• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN GOOD CITIZEN | Muchtarom | 11092 23294 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN GOOD CITIZEN | Muchtarom | 11092 23294 1 SM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA NEGARA

SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN

GOOD CITIZEN

1

Oleh:

Moh. Muchtarom2

Alamat E-mail : muhtarom1974@gmail.com

ABSTRAK

Untuk membentuk karakter warga negara yang baik sekolah harus memperhatikan sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif; menerapkan strategi pengembangan pendidikan karakter yang terdiri atas tiga pilar pendidikan nasional, prinsip-prinsip pengembangan, dan pengembangan proses pembelajaran; dan dapat menggunakan salah satu model yang tepat yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Pembentukan karakter warga negara berdasarkan nilai-nilai religius, cerdas, jujur, tangguh, demokratis , peduli, berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kepatuhan terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mandiri dan percaya diri

Keyword:Pendidikan Karakter, Warga negara,Good citizen

1

Artikel Pemikiran 2

(2)

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang terdapat pada tradisi dan kebudayaan yang dibangunnya. Namun, dewasa ini harta kekayaan tersebut sepertinya belum bisa secara maksimal membentuk moralitas bangsanya. Fenomena kemerosotan moral tersajikan hampir setiap hari yang dilakukan oleh kalangan alit sampai

kawula alit.

Endang Somantri menyatakan bangsa Indonesia mengalami masa-masa discontinue, unlinier, dan

unpredictable , yaitu masyarakat yang melupakan kontribusi besar yang telah diberikan oleh para pahlawan dengan kesejarahannya, mengalami pendangkalan terhadap nilai-nilai keyakinan berbangsa dan beragama, serta rendahnya kerelaan dalam menjaga keutuhan negara dan bangsa (Budimansyah & Komalasari (ed), 2011).

Ada sepuluh tanda-tanda jaman yang harus diwaspadai, karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah : (1) meningkatnya kekerasan dan perusakan di kalangan remaja, (2) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (3) membudayanya ketidakjujuran, (4) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (5) pengaruh

peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (6) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama, (7) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (8) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, (9) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, dan (10) menurunnya etos kerja (Lickona, 1991).

(3)

matang, bekerja menghasilkan karya-karya yang produktif (Borba, 2001).

Melihat kondisi seperti di atas, maka dunia pendidikan menjadi tumpuan harapan dalam memperbaiki kondisi bangsa dari keterpurukan kemanusiaan. Karena, pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia secara optimal. Adagium ini selaras dengan pandangan para ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan merupakan tindakan/ usaha menciptakan proses perubahan sosial, perkembangan pribadi, proses penyerapan, menciptakan sesuatu yang dalam pembangunan dan pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam perubahan sosial ( Thoha, 1996).

Masalah ini direspons secara positif oleh para tokoh dan hampir seluruh elemen masyarakat. Indikasinya yaitu adanya keinginan dan kesadaran yang sangat kuat untuk membangun karakter bangsa dengan gerakan sosial untuk mengembangkan pendidikan karakter. Dengan pendidikan karakter bagi warga negara diharapkan karakter tidak berhenti sebagai pengetahuan tetapi menjadi watak, jati diri, dan kebiasaan dalam kehidupan seharai-hari individu dan masyarakat.

PENDIDIKAN KARAKTER

Untuk menghadapi tantangan kehidupan ke depan, kurikulum pendidikan harus membawa pesan-pesan learning to know, learning to do,learning to be, dan learning to live togetheryang menjadi ciri utama dari kehidupan manusia di abad 21 yang berbasiskan pada nilai-nilai moral (Delors, 1996). Dengan demikian pendidikan tidak hanya sekedar

transfer of knowledge, namun yang lebih esensi adalah pendidikan juga harus menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang berperan sebagai subjek dalam pembangunan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 dengan sinyal-sinyalnya yang kuat mengarah kepada proses pendidikan karakter.

Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri (Samsuri, 2011). Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran ( inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).

(4)

memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center for Character Education). Pusat-pusat ini telah mengembangkan model, konten, pendekatan dan instrumen evaluasi pendidikan karakter. Tokoh-tokoh yang sering dikenal dalam pengembangan pendidikan karakter antara lain Howard Kirschenbaum, Thomas Lickona, dan Berkowitz. Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.

Pada hakikatnya pendidikan itu sendiri sudah mencakup tentang budi pekerti/ karakter (Dewantara, 1962). Penggunaan istilah pendidikan karakter bertujuan untuk meneguhkan dan menguatkan penanaman karakter melalui proses pendidikan. Secara umum pendidikan karakter terdiri dari beberapa faktor, diantaranya: pertama, adanya usaha untuk melakukan perubahan melalui proses pendidikan. Kedua, adanya proses perkembangan kepribadian yang melibatkan pengetahuan, perasaan atau kesadaran, dan tindakan yang melahirkan tingkah laku positif. Ketiga, adanya nilai-nilai positif yang ditanamkan kepada

peserta didik agar dapat memberikan manfaat kepada lingkungannya. Dan keempat, adanya keterpaduan pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai positif kepada peserta didik.

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat didefiniskan sebagai usaha yang disengaja dan direncanakan dengan sadar untuk melakukan edukasi secara terpadu terhadap peserta didik berdasarkan nilai-nilai yang menjadi referensi bersama di sekolah mengenai nilai-nilai jati dirinya sebagai manusia dan menjadi kepribadian yang melekat sehingga dapat memberikan manfaat kepada lingkungannya.

Pendidikan karakter di sekolah akan berjalan dengan baik, apabila seluruh elemen yang ada khususnya pimpinan sekolah berkomitmen dan memiliki pemahaman visi, misi, tujuan, dan program kerja yang sama dalam membentuk dan mengembangkan karakter peserta didik. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Buchory dan Swadayani (2014) bahwa hal yang paling pertama dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah adalah menentukan visi dan misi lembaga pendidikan tersebut .

(5)

momen-momen khusus yang dapat terjadi dalam lingkup pergaulan di sekolah yang dapat menjadi tempat praktis pendidikan karakter itu dapat dlaksanakan. Tempat-tempat tersebut antara lain adalah gagasan tentang sekolah sebagai wahana aktualisasi nilai, yakni setiap perjumpaan adalah momen bagi pendidikan nilai, wawasan wiyatamandala pada masa orientasi sekolah, manajemen kelas, penegakan disiplin di sekolah, pendampingan perwalian, pendidikan agama, pendidikan jasmani, pendidikan estetika, pengembangan kurikulum secara integratif.

Keterlibatan seluruh elemen pendidikan tersebut juga ditopang dengan membangun suasana moral (moral culture), keteladanan dari pendidik dan tenaga kependidikan, dan intervensi sekolah dalam bentuk aktifitas pembelajaran yang sistemik, terpadu, dan interkoneksi. Dalam pembentukan karakter peserta didik terdiri dari dari tiga komponen yang tidak bisa terpisahkan, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action(Lickona, 1991).

Adapun penjelasannya sebagai berikut; pertama, moral knowing (pengetahuan moral). Pendidik mengajarkan tentang pengetahuan moral kepada peserta didik agar muncul kesadaran tentang moral(moral awareness), mengetahui nilai-nilai moral (knowing moral

values), mampu menentukan perspektif (perspective-taking), menghidupkan penalaran moral

(moral reasoning), berani membuat keputusan (decision-making), dan memahami diri sendiri (self-knowledge).

Kedua, moral feeling

(perasaan moral). Pengetahuan moral tidak cukup untuk membentuk karakter peserta didik, karena seringkali seseorang yang telah mengetahui suatu kebenaran, belum menjamin dirinya akan melaksanakan. Maka pendidik harus mampu membina sisi emosional karakter peserta didik dengan cara menajamkan hati nurani(conscience), meningkatkan penghargaan diri (self-esteem), memunculkan rasa empati

(empathy), tumbuh rasa cinta pada kebaikan (loving the good), meningkatkan kontrol diri (self-control), dan terbentuk kerendahan hati(humility).

(6)

untuk berbuat baik, dan kebiasaan

(habit) yang selalu dilakukannya. Namun, akan lebih kuat lagi apabila ada contoh kehidupan yang dapat diteladaninya dari manusia dewasa yang ada di sekelilingnya.

Pendidikan karakter yang efektif di sekolah berlandaskan pada sebelas prinsip (Lickona, 2007). 1) mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karekter; 2) mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku; 3) menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter; 4) menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian; 5) memberikan kesempatan kepada peserta didik membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses; 6) memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik; 7) mengusahakan tumbuhnya motivasi dari para peserta didik; 8) memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai-nilai dasar yang sama; 9) adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter; 10) memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter; dan 11)

mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru pendidikan karakter dan manifestasi positif dalam kehidupan peserta didik.

(7)

untuk membentuk karakter peserta didik dengan membiasakannya melakukan nilai-nilai kebaikan. Dari kebiasaan ini diharapkan akan mengkarakter pada diri peserta didik, pembiasaan ini harus seirama antara sekolah, keluarga dan masyarakat.

Kedua, prinsip-prinsip pengembangan. Pendidikan karakter dapat dikembangkan dengan memperhatikan program yang berkelanjutan secara terintegrasi dari level pendidikan yang paling dasar sampai atas; mengintegrasikan dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pembinaan karakter bukan melalui materi yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu atau pokok bahasan tertentu, melainkan melalui internalisasi dalam pembelajaran; pendidik harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan aktif untuk mengembangkan daya kritis dan kreatifitas peserta didik.

Ketiga, pengembangan proses pembelajaran. Pendidikan karakter harus menciptakan suasana belajar yang terbuka dan masuk ke dalam semua mata pelajaran, di dalam kelas maupun di luar kelas. Pendidikan karakter dalam pembelajaran di kelas harus dirancang dalam silabus dan RPP sebagai instructional effect dan atau nurturant effect dengan menerapkan metode, media, dan evaluasi pembelajaran yang tepat. Pembentukan karakter peserta didik juga dapat dilaksanakan di luar kelas

dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan dan bermakna, seperti fieldtrip, outdoor study,

outbound, wisata ruhani, malam bina ruhiyah, memperingati hari-hari besar keagamaan, dan sebagainya. Sekolah juga hendaknya melibatkan keluarga dan masyarakat untuk membangun kultur pendidikan yang kondusif, agar peserta didik mendapatkan lingkungan yang selaras dan harmoni dalam rangkan membentuk kepribadian utuh.

Dalam praktiknya, setidaknya ada 4 model pendidikan karakter yaitu model otonomi, integrasi, suplemen, dan kolaborasi: Model otonomi berupa pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri. Model integrasi berupa pendidikan karakter terpadu dengan mata pelajaran lain. Model suplemen berupa pendidikan karakter melalui kegiatan tambahan yang bersifat ekstrakurikuler atau kemitraan. Model kolaborasi dalam bentuk menggabungkan ketiga model pendidikan karakter ke dalam seluruh kegiatan sekolah.

PENDIDIKAN KARAKTER WARGA NEGARA

(8)

untuk mengembangkan dan memelihara sistem politik demokrasi Pancasila. PKn sebagai pendidikan hukum mengandung misi menciptakan warga negara yang berkesadaran hukum. PKn sebagai pendidikan karakter memiliki misi utama membentuk warga negara yang bersikap dan berperilaku yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki visi sebagai nation and character building, yaitu membangun karakter manusia Indonesia yang Pancasilais bagi bangsa Indonesia.

Karakter warga negara yang baik merupakan tujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di negara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam nomenklatur pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara (Kerr, 1999; Cholisin, 2004; Samsuri, 2004, 2007) menunjukkan bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisa dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Sebagai contoh, di Kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negara bagian Alberta (Kanada) kementerian pendidikannya telah memberlakukan kebijakan pendidikan karakter bersama-sama

pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of the Matter: Character and Citizenship Education in Alberta Schools(2005).

Dalam konteks Indonesia, di era Orde Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk menitipkannya melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.

(9)

upaya memperkokoh fungsi PKn sebagai pendidikan karakter. (Draf Panduan Pendidikan Karakter Untuk Guru Mapel PKn, Direktorat P-SMP, Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).

PENUTUP

Untuk membentuk karakter warga negara yang baik sekolah harus memperhatikan sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif; menerapkan strategi pengembangan pendidikan karakter yang terdiri atas tiga pilar pendidikan nasional, prinsip-prinsip pengembangan, dan pengembangan proses pembelajaran; dan dapat menggunakan salah satu

model yang tepat yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Pembentukan karakter warga negara berdasarkan nilai-nilai religius, cerdas, jujur, tangguh, demokratis , peduli, berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kepatuhan terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mandiri dan percaya diri. Pendidikan karakter bagi warga negara bukan hanya sekedar wacana pemanis bibir, namun hendaknya dapat diimplementasikan dalam pendidikan yang bertujuan membangun watak atau jati diri masyarakat bangsa yang bermartabat

DAFTAR PUSTAKA

Borba, M. (2001). Building Moral Intelligence, The Seven Essential Virtues That Teach Kids to Do the Right Thing.San Francisco: Jossey-Bass

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Budimansyah, D. & Komalasari, K. (Penyunting) (2011). Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Penghargaan dan Penghormatan 70 tahun Prof. Dr. H. Endang Somantri, M.Ed).Bandung: Widaya Aksara Press

Cholisin. (2004). Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan, Jurnal Civics, Vol. 1, No. 1, Juni, pp. 14-28

Cholisin. (2010). Membentuk Karakter Dalam Pendidikan Hukum Warga Negara. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional Peran Civil Society Terhadap Pendidikan Hukum Dan Penegakan Hukum Di Indonesia Diselenggarakan Oleh Anggota Himnas Pkn Universitas Negeri Malang Dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang.

Delors, J.,et al. (1996).Learning: The Treasure Within, Paris: UNESCO

(10)

Kerr, D. (1999). Citizenship Education in the Curriculum: An International Review, The School Field.Vol. 10, No. 3-4

Kirschenbaum, H. (2000). From Values Clarification to Character Education: A Personal Journey. The Journal of Humanistic Counseling, Education and Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 4-20

Lickona, T. (1991).Educating For Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books

Lickona, T, et.al. (2007).Eleven Principles of Effective Character Education. New York: Character Education Partnership

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa.Bogor: Indonesia Heritage Foundation

Samsuri (2011). Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter? Bahan Sosialisasi Mata Kuliah Pendidikan Karakter di FISE UNY di Wonosobo

Samsuri. (2004). Civic Virtuesdalam Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di Indonesia Era Orde Baru Jurnal Civics, Vol. 1, No. 2, Desember. Samsuri. (2007). Civic Education Berbasis Pendidikan Moral di China. Acta

Civicus, Vol. 1 No. 1, Oktober.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini dengan ketentuan pemanfaatan ruang sempadan Sungai Sario yang ditetapkan

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka diperlukan suatu sistem aplikasi pengendalian persediaan bahan baku yang dapat mencatat dan menghasilkan

Masyarakat Dusun Gondang Legi dan Dusun Kepuh desa Wedomartani belum mampu memanfaatkan sampah yang berlimpah karena minimnya kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan

Klasifikasi dengan backpropagation algorithm menghasilkan akurasi terbaik pada jumlah neurons 12, learning rate 0,5 dan momentum 0,1 untuk motif batik geometri

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BOLAVOLI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dalam rangka penulisan tesis yang berjudul: Pengaruh Kepemimpinan Instruksional Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah

Produk balsem jahe stick yang dihasilkan dimungkinkan dapat diterima oleh masyarakat, karena bentuk ini merupakan produk baru dan memiliki cita rasa dan ciri khas yang tidak

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang