• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga T1 Full text"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-G

SMP NEGERI 1 SALATIGA

JURNAL

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Ika Kusumarani 202013064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-G

SMP NEGERI 1 SALATIGA

Ika Kusumarani1, Erlina Prihatnani2

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

1

Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:202013064@student.uksw.edu 2

Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:erlina.prihatnani@staff.uksw.edu

ABSTRAK

Permasalahan pencapaian hasil belajar di kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga yang belum sesuai harapan menjadi dasar dilakukannya penelitian tindakan kelas (PTK) ini. Tujuan PTK ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa tersebut dengan menerapkan model Discovery Learning. Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis penemuan dimana siswa mengkonstruksi pengetahuan yang sedang dipelajari. Penelitian ini dilakukan pada materi Bangun Ruang Sisi Datar dengan jumlah subjek 26 siswa. Penelitian PTK ini menggunakan model Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari 2 siklus dengan 4 tahap pada setiap siklusnya, yaitu perencanaan(plan), tindakan(act), observasi dan refleksi. Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi (untuk mendapatkan data prasiklus), metode observasi (mengukur keterlaksanaan penerapan Discovery Learning) dan metode tes (mengukur hasil belajar). Keterlaksanaan penerapan Discovery Learning mencapai 75,23% (masuk kategori baik) pada siklus I dan semakin baik 95,23% (masuk kategori sangat baik) pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 80,3 dan meningkat pada siklus II menjadi 91,11 (masing-masing siklus telah mencapai KKM). Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I (61,53%) belum mencapai batas ketuntasan klasikal, dan telah mencapai batas ketuntasan klasikal pada siklus II (84,61%). Oleh karena itu disimpulkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga.

Kata Kunci: model discovery learning, hasil belajar, bangun ruang sisi datar, PTK

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Tujuan pembelajaran matematika meliputi dua hal, yaitu mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan yang selalu berkembang melalui latihan bertindak dengan dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, maupun efektif dan mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika serta pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya (Suherman, dkk. 2003:58). Salah satu indikator tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa (Djamarah, 2000:25).

(7)

2013:3). Adapun hasil belajar menurut Nasution (2006:36) adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes tersebut dapat berupa ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya.

Kenyataannya, belum semua hasil belajar sesuai yang diharapkan. Salah satunya adalah hasil belajar di SMP Negeri 1 Salatiga khususnya pada kelas VIIIG. Berdasarkan data daftar nilai dari guru terlihat bahwa dari 26 siswa kelas VIIIG terdapat 57,70% (15 siswa) yang tidak tuntas dan hanya 42,30% (11 siswa) saja yang dapat mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 80. Selain itu, menurut hasil wawancara kepada bapak Edi Waspodo yang merupakan salah satu guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Salatiga khususnya kelas VIIIG beserta observasi dalam pembelajaran matematika, terlihat bahwa pada saat proses belajar mengajar guru masih menggunakan model pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Dalam pelaksanakan pembelajaran di kelas, guru langsung memberikan dan menjelaskan materi, sedangkan siswa duduk dan mendengarkan untuk menerima materi. Proses pembelajaran matematika yang terjadi di kelas tersebut adalah proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa tanpa adanya upaya guru untuk menggali pengetahuan yang dimiliki siswa maupun memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi sendiri materi yang sedang dipelajari. Hasil dari proses pembelajaran seperti itu kurang optimal. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut dari permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIIIG SMPN 1 Salatiga.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memilih dan menerapkan model pembelajaran yang hendaknya memperhatikan hakikat belajar, karakteristik siswa dan juga karakteristik mata pelajaran. Belajar menurut paham konstruktivisme adalah bagaimana siswa mengkonstruksikan suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dan peran guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif (Heruman, 2013:5). Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi (Suleman, 2013). Salah satu pembelajaran yang mementingkan adanya perolehan konsep adalah model Discovery Learning.

(8)

mengatakan bahwa Discovery Learning mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk dirinya sendiri dengan cara perumusan dan pengujian hipotesis-hipotesis, bukan sekedar membaca dan mendengarkan penjelasan dari guru melainkan dengan penalaran induktif.

Keberhasilan model Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar matematika sudah dibuktikan dalam beberapa penelitian, diantaranya penelitian Supriyanto (2014), Sinatra (2012) dan Zunaidi (2015). Supriyanto (2014) menerapkan Discovery Learning pada siswa kelas VI SD pada materi keliling dan luas lingkaran, Sinatra (2012) menerapkan Discovery Learning pada siswa kelas X SMK pada materi bentuk pangkat, akar dan logaritma , sedangkan Zunaidi (2015) menerapkan Discovery Learning pada siswa kelas IX SMP pada materi bangun ruang sisi lengkung. Ketiga penelitian ini telah membuktikan bahwa model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

Adanya teori tentang Discovery Learning dan beberapa hasil penelitian tentang Discovery Learning menjadi dasar pemilihan model Discovery Learning sebagai salah satu bentuk upaya mengatasi masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 salatiga. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1. Diharapkan penelitian ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari sehingga hal ini dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa.

KAJIAN TEORI Hasil Belajar

(9)

maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil suatu interaksi tindak belajar mengajar yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes oleh guru.

Model Discovery Learning

Menurut Cahyo (2013: 100) dan Ba’ru (2016), model discovery learning adalah salah satu cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa dimana guru tidak langsung memberikan hasil akhir atau kesimpulan dari materi yang disampaikannya melainkan siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya, dengan mencari dan menemukan sendiri hasil data tersebut, sehingga proses pembelajaran ini yang akan diingat oleh siswa sepanjang masa sehingga hasil yang ia dapat tidak mudah dilupakan. Model Discovery learning merupakan suatu model pemecahan masalah yang akan bermanfaat bagi anak didik dalam menghadapi kehidupannya di kemudian hari (Rosarina :2016). Bruner (Schunk, 2012: 372) mengatakan bahwa Discovery Learning mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk dirinya sendiri dengan cara perumusan dan pengujian hipotesis-hipotesis, bukan sekedar membaca dan mendengarkan penjelasan dari guru melainkan dengan penalaran induktif. Penalaran induktif berarti siswa mempelajari contoh-contoh spesifik dahulu, setelah itu barulah merumuskan aturan-aturan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip umum.

Menurut Kemendikbud (2016), pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran dalam Discovery Learning memiliki tiga ciri utama yaitu: 1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada peserta didik; 3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Adapun langkah-langkah model Discovery Learning, menurut Syah (Hosnan, 2014: 289), Richard (Hamdani, 2011: 185), Wahyudi (2015) dan Joko Tri Prasetya (Illahi, 2012: 87) adalah sebagai berikut.

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru mengajukan pertanyaan, menganjurkan membaca buku, dan aktivitas belajar yang menunjang dalam persiapan memecahkan masalah.

2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

(10)

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

3. Data collection (pengumpulan data)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.

4. Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data atau informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada kepercayaan tertentu.

5. Verifikasi (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan data processing.

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Pada tahap ini dilakukan proses penarikan sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Takdir (2012: 70-71), mengemukakan bahwa Model Disecovery Learning memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya sebagai berikut.

1) Dalam penyampaian bahan, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung yang akan lebih menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.

2) Lebih realistis dan mempunyai makna, sebab para anak didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata.

3) Discovery merupakan suatu model pemecahan masalah yang akan memberikan peluang para anak didik untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan dikemudian hari.

4) Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan Discovery Learning akan lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

(11)

Selain memiliki kelebihan-kelebihan, ternyata model Discovery Learning juga memiliki kekurangan-kekurangan. Berikut Kekurangan dari model pembelajaran Discovery Learning menurut Takdir (2012: 72-73).

1) Belajar mengajar menggunakan Discovery Learning membutuhkan waktu yang lebih lama.

2) Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas. 3) Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam

memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran Discoery Learning. 4) Faktor kebudayaan dan kebiasaan,

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam penelitian ini peneliti berkolaborasi dengan guru kelas dalam mengidentifikasi permasalahan. Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model spiral Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 komponen yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi dan refleksi. Siklus ini akan terus berjalan dengan tahap berurutan sampai mencapai tujuan yang diinginkan, sesuai dengan indikator kinerja. Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Rata-rata nilai hasil belajar siswa mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 80; 2. Persentase siswa yang masuk kategori tuntas mencapai 75%;

3. Terjadi peningkatan rata-rata kelas setelah pemberian tindakan;

Penelitian ini dikatakan berhasil jika dapat mencapai ketiga indikator tersebut.

Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga yang terdiri dari 26 siswa (13 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan). Data dalam penelitian tindakan kelas berupa data kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, observasi, dan tes.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prasiklus

(12)

dengan guru dan juga observasi dalam pembelajaran matematika di kelas sebagai upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika tersebut.

Tabel 1

Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus

Jumlah

Siswa Nilai Tertinggi Nilai Terendah

Nilai Rata-rata Kelas

Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum Tuntas Jumlah Persentase Jumlah Persentase

26 94 44 71,92 11 42,30% 15 57,70%

Proses pembelajaran matematika di kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah. Dimana guru berperan sebagai sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Dalam pembelajaran guru memberikan contoh soal yang hampir mirip pengerjaannya dengan latihan soal yang akan diberikan sehingga tidak ada kesempatan siswa untuk mencari strategi sendiri dalam memecahkan soal.

B. Siklus I 1. Perencanaan

Perencaanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah berdiskusi dengan guru untuk menentukan materi dan waktu pelaksanaan tindakan, dilanjutkan perancangan skenario pembelajaran dengan memperhatikan model Discovery Learning, penyusunan RPP sesuai standar proses kurikulum 2013, penyusunan lembar observasi untuk kegiatan guru dan lembar observasi siswa. Peneliti juga menyiapkan alat peraga berupa bangun ruang kubus, balok, prisma dan limas, dan membuat lembar kerja siswa (LK) yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan skenario yang ada serta instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar pada siklus I. Adapun peneliti melakukan validasi instrumen dengan bantuan pakar yaitu 2 guru matematika SMP Negeri 1 Salatiga (Bapak Edi Waspodo, S.Pd dan Bapak Nur Rozi, S.Pd) serta satu dosen dari pendidikan matematika (Prof. Sutriyono).

2. Tahap Pelaksanaan dan Observasi Siklus I

(13)

Tabel 2

Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Sintaks Discovery

Learning

Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III

1. Stimulation 1. Guru memperlihatkan bangun ruang kubus dan balok

1. Guru memperlihatkan bangun ruang prisma

1. Guru memperlihatkan bangun ruang limas.

2. Problem satement

2. Guru bertanya:

a. Manakah yang merupakan permukaan dari kubus dan balok b. Apa itu luas permukaan? c. Bagaimana cara

menentukan luas permukaan dari kubus dan balok?

2. Guru bertanya:

a. Manakah yang merupakan permukaan dari prisma? b. Bagaimana cara menentukan

luas permukaan prisma?

2. Guru bertanya:

a. Manakah yang merupakan permukaan dari limas? b. Bagaimana cara

menentukan luas permukaan limas?

3. Data Collection

3. Guru membagikan kubus dan balok dengan jaring-jaring berbeda.

4. Guru membagikan LK yang dilengkapi petunjuk untuk merumuskan luas permukaan kubus dan balok

3. Guru menggali lebih dalam lagi pemahaman mereka tentang prisma guna mendapatkan data yang dibutuhkan dalam menentukan rumus luas permukaan prisma dengan mengajukan pertanyaan sbb: a. manakah yang merupakan

alas prisma?

b. Manakah yang merupakan tutup prisma?

c. Kenapa ini merupakan alas dan tutup prissma?

d. Manakah yang merupakan tinggi dari prisma?

e. Manakah yang termasuk sisi tegak?

f. Apa itu sisi tegak prisma?

3. Guru menggali lebih dalam lagi pemahaman mereka tentang limas guna mendapatkan data yang dibutuhkan dalam menentukan rumus luas permukaan limas dengan mengajukan pertanyaan sbb: a. manakah yang merupakan

alas limas?

b. Manakah yang merupakan sisi tegak limas?

c. Manakah tinggi limas? d. Manakah yang merupakan

tinggi sisi tegak limas? e. Apakah tinggi limas dan

tinggi sisi tegak limas sama?

f. Bagaimana cara mencari tinggi sisi tegak limas apabila diketahui panjang alas dan tinggi limasnya? 5. Data

Prosesing

5. Siswa mengerjakan LK. 4. Siswa bersama guru mulai mengolah data yang mereka temukan pada tahap sebelumnya

4. Siswa bersama guru mulai mengolah data yang mereka temukan pada tahap sebelumnya

6. Verifikasi 6. Beberapa perwakilan kelompok menyajikan secara tertulis dan lisan hasil temuan mereka kedepan kelas

5. Dua siswa diminta maju kedepan kelas dan mencoba menghitung luas permukaan alat peraga berbentuk prisma.

5. Dua siswa diminta maju kedepan kelas dan mencoba menghitung luas permukaan alat peraga berbentuk limas. 7.

Generaliza-tion,

7. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan presentasi dan tanya jawab di papan tulis

6. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan pembelajaran di papan tulis

6. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan pembelajaran di papan tulis

(14)

Tabel 3

Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus I

Aspek Persentase Kategori

Penguasaan Materi Ajar 80% Baik

Kesesuaian dengan Kurikulum 2013 84% Sangat Baik Kesesuaian dengan RPP 92,3% Sangat Baik Penerapan Discovery Learning 75,23% Baik Penguasaan Kelas 82,6% Sangat Baik

Karakteristik Guru 80% Baik

Tabel 3 menunjukkan bahwa semua aspek observasi guru pada siklus I tidak ada satu pun yang masuk dalam kategori kurang baik. Meski sudah dalam kategori baik namun persentase ketercapaian terkecil adalah aspek penerapan Discovery learning (75,23%) hal ini dikarenakan pembelajaran siklus I yang telah berlangsung khususnya pada pertemuan kedua dan ketiga, hampir semua tahapan penemuan masih dibantu oleh guru. Sehingga belum memberi kesempatan penuh kepada siswa untuk menemukan sendiri.

Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus I

Aspek

Kategori

Kurang Baik Baik Sangat Baik Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan

Tugas) 5 19,23% 11 42,30% 10 38,46%

Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan

Berperan dalam diskusi kelompok) 4 15,38% 8 30,76% 14 53,84%

Antusiasme/Minat (Mau bertanya dengan teman sekelompoknya dan Membantu teman

yang bertanya) 6 23,07% 8 30,76% 14 53,84%

Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat 5 siswa yang tergolong kurang baik dalam aspek kedisiplinan, ini dikarenan kelima siswa tersebut pada saat mengumpulkan tugas selalu menunda-nunda pengumpulannya. Pada aspek keaktifan terdapat 4 siswa yang tergolong kurang baik dikarenakan pada waktu diskusi kelompok keempat siswa tersebut tidak ikut berdiskusi dengan kelompoknya malah asyik ngobrol dan bermain sendiri. Selanjutnya pada aspek antusiasme/minat terdapat 6 siswa yang tergolong kurang baik, hal ini dikarenakan pada waktu ada presentasi kelompok lain, keenam siswa ini tidak memperhatikan malah ngobrol dan asyik bermain sendiri.

3. Refleksi

(15)

62% (16 siswa) sehingga belum mencapai batas minimal ketuntasan klasikal (75%). Masih terdapat 10 siswa yang belum tuntas dikarenakan siswa kurang memahami soal cerita yang diberikan dan siswa masih kurang teliti dalam meghitung sehingga mereka tidak menemukan pilihan jawaban yang benar, selain itu faktor perkiraan waktu yang tidak sesuai membuat mereka kekurangan waktu dalam mengerjakan tes. Hasil belajar matematika siswa pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5

Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I

Jumlah Siswa Nilai Tertinggi Nilai Terendah Nilai Rata-rata Kelas

Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum Tuntas Jumlah Persentase Jumlah Persentase

26 100 60 80,3 16 62% 10 38%

Perbandingan hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dan siklus I dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan perubahan hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dan siklus I dapat dilihat pada Diagram 1.

Diagram 1 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar matematika pada siklus I sebanyak 73%, walaupun ada juga sebanyak 23% siswa mengalami penurunan dikarenakan pada waktu tes mereka kekurangan waktu dalam mengerjakan. Walaupun demikian, hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika pada siswa dibandingkan pada saat prasiklus. Berdasarkan analisis terhadap data hasil belajar matematika siswa pada siklus I, disimpulkan bahwa masih perlu diadakan siklus II guna memenuhi syarat minimal klasikal yang dapat dilihat dari ketercapaian klasikal siswa yang tuntas mencapai 75%.

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526

No absen siswa

Grafik Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus dan Siklus I

Pra Siklus Siklus I

Gambar 1 :Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa pada

Prasiklus dan Siklus I

23% 4% 73%

Diagram Perubahan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus

dan siklus 1

Penurunan

Tetap

Peningkatan

Diagram 1 : perubahan hasil belajar matematika siswa pada prasiklus dan

(16)

Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru maupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil belajar matematika siswa, maka diperoleh beberapa kelebihan siklus I, diantaranya pelaksanaan siklus I sudah terlaksana sesuai rencana dan siswa sudah mulai bisa mengkonstruk sendiri materi yang dipelajari dengan berbantuan LK sehingga beberapa siswa mengalami peningkatan pada hasil belajarnya.

Kekurangan yang ditemukan pada siklus I diantaranya adalah keterampilan guru dalam hal mengatur jalannya diskusi dan presentasi masih kurang, hal ini terlihat pada saat diskusi kelompok masih ada beberapa siswa yang malah asyik mengobrol dan bermain sendiri serta pada waktu presentasi kelompok hanya dua siswa saja yang aktif mempresentasikan hasil diskusi mereka, anggota lainnya hanya diam dan sekedar ikut maju ke depan kelas. Selain itu pada pertemuan kedua dan ketiga tahapan penemuan masih dibantu oleh guru sehingga belum memberi kesempatan penuh kepada siswa untuk menemukan sendiri.

C. Siklus II 1. Perencanaan

Perencanaan tindakan siklus II tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus I. Adapun perbedaannya adalah menyusun strategi untuk mengatasi permasalahan pada siklus I, yaitu mengatur jalannya diskusi dan presentasi serta proses penemuan dilakukan dengan diskusi kelompok semua agar memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk menemukan sendiri. Strategi yang digunakan dalam mengatur jalannya diskusi adalah mewajibkan pembagian tugas kepada setiap anggota kelompok untuk presentasi. Misal menentukan siapa yang bertugas mempresentasikan soal materi, dan siapa yang akan membantu untuk menggunakan alat peraga.

2. Pelaksanaan dan Observasi Siklus II

(17)

Tabel 6

Kegiatan Pembelajaran Siklus II

Sintaks Discovery

Learning

Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III

1. Stimulation 1. Guru memperlihatkan bangun ruang kubus dan balok serta kubus satuan.

1. Guru memperlihatkan bangun ruang balok yang tersusun dari dua buah prisma.

2. Guru seolah-olah memotong balok tersebut menjadi dua bagian sama besar yang menghasilkan dua buah prisma segitiga.

1. Guru memperlihatkan bangun ruang limas.

2. Guru membagikan bangun ruang kubus dan limas kepada setiap kelompok

3. Problem satement

2. Guru bertanya:

a. Apa yang dimaksud dengan volume? b. Bagaimana cara

menentukan volume dari kubus dan balok?

3. Guru bertanya:

a. Bangun apakah yang terbentuk dari perpotongan balok tersebut?

b. Bagaimana hubungan volume balok dan volume bangun yang diperoleh? c. Bagaimana prosedur

memperoleh volume bangun yang diperoleh jika bermula dari volume balok?

3. Guru bertanya:

a. Cermati apakah luas alas limas dan kubus sama b. Apakah tinggi limas dan

panjang rusuk kubus sama? Kalau tidak, berapakah tinggi limas? c. Bagaimana prosedur

memperoleh volume limas?

3. Data Collection

4. Guru membagikan kubus dan balok beserta kubus-kubus kecil sebagai kubus-kubus satuan kepada setiap kelompok.

5. Guru membagikan LK yang dilengkapi petunjuk untuk merumuskan volume kubus dan balok

4. Guru membagikan LK yang dilengkapi petunjuk untuk merumuskan volume prisma kepada setiap kelompok.

4. Guru membagikan LK yang dilengkapi petunjuk untuk merumuskan volume limas.

6. Data Prosesing

6. Siswa mengerjakan LK. 5. Siswa mengerjakan LK. 5. Siswa mengerjakan LK.

7. Verifikasi 7. Beberapa perwakilan kelompok menyajikan secara tertulis dan lisan hasil temuan mereka kedepan kelas

6. Beberapa perwakilan kelompok menyajikan secara tertulis dan lisan hasil temuan mereka kedepan kelas

6. Beberapa perwakilan kelompok menyajikan secara tertulis dan lisan hasil temuan mereka kedepan kelas

8. Generaliza-tion,

8. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan presentasi dan tanya jawab di papan tulis

7. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan pembelajaran di papan tulis

7. Guru menuliskan kesimpulan dari keseluruhan pembelajaran di papan tulis

Seperti halnya siklus I, pada siklus II juga dilakukan observasi terhadap peneliti sebagai guru. Rekapitulasi hasil lembar observasi guru tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7

Hasil Lembar Observasi Guru pada Siklus II

Aspek Persentase Kategori

Penguasaan Materi Ajar 84% Sangat Baik Kesesuaian dengan Kurikulum 2013 86,6% Sangat Baik Kesesuaian dengan RPP 100% Sangat Baik Penerapan Discovery Learning 95% Sangat Baik

Penguasaan Kelas 86% Sangat Baik

Karakteristik Guru 90% Sangat Baik

(18)

pada siklus I penerapan disecovery Learning mendapatkan nilai persentase terendah, pada siklus II penerapan Discovery Learning meningkat dan masuk kategori sangat baik. Hal ini dikarenakan dalam siklus II proses penemuan tidak didominasi oleh guru lagi namun siswa melakukan penemuan sendiri, dan guru hanya sekedar memfasilitasi dengan LK yang didalamnya terdapat langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam proses penemuan.

Pengamatan terhadap siswa pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengisi lembar observasi siswa. Hasil pengisian lembar observasi siswa pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8

Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus II

Aspek

Kategori

Kurang Baik Baik Sangat Baik Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kedisiplinan (Kedatangan dan Pengumpulan

Tugas) 2 7,69% 5 19,23% 19 73,07%

Keaktifan (Interaktif dalam tanya jawab dan

Berperan dalam diskusi kelompok) 2 7,69% 4 15,38% 20 76,92%

Antusiasme/Minat (Menunjukkan sikap fokus

pada pembelajaran, Menunjukkan ekspresi senang dan semangat dalam mengikuti pembelajaran)

2 7,69% 4 15,38% 20 76,92%

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada siklus II siswa yang masuk kategori sangat baik lebih dari 50% (untuk semua aspek). Namun masih terdapat 2 siswa masuk kategori kurang baik dalam aspek kedisiplinan, hal ini dikarenan kedua siswa tersebut pada saat mengumpulkan tugas masih selalu menunda-nunda pengumpulannya. Pada aspek keaktifan terdapat 2 siswa yang tergolong kurang baik dikarenakan siswa tersebut masih suka mengobrol dengan temannya pada saat diskusi kelompok berlangsung. Selanjutnya pada aspek antusiasme/minat terdapat 2 siswa yang tergolong kurang baik, hal ini dikarenakan pada waktu ada presentasi kelompok lain, kedua siswa ini tidak memperhatikan malah asyik mengobrol dengan temannya.

3. Refleksi

(19)

Tabel 9

Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus II

Jumlah Siswa

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Nilai Rata-rata Kelas

Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum Tuntas Jumlah Persentase Jumlah Persentase

26 100 60 91,11 22 85% 4 15%

Perbandingan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan perubahan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Diagram 2.

Diagram 2 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami penurunan hasil belajar matematika pada siklus II sebanyak 8% (2 siswa). Hal tersebut dikarenakan kedua siswa tersebut kurang teliti dalam membaca soal yang diberikan, misalkan pada soal diminta volumenya berubah menjadi liter tetapi jawaban yang dipilih masih dalam bentuk .

Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil belajar matematika siswa pada siklus II, disimpulkan bahwa tidak perlu diadakan siklus selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan semua indikator keberhasilan telah tercapai dan telah terbukti bahwa penggunaan model Discovery Learning mampu meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga.

Berdasarkan hasil pengamatan baik terhadap pelaksanan pembelajaran oleh guru ataupun aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan berdasarkan analisis hasil belajar matematika siswa, maka diperoleh beberapa kelebihan siklus II yaitu dalam berdiskusi siswa sudah berdiskusi dengan baik, pembagian tugas sudah merata. Pada presentasi, siswa sudah tidak hanya maju saja dan diam, namun sudah terorganisasi tentang siapa yang

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526

No absen siswa

Grafik Hasil belajar Matematika Siswa pada Siklus I dan Siklus II

Siklus I siklus II

Gambar 2: Grafik Hasil belajar Matematika Siswa pada Siklus

I dan Siklus II

8%

27% 65%

Diagram Perubahan hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I dan Siklus II

Penurunan

Tetap

Peningkatan

Diagram 2: Perubahan hasil Belajar

(20)

mengkomunikasikan dan siapa yang memperagakan. Kekurangan yang ditemukan pada siklus II ini adalah pada pertemuan pertama masih terdapat siswa yang harus dinasehati terlebih dahulu agar mau bekerja bersama kelompok yang telah ditentukan.

4. Deskripsi Antar Siklus

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga tahapan pelaksanaan yaitu tahap prasiklus, siklus I dan siklus II. Ketiga tahapan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain, artinya pelaksanaan siklus I merupakan perbaikan dari hasil belajar prasiklus. Hal ini dikarenakan pada siklus I dalam proses pembelajaran yang berlangsung siswa tidak hanya menerima begitu saja materi yang disampaikan oleh guru tetapi siswa melakukan suatu kegiatan dalam mempelajari materi, sehingga memungkinkan pemikiran siswa untuk dapat membentuk konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna. Adapun pelaksanaan siklus II merupakan pemantapan dan perbaikan dari kekurangan yang dialami pada siklus I, misalnya pada siklus I serta pemantapan dari kegiatan pada siklus I. Berdasarkan Tabel 3 dan 7 terlihat bahwa keterlaksanaan penerapan model Discovery Learning mencapai 75,23% (masuk kategori baik) pada siklus I dan semakin baik 95,23% (masuk kategori

sangat baik) pada siklus II.

Selain itu para siswapun setiap siklusnya mengalami perubahan yang lebih baik dalam semua aspek, berdasarkan Tabel 4 dan 8 terlihat bahwa pada siklus I aspek kedisiplinan terdapat 5 siswa yang tergolong kurang baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja yang tergolong kurang baik. Aspek keaktifan pada siklus I terdapat 4 siswa yang tergolong kurang baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja yang tergolong kurang baik. Aspek minat pada siklus I terdapat 6 siswa yang tergolong kurang baik, namun pada siklus II hanya 2 siswa saja yang tergolong kurang baik.

Perbandingan hasil belajar matematika antar siklus setiap siswa dapat dilihat pada pada Gambar 3, sedangkan hasil rekapitulasi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 3: Perbandingan Hasil Belajar antar Siklus

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526

N

il

a

i

No absen siswa

Grafik Perbandingan Hasil Belajar Matematika Antar Siklus Setiap Siswa

Pra Siklus Siklus I siklus II

(21)

Tabel 10

Hasil Belajar Matematika antar Siklus

S

ik

lu

s

Jumlah Siswa

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Nilai

Rata-rata Kelas

Siswa yang Tuntas Siswa yang Belum Tuntas

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Pra 26 94 44 71,92 11 42,30% 15 57,70%

I 26 100 60 80,3 16 61,53% 10 38,46%

II 26 100 60 91,1 22 84,61% 4 15,38%

Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa nilai tertinggi pada siklus I dan II dapat mencapai 100. Adapun nilai terendah masih sama di setiap siklusnya, nilai rata-rata kelas yang dicapai dan telah mencapai KKM di setiap siklusnya. Persentase ketuntasan juga semakin meningkat dan baru mencapai nilai yang diinginkan pada siklus II.

Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh pada siklus I dan II, maka penelitian ini menemukan data bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar semua kategori siswa, baik siswa berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Model ini dapat meningkatkan hasil belajar 55,5% siswa berkemampuan tinggi, 66,6% siswa berkemampuan sedang dan 100% siswa berkemampuan rendah. Hal ini dapat disimpulkan karena pada masing-masing kategori lebih dari 50% siswa yang hasil belajarnya meningkat.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Salatiga. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 80,3 dan meningkat pada siklus II menjadi 91,1 (masing-masing siklus telah mencapai KKM). Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 61,53% belum mencapai batas ketuntasan klasikal, namun telah dicapai pada siklus II dimana persentase ketuntasan klasikal sebesar 84,61%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga indikator keberhasilan telah tercapai pada akhir siklus II.

Saran

(22)

selanjutnya. Misalnya menerapkan model Discovery Learning pada siswa-siswa yang mengalami permasalahan yang sama baik dalam materi bangun ruang ataupun materi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Ba’ru, Yusem. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Minat Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kota Rantepao. Jurnal Daya Matematis, Volume 4 No. 1 halaman 83-89. diakses melalui:

http://ojs.unm.ac.id/ pada tanggal 30 April 2017 pukul 08.40 WIB

Cahyo, N Agus. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: DIVA press

Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah. 2012. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Heruman. 2013. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ibrahim, Muslimin. 2012. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: Unesa.

Illahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Jogjakarta: DIVA Press.

Kemendikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi

Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Mertler, Craig A. 2014. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Permata Puri Media. Nasution. 2006. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Rizal, Suleman. 2013. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan di SDN 3 Tapa Kabupaten Bone Bolang. Diakses melalui:http://ung.ac.id/ pada tanggal 8 Agustus 2016 pukul 06.22 WIB

Rosarina, Gina. 2016. Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil belajar Siswa pada Materi Perubahan Wujud. Jurnal Pena Ilmiah, Volume 1, No.1, halaman 371-380. Diakses melalui : http://ejournal.upi.edu/ pada tanggal 30 April 2016 pukul 08.50 WIB

Ruseffendi, E. T. 2006.Pengantar kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untukMeningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito

Sinatra, Yanuar. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Discovery Learning. diakses melalui: http://jurnal.stt.web.id/ pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 21.34 WIB

Schunk, Dale H. 2012. Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: RemajaRosdakarya Offset.

Sudjana, Nana. 2004. Dasar Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

(23)

Suparno, Paul. 2004. Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Supriyanto, Bambang. 2014. Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Pancaran, Vol 3, No 2, hal 165-174. Diakses melalui:http://jurnal.unej.ac.id/ pada tanggal 9 juni 2016 pukul 10.20 WIB

Wahjudi, Eko. 2015. Penerapan Model Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-I di SMP Negeri 1 Kalianget. Jurnal Lensa, Volume 5 jilid 1, halaman 1-15. Diakses melalui: http://artikel.dikti.go.id/ pada tanggal 30 April pukul 09.16 WIB.

Wahyudi dan Inawati. 2012. Pemecahan Masalah Matematika. Salatiga: Widya Sari Press Zunaedi, Ahmad. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk

Gambar

Tabel 1 Hasil Belajar Matematika Siswa pada Prasiklus
Tabel 2 Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Tabel 4 Hasil Lembar Observasi Siswa pada Siklus I
Grafik Hasil Belajar Matematika Siswa pada
+6

Referensi

Dokumen terkait

Adapun rencana k egiatan progam KKN -PPM, meliputi: (a) sosialisasi program KKN-PPM untuk menyatuk an persepsi tim pengusul dengan mitra, (b) penyiapan sarana dan prasarana

Keempat, Skenario Optimalisasi Potensi Pendapatan Asli Daerah yang berisi permasalahan dan strategi solutif peningkatan pendapatan yang secara rinci mendiskripsikan

Kalau kita kaji lebih dalam hal tersebut bukan merupakan kesalahan siswa semata tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor guru itu sendiri sebagai pendidik .Kekurangan guru

Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Guncangan variabel inflasi direspon negatif oleh JII, sedangkan variabel, suku bunga bank Indonesia, nilai tukar tukar, dan

Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel Kompensasi (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai

Sinergi itu sendiri diharapkan akan memperkuat pembangunan ekonomi secara sistematik maupun pembangunan Sistem Hukum Nasional , sehingga pada gilirannya

PERSYARATAN DARI WP - BAYAR PKB - STEMPEL PENGESAHAN STNK - MEMBERI FORMULIR - ENTRY DATA - SWDKLLJ - STEMPEL PENYERAHAN LUNAS -WP MENGISI.. -PENGECEKAN IWKBU - NOTICE