BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Insentif
Insentif merupakan salah satu kebutuhan karyawan sebagai individu yang
dapat berupa material dan non material, dan masalah kebutuhan dapat menjadi
pendorong manusia untuk bekerja atau dapat menyebabkan karyawan lebih
bersemangat dalam melakukan pekerjaan dengan mengharapkan memperoleh
imbalan balas jasa dari perusahaan tempat dimana mereka berkerja untuk
memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Insentif diberikan untuk memotivasi para
pekerjanya agar produktivitasnya kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau
sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagian dari keuntungan, terutama sekali
diberikan pada pekerja yang bekerja secara baik atau yang berprestasi. Misalnya
dalam bentuk pemberian bonus.
2.1.1. Pengertian Insentif
Besarnya balas jasa yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga karyawan
secara pasti mengetahui besarnya balas jasa/insentif yang akan diterimanya.
Insentif inilah yang akan dipergunakan karyawan beserta keluarganya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Jika balas jasa yang diterima karyawan
semakin besar berarti jabatannya semakin tinggi, dan pemenuhan kebutuhan yang
dinikmatinya semakin banyak pula. Disinilah letak pentingnya insentif bagi
Dengan demikian insentif merupakan suatu sarana motivasi yang
diberikan pemimpin kepada karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat
yang lebih tinggi untuk bekerja demi tercapainya tujuan organisasi/perusahaan.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian insentif, yaitu:
Menurut Mangkunegara (2004:89) Insentif adalah penghargaan atas dasar
prestasi kerja yang tinggi yang merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi
terhadap prestasi kerja karyawan dan kontribusi pada organisasi.
Menurut Panggabean (2004:88) Insentif adalah kompensasi yang
mengkaitkan gaji dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam
bentuk uang yang berdasarkan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui
standar yang telah ditentukan.
Menurut Hariandja (2005;265) adalah : “Insentif merupakan bentuk
pembayaran langsung yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing dan
diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan
produktivitas atau penghematan biaya”
Dari ketiga pengertian para ahli di atas terdapat kesamaan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa insentif merupakan pembayaran dalam bentuk
uang yang diberikan oleh suatu organisasi atau perusahaan kepada karyawan atas
dasar prestasi kerja yang tinggi atau pada karyawan yang bekerja melampaui
standar yang telah ditentukan. Insentif dimaksudkan untuk dapat meningkatkan
produktivitas karyawan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk
2.1.2. Jenis-Jenis Insentif
Pada dasarnya pemberian insentif adalah untuk meningkatkan kinerja pada
individu maupun kelompok antara lain:
a. Insentif Individu
Insentif Individu adalah insentif yang diberikan kepada karyawan sebagai
imbalan atas usaha dan kinerja individual. Rencana atau program individual
bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan gaji pokok bagi individu yang
dapat mencapai standar prestasi tertentu. Rencana insentif individual bisa berupa
rencana upah per potong dan rencana per jam secara langsung. Pada rencana upah
per potong untuk setiap unit barang yang akan dihasilkan terlebih dahulu berapa
yang harus dibayar. oleh karena itu pembayaran insentif individu sering kali sukar
dilakukan, karena untuk menghasilkan sebuah produk diperlukan kerjasama atau
ketergantungan dengan yang lain.
b. Insentif Kelompok
Insentif Kelompok adalah program bagi hasil dimana anggota kelompok
yang memenuhi syarat tertentu saling berbagi hasil yang diukur dari kinerja yang
diharapkan. Pembayaran insentif individu seringkali sulit dilakukan karena untuk
menghasilkan sesuatu produk dibutuhkan kerjasama atau ketergantungan dari
seseorang dengan orang lain. Oleh sebab itu insentif akan diberikan kepada
kelompok kerja apabila kinerja mereka melebihi standar yang telah ditetapkan.
Kemudian para anggotanya dibayar dengan menggunakan tiga cara, yaitu:
1) Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran
2) Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata
pembayaran yang diterima oleh kelompoknya.
2.1.3. Sistem Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Dessler (2005: 67) antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara
upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena
itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam
proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus
berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan
sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah dikalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal
diterima dalam berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya
dengan pendapatan. Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat
dimengerti dan mudah dikalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana
standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya
ditetapkan cukup masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat
artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang
lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda
Para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan
mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan
jangka panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga
mengakibatkan program insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak
manajemen untuk memandang standar sebagai suatu kontrak dengan pegawai
anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin
adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan
sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan
memperoleh suatu upah minimum yang terjamin. Jika suatu insentif yang
diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisi-kondisi
sebagai berikut:
Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap
pekerjaan lainnya. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan
tunjangan-tunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan
pendapatan variabel. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja
f. Hasil-hasil yang dapat diukur
Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah
disusun dan dipelihara secara cermat. Begitu standar produksi selesai disusun,
standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal
Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi
kesuksesannya. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana
perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok didorong.
Siagian (2007:268), menyatakan bahwa sistem insentif individual adalah:
a. Piecework
Salah satu teknik yang biasa digunakan untuk mendorong para karyawan
meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif
finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan karyawan yang dinyatakan dalam
unit produkal seperti merakit.
b. Bonus
Insentif dalam bentuk bonus diberikan pada karyawan yang mampu bekerja
melebihi dari target. Melebihi dari target produksi yang dittetapkan itu dapat
dikategorikan dalam salah satu dari tiga bentuk dibawah ini :
1) Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi dalam satu kurun waktu
tertentu,
2) Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, jika karyawan menyelesaikan
3) Ketiga, jika seorang karyawan makin mampu memproduksi barang dalam
jumlah yang semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya
untuk setiap kelebihan produk yang dihasilkannya.
c. Komisi
1) Para karyawan memperoleh gaji pokok, tapi penghasilannya dapat
bertambah dengan bonus yang diterimanya karena keberhasilan
melaksanakan tugas.
2) Karyawan memperoleh penghasilan semata-mata berupa komisi.
d. Kurva pematangan
Dalam metode ini, apabila tenaga profesional yang karena masa kerja dan
golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang
lebih tinggi lagi, maka dibuat suatu kurva prestasi kerja.
e. Insentif bagi para eksekutif
Bentuk insentif ini adalah menjual saham perusahaan kepada para manajer
sehingga para manajer tersebut akan berusaha meningkatkan prestasi kerjanya
karena apabila perusahaan berhasil maka nilai saham yang mereka miliki akan
meningkat dan dividen yang akan mereka terima kelak akan semakin besar
pula.
Menurut Siagian (2007 :272), sistem insentif kelompok adalah :
a. Rencana sistem produksi. Rencana ini biasanya bersifat jangka pendek seperti
dalam hal suatu perusahaan menghadapi persaingan ketat pada suatu kurun
waktu tertentu, para karyawan diimingi bonus jika berhasil melampui produksi
b. Rencana bagi keuntungan apabila karyawan terdorong bekerja secara produktif
karena apabila produktivitas kerja mereka berakibat pada keuntungan
perusahaan, mereka akan memperoleh penghasilan tambahan
c. Rencana pengurangan biaya. Seperti pembagian hasil penghematan yang dapat
diwujudkan oleh para karyawan. Dalam praktek diusahakan agar para
karyawan untuk mencari dan menemukan cara-cara yang dapat digunakan
untuk menghemat berbagai jenis biaya yang dikeluarkan.
2.1.4. Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai
pihak yaitu :
1. Bagi perusahaan :
a. Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar
loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan
b. Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang
ditunjukan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan
absensi
c. Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi
bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang
meningkat.
2. Bagi pegawai :
a. Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran
b. Meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga mendorong mereka
untuk berprestasi lebih baik.
2.1.5. Indikator-indikator Pemberian Insentif
Menurut Handoko (2002 : 56), beberapa cara perhitungan atau
pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif
dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan.
Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai
dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja
diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini
dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif
dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai
yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi Sumatera Utara
Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau
pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per
jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan
apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan
kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang
sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh
bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan
kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan
seperti:pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang
bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai
senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang
bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior
seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin
mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara
tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang
menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak
menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena
kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat
timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar
dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat
urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang
diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian
kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini
memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif keadilan bukanlah harus sama rata tanpa pandang
bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan
(input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif
yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah
pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu
jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang
memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output
yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para
keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima
insentif tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula
diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan
besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang
usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka
perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya
kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat
ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan
nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu
organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan
guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.
2.2. Jaminan Kesehatan
2.2.1. Pengertian Jaminan kesehatan
Jaminan kesehatan tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
peristiwaatau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja, sakit, hamil, bersalin, hari
tua dan meninggal.
Menurut Internasional Labour Organization (ILO) dalam majalah ASTEK
(1985:11) social security pada prinsipnya adalah perlindungan yang diberikan
oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagi usaha dalam menghadapi
resiko-resiko ekonomi atau berkurangnya penghasilan.
Dari pengertian diatas jelas bahwa jaminan kesehatan tenaga kerja
adalahmerupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang (aminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua), dan pelayanan
kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
2.2.2. Tujuan Pemberian Jaminan Kesehatan
Pada umumnya perusahaan yang mengadakan atau memberikan jaminan
sosial mempunyai tujuan tertentu. Tujuan dari pemberian jaminan sosial adalah:
a. Perusahaan menginginkan karyawan dapat bekerja lebih baik
b. Untuk memenuhi kebutuhan karyawan agar dapat tercapai tingkat
produktivitas yang tinggi
c. Untuk menambah kegairahan kerja dan semangat yang tinggi dari karyawan
d. Karyawan betah bekerja turn over karyawan menjadi lebih rendah
2.2.3. Karakteristik Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas (UU No. 410 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1)yaitu:
a. Prinsip asuransi sosial meliputi (UU No. 410 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19
1) Kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,
yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah
2) Kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif
3) Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima
upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak
menerima upah
4) Dikelola dengan prinsip nir-laba, artinya pengelolaan dana digunakan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan
disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan
kualitas layanan.
b. Prinsip ekuitas (UU No. 410 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19 ayat 1) yaitu
kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang
tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini
diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prosentase tertentu dari upah
bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 410 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 1)
dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu UU No.
410 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 4)).
Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No.
410 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2).
Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang
komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif),
(rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik
layanan terkendali mutu dan biaya (managed care) (UU No. 410 Tahun 2004
Pasal 22 ayat 1, 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26.)
2.3.Motivasi Kerja
2.3.1. Pengertian Motivasi
Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil - hasil
melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubungan dengan hal itu, menjadi
kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Prestasi
bawahan terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu : kemampuan dan daya
dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya
antara lain oleh pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi sedangkan daya
dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain
diluar dirinya.
Daya dorong yang ada didalam dan diluar diri seseorang sering disebut
motif. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi
karyawan agar mau bekerja sama secara produktif dan berhasil dalam
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Wayne F. Cascio seperti dikutip oleh Hasibuan (2007:96),
mendefinisikan motivasi sebagai berikut :
“Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang
untuk memuaskan kebutuhannya”. Kemudian Hasibuan (2007;95) memberikan
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama,
bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan”.
Menurut Berelson Steiner yang dikutip oleh Kartono (2008:107) dalam
bukunya “Pemimpin dan Kepemimpinan”, menyatakan bahwa:
“Motif adalah satu keadaan batiniah yang memberikan energi kepada aktivitas -
aktivitas atau menggerakannya, karena itu menjadi motivasi mengarahkan atau
menyalurkan tingkah laku pada satu tujuan”. Sedangkan pengertian Motivasi
menurut Rivai (2008:455) : “Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai -nilai
yang mempengaruhi untuk mencapai hasil yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu”.
Dari definisi - definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan atau proses mempengaruhi
karyawan untuk kemudian diarahkan pada perilaku kerja yang diinginkan
perusahaan sehingga baik tujuan karyawan maupun tujuan perusahaan dapat
tercapai secara maksimal.
2.3.2. Tujuan Motivasi
Adapun tujuan motivasi menurut Hasibuan (2007:146) antara lain sebagai
berikut:
a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
b. Meningkatkan motivasi kerja karyawan
c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan
f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan
h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Dengan demikian adanya tujuan dari pemberi motivasi ini, diharapkan
agar para karyawan dapat lebih giat lagi bekerja dan dapat bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang telah ditargetkan secara bersama-sama, demi tercapainya
tujuan.
2.3.3. Asas – asas Motivasi Kerja
Asas-asas Motivasi Menurut Hasibuan (2007:98) :
a. Asas mengikutsertakan
Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan ide -
ide, rekomendasidalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini,
bawahan merasa ikut bertanggungjawab atas tercapainya tujuan perusahaan
sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.
b. Asas komunikasi
Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan
asas komunikasi, motivasi kerja bawahan akan meningkat. Sebab semakin
banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan
perhatiannya terhadap hal tersebut. Jika seorang pemimpin secara nyata
berjanji untuk senantiasa memberikan informasi kepada bawahannya, ia akan
berkata, “Saya rasa saudara orang penting. Saya hendak memastikan bahwa
saudara mengetahui apa yang sedang terjadi”. Dengan cara ini, bawahan akan
merasa dihargai dan akan lebih giat bekerja.
c. Asas pengakuan
Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang
tepat serta wajar kepada bawahannya atas prestasi kerja yang dicapainya.
Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus
mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya. Dalam memberikan
pengakuan seperti pujian kepada bawahan hendaknya dijelaskan bahwa dia
patut menerima penghargaan itu, karena prestasi kerja atau jasa-jasa yang
telah diberikan. Pengakuan dan pujian harus diberikan dengan ikhlas
dihadapan umum supaya nilai pengakuan itu semakin besar.
d. Asas wewenang yang didelegasikan
Yang dimaksud asas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan
sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan
dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer. Dalam
pendelegasian ini, manajer harus menyakinkan bawahan bahwa karyawan
mampu dan dipercaya dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik.
mengambil keputusan sendiri bagaimana harus melakukannya.” Dengan
tindakan ini manajer menyatakan secara jelas bahwa bawahan itu cakap dan
penting. Asas ini akan memotivasi moral/gairah bekerja bawahan sehingga
semakin tinggi dan antusias.
e. Asas adil dan layak
Alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan
kelayakan” terhadap semua karyawan. Misalnya pemberian hadiah atau
hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan layak apabila dengan
masalah yang sama.
f. Asas perhatian timbal balik
Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan dengan
mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan di samping berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan.
Misalnya, manajer minta supaya karyawan meningkatkan prestasi kerjanya
sehingga perusahaan memperoleh laba yang lebih banyak. Apabila laba
semakin banyak, balas jasa mereka akan dinaikkan. Jadi ada perhatian timbal
balik untuk memenuhi keinginan semua pihak. Dengan asas motivasi ini
diharapkan prestasi kerja karyawan akan meningkat.
2.3.4. Metode Pemberian MotivasiKerja
bawah ini adalah metode motivasi kerja menurut Hasibuan (2007;100). Terdapat
dua metode motivasi, yaitu :
a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan non-materiil) yang diberikan
secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan
serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan,
tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa dan lain sebagainya.
b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran
tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan
kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, penempatan
yang tepat dan lain sebagainya. Motivasi tidak langsung ini besar
pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga
produktifitas perusahaan meningkat.
Berdasarkan metode tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam
memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang dibutuhkan oleh
para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung di dalam
pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.
Di dalam memotivasi kerja karyawan, pemimpin haruslah mengetahui
tentang sebab dan akibat dari adanya proses memotivasi kerja karyawan. Dibawah
ini adalah jenis motivasi menurut Hasibuan (2007;99), yaitu :
a. Motivasi Positif (Insentif Positive)
Dalam motivasi positif, manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas standar. Dengan
motivasi positif ini semangat bekerja karyawan akan meningkat karena pada
umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
b. Motivasi Negatif (Insentif Negative)
Dalam motivasi negatif, manajer memotivasi bawahan dengan standar,
apabila bawahan tidak dapat memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan
oleh manajer maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi
negatif ini, semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan
meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang
akan berakibat kurang baik.
Dalam praktek kedua motivasi di atas sering digunakan oleh suatu
perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat
meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah adalah kapan
motivasi positif atau motivasi negatif itu efektif merangsang gairah kerja
karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi
negatif efektif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil
dalam menerapkannya.
Model-model motivasi menurut Hasibuan (2007:100) yaitu:
a. Model Tradisional
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah
kerjanya meningkat, perlu diterapkan sistem insentif (uang atau barang)
kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin banyak produksinya
semakin besar pula balas yang berprestasi baik. Semakin banyak produksinya
semakin besar pula balas jasanya.
b. Model Hubungan Manusia
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya gairah
kerjanya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka
membuat mereka merasa berguna dan penting. Dengan memperhatikan
kebutuhan materiildan non materiil karyawan, motivasi kerjanya akan
meningkat pula.
c. Model Sumber Daya Manusia
Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor bukan
hanya uang atau barang atau keinginan akan kepuasan tetapi juga kebutuhan
akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan
cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik. Karyawan bukanlah
berprestasi baik karena merasa puas melainkan karena termotivasi oleh rasa
tanggung jawab yang lebih luas untuk membuat keputusan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
Menurut Hasibuan (2007:99), alat - alat motivasi (daya perangsang) yang
diberikan kepada bawahan dapat berupa :
a. Material Incentive
Material Incentive adalah motivasi yang bersifat materil sebagai imbalan
prestasi yang diberikan oleh karyawan. Yang termasuk material incentive
adalah yang berbentuk uang dan barang - barang.
b. Nonmaterial Incentive
Nonmaterial incentive adalah motivasi (daya perangsang) yang tidak
berbentuk materi. Yang termasuk nonmaterial adalah penempatan yang tepat,
pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang
wajar, dan sejenisnya.
2.3.8. Proses Motivasi Kerja
Hasibuan (2007:101) mengemukakan bahwa proses motivasi kerja terdiri
dari :
a. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi,
baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.
b. Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan
karyawan dan tidak hanya melihat dari susut kepentingan pimpinan atau
c. Komunikasi Efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan
bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang diperolehnya dan syarat apa
saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut dapat diperolehnya.
d. Integrasi Tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan
kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk
memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu
karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi
dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
f. Team Work
Manajer harus membentuk team workyang terkoordinasi baik yang bisa
mencapai tujuan perusahaan. Team workpenting karena dalam suatu
perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
2.4. Penelitian Terdahulu
Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui
dilakukan. Di bawah ini peneliti akan memberikan kesimpulan hasil penelitian
yang pernah dilakukan :
Tabel 2.1
Karyawan pada PT. PLN (Persero).
Analisis Regresi Berganda
Hasil dari penelitian ini adalah variable pemberian insentif berpengaruh secara signifikan terhadap variable motivasi kerja.
2
Rakhmat Hidayat (2007),
Pengaruh Jaminan Sosial dan Motivasi Terhadap Motivasi kerja karyawan di PT.
Medan Canning Industri.
Analisis Regresi Berganda
Hasil dari penelitian ini adalah variabel jaminan sosial dan motivasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel motivasi kerja karyawan
Pengaruh Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3) Dan Insentif Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Sekawan Karyatama Mandiri Sidoarjo)
Analisis Jalur
Hasil dari penelitian ini adalah variabel keselamatan,
kesehatan kerja (K3) dan insentif berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan
4
Sanda Mei Mustika (2014)
Pengaruh Insentif Finansial dan Insentif
Non Finansial Terhadap Prestasi Kerja Karyawan : Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Karyawan PT. PLN ( Persero ) Area Kudus.
Analisis Jalur
Hasil dari penelitian ini adalah variabel insentif finansial dan non finansial berpengaruh secara positif signifikan terhadap motivasi kerja dan insentif finansial, insentif non finansial dan motivasi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi kerja. Sedangkan motivasi kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi kerja.
5
2.5. Kerangka Konseptual
Insentif dan jaminan kesehatan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap motivasi kerja karyawan. Dalam setiap komponen masyarakat, baik itu
secara perorangan maupun berkelompok tentu mempunyai keinginan dan
kemauan untuk meningkatkan motivasi kerjanya, tetapi hal ini juga harus
dibarengi dengan adanya pemberian insentif dan jaminan kesehatan. Bila tidak,
maka hal ini akan menghambat motivasi kerja karyawan secara tidak langsung.
Dengan adanya insentif dan jaminan kesehatan, maka hal ini secara tidak
langsung akan dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Insentif dan
jaminan kesehatan antara lain dapat dikatakan sebagai pendorong yang secara
tidak langsung kepada karyawan bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan demi kepentingan perusahaan akan mendapatkan garansi atau balance
yang sesuai dengan hasil kerjanya.
2.5.1. Hubungan Antara Insentif dengan Motivasi Kerja
Sumber daya manusia terdapat pada setiap perusahaan merupakan sumber
daya terpenting dan diperlukan suatu penanganan yang khusus didalam
pengelolaannya, keterlibatan manusia pada suatu perusahaan tidak terlepas dari
adanya motif - motif tertentu yang akan dicapainya. Dengan bekerja manusia
mengharapkan imbalan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dan biasanya manusia akan bekerja lebih giat dan bersemangat jika
imbalan yang diterimanya lebih baik lagi.
Salah satu komponen balas jasa yang sering diberikan oleh pihak
pemberian insentif. Insentif diberikan hanya kepada karyawan yang telah
menyumbangkan prestasi kerja yang melebihi standar kerja yang ditetapkan
perusahaan. Pemberian insentif merupakan salah satu cara untuk memotivasi para
karyawan didalam usahanya untuk meningkatkan motivasikerja mereka seperti
yang diungkapkan bahwa pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberi upah
atau gaji yang berbeda tetapi bukan didasarkan pada evaluasi jabatan namun,
ditentukan karena perbedaan prestasi kerja”. Martoyo (2002 : 124), bagi mereka
yang berprestasi, perusahaan akan memberikan imbalan yang berbeda
dibandingkan dengan karyawan yang kurang berprestasi. Apabila insentif yang
diberikan kepada karyawan sudah efektif, maka reaksi dari para karyawan adalah
dengan memberikan hasil kerja yang optimal dengan kata lain motivasi kerja
karyawan meningkat.
2.5.2. Hubungan Antara Jaminan Kesehatan dengan Motivasi Kerja
Motivasi dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan manusia. Kesehatan
merupakan salah satu dari banyaknya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.
Dengan demikian kesehatan menjadi kebutuhan yang sangat penting dari individu
yang ada dalam perusahaan.
Menurut Wahab (2001 : 145), jaminan kesehatan adalah jaminan berupa
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tenaga kerja atau suami atau istri
yang sah dan anak yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan
kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan.
melaksanakan tugas dan tanggung jawab para pekerja dengan sebaik-sebaiknya
sehingga produktivitas dapat meningkat.
Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dituliskan sebelumnya,
maka dapat dilihat kerangka konseptual penelitian yang digunakan sebagai
berikut:
Sumber : Maryoto (2002), Wahab (2001), Diolah (2015) Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.6. Hipotesis
Menurut Arikunto (2005:19) “hipotesis adalah rumusan jawaban
sementara terhadap suatu masalah yang dimaksudkan sebagai tuntutan sementara
dalam penyelidikan untuk mencari jawaban yang sebenamya”.
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah,
makahipotesis dalam penelitian ini adalah “Insentif dan jaminan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT. PT.
Alfa Scorpii Medan”.
BAB III
METODE PENELITIAN Jaminan Kesehatan
(X2)
Motivasi Kerja (Y) Insentif