• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Rimpang Kunyit (Curcuma longa. L) dan Uji Pestisida Nabati Terhadap Lalat Buah (Bactrocera sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dari Rimpang Kunyit (Curcuma longa. L) dan Uji Pestisida Nabati Terhadap Lalat Buah (Bactrocera sp.)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan

2.1.1. Klasifikasi tanaman kunyit (Curcuma longa L.)

Klasifikasi tanaman kunyit (Curcuma longa L.) menurut Hapsoh dan Rahmawati (2008) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma longa .L

Nama daerah dan nama asing

Nama daerah: kunyir, temu kuning (Jawa), koneng (Sunda), konyet, temu koneng

(Madura), hunik (Batak), kuminu (Ambon), kunidi (Sulawesi Utara), kurlai, tunin

(Maluku), rame, kandeifu (Irian), cekuh (Bali), dan humo poto (Gorontalo).

Nama asing: chiang huang (China), safron (India), turmeric (Inggris),

kurkuma (Italia), acafrao da India (Portugis) (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

Morfologi tanaman kunyit (Curcuma longa .L)

Tanaman kunyit tumbuh berumpun dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan

batang semu, tegak berbentuk bulat, tersusun dari pelepah daun. Daun tunggal,

(2)

menyirip dengan warna hijau pucat. Ujung dan pangkal daun runcing tepi daun

rata. Bunga majemuk berambut dan bersisik panjang 10-15 cm dengan mahkota

panjang sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Kulit luar

rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga

kekuning-kuningan (Hapsoh dan Rahmawati, 2011).

Rimpang atau akar tinggal berbentuk bulat memanjang dan memiliki akar

serabut. Rimpang kunyit memiliki dua bagian tanaman yaitu rimpang induk (umbi

utama empu) dan tunas atau rimpang cabang. Rimpang utama ini biasanya

ditumbuhi tunas-tunas yang tumbuh ke arah samping. Jumlah tunas umumnya

banyak, tumbuh mendatar atau melengkung, serta berbuku-buku pendek, lurus

atau melengkung. Kulit rimpang berwarna jingga kecoklatan. Warna daging

jingga kekuningan dengan bau khas dan rasanya agak pahit. Rimpang cabang

akan berkembang secara terus-menerus membentuk cabang-cabang baru dan

batang semu sehingga pada akhirnya terbentuk rumpun (Nugroho, 1988).

2.1.2. Kandungan kimia

Rimpang kunyit mengandung minyak menguap sebanyak 3-5% v/v. Terdiri atas

turmeron, zingiberen, ar-turmeron, sedikit mengandung fellandren, seskiterpen

alkohol, borneol, kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin, pati,

tanin dan damar (Dalimartha, 2009).

Dari segi kimia, C. domestica dicirikan oleh senyawa fenol turunan diarilheptanoid atau kurkuminoid dan senyawa seskuiterpen. Achmad, 2009

melaporkan bahwa dari rimpang Curcuma longa (sinonim C. domestica) ditemukan tiga zat warna fenol turunan diarilheptanoid atau kurkuminoid. Ketiga

senyawa fenol tersebut yang merupakan komponen fenol utama, maing-masing

adalah bisferuloilmetan atau kurkumin, 4-hidroksi-sinamoil feruloil metan atau

demetoksikurkumin dan bis(4-hidroksisinamoil)-metan atau

bisdemektoksikurkumin. Disamping itu, juga ditemukan suatu turunan

(3)

Dari C. longa(= C. domestica) selain kurkumin, demetoksi-kurkumin, dan bisdemetoksikurkumin telah ditemukan pula beberapa senyawa turunan

diarilheptanoid, yaitu 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on,

1-hidroki-3-metoksifenil)-6-hepten-3,5-dion,

1,7-bis(4-hidroksi-fenil)-1-hepten-3,5-dion, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on,

bersama-sama engan suatu ester ferulat yang disebut celebin A (Park, 2002 dalam buku

Achmad, 2009).

Dari C. longa juga ditemukan beberapa turunan kurkumin berupa homolog

dengan rantai-C9 yang diberi nama kurkumin I, kurkumin II, kurkumin III (Gorchakova, 1984 dan Ramsewak, 2000 dalam buku Achmad, 2009).

Selanjutnya, dari rimpang C. domestica diisolasi pula beberapa homolog

kurkumin dengan rantai C5, yaitu 1,5-bis (4-hidroksi-3-metoksifenil)-penta-(1E,4E)-1,4-dien-3-on dan

1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-5-(4-hidroksifenil)-penta-(1E,4E)-1,4-dien-3-on (Masuda, 1993 dan Park, 2002 dalam buku Achmad,

2009).

Kecuali senyawa kurkuminoid, ciri-ciri kimia lainnya tumbuhan kunyit C. domestica (sinonim C. longa) ialah senyawa seskuiterpen keton jenis bisabolen, seperti alpa-turmeron, beta-turmeron, kurlon, 4-hidroksibisabola-2, 10-dien-9-on,

bisakuron, 4-metoksi-5hiroksibisabola-2, 10-dien-9-on, 4,5-dihdroksibisabola-3,

10-dien, bersama-sama dengan alpa-kurkumen atau ar-kurkumen, beta-kurkumen,

gama-kurkumen, beta-seskuifelandren, zingiberen, beta-bisabolen, sebagai

kandungan utama (He, 1998 dalam Achmad, 2009).

Dari C. longa juga ditemukan beberapa senyawa sekuiterpen jenis germakran, seperti germakron-13-al, (4S,5S)-germakron-4,5-epoksida, kurdion,

dan dehidrokurdion (He, 1998 dalam buku Achmad, 2009).

Begitu pula, dari tumbuhan C. longa diperoleh beberapa senyawa seskuiterpen jenis guaian, seperti kurkumenol, prokurkumenol, isoprokurkumenol,

epiprokurkumenol, prokurkumadiol, dan zedoarondiol (He, 1998 dalam buku

Achmad, 2009).

(4)

kurzerenon, an jenis karabran, yaitu kurkumenon (He, 1998 dalam buku Achmad,

2009).

Menggunakan kombinasi teknik kromatografi gas (GC) dan kromatografi

gas-spektrometri massa (GC-MS), ternyata minyak atsiri yang berasal dari daun

tumbuhan kunyit C. domestica dan C. longa (= C. domestica) menganung pula beberapa senyawa monoterpen, antara lain yang utama ialah linalol,

alpa-felandren, 1,8-sineol, terpinolen, limonen, para-imen, alpa-pinen, beta-pinen,

kamfen, borneol, isoborneol, kamfor, dan suatu arilpropanoid eugenol (Dung,

1995 dalam buku Achmad, 2009).

2.1.3.Manfaat dan kegunaan kunyit

Rimpang kunyit digunakan sebagai bumbu dapur dan sebagai obat yang

berkhasiat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah tinggi, sebagai obat

malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, peluruh ASI, fungisida,

stimulan, mengobati keseleo, memar, rematik, obat asma, diabetes melitus, usus

buntu, amandel, sariawan, tambah darah, menghilangkan jerawat, penurun panas,

menghilangkan rasa gatal, menyembuhkan kejang dan mengobati luka-luka

(Syukur dan Hernani, 2001).

Dilaporkan bahwa rimpang C. domestica banyak digunakan dan terdapat dalam semua ramuan obat traditional jamu. Tumbuhan ini, kecuali sebagai

rempah-rempah, juga digunakan untuk obat-obatan, seperti untuk pengobatan

penyakit kulit umumnya, pengobatan yang berhubhngan dengan saluran

pernapasan, sinusitis, asma, sebagai ekspektoran atau peluruh dahak, pengobatan

yang berhubungan saluran pencernaan, nyeri perut, infeksi saluran kencing,

diuretik atau peluruh kencing, bengkak, rematik, hepatitis, sakit mata, dan

pengobatan wanita sesudah melahirkan. Dilaporkan pula bahwa rimpang

tumbuhan ini, yang disediakan dalam bentuk bubuk, pasta, salep, obat gosok,

(5)

anemia, tekanan arah tinggi, penyakit kuning, dan disentri. Rimpang tumbuhan ini

juga digunakan untuk pengobatan diare, menstruasi yang tidak teratur,

tuberkulosis, radang gusi, di samping sebagai insektisida, fungisida, dan

nematisida (Achmad, 2009). Rimpang C. domestica terdaftar dalam Materia Medika Indonesia, Jilid I, Tahun 1977, dan digunakan sebagai kolagogum.

Di Cina, C. domestica juga resmi terdaftar dalam Farmakope Cina, dan digunakan sebagai analgesik yang menghilangkan nyeri, pengobatan menstruasi

yang tidak teratur, rematik, dan epilepsi (Achmad, 2009).

2.2. Lalat Buah (Bactrocersa sp)

Bactrocera sp merupakan spesies lalat buah yang paling melimpah di Bogor, Depok dan Jakarta selain B. papayae. Lalat buah ini selalu ada dan melimpah karena keberadaan tanaman inangnya. Selain menyerang jambu biji, lalat buah ini

menyerang berbagai macam buah-buahan antara lain belimbing, kluwih, cabai,

nangka, jambu bol, tomat, mangga, papaya (Siwi et al, 2006).

Klasifikasi dari lalat buah (Bactrocera sp)

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Tephritidae

Genus : Batrocera

(6)

Gambar 2.1. Foto Bactrocera sp. hinggap pada buah jambu biji

Gambar 2.2. Foto daur hidup Bactrocera sp.

Lalat buah genus Bactrocera (Diptrea tephiritidae) merupakan spesies lalat buah yang hidup di daerah tropis dan telah tersebar hampir di seluruh

kawasan Asia-Pasifik (gambar 2.1. dan gambar 2.2.). Salah satu kawasan dengan

penyebaran lalat buah paling banyak ada di Asia Tenggara termasuk Indonesia

(Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1995).

Menurut Ginting (2009) salah satu lalat jenis buah Bactrocera yang dengan

persebaran luas di Indonesia adalah Bactrocera sp, karena memiliki jenis tanaman inang yang sangat beragam dan hampir tersedia di sepanjang waktu. Bactrocera sp adalah jenis lalat buah yang mempunyai sifat polifag yaitu spesies yang memiliki banyak tanaman inang antara lain belimbing manis, belimbing wuluh,

(7)

2.3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang

(ethereal oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir,

berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam

pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).

2.3.1. Penggunaan dan aktivitas biologis minyak atisiri

Peranan paling utama dari minyak atsiri pada tumbuhan itu sendiri adalah sebagai

pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir

hewan-hewan pemakan daun lainnya (herbivora), bersifat antimikroba dan

menarik serangga membantu penyerbukan bunga (pollination) (Gunawan dan

Mulyani, 2004).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,

misalnya industri parfum, kosmetika, obat-obatan dan sebagai bahan penyedap

(flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Guenther, 1987).

Pada konsentrasi tinggi, minyak atsiri dapat digunakan sebagai anastetik

lokal, misalnya minyak cengkeh yang digunakan untuk mengatasi sakit gigi, tetapi

dapat merusak selaput lendir. Beberapa minyak atsiri juga digunakan sebagai

emenagogue (pelancar haid) dan abortivum seperti minyak atsiri dari kayu manis (Cinnamomum burmanii), pala (Myristica fragrans). Kebanyakan minyak atsiri juga bersifat antibakteri dan antijamur yang kuat. Minyak daun sirih (Piper betle) adalah salah satu minyak atsiri yang bersifat sebagai antibakteri. Minyak ini dapat

menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Klebsiella dan Pasteurella (Agusta, 2000).

Disamping bersifat antibakteri, minyak atsiri juga memiliki sifat

(8)

antioksidan dimana pada minyak atsiri tersebut ditemukan adanya senyawa

golongan fenol (Ginting, dkk. 2016).

2.3.2. Komposisi kimia minyak atsiri

Minyak atsiri umumnya terjadi dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang

terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa

persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen dan Belerang. Komponen

utama minyak atsiri adalah terpena dan turunan terpena yang mengandung atom

oksigen. Terpenoid merupakan senyawa yang berada pada jumlah cukup besar

pada tanaman. Terpenoid yang terkandung dalam minyak atsiri menimbulkan bau

harum atau bau khas dari tanaman. Secara kimia, terpena minyak atsiri

digolongkan menjadi dua bagian yaitu monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

Beberapa contoh monoterpenoid antara lain geraniol, limonena, kamfor, mentol

dan lain-lain. Yang termasuk seskuiterpenoid antara lain kariofilen dan santonin.

Secara ekonomi senyawa terpena tersebut penting sebagai dasar

wewangian alam dan juga untuk remph-rempah serta sebagai senyawa cita rasa

dalam industri makanan. Terpena juga sering kali terdapat dalam fraksi yang

berbau, bersama-sama dengan senyawa aromatik seperti finilpropanoid. Selain

terpena, minyak atsiri juga banyak mengandung senyawa turunan benzena seperti

Eugenol, Kumarin, Sinamaldehid dan lain-lain.

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan

jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode

ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri biasanya merupakan campuran beberapa senyawa kimia

yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Pada

umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan

(9)

a. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C)

dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit

isopren), dan fenilpropana.

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol.

Senyawa terpen teroksigenasi dapat terdiri dari monoterpen, seskiterpen

dan fenilpropana. Senyawa terpen mempunyai aroma kurang wangi, sukar larut

dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin.

Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa penting dalam minyak

atsiri karena mempunyai aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen dapat dipisahkan

untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum (Ketaren, 1985).

2.3.3. Biosintesis minyak atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di

dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan, Golongan

pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang

terbentuk dari biosintesis asam siklamat melalui jalur fenil propanoid (Agusta,

2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat

yang telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Clasein

menghasilkan asam asetoasetat.

Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan

(10)

ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi,

eliminasi asam fosfat dan dekarboksolasi menghasilkan IPP (isopentenil

pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP (dimetil alil

pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit merupakan langkah pertama

dari polimerisasi isoterpen untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini

terjadi karena serangan elekron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan

ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua

senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi

organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi

selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa

terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula.

Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisis, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan Reaksi-

reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada

suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi ,dekarbosilasi dan sebagainya, dapat dilihat

(11)
(12)

Untuk menjelaskan dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi

biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang

lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang

berasal dari hidrolisis geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi

sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi

sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh

perubahan senyawa monoterpen, dapat dilihat pada gambar 2.4.

(13)

Senyawa- senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan

trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya.

Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang

sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat

menjadi seskuiterpen terlihat pada gambar 2.5.

(14)

2.3.4. Cara Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode penyulingan (distilation). Metode penyulingan minyak atsiri terbagi atas tiga bagian, yaitu:

a. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung

dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara

sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas

model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh

karena itu, sering disebut dengan penyulingan langsung.

Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya

rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu

minyak yang diperoleh.

b. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada

prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air

penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang

digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1

atmosfer.

c. Penyulingan dengan air dan uap

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas

rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air

sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini

yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan

tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air

(15)

2.4. Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri

Analisis fisikokimia dilakukan untuk mendeteksi pemalsuan, mengevaluasi mutu

dan kemurnian minyak serta mengidentifikasi jenis dan kegunaannya (Gunawan

dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi

fisikanya banyak yang sama. Minyak atsiri yang baru diekstraksi (masih segar)

umumnya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan. Sifat-sifat fisika

yang penting dari minyak atsiri, yaitu: berat jenis, mempunyai indeks bias yang

tinggi serta rotasi optik (Koensoemardiyah, 2010).

Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain:

2.4.1. Berat jenis

Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer, Bobot jenis minyak atsiri

merupakan perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air

yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria

paling penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Guenther,

1987).

2.4.2. Indeks bias

Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer. Indeks bias merupakan

perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di

dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias berguna untuk identifikasi

kemurnian (Guenther, 1987).

2.4.3. Putaran optik

Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter. Setiap jenis minyak atsiri

(16)

kiri. Besarnya perputaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri,

suhu, panjang kolom yang berisi minyak atsiri dan panjang gelombang cahaya

yang digunakan (Guenther, 1987).

2.5. GC-MS

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang

cukup rumit, dikarenakan minyak atsiri mempunyai sifat yang mudah menguap

pada suhu kamar. Kendala yang umumnya dialami saat menganilis komponen

minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatif dan

selama berlangsungnya proses analisis. Setelah ditemukan kromatografi gas (GC),

kendala dalam analisis komponen minyak atsiri dapat diatasi. Pada penggunaan

GC ini, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali.

Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat melahirkan suatu alat

yang merupakan gabungan dua sistem yang saling menguntungkan, yaitu

gabungan antara kromatografi gas dan spektrofotometri massa (Agusta, 2000).

Pada alat GC-MS, kedua alat dihubungkan. Kromatografi gas disini

berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel,

sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing

molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Analisis

dengan GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk menganalisis

senyawa dalam jumlah sangat kecil dan menghasilkan data yang berguna

(17)

2.5.1. Kromatografi gas

Kromatografi gas (KG) merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi

senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas

anorganik dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari kromatografi gas adalah

untuk : melakukan pemisahan dan identifikasi semua jenis senyawa-senyawa

organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan

kuantitatif senyawa dalam suatu campuran.

Ada 2 Jenis kromatografi gas:

1. Kromatografi gas-cair (KGC)

Pada kromatografi ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan

pada suatu zat pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga

mekanisme sorpsi-nya adalah partisi. 2. Kromatografi gas-padat

Pada kromatografi ini, digunakan fase diam padatan. Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi permukaan (Rohman, 2007).

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran

kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak

akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan

berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran

berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, dimana interaksi komponen dengan

fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan

yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1998).

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,

(18)

Gambar 2.7. Diagram blok sistem kromatografi gas secara umum (Gandjar dan

Rohman, 2007)

Gas pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni dan

mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai.

Keuntungannya adalah semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam

keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi.

Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N),

Hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO2).

Sistem injeksi

Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan kedalam ruang suntik, melalui

gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutup septum atau pemisah karet.

Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) pada suhu

10-15°C lebih tinggi dari suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap

(19)

Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya

terdapat fase diam. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas

dan kolom kapiler

Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastik berisi

penyangga padat yang inert. Fase diam, berwujud padat maupun cair diserap atau

terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut.

Kolom kapiler banyak digunakan untuk menganalisi komponen minyak

atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil

analisis dengan daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi.

Bahan kolom biasanya dari gelas baja tahan karat atau silika. Fase cair berupa

lapisan film dilapiskan pada dinding kolom bagian dalam (Agusta, 2000).

Fase diam

Fase diam disapukan dalam permukaan medium atau dilapiskan pada dinding

kapiler. Fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan

fase diam cair, akan tetapi pada kolom kapiler lebih banyak digunakan (Agusta,

2000).

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, sedikit

polar, semi polar, dan sangat polar. Sifat minyak atsiri yang nonpolar sampai

sedikit polar, sebaiknya digunakan kolom dengan fase diam yang sedikit polar,

misalnya CBP-5, CBJ-5, SE-2 dan SE-54. Jika digunakan kolom yang lebih polar,

sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (tidak tajam) dan sebagian

puncaknya membentuk ekor, garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang.

Bahkan kemungkinan komponen yang bersifat non polar tidak terdeteksi sama

(20)

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis

kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan

adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).

Pemisahan pada Kromatografi Gas dapat dilakukan pada suhu yang tetap biasanya

disebut dengan pemisahan isotermal, dapat dilakukan dengan menggunakan suhu

yang berubah secara terkendali disebut pemisahan dengan suhu terprogram.

Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin. Ada dua hal yang

harus diperhatikan terkait dengan pemisahan isotermal, yaitu:

1) jika suhu terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara

jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar

sangat lambat bahkan tetap tertinggal didalam kolom.

2) terkait masalah diatas pemisahan dapat dilakukan dengan suhu terprogram.

Pemisahan dengan suhu terprogram mempunyai keuntungan, yakni mampu

meningkatkan resolusi komponen dalam suatu campuran, mempunyai titik didih

pada kisaran yang agak luas. Pemograman suhu dilakukan dengan menaikkan

suhu dari suhu tertentu ke suhu berikutnya dan terkendali dalam waktu tertentu

(Rohman, 2007).

Detektor

Komponen utama lainnya di kromatografi gas adalah detektor. Detektor

merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak

yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi gas

adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan

komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik

(21)

komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman,

2007).

2.5.2. Spektrometri Massa

Suatu spektrometer massa bekerja dengan menghasilkan molekul- molekul

bermuatan atau fragmen-fragmen dalam keadaan sangat hampa atau segera

sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson, 2010).

Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan

berkas elektron bernergi tinggi dan menghasilkan ion bermuatan positif yang

mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat

pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004)

Menurut Dachriyanus (2004), spektrometer massa pada umumnya

digunakan untuk:

1. Menentukan massa molekul (berat molekul).

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi

Tinggi (High Resolution Mass Spectra).

Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan

gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu

komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen

yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul

yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e,

massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan

spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk

setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan

untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya,

spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi

dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu

bank data (Agusta, 2000).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu

(22)

diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu, hal ini disebabkan

adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi

mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting

dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak

tertinggi pada spektrum disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya

dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1986).

2.6. Pestisida

Pestisida adalah substannsi (zat kimia) yang digunakan untuk membunuh atau

mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa Inggris yaitu “pest” berarti hama dan “cida” berarti pembunuh (Djojosumarto,2008).

Asosiasi Kimia Nasional Amerika Serikat menyatakan, bahwa yang juga

termasuk pengertian pestisida ialah agensia yang dipergunakan untuk

keperluan-keperluan khusus seperti zat pengatur tumbuh, zat penggugur daun, zat pengering

dan zat-zat lainnya yang sejenis feromon, zat kimia pemandul, zat anti feedant,

atraktan, repelen, sinergis (Oka dan Ida Nyoman, 1993).

2.6.1. Penggolongan Pestisida

Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda,

karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut

berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran

yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya,

asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan pengaruh fisiologisnya.

A. Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, yaitu :

(23)

2. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,

contoh: neem oil yang berasal dari pohon mimba.

3. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau

mikrobia, contoh: jamur, bakteri atau virus.

4. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contoh:

bubur bordeaux (Jimenez, 2007).

B. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran, yaitu:

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan

bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan

aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.

4. Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.

5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia

yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.

6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,

misalnya tikus.

7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput,

bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.

8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

9. Pestisida lain seperti Pisida, Algisida, Advisida dan lain-lain.

10.Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2

(24)

C. Berdasarkan sifat dan cara kerja racun pestisida, yaitu:

1. Racun kontak

Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga lewat

kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat

pestisida aktif bekerja.

2. Racun pernafasan (Fumigan)

Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat sistem

pernafasan.

3. Racun lambung

Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta

masuk ke dalam organ penccernaannya.

4. Racun Sistematik

Cara kerja seperti ini dapat dimiliki oleh insektisida, fungisida, dan

herbisida. Racun sistemik disemprotkan atau ditebarkan pada bagian

tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun,

sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman

seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati

setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah disemprot.

5. Racun metabolisme

Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses

metabolismenya.

6. Racun protoplasma

Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak

(Djojosumarto, 2008).

D. Berdasarkan bentuk formulasi pestisida

Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan

(25)

1. Tepung hembus, debu (dust = D )

Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya

belerang atau dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya

rendah sekitar 2-10%. Dalam penggunaannya pestisida ini harus

dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut duster.

2. Butiran (granula = G) Pestisida ini berbentuk butiran padat yang

merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang

mudah menyerap, bagian luarnya ditutup dengan suatu lapisan.

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP) Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara

langsung digunakan untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih

dahulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi.

Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja.

Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki

penyemprotnya digoyang-goyang.

4. Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder= SP) Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun ditambahkan air.

Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa terlarut

dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap,

maka dalam penggunaannya dengan penyemprotan, pengadukan hanya

dilakukan sekali pada waktu pencampuran.

5. Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut

serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti

pasta yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air

dengan baik dan mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang

ditambah sedikit air.

6. Cairan (emulsifiable concentrare = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan

(26)

dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau

cairan semprotnya disebut emulsi.

7. Solution (S)

Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke

dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad

pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.

Formulasi ini hampir tidak ditemui (Wudianto, 2010).

E. Berdasarkan bahan aktifnya

Penggunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu diantara

empat kelompok besar berikut yaitu :

1. Organoklorin

Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,

menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

2. Organofosfat

umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut

terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal (cicak)

dan mamalia), mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan

kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase,

suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal

saraf.

3. Karbamat

Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat

enzim-enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat

efek toksik dari efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya

mengalami proses penguraian yang sama pada tanaman, serangga dan

mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan dan tidak

terbio konsentrasi namun bio konsentrasi terjadi pada ikan.

(27)

ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus

Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil

terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,

sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,

flusitrinate. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi

menimbulkan alergi pada orang yang peka, dan mempunyai keunggulan

diantaranya: diaplikasikan dengan takaran yang relatif sedikit, spekrum

pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan

yang sangat baik (Kusnoputranto, 1996).

F. Berdasarkan Jarak/Frekuensi Penyemprotan Pestisida Sesuai Golongan

1. Golongan0Organofosfat

Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan yaitu sekitar 2 minggu

maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali

2. Golongano0Karbamat

Golongan ini hampir sama dengan organofosfat, dimana golongan ini juga

tidak persisten, mulai banyak dipasaran. Masa degradasi di lingkungan

hampir sama dengan organofosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh karena itu

maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.

3. Golongano0Piretroid

Dibandingkan dua golongan diatas, golongan Piretroid yang paling baru.

Golongan Piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya

diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya

luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan (knock down effect) yang sangat baik, masa terdegradasi dalam lingkungan juga singkat,

berkisar antara 10-12 hari, jadi jarak/frekuensi penyemprotan juga berkisar

(28)

2.6.2. Metode Pengendalian Hama Serangga

Pengendalian Mekanik

Pengendalian mekanik bertujuan untuk mematikan atau memindahkan hama

secara langsung baik dengan tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lain.

Caranya sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap orang tetapi yang jelas

memerlukan tenaga yang banyak yang berarti cukup mahal, harus dilakukan

secara kontinyu dan efisiensi serta efektivitasnya rendah.

Ada beberapa teknik pengendalian mekanik yang sering dilakukan dalam praktek

pengendalian hama.

 Pengendalian dengan tangan

Cara ini merupakan teknik yang paling sederhana dan murah tentunya. Yang

dikumpulkan adalah fase hidup hama yang mudah ditemukan seperti telur dan

larva. Kecuali pengambilan dan pengumpulan dilakukan terhadap hama dapat

juga diadakan pengumpulan bagian-bagian tanaman yang terserang (Untung,

2001).

 Perangkap umpan

Umpan yang diberikan dapat berupa makanan yang disenangi serangga

misalnya lalat buah maka umpannya adalah buah atau buah-buahan tiruan

yang dilaburi lem dan aroma atau esens buah-buahan yang banyak dijual

ditoko kimia, perangkap umpan ini dapat digunakan untuk menjerat serangga

yang aktif pada siang hari maupun pada malam hari. Kelemahan dari

perangkap ini adalah kesulitan untuk mengidentifikasi umpan yang sesuai

dengan serangga tertentu.

 Perangkap bau dan aroma

Umumnya serangga tertarik dengan aroma tertentu, misalnya bau tape, bau

(29)

 Perangkap kurung

Selain dengan menggunakan perekat atau cairan, dapat pula digunakan

perangkap serangga yang berupa perangkap kurung. Penggunaan perangkap

kurung ini adalah dengan memanfaatkan sifat serangga yang tertarik terhadap

cahaya, warna, dan umpan serta sifat serangga yang mempunyai

kecenderungan terbang menuju ke atas atau ke samping, terutama ke arah

Gambar

Gambar 2.1. Foto Bactrocera sp. hinggap pada buah jambu biji
Gambar 2.3. Biosintesis Terpenoid (Achmad, 1986).
Gambar 2.4. Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).
Gambar 2.5. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1986).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 7 Hasil pengolahan SPSS uji beda Pendapatan sebelum dan sesudah memanfaatkan KUPS di Kabupaten Asahan (lanjutan). Paired

Perlakuan perendaman telur ayam ras dengan menggunakan ekstrak teh hijau yang disimpan selama dua minggu berpengaruh nyata (P<0,5) terhadap sifat organoleptik

2004, Analisis Permintaan dan Pengembalian Kredit Usaha Tani Oleh Rumahtangga Petani Padi Di Sumatera Barat , Tesis Magister Sains.. Program Sekolah Pascasarjana,

[r]

Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin ini memanfaatkan gaya hambat (drag) saat mengekstrak energi angin dari aliran angin yang melalui sudu turbin. Koefisien hambat

Masalah dalam penelitian ini adalah guru masih menggunakan metode ceramah dan masih terpacu pada buku teks sehingga guru masih mendominasi di kelas, dengan kata lain

I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis , (Yogyakarta : Andi, 2006), hal 34.. wawancara, yaitu dengan cara wawancara langsung dengan pihak

Dunia ilmu pengetahuan dan pe~ldidikan ~nerupakan bagian penting dalarn kehidupan n~anusia modern. Insan ilniiah dan lenibaga pendidilcan harr~s rnengikuti dan