• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) 1.1 Defenisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).

1.2 Manfaat TAK

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat : a) Umum

1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

(2)

3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.

b) Khusus

1. Meningkatkan identitas diri.

2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.

3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari. 4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan

sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

(Yosep, 2007)

1.3 Tahapan dalam TAK

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal pra-kelompok; fase kerja pra-kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).

1. Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal

(3)

dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).

2. Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,

storming, dan norming.

a) Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota. b) Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).

c) Tahap kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).

(4)

3. Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).

4. Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

1.4 TAK: Stimulasi Persepsi

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2004).

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).

(5)

1.5 Tujuan TAK Stimulasi Persepsi

Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).

1.6 Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi

Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam lima sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :

1. Sesi pertama: Mengenal Halusinasi Tujuan:

1. Pasien dapat mengenal halusinasi.

2. Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi. 3. Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.

4. Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. Langkah kegiatan

1 Persiapan

a) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi.

b) Membuat kontrak dengan pasien

(6)

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama). 3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama). b) Evaluasi/ validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini. c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:

• Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

• Lama kegiatan 45 menit

• Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.

b) Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.

(7)

c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.

d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara yang biasa didengar.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b) Tindak lanjut

Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya jika terjadi halusinasi.

c) Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi 2. Menyepakati waktu dan tempat.

2. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik Tujuan:

1. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.

2. Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi. 3. Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi. Langkah kegiatan

1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1. b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(8)

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien. 2. Pasien dan terapis pakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.

2. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan perasaan.

c) Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1) 3. Tahap kerja

a) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran.

b) Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.

c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.

d) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “Pergi jangan ganggu saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan …”

(9)

e) Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapat giliran.

f) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b) Tindak lanjut

1. Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul.

2. Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien. c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya. 3. Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan Tujuan:

1. Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.

(10)

Langkah kegiatan 1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2. b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien. 2. Pasien dan terapis pakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.

2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari. 3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik

halusinasi. c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya). 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.

b) Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan setiap sehari-hari, daan tulis di whiteboard.

(11)

c) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di whiteboard.

d) Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard.

e) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.

f) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.

2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok. b) Tindak lanjut

Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

(12)

4. Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap Tujuan:

1. Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinsi.

2. Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi. Langkah kegiatan

1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3. b) Terapis membuat kontrak dengan pasien.

c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Pasien dan terapis memakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

2. Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang terarah) untuk mencegah halusinasi.

c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(13)

3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.

b) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap.

c) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.

d) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster, tentang kapan saya boleh pulang”.

e) Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya.

f) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.

g) Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran. 4. Tahap terminasi

a) Evaluasi

1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih. 3. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b) Tindak lanjut

Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.

(14)

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

2. Terapis menyepakati waktu dan tempat.

5. Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat Tujuan:

1. Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat. 2. Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat. 3. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. Langkah kegiatan

1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4. b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Terapis dan pasien memakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

2. Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).

(15)

c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya). 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.

b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.

c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard.

d) Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat. e) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran. f) Berikan pujian pada pasien yang benar.

g) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard). h) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di

whiteboard).

i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah halusinasi/kambuh.

j) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.

(16)

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok. b) Tindak lanjut

Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.

2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien (Keliat, 2004).

2. Kemampuan Mengontrol Halusinasi 2.1 Defenisi

Kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan (Chaplin 1997, dikutip dari Simamora 2002). Kemampuan mengontrol halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins 2000, dikutip dari Simamora 2002).

(17)

Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998 dikutip dari Yosep 2008). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Marlindawany, dkk, 2008).

2.2 Tahapan halusinasi

Menurut Janice Clack (1962), pasien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain :

1. Tahap Comforting

Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

2. Tahap Condeming

Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya pasien merasa mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (With drawl).

(18)

3. Tahap Controling

Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien merasa sangat kesepian/sedih.

4. Tahap Conquering

Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide. (Yosep, 2008)

2.3 Jenis halusinasi

Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000): 1. Halusinasi pendengaran

Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah, suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.

2.Halusinasi penglihatan

Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak. Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.

(19)

3. Halusinasi penciuman

Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan pada pasien demensia, kejang atau stroke.

4. Halusinasi pengecapan

Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu.

5. Halusinasi taktil

Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada pasien yang mengalami putus alcohol.

6. Halusinasi kenestetik

Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan melalui otak.

7. Halusinasi kinestetik

Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah. (Videbeck, 2008)

(20)

7.3 Etiologi

Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan presipitasi.

Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen (Carson, 2000).

Menurut Cloninger (1989), gangguan jiwa terutama gangguan persepsi sensori: halusinasi dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan faktor genetik. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17 % (Yosep, 2008).

Menurut Andreasan (1991), bahwa neurotransmiter dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia (Yosep, 2008).

(21)

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (Yosep, 2008).

Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok/masyarakat; faktor biokimia dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya perubahan sensori persepsi pasien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang menyenangkan (Stuart & Sundeen, 1998 dikutip dari Cyber nurse 2009).

7.4 Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut : a) Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.

b) Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan sesuatu yang tidak nyata.

(22)

d) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.

e) Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II, kegiatan pembelajaran sudah dapat berjalan dengan baik, dimana hasil observasi kemampuan bercerita

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung pada tanggal 21 November 2013 pukul 11.05

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum- hukum, rumus,

26-Jan Kerja bakti membersihkan dan mengatur ruang kelas Bimbel bersama murid Ke Pasar membeli bahan warung. 27-Jan Bekerja

Berarti penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang menyatakan profitability (profitabilitas) berpengaruh positif terhadap capital structure (struktur

Ketika seorang anak sekolah berada pada suatu keadaan lingkungan yang tidak mendukung dan atau menyenangkan dan memiliki konsep diri rendah maka sangat rentan

b) Melakukan montoring target di bawah ini sesuai dengan Lampiran I: setidaknya 95% hewan dipingsankan dengan efektif pada kali pertama proses pemingsanan. • Lakukan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya keuntungan dari adanya model penilaian efek penggunaan e– learning dan pembangunan suatu account yang dapat digunakan oleh