• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TENTANG KHALIFAH DARI HASAN LANGGULUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TENTANG KHALIFAH DARI HASAN LANGGULUNG"

Copied!
247
0
0

Teks penuh

(1)

i

DISERTASI

Diajukan kepada Program Doktoral Pemikiran Islam sebagai salah satu

persyaratan menyelesaikan studi Strata Tiga (S.3) untuk memperoleh

gelar Doktor bidang Ilmu Pendidikan Islam

PROMOTOR

Prof. Dr. Suwito, MA

Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag

Oleh:

ABDUL ROSYID

NIM:31161200000152

PROGRAM DOKTOR PEMIKIRAN ISLAM

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

v

raya ini dari pemikiran pendidikan Hasan Langgulung. Pemikiran pendidikan tentang Khalifah merupakan pendidikan yang berbasis spiritual atau bisa disebut juga dengan pendidikan langit, Pendidikan Ilahiah, yang berlandaskan tuntunan Wahyu Tuhan. Pendidikan Khalifah berusaha untuk mengembangkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan, kecerdasan dan karakter pendidikan yang memiliki keterampilan dan keinginan untuk melanjutkan belajar dan untuk melayani yang lainnya selama kehidupan mereka.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menitikberatkan penelitiannya pada study pustaka (library research). Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutic dengan dua cara, yaitu kajian filosofis dan kajian ilmiah. Memadukan kajian filosofis dengan kajian ilmiah ditujukan untuk mencari jawaban atasa suatu problem pendidikan dalam upaya membuat rancang bangun sebuah konsep.

Temuan penelitian ini berupa teori, ‚Semakin suatu civitas akademika mampu membentuk suatu pribadi yang kokoh dalam Keimanan dan Ketakwaan juga mumpuni dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin terbentuknya sivitas pendidikan yang khalifah. Selain itu, temuan penulis, paradigma pemikiran pendidikan Khalifah dari Langgulung, ditujukan untuk menggali, menumbuhkembangkang, dan mengoptimalkan segenap potensi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, demi mewujudkan kesejahteraan hidupnya, duniawi dan ukhrawi dalam kapasitasnya sebagai Hamba Tuhan atau ‘Abdullah.

Penelitian ini mendukung pendapat pendidikan yang bersifat religius dari berbagai pakar pendidikan semisal David H. Yarn Jr., (2010), AN. Whitehead (1929), Syed Muhammad Naquib al-Attas (2014) yang pada intinya sepemahaman menytaakan bahwa, "The essence of educationis that it be religious," tujuan yang paling utama dari pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang religius. Pemikiran pendidikan Khalifah dari Langgulung merupakan kritik yang konstruktif atas pendidikan humanis yang cenderung sekuleris mengabaikan sisi spiritual dan religius dari Arthur J. D’Adamo (2015) maupun paradigma pendidikan pembebas Paulo Praire (2005). Kritiknya adalah pendidikan selestial berupaya membebaskan manusia sebagai ‘Abdullah (hamba Tuhan) dari segala macam belenggu kehidupannya di dunia ini saja, namun juga di akhirat nati.

Kata Kunci: Hasan Langgulung, Tujuan Pendidikan, Kurikulum, amanah,

(3)

vii

which in essence is to form the figure of the Khalifah of God who rahmatan lī al-ālamīn in the universe from Hasan Langgulung's educational thought. Khalifah Education Reform is a spiritual-based education or can also be called sky education, Divine Education based on the guidance of God's Revelation. Khalifah Education seeks to develop faith, piety, loyalty, intelligence and character education who have the skills and desire to continue learning and to serve others throughout their lives.

This research is a qualitative research which focuses on research in library research. This research uses two approaches, namely philosophical approach and scientific approach. Integrating philosophical approaches with scientific approaches is intended to find answers to an educational problem in an effort to design a concept.

The findings of this study in the form of a theory, "The more an academic community is able to form a strong person in the Faith and Devotion also qualified in the mastery of science and technology, the more reformative Khalifah education. In addition, the author's findings, the paradigm of Celestial education reform from Langgulung, are aimed at exploring, growing and developing, and optimizing all human potential as caliphs on this earth, in order to realize their welfare, worldly and ukhrawi in their capacity as Servants of God.

This research supports the opinions of religious education from various education experts such as David H. Yarn Jr., (2010), AN. Whitehead (1929), Syed Muhammad Naquib al-Attas (2014) who essentially insisted that, "The essence of education is that it is religious," the most important goal of education is to form religious humans. The Khalifah Langgulung education reform is a constructive criticism of humanist education which tends to be secularist, ignoring the spiritual and religious side of Arthur J. D'Adamo (2015) and the liberator education paradigm Paulo Praire (2005). The criticism is that celestial education seeks to free mankind as Abdullah (servant of God) from all kinds of shackles of his life in this world, but also in the afterlife.

Keywords: Hasan Langgulung, Educational Objectives, Curriculum,

(4)

ix

ٙف مثًتٚ ٘زنا ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ذلاصإ ذشش ٗنإ جحبنا ازْ فذٓٚ

نا الله تفٛهخ تٛصخش مٛكشت ٙف ِشْٕخ

شكفنا ٍي ٌٕكنا ٙف ىٛحشنا ًٍحش

تَٛاحٔشنا ٗهػ ىئاق ىٛهؼت ْٕ ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ذلاصإ .غَٕنٕغَلا ٍسحن ٕ٘بشتنا

ّٛخٕت ٗهػ ىئاقنا ٙٓنلإا ىٛهؼتنا ، ءاًسنا ىٛهؼت اًضٚأ ّٛهػ قهطٚ ٌأ ٍكًٚ ٔأ

ءلإنأ ٖٕقتنأ ٌاًٚلإا شٕٚطت ٗنإ ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ٗؼسٚ .ٙٓنلإا ٙحٕنا

ٔ ءاكزنأ

ىهؼتنا تهصإي ٙف تبغشنأ ثاسآًنا ىٓٚذن ٍٚزنا تٛصخشنا ىٛهؼت

.ىٓتاٛح لإط ٍٚشخٜا تيذخٔ

.ثابتكًنا ثاحبأ ٙف جحبنا ٗهػ ضكشٚ ٙػَٕ جحب ْٕ جحبنا ازْ

حيد فذٓٚ .ًٙهؼنا حُٓنأ ٙفسهفنا حُٓنا أًْ ، ٍٛدَٓ جحبنا ازْ وذختسٚ

دادٚإ ٗنإ تًٛهؼنا حْاًُنا غي تٛفسهفنا حْاًُنا

تنٔاحي ٙف تًٛٛهؼت تهكشًن ثاباخإ

.وٕٓفي ىًٛصتن

شثكأ ًٙٚداكلأا غًتدًنا ٌاك اًهك" ، تٚشظَ مكش ٙف تساسذنا ِزْ حئاتَ

ىهؼنا ٌاقتإ ٙف اًضٚأ ٍٛهْؤي ءلإنأ ٌاًٚلإا ٙف ٕ٘ق صخش مٛكشت ٗهػ ةسذق

، كنر ٗنإ تفاضلإاب .تٛحلاصإ شثكأ ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ٌاك اًهك ، اٛخٕنُٕكتنأ

ٌئف

ٗنإ فذٓت ، غَٕنٕغَلا ٍي ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ذلاصإ جرًَٕ ، فنؤًنا حئاتَ

، ضسلأا ِزْ ٗهػ تفٛهخك تٚششبنا ثاَاكيلإا غًٛخ شٕٚطتٔ شٕٚطتٔ فاشكتسا

.لله ٍٛيداخك ىٓتسذق ٙف ٘ٔاشخلأأ َٕ٘ٛذنا ، ىْٓافس قٛقحت مخأ ٍي

تنا ءاشبخ فهتخي ٍي ٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ءاسآ جحبنا ازْ ىػذٚ

مثي ىٛهؼ

.rJ r. .v iv.

( ،

0202

، )

NA

( ذٛٓتٚأ .

0101

بٛقَ ذًحي ذٛس ، )

( طاطؼنا

0202

َّأ ْٕ ىٛهؼتنا شْٕخ" ٌأ ٗهػ ٙساسأ مكشب شصأ ٘زنا )

٘ٔاًسنا ىٛهؼتنا ذلاصإ .ٍُٛٚذتًنا ششبنا ٍٕٚكت ْٕ ىٛهؼتهن فذْ ىْأ ، "ٍٚذتي

g. LLngn L

ًٛٚ ٘زنا َٙاسَلإا ىٛهؼتهن ءاُب ذقَ ْٕ

مْادتٚٔ ، تَٛاًهؼنا ٗنإ م

ٍي ُٙٚذنأ ٙحٔشنا بَادنا

Nv02nv i. AN .J )020A

ىٛهؼتنا جرًَٕٔ )

( شٚاشب ٕنٔاب سشحًنا

022A

شٚشحت ٗنإ ٗؼست تٚٔاًسنا تٛبشتنا ٌأ ْٕ داقتَلاا .)

، ىناؼنا ازْ ٙف ّتاٛح للاغأ عإَأ غًٛخ ٍي )الله وداخ( الله ذبػ مثي تٚششبنا

ٜا ٙف اًضٚأ ٍكنٔ

.ةشخ

:ةيحاتفملا تاملكلا

، تقثنا ، حْاًُنا ، تٕٚبشتنا فاذْلأا ، حَٕنٕدَلا ٍسح

.ثاذْاؼًنأ ةشطفنا ، ءافهخنا

(5)

xi

Meneri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia tanggal 22 Jauari 1988.

Ara

b

Latin

Arab

Latin

Arab

Latin

ا

`

ز

z

ق

q

ب

B

س

s

ك

k

ت

T

ش

sy

ل

l

ث

Ts

ص

sh

م

m

ج

J

ض

dh

ن

n

ح

H

ط

t

و

w

خ

Kh

ظ

zh

ه

h

د

D

ع

ء

ذ

Ż

غ

g

ي

y

ر

R

ف

f

-

Catatan:

1. Konsonan yang bersyaddah ditulis dengan rangkap

Misalnya ;

اـُـبس

ditulis rabbanâ.

2. Vokal panjang (mad);

Fathah (baris di atas) di tulis â, kasrah (baris di bawah) di tulis î,

serta dammah (baris di depan) ditulis dengan û. Misalnya;

ـنا

ق

تـػساـ

ditulis al-qâri‘ah,

ٍـٛـكاـســًنا

ditulis al-masâkîn,

ٌٕحهـفـًـنا

ditulis al-muflihûn.

3. Kata sandang alif + lam (

لا

)

Bila diikuti oleh huruf qamariyah ditulis al, misalnya ;

ٌٔشـفاكـنا

ditulis al-kâfirûn. Sedangkan, bila diikuti oleh huruf syamsiyah,

(6)

xii

Bila terletak diakhir kalimat, ditulis h, misalnya;

ةشـقـبـنا

ditulis

al-baqarah. Bila ditengah kalimat ditulis t, misalnya;

لاـًـنا ةاكص

ditulis zakât al-mâl, atau

ءاـسـ

ُ

نا ةسٕـس

ditulis sûrat al-Nisâ`.

5. Penulisan kata dalam kalimat dilakukan menurut tulisannya,

Misalnya;

ٍٛــقصاشـٛـخ ٕـْٔ

ditulis wa huwa khair

al-Râziqîn.

(7)

xiii

Puji beserta syukur dipersembahkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita. Nabi Muhammad SAW., Guru Utama dan pertama yang telah meletakkan dasar dasar Pendidikan Islam. Nabi yang membawakan ajaran bagi semesta alam dan menjadikan Islam Rahmatan lil al- alamin. Dan juga keluarganya, dan para sahabatnya,serta para pengikutnya.

Disertasi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar doctor Pendidikan Islam dalam program Pemikiran Islam Program Pasca Sarjana Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhmya oleh penulis bahwa naskah ini adalah hasil penelitian alhamdulilah bisa diselesaikan walaupun telah memakan waktu cukup lama dan menemui bermacam-macam kesulitan, tantangan, halangan dan rintangan yang sesungguhnya berat bagi penulis yang cukup berumur dan bekerja aktif dalam ASN Kementerian Agama, karena sangat menyita waktu,tenaga dan biaya transportasi yang tidak sedikit, Alhamdulilah bisa diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak dan kedermawanan teman teman di kantor maupun diluar kantor, karena prinsip ya penulis miliki yaitu,’ Hanya dengan ilmu dan pengalaman dan pergaulan yang baik terhadap sesama akan menghasilkan yang baik dan tercapai cita cita.’ Untuk mengabdi lebih baik lagi pada masyarakat,bangsa dan agama.

Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada Bapak saya yang telah berpulang ke Rahmatullah ( Alm) H. Mahbub bin Saumin dan Ibunda tercinta Hj. Muinah binti H. Abdullah yang telah mendidik penulis sejak kecil sampai sekarang tak pernah mengeluh dengan penuh kasih sayang membimbing dan mendoakan penulis agar menjadi anak yang sholeh dan berguna.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada ibu Prof. Dr. Amany Lubis selaku Rektor UIN Syahid Jakarta yang menurut penulis sangat mendukung dan mendorong terselesaikannya disertasi ini, bahkan beliau mau membantu meringankan biaya pendidikan semester bagi saya sebesar Rp. 94.800.000,- dengan surat keputusan rector UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor 385 tahun 2019 tentang Pemutihan Biaya Pendidikan karena posisi

(8)

xiv

Alhamdulilah pada hari senin, 10 Desember 2018 setelah mengikuti ujian Rekualifikasi Tim Penguji menyatakan bahwa saya LULUS untuk dapat menyelesaikan study program doctor dengan ketentuan akan memiliki NIM baru, kemampuan bahsasa TOEFL dan TOAFL, mengikuti perkuliahan, mampu membuat Riset dan melengkapi Administrasi keuangan. Adapun TIM penguji 1. Prof. Dr. Ahmad Rodoni,MM Penguji 2 Prof. Dr Didim Saefuddin MA dan Penguji 3. Dr. Usep Abdul Matin MA. Terima kasih yang tak terhingga kepada bapak penguji Rekualifikasi saya sehingga saya bisa aktif kuliah

Ucapan Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr. Masykuri Abdillah selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syahid Jakarta, walaupun penulis menemukan kesulitan secara administrative tetapi ini adalah bagian dari proses pembelajaran. Begitu juga terimas kasih penulis sampaikan kepada para dosen sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr.Suwito MA selaku promotor 1 yang sangat membantu penulis dan membimbing serta mengarahkan penulisan ini lebih baik dan ilmiah. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr. Armai Arief M.Ag selaku promotor II yang dengan baik dan santun dan meminjamkan buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan dengan judul penulis.

Tak lupa penulis ucapan terima kasih kepada teman teman yang telah mendorong penyelesaian disertasi ini, terutama kepada Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM. selaku WAREK III pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu mengingatkan dan menegur penulis agar segera diselesaikan desertasinya. Dan juga kepada Dr. Abu Khaer, S.Fil,I dan saudara Huria Atmo MA yang telah memberikan nasehat dan temen diskusi serta membantu mencarikan bahan bahan yang sesuai dengan judul dan tema disertasi ini.

Khusus kepada rekan-rekan kantor di Kementrian Agama Kota Jakarta Barat terutama pada seksi pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang telah mendorong dan membantu penulis untuk termotivasi kuat untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dan juga kepada dosen dan staf dalam lingkungan STAI Bina Madani Tangerang dan STAI Al Aqidah Jakarta yang memberikan perhatian demi penyelesaian study penulis

(9)

xv

S.KOM, yang kedua Nawrah Septia Mahrani yang tahun 2020 ini akan menjadi mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Program Pendidikan Bahasa Inggris dan yang ketiga adalah Muhammad Dzaki Rosyid masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah kelas 4 semoga ketiga nya menjadi anak anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua, bangsa dan negaranya.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan dan keterbatasan, terutama kelemahan dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran-saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca yang budiman demi kesempurnaan penulisan disertasi ini. Selanjutnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi agama, bangsa yang sedang menuju Indonesia maju saat ini walaupun di tahun ini sedang di uji dengan pandemic wabah covid 19. Amiin.

Jakarta, Agustus 2020

(10)

xvii

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

ABSTRAK ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi

KATA PENGANTAR ... xiii

DAFTAR ISI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Rumusan dan Batasan Masalah ... 15

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

D. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 17

E. Metodologi Penelitian ... 20

F. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II PARADIGMA PERADABAN TENTANG PENDIDIKAN .. 27

A. Pendidikan Humanisme Pasca-Renaisance ... 28

B. Reformasi Pendidikan dalam Peradaban Islam ... 37

C. Pergumulan Wacana dalam Pendidikan Indonesia ... 50

BAB III SKETSA BIOGRAFI HASAN LANGGULUNG ... 57

A. Biografi Hasan Langgulung ... 57

B. Kiprah Kependidikan Hasan Langgulung ... 60

C. Pandangan Akademika Terhadap Hasan Langgulung ... 70

BAB IV FALSAFAH PENDIDIKAN KHALIFAH HASAN LANGGULUNG ... 77

A. Kejadian dan Tujuan Hidup Manusia ... 77

B. Fitrah Manusia ... 98

C. Amanah dan Khalifah Manusia ... 117

D. Perjanjian Antara Manusia Dengan Tuhan ... 125

BAB V RANCANG-BANGUN DAN IMPLEMENTASI DARI PEMIKIRAN PENDIDIKAN TENTANG KHALIFAH... 135

A. Tujuan Pendidikan Islam ... 135

B. Kandungan/Kurikulum Pendidikan ... 154

(11)

xviii Daftar Pustaka ... 181 Glosarium ... 207 Indeks ... 211 Lampiran Tentang Penulis

(12)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan pemikiran pendidikan Islam1 tentang Khalifah dari Hasan Langgulung. Temuan sementara penulis,

paradigma pendidikan tentang kedudukan manusia sebagai khalifah dari Langgulung, lebih holistik jika dibandingkan dengan paradigma pendidikan humanis dari Arthur J. D’Adamo2 atau semisal paradigma pendidikan

pembebas Paulo Praire sekalipun.3 Paradigma pendidikan humanis maupun

pembebas hanya sekedar ditujukan untuk menggali, menumbuhkembangkang, dan mengoptimalkan segenap potensi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, demi mewujudkan kesejahteraan hidupnya, baik secara fisik maupun psikologis. Paradigma pemikiran pendidikan Islam tentang Khalifah dari Langgulung bertujuan tidak hanya itu, tetapi juga melengkapi lacuna (ruang kosong) keholistikan pendidikan humanistik dengan mereligiuskan dan atau mengakhiratkan pendidikan bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.

1Pendidikan tentang khalifah, meminjam istilah terminologi menajemen A Riawan Amin, sepadan dengan pendidikan Celestial. Kamus online Merriem-Webster mendefinisikan istilah

celestial, selain berhubungan dengan astrologi (perbintangan), juga bermakna, ‚relating to, or suggesting heaven or divinity celestial beings,‛ berhubungan dengan, atau menyarankan surga atau keilahian makhluk surgawi. Pengertian kedua inilah yang penulis maksudkan dalam penelitian ini. Lihat https://www.merriam-webster.com/dictionary/celestial, diakses tanggal 20 Februari 2019. Selain itu, penulis terinspirasi dari Manajemen Celestial dari A Riawan Amin.

Celestial Management adalah manajemen yang berbasis spiritual atau bisa disebut juga dengan manajemen langit, Manajemen Ilahiah yang datang dari langit. Lihat secara detail dalam AR Amin, A Fajrie, ML Hamidi, US Noer, The Celestial Management: Zikr, Pikr, Mikr (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004); A Riawan Amin dan Tim Pebs FE-UI, Menggagas Manajemen Syariah: Teori dan Praktik The Celestial Management (Jakarta: Salemba Empat, 2010).

2Arthur J. D’Adamo, Science without Bounds, A Synthesis of Science, Religion and

Mysticism (Britannica: AdamFord, 2015); Arthur L. Greil, et.al. "Decline in Ethical Concerns about Reproductive Technologies Among a Representative Sample of US Women." Public Understanding of Science 26.7 (2017): 789-805; Andrew N. Wilson, Against Religion, Why We Should Live Without It, Vol. 19. (New York: Vintage, 1991); Andrew Norman Wilson, God's Funeral: A Biography of Faith and Doubt in Western Civilization (New York: Ballantine Books, 2000); Hunter Davies,‚Interview: In Bed with A.N. Wilson,‛ The Independent, 12 January (1993).

3Lihat paradigm pendidikan Dunia Barat, misalnya Paulo Freire, Education as the

Practice of Freedom, (terj.) Myra Bergman Ramos (ed.) (London and New York: Continuum, 2005), 7. Paradigma universal pendidikan universal semisal dari Freire dapat dilihat secara komprehensif dalam Paulo Freire, Education for Critical Consciousness, (1st American ed.) (New York: Seabury Press, 1973); Paulo Freire dan Ana Maria Araújo Freire, Pedagogy of Hope: Reliving Pedagogy of the Oppressed (New York: Continuum, 1994).

(13)

Paradigma Langgulung tentang khalifah ini, memiliki keunikan tersendiri yang membedakan, meneguhkan pendapat pendidikan dari AN. Whitehead bahwa, "The essence of education is that it be religious," tujuan yang paling utama dari pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang religius.4

Tifdak hanya sekedar religius, pemikiran pendidikan Islam tentang Khalifah dari Hasan Langgulung berkesesuaian dengan terma sufistik berupa konsep Insān al-Kamīl.5

Paradigma pemikiran pendidikan Islam Langgulung tentang khalifah, juga senada dengan pendapat Pakar Pendidikan Islam Indonesia semisal, Husni Rahim, Sucipto, Armai Arief maupun Suwito, bahwa tujuannya adalah sebagai obat atau terapi terhadap adanya distorsi pemahaman dan penyimpangan pengamalan ajaran Islam, yaitu melalui kegiatan pendidikan, tak terkecuali dengan pendidikan agama. Pada muaranya, pendidikan menuntun dan menuntut untuk lahirnya kesadaran kognitif, afektif, dan psikomotorik bagi manusia dalam memilih antara nilai-nilai transcendental-sakral dengan nilai-nilai profane dalam agama untuk diaktualisasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.6 Bahkan

menurut Pakar Pendidikan Sutjipto, dalam bingkai Pancasila, lokus Insān al-Kamīl pun sebagai puncak pembentukan kekhalifahan sivitas akademika wajib berlandaskan juga pada patriotisme, cinta akan tanah air sangat penting terbentuk dengan begitu kokoh, selain nilai luhur bangsa seperti kemanusiaan, kejujuran, dan komitmen kebangsaan. 7 Tidak hanya berhenti dalam

4Alfred North Whitehead, The Aims of Education (New York: Ernest Benn,1929), 23. Lihat juga tentang pentingnya pendidikan untuk membentuk kereligiusan manusia dari beberapa karya Whitehead, semisal ‚Religion and Science,‛ dalam AN. Whitehead, Science and the Modern World (London: Cambridge University Press, 1925), 224-239; AN. Whitehead,

Religion in the Making (Oxford: Oxford University Press, 1927).

5Lihat ‘Abd al-Karīm ibn Ibrahim ibn ‘Abd al-Karīm ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili, al-Insān al-Kamīl fī Ma’rifat al-Awākhir wa al-Awā’il, (Beirut: Dar al-Fikr, 1975). Lihat juga Syafwan Rozi, "Uderstanding the Concept of Ecosufism: Harmony and the Relationship of God, Nature and Humans in Mystical Philosophy of Ibn Arabi." Ulumuna 23.2 (2019): 242-265; Nuraan Davids and Yusef Waghid, "Ibn al-Arabi’s Idea of Al-insan Al-kamil (the Perfect Human) and Democratic Education," Democratic Education and Muslim Philosophy. Palgrave Pivot, Cham, (2019); 71-79; Rini Puspitasari dan Achmad Ushuluddin. "The Concept Of Muhammad Iqbal Education Education (Godhead Perspective)." AIUA Journal of Islamic Education 1.2 (2019): 147-170.

6Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam (Ciputat: CRSD Press, 2005); Armai Arief,

Mahmud Yunus dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2002); Armai Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam

(Ciputat: Ciputat Press, 2002). Lihat juga Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam

(Jakarta: Kencana, 2005); Suwito, Pengembangan Islam dan Budaya Moderat (Ciputat: YPM, 2016); Suwito, Yusuf Rahman, Izza Rohman, ‚Muslim Education and Interfaith Understanding: The Case of the Muslim College in the United Kingdom: 3rd International Conferences on Education in Muslim Society (ICEMS 2017),‛ Advances in Social Science, Education and Humanities Research, Vol. 115. No. 1 (2018); 304-309.

(14)

pembentukan karakter khalifah tersebut, Husni Rahim menggenapi bahwa kekhalifahan sivitas akademika yang Pancasilais juga membentuk karakter ketajaman dalam melihat masalah kehidupan secara kritis dan mendorong usaha pengembangan pendidikan Islam di Indonesia yang berorientasi pada keunggulan dengan identitas keislaman dalam menjawab tantangan dan persoalan zaman.8

Paradigma pemikiran pendidikan Islam tentang khalifah dari Langgulung memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari paradigm Whitehead, karena kereligiusan seorang manusia sebagai Khalifah, harus dan wajib berlandaskan ketaudihan atau Keesaan Tuhan. Dalam hal ini, Pendidikan tentang khalifah Langgulung senada-seirama dengan pemikiran pendidikan ‘Abd al-Raḥman al-Hanbakah Ḥasan al-Midānī ataupun keputusan pendidikan al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār: al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams, pendidikan Islam harus berasaskan monoteisme, dalam arti yang sebenarnya.9 Selain itu, untuk konteks di

Indonesia, juga pendidikan tentang khalifah Hasan Langgulung berkesesuaian dengan amanah Konstitusi Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Meminjam bahasa Konstitusi Indonesia, UUD Tahun 1945, dirumuskan bahwa pendidikan

akademika yang harus terbentuk dalam dunia pendidikan, yaitu: pertama, menguasai tentang konsep dan teori tentang segala hal yang berkaitan dengan pendidikan. Kedua, dapat menerjemahkan konsep dan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, harus professional. Lihat Sutjipto, ‚Calon Mendiknas Harus Punya Visi yang Kuat,‛ Harian Terbit,

Sabtu, 16 Oktober (2004), 9; Sutjipto, ‚Sikap Kecintaan Guru Terhadap Tanah Air Sangat Penting,‛ Forum Reboan, Pendidikan FDP IKA UNJ dalam momentum Nujuh Bulan perjalanan diskusi, 14 Oktober 2019.

8Lihat secara detail paradigm pendidikan Islam di Indonesia dalam Husni Rahiem dan Effendi Mochtar, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001); Husni Rahim, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Dirjenbinbaga Islam, 2001); Husni Rahim, Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Press, 2004).

9Paradigma pendidikan yang komprehensif, universal dan holistik menurut Islam lihat misalnya, ‘Abd al-Raḥman al-Hanbakah Ḥasan al-Midānī, al-Akhlāq al-Islāmiyyah wa Asasuhā, Jilid I (Dimashqa: Dār al-Qalami, 1999); al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār,

al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams: Ta’līmi al-Kibār fī ‘Asr al-Ma’lūmātiyyah Ru’ayun wa Taujihātun (Qāhirah: Dār al-Ḍiyāfah, 2003); al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār, al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams: Taqwīm al-Tajārub wa al-Juḥūd al-‘Arabiyyah fī Majāli Mawi al-Ummiyyah wa Ta’līm al-Kibār (Qāhirah: Dār al-Ḍiyāfah, 2004); al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār,

al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams: Mu’allim al-Kibār fī Qarnī al-Ḥādī wa Ishrīnā (Qāhirah: Dār al-Ḍiyāfah, 2005); al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār, al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams: Iqtiṣādiyyat Ta’līmi al-Kibār (Qāhirah: Dār al-Ḍiyāfah, 2007); al-Hai’ah al-‘Āmmah lī Ta’līmi al-Kibār,

al-Mu’tamar al-Sanawī al-Awwal lī Ta’līmi al-Kibār ‘Ainu Shams: Tawīru Barāmij wa Manāhiji Ta’līmi al-Kibār fīḌau’i al-Jūdah (Qāhirah: Dār al-Ḍiyāfah, 2008).

(15)

ditujukan agar segenap komponen civitas akademika dengan beragam derivasinya agar mampu menghasilkan generasi sesuai dengan tuntunan dan tuntutan Tuhan sebagai khalifah di muka bumi ini, yaitu ‚Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa …. yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.‛10 Selain itu, masih meminjam kesimpulan Konstitusi Indonesia,

pendidikan merupakan salah satu sarana bagi negara, ‚untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.‛11

Uniknya lagi, dengan mengusung jargon ‚khilafah,‛ sekelompok umat Islam tertentu di berbagai belahan dunia, sebagai salah satu solusi bagi reformatif bahkan revolutif atas segala aspek problem kehidupan umat manusia, tak terkecuali pendidikan.12 Meskipun demikian, penulis menolak pemaknaan politis tentang khalifah, sebagaimana yang terwakili oleh pendapat dari Taqiyuddin al-Nabhani. Merujuk kesimpulan Azyumardi Azra, al-Nabhani memaknakan Khilafah adalah satu-satunya entitas, lembaga dan sistem politik yang dapat mengatasi kenestapaan dan masalah yang dihadapi Islam dan umat Muslim. Hanya dengam ‘syari’ah’ keteraturan dan ketertiban dapat diwujudkan.13 Temuan penulis atas pemikiran Langgulung, Khalifah itu

bukan bermakna politis, ia lebih bermakna psikologis yang religius, senada-seirama dengan Insan al-Kamil.

Bagi kelompok pemakna politis tentang khalifah, meminjam istilah Azra, Khalifah dimaknai dengan nuansa politis kepemimpinan individual yang berkecenderungan kepada ‚romantisme-religius,‛14 yang merupakan bagian

integral dari wacana politik Islam tentang ‚Negara Islam,‛ baik dalam tingkat Indonesia maupun tingkat Dunia Islam. Khalifah dalam paradigma pendidikan Hasan Langgulung, dimaknai dalam pengertian yang substansial, dengan

10Lihat Pembukaan (Preambule) UUD Tahun 1945. 11Lihat Pembukaan (Preambule) UUD Tahun 1945.

12Lydia Wilson, "Understanding the Appeal of ISIS," New England Journal of Public

Policy, Vol. 29. No. 1 (2017): 5; Farhaan Wali, "Functionality of Radicalization: A Case Study of Hizb ut-Tahrir," Journal of Strategic Security, Vol. 10. No. 1 (2017): 7; Rubino, Mohd Hatta Hatta, dan Abdullah, "Communication Technique of Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) in the development of cadre in North Sumatera," International Journal on Language, Research and Education Studies, Vol. 1. No. 2 (2017): 240-255; Jakob Skovgaard-Petersen, "Heirs of Abu Bakr: On the Ideology and Conception of History in al-Qaeda and Islamic State," Connections,

Vol. 16. No. 1 (2017): 25-36; Siti Zubaidah Abu Bakar, Azura Muhammed Kifli, dan Kamaruzaman Yusoff, "The Similarity of Radical Islamic Ideology Between the Malaysian Groups of Jemaah Islamiyah, Kumpulan Militan Malaysia and Islamic State (Daesh)," Journal of Nusantara Studies (Jonus), Vol. 2. No. 2 (2017): 155-168.

13 Azyumardi Azra, ‚Kolom Resonansi: Khilafah,‛

https://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/17/07/26/otpcef319-khilafah-1, diakses tanggal 8 Februari 2019.

14Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan (Bandung: RosdaKarya, 1999), 172.

(16)

merujuk istilah Amien Rais, lebih berkecenderungan sebagai suatu ‚etos Islam.‛ Khalifah adalah pejuang-pejuang Islam yang, tanpa memandang bentuk negara dan pemerintahan, berjuang secara optimal untuk menegakkan keadilan sosial dan menciptakan suatu masyarakat yang egalitarian, yang jauh dari eksploitasi manusia atas manusia yang lain, maupun eksploitasi golongan atas golongan lain.15

Paradigma khalifah yang disebut terakhir, telah berakar dengan budaya dan kearifan lokal Nusantara, terlebih juga berkesesuaian dengan Pancasila sebagai ideologi yang sekuler-religius negara Indonesia dan lebih humanis-universal. Terfokus dan terkhusus dalam bidang pendidikan, menariknya, Hasan Langgulung, berdasarkan temuan sementara penulis, memiliki konsepsi tentang khalifah yang substansialis, yaitu generasi-generasi yang diperuntukkan untuk mewujudkan ‚Negara yang Islami.‛ Dengan kata lain, khalifah merupakan para pejuang negara yang tanpa memakai label Islam secara eksplisit, justru menegakkan nilai-nilai yang diperjuangkan Islam, seperti penciptaan masyarakat egaliter, penegakan keadilan dan hokum, pengembangan musyawarah, penghormatan kepada pluralism, dan nilai-nilai universal Islam lainnya.

Dalam hal pendidikan, konsepsi khilafah Langgulung sama dengan konspsi khilafah dari Azra dan Rais, dengan ‘Abd al-Raḥmaān al-Ḥanbakah Ḥasan al-Midānī.16 Hal itulah yang melatarbelakangi kenapa penulis merasa

tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang, ‚Reformasi Pendidikan ‚Khalifah‛ dari Hasan Langgulung, seorang pakar pendidikan yang pemikirannya selalu dijadikan rujukan akademisi pendidikan di Indonesia. Apakah yang dimaksud Khalifah menurut Hasan Langgulung? Bagaimana operasionalisasi konsep khalifah tersebut dalam dunia pendidikan? Relevankan paradigmanya itu untuk menjawab segala problema pendidikan yang kini melanda dunia dan di Indonesia? Mengapa ada sebagian umat Islam cenderung ‚alergi‛ dengan istilah Khalifah? Jawaban dari beberapa kegelisahan akademik itulah penelitian ini ditujukan.

Bagi Langgulung, pendidikan itu berarti, meminjam bahasa Do’a Sapu

15Amien Rais, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung: Mizan, 1998).

16Hasan Langglung, Pendidikan Islam Abad 21 (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2001); Hasan Langglung, Manusia Dan Pendidikan (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994); Hasan Langglung,

Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000); Hasan Langglung, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1980); Hasan Langglung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002); Hasan Langglung, Teori-Teori Kesehatan Mental; Perbandingan Psikologi Modern dan Pendekatan Pakar Pendidikan Islam (Kejang Selengor: Pustaka Huda, 1992); Hasan Langglung,

Kreativitas dan Pendidikan Islam; Analisis Psikologi dan Falsafah (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1991); Hasan Langglung, Pendidikan dan Peradaban Islam; Suatu Analisa Sosio-Psikologi

(17)

Jagat, bertujuan untuk membentuk potensi kekhalifahan manusia sebagai ‘abd Allah. Khalifah merupakan manusia yang potensial untuk memperjuangkan dan mewujudkan ‚kesejahteraan kehidupan sekuler (dunyā), pun juga kesejahteraan kehidupan religious (akhirat), dengan disertai keselamatan manusia dari segala bentuk penderitaaan (al-nār).‛17 Di sisi yang lain, tematik

khalīfah diusung oleh sekelompok umat Islam, termasuk dalam dunia pendidikan, justru dipahami sebagai masalah khilāfah/kepemimpinan yang menolak segala bentuk paradigma pendidikan apapun selain ‚Islam‛ dalam pengertian yang kaku dan rigid.18 Kelompok ini berpendapat bahwa sistem

pendidikan Islam khilāfah merupakan jaminan yang dapat mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat, sebagai sesuatu jawaban satu-satunya bagi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, Langgulung dan kelompok yang moderat berpendapat tujuan pendirian negara dalam hal pendidikan adalah mewujudkan kemakmuran. Oleh karena itu, yang dapat menjamin tujuan Negara dalam pendidikan, bagi terwujudnya kemashlahatan dan kesejahteraan atau kemakmuran adalah berlakunya prinsip-prinsip universal sebagaimana yang diajarkan Islam, yaitu prinsip keadilan dalam penegakan hukum, prinsip amanah dalam menjalankan tugas, tanggungjawab, dan profesionalisme.19

Paradigma pendidikan yang holistik, universal dan komprehensif dari Langgalung juga berkesesuaian dengan kebijakan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia, dalam bidang Pendidikan juga mengejawantahkan hal tersebut sesuai dengan tuntutan dan tuntunan konstitusi tertinggi, Pancasila. Pendidikan di Indonesia diperuntukkan terutama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.20 Bahkan

melampaui itu, konsepsi pendidikan khalīfah dari Langgalung juga mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah, tetapi juga ibadah, serta akhlak.21 Hasan Langgulung adalah seorang pendidik di

17Nādiyah Jamaluddīn, Falsafah al-Tarbiyah ‘Inda Ikhwān al-afā(Qāhirah: al-Markaz al-‘Arabī lī Ṣaḥāfah, 1983), 1-3; M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat (Bandung: Mizan, 1995), 157.

18Sayyid Qutub, Fī Ẓilāl al-Qur'ān, Juz 19-25 (al-Qāhirah: Dār al-Syurūq, 1412 H./1992 M), 3187; Yūsuf al-Qardawī, Fiqh al-Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Sunnah, (terj.) Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 29.

19Abdul Muin Salim, Fiqhi Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 112; Muḥammad ‘Alī al-Sabūni, Safwat al-Tafāsir, Jilid I (Bairūt: Dār al-Qur’ān al-Karīm, 1999 M./1420H.), 366. Lihat juga al-‘Allāmah al-Sayyīd Muḥammad Ḥusain al-Taba’ Taba’ī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān, Jilid VIII (Bairūt: Muassasat al-A’lamī, 1991 M./1411 H.), 241; Said Agil Husein al-Munawwar, al-Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat Press, 2003), 195; Aisyah Bintu Syāti, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, (terj.) Ali Zawawi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), 20.

20Lihat UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.

(18)

berbagai perguruan tinggi, baik di dalam dan luar negeri, seperti di Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan Australia, dan termasuk di negara-negara di ASEAN. Hasan Langgulung juga termasuk petualang dalam mencari ilmu, ia belajar di berbagai tempat dan negara di dunia. Ia memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan Kesehatan Mental, sehingga konsentrasi pemikiran pendidikannya memiliki corak yang berhubungan dengan manusia, khususnya kepribadian. Hal inilah yang menjadi sangat populer di kalangan para pemikir pendidikan Islam dalam setiap kajian para intelektual pendidikan Islam di Indonesia.

Pemahaman Hasan Langgulung tentang pendidikan adalah mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah, tetapi juga ibadah, serta akhlak. Bahkan menurutnya, pendidikan itu dapat bermakna merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada masyarakat dan individu.22 Pengertian di atas kalau dalam perespektif Islam, Hasan

Langgulung juga memberi pengertian pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.23Seiring dengan pemahaman Hasan

Langglung tentang Pendidikan, juga memaparkan tentang tujuan pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal.24 Hal ini sejalan dengan tujuan

hidup manusia yang disebutkan dalam al-Quran (QS.5:56) yang artinya: ‚Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepadaku‛. Juga dalam Al-Quran (QS.2:30) yang artinya: ‚Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat. Aku akan menciptakan khalifah di bumi.‛ Dengan demikian tujuan pendidikan dalam Islam adalah segala usaha untuk membentuk watak manusia sebagai khalifah di bumi ini.

Manusia belum dianggap sebagai khalifah Allah, jika tidak memegang tanggung jawab sebagai khalifah Allah, kecuali ia diperlengkapi dengan potensi-potensi yang membolehkanya berbuat demikian. Perlengkapanya adalah pertama; fitrahnya manusia yaitu baik dari sejak awal, ia tidak mewarisi dosa karena Adam a.s. meninggalkan surga. Kedua adalah Roh, yang selalu bersama badan. Interaksi badan dan roh menghasilkan khalifah. Ketiga kebabasan kemauan, yaitu kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri. Karena khalifah itu menerima dengan kemauan sendiri amanah yang tidak

(Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1985).

22Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam …., 3.

23Lihat, Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 94.

24Lihat, Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan

(19)

dapat dipikul oleh makhluk-makhluk lain. Dalam al-Qur’an, (QS. 18:19) yang artinya ‚Katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, maka hendaklah percaya siapa yang mau, dan menolak siapa yang mau.‛ Jadi dari ayat tersebut bahwa manusia boleh menerima atau menolak, untuk percaya kepada Allah. Sedangkan alat yang keempat adalah Aqal, karena akallah yang membolehkan manusia membuat pilihan antara yang betul dan yang salah. Sehinga empat perlengkapan itulah yang membedakan manusia yang disebut khalifah dengan mahluk-makhluk lain, dan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membina individu-individu yang akan bertindak sebagai khalifah.25

Pendapat di atas, bila diteliti lebih jauh akan memiliki makna yang luas, karena dalam pendidikan Islam dalam pelaksanaanya mengarah kepada pembentukan kepribadian sebagai khalifah dengan didasari oleh potensi yang dimiliki oleh manusia berupa fitrah, roh, 26 kemauan dan aqal.27 Karena itu dalam proses belajar mengajar juga harus memperhatikan aspek tersebut, bukan sekedar hanya ingin menyampaikan pelajaran atau menyampaikan pengetahuan tetapi harus melihat potensi individu-individu manusia, sehingga sesuai dengan perkembangan dan kemauan anak. Dalam membentuk manusia untuk menjadi khalifah yang menjadi tujuan khusus dari pendidikan Islam, sejalan dengan Allah swt menjadikan alam semesta ini mempunyai tujuan tertentu. Manusia dijadikan oleh Allah sebagai khalifah di bumi, harus taat kepada Allah dan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya. Allah juga menjadikan manusia segala sesuatu di langit dan bumi untuk manusia.28 Karena manusia

diberikan oleh Allah swt, memiliki akal, kemauan dan fitrah menjadi modal besar dalam memimpin untuk menjadi khalifah di bumi ini.

Manusia hidup tidak mengandalkan insting atau nalurinya saja. Sebagaimana binatang, namun manusia hidup dengan akal, perasaan dan kemauan. Ia mampu mengubah dan mengolah lingkungan yang mengitarinya,

25Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, 67.

26Kata Ruh (roh) dalam al-Qur’an tidak banyak berulang, tetapi penggunaanya macam- macam. Kata ruh ini menunjukkan pemberian hidup oleh Allah kepada manusia, seperti, pada surat al-Hijr: 29; al-Sajdah: 9. Disini ruh selalu dikaitkan sebagai milik Allah. Kata ruh juga dipergunakan dalam pengertian yang serupa dengan pengertian pertama walaupun lebih khusus, yaitu untuk menunjukkan kepada penciptaan Nabi Isa a.s., seperti dalam surat Maryam:17; dan al-Anbiya: 91. Juga kata ruh menunjukkan al-Qur’an, seperti pada surat al-Syura:52. Juga menunjukkan wahyu dan malaikat yang membawanya, seperti pada surat Ghafir: 5; al-Nahl: 102; al-Syura: 193-194, Lihat, Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, 304.

27Kata aqal tidak pemah muncul dalam al-Qur’an sebagai kata benda abstrak (masdar) sama sekali, tetapi sebagai kata-kata kerja, dengan berbagai bentuknya, berkali-kali muncul. Semuanya menunjukkan aspek pemikiran pada manusia, seperti dalam surat al-Baqarah: 44,75; al-Anfal: 22; al-Mulk: 10.

28Lihat Abdul Kholik dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan

Kontemporer (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustka Pelajar, 1999), 46.

(20)

menciptakan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai cita-citanya.29 Karena itu dalam pembentukan kepribadian manusia diarahkan

agar manusia menggunakan akal dan kemauannya dengan baik, agar mampu mengelola dunia ini dan harus dengan niat untuk beribadah kepada Allah swt. Manusia selalu ingin mengetahui dan meneliti mengapa ia sampai tersandung, dan kemudian memperbaiki dan mengembangkan kehidupanya. Dalam konteks inilah dikatakan bahwa orientasi manusia menjangkau tiga dimensi waktu: lampau kini dan mendatang, sehingga ia memiliki predikat sebagai makhluk sejarah. Salah satu sifat kodrati mausia adalah selalu ingin menciptakan dunia kehidupanya sendiri dan mengatasi dunia realitasnya.30

Dengan adanya dimensi waktu manusia bisa mengambil pelajaran dalam kehidupan. Namun kenapa dalam realitas manusia, sudah diberikan pengalaman hidup bahkan Allah swt sudah memberikan berbagai macam bentuk ujian dan musibah, namun manusia masih tidak mau mengambil pelajaran? Disinilah peran kemauan dan akal ikut terlibat dalam menentukan sikap dalam pilihan hidup. Sejalan dengan tujuan khusus dari pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung, bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. Dengan menggunakan akal pikiran dan kemauan yang keras manusia bisa memahami arti ujian dan musibah, dan pada akhimya manusia bisa beribadah, beramal sholih dan menjadi khalifah di muka bumi ini.

Tujuan pendidikan menurut Hasan Langgulung, kalau penulis perhatikan pemikiranya sedikit berbeda dengan pemikiran M. Arifin.31 Pandangan Arifin

lebih menekankan pada aspek intelektual dan proses perubahan prilaku yang menjadi ukuran. Sehingga dengan demikian kurang mengarah pada aspek psikologisnya, menurut Hasan Langgulung justru potensi-potensi psikis yang dimiliki manusia, seperti kemauan, fitrah manusia, memiliki peran yang besar dalam pemebentukan kepribadian manusia. Walaupun demikian ada kesamaan pemikiranya yaitu pada aspek tujuan akhirnya yaitu kepribadian yang taat dan beribadah kepada Allah SWT. Pemikiran Hasan Langgulung juga sedikit berbeda dengan pendapat Zakiah Drajat yang menjelaskan tentang tujuan pendidikan Islam, menurutnya bahwa tujuan dasar pendidikan Islam adalah

29Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 22.

30Mastuhu, Dinamika Sitem Pendidikan Pesatren (Jakarta: INIS, 1994), 12.

31Lengkapnya, tujuan pendidikan Islam adalah merupakan penggambaran nila-nilai Islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses tersebut. Dengan istilah lain tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi manusia-didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat. Lihat, H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 224.

(21)

membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupanya, perbuatan, pikiran, dan perasaanya.32 Pendapat ini lebih

menekankan pada rasa penghambaan diri terhadap Allah dengan tanpa melihat potensi diri manusia, sebagaimana Hasan langgulung begitu memperhatikan bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih dan membuka rasa kemauan dalam menjalankan hidup, karena Allah telah memberikan fitrah, roh, kemauan dan akal kepada manusia untuk menjadi khalifah, sehingga dengan roh dan fitrahnya akal dan kemauan akan terkendalikan, untuk mampu menjalani ibadah kepada Allah swt. Dengan memperhatikan pemikiran Hasan Langgulung dengan pemikiran tokoh-tokoh pendidikan lain, secara garis besar memiliki kesamaan, akan tetapi sedikit perbedaan yaitu pada aspek penekanannya. Hasan Langgulung menekankan pada aspek kepribadian yang lahir dari potensi individu-individu manusia itu sendiri, yaitu yang terdiri dari, fitrah, roh, kemauan dan akal. Sehingga bisa dikatakan bahwa Hasan Langgulung dalam menentukan dan mencapai tujuan pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya yaitu Psikologi dan Kesehatan Mental. Yaitu M.A nya dalam bidang Psikologi dan Mental-Hygiene, Ein Shams University, Cairo.

Berhubungan dengan ungkapan di atas, Hasan Langgulung mempunyai pemikiran betapa pentingnya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan Islam. Dari sebagian pemikiran pendidikan Hasan Langgulung di atas, temyata memberikan pengaruh yang cukup besar dalam masalah-masalah pendidikan. Fenomena pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia. Sudah mulai mengarah kepada pentingnya memperhatikan perkembangan individu, bukan pada pemenuhan keinginan dari pusat. Sebagai yang punya otoritas dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan Islam di sekolah/madrasah. Apalagi Hasan Langgulung sebagai pendidik sekaligus pemikir yang banyak menelorkan ide-ide tentang konsep pendidikan Islam. Pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru banyak timbul persoalan dan kritikan mulai dari pendidikan dasar sampai dengan tingkatpendidikan tinggi, kurikulum yang serba sentralistik dan cenderung memberikan indoktrinasi terhadap pengelolaan dan manajemen pendidikan dari mata pelajaran, metodologi dan akademik. Sistem tersebut memasung kreatifitas manusia Indonesia. Seharusnya dalam proses pendidikan di dalam implementasi pembelajaranya harus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan kepribadian anak didik dan materi pelajaran. Materi tersebut juga harus memuat kontekstual yang mendorong daya kritis peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam kehidupan nyata. 33

Berkaitan dengan problematika pendidikan Islam di atas, Hasan

32Lihat Zakiah Drajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: YPI Ruhama, 1995), 35.

(22)

Langgulung tenyata sudah berfikir jauh, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam menurut pandangannya bahwa yang perlu diperhatikan adalah diberikan kebebasan untuk setiap individu untuk mampu berkreasi dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Manusia memiliki firah, roh, kemauan dan akal, yang menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan dan pilihan. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan yang disampaikan oleh Muhammad Naqib al-Attas dalam konsep pendidikan Islam bahwa pendidikan Islam lebih tepat diistilahkan dengan ta’dīb dibandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’līm. Sebab dengan ta’dīb, pendidikan akan memberikan adab atau kebudayaan.34 Pemyataan di atas adalah sebagian

pemikiran Hasan Langgulung, yang cenderung memberi penekanan kepada masalah-masalah perkembangan individu secara psikologis. Bisa dikatakan sebagai reaksi positif terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan.

Dalam era reformasi menginginkan terwujudnya suatu masyarakat baru yaitu masyarakat madani, yaitu masyarakat maju yang mengharapkan terwujudnya kemajuan, kesejahteraan, dan hormat menghormati. Termasuk tuntutan reformasi pendidikan diharapkan agar mampu membangun kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam membangun masyarakat sendiri. Pendidikan masa gaya lama yang menganggap peserta didik sebagai wadah kosong yang diisi semaunya oleh pendidik perlu diganti dengan sistem pendidikan yang dapat mengembangkan segenap potensi peserta didik.35

Tuntutan reformasi ini sejalan dengan pemikiran Hasan Langgulung, karena menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan Islam harus memperhatikan aspek potensi individunya atau peserta didiknya.

Di jaman orde baru sebetulnya sudah mulai ada kemajuan yang sangat pesat, ada empat sasaran yang sudah mulai ada pergeseran yang lebih baik, yaitu, pertama; Dunia pesantren, dari aspek materi pendidikan, sistem pendidikan, manajemen dan perananya dalam masyarakat sudah diposisikan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat, dan munculnya muatan-muatan ilmu-ilmu yang modern masuk di dalam pesantren. Bahkan di pesantren berkembang ada materi tentang keterampilan-keterampilan, seperti bidang pertanian dan perkebunan. Kedua; Dunia Madrasah, di Indonesia pada masa itu juga mengalami perkembangan, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Bahkan mulai muncul madrasah-madrasah yang dinegerikan, yang sebelumnya tidak ada madrasah yang negeri.36Namun

34Muhammad Naqib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir

Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, (Terj.) Haidar bagir, (Bandung: Mizan, 1992), 7. 35Harian Pikiran Rakyat, ‚Reformasi Pendidikan Menuju Masyarakat Madani,‛ Pikiran

Rakya, Senin, 23 Nopember (2008), 2.

36Manfred Ziemek, Dinamika Pesatren dalam Perubahan Sosial, Edisi Indonesia (Jakarta: P3M, 1986), 233.

(23)

dengan adanya madrasah-madrasah negeri, kemandirian madrasah mulai sangat berkurang dan berpengaruh terhadap berbagai aspek, seperti aspek kurikulum, manajemen, metodologi, hubungan dengan masyarakat. Sehingga di jaman orde baru penulis memandang semakin sentralistik. Hal inilah yang menjadi pemikiran kedepan, bagaimana para ahli pendidikan memandang problematika pendidikan pada masa tersebut.

Di lembaga pendidikan tinggi pun mulai berkembang dengan bertambahnya IAIN di Indonesia. Artinya masyarakat sudah mulai ada kekhawatiran terhadap anak-anak bangsa, yang pada saat itu sangat dibutuhkan pengetahuan ilmu agama, untuk membentengi krisis moral. Namun apakah seperti ini perkembangan pendidikan Islam yang dikehendaki? Apakah tidak menjadi terkesan bahwa Islam tidak punya pilihan untuk menguasai dunia ilmu-ilmu lain? Walapun pada saat itu Zakiah Drajat banyak mempunai peran dalam perubahan kebijakan nasional tentang pendidikan dengan munculnya SKB 3 meteri, yang telah menghilangkan dikotomi Ilmu, tetapi masih banyak kelemahanya di antaranya, sistem pendidikanya masih sentralistik.

Pendidikan sentralistik hanya akan memunculkan otoriterisme, menjadilakn lembaga-lembaga sekolah sebagai pencetak robot-robot tanpa mampu mengembangkan kreatifitas. Yang ada hanyalah kepatuhan dan keseragaman yang sangat jauh dari bobot profesional. Dengan kondisi ini maka reformasi sangat diperlukan.

Reformasi merupakan istilah yang populer dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup bangsa dan negara di Indoneisa, termasuk reformasi di dunia pendidikan. Di dalam pendidikan, reformasi bukanlah langkah akhir, namun reformasi harus segera diimplementasikan dan diringi dengan upaya revitalisasi pendidikan Islam yang sekian lama telah dinanti oleh segenap umat. Istilah ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang dulu pernah jaya kini mengalami kemandulan harus kembali dipertajam pelaksanaanya seimbang dengan sitem pendidikan nasional. Seiring dengan reformasi pembaharuan pendidikan harus menggambarkan satu sistem pendidikan yang demokratis, konsisten, dan kontinyu serta komprehensif. Pendidikan yang ada harus mengiring ke arah terbentuknya manusia yang berkualitas mampu membangun negara dan diri dengan penuh tanggung jawab.37Sejalan dengan tuntutan reformasi dengan lahirnya Undang-Undang

nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.38

Namun, dalam pelakasanaan pendidikan Islam, khususnya dunia

37Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa, 2003), 42. 38Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), 63.

(24)

madrasah masih banyak kelemahan-kelemahan, walaupun sistem pendidikan di Indonesia sudah demokratis. Diantaranya menurut Mastuhu dalam bukunya ‚Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam‛, bahwa kelemahannya adalah: 1) Mementingkan materi di atas metodologi; 2) Mementingkan memori di atas analisis dan dialog; 3) Mementingkan pikiran vertical/linear di atas lateral; 4) Mementingkan penguatan pada otak kiri di atas otak kanan; 5) Materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional; 6) Penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya; 7) Mementingkan orientasi ‚memiliki‛ di atas ‚menjadi.‛39

Di samping permasalahan pada aspek kebijakkan pemerintah, tetapi juga kondisi anak jaman sekarang sudah mulai krisis moral, ditandai dengan kejadian-kejadian yang sangat tidak manusiawi, seperti anak membunuh orang tua, anak sudah bergaul bebas sebagaimana perbuatan yang dilakukan oleh suami istri, anak bunuh diri dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu, kurangnya pendidikan agama, kurang pengertian orang tua tentang pendidikan, tidak teraturnya pengisian waktu luang, tidak stabilnya keadaan sosial, politik dan ekonomi, kemorosotan moral dan mental orang dewasa, adanya pengaruh film, dan buku-buku yang tidak baik, serta pendidikan dalam sekolah/madrasah yang kurang baik.40 Bahkan 70 persen

dari 4 juta pecandu narkoba tercatat sebagai anak usia sekolah, yakni berusia 14 hingga 20 tahun. ‚Bahkan sudah menyusup ke anak usia SD. 41 Termasuk

pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan penelitian, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi. Jika dihitung pertahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya.42

Dari pemyataan di atas, sejalan dengan pemikiran Hasan Langgulung, bahwa dalam membangun manusia, khususnya dunia pendidikan Islam harus memperhatikan perkembangan dan potensi individu, agar mampu menjadi khalifah43 di bumi ini, sehingga diharapkan muncul sistem pendidikan yang

39Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, 59.

40Ysak Burhanudin, Kesehatan Mental (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 86-93.

41Tempo Interaktif, ‚70 % Pecandu Narkoba Anak Sekolah,‛ Tempo Interaktif, Jumat, 30 Juli (2004).

42Lihat secara on-line di website, www.perempuan.com., diakses tanggal 5 Desember 2018, Pukul 20.00 WIB.

43Kata khalifah diambil dari kata kerja khalafa yang bermakna mengganti atau mengikuti. Dalam hal ini, khalifah adalah orang yang menggantikan orang lain. Itu sebabnya kepala negara Islam diberi gelar ini. Abu Bakar menggantikan Nabi Muhammad saw sesudah beliau wafat. Beliau dipanggil Khalifah Rasul Allah, kata terakhir itu dibuang dan tinggallah khalifah tetapi maknanya serupa. Kalau dari segi bahasa khalifah tidak ada perbedaan pendapat, tetapi pebedaan pendapat terjadi pada siapa menggantikan siapa. Ada tiga pendapat dalam hal ini. Perdapat pertama, mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk yang menggantikan makhluk lain yang sudah pernah wujud di bumi. Kata orang Jin. Jadi manusia menggantikan Jin.

(25)

demokratis, kontinyu dan komprehensif, artinya Hasan Langgulung telah memberikan inspirasi dalam perkembangan pendidikan Islam. Di samping itu Hasan Langgulung memberikan konsep tentang prinsip-prinsip filsafat dalam pendidikan Islam yang bisa menjadi dasar dalam menyelesaikan persoalan pendidikan, khususnya pada aspek akhlak, yaitu bahwa akhlak adalah di antara makna-makna terpenting dalam kehidupan, tempatnya sesudah keimanan kepada Allah swt. Hal ini jelas Hasan Langgulung memposisikan Akhlak44

bisa dikatakan sebagai tujuan akhir dari pendidikan.

Saat-saat ini juga muncul perlunya pendidikan karakter di sekolah, ini lahir karena kondisi perkembangan akhlak anak-anak dan remaja semakin merosot. Padahal di sekolah/madrasah sudah banyak pendidikan yang menerangkan tentang akhlak seperti pelajaran akidah akhlak, Al-Qur’an hadits, Pendidikan Moral (Pancasila), tetapi di jaman reformasi pendidikan ini perbuatan kriminal dan asusila yang dilakukan anak-anak dan remaja semakin meningkat? Hal ini menurut penulis ada kesalahan metodologi dalam menyampaikan nilai-nilai kepada peserta didik. Hasan Langgulung telah memberikan inspirasi kepada kita, bahwa pendidikan tidak sekedar memberikan pengetahuan, memasukkan ilmu ke kepala anak didik, tetapi anak harus memahami dan menyakini sesuai dengan potensi individu-individunya. Sehingga secara individu anak memiliki perubahan sikap yang lahir atau buah dari pemahaman dan keyakinanya.

Pendidikan karakter sangat berkaitan dengan bagaimana seseorang

Pendapat kedua mengatakan bahwa sebenarnya manusia menggantikan manusia lain, jadi bukan makhluk lain. Jadi khalifah sekdar bermakna mana-mana kumpulan manusia menggantikan yang lain. Jadi khalifah sekedar bermakna mana-mana kumpulan manusia menggantikan yang lain. Pendapat ketiga memberikan proses penggantian itu peranan yang lebih penting. Khalifah bukan sekedar seorang mengikuti yang lain, tetapi ia adalah khalifah Allah. Lihat, Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, 48.

44Persoalan akhlak, ada yang menjadi prinsip dalam dasar-dasar Pendidikan Islam yaitu

Pertama: Percaya bahwa akhlak adalah di antara makna-makna terpenting dalam kehidupan, tempatnya sesudah keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul dan hari kiamat di mana terkandung perhimpunan, hisab dan balasan, dan qada dan qadar-Nya. Kedua: Percaya bahwa akhlak adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam di dalam jiwa dari mana muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, yang dalam pembentukannya bergabung faktor-faktor keturunan dan lingkungan. Ketiga: Percaya bahwa akhlak itu pada keseluruhannya diperoleh dan dipelajari. Ia berpengaruh oleh faktor-faktor waktu, tempat, situasi, dan kondisi masyarakat, adat, tradisi, sistemnya, dan harapan-harapanya. Keempat: Percaya bahwa akhlak Islam mempunyai cirri-ciri dan keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkanya sesuai dengan fitrah dan akal yang sehat. Kelima: Percaya bahwa tujuan akhir agama dan akhlak adalah pencapaian kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempumaan jiwa bagi individu, dan pencapaian kebahagiaan, kemajuan, dan kekuatan, dan kesenangan bagi masyarakat. Keenam: Percaya bahwa agama Islam adalah sumber akhlak, nilai-nilai, kaedah-kaedah akhlak terpenting. Ketujuh: Percaya bahwa tidak nilai pendidikan dan bimbingan kalau ia tidak membantu seseorang membina hati nurani dalamanya. Kedelapan:

Percaya bahwa tanggung jawab adalah inti amal akhlak. Lihat Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, 63-65.

(26)

individu menghayati kebebasannya dalam relasi mereka dengan orang lain sebagai individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada di dalam sebuah stuktural yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial struktural, meskipun pada gilirannya yang menjadi kriteria penentuannya adalah nilai-nilai kebebasan invidual yang sifatnya personal.45

Hal ini sejalan tujuan pendidikan Islam menurut pandangan Hasan Langgulung bahwa yang perlu diperhatikan adalah diberikan kebebasan untuk setiap individu untuk mampu berkreasi dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Sehingga individu memilki sifat atau karakter

46atau berakhlak baik. Karena itu Hasan Langgulung dengan karya tulisnya

yang begitu banyak tentang pendidikan dan segaligus juga sebagai pendidik di berbagai tinggi di Indonesia maupun dunia intemasional, secara langsung dan tidak langsung telah banyak mempengaruhi jalan dan dinamika pemikiran tentang pendidikan Islam di Indonesia, sehingga dengan demikian cukup untuk dijadikan sebagai media kajian atau studi tokoh, di dalam pemahaman dan perananya dalam pendidikan Islam di Indonesia pasca orde baru.

B.

Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengidentifikasi beberapa masalah, di antaranya adalah:

a.

Wacana pemikiran pendidikan mengalami pergulatan dinamika yang cukup intens karena disebabkan munculnya pemikiran-pemikiran yang diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada pemerintah atau masyarakat, yaitu sekuleristik, humanistik, religious, dan Islam.

b.

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, diidentifikasi

untuk dengan segera menarik sebuah kesimpulan sebagai jawaban yang tegas tentang pemasalahan khalīfah, khususnya dalam bidang pendidikan yang berbeda dengan bidang politik.

c.

Karakteristik khalīfah adalah orang yang mendapat hikmah dan ilmu pengetahuan, manusia yang adil, beriman dan memiliki kesehatan fisik yang baik. Hal tersebut merupakan salah satu kontribusi pemikiran Hasan Langgulung yang telah mempengaruhi banyak tokoh pendidikan di Indonesia hingga saat ini, karena hampir di seluruh perguruan tinggi di

45Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2010), 194.

46Istilah karakter difahami sebagai struktur antropologis dalam diri individu sehingga pendekatan atasnya bersifat prosesual, menekankan dimensi pertumbuhan menuju kesempumaan. Karakter menjadi sebuah gerak dialektis proses konsolidasi individu secara dinamis sehingga menghasilkan karakter kepribadian yang stabil. Lihat, Doni Koesoema A,

(27)

Indonesia, tidak terlepas dari referensinya dalam mengembangkan pemikiran tentang pendidikan Islam di Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang terdapat pada identifikasi masalah, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini dalam beberapa aspek saja yaitu:

a.

Konteks sosial-politis, khususnya dalam pergeseran wacana khalifah

dalam bidang pendidikan.

b.

Pemikiran dan peranan Hasan Langgulung dikaji hanya terfokus dalam

bidang pendidikan, terkhusus konsepsinya tentang khalifah. Sebagai seorang cendekiawan, Langgulung bisa dikaji dalam berbagai aspek, entah itu ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan pertahanan dan keamanan.

c.

Relevansi pandangan pendidikan Hasan Langgulung tentang khalifah dengan pembaharuan dan reformasi pendidikan.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis perlu merumuskan pokok permasalahan yang ingin di kaji. Rumusan secara mayor dikemukakan dalam point pertama. Point rumusan berikutnya, yaitu dua sampai empat merupakan rumusan minor dari penelitian ini:

a.

Bagaimanakah pemikiran pendidikan Islam dari Hasan Langgulung dalam membentuk manusia sebagai Khalīfah?

b.

Bagaimana falsafah pendidikan Islam Khalīfah sebagai sebagai lokus utama dari pemikiran pendidikan Hasan Langgulung?

c.

Seperti apakah bentuk teori dan aplikasi peranan dari nilai-nilai Khalīfah sebagai upaya pengejawantahan dari pemikiran pendidikan dari Hasan Langgulung?

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini di antaranya adalah:

1. Untuk mengetahui paradigma pemikiran pendidikan Islam tentang Khalīfah dari Hasan Langgulung dalam membentuk insan atau civitas akademika bagi dunia pendidikan.

2. Untuk menjelaskan aspek filosofis pemikiran pendidikan dari Hasan Langgulung berkaitan dengan Khalīfah.

3. Untuk mendedahkan teori dan aplikasi paranan dari nilai-nilai Khalīfah sebagai upaya mengejawantahkan pendidikan dari Hasan Langgulung. Studi ini penelitian secara mendalam perlu untuk segera dilakukan karena, menurut penulis bahwa studi tokoh Hasan Langgulung ini memiliki beberapa signifikasi manfaat, di antaranya adalah:

Referensi

Dokumen terkait

Model Hysplit Volcanic Ash bahwa massa udara yang sampai ke SPAG Bukit Kototabang bukan berasal dari letusan material dan polutan yang keluar dari Gunung Sinabung, melainkan

Dari gambar grafik di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah curah hujan hasil relasi (Z-R) Rosenfeld Tropical dari semua produk reflectivity per jam pada hujan

Data hasil ujicoba tes kemampuan komunikasi matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

Dalam penelitian ini statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai variabel dependen yaitu manajemen laba, variabel independen yakni diversifikasi

Bahwa dengan adanya tindakan melanggar Undang-Undang yang telah dijelaskan diatas oleh pihak tergugat dan melakukan penarikan tanpa adanya pemberitahuan kepada penggugat

4.1 Diagram Data hasil TNA Pelatihan Pengawas Sekolah ... 4.2 Diagram

node tujuan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Pada skema r outing multi copy , resource yang digunakan dalam proses pengiriman pesan cenderung lebih

Telah dilakukan penelitian tentang skrining fitokimia pada biji kalangkala (Litsea angulata). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia biji