HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA
DENGAN HASIL BELAJAR SEMESTER V AKADEMI
KEBIDANAN GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Pendaftaran S2 Kebidanan Universitas Brawijaya
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 5
1. Belajar ... 5
2. Motivasi Belajar ... 9
3. Hasil belajar ... 18
B. Kerangka Teori... 32
C. Kerangka Konsep. ... 32
D. Hipotesis. ... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
E. Definisi Operasional... 37
F. Alat dan Bahan penelitian ... 37
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37
H. Teknik Pengumpulan Data ... 41
I. Pengolahan Data... 43
J. Analisa Data. ... 44
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan
bagi bangsa Indonesia apalagi pada era globalisasi yang menuntut kesiapan setiap
bangsa untuk bersaing secara bebas. Pada era globalisasi hanya bangsa-bangsa yang
berkualitas tinggi yang mampu bersaing atau berkompetisi di pasar bebas. Dalam
hubungannya dengan budaya kompetisi tersebut, bidang pendidikan memegang
peranan yang sangat penting dan strategis karena merupakan salah satu wahana
untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu sudah semestinya
kalau pembangunan sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan
pemerintah (Arifuddin, 2009).
Strategi dan sistem belajar di perguruan tinggi jelas sangat berbeda dengan
cara belajar di sekolah menengah umum. Sebagai seorang mahasiswa kita di
wajibkan untuk mempunyai kemampuan dan daya belajar yang lebih dari seorang
siswa biasa. Karena metode belajar di perguruan tinggi menuntut setiap mahasiswa
untuk memilki kemandirian dan disiplin pribadi (Wisnuyogi, 2012).
Menurut Slameo (2010) factor- factor yang mempengaruhi belajar banyak
jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu factor intern dan
factor ekstern. Factor intern adalah factor yang ada dalam diri individu, factor
ekstern adalah factor yang ada di luar individu. Belajar dimulai dari factor dalam diri
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh
pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa.
Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan dan respons,
sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi
dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap
berbagai aspek perilaku (Sofa, 2008).
Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan
adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang
yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi
seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya
(Sardiman, 2007).
Hasil belajar masih menjadi tolak ukur kompetensi mahasiswa di bidang
ilmunya. Oleh karena itu, banyak institusi kerja yang menggunakan indeks prestasi
belajar mahasiswa untuk penerimaan karyawan. Namun kenyataannya, banyak
mahasiswa yang memiliki prestasi belajar rendah (Sumargi, 2008).
Hasil belajar yang tinggi dapat dicapai dengan ketekunan belajar yang
terbentuk dari adanya motivasi belajar yang akan mengarahkan perilaku mahasiswa
pada pencapaian prestasi belajar yang maksimal (Hajar, 2010).
Penelitian dari Kourosh, dkk (2011) menunjukkan bahwa Analisis data
menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara Motivasi Akademik dan Prestasi
Akademik. Selanjutnya sub-skala tugas, usaha, kompetisi, kepedulian sosial dalam
Hasil penelitian Wigunantiningsih (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi
motivasi belajar mahasiswa maka akan semakin tinggi pula prestasi belajarnya.
Mahasiswa yang mempunyai motivasi kuat akan memiliki banyak energi untuk
belajar. Mereka dapat belajar terus menerus dan tidak mudah lelah. Motivasi dapat
memaksimalkan pencapaian hasil belajar mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan
Antara Motivasi belajar Dengan Hasil Belajar pada Mahasiswa Semester V
Akademi Kebidanan Giri Satria Husada Wonogiri.
B.Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya
adalah “Apakah terdapat Hubungan Antara Motivasi belajar Dengan Hasil Belajar pada Mahasiswa Semester V Akademi Kebidanan Giri Satria Husada
Wonogiri ?”. C.Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Antara Motivasi belajar Dengan Hasil
Belajar pada Mahasiswa Semester V Akademi Kebidanan Giri Satria Husada
Wonogiri.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui motivasi belajar pada mahasiswa semester V prodi
b. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan hasil belajar pada
mahasiswa semester V prodi DIII Akademi Kebidanan Giri Satria
Husada Wonogiri.
D.Manfaat
Memberikan masukan dalam penyusunan teori dan konsep-konsep baru
untuk mengembangkan ilmu pendidikan serta membantu mahasiswa mencapai
prestasi belajar yang optimal dengan menumbuhkan motivasi mahasiswa melalui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan teori
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Proses belajar adalah suatu proses dimana seseorang merenungkan,
mengingat atau berusaha menjadi lebih baik atas kesadaran diri sendiri,
sedangkan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan
berbagai komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen
tersebut antara lain guru, siswa, materi, media, suasana pembelajaran, dan
sebagainya (Asrori, 2008).
Menurut Suprihatiningrum (2013), Belajar merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan
tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun
yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan)
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa
belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasil kanperubahan dalam
pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai- nilai, dan sikap.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi entah teks,
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan (Suparno, 2012).
Menurut Sugiharto dkk (2007) belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan
Yussen (1994) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative
permanen karena adanya pengalaman.
Menurut Hamalik (2003), pembelajaran merupakan suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Beliau juga mengemukakan bahwa ada
tiga pengertian pembelajaran berdasarkan teori belajar, yaitu : (1)
pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan
kondisi belajar para peserta didik; (2) pembelajaran adalah upaya
mempersiapkan anak didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik;
dan (3) pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
menkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk lebih memahami dan
menjadi lebih ahli, sedangkan pembelajaran merupakan proses atau cara
yang dilakukan guru, siswa, dan komponen pembelajaran lainnya untuk
pemahaman materi ajar. Sedangkan siswa dituntut untuk memiliki sikap
kemandirian belajar yang tinggi dan aktif.
Menurut Slameto (2010) setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh
ciri-ciri perubahan yang spesifik antara lain seperti dikemukakan berikut
ini.
1) Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari
terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah
terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan itu diperoleh.
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha orang bersangkutan.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap
atau permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan
piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan
terus dimiliki bahkan akan terus berkembang kalau terus dilatih atau
dipergunakan.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan dan sebagainya.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar
Menurut Slameto (2010), ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
1) Faktor intern : faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Terdiri dari tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan.
Faktor psikologis meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kemandirian belajar, kematangan dan kesiapan.
2) Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor ekstern
dapat dikelompokan menjadi tiga faktor yaitu : faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
Faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, tugas rumah.
3) Faktor masyarakat meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat, media,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
2. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat diartikan sebagai suatu
kondisi intern (kesiapsiagaan). Maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif, aktif pada saat-saat tertentu untuk
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang
ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai
tujuan (Oemar Hamalik, 1992).
b. Kebutuhan dan Teori tentang Motivasi
Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution, manusia hidup
dengan memilikki berbagai kebutuhan (Sardiman, 2012):
1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi anak, karena perbuatan sendiri itu
mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi
orangtua yang memaksa anak untuk diam di rumah saja adalah
bertentangan dengan hakikat anak. Activities in it self is a pleasure. Hal
ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan
atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk
banyak berbuat sesuatu demi kesenangan oranglain. Harga diri seseorang
dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada
oranglain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan
kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
itu rela bekerja atau para siswa itu rajin/ rela belajar apabila diberi
motivasi untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang
disukainya.
3) Kebutuhan untuk mencapai hasil
Suatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik, kalau
disertai dengan “pujian”. Aspek “pujian” ini merupakan dorongan bagi
seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekerjaan
atau usaha belajar itu tidak dihiraukan oranglain/ guru atau orang tua
misalnya, boleh jadi kegiatan anak menjadi berkurang. Anak-anak harus
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil
yang optimal, sehingga ada “sense of succes”. Pujian atau reinforcement ini harus selalu dikaitkan dengan prestasi yang baik.
4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan dan hambatan, mungkin cacat, mungkin
menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk
mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga
tercapai kelebihan/ keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap anak
terhadap kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak bergantung pada
keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan
motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi
tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar
Teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal kebutuhan
(Sardiman, 2012), yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat,
dan sebagainya.
b) Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari
rasa takut dan kecemasan.
c) Kebutuhan akan cinta dan kasih: kasih, rasa diterima dalam suatu
masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok).
d) Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan
bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial,
pembentukan pribadi.
Teori-teori tentang motivasi (Sardiman, 2012):
1) Teori insting
Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti
tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait
dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap
adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini
adalah Mc. Dougall.
2) Teori fisiologis
Teori ini juga disebutnya “Behaviour theories”. Menurut teori ini semua tindakan manusia berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan
sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makanan, minuman,
udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang.
Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk
mempertahankan hidup, struggle for survival.
3) Teori psikoanalitik
Teori ini mirip denga teori insting, tetapi lebih ditekankan pada
unsur-unsur kejiwaa yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan
manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh
dari teori ini adalah Freud.
c. Macam-macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang
aktif itu sangat bervariasi (Sardiman, 2012), yaitu:
1) Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
a) Motif-motif bawaan
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi
motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan
untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk beristirahat.
Motif ini seringkali disebut motif yang diisyaratkan secara biologis.
Arden N. Frandsen memberi istilah jenis motif Physiological drives.
b) Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai
dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif ini
seringkali disebut dengan motif yang diisyaratkan secara sosial.
Frandsen mengistilahkan dengan affiliative needs.
Disamping itu, Frandsen masih menambahkan jenis-jenis motif
berikut ini:
a) Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic, yakni menyangkut
kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri
manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis
motif ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah,
terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.
b) Self-expression
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia, yang
penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan
bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu
kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi.
Jadi dalam hal ini seseorang memilikki keinginan untuk aktualisasi
diri.
c) Self-enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan
meningkatkan kamjuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri
dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk
mencapai suatu prestasi.
2) Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodmarth dan Marquis
a) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk
minum, makan, bernafas,seksual berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat. Sesuai dengan jenis Physiological drives dari Frandsen.
b) Motif-motif darurat.Jenis motif darurat ini, antaralain: dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha,
untuk memburu. Motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.
c) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk
melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.
Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi
dunia luar secara efektif.
3) Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi
dua, yakni: motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Motivasi jasmani
seperti misalnya: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan motivasi
rohaniah adalah kemauan.
4) Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
a) Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai
contoh adalah seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang
menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku
untuk dibacanya.
Perilaku yang disebabkan atau muncul tanpa perlu adanya
ganjaran atas perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak
melakukannya. Motif yang demikian biasanya disebut motif intrinsik.
(Uno B Hamzah, 2012)
b) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh adalah seorang itu
belajar,karena tahu besok pagi akan ujian dengan harapan
mendapatlan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau
temannya.
Perilaku individu yang hanya muncul karena adanya hukuman
atau tidak muncul karena ada hukuman. Motif yang menyebabkan
perilaku itu, seakan-akan dari luar (ganjaran atau hukuman). Motif
semacam itu disebut motif ekstrinsik. (Uno B Hamzah, 2012)
d. Fungsi Motivasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak itu
sebenarnya dilatarbelakangi pleh sesuatu atau yang secara umum dinamakan
kegiatan/ pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi
motivasi (Sardiman, 2012):
1) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan. Motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya yang
hendak dicapai.
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Menurut Sardiman (2001) indikator motivasi belajar adalah sebagai
berikut:
a. Tekun menghadapi tugas.
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)
c. Menunjukkan minat.
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas – tugas rutin f. Dapat mempertahankan pendapatnya.
3. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011) dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada
beberapa macam, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian
diagnostic, penilaian selektif, dan penilaian penempatan.
Penilaian yang dilaksanankan pada akhir program belajar mengajar untuk
melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan
demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar.
Dengan penialaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program
pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
b. Penilaian Sumatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur
wulan, UAS, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang
dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan- tujuan kurikuler
dikuasai para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan
kepada proses.
c. Penilaian Diagnostik
Penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan- kelemahan siswa serta
faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan
bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), menemukan
kasus- kasus, dll. Soal- soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis
kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa.
d. Penilaian Selektif
Penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan
masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
e. Penilaian Penempatan
Penilaian yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang
diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.
Dengan perkataan lain, penilaian ini berorientasi kepada kesiapan siswa
untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan
kemampuan siswa.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004) faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
a. Faktor internal
1) Faktor jasmaniah (fisiologis, baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh).
2) Faktor psikologi, terdiri atas :
a) Faktor intelektif : Faktor potensial, yaitu kecerdasan dan
bakat. Faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang telah
dimiliki.
b) Faktor non-intelektif yaitu unsur kepribadian tertentu seperti
sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan
lain-lain.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
b. Yang tergolong faktor eksternal adalah :
1) Faktor sosial yang terdiri atas : Lingkungan keluarga, Lingkungan
sekolah/kampus, masyarakat, dan kelompok.
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi
3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar
dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan
Penilaian hasil belajar di perguruan tinggi dilakukan secara berkala
yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen.
Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian akhir
semester, ujian akhir program studi, ujian skripsi, ujian tesis, dan ujian
disertasi. Penilaian hasil belajar dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E
yang masing- masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0 (Kepmen, 2000).
Penilaian pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasar
indikator, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah : 1)
penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi, 2) penilaian
menggunakan acuan kriteria, berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran, 3) hasil penilaian dianalisis untuk
menentukan tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran, program
remidi atau pengayaan (BSNP, 2007).
Hasil belajar menurut Gagne & Briggs adalah
kemampuan-kemampuan yang dimilikki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat
diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance). Dalam dunia
pendidikan, terdapat bermacam-macam tipe hasil belajar yang telah
dikemukakan oleh para ahli antaralain mengemukakan lima tipe hasil belajar,
yaitu: intellectual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill,
Reigeluth (1983) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran
dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari
metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Secara spesifik
bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan
sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar
selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja)
(Suprihatiningrum, 2013).
Ada beberapa aspek dalam hasil belajar, yaitu :
Menurut Uno (2006), tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada
salah satu kawasan dari taksonomi pembelajaran. Krathwohl, Bloom, &
Masia (1973) memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni
kawasan kognitif, kawasan afektif dan kawasan psikomotorik.
Sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran, hasil belajar dibedakan
dalam tiga aspek, yaitu (Suprihatiningrum, 2013):
a. Aspek Kognitif
Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan
berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan
komperehensif, aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan evaluatif.
Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran
berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan
sampai tingkat yang lebih tinggi, yakni evaluasi (Suprihatiningrum,
Anderson & Krathwohl (1973)membedakan aspek kognitif dalam
dua dimensi, yaitu the knowledge (dimensi pengetahuan) dan the
cognitive process dimension (dimensi proses kognitif).
1) The Knowledge Dimension (Dimensi Pengetahuan)
a) Factual knowledge (pengetahuan fakta)
b) Knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah)
c) Knowledge of specific details and elements (pengetahuan tentang
unsur-unsur khusus dan detail)
2) Conceptual knowledge (pengetahuan tentang konsep)
a. Knowledge of classifications and categories (pengetahuan tentang
penggolongan dan kategori)
b. Knowledge of principles and generalizations (pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi)
c. Knowledge of theories, model, and structure (pengetahuan tentag
teori, model, dan struktur)
3) Procedural knowledge (pengetahuan tentang prosedur)
a) Knowledge of subject-specific skills and algorithms (pengetahuan
tentang subjek keterampilan khusus dan algoritma)
b) Knowledge of subject-specific techniques and methods
(pengetahuan tentang subjek teknik dan metode khusus)
c) Knowledge of criteria for determining when to use appropriate
procedures (pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan
4) Metacognitive knowledge (pengetahuan metakognitif)
a) Strategic knowledge (pengetahuan tentang strategi)
b) Knowledge about cognitive tasks, including appropriate contextual
and conditional knowledge (pengetahuan tentang tugas kognitif
termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional yang sesuai)
c) Self-knowledge (pengetahuan pribadi)
5) The Cognitive Process Dimension (Dimensi Proses Kognitif)
a) Remember (mengingat)
b) Understand (memahami)
c) Apply (menerapkan)
d) Analyze (menganalisis)
e) Evaluate (mengevaluasi)
f) Create (menciptakan)
b. Aspek Afektif
Menurut Uno (2006), ada lima tingkat afeksi dari yang paling
sederhana ke yang kompleks, yaitu kemauan menerima, kemauan
menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, serta ketekunan dan
ketelitian. Kemauan menerima merupakan keinginan untuk
memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu. Kemauan
menanggapi merupakan kegiatan yang merujuk pada partisipasi aktif
dalam kegiatan tertentu. Berkeyakinan berkenaan dengan kemauan
menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Penerapan berkarya
berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi.
Ketekunan dan ketelitian yaitu individu yang sudah memilikki sistem
nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang
dipegangnya.
Menurut Depdiknas (2007), aspek afektif yang bisa dinilai di
sekolah, yaitu sikap, minat, nilai, dan konsep diri, yang akan dijabarkan
sebagai berikut:
1) Sikap
Sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek,
bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran.
2) Minat
Minat bertujuan umtuk memperoleh informasi tentang minat siswa
terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajarn.
3) Nilai
Nilai adalah keyakinan tentang keadaan suatu objek atau kegiatan.
Nilai menjadi pengatur penting dari minat, sikap, dan kepuasan.
4) Konsep Diri
Konsep diri digunakan untuk menentukan jenjang karier siswa,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
maka bisa dipilih alternatif karier yang tepat bagi diri siswa.
Winkel (2007) mengemukakan salah satu ciri belajar afektif
alam perasaan, entah objek tersebut berupa orang, benda atau kejadian/
peristiwa, ciri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan
perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.
Menurut Krathwohl, Bloom, & Masia (1973), tingkat afektif ini
ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks, yaitu:
1) Receiving (penerimaan)
Penerimaan mencakup kepekaan adanya suatu perangsang
dan kesediaan untuk memerhatikan rangsangan tersebut. Namun
perhatian itu amsih pasif.
2) Responding (partisipasi)
Partisipasi mencakup kerelaan untuk memerhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan tersebut
dinyatakan dalam memberikan suatu refleksi terhadap rangsangan
yang disajikan.
3) Valuing (penilaian/ penentuan sikap)
Penilaian/ penentuan sikap mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian tersebut. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima,
menolak, atau mengabaikan. Sikap itu dinyatakan dalam
tingkahlaku yang sesuai dan konsisten dengan sikap dan batin.
Kemampuan tersebut dinyatakan dalam suatu perkataan atau
diulang kembali bila kesempatannya timbul. Dengan demikian,
tampaklah adanya suatu sikap tertentu.
4) Organization (organisasi)
Organisasi mencakup kerelaan untuk memerhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu
dinyatakan dalam memberikan suatu refleksi terhadap rangsangan
yang disajikan.
5) Characterization by value or value value complex (pembentukan
pola hidup)
Pembentukan pola hidup mencakup kemampuan untuk
menghayati nilai-nilai kehidupan sedimikian rupa agar menjadi
milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri. Orang telah memilikki
suatu perangkat nilai yang jelas hubungannya satu sama lain, yang
menjadi pedoman dalam bertindak dan konsisten dalam kurun
waktu cukup lama. Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan
hidup diberbagai bidang.
c. Aspek Psikomotorik
Kawasan psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan
ketrampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik dan mempunyai
berbagai tingkatan (Suprihatiningrum, 2013).Urutan paling sederhana
ke yang kompleks, yaitu persepsi, kesiapan melakukan suatu kegiatan,
Persepsi berkenaan dengan dengan penggunaan indra dalam
melakukan kegiatan. Kesiapan berkenaan dengan melakukan sesuatu
kegiatan, termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental), physical
set (kesiapan fisik), atau emitional set (kesiapan emosi perasaan) untuk
melakukan suatu tindakan. Mekanisme berkenaan dengan penampilan
respons yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasaan sehingga gerakan
yang ditampilkan menunjukkan pada suatu kemahiran. Respon
terbimbing seperti meniru (imitasi) atau mengikuti, mengulangi
perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh oranglain, dan
melakukan kegiatan coba-coba (trial and error). Kemahiran adalah
penampilan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh, yang
dipertunjukkan cepat dengan hasil yang baik tetapi menggunakan
sedikit tenaga. Adaptasi berkenaan dengan ketrampilan yang sudah
berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu
memodifikasi (membuat perubahan) pada pola gerakan sesuai situasi
dan kondisi tertentu. Organisasi menunjukkan kepada penciptaan pola
gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu.
Hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai ketrampilan
tinggi (Suprihatiningrum, 2013).
Menurut klasifikasi Simpon (Winkel, 2007), ranah psikomotor
mencakup tujuan yang berkaitan dengan ketrampilan (skil) yang
Urutan tingkat yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks,
sebagai berikut:
1) Perception (persepsi)
Persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih
berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada
masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan untuk dinyatakan dalam
suatu rekasi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya
rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan
yang ada.
2) Set (kesiapan)
Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan
dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian
gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan
jasmani dan mental.
3) Guided response (gerakan terbimbing)
Gerakan terbimbing mencakup kemampuan untuk
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang
diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam
menggerakan anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan
atau diperdengarkan.
Gerakan yang terbiasa mencakup kemampuan untuk
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena
sudah dilatih secukupnya, tanpa memerhatikan lagi contoh yang
diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakan anggota
tubuh/ bagian tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat.
5) Complex response (gerakan yang kompleks)
Gerakan yang kompleks mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa
komponen, dengan lancar, tepat, dan efisien. Adanya kemampuan
ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan
menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu
keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
6) Adjustment (penyesuaian pada gerakan)
Penyesuaian pada gerakan mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan
kondisi detempat atau dengan menunjukkan suatu taraf
keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
7) Creativity (kreativitas)
Kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka
pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan
inisiatif sendiri. Hanya sosok orang yang berketerampilan tinggi
dan berani berfikir kreatif, akan mampu mencapai tingkat
Klasifikasi ini mengandung suatu urutan dalam taraf keterampilan dan
pada umumnya cenderung mengikuti urutan dari fase dalam proses belajar
motorik.
B.Kerangka Teori
Motivasi
Hasil Belajar
Bagan 2.1 Kerangka Teori
C.Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
D.Hipotesis
Ada hubungan antara motivasi belajar dengan hasil belajar pada mahasiswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E.Landasan teori
4. Belajar
a. Pengertian Belajar
Proses belajar adalah suatu proses dimana seseorang merenungkan,
mengingat atau berusaha menjadi lebih baik atas kesadaran diri sendiri,
sedangkan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan
berbagai komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen
tersebut antara lain guru, siswa, materi, media, suasana pembelajaran, dan
sebagainya (Asrori, 2008).
Menurut Suprihatiningrum (2013), Belajar merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan
tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun
yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan)
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa
belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasil kanperubahan dalam
pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai- nilai, dan sikap.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi entah teks,
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan (Suparno, 2012).
Menurut Sugiharto dkk (2007) belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan
Yussen (1994) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative
permanen karena adanya pengalaman.
Menurut Hamalik (2003), pembelajaran merupakan suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Beliau juga mengemukakan bahwa ada
tiga pengertian pembelajaran berdasarkan teori belajar, yaitu : (1)
pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan
kondisi belajar para peserta didik; (2) pembelajaran adalah upaya
mempersiapkan anak didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik;
dan (3) pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
menkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk lebih memahami dan
menjadi lebih ahli, sedangkan pembelajaran merupakan proses atau cara
yang dilakukan guru, siswa, dan komponen pembelajaran lainnya untuk
pemahaman materi ajar. Sedangkan siswa dituntut untuk memiliki sikap
kemandirian belajar yang tinggi dan aktif.
Menurut Slameto (2010) setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh
ciri-ciri perubahan yang spesifik antara lain seperti dikemukakan berikut
ini.
7) Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari
terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah
terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
8) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.
9) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan itu diperoleh.
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha orang bersangkutan.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap
atau permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan
piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan
terus dimiliki bahkan akan terus berkembang kalau terus dilatih atau
dipergunakan.
11)Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
12)Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan dan sebagainya.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar
Menurut Slameto (2010), ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
4) Faktor intern : faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Terdiri dari tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan.
Faktor psikologis meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kemandirian belajar, kematangan dan kesiapan.
5) Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor ekstern
dapat dikelompokan menjadi tiga faktor yaitu : faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
Faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, tugas rumah.
6) Faktor masyarakat meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat, media,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
5. Motivasi
e. Pengertian Motivasi
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat diartikan sebagai suatu
kondisi intern (kesiapsiagaan). Maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif, aktif pada saat-saat tertentu untuk
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang
ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai
tujuan (Oemar Hamalik, 1992).
f. Kebutuhan dan Teori tentang Motivasi
Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution, manusia hidup
dengan memilikki berbagai kebutuhan (Sardiman, 2012):
5) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi anak, karena perbuatan sendiri itu
mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi
orangtua yang memaksa anak untuk diam di rumah saja adalah
bertentangan dengan hakikat anak. Activities in it self is a pleasure. Hal
ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan
atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
6) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk
banyak berbuat sesuatu demi kesenangan oranglain. Harga diri seseorang
dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada
oranglain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan
kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
itu rela bekerja atau para siswa itu rajin/ rela belajar apabila diberi
motivasi untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang
disukainya.
7) Kebutuhan untuk mencapai hasil
Suatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik, kalau
disertai dengan “pujian”. Aspek “pujian” ini merupakan dorongan bagi
seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekerjaan
atau usaha belajar itu tidak dihiraukan oranglain/ guru atau orang tua
misalnya, boleh jadi kegiatan anak menjadi berkurang. Anak-anak harus
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil
yang optimal, sehingga ada “sense of succes”. Pujian atau reinforcement ini harus selalu dikaitkan dengan prestasi yang baik.
8) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan dan hambatan, mungkin cacat, mungkin
menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk
mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga
tercapai kelebihan/ keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap anak
terhadap kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak bergantung pada
keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan
motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi
tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar
Teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal kebutuhan
(Sardiman, 2012), yaitu:
e) Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat,
dan sebagainya.
f) Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari
rasa takut dan kecemasan.
g) Kebutuhan akan cinta dan kasih: kasih, rasa diterima dalam suatu
masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok).
h) Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan
bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial,
pembentukan pribadi.
Teori-teori tentang motivasi (Sardiman, 2012):
4) Teori insting
Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti
tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait
dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap
adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini
adalah Mc. Dougall.
5) Teori fisiologis
Teori ini juga disebutnya “Behaviour theories”. Menurut teori ini semua tindakan manusia berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan
sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makanan, minuman,
udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang.
Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk
mempertahankan hidup, struggle for survival.
6) Teori psikoanalitik
Teori ini mirip denga teori insting, tetapi lebih ditekankan pada
unsur-unsur kejiwaa yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan
manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh
dari teori ini adalah Freud.
g. Macam-macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang
aktif itu sangat bervariasi (Sardiman, 2012), yaitu:
5) Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
c) Motif-motif bawaan
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi
motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan
untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk beristirahat.
Motif ini seringkali disebut motif yang diisyaratkan secara biologis.
Arden N. Frandsen memberi istilah jenis motif Physiological drives.
d) Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai
dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif ini
seringkali disebut dengan motif yang diisyaratkan secara sosial.
Frandsen mengistilahkan dengan affiliative needs.
Disamping itu, Frandsen masih menambahkan jenis-jenis motif
berikut ini:
d) Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic, yakni menyangkut
kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri
manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis
motif ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah,
terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.
e) Self-expression
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia, yang
penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan
bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu
kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi.
Jadi dalam hal ini seseorang memilikki keinginan untuk aktualisasi
diri.
f) Self-enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan
meningkatkan kamjuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri
dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk
mencapai suatu prestasi.
6) Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodmarth dan Marquis
d) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk
minum, makan, bernafas,seksual berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat. Sesuai dengan jenis Physiological drives dari Frandsen.
e) Motif-motif darurat.Jenis motif darurat ini, antaralain: dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha,
untuk memburu. Motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.
f) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk
melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.
Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi
dunia luar secara efektif.
7) Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi
dua, yakni: motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Motivasi jasmani
seperti misalnya: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan motivasi
rohaniah adalah kemauan.
8) Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
c) Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai
contoh adalah seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang
menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku
untuk dibacanya.
Perilaku yang disebabkan atau muncul tanpa perlu adanya
ganjaran atas perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak
melakukannya. Motif yang demikian biasanya disebut motif intrinsik.
(Uno B Hamzah, 2012)
d) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh adalah seorang itu
belajar,karena tahu besok pagi akan ujian dengan harapan
mendapatlan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau
temannya.
Perilaku individu yang hanya muncul karena adanya hukuman
atau tidak muncul karena ada hukuman. Motif yang menyebabkan
perilaku itu, seakan-akan dari luar (ganjaran atau hukuman). Motif
semacam itu disebut motif ekstrinsik. (Uno B Hamzah, 2012)
h. Fungsi Motivasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak itu
sebenarnya dilatarbelakangi pleh sesuatu atau yang secara umum dinamakan
kegiatan/ pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi
motivasi (Sardiman, 2012):
3) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
4) Menentukan arah perbuatan. Motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya yang
hendak dicapai.
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Menurut Sardiman (2001) indikator motivasi belajar adalah sebagai
berikut:
g. Tekun menghadapi tugas.
h. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)
i. Menunjukkan minat.
j. Lebih senang bekerja mandiri.
k. Cepat bosan pada tugas – tugas rutin l. Dapat mempertahankan pendapatnya.
6. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011) dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada
beberapa macam, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian
diagnostic, penilaian selektif, dan penilaian penempatan.
Penilaian yang dilaksanankan pada akhir program belajar mengajar untuk
melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan
demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar.
Dengan penialaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program
pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
g. Penilaian Sumatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur
wulan, UAS, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang
dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan- tujuan kurikuler
dikuasai para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan
kepada proses.
h. Penilaian Diagnostik
Penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan- kelemahan siswa serta
faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan
bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), menemukan
kasus- kasus, dll. Soal- soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis
kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa.
i. Penilaian Selektif
Penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan
masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
j. Penilaian Penempatan
Penilaian yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang
diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.
Dengan perkataan lain, penilaian ini berorientasi kepada kesiapan siswa
untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan
kemampuan siswa.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004) faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
c. Faktor internal
4) Faktor jasmaniah (fisiologis, baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh).
5) Faktor psikologi, terdiri atas :
c) Faktor intelektif : Faktor potensial, yaitu kecerdasan dan
bakat. Faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang telah
dimiliki.
d) Faktor non-intelektif yaitu unsur kepribadian tertentu seperti
sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan
lain-lain.
6) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
d. Yang tergolong faktor eksternal adalah :
5) Faktor sosial yang terdiri atas : Lingkungan keluarga, Lingkungan
sekolah/kampus, masyarakat, dan kelompok.
6) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi
7) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar
dan iklim.
8) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan
Penilaian hasil belajar di perguruan tinggi dilakukan secara berkala
yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen.
Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian akhir
semester, ujian akhir program studi, ujian skripsi, ujian tesis, dan ujian
disertasi. Penilaian hasil belajar dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E
yang masing- masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0 (Kepmen, 2000).
Penilaian pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasar
indikator, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah : 1)
penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi, 2) penilaian
menggunakan acuan kriteria, berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran, 3) hasil penilaian dianalisis untuk
menentukan tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran, program
remidi atau pengayaan (BSNP, 2007).
Hasil belajar menurut Gagne & Briggs adalah
kemampuan-kemampuan yang dimilikki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat
diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance). Dalam dunia
pendidikan, terdapat bermacam-macam tipe hasil belajar yang telah
dikemukakan oleh para ahli antaralain mengemukakan lima tipe hasil belajar,
yaitu: intellectual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill,
Reigeluth (1983) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran
dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari
metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Secara spesifik
bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan
sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar
selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja)
(Suprihatiningrum, 2013).
Ada beberapa aspek dalam hasil belajar, yaitu :
Menurut Uno (2006), tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada
salah satu kawasan dari taksonomi pembelajaran. Krathwohl, Bloom, &
Masia (1973) memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni
kawasan kognitif, kawasan afektif dan kawasan psikomotorik.
Sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran, hasil belajar dibedakan
dalam tiga aspek, yaitu (Suprihatiningrum, 2013):
d. Aspek Kognitif
Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan
berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan
komperehensif, aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan evaluatif.
Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran
berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan
sampai tingkat yang lebih tinggi, yakni evaluasi (Suprihatiningrum,
Anderson & Krathwohl (1973)membedakan aspek kognitif dalam
dua dimensi, yaitu the knowledge (dimensi pengetahuan) dan the
cognitive process dimension (dimensi proses kognitif).
6) The Knowledge Dimension (Dimensi Pengetahuan)
d) Factual knowledge (pengetahuan fakta)
e) Knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah)
f) Knowledge of specific details and elements (pengetahuan tentang
unsur-unsur khusus dan detail)
7) Conceptual knowledge (pengetahuan tentang konsep)
a. Knowledge of classifications and categories (pengetahuan tentang
penggolongan dan kategori)
b. Knowledge of principles and generalizations (pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi)
c. Knowledge of theories, model, and structure (pengetahuan tentag
teori, model, dan struktur)
8) Procedural knowledge (pengetahuan tentang prosedur)
d) Knowledge of subject-specific skills and algorithms (pengetahuan
tentang subjek keterampilan khusus dan algoritma)
e) Knowledge of subject-specific techniques and methods
(pengetahuan tentang subjek teknik dan metode khusus)
f) Knowledge of criteria for determining when to use appropriate
procedures (pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan
9) Metacognitive knowledge (pengetahuan metakognitif)
d) Strategic knowledge (pengetahuan tentang strategi)
e) Knowledge about cognitive tasks, including appropriate contextual
and conditional knowledge (pengetahuan tentang tugas kognitif
termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional yang sesuai)
f) Self-knowledge (pengetahuan pribadi)
10) The Cognitive Process Dimension (Dimensi Proses Kognitif)
a) Remember (mengingat)
b) Understand (memahami)
c) Apply (menerapkan)
d) Analyze (menganalisis)
e) Evaluate (mengevaluasi)
f) Create (menciptakan)
e. Aspek Afektif
Menurut Uno (2006), ada lima tingkat afeksi dari yang paling
sederhana ke yang kompleks, yaitu kemauan menerima, kemauan
menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, serta ketekunan dan
ketelitian. Kemauan menerima merupakan keinginan untuk
memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu. Kemauan
menanggapi merupakan kegiatan yang merujuk pada partisipasi aktif
dalam kegiatan tertentu. Berkeyakinan berkenaan dengan kemauan
menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Penerapan berkarya
berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi.
Ketekunan dan ketelitian yaitu individu yang sudah memilikki sistem
nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang
dipegangnya.
Menurut Depdiknas (2007), aspek afektif yang bisa dinilai di
sekolah, yaitu sikap, minat, nilai, dan konsep diri, yang akan dijabarkan
sebagai berikut:
5) Sikap
Sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek,
bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran.
6) Minat
Minat bertujuan umtuk memperoleh informasi tentang minat siswa
terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajarn.
7) Nilai
Nilai adalah keyakinan tentang keadaan suatu objek atau kegiatan.
Nilai menjadi pengatur penting dari minat, sikap, dan kepuasan.
8) Konsep Diri
Konsep diri digunakan untuk menentukan jenjang karier siswa,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
maka bisa dipilih alternatif karier yang tepat bagi diri siswa.
Winkel (2007) mengemukakan salah satu ciri belajar afektif
alam perasaan, entah objek tersebut berupa orang, benda atau kejadian/
peristiwa, ciri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan
perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.
Menurut Krathwohl, Bloom, & Masia (1973), tingkat afektif ini
ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks, yaitu:
6) Receiving (penerimaan)
Penerimaan mencakup kepekaan adanya suatu perangsang
dan kesediaan untuk memerhatikan rangsangan tersebut. Namun
perhatian itu amsih pasif.
7) Responding (partisipasi)
Partisipasi mencakup kerelaan untuk memerhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan tersebut
dinyatakan dalam memberikan suatu refleksi terhadap rangsangan
yang disajikan.
8) Valuing (penilaian/ penentuan sikap)
Penilaian/ penentuan sikap mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian tersebut. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima,
menolak, atau mengabaikan. Sikap itu dinyatakan dalam
tingkahlaku yang sesuai dan konsisten dengan sikap dan batin.
Kemampuan tersebut dinyatakan dalam suatu perkataan atau