BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Di dalam perusahaan manufaktur, perhitungan harga pokok produksi adalah hal yang penting. Karena harga pokok produksi adalah penentu besarnya harga jual yang nantinya akan berpengaruh pada kelangsungan hidup suatu usaha. Menurut Darsono dan Ari Purwanti (2010) harga pokok produksi (cost of goods manufactured) ialah kalkulasi biaya produk jadi per unit yang terdiri dari unsur-unsur persediaan awal barang dalam proses ditambah biaya produksi dalam periode sekarang dikurangi persediaan akhir barang dalam proses.
Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting mengingat manfaat informasi harga pokok produksi adalah menentukan harga jual produk serta penentuan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan disajikan dalam neraca (Batubara, 2013). Oleh karena itu perhitungan harga pokok produksi harus dilakukan dengan cermat dan teliti.
Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan kesalahan dalam penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah serta juga menimbulkan kesalahan dalam penentuan nilai persediaan produk selesai dan produk dalam proses (Mariani dkk, 2014). Hal ini akan mengakibatkan suatu produk kurang mampu bersaing di pasaran.
Kegiatan produksi memerlukan pengorbanan sumber ekonomi berupa berbagai jenis biaya untuk menghasilkan produk yang akan dipasarkan. Biaya-biaya
ini akan menjadi dasar dalam penentuan Harga Pokok Produksi (HPP). Elemen-elemen yang membentuk Harga Pokok Produksi (HPP) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yakni bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (Setiadi dkk, 2014).
Menurut Mulyadi (2010) dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variable costing. Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap.
Kemajuan dunia usaha dewasa ini jauh berkembang dengan pesat, baik skala besar maupun kecil dan juga perkembangan di sektor industri yang memiliki peran penting dalam perekonomian. Banyaknya perusahaan industri yang terus menerus bermunculan, akan menimbulkan suatu persaingan diantara industri sejenis maupun yang tidak sejenis untuk dapat menguasai pasar akan hasil produk perusahaan tersebut (Sihite, 2012).
Meskipun termasuk dalam lingkup usaha skala kecil UMKM mampu bertahan diantara persaingan tersebut, setiap tahun unit usahanya selalu memperlihatkan perkembangan. Di dalam perekonomian bangsa Indonesia UMKM memiliki peran penting. Sektor ini mampu menciptakan peluang kerja dan menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang tidak sedikit setiap tahunnya, bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan UMKM dari tahun 2009 sampai dengan 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Perkembangan UMKM dan Kontribusi terhadap Tenaga Kerja
TAHUN UNIT USAHA (UNIT)
TENAGA KERJA (ORANG) 2009 52.764.750 96.193.623 2010 54.114.821 98.238.913 2011 55.206.444 101.722.458 2012 56.534.592 107.657.509
Sumber:Data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2014.
Perkembangan jumlah UMKM periode 2009-2010 mengalami peningkatan sebesar 2,56% yaitu dari 52.764.750 unit pada tahun 2009 menjadi 54.114.821 unit pada tahun 2010. Kemudian di tahun 2011 menjadi 55.206.444 unit atau mengalami peningkatan sebesar 2,02% dari tahun 2010 dan di tahun 2012 naik menjadi 56.534.592 unit atau mengalami peningkatan sebesar 2,41% dari tahun 2011.
Ditinjau dari sisi tenaga kerja yang terserap, dari tahun ke tahun juga menunjukkan adanya peningkatan. Tahun 2009 tenaga kerja yang terserap sebanyak 96.193.623 orang dan di tahun 2010 sebanyak 98.238.913 orang sehingga terjadi peningkatan sebesar 2,13%. Periode tahun 2010-2011 terjadi peningkatan sebsar 3,55% dan periode 2011-2012 terjadi peningkatan sebesar 5,83%.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Andre Henri Slat (2013) dengan judul Analisis Harga Pokok Produk dengan Metode Full Costing dan Penentuan Harga Jual hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kelemahan dalam perhitungan HPP perusahaan yaitu kalkulasi HPP yang dilakukan perusahaan lebih tinggi daripada HPP menurut HPP setelah dievaluasi, menurut perusahaan HPP
genteng garuda, sebesar Rp 2.100, genteng KIA sebesar Rp 2.000, paving serasi sebesar Rp 1.400, paving 3 berlian sebesar Rp 1.300 dan hollow brich sebesar Rp 2.400. Sedangkan HPP setelah dievalusi untuk genteng garuda sebesar Rp 1.940, genteng KIA sebesar Rp 1.864, paving serasi sebesar Rp 1.334, paving 3 berlian sebesar Rp 1.234 dan hollow brich sebesar Rp 2.277, hal ini disebabkan karena perusahaan tidak membebankan biaya produksi yaitu biaya penyusutan gedung pabrik, biaya penyusunan mesin dan peralatan, dan biaya asuransi dalam perhitungan HPP.
Penelitian lain dilakukan oleh Setiadi, dkk (2014) dengan judul Perhitungan Harga Pokok Produksi dalam Penentuan Harga Jual pada CV. Minahasa Mantap Perkasa, hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat selisih harga jual per unit antara perusahaan dengan teori yang disebabkan karena perbedaan pengalokasian biaya dan penentuan markup antara perusahaan dengan teori. Harga jual perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan teori yaitu dengan selisih untuk roti coklat adalah Rp 103, kemudian untuk roti strawberry Rp 103, untuk roti mocca Rp 116, lalu untuk roti pandan Rp 115 dan untuk roti keju adalah Rp 113.
Penelitian yang dilakukan oleh Helmina Batubara (2013) dengan judul Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing pada Pembuatan Etalase Kaca dan Alumunium di UD. Istana Alumunium Manado menunjukkan bahwa dalam penentuan harga pokok produksi perusahaan memasukkan semua biaya ke dalam biaya produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, overhead pabrik, perlengkapan kantor dan transportasi total harga pokok produksi perusahaan Rp 55.738.625. Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing diperoleh harga pokok produksi lebih rendah Rp 55.218.625,
terdapat selisih Rp 520.000. Perbedaan nilai yang dihasilkan disebabkan oleh pembebanan biaya overhead pabrik pada perusahaan lebih tinggi dari pembebanan overhead dengan metode full costing.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa. Dalam penelitian ini obyek yang akan diteliti adalah UMKM Mie Basah Pak Taman yang berada di Gang Gatot Subroto 1, Ngaliyan, Semarang yaitu sebuah perusahaan yang kegiatan usahanya berfokus pada pembuatan mie basah. Usaha tersebut sudah berdiri lebih dari 20 tahun dan pemasaran produknya hingga ke luar kota Semarang.
Produksi mie basah dilakukan setiap hari mulai pukul 3 dini hari sampai pukul 10 pagi. Dalam sehari perusahaan mampu mengolah ±1000 kg tepung (45 sag tepung) yang nantinya akan menjadi ±900 kg mie basah dan dijual dengan harga Rp 14.000 per kilogramnya. Penetapan harga jual perusahaan berdasarkan rata-rata harga mie basah di pasaran. Sehingga pendapatan kotor perusahaan setiap bulan mencapai ±Rp 378.000.000.
Namun pencatatan laporan keuangan perusahaan ini masih sangat sederhana. Hal ini mengakibatkan perusahaan mungkin mengalami kekeliruan dalam perhitungan harga pokok produksi dan penetapan harga jual. Dengan pendapatan yang bisa dikatakan tidak sedikit usaha ini memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Sangat disayangkan apabila hanya karena kurangnya pengetahuan tentang sistem akuntansi perkembangan perusahaan menjadi terhambat.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penilitian serupa dan mengambil judul penelitian “PERHITUNGAN COST OF GOODS MANUFACTURED SEBAGAI
DASAR PENENTU HARGA JUAL MENGGUNAKAN FULL COSTING
METHOD (Studi Kasus pada UMKM Mie Basah Pak Taman)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini masalah yang dapat penulis kemukakan adalah:
1) Bagaimana perhitungan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan di UMKM Mie Basah Pak Taman?
2) Bagaimana perhitungan harga pokok produksi pada UMKM Mie Basah Pak Taman menggunakan metode full costing?
3) Bagaimana perbedaan dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi dan pengaruhnya terhadap penentuan harga jual?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi bagaimana perhitungan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan di UMKM Mie Basah Pak Taman.
2) Menganalisis bagaimana perhitungan harga pokok produksi pada UMKM Mie Basah Pak Taman menggunakan metode full costing.
3) Menganalisis perbedaan dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi dan pengaruhnya terhadap penentuan harga jual.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi penulis
Menambah wawasan serta pengetahuan mengenai sistem perhitungan harga pokok produksi dan pengklasifikasian biaya.
2) Bagi perusahaan
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan mengenai kebijakan perhitungan harga pokok produksi guna menetapkan harga jual yang lebih tepat dan kompetitif.
3) Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah karya yang memberikan referensi serta wawasan bagi pihak yang berkepentingan.
1.5. Sistimatika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terbagi menjadi 5 bab yang tersusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang, rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan laporan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, disebutkan mengenai teori-teori yang digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi. teori yang digunakan mulai dari pengertian akuntansi biaya, pengertian biaya, penggolongan biaya,
pengertian harga pokok produksi, metode penentuan biaya produksi, metode pengumpulan biaya produksi dan pengertian UMKM.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini, dikemukakan mengenai temapat dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, jenis dam sumber data, serta metode analisis data yang digunakan penulis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, berisi tentang pembahasan harga pokok produksi yang menggunakan metode perusahaan dengan metode full costing.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, berisi tentang kesimpulan penelitian sesuai dengan hasil yang ditemukan dari pembahasan, serta saran yang diharapkan dapat berguna bagi UMKM Mie Basah Pak Taman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Teori 2.1.1. Akuntansi Biaya
2.1.1.1. Pengertian Akuntansi Biaya
Menurut Mulyadi (2010) akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Objek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya.
Sedangkan menurut Kuswadi (2005) akuntansi biaya adalah akuntansi yang berkaitan dengan proses terjadinya biaya sehingga dapat memberikan pandangan komprehensif tentang semua kegiatan dalam perusahaan baik penggunaan sumber daya (resources) maupun laba, dan sebagainya.
Dengan akuntansi biaya, manajemen perusahaan akan mengetahui dengan jelas beberapa hal berikut:
1) Besar biaya produksi yang tercakup dalam harga penjualan. 2) Struktur biaya untuk setiap jenis produk yang dihasilkan.
3) Perbandingan biaya dan waktu untuk produk-produk yang dihasilkan. 4) Struktur biaya untuk setiap produk yang dihasilkan.
5) Membuat perkiraan-perkiraan untuk keperluan tender dan sebagainya.
Selain itu, dengan akuntansi biaya, perusahaan juga dapat dengan mudah mengetahui dan melaksanakan hal-hal berikut:
2) Membandingkan biaya aktual dengan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
3) Tempat-tempat terjadinya pemborosan, hambatan-hambatan operasi dan sebagainya.
4) Efisiensi, baik yang berkaitan dengan material, buruh maupun hal lain. 5) Menentukan unsur biaya tetap dan biaya variabel.
2.1.1.2. Pengertian Biaya
Menurut Mulyadi (2010) dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas:
1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, 2) Diukur dalam satuan uang,
3) Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, 4) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Dalam artian sempit biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Untuk membedakan pengertian biaya dalam arti luas, pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva ini disebut dengan istilah kos. Istilah kos juga digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk.
Sedangkan menurut Daljono (2005) biaya adalah suatu pengorbanan ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan atau manfaat pada saat ini atau masa yang
akan datang. Dalam akuntansi istilah biaya dipertegas dengan membedakan antara pengertian biaya (cost) dengan biaya sebagai beban (expense).
Biaya (cost) merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Sedangkan beban (expense) merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang ditujukan untuk memperoleh pendapatan pada periode dimana beban itu terjadi. Jadi beban (expense) merupakan bagian dari cost yang telah digunakan untuk memperoleh pendapatan.
2.1.1.3. Penggolongan Biaya
Menurut Mulyadi (2010) dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep:”different cost for different purposes”.
Biaya dapat digolongkan menurut:
1) Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.
Contoh penggolongan biaya bahan bakar atas dasar objek pengeluaran dalam Perusahaan Kertas adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga, biaya zat warna.
2) Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a. Biaya produksi
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan ekuipmen, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi.
Menurut objek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula dengan istilah biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik sering pula disebut dengan istilah biaya konversi (conversion cost), yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi.
b. Biaya pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian-bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran, biaya contoh (sample).
c. Biaya administrasi dan umum
Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan Bagian Keuangan, Akuntansi, Personalia dan Bagian Hubungan Masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya photocopy.
Jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum sering pula disebut dengan istilah biaya komersial (commercial expenses).
3) Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan:
a. Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai.
Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct departmental cost)adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga kerja yang bekerja dalam Departemen Pemeliharaan merupakan biaya langsung departemen bagi Departemen Pemeliharaan dan biaya depresisasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut, merupakan biaya langsung bagi departemen tersebut.
b. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Biaya ini tidak mudah diidentfikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B, maupun C merupakan biaya tidak langsung bagi produk A, B, maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan hanya karena perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut, melainkan karena memproduksi ketiga jenis produk tersebut.
Jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk (misalnya perusahaan semen, pupuk urea, gula) maka semua biaya merupakan biaya langsung dalam hubungannya dengan produk. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk sering disebut dengan istilah biaya overhead pabrik (factory overhead costs). Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen.
Contohnya adalah biaya yang terjadi di Departemen Pembangkit Tenaga Listrik. Biaya ini dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan, baik untuk penerangan maupun untuk menggerakkan mesin dan ekuipmen yang mengkonsumsi listrik. Bagi departemen pemakai listrik, biaya listrik yang diterima dari alokasi biaya Departemen Pembangkit Tenaga Listrik merupakan biaya tidak langsung departemen.
4) Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Aktivitas
Dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas, biaya dapat digolongkan menjadi:
a. Biaya variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
b. Biaya semivariabel
Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.
c. Biaya semifixed
Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. d. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. Contoh biaya tetap adalah gaji direktur produksi.
5) Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: a. Pengeluaran modal (capital expenditures)
Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender).
Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi, atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, dan pengeluaran untuk riset dan pengembangan suatu produk.
Karena pengeluaran untuk keperluan tersebut biasanya melibatkan jumlah yang besar dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, maka pada saat pengeluaran tersebut dilakukan, pengorbanan tersebut diperlakukan sebagai pengeluaran modal dan dicatat sebagai kos aktiva (misalnya sebagai kos aktiva tetap atau beban yang ditangguhkan). Periode akuntansi yang menikmati manfaat pengeluaran modal tersebut dibebani sebagian pengeluaran modal tersebut berupa biaya depresiasi, biaya amortisasi, atau biaya deplesi.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures)
Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain adalah biaya iklan, biaya telex, dan biaya tenaga kerja.
2.1.2. Harga Pokok Produksi
2.1.2.1. Pengertian Harga Pokok Produksi
Menurut Darsono dan Ari Purwanti (2010) harga pokok produksi (cost of goods manufactured) ialah kalkulasi biaya produk jadi per unit yang terdiri dari
unsur-unsur persediaan awal barang dalam proses ditambah biaya produksi dalam periode sekarang dikurangi persediaan akhir barang dalam proses.
Sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2010) harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir.
2.1.3. Metode Penentuan Biaya Produksi
Menurut Mulyadi (2010) metode penentuan kos produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi. Dalam menghitung unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan:
1) Full costing
Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Dengan demikian kos produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini:
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx Biaya overhead pabrik variabel xxx Biaya overhead pabrik tetap xxx +
Contoh dari unsur-unsur biaya harga pokok produksi yang terdapat di UMKM Mie Basah Pak Taman adalah sebagai berikut:
a. Biaya bahan baku langsung
Contoh: tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan mie basah. b. Biaya tenaga kerja langsung
Contoh: gaji karyawan pengolah tepung terigu menjadi mie basah, dimulai dari pekerja yang mengolah campuran bahan baku hingga pengemasannya.
c. Biaya overhead pabrik
Biaya bahan baku tidak langsung Contoh: garam, soda kue, tepung sagu.
Biaya tidak langsung lainnya
Contoh: biaya pemakaian air, listrik, pemeliharaan kendaraan, mesin dan gedung, biaya penyusutan kendaraan, mesin dan gedung.
2) Variable costing
Variable costing merupakan metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian kos produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini:
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx Biaya overhead pabrik variabel xxx +
2.1.4. Metode Pengumpulan Biaya Produksi
Menurut Mulyadi (2010) dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya: biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya nonproduksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan nonproduksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Biaya produksi membentuk kos produksi, yang digunakan untuk menghitung kos produk jadi dan kos produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada kos produksi untuk menghitung total kos produk.
Pengumpulan kos produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar, cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam:
1) Produksi atas dasar pesanan
Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan melaksanakan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak luar. Contoh perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan antara lain adalah perusahaan percetakan, perusahaan mebel, perusahaan dok kapal.
Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan, mengumpulkan kos produksinya dengan menggunakan metode kos pesanan (job order cost method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan kos produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
Karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut:
a. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus.
b. Produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. c. Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi
persediaan di gudang.
2) Produksi massa
Perusahaan yang berproduksi berdasar produksi massa melaksanakan pengolahan produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang. Umumnya produknya berupa produk standar. Contoh perusahaan yang berproduksi massa anta lain adalah perusahaan semen, pupuk, makanan ternak, bumbu masak, dan tekstil.
Perusahaan yang berproduksi massa, mengumpulkan kos produksinya dengan menggunakan metode kos proses (process cost method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan kos produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan.
Karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut:
a. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar. b. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.
c. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
2.1.5. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.5.1. Pengertian UMKM
Di dalam perekonomian bangsa Indonesia UMKM memiliki peran penting. Sektor ini mampu menciptakan peluang kerja dan menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang tidak sedikit setiap tahunnya, bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pengertian Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet
yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk lebih jelasnya berikut kriteria UMKM disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria UMKM
NO. URAIAN
KRITERIA
ASSET OMZET
1. Usaha Mikro Max 50 juta Max 300 juta
2. Usaha Kecil >50 juta – 500 juta >300 juta – 2,5 M 3. Usaha Menengah >500 juta – 10 M >2,5 M – 50 M Sumber: Badan Usaha Milik Negara, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008.
2.2. Kerangka Konseptual (Pemikiran)
Untuk menghitung harga pokok produksi perusahan memerlukan data maupun informasi yang berkaitan dengan proses produksi, diantaranya adalah informasi mengenai biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi harus dihitung dengan teliti dan akurat agar nantinya perusahaan dapat menetapkan harga jual yang kompetitif dan wajar.Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi mie basah Pak Taman.
Dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang biasa digunakan oleh perusahaan kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing. Hasil dari perhitungan kedua metode tersebut akan dianalisis untuk melihat perbedaannya terhadap harga pokok produksi mie basah dan mengetahui pengaruhnya terhadap harga jual. Sehingga dapat ditentukan metode mana yang lebih efektif digunakan
dalam menghitung biaya produksi. Dan diharapkan perusahaan dapat menggunakan metode yang tepat dalam menghitung harga pokok produksi sehingga dapat menentukan harga jual yang kompetitif agar dapat bersaing di pasaran. Alur penelitian iini disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
UMKM Mie Basah Pak Taman
Identifkasi Biaya Produksi
Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing Perhitungan Harga Pokok Produksi
UMKM Mie Basah Pak Taman
Perbedaan perhitungan kedua metode terhadap perhitungan Harga Pokok Produksi
Penentuan harga jual yang tepat bagi perusahaan
2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang harga pokok produksi menggunakan metode full costing pernah dilakukan sebelumnya, berikut ini ringkasan dari hasil penelitian tersebut.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
NO. PENELITI JUDUL HASIL PENELITIAN
1. Pradana Setiadi, David P.E. Saerang, Treesje Runtu (2014)
Perhitungan Harga Pokok Produksi dalam Penentuan Harga Jual pada CV. Minahasa Mantap Perkasa
a. Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan metode harga pokok proses dengan pendekatan full costing, tujuannya untuk memenuhi persediaan di gudang dan jumlahnya sama dari waktu ke waktu.
b. Proses pembuatan roti akan selalu dilakukan perusahaan tanpa menunggu ada atau tidaknya pesanan dari pelanggan. Walaupun demikian, bukan berarti perusahaan mengabaikan permintaan atau keinginan konsumen. Hal ini dikarenakan, banyaknya jumlah roti yang diproduksi atau dihasilkan tergantung pada permintaan konsumen serta situasi dan kondisi pada saat itu.
c. Penentuan harga jual produk yang dibebankan kepada
konsumen dibuat
berdasarkan biaya produksi per unit ditambah persentase Markup. Persentase markup
yang diinginkan perusahaan yaitu sebesar 30% dari biaya produksi per unit dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih memadai dan dapat menutup biaya produksi yang telah dikeluarkan.
2. Putu Lina Mariani, Made Ary Meitriana, Anjuman Zukhri (2014)
Penerapan Metode Full Costing Sebagai Dasar Perhitungan HPP dalam Menentukan Harga Jual Produk Dupa pada UD Ganesha
a. Perhitungan HPP dupa pada UD Ganesha hanya membebankan biaya bahan
baku sebesar Rp
537.660.000, biaya tenaga kerja Rp 116.800.000 dan
perusahaan belum
menghitung seluruh biaya overhead pabrik sehingga biaya overhead pabrik sebesar Rp 28.325.000. HPP dupa Rp 682.785.000, HPP dupa satu karung yang berisi 40 kg dupa Rp 233.830,40 dan harga jual Rp 280.600 b. HPP dengan metode full
costing yang sudah memperhitungkan semua unsur biaya yang terkait dengan proses produksi, sehingga HPP dupa Rp 687.215.333,34 HPP dengan metode full costing satu karung yang berisi 40 kg dupa Rp 235.347,60 dan harga jual Rp 282.500 c. Selisih HPP antara
perhitungan metode full costing dengan perhitungan perusahaan Rp 1.517,20 per
satu karung dupa, selisih harga jual antara perhitungan metode full costing dengan perhitungan perusahaan Rp 1.900
3. Andre Henri Slat (2013)
Analisis Harga Pokok Produk dengan Metode Full Costing dan Penentuan Harga Jual
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kelemahan dalam perhitungan HPP perusahaan yaitu kalkulasi HPP yang dilakukan perusahaan lebih tinggi daripada HPP menurut HPP setelah dievaluasi, menurut perusahaan HPP genteng garuda, sebesar Rp 2.100, genteng KIA sebesar Rp 2.000, paving serasi sebesar Rp 1.400, paving 3 berlian sebesar Rp 1.300 dan hollow brich sebesar Rp 2.400. Sedangkan HPP setelah dievalusi untuk genteng garuda sebesar Rp 1.940, genteng KIA sebesar Rp 1.864, paving serasi sebesar Rp 1.334, paving 3 berlian sebesar Rp 1.234 dan hollow brich sebesar Rp 2.277, hal ini disebabkan karena perusahaan tidak membebankan biaya produksi yaitu biaya penyusutan gedung pabrik, biaya penyusunan mesin dan peralatan, dan biaya asuransi dalam perhitungan HPP. 4. Helmina Batubara
(2013)
Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing pada Pembuatan Etalase Kaca dan Alumunium di UD. Istana Alumunium Manado
Perhitungan HPP sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing lebih baik dalam menganalisis biaya produksi, hal ini disebabkan perhitungan HPP dengan metode full costing, tidak memasukkan
biaya administrasi dan umum ke dalam biaya overhead, karena biaya-biaya tersebut merupakan komponen biaya pada laporan rugi laba perusahaan.
5. Lundu Bontor Sihite, Sudarno (2012)
Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi pada Perusahaan Garam Beryodium (Studi Kasus pada UD. Empat Mutiara)
a. Dalam penentuan HPP,
perusahaan belum
memasukkan beberapa biaya ke dalam biaya overhead pabrik.
b. Pada UD. Empat Mutiara, penentuan HPP belum memakai metode HPP yang benar.
c. Penyusunan HPP yang dibuat oleh perusahaan akan menghasilkan informasi yang menyesatkan untuk mengambil keputusan manajemen. 6. Fakhrina Fahma, Murman Budijanto, Ayu Purnama (2012)
Penetapan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Rimpang Temulawak Menggunakan Metode Full Costing Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual (Studi Kasus: Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar)
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditunjukkan bahwa hasil dari perhitungan HPP dengan menggunakan metode full costing untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.116 per kilogram, produk simplisia temulawak adalah Rp 21.287 dan produk serbuk temulawak adalah Rp 47.557.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah UMKM Mie Basah Pak Taman yang beralamat di Gang Gatot Subroto 1, Ngaliyan, Semarang. UMKM tersebut sudah berdiri lebih dari 20 tahun dengan target pemasaran hingga ke luar kota Semarang khususnya wilayah Jawa Tengah. Pemilik usaha tersebut bersedia memberikan informasi serta data yang diperlukan sesuai dengan penelitian.
3.2. Jenis dan Sumber Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri dari perusahaan. Diperoleh melalui keterangan dan penjelasan dari perusahaan yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil wanwancara antara peneliti dengan pemilik perusahaan dan karyawan bagian produksi.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang berisi informasi yang ada hubungannya dengan obyek penelitiam. Data sekunder biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari laporan keuangan atau catatan akuntansi perusahaan (UMKM Mie Basah Pak Taman). Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku adalah biaya bahan baku utama yang dipakai untuk diolah dan akan menjadi bahan produk jadi.
b. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja merupakan balas jasa yang diberikan kepada karyawan produksi yang secara langsung turut ikut mengerjakan produksi barang yang bersangkutan.
c. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung pada suatu hasil produk. Biaya ini meliputi biaya-biaya selain biaya bahan baku utama dan biaya tenaga kerja langsung.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk memperoleh data serta informasi dari perusahaan adalah melalui:
1) Wawancara
Metode pengumpulan data dengan mengadakan wawancara kepada pimpinan perusahaan dan bagian produksi untuk memberikan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di dalam perusahaan.
2) Observasi
Yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
Metode pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur-literatur dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini.
4) Dokumentasi
Yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap data-data mengenai biaya produksi, hasil produksi, dan data lainnya yang berkaitan dengan penelitian di dalam perusahaan.
3.4. Metode Analisis
Dalam melakukan penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis ini digunakan untuk membahas dan menerangkan hasil penellitian dengan mempertimbangkan dan membandingkan antara penyusunan harga pokok produksi perusahaan dengan menggunakan keterangan-keterangan yang tidak berbentuk angka.
2) Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis ini dilakukan dengan merekomendasikan penyusunan harga pokok produksi yang seharusnya dimana metode ini dinyatakan dengan angka-angka. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang telah dilakukan perusahaan dengan perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing.
Adapun rumus perhitungan harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut:
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx Biaya overhead pabrik tetap xxx +
Harga Pokok Produksi xxx
Sedangkan untuk menentukan besarnya harga jual digunakan metode cost plus pricing. Menurut Mulyadi (1993) cost plus pricing adalah penentuan harga jual dengan cara menambahkan laba yang diharapkan di atas biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan memasarkan produk. Adapun perhitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Perhitungan markup:
Biaya administrasi dan umum xxx
Biaya pemasaran xxx
Laba yang diharapkan: %laba x biaya produksi xxx +
Jumlah xxx
Biaya produksi xxx :
Persentase markup xxx
Perhitungan harga jual:
Biaya produksi xxx
Markup x biaya produksi xxx +
Jumlah harga jual xxx
Volume produk xxx :
3.5. Tahapan Pelaksanaan dan Kegiatan Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian merupakan alur atau langkah-langkah apa yang dilakukan ketika akan melakukan penelitian. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Tahap perumusan masalah dan penentuan obyek
Pada tahap ini ditentukan topik, judul, latar belakang masalah, merumuskan masalah dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Kemudian dilanjutan dengan pencarian obyek penelitian yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan dan diserahkannya permohonan izin penelitian oleh peneliti kepada pemilik perusahaan.
2) Tahap pengumpulan data penelitian
Setelah mendapatkan izin melakukan penelitian, peneliti mulai melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti mencatat biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan oleh perusahaan selama proses produksi, juga meminta data laporan keuangan perusahaan apabila ada.
3) Tahap analisa biaya produksi
Pada tahap ini biaya-biaya yang sudah dicatat sebelumnya diklasifikasikan sesuai dengan sifatnya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Untuk mendukung ketepatan dalam pengklasifikasian biaya peneliti juga melakukan studi pustaka dengan membaca literatur-literatur dari berbagai sumber.
4) Tahap perhitungan harga pokok produksi
Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul dan terklasifikasikan dengan benar, selanjutnya peneliti melakukan perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode full costing. Hasil dari perhitungan ini nantinya akan dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi menurut perusahaan.
5) Tahap penentuan harga
Dari hasil perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing akan ditentukan berapa besarnya harga jual yang seharusnya ditetapkan oleh perusahaan menggunakan metode cost plus pricing.
6) Tahap penarikan kesimpulan dan saran
Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan apakah perhitungan harga pokok produksi dan penetapan harga jual yang dilakukan perusahaan selama ini sudah tepat dan memberikan keuntungan. Serta bagaimana perbandingan antara perhitungan menggunakan metode perusahaan dengan metode full costing. Dari kedua metode tersebut nantinya akan disarankan perhitungan dengan metode mana yang lebih tepat diterapkan oleh perusahaan sehingga diharapkan perusahaan tidak akan mengalami lagi kekeliruan dalam menetapkan harga jual.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan
UMKM Mie Basah Pak Taman merupakan usaha yang kegiatannya berfokus pada produksi mie basah. Usaha ini beralamat di Gang Gatot Subroto 1, Ngaliyan, Semarang dan dirintis oleh Bapak Taman sejak tahun 1990an. Pada awalnya di tahun 1987, Bapak Taman adalah seorang pedagang mie ayam keliling dan pekerja bangunan. Keinginan untuk memiliki hidup yang lebih baik membuat Pak Taman berani untuk memcoba mendirikan sebuah usaha. Di awal tahun 1990an berbekal resep yang didapat dari seorang teman, beliau memberanikan diri untuk memulai usaha pembuatan mie basah. Usaha ini merupakan usaha perseorangan dengan mengggunakan modal sendiri. Modal didapat dari tabungan Pak Taman selama bekerja sebagai pedagang mie ayam keliling dan pekerja bangunan. Mulanya dalam sehari Pak Taman hanya mampu memproduksi 3 sag gandum dan itu pun tidak selalu habis. Namun seiring berjalannya waktu, tepatnya sekitar tahun 2001 Pak Taman mulai memilki puluhan pelanggan tetap. Kini dalam sehari UMKM Mie Basah Pak Taman mampu memproduksi 45 sag tepung terigu dan memiliki omzet hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya. Pemasaran produknya pun tidak hanya di kota Semarang saja namun sampai ke Salatiga, Jepara, Demak, Kendal, dll.
UMKM Mie Basah Pak Taman saat ini mampu mempekerjakan 10 orang karyawan. Karyawan yang bekerja pada UMKM Mie Basah Pak Taman sebagian
besar adalah penduduk sekitar. Bahan baku produksi usaha ini adalah tepung terigu, soda kue, garam dan tepung sagu. Semua bahan baku didapat dari toko langganan Pak Taman. Toko tersebut dipilih karena dianggap memiliki kualitas yang baik.
4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan
UMKM Mie Basah Pak Taman mempunyai struktur organisasi yang masih sederhana. pemilik perusahaan menjabat sebagai pemimpin perusahaan yang secara langsung membawahi bagian keuangan, produksi dan pemasaran. Masing-masing bagian tersebut memiliki tugas serta tanggung jawab yang berbeda. Pada bagian produksi dibagai menjadi beberapa aktivitas yang saling berhubungan dalam pembuatan mie basah. Kerangka struktur organisai UMKM Mie Basah Pak Taman dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1
Struktur Organisasi UMKM Mie Basah Pak Taman
Adapun keterangan tugas serta tanggung jawab dari masing-masing bagian dalam struktur organisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pemimpin Perusahaan
Pemimpin peerusahaan adalah Bapak Taman yaitu pemilik usaha yang memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan serta kebijakan yang
Pimpinan Produksi Pemasaran Pengepresan I Pengepresan II Pengirisan Finishing Keuangan Pengadonan
berhubungan dengan segala aktivitas perusahaan dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan usaha ini.
2) Bagian Keuangan
Bagian keuangan bertugas untuk menghitung dan mencatat besarnya pengeluaran serta pendapatan perusahaan. Bagian ini juga dilakukan sendiri oleh Pak Taman selaku pemilik usaha.
3) Bagian Produksi
Bagian produksi memiliki tugas yang sangat vital dalam menghasilkan sebuah produk yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan konsumen. Bagian produksi terdiri dari beberapa aktivitas yang saling berhubungan untuk menghasilkan produk yang layak untuk dijual. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain:
a. Pengadonan
Bagian ini bertugas mencampur semua bahan diantaranya tepung terigu, soda kue, garam, dan air menjadi adonan mie.
b. Pengepresan I
Bagian ini bertugas mengepres adonan mie menjadi lembaran-lembaran tipis. c. Pengepresan II
Bagian ini melanjutkan pengepresan yang dilakukan sebelumnya menggunakan mesin yang lebih kecil.
d. Pengirisan
Bagian ini bertugas mengiris lembaran-lembaran adonan mie menjadi mie yang siap untuk dipasarkan.
Tahap Persiapan Tahap Pengadonan Tahap Pengepresan I Tahap Pengepresan II Tahap Pengirisan Tahap Finishing
Bagian ini bertugas membungkus dan menimbang mie yang sudah jadi untuk dipasarkan kepada konsumen.
4) Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertugas mengantarkan mie basah yang sudah jadi kepada para pelanggan tetap yang wilayahnya cukup jauh. Bagian ini juga dilakukan oleh karyawan bagian produksi, jadi setelah proses produksi selesai para pekerja bertugas mengantarkan mie-mie tersebut.
4.2. Identifikasi Proses Produksi Mie Basah UMKM Pak Taman
Proses produksi adalah kegiatan untuk mengolah bahan mentah maupun bahan setengah jadi menjadi barang jadi melalui suatu proses menggunakan sumber daya. Sumber daya yang digunakan adalah bahan baku, mesin maupun peralatan lainnya serta sumber daya manusia yang terampil. Tahap proses produksi pada UMKM Mie Basah Pak Taman disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2
Berdasarrkan Gambar 4.2 alur kegiatan produksi UMKM Mie Basah Pak Taman dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap awal dalam proses produksi. Yang dilakukan pada tahap ini adalah menyiapkan semua bahan baku pembuatan mie, mulai dari tepung terigu, garam, soda kue dan air. Tepung terigu yang disimpan dalam gudang penyimpanan diambil sesuai keperluan kemudian dibawa ke tempat proses produksi.
2) Tahap Pengadonan
Pada tahap ini tepung terigu dimasukkan ke dalam mesin pengadonan. Satu mesin adon memiliki kapasitas 25 kilogram tepung terigu (1 sag tepung terigu). Proses pengadonan dilakukan selama 10-15 menit. Selama proses tersebut tepung terigu dicampur dengan garam, soda kue dan air sedikit demi sedikit, sehingga adonan harus selalu dipantau apakah campurannya sudah pas atau belum. Dalam proses ini tepung terigu akan mengalami penyusutan, 25 kilogram tepung terigu hanya akan menjadi 20 kilogram adonan mie.
3) Tahap Pengepresan I
Adonan mie yang sudah siap kemudian dimasukkan ke dalam mesin pres besar agar menjadi pipih. Dibutuhkan mesin pres yang besar agar adonan mie yang masih baru dapat pipih dengan sempurna. Adonan yang keluar dari mesin pres ditumpuk dengan rapi, kemudian diangkat dan dipres lagi. Sehingga pada tahap ini pengepresan dilakukan sebanyak 2 kali.
Adonan mie yang sudah dipres menggunakan mesin pres besar, kemudian di pres kembali menggunakan mesin yang lebih kecil. Pengepresan pada tahap ini hanya dilakukan sekali.
5) Tahap Pengirisan
Pada tahap ini adonan mie yang sudah dipres kemudian dimasukkan ke dalam mesin iris. Irisan mie yang keluar dari mesin kemudian dipotong secara manual menggunakan tangan sesuai dengan panjang yang diinginkan dan dibubuhi tepung sagu agar tidak lengket.
6) Tahap Finishing
Mie yang sudah jadi kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastik sesuai dengan jumlah yang ingin dibeli oleh konsumen.
4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Mie Basah UMKM Pak Taman
4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Mie Basah dengan Metode Perusahaan
Dalam menghitung harga pokok produksi UMKM Mie Basah Pak Taman membebankan biaya bahan baku yaitu tepung terigu, gaji tenaga kerja dan beberapa komponen biaya overhead pabrik seperti biaya bahan baku tidak langsung (soda kue, garam, tepung sagu), biaya pembelian plastik, biaya listrik, biaya air dan biaya bensin. Sedangkan dalam menentukan harga jual, UMKM Mie Basah Pak Taman mengikuti harga pasaran. Selama bulan November 2014 perusahaan mampu memproduksi 27.000 kilogram mie basah. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok produksi mie basah sapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1
Perhitungan Harga Pokok Produksi Mie Basah dengan Metode Perusahaan November 2014 No Keterangan Harga (Rp) Kebutuhan per Bulan Jumlah (Rp)
1. Tepung Terigu 151.000/sag 1350 sag 203.850.000
2. Soda Kue 700/kilogram 150 kilogram 105.000
3. Garam 33.000/sag 15 sag 495.000
4. Tepung sagu 170.000/sag 30 sag 5.100.000
5. Biaya Tenaga Kerja Langsung 29.000.000
6. Biaya Listrik 1.600.000
7. Biaya Pemakaian Air 100.000
8. Biaya Plastik 1.620.000
9. Biaya Bensin 4.050.000
Total Biaya 245.920.000
Jumlah Produksi Mie Basah Bulan November (Kilogram) 27.000
Harga Pokok Produksi Per Kilogram Mie Basah 9.108
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Mie Basah dengan Metode Full
Costing
Menghitung harga pokok produksi yaitu akumulasi biaya-biaya yang dibebankan pada produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Metode yang digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah metode full costing. Metode full costing adalah metode penentuan harga pokok produk yang membebankan seluruh biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat variable maupun tetap.
Penelitian yang dilakukan pada UMKM Mie Basah Pak Taman selama bulan November 2014 perusahaan mampu memproduksi 27.000 kilogram mie basah. Untuk memproduksi 27.000 kilogram mie basah, perusahaan membutuhkan bahan baku yaitu tepung terigu sebanyak 1.350 sag atau sebanyak 33.750 kilogram. Perincian pembuatan mie basah adalah sebagai berikut:
1) Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi mie basah adalah tepung terigu. Harga tepung terigu pada bulan November 2014 adalah Rp 151.000 per sag. Untuk rincian biaya bahan baku yang dikeluarkan untuk memproduksi mie basah selama bulan November 2014 disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Pengeluaran Biaya Bahan Baku Mie Basah Selama Bulan November 2014
Keterangan Pemakaian Tepung (sag)
Harga (Rp)
Total Biaya (Rp)
Tepung Terigu 1350 151.000/sag 203.850.000
Jumlah 203.850.000
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Berdasarkan tabel 4.2 UMKM Mie Basah Pak Taman mamproduksi mie basah selama bulan November 2014 yang terdapat 30 hari masa kerja membutuhkan 1350 sag tepung terigu atau sebanyak 33.750 kilogram karena setiap sag terdiri dari 25 kilogram tepung terigu. Dari perhitungan tersebut keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membeli tepung terigu dalam waktu satu bulan adalah Rp 203.850.000.
2) Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja yang secara langsung turut ikut mengerjakan produksi mie basah. UMKM Mie Basah Pak Taman mempunyai karyawan sebanyak 10 orang. Jam kerja UMKM Mie Basah Pak Taman dimulai dari pukul 03.00-10.00. Sedangkan masa kerja dalam 1 minggu adalah 7 hari kerja, dengan kata lain tidak ada hari libur kecuali pada hari besar. Misal ada karyawan yang sakit atau ada acara disaat jam
kerjanya maka akan digantikan dengan karyawan yang lain tanpa mencari pengganti karena semua karyawan menguasai setiap bagian produksi. Rincian biaya tenaga kerja langsung disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Biaya Tenaga Kerja Langsung Selama Bulan November 2014
Jumlah TKL Upah Per Hari (Rp)
Gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Total Biaya (Rp)
10 Orang 80.000 500.000 29.000.000
Jumlah 29.000.000
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Berdasarkan tabel 4.3 biaya tenaga kerja langsung per orang adalah sebesar Rp 80.000 per hari dan masih ditambah dengan gaji pokok sebesar Rp 500.000 per bulan. Jadi untuk menggaji karyawan pada bulan November (30 hari kerja) dikeluarkan biaya sebesar Rp 29.000.000 dengan kata lain masing-masing karyawan mendapatkan upah sebesar Rp 2.900.000 dalam sebulan.
3) Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead merupakan biaya yang secara tidak langsung mempengaruhi proses produksi. Biaya overhead pabrik adalah keseluruhan biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Macam-macam biaya overhead pabrik yang timbul dalam proses produksi selain yang termasuk biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang digunakan selama proses produksi mie basah di UMKM Mie Basah Pak Taman adalah sebagai berikut:
a. Biaya Bahan Baku Tidak Langsung
Bahan baku tidak langsung adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif
kecil. Bahan baku tidak langsung dalam produksi mie basah antara lain adalah soda kue, garam dan tepung sagu. Rincian biaya bahan baku tidak langsung disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Biaya Bahan Baku Tidak Langsung Selama Bulan November 2014
Keterangan Harga
(Rp) Pemakaian
Total Biaya (Rp)
Soda Kue 700/kilogram 150 kilogram 105.000
Garam 33.000/sag 15 sag 495.000
Tepung Sagu 170.000/sag 30 sag 5.100.000
Jumlah 5.700.000
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
b. Biaya Listrik
Listrik digunakan oleh UMKM Mie Basah Pak Taman untuk mendukung kegiatan produksi. Listrik biasanya digunakan sebagai penerangan dan mengoperasikan mesin. Biaya listrik yang dikeluarkan UMKM Mie Basah Pak Taman pada bulan November adalah Rp 1.600.000. Rincian biaya listrik disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Biaya Listrik Selama Bulan November 2014
Keterangan Total Biaya (Rp)
Biaya Listrik 1.600.000
Jumlah 1.600.000
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
c. Biaya Pemakaian Air
Air biasanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan adonan mie basah, selain itu juga digunakan sebagai sarana kebersihan para karyawan seperti untuk
mencuci tangan dan juga untuk mandi. Biaya pemakaian air yang dikeluarkan UMKM Mie Basah Pak Taman pada bulan November adalah Rp 100.000. Rincian biaya pemakaian air disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Biaya Pemakaian Air Selama Bulan November 2014
Keterangan Total Biaya
(Rp) Biaya Pemakaian Air 100.000
Jumlah 100.000
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
d. Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan
Biaya perawatan mesin dan kendaraan dilakukan untuk menjaga mesin dan kendaraan agar lebih tahan lama. Terdapat 5 mesin yang digunakan dalam kegiatan produksi diantaranya mesin adon (2 unit), mesin pres besar, mesin pres kecil dan mesin iris. Sedangkan kendaraan yang digunakan untuk kegiatan operasional UMKM adalah 9 unit sepeda motor yang merupakan kendaraan milik pribadi. Biaya perawatan mesin yang dikeluarkan adalah biaya pembelian pelumas sedangkan biaya perawatan kendaraan antara lain biaya cuci motor, ganti oli dan service. Rincian biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan kendaran disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan Selama Bulan November 2014
Keterangan Total Biaya (Rp)
Mesin Adon 20.000
Mesin Pres Besar 10.000 Mesin Pres Kecil 10.000
Mesin Iris 10.000
Motor 300.000
Jumlah 350.000
e. Beban Penyusutan Mesin, Kendaraan, Peralatan dan Bangunan
Mesin, kendaraan serta bangunan yang terus digunakan dalam kegiatan produksi dan operasional perusahaan menyebabkan menyusutnya atau berkurangnya nilai mesin, kendaraan serta bangunan tersebut. Untuk menghitung penyusutan mesin, kendaraan, peralatan dan gedung pada UMKM Mie Basah Pak Taman, digunakan merode garis lurus atau metode umur ekonomis. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Rincian beban penyusutan mesin, kendaraan, peralatan dan bangunan disajikan pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Tabel 4.8
Beban Penyusutan Mesin, Kendaraan, Peralatan dan Bangunan Per Tahun
Keterangan Total (Unit) Harga Per Unit (Rp) Total Harga Beli (Rp) Nilai Sisa (Rp) Umur Ekonomi s (Tahun) Beban Penyusutan Per Tahun (Rp) Mesin Adon 2 25.000.000 50.000.000 12.500.000 4 9.375.000 Mesin Pres Besar 1 35.000.000 35.000.000 8.750.000 4 6.562.500 Mesin Pres Kecil 1 25.000.000 25.000.000 6.250.000 4 4.687.500 Mesin Iris 1 20.000.000 20.000.000 5.000.000 4 3.750.000 Motor 9 6.000.000 54.000.000 13.500.000 4 10.125.000 Tong Air Besar 1 125.000 125.000 31.250 4 23.437,5 Tong Air Sedang 1 100.000 100.000 25.000 4 18.750 Tong Air Kecil 1 75.000 75.000 18.750 4 14.062,5 Timbangan Mie 1 800.000 800.000 200.000 4 150.000 Bangunan 1 20.000.000 20.000.000 1.000.000 20 950.000
Jumlah beban penyusutan per tahun 35.656.250
Tabel 4.9
Beban Penyusutan Mesin, Kendaraan, Peralatan dan Bangunan Per Bulan
Keterangan
Beban Penyusutan Per Tahun
(Rp)
Beban Penyusutan Per Bulan
(Rp) Beban penyusutan mesin, peralatan,
kendaraan dan gedung 35.656.250 2.971.354
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Jadi, total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan November adalah jumlah dari biaya bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya listrik, biaya pemakaian air, biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan kendaraan serta biaya penyusutan mesin, peralatan, kendaraan dan bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10
Biaya Overhead Pabrik Selama Bulan November 2014
Keterangan
Total Biaya (Rp)
Biaya Bahan Baku Tidak Langsung 5.700.000
Biaya Listrik 1.600.000
Biaya Pemakaian Air 100.000
Biaya Perawatan Mesin dan Kendaraan 350.000
Biaya Penyusutan Mesin, Kendaraan, Peralatan dan Bangunan
2.971.354 Jumlah
10.721.354 Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Setelah diketahui besarnya biaya overhead pabrik maka dapat dilakukan perhitungan harga pokok produksi per kilogram mie basah. Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing November 2014
Keterangan
Total Biaya (Rp) Biaya Bahan Baku
203.850.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung 29.000.000
Biaya Overhead Pabrik
10.721.354 Jumlah
243.571.354
Jumlah Produksi 27.000
Harga Pokok Produksi per Kilogram Mie Basah
9.021 Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Dengan menggunakan metode full costing diketahui harga pokok produksi per kilogram mie basah adalah sebesar Rp 9.021, didapatkan dari hasil penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik kemudian dibagi dengan volume produksi miee basah selama bulan November 2014.
4.4. Perhitungan Harga Jual Mie Basah
4.4.1. Perhitungan Harga Jual Mie Basah Menurut Perusahaan
Dalam menetapkan harga jual produknya, UMKM Mie Basah Pak Taman tidak pernah melakukan perhitungan secara terperinci. Perusahaan menjual hasil produksi mie basah sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran yaitu sebesar Rp 14.000 per kilogram mie basah. Perusahaan menjual produknya sesuai dengan harga pasar agar produk tersebut mampu bersaing dengan perusahaan yang memproduksi
barang sejenis. Dengan harga Rp 14.000 perusahaan mampu memperoleh keuntungan sebesar ±54%.
4.4.2. Perhitungan Harga Jual Mie Basah Menurut Metode Cost Plus Pricing dengan Pendekatan Full Costing
Dalam penentuan harga jual menggunakan metode cost plus pricing semua unsur biaya baik unsur biaya produksi maupun non produksi harus dipertimbangkan menjadi biaya total. Setelah itu ditambahkan markup atas biaya tersebut sebagai harga jual produk. Biaya non produksi pada UMKM Mie Basah Pak Taman adalah biaya pemasaran serta biaya administrasi dan umum. Biaya pemasaran meliputi biaya pembelian bensin 9 unit motor sebesar Rp 4.050.000 dan biaya pembelian plastik sebesar Rp 1.620.000, sedangkan biaya administrasi dan umum tidak terdapat di UMKM Mie Basah Pak Taman. Laba minimum yang diharapkan oleh perusahaan adalah sebesar 40%. Sehingga perhitungan harga jual menggunakan metode cost plus pricing dapat disajikan sebagai berikut:
Perhitungan markup:
Biaya administrasi dan umum -
Biaya pemasaran 5.670.000
Laba yang diharapkan: (40% x 243.571.354) 97.428.541 +
Jumlah 103.098.541
Biaya produksi 243.571.354 :
Perhitungan harga jual:
Biaya produksi 243.571.354
Markup x biaya produksi: (42% x 243.571.354) 102.299.968 +
Jumlah harga jual 345.871.322
Volume produksi (kilogram) 27.000 : Harga jual per kilogram mie basah 12.810
4.5. Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi antara Metode Perusahaan dan Metode Full Costing
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dapat dianalisis perbedaan antara perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan menggunakan metode perusahaan dengan yang dilakukan menggunakan metode full costing. Perbedaan antara kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi antara Metode Perusahaan dan Metode Full Costing
Keterangan
Metode Perusahaan (Rp)
Metode Full Costing (Rp)
Selisih (Rp)
Mie Basah 9.108 9.021 87
Sumber: Data diolah UMKM Mie Basah Pak Taman, 2014.
Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa selisih harga pokok produksi per kilogram mie basah adalah Rp 87, jumlah produksi mie basah sebanyak 27.000 kilogram, sehingga selisih biaya produksi mie basah selama bulan November 2014 adalah sebesar Rp 2.349.000.
Pada perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing harga pokok produksi yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan dengan metode perusahaan, hal ini dikarenakan dalam metode perusahaan dibebankan biaya bensin dan biaya plastik ke dalam komponen biaya overhead pabrik. Seharusnya biaya tersebut dikelompokkan ke dalam biaya pemasaran yang merupakan bagian dari biaya non produksi yang nantinya dibebankan pada laporan laba rugi perusahaan.
4.6. Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Jual Menggunakan Metode Perusahaan dan Metode Cost Plus Pricing
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, dapat dianalisis perbedaan antara perhitungan harga jual yang dilakukan menggunakan metode perusahaan dengan yang dilakukan menggunakan metode cost plus pricing dengan pendekatan full costing. Perbedaan antara kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13
Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Jual antara Metode Perusahaan dan Metode Cost Plus Pricing dengan Pendekatan Full Costing
Keterangan
Metode Perusahaan (Rp)
Metode Cost Plus Pricing dengan Pendekatan Full
Costing (Rp)
Selisih (Rp)
Harga Jual Mie Basah per Kilogram
14.000 12.810 1.190
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa perhitungan harga jual menggunakan metode cost plus pricing menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan perusahaan yaitu terdapat selisih sebesar Rp 1.190. Hal tersebut dikarenakan laba yang dipatok dipasaran jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laba minimum yang diharapkan oleh perusahaan. Laba per kilogram mie basah di pasaran adalah sebesar 54% sedangkan laba minimum yang diharapkan perusahaan adalah sebesar 40%.