• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHATANI TANAMAN TERNAK KAMBING MELALUI SISTEM INTEGRASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHATANI TANAMAN TERNAK KAMBING MELALUI SISTEM INTEGRASI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

USAHATANI TANAMAN – TERNAK KAMBING MELALUI

SISTEM INTEGRASI

(Farming System of Crop – Livestock Through Integration System)

AZMI danGUNAWAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Jl. Irian Km.6,5, Bengkulu 38119

ABSTRACT

The upper most problem in dry land farming is the decreasing quality of land and its ability in absorting water. Utilizing dry land area into permanent farming area needs some effort, such as integraring livestock into crop so that the manure can be used as fertilizer.Three Strata Forage System (TSFS) is commonly used in utility dry land area. In this system forage for livestock can be supplied the whole year. This stydy was done for 2 years in Sindang Jaya, Sindang Kelingi Sub district, Rejang Lebong District, involving 10 cooperator. This study was done to study the added value of TSFS by planting corn and Gliricidia beside fariming ram of PE goat on a 0.25hectare piece of land. Out shirt was covered by King grass. In this system the plants will become the source of forage and the manure will become the source of fertilizer. The use of this fertilizer was assessed on 5 units of STFS and compared to the other 5 units of STFS without fertilozer given. Corn production from the fertilized area was not significantly different from that of non fertilized area (1.89 vs 1.60 ton). The feeding assessment was done to study the substitution of grass by Gamal leaves and corn by product. The average daily weight gain (ADG) of PE bugs received grass (50%) Gamal leaves (35%) and corn byproduct (15%) was not significantly different from that of corn received grass only (82 vs 71 g/head/day). It is assumed that the TSFS improve the stocling rate up to 5 AV and increase income by Rp. 1,187,375.

Key Words: Integration, Corn, Calliandra

ABSTRAK

Persoalan lahan kering yang paling menonjol adalah rendahnya kandungan bahan organik, menurunnya sifat fisik tanah dan kemampuan tanah menyimpan air. Pengusahaan lahan kering sebagai lahan usahatani secara permanen memerlukan keterpaduan usaha antara tanaman dengan ternak, dimana kedua komoditas tersebut dapat menghasilkan bahan organik untuk dikembalikan ke tanah. Usaha ternak terpadu dengan tanaman yang sering dilakukan antara lain Sistem Tiga Strata (STS). Sistem tiga strata adalah sistem penanaman dan pemotongan rumput, leguminosa, semak dan pohon sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun. Pengkajian ini dilaksanakan selama 2 tahun di Desa Sindang Jaya, Kecamatan Sindang Kelingi, Kabupaten Rejang Lebong dengan melibatkan 10 kooperator. Bertujuan untuk memperoleh nilai tambah produk dalam implementasi sistem integrasi tanaman jagung, gamal (Gliricidia sepium) dengan ternak kambing pejantan peranakan etawah (PE). dengan model seluas 0,25 ha. Bagian inti ditanami jagung hibrida, bagian selimut rumput Gajah milik kooperator dan pada bagian pinggir lahan ditanam Gamal. Dengan diterapkannya model ini, ternak kambing akan menghasilkan limbah kandang sebagai bahan pembuatan kompos untuk pupuk organik tanaman jagung, sedangkan dari lahan akan tersedia limbah jagung dan Gamal sebagai sumber pakan ternak kambing. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik kompos terhadap produktivitas tanaman jagung, dilakukan demplot pada 10 Unit lahan STS, 5 unit STS dengan perlakuan pupuk organik dan 5 unit lain tanpa penggunaan pupuk organik. Produksi jagung dengan perlakuan kompos 1,89 ton sedangkan tanpa kompos 1,60 ton. Hasil analisis (anova) antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P < 0,05). Sedangkan untuk mengetahui manfaat limbah jagung dan Gamal terhadap ternak kambing, dilakukan aplikasi ransum terhadap 10 ekor kambing pejantan peranakan etawah (PE) berumur ± 1 tahun dengan komposisi perlakuan (P1) : rumput lapangan 50%, Gamal 35% dan limbah jagung 15%, dibandingkan dengan 10 ekor kambing pejantan PE milik petani dengan ransum seluruhnya terdiri dari rumput lapangan (P2). Pertambahan berat badan kambing perlakuan P1: 82 g/ekor/hari konversi pakan 26,5 dan P2: 71 g/ekor/hari konversi pakan 10,30, hasil anova P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P < 0,05). Teknologi integrasi tanaman jagung dan Gamal dengan ternak kambing pejantan PE dengan penerapan model sistem

(2)

tiga strata meningkatkan Stocking Rate hingga 5 ST dan menambah pendapatan Rp. 1.187.375 dibandingkan dengan tanpa integrasi.

Kata Kunci: Integrasi, Tanaman Jagung, Gamal, Kambing Pejantan PE, STS

PENDAHULUAN

Propinsi Bengkulu mempunyai luas wilayah 1.978.870 ha dengan topografi sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan bervariasi antara 8 – 25%. Berdasarkan agroekologi, eksistensi pertanian relatif terbatas yaitu hanya 1.000.913 ha (51,58%) yang dapat digolongkan sebagai kawasan budidaya, selebihnya merupakan kawasan hutan (MANTI dan WINARDI, 2001). Secara umum penggunaan lahan di propinsi Bengkulu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu lahan kering 857.338 ha dan lahan basah/sawah, seluas 86.970 ha. Ditinjau dari aspek luas potensi lahan kering, pengembangan pertanian di Propinsi Bengkulu mempunyai peluang besar untuk komoditas perkebunan, palawija, dan usaha peternakan dalam rangka mengamankan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani (BAPPEDA

PROPINSI BENGKULU, 2002).

Persoalan lahan kering yang paling menonjol adalah rendahnya kandungan bahan organik, menurunnya sifat fisik tanah dan kemampuan tanah menyimpan air. Sistem usahatani dengan perladangan berpindah juga mengakibatkan terjadinya kemunduran produktivitas lahan sehingga dapat menyebabkan bertambah luasnya padang alang-alang dan pada akhirnya solum tanah menjadi relatif tipis. Untuk itu perlu dikembangkan dan diterapkan suatu pola atau model usahatani yang berwawasan konservasi tanah, ramah lingkungan dan berkelanjutan (ASMADI et al., 2000).

Usahatani konservasi merupakan suatu bentuk pengusahaan lahan pertanian yang mengkombinasikan teknik konservasi mekanik maupun vegetatif dalam usahatani terpadu dengan mempertimbangkan kemiringan lahan, kedalaman tanah erodibilitas dan sistem pertanaman (DIREKTORAT JENDERAL BINA

PRODUKSI PETERNAKAN, 1991). Dalam usahatani konservasi, komoditas tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan ternak ruminansia dapat dipadukan dalam suatu

sistem (crop animal system). Dalam sistem ini dimasukkan pola hijauan pakan ternak menurut garis kontur sehingga berperan dalam pencegahan erosi. Sinergisme antar komponen-komponen seperti pembuatan guludan, pengelolaan bahan organik (limbah pertanian dan kotoran ternak), tanaman lorong (alley

cropping), rehabilitasi lahan sebagai sub sistem

dapat menjadi suatu model usahatani berwawasan konservasi tanah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (NITIS, 1992).

Selain beberapa persoalan tersebut di atas, dari tahun ketahun terdapat kecenderungan keterbatasan lahan dalam asset usahatani akibat perkembangan populasi penduduk. Akibat sempitnya lahan budidaya, secara langsung akan berdampak terhadap sistem usahatani dan pada akhirnya akan berakibat rendahnya pendapatan usahatani. Langkah yang harus ditempuh agar sistem usahatani tetap berkelanjutan adalah melakukan usahatani diversifikasi (multi komoditas), antara lain dengan pola integrasi tanaman dan ternak, yang merupakan alternatif dalam melakukan efisiensi usaha pada lahan yang relatif tetap tetapi mampu meningkatkan produktivitas dan nilai tambah (added value) dari berbagai sektor usaha yang saling mendukung (PRIYANTO, 2006).

Pengusahaan lahan kering sebagai lahan usahatani secara permanen diperlukan keterpaduan usaha antara tanaman dengan ternak, dimana kedua komoditas tersebut dapat menghasilkan bahan organik untuk dikembalikan ke tanah. Untuk meningkatkan produktivitas lahan berlereng, dapat dilakukan dengan pola konservasi, pengaturan pola tanam serta penanaman rumput pakan ternak sebagai penahan erosi. Tujuan penelitian adalah (1) memperoleh paket teknologi pemanfaatan kompos kotoran kambing dan limbah tanaman semusim untuk demplot tanaman semusim, dan (2) memperoleh teknologi pemanfaatan tanaman pakan ternak Gamal (Gliricidia

sepium) dan limbah tanaman semusim untuk

(3)

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan selama 2 tahun, bertujuan untuk memperoleh nilai tambah produk dalam implementasi sistem integrasi tanaman-ternak kambing. Pengkajian dilakukan secara partisipatif, melibatkan 10 kooperator, petani pemilik lahan dan ternak kambing anggota kelompok tani-ternak “Mandiri” Desa Sindang Jaya, Kecamatan Sindang Kelingi, Kabupaten Rejang Lebong. Lahan yang digunakan seluas 0,25 ha setiap kooperator ditata dengan model sistem tiga strata (STS). Bagian tengah (inti) ditanami jagung hibrida, pinggir lahan ditanami gamal (Gliricidia sepium) dan rumput gajah. Gamal ditanam pada tahun pertama, dengan jarak 3 meter diantara rumput gajah yang sebelumnya telah ditanam petani dengan jarak tanam 1 meter. Gamal juga ditanam pada pinggir bedengan dalam lahan dengan jarak 2 meter sebagai penahan erosi.

Tahap selanjutnya adalah penerapan pengolahan limbah kandang ternak kambing menjadi pupuk organik. Pupuk organik diolah dalam ruangan yang diberi atap, terdiri dari 1 ton limbah kandang kambing ditambah bahan dedak padi 100 kg, aktivator Stardec 2,5 kg, Kalsit 20 kg dan abu sekam 100 kg, setelah 21 hari dipergunakan untuk memupuk tanaman jagung. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik terhadap produktivitas tanaman jagung, dlibatkan 10 kooperator. Lima (5) kooperator melaksanakan perlakuan pemupukan dengan pupuk an organik Urea 250 kg, SP-36 100 kg dan KCl 100 kg tanpa pupuk organik. Sedangkan 5 kooperator dengan perlakuan pupuk an organik dengan jenis yang sama dengan dosis hanya 50% disertai 500 kg pupuk organik. Jagung ditanam dengan cara ditugal, pengolahan tanah dilakukan tanpa olah tanah (TOT). Jagung dipanen pada umur 120 hari setelah tanam (jagung kering dibatang), produksi dihitung dengan petak ubinan. Limbah jagung tua berupa jerami daun dan batang dipotong dari lahan untuk disimpan sebagai pakan ternak.

Pada waktu yang bersamaan, dikaji manfaat limbah jagung dan Gamal yang terdapat dalam lahan STS terhadap produktivitas ternak kambing pejantan PE yang berumur ± 1 tahun, dengan melibatkan 20 orang petani. Sepuluh (10) orang petani kooperator melakukan

perlakuan ransum dengan komposisi bahan terdiri dari rumput lapangan/liar 50%, gamal 35% dan limbah jagung 15%. Pakan diberikan 10% dari bobot hidup kambing Sebagai pembanding, dilibatkan 10 petani diluar kooperator dengan pemberian ransum sesuai pola petani. Penimbangan dilakukan dengan timbangan digital setiap 25 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan pupuk organik/kompos untuk tanaman jagung

Benih yang dipergunakan dalam perlakuan adalah jagung hibrida Dekalb 3 C-7 (DK-3). Benih tersebut ditanam ditengah pada bagian inti STS seluas 0,25 ha. Pengaturan waktu panen dilakukan dengan mengamati tanda-tanda jagung siap panen yaitu (1) terdapatnya tanda hitam (black layer) pada pangkal biji, (2) biji mulai mengkilat dan (3) klobot berwarna coklat muda dan kering. Berdasarkan pengamatan tanda-tanda ini terlihat pada saat tanaman jagung berumur lebih kurang 110 hari. Panen jagung dilakukan 120 hari setelah tanam agar jagung kering dibatang, produksi dihitung dengan petak ubinan. Limbah jagung tua berupa jerami daun dan batang dipotong dari lahan untuk disimpan sebagai pakan ternak.

Selama 120 hari seluruh tanaman jagung tumbuh dan berkembang dengan baik. Tidak ditemui gejala serangan hama dan penyakit yang diakibatkan perlakuan cara tanam maupun pemakaian kompos. Gangguan terjadi pada saat awal tanam, terjadi musim kemarau yang cukup panjang sehingga penanaman jagung dilakukan setelah hujan turun meskipun belum kontinyu. Musim kemarau juga tidak mempengaruhi pertumbuhan jagung, hal ini dikarenakan pada kedalaman hingga 50 cm, tanah di Desa Sindang Jaya kondisinya masih basah. Hal ini disebabkan juga ketinggian Desa Sindang Jaya berada rata-rata 1.000 m dpl, termasuk dalam kategori lahan kering dataran tinggi beriklim basah (LKDTIB).

Keragaan komponen hasil dan produksi jagung perlakuan dengan kompos dan perlakuan tanpa kompos berdasarkan ubinan disajikan (Tabel 1). Total produksi jagung 5 kooperator dengan pemupukan kompos yaitu

(4)

Tabel 1. Komponen hasil dan produksi jagung perlakuan kompos dan tanpa kompos berdasarkan ubinan

Perlakuan Uraian

Dengan kompos Tanpa kompos

Jumlah tongkol dalam ubinan (buah) 47,80 50,80

Berat jagung tanpa klobot (kg/ubinan) 9,46 9,00

Berat jagung dengan klobot (kg/ubinan) 10,48 10,25

Panjang tongkol (cm/batang) 14,60 13,55

Diameter tongkol (cm/batang) 14,22 13,46

Jumlah baris/tongkol (buah) 14,64 13,64

Jumlah biji/baris (buah) 34,24 30,54

Berat (gram/1.000 biji) 341,82 347,72

Produksi (ton/0,25 ha) 1,89 1,60

Produksi (ton/ha) 7,57 6,40

37,88 ton dengan rata-rata produksi 7,57 ton, sedangkan total produksi jagung tanpa pemupukan kompos 32 ton dengan rata-rata produksi 6,40 ton setiap hektar. Rata-rata produksi jagung dengan perlakuan kompos lebih tinggi 1,17 ton. Hasil analisis (anova) menunjukkan bahwa, antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P < 0,05).

Produktivitas jagung di Desa Sindang Jaya ini lebih tinggi dari rata –rata produktivitas jagung di Kabupaten Rejang Lebong, yaitu hanya 2,33 ton/ha. Hal ini disebabkan perlakuan yang berbeda dengan perlakuan yang dilaksanakan petani. Secara umum disebabkan tingkat pemupukan yang rendah dan masih banyaknya pemakaian bibit lokal. Rendahnya tingkat pemupukan berkaitan dengan rendahnya harga jual yang tidak sebanding dengan biaya produksi jika pemupukan dilakukan secara optimum. Untuk jagung hibrida varietas C-7 yang banyak ditanam petani, dengan pemakaian pupuk sesuai rekomendasi, produksi hanya mencapai 4 ton/ha (DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN

PANGAN PROP.BENGKULU, 2004).

Selain itu jika dibandingkan dengan produksi rata-rata jagung secara Nasional juga masih lebih tinggi. Menurut SUBANDI et al., (2005), produksi rata-rata jagung secara Nasional sebesar 3,2 ton/ha. Rendahnya produksi ini dipengaruhi oleh belum diterapkannya teknologi anjuran secara utuh. Teknologi budidaya jagung anjuran yang diterapkan secara utuh dari suatu hasil kegiatan

penelitian mampu menghasilkan produksi 4,5 – 10 ton/ha, tergantung pada potensi lahan.

Tingginya produksi jagung perlakuan kompos, dapat disimpulkan bahwa pengomposan berlangsung secara baik dan cepat. Hal ini dapat terjadi jika kompos yang dibuat hasilnya sempurna. Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan C/N tersebut bermacam-macam, dari 3 bulan hingga tahunan. Total N kompos yang dibuat dengan aktivator Stardec yaitu sebesar > 1,81% (INDRIANI, 2001).

Pemanfaatan limbah jagung dan gamal untuk pakan ternak

Aplikasi dilaksanakan setelah tanaman jagung berumur 1 bulan (30 hari), hal ini disebabkan limbah tanaman jagung baru dapat dimanfaatkan pada saat tanaman mulai dilakukan pemangkasan daun maupun cabang batang yang tidak diperlukan sampai saat tanaman telah mulai dipanen. Pemangkasan dilaksanakan setiap 3 hari dan berdasarkan pengamatan, limbah yang dihasilkan dari awal pemotongan hingga panen mencapai 12 – 15 kg basah setiap 3 hari tergantung umur tanaman jagung. Setiap hari akan tersedia rata-rata 3 kg limbah untuk pakan ternak. Sedangkan menurut DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN (2004),

(5)

dalam 1 ha tanaman jagung akan tersedia 2,09 ton limbah/brangkasan jagung berasal dari batang, daun dan tongkol.

Tanaman Gamal yang telah berumur 1 tahun setiap batang menghasilkan hijauan yang dapat dipergunakan untuk pakan perlakuan perbaikan sebanyak 1,5 kg setiap hari dari kepemilikan 25 – 30 batang tanaman Gamal setiap 0,25 ha lahan pengkajian. Diberikan untuk pakan ternak dengan dilayukan selama 1 hari terlebih dahulu. Menurut MATHIUS (1989), pemberian daun gamal segar kurang disukai ternak, karena adanya bau khas yang berasal dari dalam daun gamal. Untuk menghilangkan bau ini maka sebelum diberikan baik secara tunggal maupun dicampur dengan rumput lapangan atau rumput unggul, daun gamal dilayukan atau diangin-anginkan selama 24 jam. Pakan gamal dapat diberikan secara tidak terbatas (adlibitum) pada pagi dan sore hari.

Selama pengkajian berlangsung, seluruh ternak tidak mengalami gangguan pencernaan yang diakibatkan pemberian pakan perlakuan seperti misalnya diare. Begitu juga gangguan

penyakit lain yang diakibatkan oleh ekto maupun endo parasit seperti cacingan maupun kembung. Berdasarkan pengamatan, ternak kambing tidak mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi pakan perlakuan. Pakan teknologi perlakuan perbaikan selalu habis dikonsumsi setiap hari, dikarenakan sebagian besar bahan terdiri dari rumput/hijauan lapangan yang telah biasa dikonsumsi oleh ternak kambing. Jumlah konsumsi pakan perlakuan perbaikan selama 100 hari pengkajian sebanyak 218,5 kg/ekor dengan tingkat konsumsi rata-rata 2.185 g/ekor/hari, sedangkan pada perlakuan petani 73,2 kg/ekor dengan tingkat konsumsi rata-rata 732 g/ekor/hari.

Sebelum dan setelah pelaksanaan pengkajian selama 100 hari dilakukan penimbangan terhadap seluruh ternak kambing untuk mengetahui berat awal dan berat akhir. Keragaan berat awal, berat akhir dan pertambahan berat badan kambing perlakuan petani serta perlakuan perbaikan disajikan (Tabel 2).

Tabel 2. Berat awal, berat akhir dan hasil pertambahan berat badan kambing perlakuan petani dan perlakuan

perbaikan di Desa Sindang Jaya Kec. Sindang Kelingi Kab. Rejang Lebong selama 100 hari Pertambahan berat badan (kg/ekor)

Perlakuan petani Perlakuan perbaikan Ulangan

Berat awal (kg) Berat akhir (kg) PBB (kg) Berat awal (kg) Berat akhir (kg) PBB (kg)

1 25 33,5 8,5 36 48 12 2 45 50 5 27,8 36,5 8,7 3 23,2 28,5 5,3 31,8 41,5 9,7 4 35 41,5 6,5 81,5 89,3 7,8 5 26 32 6 47,8 51 3,2 6 17,7 22,5 4,8 37,2 50,5 13,3 7 20 26,4 6,4 55 59,5 4,5 8 42 55,5 13,5 34,2 40,5 6,3 9 24 31 7 47,2 52,5 5,3 10 45 53 8 55,5 63 7,5 Jumlah 302,9 373,9 71 454 536 82 Rata-rata 30,29 37,39 7,1 45,4 53,6 8,2 PBB = g/ekor/hari 71 82

(6)

Rata-rata pertambahan berat badan kambing perlakuan perbaikan yaitu sebesar 82 g/ekor/hari lebih tinggi dari perlakuan petani yang hanya sebesar 71 g/ekor/hari. Hasil analisis (anova) menunjukkan bahwa, antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P < 0,05). Hasil pertambahan berat badan pakan perlakuan perbaikan dengan pakan tambahan Gamal dan pola petani ini masih lebih rendah dari hasil yang dicapai MATHIUS (1989), yaitu 87,5 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan kambing PE yang dipergunakan baru 1 bulan lepas sapih dengan bobot badan rata-rata 25 kg/ekor. Menurut MATHIUS et al. (2002) pertumbuhan kambing pejantan PE sebelum dewasa dengan berat 20 – 35 kg. Namun hasil ini masih lebih tinggi dari hasil penelitian MUNIER et al., (2006) yaitu sebesar 60,43 g/ekor/hari, hal ini disebabkan penelitian tersebut menggunakan kambing PE betina berumur 8 – 12 bulan.

Dari perhitungan jumlah konsumsi pakan dan tingkat pertumbuhan ternak kambing, dapat diketahui bahwa tingkat konversi pakan rata-rata pada teknologi petani 10,30, sedangkan teknologi perbaikan 26,65, secara rinci disajikan (Tabel 3).

Tabel 3. Perhitungan konsumsi dan pertambahan

berat badan harian sapi teknologi petani dan teknologi perbaikan

Teknologi Parameter Petani Perbaikan Berat kambing (kg) Awal 30,3 45,4 Akhir 37,4 53,6

Pertambahan berat badan

Kg/ekor/100 hari 7,1 8,2

G/ekor/hari 71 82

Konsumsi pakan (BK)

Kg/ekor/100 hari 73,2 218,5

G/ekor/hari 732 2185

Tingkat konversi pakan (FCR) 10,30 26,65 Non signifikan

Integrasi tanaman – ternak

Integrasi merupakan suatu bentuk penggabungan dari beberapa usaha sub sektor

usahatani, bentuk integrasi yang tepat akan saling memberi manfaat dan nilai tambah untuk masing-masing usaha yang diintegrasikan. Nilai tambah yang pasti akan diperoleh pelaku integrasi adalah peluang terciptanya sumber pendapatan yang baru, sehingga tingkat ketergantungan pada satu jenis sumber pendapatan akan berkurang, yang berarti akan mengurangi tingkat resiko kehilangan pendapatan (Mubyarto, 1986). Menurut DEVENDRA (1997) dalam DIWYANTO

dan HANDIWIRAWAN, (2004), ada dua tipe sistem integrasi yang telah dikembangkan di Asia Tenggara yaitu (1) sistem yang mengkombinasikan ternak dan tanaman semusim padi, jagung, ketela pohon, kentang, kedelai dan kacang tanah serta (2) sistem yang mengkombinasikan ternak dengan tanaman tahunan yaitu karet, kelapa sawit, kelapa dan kakao.

Usaha ternak terpadu dengan tanaman yang sering dilakukan antara lain, sistem Companion

Cropping, Alley Cropping, sistem kebun

pakan, kebun rumah tangga, sistem pagar dan sistem tiga strata (DIREKTORAT BINA PRODUKSI

PETERNAKAN, 1991). Pada pengkajian ini lahan ditata dengan model sistem tiga strata (STS), hal ini dilakukan dalam rangka implementasi sistem integrasi tanaman-ternak seperti disajikan pada Gambar.

Sistem tiga strata (STS), adalah sistem penanaman dan pemotongan rumput, leguminosa, semak dan pohon sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun. Satu unit STS adalah suatu areal yang luasnya 0,25 ha (2.500 m2) yang terdiri dari tiga bagian yaitu (1) bagian inti, adalah lahan yang terletak ditengah-tengah unit, (2) bagian selimut, adalah lahan yang berbatasan dengan bagian inti dan bagian pinggir dan (3) bagian pinggir yaitu batas keliling dari satu unit STS (NITIS et al., 2004).

Dari lahan sistem tiga strata akan tersedia pakan ternak kambing berupa limbah tanaman jagung yang ditanam pada bagian inti dan tanaman Gamal yang ditanam pada pinggir lahan, dari ternak kambing akan tersedia limbah kandang yang terdiri dari sisa pakan, kotoran padat dan urine yang dapat dipergunakan sebagai bahan pembuat kompos sebagai sumber pupuk organik tanaman jagung dengan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk an organik. Ternak kambing

(7)

sebagai pemakan STS sekaligus untuk menjaga kerimbunan Gamal agar tidak menaungi tanaman lain yang terdapat di sekitarnya.

Gambar 1. Integrasi tanaman – ternak kambing Pada tahap pertama dilaksanakan penanaman Gamal pada bagian pinggir mengelilingi lahan sebagai pakan ternak, setelah Gamal berumur 1 tahun dan telah dapat dipangkas, baru kemudian jagung hibrida ditanam pada bagian inti. Bagian selimut terdapat rumput Gajah yang sebelumnya telah ditanam oleh petani kooperator. Pada lahan dengan kemiringan dibawah 15%, tanaman Gamal juga ditanam pada bagian inti di pinggir bedengan sebagai penahan erosi. Sedangkan ternak kambing dipelihara secara intensif dalam kandang sistem pangung yang dilengkapi dengan lubang tempat penampungan limbah.

Produksi jagung pada 1 unit STS seluas 0,25 ha sebanyak 1.892,5 kg, tersedia limbah jagung segar 3 kg/hari (300 kg dalam 100 hari). Kebutuhan pakan limbah jagung sebanyak 15% dalam ransum perlakuan. Untuk pakan ternak kambing seberat 50 kg/ekor, diperlukan 75 kg limbah jagung segar dalam 100 hari. Stocking Rate sebesar 4 Satuan Ternak. Dengan rata-rata 25-30 batang tanaman Gamal akan tersedia 150 kg selama 100 hari. Stocking Rate yaitu 0,85 ST. Dapat disimpulkan bahwa Sistem integrasi tanaman (jagung dan Gamal) – ternak kambing yang dilaksanakan dalam mampu menampung 4,85 Satuan Ternak kambing seberat 50 kg per ekor, secara rinci disajikan pada Tabel 5.

Dibandingkan dengan teknologi tanpa sistem integrasi yang dilakukan petani, model sistem tiga strata dengan areal 0,25 ha dalam sistem integrasi ternak kambing dengan tanaman jagung dan Gamal, dari analisis ekonomi lebih menguntungkan. Selain dari tambahan pendapatan yang diperoleh dari tanaman jagung sebesar Rp. 321.875 juga akan diperoleh tambahan pendapatan dari pemeliharaan ternak kambing yaitu Rp. 865.500. Sehingga total penambahan pendapatan akibat penerapan sistem integrasi dengan penataan lahan model STS adalah Rp. 1.187.375, secara rinci disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Stocking rate lahan STS komoditas jagung dan gamal

Uraian Stocking rate

Tanaman jagung

Produksi limbah segar setiap pemangkasan 3 hari (kg) 9

Produksi limbah segar selama 100 hari (kg) 300

Kebutuhan ransum perlakuan selama 100 hari (kg/ekor) 75

Stocking rate (ST 50 kg/ekor) 4

Tanaman gamal

Produksi gamal segar setiap batang/hari (kg) 1,5

Produksi gamal segar selama 100 hari (kg) 150

Kebutuhan gamal segar selama 100 hari (kg) 175

Stocking rate (ST 50 kg/ekor) 0,85

Total socking rate (ST) 4,85

PAKAN TERNAK Batang jagung dll KOTORAN TERNAK DLL

(8)

Tabel 6. Perhitungan ekonomi penerapan integrasi dengan STS dan non integrasi

N i l a i No Uraian

Nonintegrasi Integrasi A Tanaman jagung

1 Umur panen 120 hari 120 hari

2 Biaya total (1 ha) Biaya total (0,25 ha)

Rp. 3.060.000 Rp. 765.000 Rp. 2.942.500 Rp. 735.625 Benih (Rp. 200.000/5 kg) 25 kg Rp. 1.000.000 25 kg Rp. 1.000.000 Pupuk Urea (Rp. 75.000/50 kg) 250 kg Rp. 375.000 125 kg Rp. 187.500 SP-36 (Rp. 100.000/50 kg) 100 kg Rp. 200.000 50 kg Rp. 100.000 KCl (Rp. 180.000/50 kg) 100 kg Rp. 360.000 50 kg Rp. 180.000 Bahan stardec (Rp. 40.000/kg) 2,5 kg Rp. 100.000

Tenaga kerja (Rp. 25.000/HOK) 45 HOK Rp. 1.125.000 55 HOK Rp. 1.375.000

3 Produksi 1 ha (kg) 6.400 kg 7.570 kg 4 Nilai produksi 1 ha (Rp. 1.000/kg) Nilai produksi 0,25 ha (Rp. 1.000/kg) Rp. 6.400.000 Rp. 1.600.000 Rp. 7.570.000 Rp. 1.892.500 5 Pendapatan 1 ha Pendapatan 0,25 ha Rp. 3.340.000 Rp. 835.000 Rp. 4.627.500 Rp. 1.156.875 6 Tambahan pendapatan Rp. 321.875 B Ternak kambing

1 Stocking rate (50 kg/ekor) 1 5

2 Lama pemeliharaan (hari) 100 100

3 Biaya tenaga kerja 100 jam (Rp. 15.000/8 jam)

2 jam/hari Rp. 375.000 1 jam/hari Rp. 187.500 4 Produksi (pertambahan berat badan) 7,1 kg 8,2 kg

5 Total produksi 1 ekor 7,1 kg 5 ekor 41 kg

6 Nilai produksi (Rp.20.000/kg) Rp. 142.000 Rp. 820.000

7 Pendapatan -Rp. 233.000 Rp. 632.500

8 Tambahan pendapatan Rp. 865.500

Total penambahan pendapatan penerapan integrasi dengan STS: Rp. 1.187.375

KESIMPULAN

1. Produktivitas rata-rata tanaman jagung dengan pemupukan kompos 7,57 ton, lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan kompos yaitu 6,40 ton setiap hektar. Selisih rata-rata sebesar 1,17 ton. Hasil analisis (anova) menunjukkan bahwa, antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P < 0,05).

2. Produktivitas ternak kambing perlakuan perbaikan sebesar 82 g/ekor/hari lebih tinggi dari perlakuan petani yang hanya sebesar 71 g/ekor/hari. Selisih rata-rata sebesar 110 gram/ekor/hari, hasil analisis (anova) menunjukkan bahwa, antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P< 0,05). Tingkat konversi pakan (Feed Conversion

Rate) teknologi petani 10,30 sedangkan

(9)

3. Stocking Rate teknologi integrasi tanaman jagung dan Gamal dengan ternak kambing pejantan peranakan etawah (PE) dengan penataan lahan model tiga strata (STS) sebesar 4,84 Satuan Ternak seberat rata-rata 50 kg/ekor. Menghasilkan tambahan pendapatan Rp. 1.187.375 dibandingkan tanpa integrasi.

DAFTAR PUSTAKA

ASMADI,Y.,Y.SAFARINA, N.IKLAN,RISKANTOSO dan A. JAYA. 2000. Participatory Rural Appraisal Desa Suka Pindah, Resno, Pondok Panjang, Sungai Gading Kecamatan Muko-Muko Utara, Kabupaten Bengkulu Utara. Bengkulu Regional Development Project. BAPPEDA PROPINSI BENGKULU. 2002. Rencana

Strategis Pembangunan Propinsi Bengkulu. Bappeda Propinsi Bengkulu.

DIWYANTO K. dan E.HANDIWIRAWAN. 2004. Peran litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman – ternak. Pros. Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar – Bali, 20 – 21 Juli 2004.

DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI BENGKULU. 2004. Statistik Pertanian Propinsi Bengkulu Tahun 1991 – 2003, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu.

DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKANAN. 1991. Sistem Integrasi Tanaman Pakan Pada Usaha Tani Konservasi. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN. 2004. Prospek

pengembangan sistem Integrasi Peternakan yang Berdaya Saing. Pros. Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar – Bali, 20 – 21 Juli 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. INDRIANI YOFITAS. 2001. Membuat Kompos Secara

Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

MANTI, I. dan WINARDI. 2001. Analisis Zona Agroekologi Kabupaten Bengkulu Utara. Laporan Akhir Tahun. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Bengkulu. MATHIUS,I W. 1989. Jenis dan nilai gizi hijauan

makanan domba dan kambing di pedesaan Jawa Barat. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Cisarua-Bogor, 8 – 10 November 1988.

MATHIUS,I.W.,I.B.GAGA dan I-K.SUTAMA. 2002. Kebutuhan Kambing PE Jantan Muda akan Energi dan Protein Kasar: Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan Nutrien. JITV 7(2).

MUBIYARTO. 1986. Ekonomi Pertanian. Gadjah Mada Jogyakarta.

MUNIER,F.F.,DWI PRIYANTO dan D.BULO. 2006. Pertambahan bobot hidup harian kambing Peranakan Etawah (PE) Betina yang diberikan pakan tambahan Gamal (Gliricidia sepium). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 490 – 496. NITIS,I.M.,K.LANA dan PUGER. 2004. Pengalaman pengembangan tanaman – ternak berwawasan lingkungan. Pros. Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar – Bali, 20 – 21 Juli 2004.

NITIS. 1992. Usahatani Sistem Tiga Strata. Balai Informasi Pertanian. Bali. Departemen Pertanian.

PRIYANTO, D. 2006. Konsep Usahatani Integrasi Perkebunan Kakao Dengan Ternak Kambing. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Makalah (tidak dipublikasikan).

SUBANDI,ZUBACHTIRODIN dan NAJAMUDDIN. 2005. Produksi jagung melalui pendekatan pengelolaan sumberdaya dan tanam terpadu pada lahan kering masam. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor, 25 Agustus 2005.

Gambar

Gambar 1. Integrasi tanaman – ternak kambing

Referensi

Dokumen terkait

Buku ini memaparkan aspek subsistem pakan untuk pengembangan kambing dalam sistem usahatani campuran yang antara lain membahas potensi sumber pakan di berbagai sistem usahatani

Konsep usahatani terpadu antara tanaman pangan, dalam hal ini padi maupun jagung dengan ternak sapi atau kerbau sebagai salah satu komponen dapat dikembangkan di daerah lahan

Kulit buah nenas sebagai komponen pakan sumber serat dalam pakan komplit untuk ternak

Kegiatan pengkajian teknologi pakan terdiri dari pemberian pelepah sawit, solid dan bungkil inti sawit (BIS) pada sapi potong. Pakan berbasis tanaman sawit diberikan

Kegiatan pengkajian teknologi pakan terdiri dari pemberian pelepah sawit, solid dan bungkil inti sawit (BIS) pada sapi potong. Pakan berbasis tanaman sawit diberikan

Produksi hijauan pakan ternak hasil penjarangan tanaman jagung memiliki variasi yang sangat beragam, produksi hijauan pakan ternak terendah terjadi pada lahan yang

Output dari kegiatan pengkajian ini berupa ketersediaan informasi pakan limbah tanaman sawit limbah dan hasil ikutan agroindustri tanaman sawit (bungkil inti sawit

Empat jenis ternak yang umumnya dimiliki oleh keluarga petani pekarangan yaitu ternak ayam buras, kambing, sapi dan babi. Ternak yang dintegrasikan dalam usaha tani