• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum. Pelayanan berasal dari kata layanan yang artinya kegiatan memberikan manfaat kepada orang lain. Layanan adalah setiap kegiatan atas manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun (Sinambela, 2006 : 35). Hakekat dari pelayanan publik adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat (Istianto, 2009 : 05)

Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan publik mungkin yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai penyedia pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan publik adalah pelayanan perijinan, dimana dalam hal ini kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perijinan mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah. Kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi serta penerbitan ijin menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya pungutan pajak dan retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

(2)

24 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penting dan perlunya pengembangan kinerja birokrasi pemerintah yang kompetitif seiring dengan perubahan trend globalisasi telah menjadi agenda penting bagi pemerintahan di banyak Negara. Tetapi upaya kearah tersebut masih banyak mengalami permasalahan serius, terutama menyangkut keberadaan dan penerapan sistem dan lembaga birokrasi pemerintah yang masih belum sepenuhnya mampu mengembangkan sistem yang mengikuti dinamika masyarakat dalam memperbaiki kinerja pelayanan publik.

(3)

Hakekat pelayanan perijinan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan wujud dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Setiap penyelenggaraan pelayanan perijinan harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan yang meliputi : prosedur pelayanan termasuk masalah pengaduan, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan samapi dengan penyelesaian pelayanan termasuk penyelesaian dan jawaban atas pengaduan, biaya pelayanan, tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan, produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan perizinan, masih banyak masalah yang dihadapi dalam rangka efektivitas dan pemberian kemudahan kepada masyarakat untuk memproses pelayanan perizinan tersebut. Masalah-masalah yang sering kali ditemukan antara lain adalah :

1. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyelenggaraan pelayanan perijinan dan prosedur pengurusan suatu perijinan.

(4)

3. Kurang eratnya hubungan antara penyelenggara pelayanan perijinan dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait dalam rangka mewujudkan suatu pelayanan perijinan optimal bagi masyarakat.

4. Lambatnya pendelegasian suatu perijinan yang dalam prosesnya memakan waktu yang cukup lama.

Dengan adanya masalah-masalah yang sering kali timbul dalam proses kegiatan pelayanan perizinan tentunya akan sedikit banyak menghambat proses peningkatan kualitas pelayanan dari instansi terkait. Tentunya untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan perijinan, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu selaku instansi pemerintah yang memiliki wewenang dalam mengurus masalah perijinan harus mampu dalam menciptakan suatu strategi dan kemudian mengimplementasikan strategi tersebut agar pelayanan publik yang diberikan dapat terselenggara sesuai dengan standar pelayanan perijinan yang telah ditentukan dan mampu menghasilkan suatu pelayanan perijinan dengan kualitas yang baik bagi masyarakat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Strategi

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Dalam

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan”.

B. Fokus Penelitian

(5)

mendeskripsikan mengenai implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu

(BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan?”.

D. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti. Adapun tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang strategi-strategi yang dilaksanakan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perizinan.

(6)

E. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.

F. Kerangka Teori

Menurut Masri Singarimbun, (1989 : 37) bahwa Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan – batasan tentang teori – teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Maka sebelum melakukan penelitian perlu dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Kebijakan Publik

(7)

pemerintah (Dunn, 2003 : 05). Kebijakan publik merupakan semacam jawaban terhadap suatu masalah karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah. Dapat dirumuskan pula bahwa pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi, dan kinerja kebijakan dan program publik (Kencana, 2006 : 77). Ahli-ahli ini selanjutnya memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau maksud-maksud tertentu, dan mereka yang menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Mewakili kelompok tersebut Nakamura dan Smallwood (dalam Budi, 2007 : 38) melihat kebijakan publik dalam ketiga lingkungannya yaitu :

a. Yaitu lingkungan perumusan kebijakan (Formulation) b. Lingkungan penerapan (Implementation)

c. Lingkungan penilaian (Evaluation) kebijakan.

Dapat disimpulkan bahwa bagi mereka suatu kebijakan memiliki pengertian yaitu serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Beberapa lingkungan kebijakan dalam proses kelembagaan terdiri dari lingkungan pembuatan; lingkungan implementasi dan lingkungan evaluasi.

(8)

sama lain. Thomas R. Dye (dalam Pandji, 2008 : 29) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “What ever government choose to do or not to do (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan/mendiamkan)”. Selanjutnya, Thomas R. Dye (dalam Pandji 2008 : 30) mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya. Kebijakan publik harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Hal yang tidak dilakukan pemerintah juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan. Baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan pasti terkait dengan satu tujuan sebagai komponen penting dari kebijakan.

Kaitannya dengan hal tersebut, kebijakan publik tentunya mempunyai suatu kepentingan yang bersifat publik dimana menurut E.S Quade (dalam Dunn, 2003 : 95) mengungkapkan bahwa kepentingan publik itu ternyata paling tidak sedikitnya ada tiga pandangan yaitu :

a. Pandangan rasionalis yang mengatakan kepentingan publik adalah kepentingan terbanyak dari total penduduk yang ada.

b. Pandangan idealis mengatakan kepentingan publik itu adalah hal yang luhur, sehingga tidak boleh direka-reka oleh manusia.

c. Pandangan realis memandang bahwa kepentingan publik adalah hasil kompromi dari pertarungan berbagai kelompok kepentingan.

(9)

maksudnya masyarakat masyarakat modern yang ideal adalah masyarakat yang mampu mengorganisir diri mereka sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.

2. Implementasi Kebijakan

Menurut Browne dan Wildavsky (dalam Tangkilisan dan Hessel, 2003 : 31), secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan, dimana implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok

sasaran.

Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa.

Pelaksanaan suatu kebijakan, menurut Grindle (dalam Tangkilisan dan Hessel, 2003 : 20) sangat ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan mencakup :

a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan. b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan

(10)

d. Kedudukan pembuat kebijakan. e. Siapa pelaksana program. f. Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks kebijakan mencakup :

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat. b. Karakteristik lembaga dan penguasa.

c. Kepatuhan serta daya tangkap pelaksana terhadap kebijakan. Di sini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan.

Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Syukur Abdullah (dalam Tangkilisan dan Hessel, 2003 : 33) yaitu:

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan.

b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan.

(11)

Adapun makna Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (dalam Budi, 2007 : 75), mengatakan bahwa, implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian.

Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Adapun model proses dari implementasi kebijakan terdiri dari :

a. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan b. Sumber-sumber kebijakan

c. Karakteristik badan-badan pelaksana

(12)

g. Masalah kapasitas

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Untuk lebih menjabarkan secara mendalam pembahasan mengenai implementasi maka dari itu peneliti melakukan pembatasan dalam penelitian ini dengan memilih pendekatan yang dikemukakan oleh Edwards III. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu sama lain. Keempat variabel tersebut yaitu :

a. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu

(13)

pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu:

1) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

2) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

(14)

jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber Daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

(15)

pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

(16)

c. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.

(17)

d. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang mana ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

3. Manajemen Strategi

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan kemajuan budaya, pengertian manajemen strategi semakin diperluas dan dideskripsikan secara substantif dan komprehensif oleh pakar-pakar atau ahli manajemen tidak hanya menetapkan opini dan anggapan khusus semata tapi juga guna memperjelas dan mempermudah pengertian manajemen strategis itu sendiri bagi khalayak banyak.

(18)

pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional.

Manajemen strategi berkaitan dengan proses menghasilkan suatu rencana-rencana dan kebijakan strategik sebagai perwujudan dari strategi terapan yang berfungsi untuk mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang maupun pendek. Sebagaimana proses perencanaan yang benar yaitu dengan tahap Formulasi, Implementasi dan Evaluasi berkala, dapat dijadikan alat improvisasi bagi kinerja, pencapaian dan keunggulan bersaing perusahaan. Sehingga manajemen strategi merupakan proses yang sangat penting bagi perusahaan dalam menciptakan strategi yang tepat guna dan memiliki daya ungkit bagi pencapaian tujuan perusahaan secara maksimal.

Dapat disimpulkan pula tujuan manajemen strategi sendiri adalah menganalisa dan memanfaatkan setiap sumberdaya yang ada untuk menciptakan peluang-peluang baru yang kemudian disebut sebagai strategi-strategi efektif bagi perusahaan atau organisasi demi terciptanya keunggulan bersaing, pencapaian tujuan perusahaan dan implementasi efektif kebijakan perusahaan.

Menurut David (dalam Taufiq, 2011 : 20), terdapat tiga tahap penting yang tidak dapat dilewatkan oleh perusahaan ketika akan merencanakan strategi yaitu :

a. Formulasi strategi

(19)

dipilih salah satunya untuk ditetapkan sesuai dengan kondisi perusahaan.

b. Implementasi strategi

Langkah dimana strategi yang telah melalui identifikasi ketat terkait faktor lingkungan eksternal dan internal serta penyesuaian tujuan perusahaan mulai diterapkan atau diimplementasikan dalam kebijakan-kebijakan intensif dimana setiap divisi dan fungsional perusahaan berkolaborasi dan bekerja sesuai dengan tugas dan kebijakannya masing-masing.

c. Evaluasi strategi

Tahap akhir setelah strategi diterapkan dalam praktek nyata dinilai efektifitasnya terhadap ekspektasi dan pencapaian tujuan perusahaan. Penilaian dilakukan dengan mengukur faktor-faktor atau indikator sukses yang dicapai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari strategi guna perumusan dan penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar lebih baik dan efektif.

4. Implementasi Strategi

(20)

berkontribusi baik pada perusahaan jika rumusan strateginya tidak baik. Keberadaan manajemen strategi tidak untuk mendikte tujuan, sebaliknya tujuan dan sasaran harus dipengaruhi oleh peluang yang tersedia. Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam usaha pencapaian tujuan dalam manajemen strategi, yaitu :

a. Efektif dan efesiensi Manajemen strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang di inginkan. Karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisa strategi tidak statis melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan hasilnya tidak tetap atau pasti. Sebaliknya taktik adalah tindakan nyata yang diambil oleh pelaku dan sepenuhnya berada dalam pengawasannya.

b. Keputusan manajemen strategi tidak berarti apa-apa tanpa implementasi. Strategi tergantung pada kemungkinan dan taktik yang potensial. Keputusan strategi harus dapat mencapai tujuannya.

(21)

d. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, yang diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang ada dan sejenis maupun tidak sejenis.

Untuk memulai proses implementasi para perencana strategi perlu memahami dengan jelas mengenai ketiga hal berikut :

a. Implementor (Pelaksana Strategi)

(22)

bukan berarti komitmen dari manajemen puncak tidak diperlukan. Pada sebagian mengenai pentingnya eksekusi dibawah, kita akan membahas lebih jauh mengenai perlunya dukungan puncak bila eksekusi strategi ingin berhasil.

b. Hal-hal yang Diperlukan dalam Implementasi Strategi

Untuk mengimplementasikan strategi, perusahaan memerlukan rumusan program, anggaran yang akan membiayai pelaksanaan program, dan prosedur untuk memastikan program berjalam seperti yang diharapkan.

1) Program

Pertama program harus terkait dengan rumusan strategi yang sudah dibuat. Kemudian sedapat mungkin bersifat action-oriented. Karena itu, didalam dokumen program kerja dianjurkan menuliskan item programnya dengan kata kerja. Rumusan strategi pengimplementasiannya dengan “mengunjungi”. Karena “mengunjungi” merupakan rencan tindak (action-plan) bagi si manajer. Dalam formulir rencana kerja rumusannya menggunakan rencana kerja serta indikator pencapaian dari rencana tindak atau out come yang ingin dicapai dinyatakan dalam bentuk kuantitatif serta menyatakan hasil yang diharapkan. Dalam banyak format juga menyertakan anggaran yang diperlukan serta pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian program. Dengan seperti ini pihak yang menyelenggarakan bisa mengukur sendiri pencapaiannya dan hal ini juga dapat memudahkan para atasan menajer memantau proses pencapaian rencana aksinya.

2) Anggaran

(23)

anggaran yang ditetapakn tidak dapat direalisasikan. Biasanya terjadi karena : pertama, dalam menyusun program, manajer tidak realistis dengan situasi perusahaannya. Kedua, karena perencanaan arus kas perusahaan meleset dari dugaan sebelumnya sehingga program kerja tertentu yang memerlukan pendanaan juga harus digeser pelaksanaannya.

Untuk membuat srategi bisnis efektif, maka ia hatrus ditopng oleh penganggaran yang baik pula. Karena, strategi adalah keputusan strategic perusahaan tentang bagaimana cara kita mencapai apa yang menjadi sasaran. Dari sisi pengaanggaran, bagaimana keakuratan serta kecepatan memprediksi menjadi penting dlam hal ini. Manfaat dari pengintegrasian antara lain:

a) Dengan pengintegrasian, visi, target, serta pengeksekusian strategi terjadi secara menyeluruh, tidak terpisah-pisah

b) Respon yang lebih cepat terhadap situsi pasar dan bisnis, dan lebih akurat dalam membuat perkiraan, termasuk proyeksi pemasukan.

c) Sasaran ukuran atas kinerja menjadi lebih jelas.

d) Dalam melakukan analisis, karena didukung oleh data yang falid dan akurat, analisisnya juga menjadi lebih akurat.

e) Memberikan wawasan bagi setiap level dan bagian yang melaksanakan implementasi strategi, terutama untuk hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor yang berkontribusi atas biaya dan pendapatan.

(24)

Jika perusahaan memanfaatkan yang seperti diatas, secara manual sudahtidak sesuai lagi atau kurang memadai. Maka perusahaan harus didukung oleh perangkat teknologi serta sistem yang lebih canggih. Dengan ini, memungkinkan perencanaan dan anggaran setiap level, dari yang atas hingga ke bawah bisa saling difahami oleh setiap depertemen, serta bisa saling beradaptasi dan berkoordinasi atas anggaran rencana dan anggaran yang dibuat.

3) Prosedur

Dalam banyak kasus, pembuatan prosedur ini tidaklah selalu dibuat setelah progam kerja dan anggaran diselesaikan, karena prosedur sebelumnya bisa saja sudah ada. Prosedur ini adalah urutan-urutan aktifitas yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan sebuah bagian pekerjaan dalam program. Dengan adanya prosedur, maka kita dapat menjamin sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan hasilnya sesuai dengan harapan.

Pembuatan prosedur ini membutuhkan pemahaman yang baik atas proses kerja atau bisnis satu aktifitas atau kelompok aktivitas. Dengan inilah organisasi lebih menyukai mereka yang berpengalaman dalam satu bidang karena umumnya lebih bisa menggambarkan dengan baik bagaimana urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan.

(25)

prosedur dilaksanakan, tapi juga bisa menjadi bagian dari evaluasi, apakah sebuah prosedur sudah optimum mengarahkan pekrjaan tertentu.

c. Cara Pengimplementasian Strategi : Pengorganisasian

Agar semua pekerjaan dalam implementasi dapat berjalan mulus, perusahaan perlu mengorganisasi semuanya dengan tepat. Menurut Ansoff (dalam Crown, 2004 : 45), bentuk perusahaan seharusnya ditentukan dengan hakikat strategi yang dirumuskan. Jadi kalau perusahaan memilih strategi difersifikasi, atau integrasi, maka struktur organisasi juga harus turut menyesuaikan. Pembahasan bentuk organisasi terkait dengan pengimplementasian strategi, kerap juga dihubungkan dengan kemampuan organisasi untuk merespon berbagai perubahan lingkunagan. Ansoff (dalam Crown, 2004 : 45), mengusulkan bahwa kemampuan merespons penting untuk kesuksesan sebuah strategi. Menurutnya ada empet tipe utama dari respon yang dapat melayani berbagai tujuan yang berbeda dari organisasi, yaitu :

1) Operational Responsiveness, disini fokus organisasi adalah bagai mana meminimalkan biaya operasi dalam perusahaan.

2) Competitive Responsiveness, yang mengoptimalkan kemampulabaan perusahaan.

3) Innovative Responsiveness, yang mengembangkan potensi untuk dapat memperoleh laba dalam jangka pendek.

(26)

Untuk Operational Responsiveness dan Competitive Responsiveness, struktur organisasi yang diciptakan terkait dengan spesialisasi pekerjaan, pembagian kerja, skala ekonomis, serta keputusan untuk untuk melakukan santdardisasi. Sedangkan untuk Innovative Responsiveness, perusahaan dapat mengoptimalakn pengembangan produ baru dan strategi pemasaran dari unit-unit bisnisnya. Untuk Increpreneurie Responsiveness, Ansoff menganggap struktur harus ada pada kantor korporat (misalnya, kantor perusahaan holding).

5. Pelayanan Publik

Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di Indonesia dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut dipergunakan bersamaan dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertian, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat dan negara. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue

(penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujuk pada pengertian masyarakat atau umum (Juliantara, 2005 : 09).

(27)

(dalam Juliantara, 2005 : 10) Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakan dari pelayanan swasta adalah:

a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Contohnya : sertifikat, perijinan, peraturan, transportasi, ketertiban, kebersihan, dan lain sebagainya.

b. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala nasional. Contohnya : dalam hal pelayanan transportasi.

c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun kondisi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal.

d. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

(28)

mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

Secara umum, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan. Pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang tidaknyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa (Istianto, 2009 : 06).

Menurut Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik dikelompokkan dalam beberapa jenis yang didasarkan pada ciri-ciri dan sifat-sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan. Jenis-jenis pelayanan itu adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Administratif

(29)

sertifikat tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akta kelahiran/ kematian).

b. Pelayanan Barang

Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung sebagai unit atau sebagai individual dalam satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penerimanya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan listrik, pelayanan air bersih, dan pelayanan telepon.

c. Pelayanan Jasa

Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti, produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadaman kebakaran.

(30)

berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan, diantaranya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak berada pada tingkat konsep, sedangkan implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik.

Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara (dalam Atep, 2004 : 14) adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukanoleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya. Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan yaitu :

(31)

alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan. 2) Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik

Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publikyang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, sosial dan lainnya.

3) Meningkatkan mutu pelayanan

Adanya mutu pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam mutu pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

(32)

transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan.

6. Kualitas Pelayanan

(33)

a. Product Based, dimana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu fungsi yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda terhadap karakteristik produknya.

b. User Based, dimana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian pelayanan dengan yang diinginkan oleh pelanggan.

c. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga. Bagi perusahaan yang memberikan pelayanan perlu diperhatikan mutu atau kualitas yang dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Menurut Lovelock (dalam Sampara, 2000 : 28), “Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen”. Dengan demikian, kualitas merupakan faktor kunci sukses bagi suatu organisasi atau perusahaan, dimana kualitas merupakan jaminan terbaik kita atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam menghadapi persaingan asing, dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng.

(34)

Lebouf (dalam M.Nur, 2004 : 32) menyatakan bahwa “Kualitas layanan merupakan kemampuan suatu layanan yang diberikan oleh pemberi layanan dalam memenuhi keinginan penerima layanan tersebut”.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Kualitas pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan yang diberikan oleh perusahaan yang menawari jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa tergantung kualitas pelayanan yang ditawarkan. Dengan demikian organisasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, hendaknya selalu berfokus kepada pencapaian pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan diharapkan dapat diberikan untuk memenuhi pelanggan.

(35)

a. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses dan service mindedness.

b. Kualitas teknis dengan output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output.

c. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi dimata konsumen.

Selanjutnya Gronroos (dalam M.Nur, 2004 : 35) mengemukakan bahwa terdapat tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu :

a. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia layanan menyangkut profesionalisme dan ketrampilan. Konsumen menyadari bahwa penyedia layanan memiliki sistem operasi, sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah konsumen secara profesional.

b. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari :

1) Sikap dan perilaku pekerja

2) Kendalan dan sifat dapat dipercaya

(36)

c. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanannya.

Disamping itu, Fitzsimmons (dalam Sampara, 2000 : 30) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas dari pelayanan tersebut, dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :

a. Reliability (kehandalan) : kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan.

b. Responsiveness (Pertanggungjawaban) : kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

c. Assurance (Jaminan) : pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respon terhadap konsumen. d. Empathy (Empati) : kemauan pemberi layanan untuk melakukan

pendekatan, memberi perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

e. Tangibles (Terjamah) : penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

(37)

a. Aspek Sumber Daya Manusia. Kemampuan sumber daya manusia terdiri dari ketrampilan, pengetahuan dan sikap. Bila ketrampilan pengetahuan dan sikap diupayakan untuk ditingkatkan menjadi lebih profesional maka hal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan tugas, dan apabila pelaksanaan tugas dilakukan secara lebih profesional, maka akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Aspek Sarana dan Prasarana. Apabila pengelolaan atau pemanfaatan sarana dan prasarana dilakukan secara cepat, tepat dan lengkap, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pelanggan, maka hal tersebut akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

c. Aspek Prosedur yang dilaksanakan. Berkaitan dengan aspek prosedur yang dilaksanakan, kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat pelanggan dapat diciptakan bila memperhatikan dan menerapkan ketepatan, kecepatan serta kemudahan prosedur, sehingga dapat meningkatkan kuaitas pelayanan untuk menjadi prima atau lebih baik dari sebelumnya.

(38)

Dalam rangka menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan yang diharapkan perlu berdasarkan pada sistem kualitas yang memiliki katakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan, akan selau bertitik tolak kepada pelanggan, sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi keinginan pelanggan. Beberapa karakteristik kualitas pelayanan menurut Nasir (dalam Atep, 2004 : 19) sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu pelayanan.

b. Aksebilitas dan kemudahan untuk mendapatkan jasa meliputi lokasi, keterjangkauan waktu operasi (waktu pelayanan yang cukup memadai), keberadaan pegawai pada saat konsumen memerlukan jasa publik). c. Akurasi pendampingan/pelayanan jasa yang diberikan.

d. Sikap sopan santun karyawan yang memberikan pelayanan.

e. Kecukupan informasi yang diseminasikan kepada pengguna potensial. f. Kondisi dan keamanan fasilitas yang digunakan oleh konsumen.

g. Kepuasan konsumen terhadap karakteristik atau aspek-aspek tertentu dari jasa publik yang diberikan.

h. Kepuasan konsumen terhadap jasa publik secara keseluruhan.

7. Pelayanan Perijinan Terpadu

(39)

bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari pungutan-pungutan tidak resmi yang seringkali terjadi dalam proses pelayanan (Sutedi, 2011 : 168). Pembentukan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi pelayanan perijinan dan non-perijinan dalam bentuk :

a. Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan yang kurang penting. Koordinasi yang lebih baik juga akan sangat berpengaruh terhadap percepatan layanan perijinan.

b. Menekan biaya pelayanan ijin usaha, selain pengurangan tahapan, pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan.

c. Menyederhanakan persyaratan ijin usaha, dengan mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat dilakukan penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu.

(40)

ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik. Bentuk pelayanan terpadu ini bisa berbentuk kantor, dinas, ataupun badan. Dalam penyelenggaraannya, bupati/wali kota wajib melakukan penyederhanaan layanan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu, yang meliputi :

a. Pelayanan atas permohonan perijinan dan non perijinan dilakukan oleh Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu.

b. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah.

c. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah.

d. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perijinan dan non perijinan sesuai dengan urutan prosedurnya.

(41)

f. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku.

g. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan Lingkup tugas pelayanan perizinan terpadu meliputi pemberian pelayanan atas semua bentuk pelayanan perijinan dan non perijinan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota.

Selain itu pelayanan perijinan terpadu mengelola administrasi perijinan dan non perijinan dengan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan keamanan berkas. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat berarti sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memberi berbagai perijinan (licenses, permits, approvals dan clearances). Tanpa otoritas yang mampu menangani semua urusan tersebut

instansi pemerintah tidak dapat mengatur berbagai pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini instansi tersebut tidak dapat menyediakan semua bentuk perijinan yang diperlukan dalam berbagai tingkat administrasi, sehingga harus bergantung pada otoritas lain. Pelayanan perijinan terpadu dilandasi oleh asas yang menjadi prinsip utama dalam penyelenggaraannya (Sutedi, 2011 : 175) yaitu :

(42)

b. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan perijinan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

d. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

e. Efektivitas, yaitu suatu ukuran yang menunjukkan berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu penyelenggara perijinan dalam memberikan pelayanan perijinan kepada masyarakat.

f. Efisien, yaitu proses pelayanan perizinan pariwisata hanya melibatkan tahap-tahap yang penting dan melibatkan personil yang telah di tetapkan.

g. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan perijinan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

(43)

G. Defenisi Konsep

Konsep dapat diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu keadaan individu atau kelompok yang menjadi objek kajian ilmu sosial. Untuk mempermudah pemahaman di dalam meneliti objek tersebut, perlu dilakukan pendefinisian konsep. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1. Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk menangani hal-hal yang berkaitan erat dengan publik atau masyarakat. Dimana dalam keputusan tersebut juga memuat serangkaian petunjuk yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan. 2. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan berbagai rangkaian

aktivitas sebagai bentuk nyata dari suatu kebijakan dimana aktivitas tersebut melibatkan secara langsung pihak pembuat kebijakan, pihak pelaksana kebijakan (implementor), dan kelompok sasaran. Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh 4 faktor yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :

a. Komunikasi

Komunikasi yang efektif antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan kelompok sasaran akan mempermudah pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan.

b. Sumberdaya

(44)

dan fasilitas pendukung. Dimana ketiga hal tersebut akan menjaga kelancaran saat suatu kebijakan diimplementasikan.

c. Disposisi

Agar dapat berjalan dengan efektif, suatu kebijakan harus dapat diimplementasikan dengan terjalinnya hubungan yang saling mendukung antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan (implementor).

d. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi yang dimiliki oleh para pelaksana kebijakan (implementor) turut mempengaruhi kemudahan dalam proses implementasi kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan memiliki struktur birokrasi yang panjang dan rumit, maka akan mempersulit implementasi kebijakan. Dan sebaliknya, jika implementor memiliki struktur birokrasi yang pendek dan jelas, akan lebih mengefektifkan proses implementasi kebijakan.

3. Manajemen strategi adalah bentuk upaya dari suatu organisasi untuk menghasilkan rencana-rencana maupun kebijakan yang nantinya akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari organisasi itu sendiri.

4. Implementasi strategi adalah pelaksanaan berbagai rangkaian aktivitas dan pekerjaan yang berkenaan dengan strategi maupun rencana-rencana yang telah dirumuskan.

(45)

masyarakat sebagai penerima layanan yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan aturan tata kerja yang berlaku. Pelayanan publik yang diberikan dapat berupa pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa.

6. Kualitas pelayanan adalah suatu tingkat yang memberi gambaran bagi suatu pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara layanan dimana pelayanan tersebut memiliki kualitas yang baik dan sesuai dengan harapan masyarakat sebagai penerima layanan.

7. Pelayanan perijinan terpadu adalah kegiatan pelayanan di bidang jasa perijinan dan non-perijinan yang memberikan bantuan jasa bagi masyarakat dalam mengurus berbagai masalah perijinan dimana masyarakat sebagai pengguna jasa cukup datang dan bertemu dengan petugas pelayanan perijinan dan selanjutnya dokumen perijinan mulai tahap permohonan sampai tahap penerbitan ijin akan diproses di satu tempat.

H. Definisi Operasional

(46)

Adapun yang menjadi variabel implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan adalah dengan indikator sebagai berikut :

1. Komunikasi meliputi transmisi, kejelasan informasi, dan konsistensi informasi.

a. Transmisi : Penyaluran komunikasi kepada implementor tentang strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

b. Kejelasan Informasi : Pengetahuan implementor tentang tahap-tahap pelaksanaan strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

c. Konsistensi Informasi : Ketepatan dalam menyampaikan informasi mengenai strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan. 2. Struktur Birokrasi

Kejelasan dalam standar prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures) yang digunakan dalam rangka implementasi strategi

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

3. Sumberdaya

(47)

Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

b. Sumber Informasi : Kepatuhan implementor dalam proses implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

c. Fasilitas : Dana, sarana, dan prasarana yang disediakan dalam mendukung proses implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

4. Disposisi

a. Komitmen yang dimiliki implementor dalam proses implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

(48)

I. Sistematika Penulisan

Sistematika yang disusun dalam rangka memaparkan secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat diketahui secara singkat yakni sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan dan menjelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan dan menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai dalam melakukan penelitian, pengumpulan data, dan analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memaparkan tentang profil dan gambaran umum mengenai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan yang merupakan tempat dilaksanakannya penelitian ini.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

(49)

Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini akan memaparkan hasil analisis berdasarkan data yang diperoleh berkaitan dengan penelitian yang dilakukan mengenai Implementasi Strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan Komputer dan perlengkapannya guna kelancaran petugas dalam pelayanan perijinan yang tepat waktu sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada berupa 1

Prosedur pengeluaran kas pada badan pelayanan perijinan terpadu kota medan merupakan sesuatu yang penting setiap prosedur yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan baik maka

KEPALA BADAN PELAYANAN PERIIJINAN TERPADU SELAKU PENGGUNA

Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan perizinan pembuatan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) di Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu

JUDUL TUGAS AKHIR : PENGENDALIAN INTERNAL GAJI DAN UPAH PADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA MEDAN.. Medan,

Maka penulis melakukan penelitian berjudul “Self Aseesment Sistem Pelayanan Perijinan Satu Pintu Berdasarkan Framework COBIT 5 Pada Badan Pelayanan Perijinan

Tabel 22 Data Responden Berdasarkan Adanya Komunikasi Yang Terjadi Di Dalam Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan Berjalan Dengan

Apakah menurut Bapak/ibu komunikasi yang terjadi di dalam Badan?. Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan berjalan