• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radial Nerve Palsy Uploa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Radial Nerve Palsy Uploa"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

RADIAL NERVE PALSY RADIAL NERVE PALSY

1.1. ANATOMI 1.1. ANATOMI

 Nervus

 Nervus radialis radialis adalah adalah cabang cabang terbesar terbesar dari dari pleksus pleksus brakhialis. brakhialis. Mulai Mulai pada pada tepi tepi bawahbawah muskulus pektorialis minor sebagai lanjutan dari trunkus posterior pleksus brakllialis. Berasal muskulus pektorialis minor sebagai lanjutan dari trunkus posterior pleksus brakllialis. Berasal dari radiks spinalis servikalis V sampai VIII. Sesudah meninggalkan aksila, saraf ini dari radiks spinalis servikalis V sampai VIII. Sesudah meninggalkan aksila, saraf ini mengikuti lekukan spiral (musculospiral groove) pada humerus dan menempel erat pada mengikuti lekukan spiral (musculospiral groove) pada humerus dan menempel erat pada tulang bersama cabang profunda dari arten brakhialis. Setelah mencapai septum tulang bersama cabang profunda dari arten brakhialis. Setelah mencapai septum intermuskularis lateralis sedikit dibawah insersio muskulus deltoideus, saraf ini dapat diraba. intermuskularis lateralis sedikit dibawah insersio muskulus deltoideus, saraf ini dapat diraba. Pada fossa antekubiti, pada bagian depan bawah lengan atas setinggi kondilus lateralis Pada fossa antekubiti, pada bagian depan bawah lengan atas setinggi kondilus lateralis humerus, saraf ini membagi diri dalam 2 cabang terminal yaitu:

humerus, saraf ini membagi diri dalam 2 cabang terminal yaitu:

a. cabang motoris profundus (nervus interosseus posterior) a. cabang motoris profundus (nervus interosseus posterior)  b. cabang kutaneus superflsialis

 b. cabang kutaneus superflsialis

Gambar 1.

Gambar 1. Plexus brachialisPlexus brachialis

Percabangan ini biasanya terletak pada bagian proksimal lengan bawah, tetapi dapat Percabangan ini biasanya terletak pada bagian proksimal lengan bawah, tetapi dapat  bervariasi dalam jara

 bervariasi dalam jarak 4 sampai 4,5 cm dibawah epikondilus lateralis. N. interosseus posteriork 4 sampai 4,5 cm dibawah epikondilus lateralis. N. interosseus posterior menembus muskulus supinator untuk mencapai sisi posterior lengan bawah dan memberi menembus muskulus supinator untuk mencapai sisi posterior lengan bawah dan memberi  persarafan

 persarafan motorik Cabang kutaneus motorik Cabang kutaneus mencapai superfisial mencapai superfisial kira-kira kira-kira 10 cm 10 cm diatas pergelangandiatas pergelangan tangan. Turun sepanjang sisi lateral lengan bawah dan berakhir dengan memberi persarafan tangan. Turun sepanjang sisi lateral lengan bawah dan berakhir dengan memberi persarafan

(2)

sensorik kekulit dorsum tangan, ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Nervus radialis pada lengan atas, memberi persarafan motorik untuk:

a. m.triseps dan m.ankoneus; ekstensor lengan bawah

 b. m.brakhioradialis; fleksor lengan bawah pada posisi semipronasi c. m.ekstensor karpi radialis longus dan brevis; ekstensor radial tangan

Pada lengan bawah, melalui cabang motoris profunda memberi persarafan motorik untuk:

a. m. supinator; supinator lengan bawah

 b. m. ekstensor digitorum; ekstensor ruas jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking

c. m.ekstensor digiti minime; ekstensor ruas kelingking dan tangan d. m.ekstensor karpi ulnaris; ekstensor ulnar tangan

e. m.abduktor pollicis longus; abduktor ibu jari dan ekstensor radial tangan

f. m.ekstensor pollicis brevis dan longus; ekstensor ibu jari dan ekstensor radial tangan g. m.ekstensor indicis; ekstensor telunjuk dan tangan

(3)

Fungsi utama dari nervus radialis ini adalah untuk ekstensi sensi siku, pergelangan tangan dan jari.

Cabang sensorik nervus radialis biasanya mempersarafi sisi posterior lengan atas, lengan bawah, tangan dan jari jari kecuali kelingking dan sisi ulnar jari manis, tetapi karena ada anstomosis dan persarafan yang tumpang tindih, maka distribusi sensoriknya ini sulit ditentukan. Jika ada, terdapat terutama pada daerah dorsum ibu jari dan telunjuk.

1.2. DEFINISI

Cedera nervus radialis adalah kerusakan dari nervus radialis yang menyebabkan suatu kelainan fungsional dan struktural pada nervus radialis. Kelainan dapat dihubungkan dengan adanya bukti klinis, elektrografis dan atau morfologis yang menunjukkan terkenanya saraf tersebut atau jaringan penunjangnya.

Pada umumnya cedera nervus radialis disebabkan oleh trauma, baik karena trauma atau akibat penekanan langsung pada sarafnya atau dapat juga terjadi akibat dislokasi atau fraktur yang mengenai lengan atas.

Gangguan dalam fungsi motorik akibat parese nervus radialis lebih menimbulkan kecacatan dari pada parese nervus medianus atau nervus ulnaris.

1.3. ETIOLOGI

Kelainan nervus radialis dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor mana mungkin terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan (multiple factors). Misalnya, diabetes melitus yang pada mulanya subklinis akan menjadi simptomatis sesudah adanya suatu trauma atau kompresi yang mengenai saraf.

1. Trauma

Pada fraktur dan dislokasi, neuropati terjadi karena penekanan safar oleh fragmen tulang, hematom, kallus yang berbentuk sesudah fraktur, atau karena peregangan saraf akibat suatu dislokasi. Neuropati radialis sering terjadi pada fraktur kaput humerus. Paresis nervus radialis juga dapat terjadi akibat tidur dengan menggantungkan lengan diatas sandaran kursi (Saturday night palsy), atau tidur dengan kepala diatas lengan atas ( Honeymoon palsy) akibat penekanan pada waktu saraf ini menembus septum intermuskularis lateralis. Disamping itu trauma pada waktu olah raga, kerja, pemakain kruk (Crutch palsy), atau posisi tangan pada waktu operasi dapat menyebabkan terjadinya parese Nervus Radialis.

(4)

2. Infeksi.

Dapat terjadi karena: sifilis, herpes zoster, lepra dan TBC. Dapat mengenai satu saraf atau lebih.

3. Toksik.

Lebih spesifik mengenai nervus radialis adalah pada lead intoxication. 4. Penyakit vaskuler

5.  Neoplasma

Gambar 3. Berbagai penyebab cedera nervus radialis. Kiri atas: Saturday night palsy. Kanan atas:  Honeymoon palsy. Kiri Bawah: Crutch palsy. Kanan bawah:  Handcuff  syndrome.

1.4.KLASIFIKASI CEDERA SARAF TEPI

Klasifikasi cedera saraf tepi yang sering digunakan yaitu berdasarkan kriteria Seddon dan Sunderland . Berikut adalah kriteria berdasarkan Seddon:

(5)

a.  Neuropraxia

Adalah tidak berfungsinya sistem saraf yang bersifat sementara tanpa terjadinya disrupsi fisik axon. Biasanya fungsi saraf akan kembali normal setelah 2-4 minggu.  b. Axonotmesis

Adalah terjadinya disrupsi axon dan myelin. Jaringan ikat lunak sekitarnya termasuk endoneurium tetap intak. Terjadi degenerasi axon distal dan proksimal pada lokasi terjadinya trauma. Degenerasi distal dikenal sebagai degenerasi Wallerian. Axon akan memngalami regenerasi dengan kecepatan 1 mm/ hari. Fungsi saraf akan secara  bermakna akan kembali normal setelah 18 bulan.

c.  Neurotmesis

Adalah terjadinya disrupsi axon dan endoneurial. Komponen kolagen perifer seperti epineurium dapat intak atau terjadi disrupsi. Degenerasi axonal terjadi pada distal dan  proksimal segmen.

Sunderland  mengidentifikasikan cedera kedalam lima derajat, berdasarkan peningkatan  beratnya cedera, yang mengakibatkan gangguan fungsi yaitu:

a. Saraf tepi mengalami disorganisasi berat hingga regenerasi tak dapat terjadi. Ini bisa karena sayatan, tusukan, traksi ataupun penyuntikan saraf yang diikuti pembentukan skar. Segmen yang terkena harus dieksisi sebagai bagian perbaikan secara bedah. Keadaan ini yang disebut neurotmesis oleh Seddon  dan cedera derajat IV-V oleh Sunderland .

 b. Saraf tepi dengan interupsi akson dan selubung mielinnya, namun bidang jaringan ikat seperti perineurium masih utuh. Terjadi pengurangan jumlah akson yang tersedia untuk regenerasi dan bisa terdapat adanya fibrosis berkas intrafasikuler. Ini biasanya karena penetrasi peluru atau tusukan, traksi atau kompresi dengan disertai iskemia. Keadaan ini disebut aksonotmesis oleh Seddon  dan cedera derajat II-III oleh Sunderland .

c. Saraf tepi dengan interupsi segmental selubung mielin, namun akson dan bidang  jaringan ikat intak. Tidak terjadi degenerasi Wallerian, dan gangguan yang terjadi

akibat hambatan konduksi dapat pulih sempurna. Ini umumnya diakibatkan kontusi, seperti pada fraktura, atau kompresi, seperti pada ‘saturday night palsy'. Pemulihan fungsional terjadi dalam beberapa minggu hingga bulan. Keadaan ini disebut neurapraksia oleh Seddon atau suatu cedera derajat I oleh Sunderland .

(6)

Gambar 4. Klasifikasi cedera saraf tepi berdasarkan Seddon.

1.5.GEJALA KLINIS

1. Pemeriksaan Motorik 

Pemeriksaan motorik secara klinis adalah tahap terpenting dalam mengelola semua cedera saraf. Pemeriksaan harus menentukan apakah kehilangan distal sisi cedera terjadi secara total atau tidak. Pemeriksaan motorik perlu dilakukan secara seksama dan teliti karena pemeriksaan motorik menjadi suatu acuan yang cukup  berguna sebagai bukti terjadinya regenerasi saraf bila terdapat pemulihan yang jelas.

Pengamatan klinis fungsi motorik volunter dapat juga ditentukan dengan respons motor terhadap stimulasi. Stimulasi saraf terutama berguna dalam pengenalan awal adanya pemulihan nerus radialis memadai dan mengurangi tindakan operasi yang  beresiko.

DEGREE OF INJURY HISTOPATHOLOGICAL CHANGES

Sunderland Seddon Myelin Axon Endoneurium Perineurium Epineurium

I Neurapraxia ±

II Axonotmesis + +

III + + +

IV + + + +

(7)

2. Tanda Tinel

Tanda Tinel positif hanya menunjukkan regenerasi serabut halus dan tidak menunjukkan apapun tentang kuantitas dan kualitas yang sebenarnya dari serabut yang baru. Disisi lain, interupsi saraf total ditunjukkan oleh tidak adanya respons sensori distal (tanda Tinel negatif) setelah waktu yang memadai telah berlalu untuk terjadinya regenerasi serabut halus (4-6 minggu). Tanda Tinel negatif lebih bernilai dalam penilaian klinis dibanding tanda Tinel positif.

3. Berkeringat

Kembalinya keringat didaerah otonom menunjukkan regenerasi serabut simpatis yang bermakna. Pemulihan ini mungkin mendahului pemulihan motorik atau sensorik dalam beberapa minggu atau bulan, karena serabut otonom pulih dengan cepat. Pemulihan aktivitas otonom tidak selalu berarti akan diikuti oleh fungsi motorik atau sensorik. Pada beberapa kasus, pemulihan fungsi motorik atau sensorik tidak  berlangsung.

4. Pemulihan Sensorik 

Pemulihan sensorik adalah tanda yang berguna, terutama bila terjadi didaerah inervasi otonom nervus radialis dimana tumpang tindih antar sarafnya minimal. Daerah otonom saraf median meliputi permukaan volar dan dorsal telunjuk dan  permukaan volar jempol.

Saraf radial tidak mempunyai daerah otonom yang tegas. Bila terjadi kehilangan sensori pada distribusi ini, biasanya mengenai sejumlah daerah anatomis tertentu.

Sayangnya pemulihan sensori, bahkan pada daerah otonom, tidak pasti diikuti  pemulihan motorik.

DEGREE OF INJURY TINNEL SIGN

Sunderland Seddon Present Progress Distally

I Neurapraxia -

-II Axonotmesis + +

III + +

IV +

(8)

-1.6. DIAGNOSIS

1. SINDROMA TEROWONGAN RADIAL

Sindroma klinis yang berhubungan dengan kompresi cabang dalam saraf radial disebut radial tunnel syndrome. Sering dikelirukan dengan 'tennis elbow'. Sindroma terowongan radial ini menyebabkan nyeri somatik dalam pada otot ekstensor, terutama jika dipacu oleh latihan Gejala dapet terjadi tanpa disertai gejala sensorik atau motorik. Empat tempat yang potensial untuk kompresi adalah: (1) band fibrosa anterior dari caput radial, (2) pembuluh darah yang berjalan diatas saraf radial untuk mempersarafi otot brakhioradialis, (3) tepi tendinosa otot ekstensor karpi radialis  brevis, dan (4) arkade Frohse, yang merupakan tepi ligamen kepala superfisial otot supinator. Lokasi pada arkade Frohse adalah daerah kompresi tersering. Spinner mempostulasikan bahwa arkade Frohse dibentuk sebagai reaksi atas gerak rotari  berulang dari lengan. Spinner menemukan sindroma ini pada lengan dominan pada 89% pasien. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat trauma berulang, seperti dijumpai pada pekerja pembuat batu bata, pemasang pipa, operator mesin, konduktor orkestra, dan pemain tenis. Penyebab kompresi lain bisa tumor, lipoma, proliferasi sinovial pada artritis rematoid, atau fraktura kepala radius.

2. TENNIS ELBOW

Roles dan Maudsley mendefinisikan kelainan ini sebagai epikondilitis lateral hingga kelemahan ekstensor yang parah. Pada pemeriksaan, terdapat nyeri tekan diatas epikondil lateral humerus atau tepat didistal kepala radial dimana saraf menuju otot supinator. Nyeri yang khas dapat dirasakan bertambah bila terjadi ekstensi jari tengah dan ditahan. Manuver ini akan menegangkan origo otot ekstensor karpi radialis  brevis dan selanjutnya menekan saraf radialis. Cedera origo tendo ekstensor karpi

radialis brevis pada epikondilus lateralis berhubungan dengan gejala tennis elbow yang klasik. Injeksi lokal lidokain dan kortikosteroid memberikan pengurangan gejala yang sementara. Elektrodiagnostik bisa memperlihatkan penundaan latensi motor dari alur spiral ketepi medial otot ekstensor digitorum komunis, namun biasanya normal.

Pasien yang tidak membaik dengan menghindari faktor pencetus seperti trauma,  penggunaan bidai, serta pemberian anti-inflamatori, diindikasikan untuk tindakan

(9)

3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS POSTERIOR

Berbeda dengan sindroma terowongan radial dimana gejala dan temuan yang  predominan adalah gangguan motor dari pada nyeri atau sensori. Arkade Frohse

merupakan struktur pengkonstriksi utama. Kelemahan berat otot yang diinervasi radial tampil dengan ketidakmampuan mengekstensikan jari-jari pada sendi metakarpofalangeal. Dorsifleksi pergelangan arah dorsoradial disebabkan oleh  paralisis otot ekstensor karpi ulnaris dan ekstensor digitorum komunis. Otot  brakhioradialis, ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan supinator tidak melemah karena diinervasi oleh cabang yang timbul sebelum titik dimana saraf radial masuk arkade Frohse. Pada sindroma ini, nyeri dan nyeri tekan lokal diikuti oleh gangguan motor progresif. Bila gangguan sensori tampil, harus dipikirkan lesi yang lebih proksimal. Temuan elektrodiagnostik dari cedera aksonal  pada saraf interosseus posterior berupa hasil sensori radial yang normal. Amplitudo

dari respons motor radial normal atau berkurang pada pencatatan dari otot yang diinervasi saraf radial distal. Denervasi dijumpai pada semua otot yang diinervasi saraf radial kecuali otot triseps, brakhioradialis, ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan ankoneus. Pasien dengan sindroma saraf interosseus posterior dengan temuan motor yang bermakna, diindikasikan untuk eksplorasi bedah. Pasien dengan perjalanan penyakit yang kurang berat, maka istirahat, bidai, dan anti inflamatori diindikasikan.

4. SINDROMA WARTENBERG

Disebabkan kompresi saraf radial permukaan pada lengan bawaf. Khas dengan nyeri lengan bawah proksimal serta hipoestesia diatas jempol dorsal. Tidak ada kelemahan. Kompresi biasanya disebabkan trauma atau pemakaian band yang ketat atau arloji. Temuan elektrodiagnostik kelainan saraf radial permukaan terdiri dari hanya gangguan atau hilangnya respons sensori saraf radial. Lesi penyebab neuropati radialis dapat mengenai saraf disepanjang perjalanannya.

Gejala yang timbul dipengaruhi oleh lokasi lesi:

a. Pada level lengan atas lesi pada n.radialis dapat terjadi pada aksila, pada waktu melilit humerus di musculoradialis groove, atau sewaktu berjalan superfisial  pada sisi lateral lengan atas. Menyebabkan parese semua otot yang diper sarafinya yaitu triseps, ekstensor pergelangan tangan, ekstensor jari dan  brakhioradialis, dan disertai defisit sensorik pada daerah yang dipersarafi yaitu

(10)

sisi lateral-dorsal tangan, ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Lesi pada aksila dapat disebabkan kompresi oleh kruk, dislokasi sendi bahu, fraktur humerus dan luka tembus.

 b. Lesi neuropati radialis

Lesi neuropati radialis sewaktu melilit humerus atau sewaktu berjalan seperfisial pada aspek lateral lengan atas, sering akibat kelamaan menggantung lengan diatas sandaran kursi (Saturday nigth palsy), akibat tertekannya lengan karena posisi yang tidak tepat selama anestesi atau tidur, penggunaan tomiket yang tidak benar atau akibat iritasi dan kompresi oleh kallus sesudah fraktur tulang. Gejalanya:

tidak dapat ekstensi siku karena parese triseps

tidak dapat fleksi siku pada posisi lengan bawah antara pronasi dan

supinasi karena parese m.brakhioradialis

tidak dapat supinasi lengan bawah karena parese m.brakhioradialis

tidak dapat supinasi lengan bawah karena parese m. supinator

wrist drop dan finger drop karena parese ekstensor pergelangan tangan

dan jari.

gangguan abduksi ibu jari tangan

refleks triseps negatif atau menurun

gangguan sensorik berupa parestesi atau baal pada bagian dorsal distal

lengan bawah, sisi leteral dan dorsal tangan, ibu jari, telunjuk dan jari tengah.

c. Lesi pada bagian saraf yang berjalan antara septum intermuskularis lateralis dan tempat dimana n.interosseus posterior menembus m.supinator mengakibatkan jari yang dipersarafi oleh nerpus ini. Gejalanya:

tidak dapat supinasi dan meluruskan jari

tidak ada wrist drop

refleks triseps positif

tidak ada gangguan sensorik

d. Lesi pada punggung pergelangan tangan, hanya akan menimbulkan gejala sensorik, tanpa defisit motorik.

(11)

1.7.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Elektrofisiologis

 Elektromiografi

Pemeriksaan EMG dasar 2-3 minggu setelah cedera menunjukkan perluasan denervasi dan menegaskan pola atau distribusi cedera. Pemeriksaan EMG harus dilakukan serial untuk mencari tanda-tanda reinervasi atau denervasi yang persisten. Pada regenerasi, aktifitas insersional mulai pulih dan fibrilasi serta potensial denervasi berkurang dan terkadang digantikan oleh potensial aksi motor yang timbul sewaktu-waktu. Setiap perubahan menunjukkan bahwa beberapa serabut yang mengalami regenerasi mencapai otot dan terjadi  beberapa rekonstruksi hubungan akson-motor end plate.Tanda-tanda tersebut tidak berarti apa-apa atas kemungkinan perluasan atau kualitas regenerasi. Bila terjadi pengurangan fibrilasi atau timbulnya potensial terjadi pada otot pada distribusi saraf yang cedera, dianjurkan tindakan konservatif selanjutnya untuk interval yang singkat. EMG menjadi  penting karena dapat membuktikan regenerasi beberapa minggu atau bulan sebelum fungsi motor volunter tampak. Ia juga melacak adanya sisa unit motor yang berarti lesi parsial segera setelah cedera.

EMG terutama membantu menentukan tingkat cedera lesi pleksus brakhial hingga bisa menyeleksi pasien untuk dioperasi beserta jenis operasi yang akan dilakukan. Denervasi otot  paraspinal mengarahkan pada lesi proksimal pada satu atau lebih akar dan karenanya

merupakan temuan negatif. Kerusakan proksimal pada tiga akar terbawah dapat berakibat denervasi paraspinal ekstensif dimana akar C5 dan bahkan C6 mungkin cedera lebih kelateral dan karenanya dapat diperbaiki. Elektromiografer memiliki kesulitan membedakan tingkat spinal didalam otot paraspinal karena sangat tumpang tindih.Operasi biasanya diindikasikan  pada lesi pleksus brakhial bila terjadi kerusakan lengkap pada satu atau lebih akar s araf atas

(C5,C6,C7) dan hantaran kedistal tidak mulai pulih secara klinis maupun elektrik pada bulan- bulan awal pasca cedera. Adanya perubahan EMG yang menunjukkan reinervasi tidak menjamin pemulihan fungsi, dan pemeriksaan harus digabung dengan temuan klinis dan data elektrikal lain. Karena EMG dapat terus menunjukkan perubahan denervasi berat bahkan walau otot berkontraksi volunter, EMG tidak pernah menggantikan pemeriksaan klinis yang teliti. Namun hanya melengkapi pemeriksaan klinis. EMG terutama bernilai mengenal anomali dari inervasi, seperti sering terjadi pada lengan bawah dan tangan.

(12)

 Potensial Aksi Saraf Sensori (SNAP)

Pemeriksaan SNAP membantu menilai tingkat regangan pada cedera pleksus brakhialis. Lesi tingkat radiks yang terbatas didaerah preganglion dan tidak meluas kedaerah  postganglion akan berakibat hilangnya sensori distal proximal namun tetap mempertahankan

konduksi sensori distal. Konduksi sensori dari daerah anestetik dapat diperiksa dengan merangsang jari pada distribusi C6 (jempol dan telunjuk), C6-7-8 (jari tengah) dan C8-T1 (kelingking dan jari manis) dan pencatatan saraf median, radial dan ulnar diproksimal.

Adanya potensial aksi saraf sensori campuran memastikan cedera preganglionik pada distribusi satu radiks atau lebih. Karena distribusi sensori radiks didistal tumpang tinduh dengan satu atau lebih radiks lain, sulit menentukan dengan pemeriksaan ini bahwa satu radiks, misalnya C6, adalah suatu cedera preganglionik.

Stimulasi telunjuk (bahkan jempol) yang anestetik dapat menimbulkan SNAP pada distribusi saraf median bila baik akar C6 atau C7, atau C6 dan C7, rusak pada tingkat  preganglionik. Ini menjadikannya sulit untuk menentukan pada pemeriksaan SNAP apakah cedera akar C6 terjadi preganglionik. Keadaan ini kurang jelas pada akar C5 karena tidak ada stimulasi noninvasif spesifik atau daerah pencatatan untuk hantaran ini: Penilaian teliti akar sebelah atas dengan pencatatan SNAP tidak mungkin pada tingkat ini.

Somatosensory-Evoked Potential (SSEP)

Pemeriksaan SSEP digunakan menilai tingkat cedera, apakah praganglionik atau  postganglionik, pada lesi pleksus brakhial. Ia bernilai terbatas pada bulan-bulan pertama

cedera.Pemeriksaan somatosensori berguna pada saat operasi atas cedera brakhial karena regangan atau kontusi. Bila cedera postganglionik, stimulasi akar proksimal dari tingkat cedera membangkitkan potensial somatosensori diatas tulang belakang servikal (SSP) dan membangkitkan (evoked) respons kortikal diatas kranium kontralateral (ECR). Bila cedera  praganglionik atau pra dan post ganglionik, stimulasi terhadap akar, bahkan didalam atau dekat foramen intervertebral, tidak akan membangkitkan respons apapun. Reparasi jarang  berhasil.Sayangnya, timbulnya SSP atau ECR mungkin hanya memerlukan beberapa ratus serabut yang intak antara daerah yang distimulasi dan daerah perekaman, hingga respons  positif hanya memastikan keutuhan minimal saraf atau akar spinal. ECR negatif lebih penting

(13)

Pemeriksaan Radiologis  Foto polos

Fraktura tulang belakang servikal sering berhubungan dengan cedera regang proksimal yang berat yang tidak dapat direparasi, paling tidak pada tingkat akar ruas tulang belakang  bersangkut-an. Fraktura tulang lain seperti humerus, klavikula, skapula dan/atau iga, bila

diamati memberi-kan perkiraan kasar atas kekuatan yang menghantam bahu, lengan atau leher, namun tidak selalu membantu menentukan tingkat atau luasnya cedera. Kerusakan  pleksus biasanya lebih proksimal dibanding sisi fraktura yang tampak, sering pada tingkat akar. Fraktura humerus tengah terutama berkaitan dengan cedera saraf radial. Fraktura kominuta radius dan ulna pada tingkat lengan bawah tengah juga berkaitan dengan cedera saraf median dan ulner, dan terkadang dengan palsi saraf interosseus posterior.

Foto thorax bisa menunjukkan elevasi diafragma yang berarti terjadi paralisis saraf frenikus. Ini tanda prognosis yang relatif buruk untuk reparasi akar saraf C5 setelah cedera tertutup, karena biasanya berarti kerusakan proksimal pada tingkat leher.

Tomografi Terkomputer (CT) dan Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)

CT scan dengan kontras dimanfaatkan pada cedera peregangan walau terkadang abnormalitas tetap tidak dijumpai karena irisan biasanya tidak cukup rapat untuk mencakup semua daerah akar pada setiap tingkat. Akibatnya, mielografi tetap merupakan pemeriksaan radiologis yang digunakan. Pencitraan resonansi magnetik mungkin membantu menampilkan akar saraf. Pemeriksaan MRI ini hanya memperkuat mielogram dan tidak menggantikannya.

1.8. TATALAKSANA

Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan hingga saat ini, antara lain:

1. Splint (Bidai Immobilisasi)

Splint   atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Bidai biasanya digunakan pada pasien dengan gejala yang ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 1 tahun.

(14)

2. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Untuk  pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.

3. Fisioterapi dan Terapi Okupasi

Prosedur fisioterapi ini harus dilakukan secaraspesifik terhadap pola nyeri/gejala dan disfungsi yang ditemukan. Terapi okupasi memberikan penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang semakin parah. Terapi okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional. Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot  –   otot lengan dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. radialis.

Dengan istirahat yang sesering mungkin dapat berguna jika jadwal kerja dapat dikurangi kepadatannya. Sebuah hasil penelitian baru  –  baru ini menunjukkan dengan istirahat singkat beberapa kali saat aktivitas yang cukup menegangkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan istirahat dalam waktu yang lama. Beragam  jenis perangkat aksesoris komputer yang dapat digunakan untuk menopang tangan

dari kelelahan karena aktivitas berlebihan.

Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot  –  otot lengan dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Radialis.

4. Terapi Operatif

1.9. PROGNOSIS

Pasien neuropati radialis akibat fraktur atau dislokasi, dapat mengalami perbaikan spontan. Pasien dengan Saturday night palsy biasanya membaik dalam 6-8 minggu atau dapat lebih lama. Operasi pada keadaan terdorongnya nervus radialis oleh tulang atau jaringan lunak, juga adanya entrapment   pada muskulus supinator dapat membaik dalam beberapa minggu atau bulan.

Secara keseluruhan kesembuhan menyangkut nervus radialis umumnya baik setelah manajemen konservatif dan operasi. Jika belum memperoleh hasil maksimal maka dapat dilakukan perbaikan melalui transfer tendon.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD ; Victor M. Principles of neurology. 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989

Chusid JG and deGroot J. Correlative neuroanatomy. 20th ed. A Lange Medical Book, 1988:p.92-96

De Jong. The Neurological examination.4t ed. 1979:p.576-588

Dyck PJ, Low PA. Disease of peripheral nerves, in Clinical neurology, Baker (ed). Philadelphia: Harper & Row, 1987

Gilroy, J. Basic neurology. New York : Pergamon, 1992:p. 363-364

Goldstein NP. Metal neuropathy, in Peripheral neuropathy. Dyck PJ (ed.). Philadelphia : WB Sounders, 1975:p. 1240-1248

Patten J. Neurological differential diagnosis, London: Harold Starke, 1977: p.194-202

Thomas PK. Symptomatoly and differential diagnosis of peripheral neuropathy, in peripheral neuropathy. Dyck P. (ed.). philadelphia : WB Saunders, 1975

Walton JN. Brain’s diseases of the nervus system. 8th ed. New York : Oxford University, 1977: 779-781 dan 949-952

Gambar

Gambar 2. Inervasi motorik dan sensorik nervus radialis
Gambar  3.  Berbagai  penyebab  cedera  nervus  radialis. Kiri  atas: Saturday  night  palsy.
Gambar 4. Klasifikasi cedera saraf tepi berdasarkan Seddon.

Referensi

Dokumen terkait

Seleksi dan evaluasi proposal Penelitian Hibah Riset Mandat Universitas Airlangga dilakukan dalam dua tahapan, yaitu pemaparan oleh para peneliti untuk mendapatkan masukan

Pada fitur epidemiologi antara pasien dengan infeksi akut telah ditemukan menunjukkan peningkatan penyakit hati aktif, berkembang dalam 60% -70% dari orang yang

Empedu, suatu cairan yang dibentuk oleh hati, dialirkan melalui saluran langsung ke usus halus untuk membantu mencerna lemak atau ke kandung empedu untuk disimpan

Kegiatan belajar mengajar (KBM) pada siklus 1, memiliki kendala dalam proses KBM seperti awal masuk kelas para siswa belum terlihat aktif dalam merespon

$emakin lama seseorang menderita penyakit ini, semakin besar kemungkinannya akan mengalami neuropati yang umumnya secara klinis tertampak dalam & tahun pertama setelah diagnosis

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari "arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

berlimpah, murah, kuat dan ringan, namun belum dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengembangkan bahan rotan

Penelitian yang dilakukan oleh Albrecth & Richardson (1990) dan Lee Choi (2002) dalam Siregar dan Utama (2005) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki