• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tabir Surya

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari terutama pada daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari (Harry, 1982).

Sediaan ini dikelompokkan menjadi dua macam. Pertama, tabir surya kimia; misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat dan antranilat, berfungsi untuk dapat mengabsorbsi energi radiasi dari cahaya matahari. Kedua, tabir surya fisik; misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, red petrolatum dan kaolin, berfungsi untuk dapat memantulkan cahaya matahari. Tabir surya fisik dapat menahan UV-A maupun UV-B. Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisik, bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).

Kemampuan menahan cahaya ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi cahaya (Sun Protection Factor/ SPF). Nilai SPF ini berkisar 0 sampai 100.

Kemampuan tabir surya sebagai berikut:

1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh : salisilat, antranilat. 2. Sedang bila SPF antara 4-6, contoh : sinamat, benzofenon. 3. Ekstra bila SPF antara 6-8, contoh : derivat PABA.

4. Maksimal bila SPF antara 8-15, contoh : PABA

5. Ultra bila SPF lebih dari 15, contoh : kombinasi PABA, non-PABA, dan tabir surya fisik (Wasitaatmadja, 1997).

A. Penentuan Aktivitas Tabir Surya

Penentuan aktivitas tabir surya berdasarkan nilai sun protection factor (SPF). Nilai SPF dapat ditentukan secara in vitro dengan menggunakan metode spektrofotometri. Nilai SPF didapat dari perhitungan berdasarkan Petro (1981) menggunakan persamaan sebagai berikut :

(2)

log SPF UC x 2

Persamaan di atas dapat digunakan untuk meramalkan nilai SPF dari suatu larutan dengan mengukur area di bawah kurva (AUC) dibagi dengan interval panjang gelombang bersangkutan. Karena lapisan ozon menyaring di bawah 290 nm maka sebagai λ1 adalah panjang gelombang pada 290 nm . Sedangkan λn adalah panjang gelombang diatas 290 nm dimana mempunyai nilai absorbansi kurang lebih 0,050. Apabila nilai absorbansi 0,050 pada panjang gelombang lebih dari 400 nm maka sebagai λn adalah 390 nm karena diatas panjang gelombang tersebut diasumsikan sensitifitas kulit dapat diabaikan (Petro, 1981).

Tabel 1. Penilaian SPF menurut Food and Drug Administration (FDA) Tipe proteksi Nilai SPF

Proteksi minimal Proteksi sedang Proteksi ekstra Proteksi maksimal Proteksi ultra 1 < 4 4< 6 6<8 8<15 >15 (Shaath, 1990) C. Kencur (Kaempferia galanga L.)

Klasifikasi lengkap dari Kaempferia galanga L. sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberceae

Species : Kaempferia galanga L.

(Depkes RI, 1991)

Ekstrak kental rimpang kencur adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang kencur tumbuhan Kaempferia galanga L., suku Zingiberaceae mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 37,9% dan etil-p-metoksisinamat tidak kurang dari 4,3%. Bentuk ekstrak kental, berwarna coklat tua, bau yang khas, dan mempunyai rasa yang pedas menimbulkan rasa tebal di lidah. Kandungan kimia ekstrak kencur yaitu minyak atsiri dengan komponen utama etil-p-metoksisinamat dan etil sinamat (Depkes RI, 2004).

(3)

Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4 - 3,9% yang terdiri atas etil para metoksi sinamat, kamfer, borneol, sineol, dan pentadekan. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat berfungsi sebagai pengeblok kimia antiultraviolet B yang berguna sebagai tabir surya (Soeratri dan Tutiek, 2004).

D. Etil p-Metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat atau EPMS mempunyai rumus molekul C12H14O3.

Gambar 1. Struktur kimia EPMS (Anonim, 2010).

Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat mengunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, methanol, air dan heksan (Barus, 2009). Etil para metoksi sinamat merupakan senyawa turunan sinamat yang berfungsi sebagai pengeblok kimia ultraviolet B yang berguna sebagai tabir surya (Soeratri dan Tutiek, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai SPF senyawa pada konsentrasi < 12 mg/ml termasuk jenis perlindungan minimal, 12-15 mg/ml sebagai perlindungan sedang, 15-20mg/ml sebagai perlindungan ekstra, 20-40mg/ml sebagai perlindungan maksimum dan konsentrasi 40mg/ml sebagai perlindungan ultra (Tanjung, 1999).

E. Penyarian Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

O C H3 C C H C O O C2H5 H

(4)

dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 yaitu: simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (Depkes RI, 1995).

Simplisia yang disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat aktif yang tidak larut seperti serat karbohidrat, protein. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara penyari dengan bahan yang mengandung zat tertentu (Depkes RI, 1986).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 1979). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di dalam simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak dapat distandarisasi zat berkhasiat dalam simplisia sukar didapat kadar yang sama (Anief, 1987).

Ada beberapa metode dasar ekstraksi yang dapat dipakai untuk penyarian yaitu metode infundasi, maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Pemilihan metode disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Depkes RI, 1986).

1. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infundasi dilakukan dengan cara menambahkan serbuk dengan air secukupnya dalam penangas air selama 15 menit yang dihitung mulai suhu di dalam panci mencapai 90°C sambil sesekali diaduk, infus diserkai sewaktu masih panas dengan menggunakan kain flanel. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur (Depkes RI, 1986).

2. Maserasi

Maserasi merupakan proses yang tepat karena obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dan menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15-20º C dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan yang larut melarut (Ansel, 2005).

Maserasi dapat pula dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, lalu dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil

(5)

berulang-ulang diaduk, sari kemudian diserkai, ampas diperas, kemudian dicuci dengan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian. Keuntungan dari cara ini adalah pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian dari cara ini adalah dibutuhkan waktu yang lama. Proses maserasi biasanya menggunakan etanol sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan bebas hanya sedikit yang ikut kedalam cairan pengekstraksi (Voight, R. 1994).

3. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang cenderung untuk menahan (Depkes RI, 1986).

4. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan cara ekstraksi dengan menggunakan alat soxhlet. Bahan yang akan diekstraksi dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang di dalamnya terdapat kantung bahan diletakkan diantara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa, berkondensasi di dalamnya menetes ke atas bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimal secara otomatis ditarik ke dalam labu dengan demikian zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinyu dari bahan pelarut murni. (Voight, R. 1994).

(6)

F. Gel

Gel adalah sistem semipadat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer tiga dimensi ( terdiri dari gom alam atau gom sintesis ) yang tingkat ikatan silang fisik atau kadang – kadang kimianya yang tinggi telah dibicarakan. Polimer – polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel farmasetik meliputi gom alam, tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintesis dan semisintesis seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, karboksi metil selulosa, dan carbopol yang merupakan polimer vinil sintesis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel ( Lachman et al., 1989). Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2005).

Berdasarkan komposisinya, dasar gel dapat dibedakan menjadi dasar gel hidrofobik dan dasar gel hidrofilik (Ansel, 2005).

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana ada, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 2005). 2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 2005).

Keuntungan gel hidrofilik antara lain: daya sebarnya pada kulit baik, efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiratio sensibilis oleh karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan

(7)

memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan obatnya baik (Voight, R. 1994).

Suatu salap hidrogel yang khas umumnya mengandung komponen bahan pembengkak, air, penahan lembab dan bahan pengawet. Tabel 2. menunjukkan jumlah bahan pembengkak yang dibutuhkan untuk membuat salap hidrogel. Informasi tersebut hanya berlaku sebagai harga orientasi, yang akan berfluktuasi sesuai dengan kualitas asal pembentuk gel. Penahan lembab yang ditambahkan, yang juga berfungsi pembuat lunak harus memenuhi berbagai hal. Pertama, harus mampu meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan. Kedua, melindungi salap dari kemungkinan menjadi kering. Sebagai penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilenglikol dan 1,2-propilenglikol dalam konsentrasi 10-20%. Meskipun tidak seluruh pembentuk hidrogel dapat mengalami kontaminasi pembusukan bakterial, namun demikian tindakan pengawetan tetap dibutuhkan bagi sediaan yang mengandung air. Yang paling tepat adalah penggunaan metil paraben 0,075% dan propilparaben 0,025%.

Tabel 2. Konsentrasi pembentuk gel

Pembentuk hidrogel Daerah konsentrasi (%)

Bahan hidrogel

Silisiumdioksida terdispersi tinggi (Aerosil) 15-20

Bentonit 15-20 Bahan organic Eterselulosa Metilselulosa 5-10 Etilselulosa 5-10 Hidroksietilselulosa 10-15 Etilhidroksietilselulosa 10-15 Natriumkarboksimetilselulosa 6-12 Natriumkarboksimetilamilopektin 2-5 Natriumalginat 2-6 Tragakan 2-5 Polivinilalkohol (jenis polimer tinggi) 12-15

Polivinilpirolidon (jenis polimer tinggi) 10-15 (Voight, 1994).

(8)

G. HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa)

Gambar 2. Struktur kimia HPMC (Rowe, dkk. 2003)

HPMC berbentuk serbuk yang tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih. Larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter, namun larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, campuran dari air dan alkohol (Wade dan Raul, 1994).

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan derivat selulosa yang bersifat nonionik dengan BM tinngi tersubstitusi oleh polihidroksi dan gugus metil pada strkturnya. N menunjukkan banyaknya sakarida penyusun dari HPMC tersebut (Anonim, 2010). HPMC dapat digunakan sebagai basis gel karena mengembang terbatas dalam air sehingga merupakan bahan pembentuk hidrogel yang baik (Voight, 1994). Selain itu HPMC bersifat netral, tahan terhadap pengaruh asam dan basa, mempunyai pH yang stabil antara 3 - 11, tahan terhadap serangan mikroba dan tahan panas (Wade dan Raul, 1994).

HPMC secara luas digunakan sebagai suatu eksipien di dalam formulasi pada sedian topikal dan oral. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC menghasilkan cairan lebih jernih. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi dan agen penstabil di dalam sediaan salep dan gel (Rowe, dkk. 2003).

(9)

H. Sorbitol

Gambar 3. Struktur kimia sorbitol (Depkes RI, 1995)

Sorbitol merupakan gula non kariogenik dan nutrisi dengan kandungan kalori rendah. Bersifat higroskopis pada kelembaban diatas 65%. Sorbitol berfungsi sebagai bahan pembawa untuk cairan peroral dengan konsentrasi 25-90% b/v. Selain itu pada konsentrasi yang sama sorbitol dapat berfungsi pula sebagai pemanis dan bahan penambah viskositas.

Sorbitol berbentuk kristal putih, rasa manis dan dingin pada mulut. Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol P, dalam metanol P dan asam asetat P (Depkes RI, 1995).

Sorbitol juga digunakan sebagai suatu humektan (pelembab) pada sediaan gel. Penahan lembab yang ditambahkan pada gel, yang juga berfungsi pembuat lunak harus memenuhi berbagai hal. Pertama, harus mampu meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan. Kedua, melindungi salap dari kemungkinan menjadi kering. Sebagai penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilenglikol dan 1,2-propilenglikol dalam konsentrasi 10-20% (Voight, 1994).

I. Spektrofotometri Ultraviolet Visibel

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Pengukuran spektrometri di dalam daerah cahaya tampak mula-mula disebut kolorimetri, tetapi istilah “kolorimetri” lebih tepat digunakan untuk persepsi tentang warna (Depkes RI, 1995).

(10)

1. Kuvet yang kotor atau telah tergores

2. Sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultraviolet 3. Penempelan kuvet yang tidak benar posisinya 4. Ukuran kuvet tidak seragam

5. Adanya gelembung udara atau gas dalam lintasan radiasi

6. Panjang gelombang yang dihasilkan tidak cocok dengan yang tertera pada instrumen 7. Kurangnya ketelitian dalam mempersiapkan larutan contoh atau ketidaktepatan larutan

contoh (Khopkar, 1990).

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut “spektrometer” atau spektrofotometer.

Gambar 4. Instrumentasi Spektrofotometer (Sastrohamidjojo, 2001). Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil,

2. Sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah, dan lain-lain,

3. Monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal,

4. Tempat cuplikan yang transparan, dan

5. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. (Sastrohamidjojo, 2001).

Sumber monokro mator

Sel

penyerapan

detektor Meter atau pencatat

Gambar

Gambar 2. Struktur kimia HPMC (Rowe, dkk. 2003)
Gambar 4. Instrumentasi Spektrofotometer (Sastrohamidjojo, 2001).  Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi kesiapan tempat wisata di Kabupaten Boyolali dalam mengembangkan pariwisata halal, memperoleh informasi

 Model matematik seringkali digunakan untuk mempelajari Model matematik seringkali digunakan untuk mempelajari fenomena alam nyata yang kompleks dengan cara analitis, serta.

Pengamatan dilakukan pada awal proses terhadap bahan baku yaitu pati garut, tepung labu kuning dan tepung kacang hijau meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar

Hasil tersebut senada dengan hasil penelitian sejenis terdahulu oleh Diah Ika Mutizannah (2016) dengan judul “analisis pengaruh rasio likuiditas dan rasio aktivitas

Petikan keputusan - keputusan Jawatankuasa Tetap Kewangan (JKTK) UPSI ini disusun bermula daripada keputusan mesyuarat yang terawal iaitu pada tahun 1998

Skripsi yang berjudul: Pengaruh Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Materi Hama dan Penyakit Tumbuhan Terhadap Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis

Tujuan dari penelitian ini adalah untukmelihat pengaruh konsentrasi dari bahan pengikat (gelatin) terhadap sifat fisika dan rasa dari tablet hisap temu lawak..

Tujuan yang diinginkan dalam Rencana Kerja ( Renja ) Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014 didasarkan kepada pernyataan misi yang sudah dirumuskan