• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN PERBAIKAN LEAN SIX SIGMA DALAM PROSES PRODUKSI BAJA TULANGAN DENGAN INTEGRASI VALUE STREAM MAPPING DAN DESIGN OF EXPERIMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN PERBAIKAN LEAN SIX SIGMA DALAM PROSES PRODUKSI BAJA TULANGAN DENGAN INTEGRASI VALUE STREAM MAPPING DAN DESIGN OF EXPERIMENT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAJA TULANGAN DENGAN INTEGRASI VALUE STREAM MAPPING

DAN DESIGN OF EXPERIMENT

Asep Ridwan, Putro Ferro Ferdinant, Reno Aldiandru

Jurnal Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon

Jl. Jend. Sudirman Km. 3 Cilegon, Banten 42435

E-mail: [email protected], [email protected],[email protected]

ABSTRAK

PT XYZ adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan baja tulangan deformed 16 (D.16). Selama proses produksinya, masih terdapat waste yang mengakibatkan terjadinya produk cacat dalam jumlah yang besar. Berdasarkan data divisi produksi tahun 2014-2016, produk D.16 mengalami cacat sebanyak 13.629 batang. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waste yang terjadi pada proses produksi D.16, mengidentifikasi faktor penyebab dominan terjadinya waste defect, mengetahui nilai DPMO dan nilai sigma produk D.16, dan merancang perbaikan pada proses produksi D.16. Penelitian ini menggunakan metode lean six sigma dengan alat bantu (tools) terdiri dari integrasi value stream mapping dan design of experiment. Penelitian dimulai dengan memetakan waste yang ada di lapangan kemudian dicari penyebabnya. Rancangan perbaikan dilakukan dengan design of experiment untuk mendapatkan nilai settingan yang optimal dan value stream mapping untuk mengeliminasi waste yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian, waste paling prioritas adalah waste defect. Jenis defect yang dominan adalah defect out

dimension yang disebabkan oleh faktor mesin yaitu speed tarikan roll di intermediate stand tidak balance. Tingkat

kemampuan sigma yang dicapai PT XYZ dalam produksi D.16 adalah 4,171 dengan nilai DPMO 4.460. Rancangan perbaikan pertama yaitu kondisi optimal pada faktor speed roll dan temperature furnace yaitu 487 rpm dan 1000 0C. Rancangan perbaikan kedua yaitu mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah yaitu: mengangkat billet dari gudang bahan baku ke transfer car sebesar 12,44 menit; perpindahan billet dari gudang bahan baku ke gudang

furnace sebesar 2,09 menit; dan mengurangi jarak transportasi bundling ke penyimpanan sementara sebesar 0,53

menit. Dengan integrasi value stream mapping dan design of experiment, implementasi lean six sigma di industri manufakur lebih terukur dalam menurunkan waste dan mendapatkan nilai optimal dalam setting peralatan.

Kata Kunci: lean six sigma, design of experiment, value stream mapping, waste, nilai sigma

1. PENDAHULUAN

Mutu produk adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk memenangkan persaingan dalam industri global. Produk yang bermutu dan memiliki nilai tambah (value added) akan menjadi produk yang dicari oleh konsumen. Perhatian pada kualitas memberikan dampak positif kepada bisnis melalui dua cara, yaitu dampak terhadap biaya–biaya produksi dan dampak terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005). Dalam proses pembuatan produk yang bermutu seringkali menimbulkan pemborosan (waste). Waste tersebut dapat memberikan dampak buruk terhadap produk output yang dihasilkan. Untuk menghindari hal itu, perusahan harus mampu menanggulangi waste yang terjadi.

PT XYZ merupakan perusahaan manufaktur pembuatan baja tulangan dan baja profil. Baja tulangan atau biasa disebut deformed 16 (D.16), diproduksi di pabrik Bar Mill. Sedangkan baja profil diproduksi di pabrik Section Mill. Pabrik Bar Mill PT XYZ mengalami kesulitan dalam menjaga kualitas produk baja tulangan D. 16, karena selama proses produksinya masih terdapat waste yang mengakibatkan terjadinya cacat. Berdasarkan data produksi, dari tahun 2014-2016 produk D.16 mengalamin cacat sebanyak 13.629 batang dari total produksi yang dihasilkan sebanyak 6.297.017 batang. Jumlah tersebut merupakan jumlah cacat yang tinggi

pada produk D.16 dan menyebabkan kerugian pada perusahaan. Oleh karena itu, permasalahan tersebut harus diselesaikan agar PT XYZ tidak mengalami kerugian.

Penelitian tentang Lean Six Sigma di berbagai industri manufaktur telah dilakukan oleh Siboro (2014), Dewi, dkk. (2013), Alfaritsy, dkk. (2015), Pertiwi, dkk. (2013), dan Arifin and Supriyanto (2012). Beberapa penerapan Lean Six Sigma yang dipadukan dengan konsep atau tool lain telah dilakukan seperti integrasi Lean Six Sigma dengan Supply Chain telah dilakukan oleh Ridwan dkk. (2017) dan Lean Six Sigma dengan Value Stream

Mapping oleh Widiatmoko dkk. (2013). Penelitian ini

menggunakan konsep Lean Six Sigma yang dipadukan dengan Design of Experiment (DOE) dalam merancang perbaikan. Kontribusi pada penelitian ini adalah mengusulkan perbaikan proses produksi pada pembuatan baja tulangan D. 16 sehingga dapat menjaga mutu produk baja tulangan yang dihasilkan dan meningkatkan efisiensi proses produksi D. 16. Adapun tujuan pada penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses produksi D. 16 di pabrik Bar Mill PT XYZ. 2) Mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya

cacat paling dominan pada produk D. 16 di pabrik Bar Mill PT XYZ.

(2)

3) Mengetahui nilai DPMO dan tingkat level sigma pada proses produksi D. 16 di pabrik Bar Mill PT XYZ.

4) Merancang perbaikan pada proses produksi D. 16 di pabrik Bar Mill PT. XYZ.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mutu

Menurut Muhaemin (2012), mutu yang baik dari

sudut pandang konsumen adalah jika produk yang dibeli tersebut sesuai dengan keinginan, memiliki manfaat yang sesuai dengan kebutuhan, dan setara dengan pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen. Apabila mutu produk tersebut tidak dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, maka mereka akan menganggapnya sebagai produk yang berkualitas jelek.

2.2 Lean

Menurut Gaspersz (2007), lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer

value).

Menurut Hines dan Taylor (2000) terdapat tujuh macam jenis pemborosan (waste) dalam sistem produksi Toyota. Diantaranya adalah overproduction,

waiting, transportation, inappropriate proccesing, unnecessary inventory, unnecessary motion, dan defect.

Untuk memahami waste tersebut, perlu

memahami definisi tiga tipe aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi. Ketiga tipe aktivitas tersebut antara lain sebagai berikut (Siboro, 2014):

1. Value adding activity (VA)

Semua aktivitas untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan nilai tambah dimata konsumen sehingga konsumen rela membayar atas aktivitas tersebut.

2. Necessary but non-value adding activity (NNVA)

Semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada suatu produk yang diproses. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan namun dapat dijadikan lebih efektif dan efisien. 3. Non value adding activity (NVA)

Semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada suatu produk yang di proses. Aktivitas ini bisa direduksi atau dihilangkan, karena aktivitas ini murni waste yang sangat merugikan.

Implementasi lean yang diintegrasikan dengan berbagai bidang telah dilakukan oleh para peneliti seperti Ridwan, dkk. (2016) dalam merancang Lean dalam Supply Chain di pelabuhan dengan menggunakan model six sigma dan Sistem dinamis.

2.3 Value Stream Mapping

Value stream mapping merupakan suatu metode

pemetaan yang berbentuk gambar aliran nilai proses produksi dari awal kedatangan bahan baku (supplier) hingga menjadi output dan menuju customer, dibuat secara mendetail untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan yang terjadi, serta memberikan perbaikan pada aliran proses produksi. Menuruti Hines dan Rich (1997) terdapat tujuh macam detailed mapping yang paling umum digunakan, yaitu: 1) Process Activitvy Mapping; 2)

Supply Chain Response Matriks; 3) Production Variety Funnel; 4) Quality Filter Mapping; 5) Demand Amplifaction Mapping; 6) Decision Point

Analysis; 7) Physical Structure. Berikut ini

merupakan rumus yang digunakan untuk mengukur performansi dari value stream:

Efisiensi dari aliran produksi =

x 100% ... (1)

2.4 Six Sigma

Six sigma merupakan konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat (defect) pada level enam (six) sigma, hanya terjadi 3,4 kejadian cacat dari sejuta peluang.

Konsep Six Sigma disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian masalah sederhana, yaitu DMAIC. Istilah DMAIC merupakan kepanjangan dari tahap define (perumusan masalah), tahap measure (pengukuran masalah), tahap analyze (penganalisaan masalah), tahap improve (perbaikan masalah), tahap control (pengendalian).

Defect per million opportunities (DPMO)

merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan six sigma, yang menunjukkan kegagalan per satu juta kesempatan. DPMO adalah ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Adapun target dari pengendalian kualitas Six Sigma, yaitu sebesar 3,4 DPMO. Penelitian tentang implementasi Six Sigma telah banyak dilakukan oleh peneliti seperti Ridwan dan Noche (2014) dalam meningkatkan kinerja Supply

Chain di pelabuhan dengan metodologi Six Sigma

Juga Ridwan dan Noche (2018) dalam merancang ukuran kinerja pelabuhan dengan integrasi Six Sigma dan Sistem Dinamis.

2.5 Failure Mode andEffect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu pendekatan sistematis yang mengidentifikasikan failure mode yang potensial terjadi di dalam suatu sistem, produk atau pabrikasi atau operasi perakitan, yang disebabkan baik oleh desain atau kekurangan dalam pabrikasi atau proses perakitan (manufacturing/assembly

(3)

2.6 Design of Experiment

Design of experiment menurut Sudjana adalah

suatu rancangan percobaan dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan sedimikian rupa sehingga informasi yang berhubungan dan diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Sudjana menyatakan bahwa terdapat beberapa hasil yang perlu diperhatikan dalam desain eksperimen yaitu (Sandi, 2017):1) unit eksperimen; 2) pengacakan (randomisasi); 3) replikasi; 4) kekeliruan eksperimen; dan 5) perlakuan treatment.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Pada penelitian mengenai metodel lean six

sigma dengan bantual alat Value Stream Mapping

dan Design of Experiment. Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data produksi dan cacat produk D. 16 bulan Februari 2016 - April 2017, data perlakuan speed roll dan temperature furnace. Alur pemecahan secara lengkap ditunjukkan dalam gambar 1 di bawah ini.

Studi Pendahuluan Studi Literatur

Perumusan Masalah Tujuan Penelitian

Batasan Masalah

Analisa dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran

Pengolahan Data Mulai

Selesai

Pengumpulan Data Primer:

1. Hasil Wawancara 2. Brainstorming 3.Data Produksi dan Cacat produk D.16 bulan Mei 2017

1. Define 3. Analyze 2. Measure 4. Improve

Pengumpulan Data Sekunder:

1. Data Profil Perusahaan

2. Data Produksi dan Cacat produk D. 16 bulan Februari 2016 - April 2017

3. Data Perlakuan Speed Roll dan Temperature

Furnace

Gambar 1. Flow Chart Penelitian

4. HASIL DAN DISKUSI

4.1 Tahap Define

4.1.1 Identifikasi Critical to Quality

Berdasarkan hasil wawancara dengan

supervisor pabrik Bar Mill, terdapat lima jenis

kriteria cacat pada produk D. 16 yang dijadikan sebagai critical to quality (CTQ). Berikut ini merupakan jenis-jenis cacat pada produk D. 16: 1) Cacat cross roll, bentuk produk yang mengalami

cacat cross roll tidak simetris atau biasa disebut gepeng.

2) Cacat under fill, bentuk produk yang mengalami cacat under fill yaitu bagian sirip memanjang (D1) hilang atau sirip memanjang (D1) masuk kedalam.

3) Cacat over fill, bentuk produk yang mengalami cacat over fill yaitu bagian sirip memanjang (D1) terlalu panjang keluar atau biasa disebut cacat kuping.

4) Cacat out dimension, cacat ini terjadi karena ukuran dimensi seperti panjang dan diameter baja tulangan D. 16 tidak sesuai dengan standard yang sudah ditentukan.

5) Cacat laps (retak/pecah), produk yang mengalami cacat laps akan terlihat retak atau pecah pada bagian sirip memanjang (D1).

4.1.2 Identifikasi Waste

Hines & Taylor (2000) menyatakan bahwa

defect adalah waste yang dapat berupa kesalahan

yang terjadi saat proses pengerjaan, permasalahan pada kualitas produk yang dihasilkan, dan permformansi pengiriman yang buruk. Tahap identifikasi waste dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner tersebut diberikan kepada empat

supervisor dan satu kepala dinas pabrik Bar Mill.

Hasil dari identifikasi, waste paling prioritas adalah

waste defect.

Selanjutnya yaitu melakukan mapping tools terhadap VALSAT (value stream anlysis tools). Hasil dari mapping tools, maka alat yang digunakan adalah

procces activity mapping. 4.2 Tahap Measure

Menurut Pande & Holpp (2002) langkah measure mempunyai dua sasaran utama, yaitu: 1) Mendapatkan data untuk memvalidasi dan

mengkualifikasikan masalah dan peluang. 2) Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar rmasalah.

4.2.1 Diagram Pareto

Dari hasil diagram pareto pada gambar 5, jenis cacat yang harus diatasi dan dicari sebab–akibatnya adalah cacat out dimension dengan total jumlah cacat 188 batang.

(4)

4.2.2 Peta Kendali P

Peta kendali P merupakan peta kendali atribut yang bersifat defective. Peta kendali P adalah alat statistik yang digunakan untuk mengevaluasi proporsi kecacatan atau proporsi produk yang tidak sesuai yang dihasilkan oleh suatu proses (Pyzdek, 2003). Peta kendali P digunakan untuk mengetahui apakah ada data yang berada diluar batas kendali atas dan batas kendali bawah. Hasil dari peta kendali P untuk produk cacat D. 16 yaitu terdapat 5 data yang berada diluar batas kendali atas sehingga proses produksi D.16 belum stabil dan masih terdapat variasi penyebab khusus. Grafik peta kendali P dapat dilihat pada gambar 2.

4.2.3 Perhitungan Nilai DPMO dan level Sigma

Perhitungan nilai DPMO ini akan menunjukan level sigma pada proses produksi D.16. Nilai DPMO rata-rata yang dihasilkan yaitu sebesar 4.460,392, maka proses produksi D. 16 berada pada nilai sigma 4,171. Selanjutnya melakukan perhitungan indeks kapabilitas proses (Cp). Menurut Park S H (2003) perhitungan indeks kapabilitas proses adalah sebagai berikut:

Cp =

Cp = = 1,390

Dari hasil perhitungan Cp di atas, didapatkan nilai Cp = 1,390. Nilai Cp < 2, maka proses produksi masih perlu dilakukan perbaikan terus-menerus hingga mencapai target 6-sigma (Cp = 2). 41 37 33 29 25 21 17 13 9 5 1 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 Sample Pr op or tio n _ P=0,01880 UCL=0,04369 LCL=0 1 1 1 1 1

P Chart of Jumlah cacat (btg)

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 2. Peta Kendali P Produk D.16

Tabel 1. Perhitungan DPMO dan Nilai Sigma

No Tanggal

Jumlah Produksi

(btg)

Cacat

(btg) CTQ DPO DPMO SIGMA

1 21/02/2016 434 12 5 0,00553 5529,954 4,041 2 22/02/2016 892 5 5 0,00112 1121,076 4,556 3 23/02/2016 968 11 5 0,00227 2272,727 4,338 4 24/02/2016 859 5 5 0,00116 1164,144 4,545 ... ... ... ... ... ... ... ... 42 07/05/2017 268 8 5 0,00597 5970,149 4,014 Total 23563 443 Average 0,0045 4460,392 4,171

4.2.4 Identifikasi Aktivitas Proses

Produksi

Identifikasi aktivitas proses produksi dilakukan untuk mengetahui persentase waktu dari setiap aktivitas yang ada. Diantaranya yaitu

value added (VA) = 65,51 %; necessary butnon value added (NBNVA)= 30,21%. sedangkan

aktivitas non value added (NVA) tidak ada pada proses produksi D.16.

Dari tabel 2, diketahui lead time dari proses produksi D. 16 yaitu sebesar 93,87 menit. Adapun persentase untuk penggunaan waktu

value added (VA) sebesar 69,79 %, untuk necessary non value added (NNVA) sebesar

30,21 %, sedangkan untuk non value added (NVA) sebesar 0 %.

4.2.5 Current State Value Stream Mapping Produksi D. 16

Current state value stream mapping digunakan

untuk melihat efisiensi aliran proses dari produksi D.16. Efisiensi aliran proses produksi D.16 sebagai berikut:

= x 100%

(5)

4.3 Tahap Analyze 4.3.1 Diagram Fishbone

Pada tahap ini, didapatkan akar penyebab

masalah dari cacat out dimension adalah kelalain operator; operator tidak teliti dan terburu-buru; screw up dan screw down macet; kesalahan setting speed tarikan roll; rolling pertama D-16 dilakukan dengan settingan yang dicoba-coba; lampu di lantai produksi sedikit; dan banyak oil tumpah.

4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Pada tahap ini, masing-masing akar penyebab masalah dari cacat out dimension akan dianalisa potensi kegagalannya. Jenis kegagalan dengan nilai RPN tertinggi akan menjadi jenis kegagalan yang diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan. Yaitu speed tarikan

roll di intermediate stand tidak balance dengan

nilai RPN sebesar 160.

4.4 Tahap Improve

4.4.1 Design of experiment

Pada penelitian ini menggunakan design

of experiment faktorial 32, yaitu dua faktor dengan tiga level pada masing-masing

faktornya. Berikut ini merupakan tahapan-tahapan dalam perancangan eksperimen faktorial 32:

1) Penentuan faktor berdasarkan nilai RPN.

Faktor yang digunakan adalah faktor mesin yang terdiri dari faktor speed roll dan faktor temperature furnace.

2) Penentuan variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu speed roll (faktor A) dan temperature furnace (faktor B). Sedangkan variabel terikat pada penelitian yaitu jumlah kecacatan out dimension pada produk D. 16.

1) Penentuan faktor dan level

Berikut ini merupakan faktor dan level yang digunakan pada penelitian ini: a. Speed roll Level 1 : 485 (rpm) Level 2 : 487 (rpm) Level 3 : 489 (rpm) b. Temperature furnace Level 1 : 1000 0C Level 2 : 1100 0C Level 3 : 1200 0C

2) Penentuan jumlah replikasi dan jumlah eksperimen

Replikasi dilakukan untuk meningkatkan ketelitian suatu percobaan agar menghasilkan taksiran yang lebih akurat terhadap kekeliruan eksperimen. Derajat kebebasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 15, karena kehomogenan antar blok belum diketahui (Sandi, 2017). Replikasi eksperimen yang digunakan adalah 3 berdasarkan rumus, (t-1) (r-1) ≥ dk.

3) Pembuatan desain eksperimen faktorial 32 dan penyelesaian.

Desain eksperimen faktorial yang digunakan adalah faktor 32 yaitu 2 faktor dengan 3 level. Data jumlah cacat out dimension pada tabel 2 adalah data sekunder dan data primer. Tabel 3 adalah hasil dari perhitungan ANOVA.

Tabel 2. Data Jumlah Cacat out dimension tiap Kondisi Perlakuan

Temperature furnace °C (bj) Total

1000 1100 1200 Speed Roll (rpm) (ai) 485 (rpm) 6 7 6 9 6 5 9 7 4 Jumlah 24 20 15 59 487 (rpm) 0 2 12 0 3 8 0 7 10 Jumlah 0 12 30 42 489 (rpm) 0 5 0 2 6 8 2 6 4 Jumlah 4 17 12 33 Total ij 2 28 49 57 134 206 293 465 964

(6)

Tabel 3. Analysis of Variance (ANOVA) factorial experiment 32 Source Derajat Kebebasan Sum Square (SS) Mean Square (MS) Fhitung Ftab el Kesimpulan

Speed roll (ai) 2 38,741 19,370 5,282 3,55 Berpengaruh

Temperature furnace (bj) 2 49,852 24,926 6,797 3,55 Berpengaruh

Speed roll (ai) *

temperature furnace (bj) 4 144,370 36,093 9,843 2,93 Berpengaruh

Error 18 66,00 3,667

Total 26 298,963

4.5 Uji Sesudah Eksperimen

Uji Sesudah eksperimen dilakukan ketika terdapat perlakuan yang berpengaruh terhadap jumlah cacat (H1 diterima). Untuk mengetahui

level mana yang paling memberikan pengaruh, maka analisis selanjutnya dapat menggunakan uji

post hoc (Haditia, 2012). Berdasarkan tabel 3,

faktor A, faktor B, dan interaksi antara faktor A dan B berpengaruh terhadap jumlah cacat. Uji sesudah eksperimen pada penelitian ini menggunakan uji least significant difference (LSD). Menurut Cardinal (2004) dalam Haditia (2012), Least significant difference (LSD) merupakan metode pos hoc yang paling kuat untuk membandingkan ketika level dari eksperimen sampai tiga, tetapi tidak digunakan ketika kondisi sebaliknya. Uji least significant difference (LSD) digunakan untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan pengaruh tiap perlakuan dengan cara membandingkan nilai selisih rata-rata perlakuan dengan nilai least

significant difference (LSD).

Berikut merupakan hasil dari uji LSD:

1) Pada faktor speed roll pengaruh significant terhadap jumlah cacat out dimension adalah

speed roll dengan level 485 rpm.

Berdasarkan rata-rata jumlah terkecil cacat

out dimension, maka kondisi optimal speed roll berada pada level 489 rpm.

2) Pada faktor temperature furnace pengaruh

significant terhadap jumlah cacat out

dimension adalah temperature furnace

dengan level 1200 0C. Berdasarkan rata-rata jumlah terkecil cacat out dimension, maka kondisi optimal temperature furnace berada pada level 1000 0C.

3) Pada interaksi faktor speed roll dan

temperature furnace pengaruh significant

terhadap jumlah cacat out dimension adalah pada 487 rpm dan 1200 0C. Berdasarkan rata-rata jumlah terkecil cacat out dimension, maka kondisi optimal dari interaksi antara

speed roll dan temperature furnace berada

pada level 487 rpm dan 1000 0C.

4.6 Usulan Future State Value Stream

Mapping

Untuk meningkatkan efisiensi aliran proses produksi D.16, maka dilakukan eliminasi dan reduksi terhadap aktivitas pemborosan. Adapun eliminasi dan reduksi aktivitas yang dilakukan terjadi pada pemborosan transportasi, dalam hal ini pemborosan transportasi termasuk dalam aktivitas necessary non value added (NNVA). Rencana usulan perbaikan aktivitas NNVA adalah sebagai berikut:

1) Mengeliminasi aktivitas mengangkat billet dari gudang bahan baku ke transfer car, sehingga berkurang sebesar 12,44 menit; 2) Mengeliminasi aktivitas perpindahan billet

menggunakan transfer car dari gudang bahan baku ke gudang furnace, sehingga waktu berkurang sebesar 2,09 menit; dan 3) Mengurangi jarak transportasi bundling ke

penyimpanan sementara sehingga waktu berkurang sebesar 0,53 menit.

Selanjutnya nilai efisiensi aliran proses produksi D. 16 setelah dilakukan perbaikan yaitu.

Efisiensi aliran proses produksi D.16

= x 100%

(7)

5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Berikut ini merupakan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian di PT XYZ:

1. Waste yang terjadi pada proses produksi D. 16 yaitu overproduction, transportation, waiting,

excess process, inventory, unnecessary motion,

dan defect. Waste yang diprioritaskan untuk diperbaiki berdasarkan penilaian subjektif 5 responden yaitu waste defect karena rata-rata

waste defect paling besar.

2. Jenis waste defect pada produksi D. 16 yaitu cacat cross roll, cacat under fill, cacat over fill, cacat out dimension, dan cacat laps. Jenis cacat paling dominan adalah cacat out dimension. Penyebab cacat out dimension bersumber dari faktor mesin yaitu speed tarikan roll di

intermediate stand tidak balance.

3. Nilai DPMO (defect per million opportunity) produk D. 16 adalah 4.460 dengan level sigma 4,171.

4. Usulan perbaikan pada proses produksi D. 16: 1) Kondisi optimal interaksi speed roll dengan

temperature furnace yaitu pada 487 rpm

dan 10000C.

2). Mengeliminasi aktivitas mengangkat billet dari gudang bahan baku ke transfer car, sehingga waktu berkurang sebesar 12,44 menit; mengeliminasi aktivitas perpindahan billet menggunakan transfer car dari gudang bahan baku ke gudang furnace, sehingga waktu berkurang sebesar 2,09 menit; dan mengurangi jarak transportasi

bundling ke penyimpanan sementara

sehingga waktu berkurang sebesar 0,53 menit.

5.2 Saran

Berikut ini merupakan saran yang diberikan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya:

1) Sebaiknya perusahaan melakukan perbaikan pada SOP kerja di pabrik Bar Mill,

sehingga tidak perlu dilakukan rolling

percobaan.

2) Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya data yang digunakan pada design of experiment adalah data yang diambil secara langsung atau data primer.

3) Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya pada tahap usulan perbaikan menggunakan metode Taguchi quality lost function.

4) Pada penelitian lean six sigma selanjutnya, sebaiknya mempertimbangkan faktor lingkungan yang ada di pabrik Bar Mill PT XYZ, sehingga penelitian menjadi green lean

six sigma. PUSTAKA

Alfaritsy, A.Z. dan Suseno. 2015. Peningkatan Produktivitas Perusahaan dengan Menggunakan Metode Six Sigma, Lean, dan

Kaizen. Jurnal Teknik Industri. Universitas Teknologi Yogyakarta. Vol. X, No. 2.

Arifin, M. dan Supriyanto. 2012. Aplikasi Metode Lean Six Sigma untuk Usulan Improvisasi Lini Produksi dengan Mempertimbangkan Faktor Lingkungan (Studi Kasus: Departemen General Lighting Services) PT Philips Lighting Surabaya. Jurnal Teknik ITS, Vol.1 No.1.

Dewi, W. R., dkk. 2013. Implementasi Metode Lean Six Sigma Sebagai Upaya Meminimasi Waste pada PT Prime Line International.

Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, Vol.1, No.1, Universitas Brawijaya.

Gaspersz, V. 2005. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma For

Manufacturing and Service Industries.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Haditia, I. P. 2012. Analisis Pengaruh Suhu Lingkungan dan Beban Kerja terhadap Konsentrasi Pekerja. Skripsi. Depok. Jurusan Teknik Industri Universitas Indonesia.

Hines, P. dan Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal

of Operations and Production Management.

Vol. 17, No. 1

.

Hines, P. dan Taylor, D. 2000. Going Lean. Cardiff, UK: Lean Enterprise Research Centre.

Muhaemin, A. 2012. Analisi Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma pada Harian Tribun Timur. Skripsi. Makassar: Jurusan Manajemen, Universitas Hasanuddin.

Pande, P. dan Holpp, L. 2002. What is Six Sigma? New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Park, S. H. 2003. Six Sigma for Quality and

Productivity Promotion. Tokyo: Asian

Productivity Organization.

Pertiwi, J.A., Setyanto, N.W., dan Tantrika, C. F. M. 2014. Pendekatan Lean Six Sigma Guna Mengurangi Waste pada Proses Produksi Genteng dan Paving (Studi Kasus di PT Malang Indah). Jurnal Rekayasa dan

Manajemen Sistem Industri, Vol.2 No.2,

Universitas Brawijaya.

Pyzdek, T. 2003. The Six Sigma Handbook. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

(8)

Ridwan, A. and Noche, B. 2018. Model of the Port Performance Metrics in Ports by Integration Six Sigma and System Dynamics.

International Journal of Quality & Reliability Management, Vol.35, Issue:1, pp.82-108.

https://doi.org/10.1108/IJQRM-03-2016-0041

Ridwan, A. and Noche, B. 2014. Improving Performance of Supply Chain in Port by Six Sigma Methodology Approach. Proceedings

of the 6th International Conference on Operations and Supply Chain Management,

Bali-Indonesia.

Ridwan, A., Noche, B., el Moctar, B.O., and Leisten, R. 2016. Six Sigma Model to Improve the Lean Supply Chain in Ports by System Dynamics Approach. Dissertation. Duisburg: Universität Duisburg-Essen.

Ridwan, A., Kulsum, Murni, S. 2017. Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan Lean Six

Sigma Supply Chain Management Approach.

Industrial Services Journal, Vol.3 No.1a.

Sandi, S., dkk. 2017. Usulan Perbaikan Kualitas Produk Pipa Baja Las Spiral Menggunakan Metode Six Sigma Berdasarkan Design of Experiment (DOE) di PT XYZ. Jurnal Teknik

Industri. Universitas Sultang Ageng

Tirtayasa. Cilegon. Vol. 5, No.1.

Siboro, Y. R. 2014. Usulan Perbaikan Proses Produksi IWF 200 dengan Metode Lean Six Sigma di Section Mill Plant PT XYZ. Skripsi. Cilegon: Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Widiatmoko, W., dkk. 2013. Studi Implementasi Lean Six Sigma dengan Pendekatan Value Stream Mapping untuk Mereduksi Idle Time Material pada Gudang Pelat dan Profil.

Jurnal Teknik POMITS. Institut Teknologi

Gambar

Gambar 2. Peta Kendali P Produk D.16
Tabel 2. Data Jumlah Cacat out dimension tiap Kondisi Perlakuan
Tabel 3. Analysis of Variance (ANOVA) factorial experiment 3 2  Source  Derajat  Kebebasan  Sum  Square  (SS)  Mean  Square (MS)  Fhitung  Ftabel  Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 April sampai dengan 4 Mei 2012 di SD 1 &amp; SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan, di peroleh data bahwa dari 6 guru

 Pada Februari 2017, terjadi inflasi perdesaan di Provinsi Maluku sebesar 0,24 persen, disumbangkan oleh semua kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks atau

Awal saya penelitian selama P4 (Penerapan Pengembangan Perangkat Pembelajaran) anak kelompok A di PAUD Bonthorif Palembang sebagian besar belum melaksanakan apa

Metode observasi dilakukan terhadap siswa low vision kelas II di SLB A Yaketunis Yogyakarta yang bertujuan untuk memperoleh data partisipasi siswa pada saat

• Rumah tangga di semua daerah Rumah tangga di semua daerah survey survey mampu mampu membayar lebih tinggi dari tarif sekarang. membayar lebih tinggi dari tarif sekarang

3Retnowulan Sutantio dan IskandarOeripkartawinata,Hukum Acara Perdata dalam Teoridan Praktik,Mandar Maju,

Hal ini tidak masalah jika perangkat IoT hanya 2 atau 3 perangkat namun akan menjadi masalah jika perangkat Io Tada diberbagai tempat seluruh penjuruh dunia.Solusi yang

Sehingga dapat dikatakan untuk parameter kualitas air kekeruhan, maka air sungai Kahayan hasil penyaringan dengan filter lempung mangan layak digunakan sebagai