CASE STUDY RESEACH
Disusun Oleh: WAHYANI 201210105244
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
i
Diajukan Untuk Menyusun Case Study Research Program Studi Diploma III Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta
Disusun oleh: WAHYANI 201210105244
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
iv orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas luka insisi terdapat 5 orang (1,1%).
Tujuan Penelitian : Meningkatkan kemampuan, pengetahuan keterampilan, dan pengalaman melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria pada Ny. M umur 43 tahun melalui pendekatan asuhan 7 langkah varney dengan pendokumentasian SOAP, penulis mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata dilapangan.
Metode Peneltian : Penyusunan case study research ini menggunakan metode deskriptif. Dengan pengumpulan data menggunakan data primer meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan data sekunder meliputi studi dokumentasi dan studi pendahuluan.
Hasil : Asuhan kebidanan ibu nifas post sectio caesaria (sc) pada Ny.M umur 43 tahun dengan keadaan normal dan mobilisasi yang meningkat pada setiap harinya.
Kesimpulan : Dalam kasus ini tidak terjadi kesenjangan karena dalam pelaksanaan yang terjadi di lahan yaitu seperti keadaan umum yang stabil , asupan nutrisi yang cukup, pola istirahat ibu yang baik, dan mobilisasi yang meningkat secara bertahap sesuai sengan teori yang ada dan dari hasil pengkajian keadaan umum pasien dalam keadaan normal.
v
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Wahyani2, Fathiyatur Rohmah3
ABSTRAC
The background : Birth rate section sesaria in Yogjakarta in 2012 there are 1256 childbirth of 3586 all kinds of childbirth ( dept. diy, 2012 ) and PKU Muhammadiyah Yogjakarta, at the hospital. The number of mother parturition post schi 2012 a total of 177 people ( 49,7 % ), of 356 the whole number of mother parturition normal as well as post section caesaria. The number of mother parturition post schi with hemorrhage there are three guys ( 1.6 % ), and the mother of parturition post schi with infection of the scars incision is there are 5 persons ( 1.1 % ).
Research purposes: Upgrading, the knowledge skill, and experience to carry out an orphanage obstetrics on the parturition post sectio caesaria on mrs. M the age of 43 years through the approach of an orphanage 7 step varney documentation, with soap writer able to analyze the gap between theory and real case in the field.
A method of the study: The drafting of the case study research is using the method of descriptive. With the collection of data used data of primary covering observation, interview physical examination and data secondary documentation covers the study and the study of preface.
Yield : Obstetric mother parturition post sectio caesaria on ny.m the age of 43 years with a normal state and mobilization that rises in every day. Conclusion: In the case of parturition post section caesaria with tubectomy in the hospital PKU Muhammadiyah Yogjakarta there are gaps between sop hospital in tunjang with the theory of which there are about lent patient pre operation schi that is listed in sop and the theory of ( Kasdu, 2003 ) that contains lent pasian pre operation schi which is at least six hours while in the case in patients mrs. M in the hospital patient PKU Muhammadiyah Yogjakarta fasting more or less 4 hours.
vii
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehinga penulis dapat menyelesaikan studi kasus yang berjudul “ Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Post Sc Normal PadaNy. M Umur 43 Tahun di PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2013”.Studi Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan Prodi DIII Kebidanan STIKES „Aisyiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Studi Kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Warsiti,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat, selaku Pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
2. Anjarwati, S.SiT.,MPH, selaku Ketua Program Studi Kebidanan DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
3. Dewi Rokhanawati, S.SiT., MPH, selaku Ketua Program Studi DIV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
4. Mufdilah ,S.Pd., S.SiT.M.Sc, sebagai penguji I yang telah
memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan hasil Karya Tulis Ilmiah.
5. Fathiyatur Rohmah S.ST, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiahini, serta sebagai penguji II.
6. Kedua orang tua ku dan keluarga besarku yang selalu memberikan do‟a dan dukungan.
viii
mana mestinya Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan case study research ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak.
Semoga penulisan case study research ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, profesi, instansi, dan adik-adik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
Wassalamu‟alaikumWr.Wb
Yogyakarta, 22 Agustus 2013 Penulis
ix
HALAMAN PERYATAAN ... iv
INTISARI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang ... 1
II. Rumusan Masalah ... 4
III. Tujuan Penelitian ... 4
IV. Manfaat Penelitian ... 5
V. Ruang Lingkup Penelitian... 6
VI. Relevansi Al-Quran ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Teori Medis ... 8
A. Masa nifas ... 8
B. Section Caesaria ... 14
C. Tubektomi ... 16
D. SPO Tindakan Sebelum Sc ... 16
E. SPO Lama Perawatan Operasi Sc ... 18
F. Tindakan Pre Operasi dan Pasca Operasi ... 21
G. Perubahan-perubahan masa nifas post sc ... 29
H. Perawatan Pasca Operasi ... 38
I. Mobilisasi ... 45
J. Bila mobilisasi Tidak Dilakukan ... 51
II. Teori Manajemen Kebidanan ... 58
III. Standar Pelayanan Kebidanan... 67
IV. Landasan Hukum ... 70
V. Etika dalam Penelitian Kebidanan ... 71
VI. Informed Consent ... 76
x
A. Hasil ... 84 B. Pembahasan ... 112 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 123 B. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA
xi Lampiran 2 Pathway
Lampiran 3 Format Asuhan Kebidanan Nifas Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan
Lampiran 5 Surat Balasan Studi Pendahuluan Lampiran 6 Surat Penelitian
Lampiran 7 Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 8 Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent ) Lampiran 9 SOP Tindakan Kebidanan Pada Pasien Sebelum Operasi SC Lampiran 10 SOP Penatalaksanaan Sectio Caesaria
Lampiran 11 SOP Perawatan Luka Operasi Lampiran 12 SOP Pelaksanaan Teknik Menyusui Lampiran 13 SOP Perawatan Operasi Caesar
1 I. Latar Belakang
Proses persalinan merupakan suatu proses kompleks untuk menyelamatkan ibu maupun bayinya dengan menggunakan berbagai
macam metode seperti persalinan pervaginam, persalinan dengan menggunakan alat dan persalinan operatif yaitu melalui Sectio Caesarea
(SC). Metode-metode tersebut dikakukan dengan indikasi-indikasi khusus dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan ibu maupun bayinya.
Data World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa
persalian dengan SC adalah sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang. Data tahun 2000 didapatkan bahwa angka
kelahiran SC Cina, Mexsico, Brazil lebih 35 %. Angka kejadian terus mengalami peningkatan di Cina bagian selatan bahkan mencapai 60% pada tahun 2003 dan 56% pada tahun 2000 menjadi 31% pada tahun 2006.
Data di indonesia menunjukan bahwa angka persalinan SC mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data SDKI yang pertama yaitu tahun 1987
hingga yang kelima yaitu SDKI 2002-2003, terjadi peningkatan angka persalinan SC secara rasional berjumlah kurang dari 4% dari jumlah total persalinan.
47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,22%, tahun 2005 sebesar 51,59%, tahun 2006 sebesar 53,68% ( Setyowati, 2012).
Di Yogyakarta angka kelahiran section sesaria (sc) pada tahun
2012 terdapat 1256 persalinan dari 3586 seluruh jenis persalinan (Dinkes DIY, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh (intact). Istilah dalam sectio caesarea adalah primer, sekunder, ulang, histerektomi. Penyebab dilakukan sectio caesarea diantaranya faktor janin, faktor ibu, riwayat persalinan sebelum dioperasi, faktor
hambatan jalan lahir, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, rasa takut persalinan. Indikasi Sectio Caesarea antara lain adalah disproporsi
kepala panggul (CPD), disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, kelainan letak, eklampsia, hipertensi pernah Sectio Caesarea sebelumnya, persalinan lama, ruptura uteri iminens, perdarahan antepartum ( Setyowati,
2012).
Peran bidan pada pasien post operasi section caesaria (SC)
diarahkan untuk mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal, dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan konsep diri, serta tidak terjadi infeksi pada luka post
Uraian diatas didukung oleh firman Allah dalam QS Maryam: 23, yang berbunyi :
اذٰه لبق تم ينتيل اي تلاق ةلخنلا عذج ٰىلإ ضاخملا اهءاجأف اًيسنم اًيسن تنكو
Artinya: Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersanda r)
pada pangkal pohon kurma, dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku
mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi
dilupakan”(QS Maryam: 23).
Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadidalam 24 jam pertama (Prawirohardjo,
2005)
Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Juli yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, jumlah ibu nifas post SC tahun
2012 sebanyak 177 orang (49,7%), dari 356 seluruh jumlah ibu nifas normal maupun post sc. Jumlah ibu nifas post SC dengan perdarahan
terdapat 3 orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas luka insisi terdapat 5 orang (1,1%).
Berdasarkan studi pendahuluan dan latar belakang tersebut penulis
kebidanan, menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan termasuk pendukung dan penghambat, serta memeberi alternatif penyelesaian.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Wiwit Budi Wijayanti pada tahun 2008 dengan judul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Mobilisasi Dini dengan Kemampuan Mobilisasi Dini Ibu Pasca
Seksio Sesarea di Bangsal Sakinah RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta”
jenis penelitian diskriptive. Cara pengambilan data dengan wawancara dan observasi. Persamaan dengan penelitian tersebut yaitu cara pengambilan data yaitu wawancara dan observasi. Perbedaan dengan penelitian tersebut
yaitu waktu dan subjek penelitian. II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam studi kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sectio
Caesaria (SC) pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi ?” III. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post section sesaria (sc) menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
B. Tujuan Khusus
2. Dilakukannya interpretasi data dasar pada ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Dirumuskannya diagnosa kebidanan atau masalah potensial pada
ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Di identifikasikannya kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
5. Disusunnya perencanaan asuhan kebidanan yang menyeluruh. 6. Dilaksanakannya tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan
perencanaan.
7. Dilaksanakannya evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan
pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
8. Dilakukannya analisa kesenjangan antara teori dengan tinjauan
kasus yang ada.
IV. Manfaat Penelitian A. Bagi profesi
Penerapan Asuhan Kebidanan pada Ibu nifas post sectio caesaria diharapkan dapat meningkatkan kompetensi profesi bidan terutama
B. Bagi Institusi
1. Rumah sakit RS PKU Muhammaiyah Yogyakarta
Khususnya bagi bangsal kebidanan diharapkan dapat memberikan
masukan dan gambaran nyata tentang asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio sesaria.
2. STIKES „Aisyiyah Yogyakarta
Diharapkan bisa dijadikan bahan masukan dan sumber informasi
sekaligus bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa STIKES „Aisyiyah Yogyakarta.
V. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam pembuatan Case Studi Research (CSR) ini, meliputi :
A. Lingkup Materi
Materi dari penelitian studi kasus ini adalah lingkup asuhan kebidanan ibu nifas yaitu asuhan kebidanan ibu nifas post sectio sesaria di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Lingkup Responden
Responden dalam penelitian studi kasus ini yaitu Ny. X nifas post section caesaria.
C. Lingkup Waktu
hasil studi kasus yaitu dimulai dari bulan Januari 2013 sampai bulan Juli 2013.
D. Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di bangsal Sakinah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta karena di tempat tersebut terdapat banyak ibu nifas post
sectio sesaria (SC).
E. Relevansi Al-Quran dan Hadist 1. QS. AN-NAHL/16:72
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka
8 I. Pengrtian Medis
A. Masa nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu ( Ari Sulistyawati, 2009).
Nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu puerperium dini, puerperium
intermedial, dan remote puerperium.
1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdisi dan berjalan-jalan.
2. Puerperium inermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia utama lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau bersalin mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-mingu, bulanan atau tahunan. B. Sectio Caesaria
1. Pengertian sectio sesaria
pervaginam. Jadi seksio sesaria yaitu tindakan yang dilakukan untuk melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam
dengan syarat berat janin diatas 500 gram.
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, seksio sesaria juga dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2013).
2. Indikasi sectio sesaria
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
Plasenta previa adalah kondisi plasenta menutupi jalan
lahir.Pada kondisi normal, plasenta atau ari-ari terletak dibagian atas rahim.Akan tetapai, adakalanya plasenta berada di segmen bawah sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembuaan jalan lahir.Umumnya dialami pada masa-masa hamil tua yaitu 28 minggu ke atas.sampai saat ini penyebabnya belum
diketahui.
Tenda-tanda perdarahan karena plasenta previa biasanya perdarahan pertama tidak banyak. Baru selanjutnya teradi
b. Panggul sempit
Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melairkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan.
Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan “jalan”
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Panggul sempit lebih sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. setiap wanita memiliki
bentuk panggul yang berlainan.Bentuk tulang panggul ada empat jenis, yaitu panggul ginekoid, android, platpeloid, dan
anthropoid.Sebenarnya bentuk apapun yang dimiliki tidak mempengaruhi besar kecilnya ukuran panggul sehingga apabila masih dalam kisaran normal janin dapat melaluinya. Namun,
umunya bentuk panggul ginekoid yang akan membantu memudahkan kelahiran bayi (Bramantyo, 2003).
Holmer mengambil batas rendah untuk melahirkan janin vias naituralis adalah CV=8 cm. Panggul dengan CV (conjugata vera) < 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
percobaan, baru setelah gagal, dilakukan sectio sesaria sekunder.
c. Disproporsi sevalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara
ukuran kepala dan ukuran panggul. d. Ruptur uteri
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur
uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
e. Partus lama (prolonged labor)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari
24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida. f. Partus tak maju (obsctructed labor)
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang
adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.
Penyebab partus tak maju antara lain adalah kelainan letak janin, kelainan panggul,kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primitua,perut
g. Distosia serviks
Distosia servik Adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena kelainan pada serviks uteri.Walaupun his normal dan
baik,kadang pembukaan serviks macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
h. Pre-eklamsia
Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai
dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang
luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009). i. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah
(diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. j. Malpresentasi janin
Malpresentasi merupakan bagian terendah janin yang
Terdapat empat malpresentasi yaitu: 1) Letak lintang
Grenhill dan estman sependapat bahwa
a) jika pnggul terlalu sempit, seksio sesaria adalah cara terbaik dalam semua kasus letak lintang dengan janin
hidup dan ukuran normal.
b) Semua promigravida dengan janin letak lintang harus
ditolong dengan seksio sesaria, walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
c) Multipara dengan janin letak lintang dapat lebih dlu
dicoba ditolong dengan cara lain. 2) Letak bokong
Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada kasus ; d) Panggul sempit
e) Primigravida
f) Janin besar dan berharga
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika reposisi dan
cara-cara lain berhasil.
4) Sayang dapat diperpanjang ke proksimal atau distal. Kekurangan :
h) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi rupturuteri spontan.
C. Tubektomi
1. Pengertian tubektomi
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk memberhentikan
fertilisasi (kesuburan seorang perempuan). 2. Mekanisme kerja
Dengan mengokulasi tuba falopii (mengikat dan memotong ata memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu ovum. 3. Manfaat
a. Kontasepsi
1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama
tahunpertama pengguanaan)
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui 3) Tidak tergantung pada factor senggama
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
5) Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi local
6) Tidak ada efeksamping dalam jangka panjang
b. Non kontrasepsi
berkurangnya risiko kanker ovarium. 4. Ketebatasan
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini b. Klien dapat menyesal dikemudian hari
c. Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anastesi umum)
d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
e. Diakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis
ginekologi atau dokter spesilis bedah untuk laparoskopi)
f. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS
5. Yang dapat menjalani tubektomi
a. Yakin telah mempunyai keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
b. Pada kehamilan yang menimbulkan resiko kesehatan serius c. Pasca persalinan
d. Pasca keguguran
e. Paham dan secara sukarela setuju denga prosedur ini. 6. Yang sebaiknya tidak menjalanmi tubektomi
a. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
c. Infeksi sistematik atau pelvik yang akut d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa
depan
f. Belum memberikan persetujuan tertulis
7. Kapan dilakukan
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil b. Pasca persalinan
c. Pasca keguguran
8. Informasi umum
a. Nyeri bahu selam 12 – 24 jam setelah laparoskopi relative
dialami karena gas CO2 atau udara dibawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitoneum.
b. Tubektomi efektif setelah operasi
c. Periode mentruasi akan berlanjut seperti biasa
Tubektomi tidak memberikan perindungan atas IMS, termasuk virus
AIDS (BKKBN, 2010).
D. Standar Prosedur Operasional tindakan Kebidanan Sebelum Operasi Sectio Caesaria
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tindakan sebelum operasi Sc, agar ibu dan bayi tertolongselama tndakan operasi.
Mempersiapkan ibu dengan sebaik-baiknya agar ibu dan bayinya
tertolong selamat. 1. Persiapan
a. Periksa Lab lengkap (HB, AL, APTT, GOL,AT, HMT, HBsAG, GDS)
b. K/P USG
c. Siapkan resusitasi janin (prosedur tetap penanganan bayi baru lahir )
d. Siapkan obat-obatan sesuai prosedur tetap: al. Antikoagulasi, Antibiotika, analgetika, corticosteroid, dll.
e. K/P siapkan tranfusi darah 2. Pelaksanaan Pre Oerasi
1. Siapkan mental pasien
2. Istri dan suami atau keluarga yang bertanggung jawab menandatangani atau cap jempol surat peryataan persetujuan
operasi/tindakan.
3. Beri konseling, pasang infuse
4. Beri informasi atau perosedur operasi secara sederhana jalannya
operasi dan kenalkan dokter yang akan operasi
6. Cukur bulu kemaluan, cukur daerah perut sampai bersih (K/P) 7. Pasien puasa/tahan makan dan minum minimal 6 jam
8. Tidak memakai perhiasan gigi palsu dan lain-lain
9. Siapkan obat-obatan dan status lengkap 10.Kosongkan kandung kencing/pasang DC
11.Kenakan topi/mitela baju operasi 12.Bimbing doa sebelum operasi
13.Observasi: DJJ, his, dan pengeluaran pervaginam
14.Bawa/antar pasien kekamar operasi dengan brangkar bersama status obat-obatan dll
15.Beritahu dokter bahwa pasien masuk OK
E. Standar Prosedur Operasional Penatalaksanaan Sectio Caesaria
Sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi perabdominan dengan membuat sayatan pada dinding perut dan rahim atas indikasi tertentu.
SPO digunakan sebagai acuan dilakukan tindakan sectio caesaria sehingga mendapat hasil tindakan yang optimal dengan mordibitas dan
mortalitas ibu dan bayi serendah mungkin.
Dilakukan pada pasien yang tidak bisa melalui persalinan pervaginam dengan indikasi tertentu
2. Tindakan section caesaria dilakukan oleh seorang dokter spesialis obstetric dan ginekologi.
3. Indikasi section caesaria adalah:
a. Disproporsi kepala panggul
b. Letak lintang yang tidak berhasi dikoreksi
c. Letak sungsang dengan taksiran berat badan janin >3500gram.
d. Letak sungsang dengan ibu panggul sempit relative. e. Presentasi kaki
f. Tumor yang menghalangi jalan lahir
g. Hidrosefalus dengan jaringan otak yang masih baik h. Presentasi dahi
i. Presentasi muka dengan dagu di belakang j. Panggul sempit absolute
k. Tali pusat menumbung
l. Plasenta previa totalis
m. Plasenta previa dengan perdarahan banyak
n. Plasenta previa lateralis yang menutupi lebih dari setenganh pembukaan servik
o. Riwayat section caesaria dua kali
r. Plasenta previa lateralis/ margiralis dengan plasenta di SBR bagian belakang
4. Mempersiapkan tim dan peralatan
a. Setelah ditetapkan adanya indikasi sectio caesaria, bidan ruang bersalin menghubungi dokter spesialis anak dan
perawat ruang bayi serta dokter spesialis anastesi dan perawat kamar operasi.
b. Dokter spesialis obstetric dan gineologi, anastesi dan anal: mendiskusikan keadaan pasien serta penyulit yang mungkin timbul selam dan setelah operasi serta pilihan cara anastesi.
c. Perawat kamar operasi mempersiapkan peralatan operasi d. Perawat kamar bayi mempersiapkan peralatan resusitasi.
5. Persiapan pasien
a. Periksa dan yakinkan kembali indikasi sectio caesaria sudah tepat
b. Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan serta penyulit yang timbul
c. Pasien dan keluarga menandatangani formulir izin persetujuan tindakan
d. Pasang infuse dan siapkan darah untuk kemungkinan
transfuse e. Pasang kateter
F. Standar Prosedur Operasional Lama perawatan operasi Caesar Wakttu untuk melakukan perawatan setelah ibu operasi Caesar. Mengobservasi ibu pasca operasi sehingga mencegah kompliksasi yang
mungkin terjadi
Setiap bidan mampu merawat optimal dalam waktu 4 hari
1. Pasien dating di bangsal sakinah
2. Melakukan anamnesis, mengkaji keluhan dan keadaan umum
3. Melakukan penyuluhan tentang rawat gabung, mobilisasi, asi ekslusif
4. Sampaikan pada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu dan
diminta untuk aktif membantu
5. Mengobservasi luka operasi, perdarahan, dan keberhasilan
menyususi.
6. Melakukan pengelolaan obat
7. Pastikanm pasien dan keluarga mengerti hal-hal yang disampaikan
dan bersedia mematuhi semua aturan.
8. Melakukan evaluasi dalam 4 hari dan menganjurkan untuk control
ulang
G. Tindakan Pre Operasi dan Post Operasi Sectio Caesaria 1. Tindakan Pre Operasi section caesaria
Prosedur operasi Caesar sudah mulai dilakukan sebelum operasi yaitu:
atau komplikasi operasi. Umunya, pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum pasien, seperti tingkat kesadaran, status gizi, paru-paru, jantung, lambung, hati, limpa, anggota gerak,
tekanan darah, pembuluh nadi, dan suhu tubuh.
b. Pemeriksaan obstetric untuk memastikan keadaan, letak dan
presentasi janin, seperti sungsang atau tidak, berapa perkiraan berat janin, janin tunggal atau kembar.
c. Pemeriksaan darah dan labolatorium rutin, seperti hemoglobin (zat pewarna dalam sel darah merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (keeping darah), dan golongan darah. Pada operasi
yang sudah terencana, darah akan diambil dan dites untuk mengetahui kadar gulanya.
d. Pemeriksaan alergi dan riwayat medis lain.
e. Riwayat kesehatan, peyakit sebelumnya, seperti apakah pernah menderita penyakit paru (asma, tuberculosis), jantung (iskemi),
hati (hepatitis), kelainan pembekuan darah, diabetes mellitus, dan riwayat operasi sebelumnya, serta kesulitan atau
komplikasi yang pernah terjadi. Hal ini untuk meramalkan perlekatan dan kelainan organ, misalnya kanker.
f. Pemeriksaan khusus, terutama pada ibu ang melahirkan pada
(ultrasonografi) untuk mengetahui posisi dan besar tumor (jika ada).
g. Pasien diharuskan puasa 6 jam sebelum operasi. Pasien darurat
yang tidak dapat berpuasa harus dipasang pipa lambung dan dihisap sampai benar-benar kosong.
h. Pesetujuan tindakan operasi dari istri dan suami.
i. Baju pasien diganti dengan baju khusus yang di pakai selama
dikamar operasi.
j. Rambut sekitar kemaluan dan perut bagian bawah dicukur, meskipun kini tidak semua rumah sakit melakukannya.
k. Apabila terdapat infeksi intrapartum(dalam persalinan) dan ketuban pecah lama pada masa sebelum operasi maka vagina
dibersihkan dengan cairan betadin.
l. Infuse diberikan sebelum, selama, dan setelah pembedahan. m. Memasukan kateter kedalam lubang saluran kemih, ini untuk
menampung urin yang keluar selama dan setelah persalinan, apabila jika menggunakan bius total.
n. Diruang operasi pasien akan dibaringkan dalam posisi yang tepat untuk prosedur tindakan di meja operasi sehingga mudah dan aman bagi dokter anastesi dan dokter obstetrik, dan para
o. Pemasangan tensi, infuse, dan kateter urin.
p. Kulit perut dibersihkan dengan bilasan air dan sabun untuk membersihkan lemak dan kotoran. Untuk mencegah
kontaminasi kulit perut dioleskan cairan antiseptic. Selanjutnya, dipasang dipasang kain steril dengan lubang yang
telah dioleskan cairan antiseptic. Jika prsalinan dilakukan dengan bius regional, akan dibentang sehelai kain diatas perut
pasien untuk menutupi jalanya operasi dari pandangan pasien. Setelah itu mulai dilakukan pembedahan.
2. Tindakan Post Operasi Sectio Caesaria
Setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa keruang pemulihan. Di ruang ini, berbagai pemeriksaan akan dilakukan, meliputi,
pemeriksaan tingkat kesadaran, sirkulasi pernafasan, tekanan darah, suhu tubh, jumlah uurin ang tertampug dikantong urin, jumlah darah dala tubuh, serta jumlah darah dan bentuk cairan lokhea. Ini untuk
tidak menemukan gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim (uterus) juga akan diperiksa untuk
memastikan bahwa keduannya dalam kondisi yang normal. Selain itu, dokter juga akan memantau keadaan emosional secara umum.
Semua pemantauan ini untuk mengetahui kondisi ibu dan bayinya.
karena itu, pemeriksaan dan monitoring akan dilakukan beberpa kali sampai tubuh dinyatakan sehat. Biasanya, pemeriksaan akan dilakukan setiap empat jam sekali pada hari pertama dan kedua, dan dua kali
sehari pada hari ketiga sampai sampai saatnya pulang kembali kerumah.
Setelah operasi, ibu juga tidak boeh langsung minum atau makan, kedua hal itu baru boleh dilakukan, jika fungsi organ pencernaan
sudah kembali normal. Umumnya, fungsi gastrointestinal (organ pencernaan) akan kembali normal dalam 12 jam setelah operasi. Awalnya pasien akan diberikan diet cairan sedikit demi sedikit, baru
kemudian makanan padat beberapa saat kemudian.
Setelah melewati tahap kritis diruang pemulihan, Biasanya pasien
dipindahkan keruang rawat inap.Persalinan yang dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lama dirumah sakit. Hal ini tergantung cepat lambatnya penyembuhan ibu akibat proses
pembedahan. Hal ini membutuhkan waktu 3-5 hari setelah operasi. Pada hark ke-5, apabila tidak ada komplikasi, ibu diperbolehkan
pulang kerumah.
Berikut ini tindakan pemeriksaan selam ibu dirumah sakit:
a. Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini
biasanya dilakukan beberapa kali dalam sehari.
akan terasa kebas/baal, tidak dapat digerakan selama beberapa jam. Namun, apabila operasi mengunakan anastesi umum, biasanya pasien akan mengantuk , serta nyeri kerongkongan
(akibat selang yang biasnya dimasukan kedalam mulut dan kerongkongan untuk membantu pernafasan). Selain itu, mulutpun
terasa kering beberapa jam setelah operasi.
Perasaan letih dan bingung mungin akan dialami sebagian besar
ibu setelah melahirkan. Setelah itu, mungkin akan timbul perasaan tidak nyaman karena nyeri didaerah luka, terutama setelah pengaruh obat biusnya menghilang.
c. Meskipun persalinan dengan operasi, pasien juga dapat mengalami perdarahan vagina karena cairan lokhea akan mengalir
dari rahim ibu. Jumlah dan penampilan lokhea yang bercampur darah akan dipantau secara teratur oleh bidan rumah sakit dengan menanyakan kepada pasien atau jika diperlukan akan pemeriksaan
langsung dari pembalutnya.
d. Bidan juga akan mencatat dan memeriksa air seni yang keluar
dan tertampung dikantong urin selama ibu masih menggunakan kateter. Kateter masih deikanakan, sampai ibu masih merasa kuat bangun dari tempat tidur. Selainitu ditanyakan pula berapa kali
lama. Kateter akan dipasang sampai 48 jam atau lebih jika pembedahannya akibat rupture uteri, partus lama atau macet,
oedema perineum yang luas dan sepsis puerperalis atau pelvio peritonitis serta hematuria. Apabila sampai terjadi perlukaan pada akndung kemih,kateter dipasang sampai 7 hari.
Pada umunya buang air besar pada ibu post SC terjadi pada hari ketiga. Biasanya, banyak wanita menjadi sembelit setelah
peralinan karena sejumlah cairan hilng dari tubuh, sedangkan dubur menyerap air sebanyak mungindari tinja agar caira tubuh seimbang. Kejadian ini biasanya terjadi pada hari persama sampai
hari kelima pasca peralinan Sectio Caesar. Biasanya diberikan obat pencahar dari rumah sakit dan menu makanan yang berserat
tinggi seperti sereal dan buah-buahan.
e. Tes darah kadang dilakukan sedikitnya sekali setelah persalinan untuk memastika bahwa hemoglobin ibu sudah kembali normal.
f. Pada beberapa pasien, infus masih tetap dipasang, sampai kondisi tubuh pasien dikatakan normal biasanya setelah 24 jam pasca
persalinan. Misalnya ibu sudah dapat makan atau minum dengan baik dan bangun dari tempat tidurnya. Pada enam jam setelah operasi ibu dapat diberi minuman hangat sedikit demi sedikit,
minum stelah ibu buang gas. Setelah itu ibu dapat minum sedikit demi sedikit dan dilanjutkan dengan makan makanan yang lembut.
g. Bekas sayatan juga akan diperiksa, kalau diperlukan perban akan diganti.umunya, kasa pada perut akan diganti pada hari ketiga
atau keempat atau sebelum pulang selanjutnya pasien dapat menggantinya setiap hari.
h. Mengukur suhu tubuh. Apabila suhu tubuh mencpai 38°C atau
lebih maka harus dicari penyebanya. Kemungkinan terjadi infeksi dalam tubuh.
i. Gerakan tubuh membantu ibu memperoleh kembali kekuatan
dengan cepat dan mempermudah kerja usus besar serta kandung kemih, paling tidak ibu bisa buang gas. Pada enam jam pertama
ibu dibant untuk menggerakan lengan, tangan, kaki, dan jari-jari agar organ pencernaan segera kembali normal. Namun apabila gerakan ini masih terasa berat, setidaknya 12 jam setelah operasi
sudah mampu mengerakan kakai dan tungkai bawah. Berawal dari sini ibu mulai duduk pada jam ke delapan sampai jam ke duabelas
setelah operasi. Ibu dapat berjalan apabila mamp pada 24 jam stelah operasi.
Namun, pada hari pertama setelah operasi ibu akan berjalan
dimintamemulai gerakan dar menggerakan ujung jari kaki, memeutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan menggeser-geser kakai kearah
pinggir tempat tidur.
j. Dokter juga akan menannyakan mengenai kontrasepsi yang
mungkin akan dikenakan.
k. Dokter juga akan menganjurkan ibu untuk istirahat cukup setelah
diberikan suntikan untuk mengurangi rasa sakit.
l. Pada hari kedua dan ketiga jika ibu sudah dapat berjalan ibu diminta ntuk segera membersihkan diri untuk menjaga kebersihan
ibu.
m. Bidan juga akan menunjukan kepada pasien cara membersihkan
tali pusat bayi yang belum putus. Pada beberapa rumah sakit malah tersedia penyuluhan mengenai hal ini bagi ibu-ibu yang baru melahirkan.
n. Ibu akan diberi tanggal untuk pemeriksaan pasca persalinan dengan membawa bayi untuk melakukan pemeriksaan pertama
setelah melahirkan.
H. Perubahan-perubahan masa nifas post SC 1. Perubahan fisiologis
a. Tanda vital
Suhu rektal pada suhu 24 jam pertama setelah melahirkan 37,5- 38 ºC, pada hari kedua atau ketiga dapat terjadi kenaikan suhu, namun tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan suhu badan post SC dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit sekali pada jam
selanjutnya. 2) Denyut nadi
Nadi berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Frekuensi denyut nadi pada pasien post
SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4
jam ( Medforth, 2012). Denyut nadi yang cepat dapat disebabkan oleh infeksi.
3) Tekanan darah
Tekanan darah pada post SC harus diperhatikan, tekanan darah normal antara 110-120 mmHg. Pemeriksaan
tekanan darah post SC pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth,
4) Suhu tubuh
Suhu tubuh normalnya 35 ,5 C - 37 C pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian
setiap 4 jam ( Medforth, 2012). 5) Respirasi
Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah pastikan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi. Respirasi pada
wanita post SC, selam tidak memiliki penyakit pernafasan akan kembali normal dengan cepat berkisar 18-20x//menit (Mochtar,2012). Observasi setiap setegah am pada dua jam
pertama. Bila tanda vital stabil observasi dilanjutkan stiap satu jam (Rasjidi, 2009).
b. Alat reproduksi
Perubahan-perubahan fisiologis pada alat-alat reproduksi yaitu :
1) Uterus
Selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat
dan teratur, ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipn frekuensinya dan intensitasnya diurangi fator-faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi multipa, overdstersi
a) Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, vernik caseosa, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguelenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa : berwaran kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d) Loche alba : cairan putih, setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah barbau busuk.
f) Locheostasis : lochea tidak keluar lancar. c. Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, setelah berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelalang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan (mobilisasi) post SC. 2. Perubahan psikologi
Farrer (2001 : 216), mengungkapkan bahwa
perubahan-perubahan psikologi pada ibu mas nifas :
sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras oleh tuntunan kehamilan dan persalinan.
Keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasan akan bayi, suami atau anak-anak yang lainnya. Depresi
ringan akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu yang singkat setelah kondisi ibu membaik.
a. Perubahan emosional ,hormonal, psikologis, sosial dan budaya ibu nifas
1) Setelah persalinan bedah sc, beberapa wanita mungkin akan
mengalami perasaan emosi yang campur aduk seperti bingung dan sedih, terutama jika operasi tersebut dilakukan
karena keadaan darurat (tidak direncanakan sebelumnya). Menurut penelitian hamper 50% ibu setelah melahirkan (baik melahirkan alami maupun operasi) mengalami
depresi setelah melewati persalinan. Penelitian lain mengungkapkan, hamper 80% ibu baru, mengalami
perasaan sedih setelah melahirkan misalnya perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau kawatir akan bertanggung jawab barunya sebagai ibu, yakni merawat anak. Hal ini
akan merasa terisih. Keadaan ini yang lebih dikenal baby blues (Kasdu, 2003).
2) Perubah hormonal
Setelah melahirkan, terjadi berbagai perubahan tubuh dalam proses mengembalikan fungsi organ reproduksi
seperti semula karena setelah melahirkan, hormon progesteron dan ekstrogen mengalami proses perubahan
kembali ke keadaan sebelum hamil. Berdasarkan penelitian 34% ibu baru, menderita post partum
depression pada tahun pertamanya. Sampai saat ini, para dokter menilai post partum depression sebagai akibat dari perubahan hormon secara mendadak setelah melahirkan.
3) Adaptasi psikologi masa nifas
Perubahan psikologis yang berangsung selama semingu pertama menyebabkan banyak wanita yang emosional dan
perasaan labil. Ini terjadi 3-4 hari pertama. Kekuatiran alamiah dan tacit melahirkan, upaya fisik waktu bersalin
merupakan pengalaman puncak yang dialami keluarga, kerabat maupu bidan. Jika masa nifas tidak dijalankan dengan baik maka akan mengarah pada kesulitan
emosional atau depresi.
a) Periode Taking-in
(1) Periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ib baru pada umumnya pasif dan tergantung pehatiannnya tertuju
pada kekhawatiran akan tubuhnya.
(2) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan
pengalamnya waktu melahirkan
(3) Tidur tanpa ganggguan sangat penting untuk
mengurangib gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
(4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat
pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
(5) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat menfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik serta
ibu menceritakan pengalamanya. Berika juga dukungan mental serta apresiasi atas hasil perjuangn
ibu sehingga dapat berhasil melahirkan bayinya. bidan harus menciptakan perasaan yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat laluasa terbuka
b) Periode taking hold
(1) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
(2) Ibu mnejdi perhatian pada ibunya menjadi orang tua yang sukses dan maningkatkan tanggung jawab
terhadap bayi.
(3) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, BAB, BAK, Mobilisasi serta kekuatan dan ketahan tunuhnya.
(4) Ibu berusaha keras untuk menguasai asuhan
keperawatan bayinya.
(5) Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitive dan
merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.
(6) Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap
kemungkinan perubahan yang terjadi.
(7) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan
untuk memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai menyinggung
c) Periode Leting Go
(1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah, periode ini sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. (2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan
bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung kepadanya.
Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
(3) Depresi post partum umunya terjadi pada periode
ini.
4) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi
ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain:
(a) Respon dan dukungan keluarga dan teman
Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru oertam kali melahirkan akan sangatmembutuhkan
dukungan orang-orang terdekat karena ibu belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Dengan respon positif dari
(b) Hubungan pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu.
Walaupun bukan pengalaman pertama untuk
melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya
tidak berbeda adalah teknik penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiassi
dari keberhasilan dalam meewati saat-saat sulit pada persalinan yang lalu.
(c) Pengaruh budaya
Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi
keberhasian ibu dalam melewati saat transisi ini. I. Perawatan pasca operasi
1. Perawatan luka insisi
Proses sterilisasi yang baik pada alat-alat operasi dan kamar bedah, ditambah dukungan antibiotik yang adekuat membuat perawatan luka
operasi menjadi jauh lebih mudah. Luka pasca operasi dapat diolesi salep antibiotik atau dilapisi Sofratulle®, lalu ditutup dengan plester plastik sekali pakai (disposable), yang salah satunya dikenal dipasaran dengan
2. Komplikasi luka operasi
Secara umum, luka operasi yang ditata laksana secara adekuat jarang mengalami komplikasi, tetapi pada kasus-kasus tertentu, dapat dijumpai
luka operasi yang basah.
a. Luka operasi yang mengeluarkan darah, eksudat, atau nanah.
Ditata laksana dengan melakukan pemijatan untuk mengeluarkan semua darah, eksudat ataupun nanah yang masih ada dibawah kulit.
Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, luka operasi yang basah dirawat secara basah pula, dengan menggompres luka dengan kasa lembab. Kasa dilembabkan dengan meneteskan cairan steril ditambah
antibiotik atau dengan menambahkan Rivanol tiap 15 menit untuk menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti 2x sehari atau
jika telah terlihat kotor.
b. Luka operasi yang berlubang.
Apabila masih ada cairan darah atau nanah, luka yang berlubang
tersebut tetap tertata laksana seperti pada penjelasan nomor 1. Pemeriksaan kultur ditambah uji sensitifitas antibiotik pada spesimen
nanah akan sangat membantu untuk memilih antibiotik.
c. Apabila luka terbuka terbuka lebih dalam sampai kelapisan fascia, atau lebih dalam lagi hingga menembus rongga abdomen, luka
3. Anastesi pada seksio sesaria
Jenis tindakan anastesi yang lazim dilakukan pada pasien seksio sesaria adalah sebagian berikut.
a. Anastesi umum
Disebut juga dengan istilah general anasthesia, adalah teknik
pembiusan yang membuat pasien tidak sadar selama operasi. Teknik tersebut sudah lama dipergunakan, tetapi seiring dengan
perkembangan ilmu anastesi, teknik ini perlahan-lahan mulai ditinggilkan, kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Keuntungn teknik tadi adalah pasien lebih tenang dan pergerakan usus
lebih terkendali. Kekurangannya adalah :
1) Jika proses pengeluaran janin lama, janin akan ikut terpengaruh
sehingga nilai APGAR akan turun.
2) Pasien harus menjalani puasa pascaoperasi hingga flatus atau bising usus (+), yang dapat berlangsung sampai 24 jam.
3) Mual muntah
4) Biaya yang relatif lebih mahal.
b. Anastesi spinal
Proses pembiusan melalui tulang punggungsehingga yang mati rasa hanya dari pinggang kebawah dan pasien tetap sadar. Teknik ini kini
sangat populer.
a) Pasien tetap sadar
b) Janin tidak berpengaruh walaupun proses pengeluaran janin berlangsung lama
c) Sesuai stabilisasi pasien dapat berlangsung lama
d) Sesuai stabilisasi, pasien dapat langsung minum dan makan secara
bertahap
e) Biaya yang relatif lebih murah
f) Komplikasi lebih sedikit
Kerugian adalah :
a) Pasien harus tetap berbaring selama 24 jam
b) Dapat terjadi nyeri tengkuk atau nyeri kepala 4. Tempat perawatan pasca bedah
Tindakan dikamar opersai selesai, pasien dipindahkan ke kamar operasi khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin udara selama beberapa hari, jika setelah pembedahan keadaan pasien gawat segera
pindahkan pasien ke unit perawatan intensif (intensive care unit) untuk perawatan bersama dengan unit anastesi karena ICU mempunyai
peralatan yang menyelamatkan pasien yang lebih lengkap.
Setelah beberapa hari dirawat didalam kamar perawatan khusus atau unit perawatan intensif dan keadaan pasien mulai pulih, barulah pasien
5. Pemberian cairan dalam infus dan diet
Prisip pemberian cairan diet sebenarnya bergantung pda tindakan anastesi yang telah dilakukan pada pasien. Pada pasien yang dibius
dengan anastesi spinal, tidak ada aturan khusus untuk memberikan cairan dan diet karena pada prinsipnya, pasien dapat segera minum dan makan
setelah keadaran kembali. Cairan infus sebagai selain sebagai sumber asupan cairan, sering juga dipergunakan sebagi tempat pemberian
antibiotik dan analgetik intravena dianggap sudah mencukupi, infus dapat segera dilepas dan pemberian obat-obatan. Pada dilanjutkan peroral.
Pada pasien yang dianastesi umum, pemberian cairan harus lebih diperhatikan karena pasien harus dipuasakan sampai bising usus sudah
terdengar. Selama puasa itu, asupan kalori dan jumlah kalori harus dihitung. Secar umum, pemberian infus Valamin®, Futrolit® dan cairan sejenisnya yang cukup memadai.
Diet dapat diawali dengan makanan lunak diikuti makanan biasa tinggi serat. Pemberian makanan sering kali tidak diperlukan karena pada
operasi seksio sesaria, tidak ada manipulasi pada saluran cerna. 6. Penatalaksanaan nyeri
24 jam pertam pasca operasi, pasien akan merasa nyeri sehingga
digerakan. Lazimnya penghilang sakit tlah diberikan dalam tetesan infus oleh dokter anastesi, selanjutnya analgetik dapat diberikan diruang rawat. 7. Kateterisasi
Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan pervaginam sama denga persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas pada
jalan lahir. Jika terdapat luka robekan yang luas, untuk mencegah iritasi dan pencemaran oleh urin, kandung kemih dikosongkan dengan kateter.
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri yang tidak enak pada pasien, menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan perdarahan. Karena itu, dianjurkan pemasangan kateter tetap dauer atau kateter belon
yang dipasang selama 24-48 jam tau lebih, tergantung jenis operasi dan keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan diukur
dalam botol plastik secara periodik.
Apabila tidak dipasangkateter tetap, dianjurkan untuk melakukakan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam jam pascabedah, kecuali psien dapat
buang air kecil sendiri sebanyak 100 cc atau lebih dalam satu jangka waktu. Selanjutnya kateterisasi diulangi setiap 8 jam, kecuali pasien
dapat buang air kecil sendiri. 8. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik, kemotrapi dan antiimflamsi.
yang tidak terdaftar dan dikirim dari luar. Sebelum dikirim oleh penolong yang pertama biasanya telah dilakukna manipulasi-manipulasi pervaginam yang sepsis dan dapat menimbulkan infeksi
inttrapartum. Dipihak lain, fasilitas rumah sakit yang benar-benar asepsis masih disangsikan keberadaanya. Karena itu pada bedah
kebidanan pervaginam dan perabdominal, bagaimanapun luka pasien, perlindungan antibiotik masih diperlukan.
Pedoman umum pemulihan dan pemberian antibiotik adalah sebagai berikut.
1) Golongan antibiotik yang aman dan efektif untuk
pascapersalinan dan pasca operasioperasi adalah golongan sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefadroksil atau
seftriakson. Kombinasi dengan metronidazol akan memberikan hasil yang lebih memuaskan karena akan memberikan hasil yang lebih memuaskan karena akan menckup juga
kuman-kuman anaerob. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual.
2) Pada kasus-kasus tertentu, pasien masih dapat terinfeksi, yang ditandai denga luka yang basah, bernanah, maupun timbul demam. Jika terjai demikian lalukan uji efektivitas antibiotik
b. Mobilisasi segera dan banyak minum air hangat akan mencegah pasien kembung. Jika terdapat kembung dapat diberikan klopramid 3 x 10 mg setelah jam sebelum makan. Kombinasi dengan antasid
yang mengandung dimetilpolisiloksan akan memberikan hasil yang lebih baik.
c. Obat pelacar ASI, seperti Laktafi®, Milmor®, dapat diberikan beberapa kali sebelum operasi /melahirkan.
d. Vitamin C, B Complek dpat diberikan untuk mempercepat penyembuhan pasien.
e. Obat-obatan pencegah perut kembung. Untuk mencegah perut
kembung dan untuk memperlancar kerja saluran cerna, dpat diberikan obat-obatan melelui suntikan dan peroral. Antaralain
primperam, prostigmin, dan sebagainya. Apabila terjadi distensi abdomen, yang ditandai denga adanya perut kembung dan meteorismus dilakukan dekompresi dengan pemasangan pipa rektal
dan pipa nasal. Boleh juga diberikan bisakodil supositiria, 36 jam pascabedah.
f. Obat-obatan lainya
Untuk meningkatkan vitalitasdan keadaan umum pasien, dapat diberikan roboransia, obat antiimflamansi, atau tranfusi darah pada
J. Mobilisasi
1. Pengertian mobilasi
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur denga tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatanya.
2. Mobilisai dini
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin
ditempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan.Mobilisasi dini segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan luka pada ibu post Sectio
Caesarea. Kemajuan mobilisasi dini tergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Apabila
menggunakan epidural atau spinal block, mobilisasi dini dimulai dengan tubuh bagian bawah dapat merasakan sehingga dapat menggoyangkan kaki, selanjutnya mulai miring ke kanan dan ke kiri
dapat dimulai sejak 6-10 jam secara berturut-turut duduk, berjalan disekitar tempat tidur dan mulai berjalan dalam jarak pendek
(Setyowati, 2012).
Mobilisasi segera, tahap demi tahap, sangaat berguan untuk membantu penyembuhan pasien. Kemajuan mobilisasi bergantung
diri bahwa pasien dia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi harus diterangkan kepada pasien dan keluarga yang menunggui.
Mobilisasi bertujuan untuk memenuhi kebutuan dasar (termasuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas reksreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahnkan
knsep diri, mengepresikan diri dengan gerakan non verbal. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada satu rentang. Imobilisasi dapat berbentuk
tirah baring dan bertujuan mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh., mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan.
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuromuscular, meliputi system otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, dan saraf.
a. Otot skeletal.
Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relakssi yang bekerja
sebagai system pembangkit. b. Skeletal
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan berdiri dari empat tipe tulang. Panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan).System skeletal berfungsi dalam pergerakan,
c. Sendi
Sendi adalah hubungan diatara tulang, diklasifiksikan menjadi ; 1) Sendi sinostik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe send ini. Contoh : sacrum, pada sendi vertebrata.
2) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartlago untu
menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi kostosternal antara sternum dan iga.
3) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi dimana permukaan tulang disatukan dengan ligament atau
membrane. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dalam jumlah yang terbatas. Contoh ; sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula).
4) Sendi synovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi
yang dapat digerakan secara bebas dimana permukaan tulang dan pendekatan dilapisi oleh kartilagi artikular dan dbungkus oleh ligamen membrane synovial. Contoh : sendi
d. Ligament
Ligament adalah jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu satu sama lain
dan menghubungkan tulang dan kartilago. e. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, dan menghubungka otot dengan tulang.Tendon
sifatnya kuat, fleksibe da tidak elastic serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi.
f. Kartilago
Kartilago adalah jaringan pengdukung yang mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan totaks, trachea, laring
hidung, dan telinga. g. System saraf
Site saraf mengatur mengatur pergerakan dan system
tubuh.cArea motorik volunter utama, berada di konteks srebral, yaitu di girs prasentral atau alur motorik.
h. Propripsepsi
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui simulasi dari bagia tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Propriseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
3. Factor yang mempengaruhi mobilisasi a. System muscular
b. Gaya hidup c. Ketidakmampuan
d. Tingkat energy
e. Tingkat perkembangan
4. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan
pada:
a. Musculoskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan
massa otot, atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metabolisme kalsium.
b. Kardiovaskulerseperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban
kerja jantung dan pembentukan thrombus.
c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik.
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolism, (metabolism lemak dan protein), ketidak seimbangan cairan dan elekrtolit (ketidakseimbangan kalsium), dan gangguan
pencernaan (konstipasi).
f. Integument seperti ulkus dekubitus adaah akibat ischemia dan anoksia jaringan.
g. Neuro sensori dapat terjadi sensori deprivation.
5. Respon psikososial
Meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori dan
sosiokultural.Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun,
dan gangguan koping. 6. Rencana asuhan
a. Mencoba mobilisasiatau menggerakan tubuh
b. Menjaga vital sigh
c. Mengatur sekresi jalan nafas
d. Menjaga fungsi kardiovaskuler e. Menjaga pola tidur
f. Menaga sosialisasi
g. Mencoba merawat diri secara mandiri h. Mecoba melaukan aktifitas fisik
i. Mencegah terjadinya tromboflebitis (Handiyani, Mobilisasi dan imobilisasi)
K. Bila mobilisasi tidak dilakukan
1. Tromboemboli
a. Pengertian tromboemboli
Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli.Thrombus
adalah kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi
vaskuler pada akhir pembentukannya.
Tromboemboli adalah obstruksi pembuluh darah dengan bahan
trombolik yang dibawa oleh darah dari temnpat asal untuk menyumbat. Statis vena pada ekstremitas bawah yang disebabkan karena melemahnya diniding pembuluh darah dan penekanan vena-vena
utama akibat pembesaran uterus.
Meskipusn system bekua darah kembali ke tingkat normal sebelum
kehamilan, resiko terjadinya thrombosis tetap berlanjut 4-5 minggu setelah persalinan.
b. Tanda dan Gejala Tromboemboli
Tromboemboli pada masa nifas pada umumnya sering ditandai dengan:
1) Manifestasi klinik klasik yang disebut dengan phlegmasia alba dolens atau milk yaitu berupa edema tungkai dan paha
4) Demam yang terjadi karena terlibatnya vena dalam dari kaki sampai region illeofemoralis.
Nyeri pada otot betis baik spontan ataupun akibat
peregangan tendon Achilles (homan’s sign) tidak mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang
sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh peyangga betis meja obstetric saat persalinan.
Derajat nyeri tidak berhubungan dengan risiko terjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda – tanda thrombosis
vena.
c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli
1) Bedah kebidanan
2) Persalinan pervaginam dengan tindakan 3) Usia lanjut ibu hamil dan melahirkan
4) Duprusi laktasi dengan menggunakan preparat ekstrogen 5) Sickle cell disease
6) Riwayat tromboflebitis sebelumnya 7) Penyakit jantung
8) Immobilisasi yang lama
9) Obesitas
12)Farises 13)Preeklamsi 14)Persalinan lama
15)Anemia 16)Perdarahan
d. Klasifikasi tromboemboli
Tromboemboli pada umumnya terjadi pada vena-vena kecil
didaerah betis dan meluas di daerah proksimal sampai vena femoralis atau iliaka, jarang sampai vena cava inferior.
Pada mnasa nifas adalah vena-vena pelvis karena kurangnya
aliran darah akibat hipertrofi vena uterus.Trombi dapat meluas ke vena iliaka dan dapat diikikuti terjadinya emboli paru yang fatal.
Jika terjadi bekuan darah dalam vena tanpa didahului oleh inflamasi sebelumnya, keadaan ini disebut flebotrombosisi. Sedangkan jika thrombosis terjadi akibat adanya peradangan
diding vena sebelumnya disebut tromboflebitis.
2. Tromboflebitis
a. Pengertian Tromboflebitis
Tromboflebitis adalah peradangan vena yang terjadi dikaitkan dengan bekuan intervaskular atau trombus
b. Tanda dan Gejala Tromboflebitis 1) Tromboflebitis Pelvik
a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping
b) timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
c) Menggigil berulang kali
d) Suhu badan naik turun secara tajam (360◦c menjadi 400◦c).
e) Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
f) Cenderung terbentuk PUS, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru.
g) Pada pemeriksaan leukosit tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena
ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam. 2) Tromboflebitis Femoralis
a) Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan
tanda-tanda sebagai berikut :
b) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar
serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
c) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa
d) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
e) Reflektorik akan terjadi spasmus sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, nyeri dan dingin dan pulsasi
menurun.
f) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah
nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
g) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau
dengan memijit betis.
h) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris
selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali
c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli
Pertambahan usia, semakin tua maka semakin beresiko
terjadi tromboflebitis.
1) Episode tromboflebitis sebelumnya 2) Pembedahan obstetric
6) Trauma vaskular 7) Varises
8) Multiparietas
9) Supresi laktasi dengan esterogen 10)Infeksi nifas
d. Klasifikasi Tromboflebitis 1) Tromboflebitis Femoralis
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya
perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau
karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
2) Tromboflebitis Pelvik
Mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum
latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dektra
karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari vena