BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat kini sangat erat kaitannya dengan media massa. Seiring
dengan perkembangan zaman kita berada dalam generasi era digital,
perkembangan teknologi terus menerus mempengaruhi kehidupan manusia.
Demikian halnya dengan bidang komunikasi. Orang-orang kini beralih ke
media siber yang dirasa lebih cepat dan lebih praktis. Segala informasi
mampu diakses dengan mudah melalui portal berita via media siber. Surat
kabar digital atau portal berita siber ini mampu diakses menggunakan
komputer ataupun ponsel cerdas. Kini membaca pun menjadi mudah karena
dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja yang
membutuhkannya.
Tak mau kalah dengan surat kabar cetak, surat kabar digital ini
dilengkapi dengan fasilitas seperti desain lay out web yang menarik, gambar ilustrasi, video peristiwa, foto, iklan serta suara. Informasi pun semakin
mudah sampai pada pembacanya. Informasi yang ditampilkan diperbaharui
setiap detik, menit bahkan jam sehingga berita atau informasi selalu segar dan
terbaru. Informasi yang lengkap, adanya akses berita terkait serta
artikel-artikel ringan yang disajikan mampu memperluas wawasan tanpa batas bagi
pembaca.
untuk media cetak. Portal berita mampu menghasilkan ratusan item berita per harinya.
Surat kabar digital memiliki kaidah yang sama dengan surat kabar
cetak dalam menjalankan kode etik jurnalistik. Dewan Pers pun telah
menghimbau agar para wartawan siber mampu memenuhi standar kaidah
jurnalistik dan kode etik jurnalistik. Seperti disampaikan anggota Dewan Pers
Yosep Stanley Adi Prasetyo, Rabu (20/1/2016), Dewan Pers mencatat media
yang memenuhi syarat perusahaan total seluruhnya berjumlah 1.771. "Di
zaman Orba, SIUP sebanyak 180 saja. Menjelang pemilu '99 berkembang jadi
1.600 media. Setelah pemilu berguguran. Akibat tragedi Orba, media di bredel
dan tidak boleh dibaca oleh masyarakat lagi. Kini hanya sekitar ada 900 media
yang bertahan hidup," ujarnya. Stanley mencatat adanya peningkatan jumlah
media siber. Saat ini ada sekitar 2.000 media siber. Tetapi, menurutnya yang
sesuai dengan kaidah jurnalistik dan mempunyai kelayakan sebagai
perusahaan hanya sekitar 211 media.1
Salah satu nggota Dewan Pers, Nezar Patria, menyatakan
perkembangan media siber yang sedang tumbuh pesat tak diimbangi dengan
kepatuhan pada kode etik jurnalistik. Ia menyebut sebanyak 30%
media siber di Indonesia mempraktekkan jurnalisme tanpa akurasi dan
melanggar kode etik jurnalistik. “Adapun 70% lainnya sudah mematuhi kode etik,” kata Nezar Patria dalam diskusi di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, Semarang, Sabtu, 30 Mei 2015.2
1
http://news.detik.com/berita/3122996/dewan-pers-ada-2000-media-siber-hanya-211-yang-sesuai-kaidah-jurnalistik diakses pada 6 Maret 2016, 13:56
2
Nezar menyatakan 30% media siber didirikan terkadang bukan dengan
niat untuk kerja jurnalistik dan kepentingan publik. Sebaliknya, ada banyak
orang mendirikan media siber dengan tujuan kepentingan politik, ekonomi,
kekuasaan, hingga tujuan untuk melakukan pemerasan. Menurut Nezar,
bisnis media memiliki keuntungan sedikit dibandingkan dengan bisnis-bisnis
di sektor lain, seperti migas, pertambangan, infrastruktur, energi, maupun
tekstil. Tetapi, media memiliki posisi sangat strategis maka banyak pengusaha
tetap bermain di bisnis media untuk kepentingan tertentu.
Data di Dewan Pers menunjukkan pada tiga tahun lalu media yang
diadukan ke Dewan Pers selama setahun sebanyak 470 media. Sebanyak 90
kasus (19,15%) terjadi di media siber. Adapun dua tahun lalu, media yang
diadukan ke Dewan Pers meningkat menjadi 763 media. Sebanyak 193 (25%)
di antaranya adalah media siber. Selain itu, Ketua Komisi Pengaduan
Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan,
jumlah pengaduan terkait pers dari seluruh Indonesia yang masuk ke Dewan
Pers sepanjang 2012 mencapai lebih dari 500 kasus. Dari jumlah itu, 328 di
antaranya merupakan kasus dari media cetak dan 98 (19,6%) pengaduan
terkait media siber alias media siber.
“Dari pengaduan yang terkait media siber, 76% adalah pelanggaran kode etik jurnalistik,” kata Agus dalam seminar bertema "Media siber : Pertumbuhan Pengakses, Bisnis, dan Problem Etika" yang digelar Aliansi
Jurnalis Independen Jakarta, AJI Indonesia, dan Ford Foundation di Hotel
Morrissey, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2013.3
Menurut Agus, ada enam jenis pelanggaran kode etik jurnalistik yang
dilakukan oleh media siber yang diadukan ke Dewan Pers. Salah satu jenis
3
pelanggaran kode etik jurnalistik adalah media siber tidak menguji informasi
atau melakukan konfirmasi sebanyak 30 kasus. Pelanggaran ini terjadi karena
media siber mengutamakan kecepatan tanpa dibarengi dengan verifikasi. “Dilema kecepatan menimbulkan kesalahan pemberitaan,” ujarnya.
Menurut Agus, media digital atau siber memang memiliki sejumlah
keunggulan, seperti kecepatan, interaktivitas, prinsip partisipatori dan
emansipasi publik, dan ruang media sebagai ruang publik deliberatif. Tapi,
prinsip jurnalisme siber tidak berbeda dengan prinsip jurnalisme cetak atau elektronik. ”Jurnalisme siber masih merupakan jurnalisme yang mengedepankan verifikasi,” katanya. Artinya, kata dia, etika jurnalistik seharusnya tetap menjadi pegangan bagi wartawan media siber.4
Wartawan adalah sumber utama dalam mencari informasi dan
kebenaran sehingga wartawan harus berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik
yang telah dibuat dan ditetapkan oleh dewan pers. Wartawan pun dapat
melakukan kegiatan jurnalistik dengan praktek penerapan Kode Etik
Jurnalistik secara nyata dalam sebuah lembaga khususnya media di Indonesia.
Keuntungan yang didapatkan oleh para wartawan ialah ketersediaan informasi
secara utuh untuk melengkapi berita yang akan mereka unggah ke surat kabar
digital.
Jurnalis atau wartawan adalah kaum profesional layaknya dokter,
guru, pegawai negeri dan sebagainya. Wartawan pun akan terikat dengan
seperangkat pedoman kode etik jurnalistik dalam melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan keahlian dan profesinya. Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999
tentang Pers menyatakan "Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik
4
Jurnalistik". Dalam penjelasan disebutkan, Kode Etik Jurnalistik adalah Kode
Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Wartawan siber hadir seiring dengan kemajuan teknologi, wartawan
siber merupakan generasi ketiga setelah jurnalis cetak dan elektronik. Profesi
wartawan siber menggabungkan keseluruhan karya jurnalistik yaitu Teks,
gambar, ilustrasi, video, dan audio (multimedia). Wartawan siber diharapkan
mampu menyesuaikan dengan kode etik jurnalistik dalam setiap karya
jurnalistiknya. Kode etik jurnalistik yang ada berlaku bagi seluruh jurnalis
atau wartawan di berbagai media, terutama portal berita yang ada dibawah
naungan media cetak, contohnya SuaraMerdeka.com .
Keunggulan pada portal berita SuaraMerdeka.com ialah konten yang
disajikan sudah mengikuti teknik penulisan pada website. Sebuah portal berita
yang dimiliki oleh media cetak mampu melakukan hal yang professional pula
di media sibernya, Desain web beritanya jauh lebih tertata rapi. Tampilan
iklan juga tidak terlalu ramai. Kelengkapan berita yang diunggah sudah
dilengkapi dengan berbagai sarana multimedia yang terkait. Kolom komentar
disediakan untuk siapa saja yang ingin menyampaikan opininya kepada
sesama pembaca berita. Artikel yang disuguhkan dibantu dengan media sosial
penunjang seperti Facebook, twitter, instagram dan sebagainya.
Kategori-kategori rubrik berita juga sudah ditata untuk memudahkan para pembaca
berita via siber. Kelengkapan berita yang diunggah sudah dilengkapi dengan
berbagai sarana multimedia yang terkait. Kolom komentar disediakan untuk
siapa saja yang ingin menyampaikan opininya kepada sesama pembaca berita.
Laporan utama wartawan siber adalah berita yang dipilih secara
sengaja dengan ide dan fakta yang ada di lapangan lalu dibawa ke meja
redaksi sebelum diunggah ke dunia maya. Perancangan kegiatan jurnalistik
yang dilakukan seorang wartawan sangat menentukan opini masyarakat.
Wartawan siber pun diharapkan mampu membuat karya jurnalistik dengan
Wartawan siber mengikuti alur wartawan cetak Suara Merdeka,
mereka telah dianggap mampu menjalankan kode etik yang selaras dengan
media cetak. Namun, para wartawan apakah sudah memenuhi pedoman
profesinya? Apakah sudah ada tim screening yang mampu memastikan karya jurnalistik para wartawan siber telah lolos atau siap terbit di dunia maya? Tak
dapat dipungkiri, kecepatan akses sangat merentankan kebenaran atau fakta
dari sebuah berita. Kecepatan unggahan karya jurnalistik menjadikan
informasi rentan akan kesalahan informasi, tidak akurat, tidak berimbang
bahkan melakukan pelanggaran kode etik profesi wartawan. Hal ini amat
penting dilakukan oleh sebuah portal berita siber, mengawasi kinerja
wartawannya dalam pengambilan ide dan peristiwa yang patut diketahui
masyarakat.
Contoh kasus yang membuktikan terjadinya pelanggaran Kode Etik
Jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan media siber portal berita adalah
Merdeka.com. Merdeka.com memberitakan mengenai dua mahasiswa
Universitas Negeri Makassar (UNM) yang tewas saat tawuran antara fakultas
teknik melawan fakultas bahasa dan seni. Tertulis bahwa Ratusan anak
Fakultas Teknik menyerang Fakultas Bahasa dan Desain. Setelah memukul,
mundurlah mahasiswa bahasa, anak- anak fakultas teknik membakar fasilitas
kampus, mereka merusak ruang kuliah, Kaca dan pintu dilempari hingga
rusak. Tak cuma itu, tempat pegelaran anak bahasa dan kantin pun dibakar.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 Oktober 2012 pukul 14.00 WITA tadi.
Dua kubu membawa aneka senjata tajam, dari mulai pedang hingga busur dan
anak panah. Penyebab tawuran ini sebenarnya sepele. Hanya karena
senggolan motor. ”Sebelum bentrok, ada dua mahasiswa parkir motor. Mungkin karena terlalu maju ada senggolan motor,” kata seorang dosen yang enggan disebut namanya, Korban luka dibawa ke RS Haji Makassar. Di
Berita yang diterbitkan oleh media siber Merdeka.com tidak
menghasilkan berita yang akurat karena didalam berita tersebut terdapat
beberapa informasi yang salah, didalam berita tersebut dikatakan bahwa “tawuran fakultas teknik melawan fakultas bahasa dan seni” padahal kenyataanya tawuran tesebut melibatkan fakultas teknik melawan fakultas
seni dan desain.5 Kesalahan tersebut juga terlihat pada penggunaan
nama fakultas seperti “fakultas bahasa dan seni”, “Fakultas Bahasa dan Desain” padahal di Univesitas Negeri Makassar tidak ada nama fakultas yang seperti itu, yang ada adalah Fakultas Bahasa dan Sastra serta Fakultas Seni
dan Desain.
Pemberitaan yang tidak berimbang dan melanggar kode etik jurnalistik
ini juga cenderung menyudutkan mahasiswa Makassar sehingga
menimbulkan persepsi negatif di masyarakat Indonesia, padahal
mahasiswa Makassar tidak seburuk pemberitaan di media. Permasalahan
tesebut tentunya tidak boleh terus dibiarkan karena akan berdampak buruk
terhadap citra mahasiswa Makassar Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu, Dewan
pers Indonesia sebagai lembaga independen yang berfungsi untuk
mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik diharapkan dapat mengusut
kasus pelanggaran kode etik jurnalistik tersebut sampai tuntas sesuai
dengan prosedur yang berlaku serta memberikan rekomendasi kepada
perusahaan pers yang bersangkutan agar melakukan koreksi atau ralat atas
informasi yang telah disebarkan dan juga menyampaikan permintaan maaf
secara terbuka.
5
.
Relevansi teoritis dan praktis pada penerapan kode etik jurnalistik
dapat ditemukan. Kasus tersebut tidak hanya melanggar pedoman media
siber melainkan juga melanggar kode etik jurnalistik diantaranya :
- Pasal 1 yang berbunyi, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk
dalam berita tersebut bukan merupakan kebakaran yang terjadi di
Universitas Negeri Makassar melainkan kebakaran yang terjadi di
tempat lain.
- Pasal 3 yang berbunyi, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pihak
Merdeka.com tidak melakukan check dan recheck tentang kebenaran informasi yang di beritakan, hal itu terbukti dari adanya kesalahan
informasi yang dimuat pada berita seperti pihak yang telibat dalam
tawuran dan penggunaan nama yang salah.
Dari contoh kasus tersebut mekanisme penyelesaian permasalahan
akibat pemberitaan pers atau media siber adalah dengan cara
1. Pertama-tama dengan menggunakan pemenuhan secara sempurna
pelayanan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Hal ini dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang secara langsung kepada redaksi yang dalam hal ini
mewakili perusahaan pers sebagai penanggungjawab bidang redaksi wajib
melayaninya.
2. Orang atau sekelompok orang yang merasa dirugikan nama baiknya akibat
pemberitaan itu harus memberikan data atau fakta yang dimaksudkan
sebagai bukti bantahan atau sanggahan pemberitaan itu tidak benar.
3. Selain itu, pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dapat dilakukan juga
ke Dewan Pers.
4. Dan pihak yang dirugikan oleh pemberitaan pers tetap punya hak untuk
mengajukan masalahnya ke pengadilan, secara perdata atau pidana.
Kode Etik Jurnalistik atau Kannos of Journalism sebagai pedoman wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika
profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas
yang memiliki kompetensi di bidang jurnalisme dalam kesadaran etik,
penguasaan pengetahuan, dan keterampilan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah yang dapat dibentuk oleh peneliti adalah
Bagaimana praktik penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam kegiatan jurnalistik
yang dilakukan oleh Wartawan Siber di SuaraMerdeka.com ?
1.3. Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan praktik penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam kegiatan
jurnalistik yang dilakukan oleh Wartawan Siber di SuaraMerdeka.com .
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis :
Mempelajari secara mendalam pedoman anggota profesi wartawan
tentang prinsip profesionalitas yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
1.4.2 Manfaat Praktis :
Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak
dan bervariasi. Sehingga, saat melakukan aktivitas berkaitan
jurnalistik para wartawan mampu mengamalkan kode etik
jurnalistik yang telah ditetapkan.
1.5. Definisi Konsep
Penelitian berjudul “Praktik Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Siber di SuaraMerdeka.com ”
2) Kode Etik Jurnalistik : Suatu himpunan ketentuan yang merupakan
pedoman bagi setiap wartawan dalam melaksanakan peran dan
pekerjaannya di bidang jurnalistik.
3) Wartawan Siber : Orang yang pekerjaannya mencari, mengumpulkan,
memilih, mengolah berita dan menyajikan secepatnya kepada masyarakat
luas melalui media massa, khususnya media siber.
4) SuaraMerdeka.com : Portal berita siber SuaraMerdeka.com dari kota
Semarang merupakan situs atau halaman web yang berisi mengenai
informasi berbagai jenis berita, mulai dari berita seputar aspek kehidupan