proses belajar mengajar
merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berinteraksi (interdependent) dalam mencapai tujuan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mendefinisikan bahwa pembelajaran matematika merupakan sebuah interaksi yang mempunyai tujuan mempelajari sesuatu yang abstrak dimana di dalamnya terdapat pola hubungan.
2.1.2.1 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Susanto (2013: 189) menyebutkan dua tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Secara umum, tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika.
Kemudian, lebih spesifik lagi tujuan pembelajaran matematika yang dijelaskan oleh Depdiknas dalam (Susanto, 2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, tentunya seorang guru harus memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mencapai semua tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar. 2.1.3 Teams Games Tournament
2.1.3.1 Pengertian Teams Games Tournament
Teams Games Tournament merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin tahun 1995 untuk membantu siswa mereview dan menguasai materi pelajaran (Huda, 2013: 197). Tiya (2013: 180) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Senada dengan Tiya, Shohimin dalam Hidayati (2016: 694) mengemukakan bahwa Teams Games Tournament adalah salah satu tipe model pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan me-ngandung unsur permainan. Selain itu, Utami dan Harini (2014: 191) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Teams Games Tournament merupakan model pembelajaran yang menerapkan permainan dalam pelaksanaan pembelajarannya.
Menurut penulis, model pembelajaran Teams Games Tournament mampu menghadirkan suasana baru dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya games atau tournament diharapkan siswa yang masih pasif dapat menjadi aktif dan siswa yang sudah aktif menjadi semakin aktif. Model ini mampu membuat siswa bersaing secara sehat dengan cara berlomba-lomba memperoleh skor tertinggi antar kelompok. Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu model pembelajaran yang menggunakan tournament akademik dan sistem skor kemajuan, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain.
2.1.3.2 Keunggulan dan Kelemahan Teams Games Tournament
Mencermati model pembelajaran tipe TGT, menurut De Vries dan Slavin dalam Alkrismanto (2004: 18) yang dikutip oleh Tiya (2013: 181) mengemukakan bahwa, kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Teams Games Tournament, antara lain:
1. Melatih siswa mengungkap atau menyampaikan gagasan / idenya. 2. Melatih siswa untuk menghargai pendapat atau gagasan orang lain. 3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.
4. Melatih siswa untuk mampu mengaktualisasikan dan mengoptimalkan potensi dirinya menghadapi perubahan yang terjadi.
5. Melatih siswa untuk mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil guna dan berdaya guna, kreatif dan bertanggung jawab.
Model pembelajaran Teams Games Tournament dapat melatih siswa menyampaikan pendapatnya juga mengajarkan menghargai pendapat dari siswa
lain. Selain itu, dalam belajar berkelompok siswa juga diajarkan bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk mengaktualisasikan dan mengoptimalkan potensi dirinya. Jika benar-benar diterapkan dengan cara yang benar, model ini juga mampu meningkatkan potensi individu dari segi daya guna, kreativitas, maupun rasa tanggung jawab sosial. Sementara itu, kekurangan model pembelajaran Teams Games Tournament adalah sebagai berikut:
1. Kadang hanya beberapa siswa yang aktif dalam kelompoknya.
2. Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung untuk diatur keanggotaan kelompok.
3. Membutuhkan banyak waktu.
Kekurangan model pembelajaran Teams Games Tournament hanya bersifat teknis. Untuk mengatasi kendala yang tergolong kategori teknis, guru dapat mengatur tempat duduk siswa menjadi sedemikian rupa sebelum pelajaran dimulai agar tidak membutuhkan banyak waktu dalam persiapannya.
2.1.3.3 Sintak Operasional Teams Games Tournament
Menurut Rusmawati dkk (2013: 4) sintaks dalam pembelajaran Teams Games Tournament adalah pembentukan kelompok, pemberian materi yang dapat dilaksanakan melalui presentasi kelas, diskusi kelompok dengan bantuan lembar kerja siswa yang mendukung kegiatan turnamen, belajar kelompok untuk mendiskusikan lembar kerja siswa yang sudah dibagikan, dan kegiatan yang terpenting adalah turnamen yang dapat dilaksanakan setiap bulan atau setiap akhir dari kompetensi dasar.
Berdasarkan sumber di atas, maka penulis mensistematiskan sintak model pembelajaran tipe Teams Games Tournament sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok;
2. Pemberian materi yang dapat dilaksanakan melalui presentasi kelas;
3. Diskusi kelompok dengan bantuan lembar kerja siswa yang mendukung kegiatan turnamen;
4. Belajar kelompok untuk mendiskusikan lembar kerja siswa yang sudah dibagikan; dan
5. Kegiatan yang terpenting adalah turnamen yang dapat dilaksanakan setiap bulan atau setiap akhir dari kompetensi dasar.
2.1.4 Minat Belajar
2.1.4.1 Pengertian Minat Belajar
Walgito dalam Utami dan Harini (2014: 192) mendefinisikan minat sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki perhatian yang besar terhadap suatu objek yang disertai dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari hingga akhirnya membuktikan lebih lanjut tentang objek tersebut. Sementara itu, Sukardi dalam Susanto (2013: 57) mengartikan minat sebagai suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan akan sesuatu. Sedangkan Susanto (2013: 58) mendefinisikan minat sebagai dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif yang menyebabkan dipilihnya suatu objek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan, dan lama-kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Senada dengan Sukardi dan Susanto, Purwanto dalam Rusmiati (2017: 23) juga mengatakan bahwa minat merupakan landasan penting bagi seseorang untuk melakukan kegiatan dengan baik yaitu dorongan seseorang untuk berbuat.
Menurut penulis, minat ataupun dorongan yang ada pada diri siswa tidak semata-mata dapat timbul secara tiba-tiba atau spontan. Minat dapat ditumbuhkan melalui kebiasaan, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kesadaran akan kebutuhan dan keinginan. Berdasarkan beberapa sumber di atas, penulis mendefinisikan minat sebagai suatu dorongan yang ada dalam diri siswa baik itu berupa perhatian, kesukaan, kegemaran, maupun keinginan yang dapat menimbulkan ketertarikan mempelajari hingga akhirnya membuktikan lebih lanjut tentang objek tersebut. 2.1.4.2 Indikator Minat Belajar
Menurut Susanto (2013: 59) minat seorang anak didik dapat diukur dengan cara bertanya. Adapun pertanyaan tersebut berkaitan dengan:
1. Apakah Ia mempelajari itu; 2. Apa yang disukai; atau 3. Apa yang tidak disukainya.
Slameto dalam Wahyudi (2013: 4), suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal yang lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.
Dari beberapa teori mengenai minat belajar di atas, dapat dicermati bahwa minat dapat diukur dengan cara “menanyakan”. Selain itu, minat belajar sangat erat dengan sesuatu yang disukai oleh siswa, yaitu belajar. Apabila anak didik mempunyai minat yang tinggi, maka dengan sendirinya anak tersebut akan mempelajari suatu materi pelajaran tanpa adanya paksaan. Berbeda dengan Susanto, Slameto mengungkapkan bahwa minat dapat dimanifestasikan atau diwujudkan dalam suatu aktivitas. Artinya, minat juga dapat diamati melalui suatu kegiatan yang dinamakan observasi. Namun demikian, dalam penelitian ini pengukuran minat akan dilakukan dengan menanyakan dimana setiap pertanyaan akan berpatokan kepada setiap indikator minat belajar yang telah diuraikan. 2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Secara umum, hasil belajar merupakan suatu pencapaian yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Lebih spesifik lagi, Susanto (2013: 5) menuliskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sementara itu, Oemar Hamalik dalam Utami dan Harini (2014: 192) mengemukakan bahwa hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat pembelajaran tingkah laku siswa. Adapun Ahmadi dalam Rusmiati (2017: 24) mengemukakan pendapatnya terkait hasil belajar yang didefinisikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dilihat bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan pemahaman materi pembelajaran. Namun penulis berpendapat bahwa, hasil belajar merupakan suatu pencapaian. Sebab, makna pencapaian lebih luas jika dibandingkan dengan perubahan. Jika anak berhasil mencapai, pastinya anak didik tersebut juga mengalami perubahan. Selain itu,
kata-kata pencapaian selalu identik dengan sesuatu yang ada di atas. Jika kita hanya memakai kata perubahan, maknanya bisa menjadi multitafsir. Perubahan bisa saja diartikan anak tersebut bisa lebih paham terhadap materi yang diajarkan atau sebaliknya anak didik menjadi semakin tidak paham. Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa, hasil belajar merupakan suatu pencapaian pada diri siswa baik itu yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik setelah menerima pembelajaran.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam mencapai hasil belajar yang memuaskan, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak mendapat hasil belajar yang baik atau sebaliknya. Menurut Wasliman dalam Susanto (2013: 12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Lebih rinci lagi, Susanto (2013: 12) menerangkan bahwa faktor internal berasal dari dalam diri siswa. Faktor tersebut diantaranya: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Adapun faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar peserta didik. Faktor eksternal diantaranya: keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dari sumber di atas, penulis akan mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik sebagai berikut:
1. Faktor Internal a. Kecerdasan
Kecerdasan, hal ini berhubungan dengan cepat lambatnya siswa menyerap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan cepat menyerap materi yang diberikan oleh guru bahkan dapat memberikan umpan balik kepada guru. Maka tidak heran jika ada jika ada anak yang mempunyai tingkat kecerdasan diatas rata-rata mampu beradaptasi dengan cepat terhadap suatu materi pelajaran maupun lingkungan belajar. Sebaliknya, jika siswa tidak cerdas akan lebih cenderung pasif dan hanya mengikuti alur pembelajaran tanpa memahami apa yang disampaikan oleh guru. Kecerdasan setiap siswa berbeda-beda.
Hal tersebut merupakan tantangan sekaligus tanggungjawab bagi guru guna membelajarkan materi terhadap anak yang mempunyai tingkat kecerdasan berbeda-beda.
b. Minat dan Perhatian
Minat merupakan suatu kecenderungan atau keinginan siswa terhadap sesuatu. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi untuk belajar akan belajar dengan serius, baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa yang mempunyai minat belajar yang tinggi akan memberikan perhatian pada dirinya sendiri untuk mengatur waktu belajarnya. Perhatian yang cukup tinggi terhadap belajar akan memungkinkan siswa belajar lebih giat, sehingga hasil belajar yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan dorongan yang muncul pada diri siswa untuk mempelajari bahan ajar. Siswa yang menyukai pelajaran tertentu dan kurang menyukai pelajaran yang lain merupakan siswa yang tidak dapat mendorong dirinya sendiri untuk terus belajar. Siswa dengan motivasi tinggi akan menyukai semua materi pelajaran dan akan terus mempelajarinya, sehingga prestasi yang dicapai lebih baik.
d. Ketekunan
Ketekunan dalam belajar sangatlah penting bagi siswa. Selama ini, para siswa beranggapan bahwa salah satunya tempat belajar adalah di sekolah. Siswa yang malas untuk belajar bisa saja disebabkan karena siswa itu sendiri belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk kehidupannya di masa yang akan mendatang. Ketekunan belajar tinggi yang disertakan rasa tanggung jawab yang besar tentunya akan sangat berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang diraihnya.
e. Sikap
Berbicara tentang sikap, tidak akan lepas dari kepribadian siswa itu sendiri. Siswa yang mampu bersikap benar dalam hal menghargai waktu untuk belajar tidak akan pernah menyianyiakan waktunya. Selain itu, sikap
siswa dalam pembelajaran juga sangat penting. Siswa yang mempunyai sikap ramah, antusias, semangat, rajin, serta disiplin akan membuat guru lebih dalam memberikan nilai dari ranah afektif (sikap).
f. Kebiasaan Belajar
Kebiasaan belajar juga dapat diartikan dengan cara belajar. Cara belajar yang digunakan siswa juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Artinya, cara belajar yang digunakan siswa harus tepat, misalnya dengan cara memahami materi bukan menghafal, merangkum materi pelajaran dengan mencatat poin-poin penting mengenai materi pelajaran. Selain itu, siswa yang dengan cara belajar secara terus menerus dan memaksa otak untuk berpikir juga akan berdampak pada hasil belajar. Otak yang kelelahan akan kurang maksimal apabila digunakan untuk berpikir maupun memahami materi pelajaran.
g. Kondisi Fisik dan Kesehatan.
Siswa yang tidak sehat atau sedang sakit pada saat mengikuti proses pembelajaran akan cepat mengalami kelelahan, sehingga siswa tidak akan maksimal dalam memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini akan berdampak pada penurunan hasil belajar, karena siswa yang sedang sakit akan cenderung mengantuk dan tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi semua siswa untuk menjaga kesehatan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan.
2. Faktor Eksternal a. Keluarga
Selain menerima pendidikan secara formal di sekolah, siswa juga mendapat pendidikan secara non formal dalam keluarga yang dalam hal ini adalah peran dari orang tua siswa. Orang tua yang kurang memperhatikan anaknya akan mempengaruhi hasil belajar. Sebagai contoh ada orang tua yang hanya mementingkan pekerjaan atau karir tanpa memperhatikan keadaan psikis anaknya.
Kualitas pengajaran dan kemampuan belajar siswa di sekolah juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila kualitas pengajaran dan kemampuan belajar siswa di sekolah tinggi maka hasil belajar yang didapat juga tinggi. Selain itu, pergaulan dengan di lingkungan sekolah juga merupakan salah satu faktor. Apabila siswa tidak pintar dalam bergaul di lingkungan sekolah, dikhawatirkan akan mengakibatkan siswa ikut terjerumus ke dalam pergaulan yang sifatnya negatif.
c. Masyarakat
Pergaulan siswa dengan lingkungan sekitar juga merupakan pengaruh besar karena tidak semua lingkungan masyarakat dapat memberikan dampak positif bagi anak pada saat menjalankan peran sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri.
2.1.5.3 Pengukuran Hasil Belajar
Keberhasilan siswa dalam belajar dapat diketahui melalui pengukuran hasil belajar siswa itu sendiri. Adapun Kunandar (2013: 11) mengatakan bahwa jika hasil belajar (nilai) yang diperoleh peserta didik melampaui KKM berarti peserta didik tersebut telah tuntas dalam menguasai kompetensi yang telah ditentukan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Djamarah dan Zain (2014: 106) yang berpendapat bahwa proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil apabila daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. Artinya, jika hasil belajar yang diperoleh peserta didik masih di bawah KKM berarti peserta didik tersebut belum tuntas dalam menguasai kompetensi yang telah ditentukan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Utami Saras P dan Harini Esti (2014) meneliti tentang Meningkatkan Minat Belajar Matematika Melalui Teams Games Tournament siswa kelas III MI Muhammadiyah Ngadipuro I Dukun Magelang. Hasil penelitian terdahulu ini membuktikan bahwa implementasi model pembelajaran tipe Teams Games Tournament dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari skor minat belajar yang diperoleh siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I,
siswa hanya memperoleh skor 47,14. Kemudian pada siklus II lebih meningkat menjadi 57,14.
Hasil penelitian Haryadi Dedi dkk (2014) tentang Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Teams Games Tournament. Membuktikan bahwa implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament menunjukkan adanya peningkatan minat hasil belajar siswa kelas V SD N 1 Mranti tahun ajaran 2013/2014. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas tes siklus 1 dn 2. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada tes siklus 1 adalah 75,86 kemudian meningkat menjadi 76,45 di akhir siklus 2. Persentase minat belajar siswa juga ikut meningkat dari 63,44% pada siklus 1 menjadi 75,63% pada siklus 2.
Aulyawati Rita Anggraeni dan Sujdai (2016) dengan judul penelitian Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) Untuk meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII C SMP N 2 Sanden, Bantul. Membuktikan bahwa minat dan hasil belajar matematika mampu meningkat dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament. Pada pra siklus, presentase rata-rata minat siswa hanya mencapai 48,66%. Selain itu, presentase ketuntasan hasil belajar siswa hanya mencapai 37,51%. Setelah adanya tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament, minat dan hasil belajar siswa mulai meningkat. Pada siklus I, presentase rata-rata minat belajar siswa meningkat menjadi 60,31% dan semakin meningkat pada siklus II menjadi 68,88%. Sementara itu, ketuntasan hasil belajar siswa juga meningkat pada siklus I menjadi 77,5% dan pada siklus II semakin meningkat menjadi 82,50%.
Dengan demikian, dapat disimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan di atas telah menunjukkan dan membuktikan bahwa implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dapat meningkatkan minat sekaligus hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, peneliti menjumpai beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika kelas 4 SDN Nyemoh Kecamatan Bringin. Permasalahan tersebut diantaranya pembelajaran masih berpusat pada guru dan berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah. Selanjutnya, pembelajaran yang dilakukan lebih mementingkan pada penghafalan dari pada pemahaman yang berdampak pada siswa yang merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Sebab, guru hanya menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan bahan ajar dan berdampak pada rendahnya minat siswa dalam belajar.
Dengan diterapkannya model pembelajaran Teams Games Tournament, diharapkan siswa mampu melatih menyampaikan pendapatnya di samping juga menghargai pendapat dari siswa lain. Menurut Tiya (2013: 178) model pembelajaran Teams Games Tournament menempatkan siswa pada posisi yang sangat dominan dalam proses pembelajaran, dimana semua siswa dalam setiap kelompok diharuskan untuk berusaha memahami dan menguasai materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok, sehingga saat ditunjuk untuk mempresentasikan jawabannya mereka dapat menyumbangkan skor bagi kelompoknya. Artinya model pembelajaran ini tidak hanya berpusat pada guru saja. Para siswa juga akan ditempatkan pada posisi yang sangat dominan. Selain itu, dalam belajar berkelompok siswa juga diharapkan mampu memahami dan menguasai materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok, sehingga saat ditunjuk untuk mempresentasikan jawabannya mereka dapat menyumbangkan skor bagi kelompoknya. Dengan didominankannya siswa dalam proses pembelajaran, mereka akan lebih berminat karena anak juga dilibatkan aktif dalam pembelajaran.
Meningkatnya minat dari anak diyakini akan mendongkrak ketertarikan siswa untuk belajar tanpa harus mendapat perintah dari guru, sehingga pemahaman anak juga semakin bertambah. Apabila pemahaman bertambah, siswa tidak akan kesulitan dalam mengerjakan soal dari guru dan hasil belajar yang didapat lebih meningkat. Jika benar-benar diterapkan dengan cara yang benar,
model ini juga mampu meningkatkan potensi individu dari segi daya guna, kreativitas, maupun rasa tanggungjawab sosial.
Berdasarkan hasil observasi dan teori mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament, maka terdapat suatu gagasan atau pendapat dari penulis. Gagasan tersebut bila disajikan akan tampak seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Kondisi awal
Guru hanya menggunakan metode ceramah dalam
mengajarkan materi pelajaran
Minat dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Nyemoh Kecamatan
Bringin rendah
Tindakan
Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games
Tournament dalam pembelajaran Matematika
SIKLUS I : Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dalam pembelajaran Matematika
SIKLUS II : Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dalam pembelajaran Matematika
Kondisi Akhir
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games
Tournament, minat dan hasil belajar matematika meningkat.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai di bawah ini:
“Diduga dengan dilibatkannya siswa secara dominan dan adanya tuntutan untuk memahami dan menguasai materi yang sedang diajarkan dalam model pembelajaran tipe Teams Games Tournament, mampu meningkatkan minat siswa kelas 4 SDN Nyemoh Kecamatan Bringin untuk belajar, sehingga pemahaman siswa semakin baik dan hasil belajar siswa lebih meningkat”.