• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TUKANG DI MASYARAKAT SUB URBAN

2.1. Masyarakat Sub Urban di Pematangsiantar

Konsep sub urban atau rurban sering diberi arti atau diterjemahkan dengan

“pinggiran kota”. Yang lebih tepat, sub urban adalah merupakan bentuk antara

(in-between): antara rural dan urban. Dilihat sebagai suatu lingkungan daerah,

maka daerah sub urban merupakan daerah yang berada di antara atau di

tengah-tengah daerah rural dan urban. Jika dilihat sebagai suatu komunitas, maka sub

urban merupakan kelompok komunitas yang memiliki sifat tengah-tengah antara

rural dan urban (Indrizal, 2011:2).

Sub urban adalah wilayah pinggiran kota yang tidak jauh dari pusat kota

dan memiliki beragam cirinya. Munculnya daerah ini adalah karena pemekaran

kota, yaitu ditandai dengan bertambahnya jaringan jalan-jalan baru sehingga

menyebabkan perluasan lahan. Fenomena ini terjadi disebabkan semakin

bertambahnya penduduk, ini bisa disebabkan karena adanya warga pendatang juga

yang menyebabkan kota menjadi sesak dan harga tanah pun semakin mahal.

Fenomena ini memunculkan niatan masyarakat ataupun industri untuk bermukim

di wilayah sub urban ini.

Ciri selanjutnya adalah karakteristik daerah ini yang bersifat campuran

antara desa dan kota. Beberapa daerah akan menunjukkan bentuk kota, tetapi di

(2)

daerah ini adalah daerah pedesaan yang mengalami transisi menjadi daerah

perkotaan.

Yang mencolok dari kehidupan masyarakat sub urban ini adalah nyaris

kosongnya perumahan mereka di siang hari, karena sebagian besar

orang-orangnya bekerja di kota, tetapi ada juga penduduk yang bekerja di sektor

informal maupun pertanian.

Lokasi penelitian saya, berada di daerah sub urban di Pematangsiantar.

Wilayah sub urban ini dibuktikan dengan data informasi mengenai pemekaran

wilayah Pematangsiantar. 1Pada tanggal 23 Mei 1994, dikeluarkan kesepakatan

bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar

dan Kabupaten Simalungun. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah

Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 km². Dan pada tahun 2007,

diterbitkan 5 Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota

Pematangsiantar yaitu:

Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari

Peraturan Daerah No.6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun

Peraturan Daerah No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Nagapitu dan Tanjung Pinggir

1

(3)

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan Nagahuta Timur.

Dari informasi yang saya dapatkan dari wikipedia tersebut, di gambarkan

bahwa wilyah tempat penelitian saya yaitu, Kecamatan Siantar Sitalasari

merupakan wilayah pemekaran Pematangsiantar, atas dasar kesepakatan dari

wilayah Simalungun. Dan kelurahan Bah Sorma adalah wilayah bentukan baru

dari terbaginya kelurahan Bah Kapul. Bisa dipastikan bahwa wilayah pemekaran

ini adalah wilayah yang berada di pinggiran kota Pematangsiantar.

Dari berbagai penjelasan mengenai wilayah sub urban dan masyarakatnya,

seperti itulah ciri-ciri masyarakat sub urban di Pematangsiantar. Pada siang hari,

wilayah ini tampak sepi. Anak-anak pergi sekolah, ada masyarakat yang bekerja

di kota seperti PNS, pegawai toko, pekerja bengkel, pekerja mall, pekerja

bangunan dan sebagainya yang mobilitasnya akan lebih tinggi di bandingkan

dengan masyarakat yang pergerakannya hanya di sekitar wilayah itu saja. Selain

itu, ada juga masyarakat yang bekerja pada sektor informal seperti membuka

warung, buruh cuci di rumah tetangga, buruh bangunan, pengajar private anak les(

di rumah), dan berladang. Ciri kedua ini memperlihatkan bahwa mobilitas yang

mereka lakukan setiap harinya tidak sepadat yang dilakukan oleh para commuter2,

karena interaksi yang dilakukan mereka masih berada di wilayah sub urban

tersebut.

2

(4)

Pekerjaan para commuter yang lebih banyak menghabiskan aktivitas di

kota ternyata mempengaruhi gaya hidup mereka sehari-hari. Karena setiap harinya

mereka pergi pagi pulang sore, terkadang sampai malam hari, ini membuat

interaksi mereka dengan para tetangga berkurang. Hal ini mencirikan seperti

kehidupan kota yang masyarakatnya bersifat acuh tak acuh atau individual. Tetapi

bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal, interaksi antar sesama mereka

masih kuat. Mereka masih menganut sistem gotong royong jika ada warga yang

pesta, dan juga saling tolong menolong juga ada warga yang wirid. Ini lah bentuk

ciri dari wilayah sub urban. Penggabungan antara ciri kota dan desa di satu

tempat.

Wilayah tempat penelitian saya, dulunya adalah lahan kosong yang masih

banyak ditumbuhi oleh perkebunan karet milik salah satu perusahaan swasta. Di

daerah ini juga berdiri sebuah kantor Dinas Kehutanan Pematangsiantar. Seiring

berkembangnya zaman, perubahan pun terjadi. Pembangunan perumahan sudah

terlihat satu persatu di wilayah tersebut, sehingga menimbulkan pelebaran

jaringan jalan di daerah ini. Dan saat ini fenomena yang terlihat disana adalah

sudah tidak ada lagi hutan yang terlihat. Yang ada hanyalah

perumahan-perumahan baru dari para penduduk yag pindah ke wilayah sub urban tersebut.

Berbagai warga yang menyewa rumah di sana adalah para pekerja yang ada di

kota, seperti tukang bengkel maupun pekerja toko. Alasan mereka menyewa di

wilayah sub urban adalah karena biaya sewa rumah lebih murah dan kehidupan

(5)

Wilayah lokasi penelitian saya tepatnya berada di Jalan Bersama Ujung.

Masyarakat di lokasi penelitian saya adalah masyarakat yang multietnik. Ada

suku Jawa, Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo,

Melayu, dan Minang. Tetapi suku yang mendominasi adalah masyarakat yang

bersuku Jawa dan Batak Toba. Untuk tingkat sosial ekonominya, masyarakat di

daerah ini adalah tipe masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah. Di

lihat dari jenis pekerjaan dan bentuk fisik rumah mereka. Selain itu wilayah sub

urban ini juga menawarkan kenyamanan bagi warga yang tinggal di wilayah ini.

Pemukiman yang tidak terlalu padat, udara yang masih segar, menjadi salah satu

pilihan warga Pematangsiantar untuk bermukim di wilayah sub urban ini.

2.2. Pekerjaan Bidang Sektor Informal di Pematangsiantar

BPS mendefinisikan sektor informal sebagai perusahaan atau badan yang tak

berbadan hukum. Kegiatannya dilakukan oleh perseorang ataupun kelompok yang

mereka ciptakan sendiri lapangan kerja untuk menghidupi kebutuhan hidup

mereka. Dan menurut Hans–Dieter Evers (Prisma, 1980) sektor informal ini

dicirikian sebagai istilah masa apung, yang dicirikan dengan para pekerja tidak

tetap dan mencari pekerjaan, kemudian mereka adalah orang-orang yang

berpendidikan rendah tetapi memiliki keahlian yang tinggi seperti pekerja

bangunan, petani, nelayan, dan pengrajin. Sektor informal dapat di temukan di

daerah perkotaan. Ciri yang dapat terlihat yaitu mereka tidak mendapatkan upah

(6)

BPS tidak ada mengklasifikasikan secara khusus tentang apa-apa saja jenis

pekerjaan sektor informal di Pematangsiantar. Dari pengamatan saya yang juga

tinggal di Pematangsiantar, pekerjaan di bidang sektor informal yang ada di sini

yakni, pedagang asongan, pekerja di rumah makan, tukang becak, buruh pabrik,

buruh bangunan, buruh cuci, petani, tukang jahit, dan sebagainya. Buruh

bangunan termasuk dalam salah satu jenis pekerjaan sektor informal yang ada di

Pematangsiantar.

2.3. Buruh Bangunan Sebagai Alternatif Yang Tidak Memerlukan Ijazah

Untuk menjadi pekerja bangunan tidak banyak persyaratan yang harus di

penuhi. Untuk fase awal berkecimpung dalam dunia ini, kita hanya perlu

menyanggupi dua persyaratan, yaitu kemauan dan tenaga fisik. Selanjutnya, agar

bisa bertahan dalam dunia kerja bangunan ini adalah kapasitas diri harus

ditingkatkan, seperti kerajinan dan potensi diri. Banyak pekerja bangunan yang

hanya datang dan pergi sekedar untuk bekerja daripada menganggur, tetapi ada

juga yang bekerja sampai bertahun-tahun lamanya sehingga mereka sudah

memiliki ilmu dan pengalaman yang banyak tentang pekerjaan sebuah bangunan.

Untuk mendapatkan pekerjaan ini, tidak perlu menunjukkan ijazah atau

rapor sekolah, kita hanya memerlukan jaringan yang luas. Berbekal telefon dan

pergaulan yang luas saat ini, dengan melalui mulut ke mulut, atau kunjungan ke

rumah tukang satu ke tukang yang lainnya, kita sudah bisa bekerja. Intinya kita

(7)

Ada 3 informan saya yang bekerja sebagai kenek, dan menganggap bahwa

pekerjaan mereka saat ini adalah pekerjaan yang sementara saja.

1. Bang Dani

Bang Dani berusia 25 tahun. Tingginya sekitar 175cm dan kurus.

Hidungnya mancung dan berambut gondrong. Sudah 6 bulan bang Dani

bekerja pada sebuah proyek pembangunan masjid yang sifatnya swadaya

dari masyarakat. Dulu nya bang Dani menganggur, sempat bekerja sebagai

sales, tetapi karena gaji dan kerja nya tidak sebanding, akhirnya bang Dani

berhenti. Bang Dani mendapatkan pekerjaan ini dari bang Pincuk (tukang

dalam proyek ini), yang merupakan teman bang Dani. Sebenarnya bekerja

bangunan bukan minatnya bang Dani, cuma daripada tidak ada kerja ia

terima saja. Faktor lain susahnya mendapatkan pekerjaan adalah karena

bang Dani tidak punya ijazah SMA, ijazahnya hanya sampai pada tahap

SMP. Sedangkan saat ini untuk melamar kerja, ijazah minimal yang

diberlakukan adalah ijazah SMA. Maka dari itu bang Dani merasa sudah

kalah deluan sebelum berperang. Buruh bangunan adalah salah satu

alternatif pekerjaan yang mudah di dapat, tidak perlu modal materi. Ada

kemauan dan punya tenaga saja sudah bisa ikut bekerja. Harapannya bang

Dani bahwa ia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di kemudian

hari.

(8)

Bang Dedek adalah pekerja yang paling muda pada saat saya melalukan

penelitian lapangan di salah satu pembangunan rumah pribadi. Usianya 25

tahun. Tubuhnya yang kecil, kurus, dan hitam karena terpanggang sinar

matahari tetapi sangat rajin dalam bekerja. Ayahnya adalah pensiunan

perkebunan PTPN IV Bahjambi. Tetapi dari dulu bang Dedek memang

malas sekolah. Sejak tamat SMP ia terjun ke dunia kerja bangunan.

Karena ia rasa, pekerjaan bangunan adalah yang paling gampang di cari

untuk orang-orang yang tidak memiliki pendidikan yang baik dan

kemampuan yang lain. Pekerjaannya hanya membutuhkan tenaga dan

kerajinan. Dulu pada tahun 2013, abang ini pernah merantau ke Pekanbaru

untuk bekerja disebuah bengkel, tetapi karena tidak betah bang Dedek

kembali lagi di tahun 2014. Dan selanjutnya ia melakoni pekerjaan ini

lagi. Pekerjaan kali ini ia dapatkan dari hubungan persaudaraan. Kebetulan

saudara nya yang bernama lek Adi (seorang tukang juga) sedang

membangun sebuah rumah, dan bang Dedek pun diajak daripada gak ada

kerjaan. Tahun ini bang Dedek berencana untuk kembali lagi merantau ke

Pekanbaru, bekerja di sebuah bengkel milik saudara nya. Tujuan ia pulang

adalah mencari suasana baru dan mengumpulkan uang untuk kembali lagi.

Pada saat saya kembali lagi ke lapangan sekitar seminggu kemudian,

ternyata pembangunan sudah di hentikan sementara. Pembangunan masih

pada tahap pondasi. Pemilik rumah belum memiliki dana kembali untuk

melanjutkan proses pembangunan, sehingga pembangunan di hentikan.

(9)

sudah berangkat ke Pekanbaru, informasi ini saya dapatkan dari ibu nya.

Ternyata benar, ia pingin merantau lagi. Nah dari kisah ini juga

disimpulkan bahwa bang Dedek bekerja bangunan hanya sebagai alternatif

pekerjaan untuk mengumpulkan ongkos berangkat ke Pekanaru.

3. Bang Wahyu

Setelah beberapa hari saya melakukan penelitian lapangan bang Wahyu

adalah pekerja yang paling diam dan tak banyak bicara. Bang Wahyu

berusia 35 tahun dan saat ini seorang duda. Bang Wahyu juga merupakan

salah satu teman kerja bang Dedek pada pembangunan rumah pribadi.

Bang Wahyu lahir di Medan, tetapi sejak kecil ia sudah biasa hidup

berpindah-pindah. Tubuhya cukup kecil, tingginya sekitar 165cm, berkulit

hitam, kurus, dan memiliki kecacatan pada mata di sebelah kirinya.

Berlatar belakang ayah yang seorang TNI, mengharuskan keluarga mereka

untuk selalu berpindah-pindah karena tugas sang Ayah. Dari Medan

mereka pindah ke Siantar, kemudian ke Aceh Pidie yang sangat lama,

kemudian kembali lagi ke Siantar dan pensiun. Saat ini orangtua bang

Wahyu tinggal di Pematangsiantar. Pada tahun 2002, bang Wahyu

menikahi seorang wanita dan tinggal di Gunung Tua (Simalungun).

Bersama istri bang Wahyu memiliki 5 orang anak. Pada saat sudah

berkeluarga, bang Wahyu bekerja pada sebuah perkebunan perseorangan

yang tugasnya adalah memanen sawit. Sampai pada tahun 2015 bang

Wahyu bercerai dan berhenti bekerja. Akhirnya bang Wahyu pulang ke

(10)

bang Wahyu bekerja pada pembibitan sawit di dekat rumah. Tetapi karena

pekerjaannya tidak rutin, jika ada bibit baru bekerja, akhirnya bang Wahyu

keluar. Kemudian pada 2016 ini, diajak kerja oleh Lek Adi untuk

membantu membuat rumahnya. Dan ini pertama kalinya bang Wahyu

bekerja pada sektor konstruksi. Dulu nya dia hanya mengenal mengenai

seluk beluk perkelapasawitan. Alasan bang Wahyu mau bekerja bangunan

ini adalah mengumpulkan ongkos untuk merantau ke Pekanbaru dan

mencari kerja disana. Saya bertanya, apakah punya keluarga disana, bang

Wahyu bilang gak ada, modal nekat saja. Karena bang Wahyu tau, kalau

Pekanbaru terkenal dengan perkebunan sawitnya, dan bang Wahyu ingin

belajar sesuai passion di bidang kelapa sawit. Saya bilang ke bang Wahyu,

untuk berhati-hati dan menjaga diri, mengingat tidak ada saudara ataupun

kawan disana.

Dari 3 informan saya yang menjadi seorang kenek, mereka menyampaikan

bahwa pekerjaan bangunan ini merupakan pekerjaan yang mudah untuk di

dapatkan. Dan mereka bertiga memiliki harapan bahwa mereka dapat bekerja pada

tempat yang lebih baik. Dan bekerja bangunan ini hanya sebagai pekerjaan

sementara mereka saja, daripada menganggur tidak ada kerjaan.

2.4. Alih Profesi ke Kerja Bangunan

Karena pekerjaan ini mudah untuk di dapatkan, tak jarang pula

orang-orang beralih profesi ke bidang pekerjaan ini. Seperti 2 informan saya diatas

(Bang Dani dan Bang Wahyu, yang sama sekali belum memiliki pengalaman

(11)

Tetapi mereka hanya menganggap bahwa kerja bangunan sebagai alternatif

pekerjaan sementara mereka saja, tidak untuk selamanya.

Berbeda dengan 2 informan saya kali ini yang sudah beralih profesi ke

pekerjaan bangunan. Dulunya mereka bukanlah pekerja bangunan, tetapi

karena berbagai alasan akhirnya mereka juga meminati bidang pekerjaan

bangunan ini. Seperti kisah 3Lek Mito dan Lek Enit.

Dulunya lek Mito bekerja pada sebuah toko peralatan penjualan ATK(Alat

Tulis Kantor), sudah sejak lajang4 ia bekerja disana. Tetapi pada suatu ketika,

lek Mito tertimpa musibah, ada penyakit dalam tubuhnya yang mengharuskan

ia berobat secara rutin dan istirahat bekerja. Selang beberapa lama kemudian,

akhirnya lek Mito kehilangan pekerjaannya. Istrinya yang dulu hanya

beraktivitas mengurus rumah tangga saja, tetapi karena sudah tidak ada

penghasilan lagi, akhirnya membantu lek Mito mencari kerja serabutan5,

seperti ojek anak sekolahan. Anaknya yang paling besar melanjutkan kuliah

sambil bekerja di sebuah toko tempat ayah nya bekerja dahulu. Setelah sembuh

dan dapat bekerja, lek Mito memutuskan untuk bekerja pada sektor bangunan

dengan ikut pemborong. Karena menurut lek Mito, pekerjaan ini gampang

Lelek = Sapaannya „Lek‟. Adalah panggilan kepada lelaki yang lebih tua(yang usianya lebih muda dari ayah kita) pada masyarakat suku Jawa, kalau bahasa Indonesiannya “Paman/Oom

4

Belum pernah menikah.

5

(12)

Pematangsiantar. Usaha itu ia bangun pada tahun 2004, karena pada saat itu

masih jarang sekali orang-orang yang berbuka kios menjual jajan-jajanan di

pingggir jalan, dan usaha nya kala itu cukup berhasil bisa menopang kebutuhan

keluarga. Tetapi seiring berjalannya waktu, berkembangnya zaman, persaingan

yang ketat, akhirnya kios lek Enit tak lagi dapat menopang kebutuhan

kehidupan keluarga. Akhirnya ia memutuskan untuk ikut dalam kerja bangunan

sebagai penambah penghasilan bagi keluarga. Dan kios miliknya masih tetap

buka dan dijaga oleh istri dan anaknya.

Dari berbagai cerita informan tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa

kerja bangunan merupakan salah satu sektor yang paling diminati oleh warga

Siantar apabila ia tidak memiliki modal materi ataupun modal pendidikan

dalam bekerja. Berbekal modal pertemanan, tenaga, dan kerajinan adalah pintu

masuk untuk bisa menjadi pekerja bangunan. Tidak perlu membutuhkan ijazah,

perjanjian kerja, pengurusan administrasi yang ribet, seleksi wawancara, dan

sebagainya. Pekerja bangunan adalah orang-orang yang sedang bekerja keras

dan berusaha untuk menghidupi kehidupan sehari-hari keluarga mereka dengan

cara mencari rezeki yang halal.

2.5. Profil Keluarga Pekerja Bangunan

2.5.1 Keluarga Lek Bagus6

Keluarga Lek Bagus

6

(13)

Lek Bagus, 46 Tahun, tamat SMP Ayah ( bekerja sebagai pemborong bangunan)

Nina, 31 Tahun, tidak tamat SD Istri Kedua (Ibu Rumah

Tangga dan mengurus

ladang)

Fitri, 25 Tahun, S1 Anak pertama Lek Bagus dari

Istri Pertama (Pengajar di

Fadil, 16 Tahun, kelas 1 SMA Anak pertama dari istri kedua

(14)

Seperti anak ketiga lek Bagus yang bernama Desi, adalah teman saya semenjak

SD hingga sampai sekarang. Sarah dan Fitri juga menjadi teman main saya ketika

kecil, sehingga saya sudah cukup lama mengenal keluarga ini.

Warga sekitar mengenal Lek Bagus sebagai orang yang baik dan suka

bergaul. Lek Bagus juga orang yang religius. Dulu ketika kita masih bertetangga,

setiap musim ramadhan, Lek Bagus dengan inisiatif sendiri akan membangunkan

warga dari rumah ke rumah untuk bangun sahur. Kemudian Lek Bagus juga orang

yang rajin wirid dan sholat ke masjid, sehingga masyarakat memandang Lek

Bagus merupakan orang yang cukup religius. Dan ketika sholat magrib, Lek

Bagus akan mengajak anak-anaknya sholat berjamaah, dan suara ngaji akan

kedengaran hingga sampai ke rumah saya pada saat itu. Tetapi yang saya kenal,

anak-anak gadis Lek Bagus dari kecil hingga remaja sangat suka bertengkar.

Bertengkar dengan Ibu tirinya juga sering terjadi. Kemudian ketika anak-anak

gadis lek Bagus beranjak dewasa, pertengkaran itu sudah jarang terjadi.

Lek Bagus memiliki 2 buah rumah di gang tersebut. Nama gang tempat

saya tinggal adalah gang Sekata, yang mayoritas penduduknya adalahh bersuku

Jawa dan bersaudara. Di jalan dekat rumah saya tinggal, ada fenomena unik.

Hampir setiap gang nya di huni oleh mayoritas salah satu suku. Aglomerasi

penduduknya berdasarkan mayoritas tingkat kesukuan, dan salah satu nya di gang

Sekata ini.Di gang yang lain, ada yang bersuku mayoritas batak Toba,

Simalungun, dan batak Mandailing. Banyak keluarga lek Bagus tinggal

disana.Menurut informasi yang saya dapatkan, keluarga lek Bagus berasal dari

(15)

mereka dan orangtuanya merantau ke Aceh Singkil sekitar tahun 1780an. Dulu

sebelum Lek Bagus dan keluarga tinggal di Siantar, mereka terlebih dahulu

tinggal di Aceh. Di Aceh lek Bagus dan Ibu Mis(sapaan ibu Mistiani) sibuk

bekerja. Lek Bagus bekerja sebagai tukang di sebuah perusahaan kontraktor dan

istrinya mengurus ladang mereka. Karena kesibukan sehari-hari mereka, maka

mereka memperkerjakan seorang wanita untuk mengurus anak mereka yang masih

kecil-kecil pada waktu itu, Nina namanya. Dari siang ke sore hari anak-anak nya

di urus oleh Nina. Dan ternyata Lek Bagus kepincut dengan bu Nina, yang

akhirnya ia nikahi.

Pada tahun 1998 ada tragedi pengusiran warga yang bukan suku Aceh, di

Aceh Singkil. Suasana ini membuat Lek Bagus dan keluarga tak nyaman, dan

memutuskan untuk meninggalkan rumah dan lahan mereka bagaikan tapak tak

bertuan di Aceh Singkil. Selanjutnya Lek Bagus datang ke Siantar mengikuti jejak

keluarganya yang terlebih dahulu sudah merantau ke Siantar. Pada saat ia datang

ke Siantar, ia telah membawa istri kedua nya. Saat itu Lek Bagus belum menjadi

tetangga saya. Dari informasi saksi mata seorang informan saya, bahwa dulu

sempat terjadi perkelahian antara Lek Bagus, Bu Mistiani dan Nina. Bu Mis, tidak

terima bahwa Nina merebut suaminya, tetapi karena Lek Bagus tetap memilih

Nina, akhirnya Bu Mis pasrah dan pergi meninggalkan Lek Bagus. Setelah itu

hubungan Lek Bagus dan istri pertama pun pisah. Sebagian anak dibawa Ibu Mis

dengannya, dan sebagian lainnya dibawa Lek Bagus ke Siantar. Di Siantar Lek

Bagus tinggal dengan anaknya yang masih kecil-kecil dan istri barunya. Baru

(16)

lelakinya, datang ketika berusia 17 tahun, masa kecilnya di urus oleh nenek dari

ibunya dan ia tak mau melanjutkan sekolah.

Kemudian Lek Bagus membangun sebuah rumah, yang berjarak sekitar 3

rumah dari rumah saya, untuk tempat tinggal dia dan anak-anaknya. Karena

rumahnya cukup kecil dan hanya memiliki satu kamar, akhirnya lek Bagus

meningkatkan rumahnya. Lek Bagus masih memakai nilai-nilai kearifan zaman

dulu bahwa banyak anak banyak rezeki. Dengan semakin bertambahnya anak

yang dimiliki lek Bagus dengan istri muda nya, rezeki lek Bagus pun kian

mengalir. Ia kemudian membeli tanah abangnya yang letaknya tepat di sebelah

rumahnya. Kemudian ia membangun sebuah rumah lagi dan meningkatkan

rumah itu juga. Karena anak yang dimiliki lek Bagus sudah 8, maka kamar pun

tidak cukup, sehingga itu menjadi alasan lek Bagus untuk mmpunyai 2 rumah

yang posisi nya berdampingan.

Tetapi lek Bagus merupakan orang yang cukup baik. Ketika abang dari

istri muda nya butuh tempat tinggal sementara sebelum mendapatkan kontrakan,

maka ia memberikan satu rumahnya untuk ditempati abang nya tersebut. Dan

sebagian anak lek Bagus masih tinggal di rumah itu. Dan ketika anak lelakinya

menikah dengan sepupu ibu tirinya yang usianya masih 15 tahun, maka rumah itu

pun diberikan kepada anak lelaki dan istrinya. Dulu nya mereka tinggal di rumah

ibu istrinya, tetapi karena lek Bagus meminjamkan satu rumahnya untuk anaknya

yang sudah menikah, akhirnya mereka pun pindah untuk tinggal di sebelah rumah

lek Bagus dan keluarga. Karena anak lek Bagus juga masih muda kala itu ketika

(17)

sepeda motornya sebagai kendaraan untuk anaknya dan diberikan pekerjaan

sebagai tukang.

Tak ada yang berbeda dari kehidupan keluarga lek Bagus, sama seperti aktivitas

warga lainnya. Lek Bagus pergi pagi dan pulang sore ketika bekerja, sama seperti

anak lelakinya yang ikut bekerja dengannya.

Dalam persoalan penampilan keluarga, Lek Bagus merupakan pemborong

yang sukses di gang Sekata. Dengan 8 anak, ia bisa mencukupi kehidupan

keluarganya sehari-hari. Secara fisik, lek Bagus berpenampilan cukup sederhana.

Ia berwajah lonjong dan bertubuh tinggi. Ketika berangkat kerja, ia selalu

memakai sepatu boots, celana jeans (yang ia katakan celana usang untuk kerja)

kaus lengan panjang dan topi. Itu lah pakaian sehari-hari yang lek Bagus pakai. Ia

selalu memakai baju lengan panjang dan celana panjang. Lek Bagus memiliki 2

buah rumah di gang tempat saya tinggal, sebuah rumah yang lain ia tinggali

dengan keluarga saat ini berada di daerah ladang mereka, dan satu rumah lagi di

daerah ladang nya yang lain. Ladang lek Bagus ada dua tempat, yang keluasannya

cukup untuk membangun 4 rumah berukuran sedang. Selain rumah, lek Bagus

pernah memiliki mobil, yang baru-baru ini ia jual karena ada keperluan mendesak,

kemudian ia memiliki 3 sepeda motor. Satu sepeda motor yang besar ia pakai

sehari-hari, satu ia pinjamkan untuk anak keempatnya, Sarah yang sedang bekerja,

dan 1 lagi ia taruh di rumah untuk anak-anak di rumah. Anak pertama lek Bagus

memiliki 1 buah sepeda motor. Sepeda motor tersebut ia dapatkan dari bantuan

(18)

Semua harta dan aset ini lek Bagus dapatkan dari hasil kerja bangunan

yang sudah lama ia pumpuni. Sebagian uang tabungan ia simpan untuk membeli

tanah dan transportasi mereka, sebagiannya ia tabung untuk biaya sekolah

anak-anaknya.

Istri Lek Bagus merupakan wanita yang berpenampilan sederhana. Setiap hari

ia memakai bedak dan gincu tetapi tidak mencolok. Ia merupakan wanita yang

cukup bisa bergaul dengan ibu-ibu tetangganya, tetapi tidak seramah Lek Bagus.

Dalam sehari hari ia lebih sering memakai rok panjang dan kaus berlengan

pendek. Anak-anak Lek Bagus semua nya berpenampilan sederhana, yang

perempuan memakai jilbab. Tetapi penampilan yang mencolok terlihat pada anak

yang bernomor 3, ia berpenampilan lebih dari anak-anak yang lainnya.

Penampilannya terpengaruh akan perkembangan zaman dan dari pertemanan.

Sejak masih lajang yaitu di usia 15 tahun, Lek Bagus sudah terjun dalam

pekerjaan bangunan ini. Dan saat ini usianya adalah 46 tahun. Ketika masih

lajang, Lek Bagus bekerja pada sebuah kontraktor yang berfokus pada pengeboran

air di perkebunan. Rekanan mereka adalah para perkebunan negeri maupun

swasta. Pengeboran air difungsikan untuk memberikan sumber air dan

mengalirkan air-air ke masing-masing rumah karyawan perkebunan dan ke pabrik.

Lek Bagus teringat, ketika dulu jika ada waktu istirahat bekerja, Lek Bagus selalu

mempelajari hal-hal baru, agar dia paham tentang sesuatu hal yang belum ia

pahami. Karena lek Bagus giat dan rajin akhirnya bos mengangkat lek Bagus

sebagai asistennya di lapangan. Itu lah salah satu alasan mengapa Lek Bagus

(19)

sendiri, akhirnya semakin lama semakin berkembang ilmu dan pemahaman lek

Bagus dalam bidang pembangunan. Pengalaman kerja Lek Bagus pada perusaaan

ini sudah sampai ke Aceh, Padang Sidempuan, Tapanuli, dan lainnya.

Bos Lek Bagus kala itu adalah orang yang sangat loyal dengan rekanannya.

Ketika ia datang ke kantor perkebunan tersebut, setiap orang yang ia jumpai akan

ia berikan duit, tak peduli kenal atau tidak. Ini membuat bos Lek Bagus terkenal

dan dikenal suka membagi-bagikan duit. Pada saat lebaran atau tahun baru, maka

orang-orang yang dianggap penting oleh bosLek Bagus, akan diberikan parsel

yang cukup mewah, sedangkan mereka sebagai pekerjanya sendiri tidak diberikan

apa-apa. Tetapi ada kejadian yang cukup menyedihkan. Bos Lek Bagus harus

pindah ke luar negeri untuk mengembangkan usahanya tersebut, dan usahanya

disini dilanjutkan oleh abang kandungnya. Tetapi kepemimpinan bos yang dulu

dan bos yang sekarang sangat jauh berbeda. Pernah kejadian ketika pengeboran

air di salah satu perkebunan sudah selesai dilakukan. Lek Bagus dan seorang

temannya harus tetap berada di tempat kerja selama 3 bulan, untuk menjaga

alat-alat kerja mereka yang belum di bawa pulang. Selama masa pengerjaan dan

ditambah waktu 3 bulan tersebut mereka tidak ada diberi gaji, yang ada bos Lek

Bagus tiba-tiba menghilang begitu saja. Lek Bagus tidak tau permasalahannya

apa, akhirnya tidak berapa lama kemudian perusahaan itu pun bangkrut. Tetapi

berbekal dari sinilah, lek Bagus mendapatkan ilmu mengenai dunia konstruksi.

Semenjak nikah lek Bagus tidak melanjutkan bekerja dengan kontraktor itu

lagi, karena kalau sudah menikah susah, untuk pindah ke sana kemari. Akhirnya

(20)

bangunan. Dulu nya masih ikut pemborong. Tetapi kemudian rejeki nya mengalir,

dan perkembangan karir pun di mulai.

Kebetulan, daerah tempat tinggal saya di Pematangsiantar berada di jalan

Handayani, dan seberang jalan rumah saya ada jalan namanya jalan Handayani II.

Dulunya jalan itu adalah komplek perumahan guru-guru. Dimana pemerintah

membangunkan atau memfasilitasi sebuah rumah yang gratis untuk guru-guru

sekolah negeri, sehingga dulu nya orang-orang yang tinggal di sana adalah

guru-guru sekolah negeri. Guru-guru-guru yang pindah kesana, sudah mendapatkan sebuah

rumah, tanpa perlu membangunnya terlebih dahulu. Seiring dengan berjalannya

waktu, rumah yang ditinggali pun sudah cukup lama, sehingga memiliki berbagai

kerusakan ataupun penambahan bangunan yang perlu mereka lakukan. Dari sini

lah pekerjaan Lek Bagus mulai berkembang. Awalnya sekedar melalui mulut ke

mulut, menanyakan lek Bagus bisa kah membangun asbes yang bocor? Lek Bagus

menyanggupi, akhirnya Lek Bagus jalankan. Prinsip hidup yang memang dari

dulu dan sudah melekat di jiwa Lek Bagus adalah, karena ia adalah seorang

pelayan jasa, maka kepuasan klien itu nomor satu. Lek Bagus mengatakan, ketika

ia diberi mandat untuk mengerjakan pekerjaan bangunan, maka yang ia prinsipkan

adalah bagaimana klien senang dengan hasil yang dilakukan lek Bagus,

bagaimana kerjaan yang ia kerjakan itu rapi, bagus, dan klien senang. Berawal

dari pekerjaan sederhana seperti memperbaiki asbes yang bocor, kemudian

berkembang menjadi lantai, dan membangun dapur. Karena rumah pemerintah

(21)

kurang puas, dan memiliki dana lebih sehingga melakukan penambahan disana

sini.

Berbekal dari omongan ibu-ibu yang melihat kinerja Lek Bagus bagus,

akhirnya Lek Bagus terkenal di jalan Handayani 2. Hampir semua renovasian

perumahan mereka, dikerjakan oleh Lek Bagus. Berbekal dari omongan ibu-ibu

ke tetangga, akhirnya rejeki dan perkembangan karir Lek Bagus pun semakin

meningkat. Proyek pembangunan yang ia kerjakan tidak hanya di sekitaran tempat

tinggalnya ataupun di Pematangsiantar saja, para kliennya juga memperkenalkan

Lek Bagus kepada saudara-saudara mereka jika ingin membangun rumah. Karena

fokusan awal yang dikerjakan Lek Bagus adalah merenovasi rumah, maka

orang-orang mengenalnya dalam ahli pembangunan rumah. Sepak terjang Lek Bagus

pun semakin berkembang. Ranah-ranah pembangunan semakin berkembang.

Mulai dari perumahan guru yang ia bantu, akhirnya para warga juga membantu

dia. Ini bukti dari prinsip yang Lek Bagus pegang, bahwa kepuasan klien harus

diutamakan, sehingga terjalin hubungan baik dan klien juga yang mendatangkan

rejeki pada lek Bagus. Pembangunan pun sampai jauh-jauh. Berawal dari kerabat

para warga di komplek perumahan guru yang ingin membangun rumah, Lek

Bagus pun dikenalkan pada mereka. Pembangunan di luar Siantar yang pernah di

kerjakan Lek Bagus, yaitu pernah di Tongging, Seribu Dolok, Raya, dan

Kabanjahe. Tak jarang juga, jika para guru-guru sudah mau pensiun, dan ingin

membangun rumah pribadi mereka, mereka langsung memakai jasa Lek Bagus.

(22)

Dulu Lek Bagus juga memiliki pekerjaan tamabahan yaitu membuat pagar,

atau besi-besi di rumah. Kepandaian itu ia dapatkan ketika ia belajar sambil

bekerja pada seorang kontraktor yang dulu. Lumayan mendapatkan penghasilan

tambahan. Biasanya klien akan ia tawarkan dengan kepandaian ia dalam membuat

gerbang besi atau tiang-tiang plafon sebuah rumah. Tetapi karena proyek

pembangunan rumah kian bertambah, sehingga ia tidak bisa menghandle

pekerjaan sampingannya, dan akhirnya ia tinggalkan. Dan saat ini Lek Bagus

hanya fokus pada pembangunan saja. Ternyata Lek Bagus juga sudah banyak

melahirkan pemborong-borong baru. Yang dulu nya masih menjadi anggota Lek

Bagus, kini melebarkan sayapnya sendiri sebagai seorang pemborong. Lek Bagus

tidak pernah kecewa, jika ada anggota yang mengkhianati dia, karena ia hidup

ingin bermanfaat bagi orang lain, salah satu nya dengan berbagi ilmu. Lek Bagus

tetap percaya bahwa persoalan rejeki sudah diatur oleh Tuhan, sehingga tidak

perlu takut.

Ada pekerja terlama, yang bekerja dengan Lek Bagus, bernama Edi. Edi

sudah bekerja selama 10 tahun, dan Wak Min yang merupakan saudara dari lek

Bagus sendiri. Edi dan Wak Min adalah 2 pekerja yang paling setia dengan lek

Bagus. Mereka sudah banyak belajar dan mendapatkan ilmu dari Lek Bagus,

(23)

2.5.2 Keluarga 7Wak Eko

Keluarga Wak Eko

Wak Eko, 55 Tahun, tamat SMP Ayah (bekerja sebagai

pemborong/kepala tukang)

Bulek Siti, 53 Tahun, tamat SMP Istri ( berjualan keripik

sambal ke warung-warung)

Zulfan, 12 Tahun, kelas 6 SD Anak kelima (pelajar).

Wak Eko adalah salah seorang pekerja bangunan yang sudah lama

berkecimpung pada bidang ini. Terakhir bertemu dengan Wak ini, pada saat Wak

Eko sedang membangun sebuah rumah, dan saya berbincang-bincang dengan

Wak Eko dan pekerja yang lainnya pada waktu itu. Pekerjaan ini hanya

berlangsung selama seminggu saja, karena pemilik rumah belum memiliki dana

lanjutan untuk melanjutkan proses pengerjaan rumah kembali. Sehingga saat ini

Wak Eko sedang tidak bekerja. Malam itu, saya dapati Wak Eko sedang

duduk-duduk diteras rumahnya dengan santai. Karena dari awal Wak Eko sudah tau

7

Wawak = Sapaannya „Wak‟. Adalah panggilan dekat untuk orang yang lebih tua(yang usianya

(24)

tujuan saya berbincang-bincang, kali ini Wak Eko lebih enak mengobrol sambil

memantikkan api di rokoknya.

Sebelum berkecimpung di dunia kerja bangunan, Wak Eko ternyata

memiliki banyak pengalaman kerja. Ketika lajang, ia merupakan orang yang

pekerja keras, karena ia suka merantau dan mencari pengalaman-pengalaman

kerja. Pada saat lajang, Wak Eko memulai pekerjaannya pada bidang

perbengkelan sepeda motor. Dari yang menjadi anggota hingga bisa mempunyai

bengkel sendiri. Tetapi karena pada zaman itu jumlah kendaraan bermotor masih

sedikit, dan klien sunyi, akhirnya Wak Eko menghentikan pekerjaannya pada

bidang itu. Kemudian setelah itu ada pelatihan gratis yang diberikan oleh

pemerintah melalui Kementrian Perindustrian Indonesia tentang belajar membuat

sebuah kerajinan atau karya melalui bahan dari kayu. Wak Eko mengatakannya

sebagai usaha meubel atau perabot. Wak Eko ikut belajar selama 6 bulan, dan

berkat ilmu yang dipelajari tersebut, Wak Eko belajar membuat usaha

kecil-kecilan. Usahanya cukup lancar dan memiliki beberapa anggota. Bidang yang

dikerjain Wak Eko adalah seperti membuat meja-meja Bank, kursi dan meja

sekolah, tempat tidur, kursi jepara, dan lain sebagainya. Usaha yang cukup lancar

di usia lajang Wak Eko. Tetapi karena pada saat itu Cina menguasai pangsa

perekonomi Indonesia, termasuk pada bidang perabot, akhirnya usaha-usaha kecil

yang milik perorangan dan tak memiliki tempat usaha ini pun bangkrut. Karena

kata Wak Eko, orang Cina memiliki beragam cara untuk menjatuhkan para

pengusaha pribumi seperti Wak Eko. Dan pemerintah pun pada saat itu tidak

(25)

Cina memiliki modal materi pribadi. Salah satu contoh dimana Cina memiliki

berbagai cara untuk menjatuhkan usaha perabot para pribumi ini adalah satu

karena usaha yang dijalankan kaum pribumi ini tidak memiliki perkumpulan atau

hubungan mereka satu sama lain tidak dekat, sehingga peluang ini dimanfaatkan

oleh kaum Cina untuk melaga antar pengusaha perabot. Melaga maksudnya disini

adalah memberikan harga terendah dibawah standart dengan alih-alih bahwa

usaha yang lain juga harga nya murah. Padahal itu hanya taktik orang Cina saja

untuk menjatuhkan usaha orang pribumi. Sehingga terjadi lah persaingan murah

antar pengusaha meubel pribumi yang akhirnya malah membangkrutkan usaha

mereka sendiri. Ini yang melemahkan persaingan pada kaum pribumi.

Usaha perabot Wak Eko yang sudah ia gluti lebih dari 10 tahun, akhirnya

harus mundur dengan berkembangnya usaha-usaha kaum Cina yang lebih

menonjol dan pandai dalam mencari klien. Tak sedikit juga banyak pengusaha

meubel pribumi itu yang akhirnya malah menjadi pekerja di usaha Cina tersebut

demi mempertahankan hidup. Tetapi tidak untuk Wak Eko. Dalam setiap

menjalani pekerjaan, Wak Eko selalu melihat peluang, apa yang sedang

dibutuhkan pada saat itu, bidang mana yang sedang disukai masyarakat, dan kita

harus pandai di bidang itu, karena memang pada dasarnya Wak Eko selalu bekerja

pada bidang jasa. Kemudian, karena usahanya tidak jalan lagi, akhirnya pada

tahun 1976 Wak Eko beralih profesi pada bidang kerja bangunan.

Sejarah pertama kali Wak Eko bekerja pada bidang ini adalah bekerja pada

kontraktor asal Korea. Karena pada saat itu, proyek pembangunan sedang banyak

(26)

terjun ke bidang ini. Proyek yang dilaksanakan ketika bekerja pada kontraktor

Korea ini adalah pembangunan perumahan untuk karyawan sebuah perusahaan di

daerah Sigura-gura. Proyek ini memakan waktu sampai bertahun-tahun lamanya.

Berawal dari pekerjaan ini, akhirnya Wak Eko banyak mendapatkan ilmu sebagai

tukang. Kemudian Wak Eko belajar tentang batu, dalam pembangunan.

Pemasangan batu, maupun mengukir-ngukir batu. Karena awalnya keahlian Wak

Eko dalam bidang seni, maka ia pun suka ketika mempelajari itu.

Berbekal dari ilmu yang ia punya akhirnya Wak Eko mencoba untuk

memborong sebuah proyek sediri. Disini lah awalnya Wak Eko menjadi seorang

pemborong. Wak Eko bilang bahwa setiap pekerjaan pasti ada masanya, seperti

menjadi pemborong. Dulu ketika pembangunan sedang marak-maraknya, rezeki

pun selalu datang, kemudian setelah banyak saingan dan pembangunan berkurang,

rezeki pun seret(tersendat). Itu lah yang dikatakan Wak Eko bahwa setiap

pekerjaan itu ada masanya. Dan saat ini, usaha itu pun seret, dan terkadang malah

ikut bekerja menjadi tukang, jika dibutuhkan.

Ketika sedang menjadi pemborong proyek pembangunan rumah, Wak Eko

memegang prinsip untuk tidak mau membangunkan rumah tetangga dan

memperkerjakan tetangga. Karena Wak Eko berpikir, kalau bekerja pada tetangga

nanti tidak enak. Pasti ada saja nanti salahnya, dan ujung-ujungnya menimbulkan

fitnah. Dan bisa-bisa sampai terdengar ke orang rumah (anak dan istri) sehingga

gak enak dengan tetangga. Contohnya, misal pembagian gaji pekerja. Jika ada

yang tidak sesuai di gaji sekian, ngomong sana sini, akhirnya nama baik yang

(27)

tetangga. Maka untuk para pekerjanya dulu, Wak Eko memperkerjakan

orang-orang yang ada di kampung lain, karena menurut Wak Eko itu yang lebih baik.

Persoalan pembangunan rumah juga gitu. Proyek pembangunan rumah yang

dikerjakan Wak Eko selalu berada di luar kampung tempat ia tinggal bahkan ada

juga yang di luar kota seperti tanah Karo dan Serdang Bedagai. Alasannya tetap

sama, kalau sama tetangga hubungannya gamang, gak enak. Mau protes gak enak

karena upahnya berkurang, mau bilang iya pun susah di hati. Karena jika sama

tetangga, “mereka banyak maunya, dan minta harga pun rendah sekali”, kata Wak

Eko. Maka untuk menghindari itu, Wak Eko mencari proyek di luar-luar saja,

sampai ke tanah Karo atau Serdang Bedagai. Karena pasaran harganya berbeda.

Orang-orang di luar Siantar, lebih enak dengan permasalahan negosiasi harga,

karena pasaran di Siantar dan di tanah Karo berbeda, dan kemudian perjanjian pun

sama-sama saling dipenuhi. Tidak ada yang protes antar satu sama lain. Sehingga

hubungan antar pekerja dan klien pun baik sampai selesai pengerjaan. Karena

menurut Wak Eko, kalau kita masuk bagus, ya keluar juga harus bagus. Itulah

alasan Wak Eko untuk bekerja di luar kampung dan memakai orang luar kampung

juga. Karena juga saudara-saudara Wak Eko tidak ada di satu kampung,

kebanyakan ada di luar kampung, sehingga itu menjadi alasannya untuk

memperkerjakan saudara dan teman-temannya di luar kampung. Sepertinya Wak

Eko lebih nyaman dengan saudara dan pekerja dari luar kampungnya sendiri.

Ketika menjadi pemborong, Wak Eko tetap memanfaatkan ilmu yang ia

punya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Karena ia sudah memiliki

(28)

ia juga sekalian menawarkan kepada klien, seperti pintu rumah, jendela, tempat

tidur, dan lemari agar ia yang membuat. Sehingga untung yang didapatkan pun

lebih besar. Wak Eko menyampaikan bahwa pekerjaan yang berdasarkan ilmu itu

lebih bermanfaat daripada pekerjaan yang hanya berdasarkan pengalaman saja.

Untuk menjadi pemborong kita tak cukup hanya berdasarkan pengalaman saja,

tetapi ilmu juga perlu, kata Wak Eko. Karena jika berdasarkan pengalaman kita

belum tentu paham detailnya bangunan itu seperti apa, tetapi jika sudah dibarengi

dengan ilmu yang di punya, maka usaha pun bisa menjadi sukses. Ketika masih

muda dulu, banyak pembangunan-pembangunan yang dipegang Wak Eko. Mulai

dari pembangunan rumah, ruko,kolam untuk ikan ekspor di Tiga Dolok maupun

pembangunan hotel di Samosir. Tetapi itu dulu. Saat ini Wak Eko sudah tua, dan

masa-masa jayanya sudah hilang, sehingga terkadang Wak Eko juga ikut bekerja

sebagai tukang. Untuk persoalan penggajian upah pekerja, biasanya dari dana

keseluruhan total pembangunan, sepertiga nya akan diambil untuk upah. Memang

sudah seperti itu ketetuannya, dan para klien pun sudah tau akan prosedur itu.

Karena sebelumnya sudah tanya sana sini, dan akhirnya deal dengan satu

pemborong yang menurutnya lebih murah dibanding yang lainnya, kata Wak Eko.

Dan saat ini Wak Eko sudah berusia 55 tahun, ia tidak mau terlalu

memporsir tenaga yang terlalu ekstra untuk mencari nafkah. Karena dari 5 anak

yang Wak Eko punya, 4 sudah bekerja, dan 1 masih sekolah. Di tambah istri Wak

Eko juga memiliki usaha kecil-kecilan yaitu menjual keripik sambal ke

warung-warung, yang keuntungannya bisa digunakan untuk membuat asap dapur tetap

(29)

Bisa dikatakan bahwa anak-anak Wak Eko di tuntut untuk hidup mandiri.

Dua orang anak perempuan Wak Eko yang lulus kuliah, ketika masih kuliah

mencari biaya sendiri untuk membiayai perkuliahan. Dan sampai sekarang masih

tetap bekerja dan sudah bisa memberi pada orangtua nya. Dan untuk dua anak

laki-laki Wak Eko yang saat ini bekerja di Pekanbaru juga begitu. Mereka tidak

mau melanjutkan kuliah, sehingga pada saat tamat SMA mereka merantau ke

Pekanbaru untuk bekerja disebuah bengkel mobil milik saudara nya. Dan beban

yang masih ditanggung Wak Eko dan istri hanya lah anaknya yang terakhir yang

masih kelas 6 SD. Kehidupan Wak Eko terlihat lebih santai dibandingkan dengan

keluarga lain yang terus memporsir untuk mencari rezeki. Saat ini Wak Eko dan

istri terlihat lebih santai. Karena pernah saat itu istri Wak Eko sakit sampai

berbulan-bulan lamanya karena setres. Dulunya bule Siti bekerja menyuci

menggosok di rumah-rumah orang, tetapi karena Wak Eko tidak mengizinkan,

akhirnya bule Siti setres karena tidak diizinkan bekerja. Wak Eko pengennya

bulek Siti di rumah saja mengurus anak, jangan bekerja. Tetapi bulek Siti ingin

punya penghasilan yang lebih, agar uangnya dapat ditabung atau dibelikan ke

hal-hal yang tak dapat di beli. Tetapi sekarang hidup mereka sudah stabil. Anaknya

yang merantau di Pekanbaru juga setiap bulannya mengirimi duit ke mereka,

kedua anaknya yang perempuan juga memberi bantuan untuk orangtuanya,

sehingga Wak Eko dan istri tidak merasa kekurangan dan lebih tenang menjalani

kehidupan. Wak Eko pandai dalam mendidik anak. Anak Wak Eko yang bernama

Rina adalah teman sekolah saya ketika SD. Rina merupakan anak yang berprestasi

(30)

dan SMA juga seperti itu. Dia masuk di sekolah favorit Pematangsiantar dan

mendapat juara kelas. Ketika menuju perguruan tinggi, Rina mendapatkan

undangan bebas test ke salah satu perguruan tinggi negeri, tetapi orangtuanya tak

mengizinkan dengan dalih takut tak bisa membiayainya, akhirnya Rina ikut pada

keputusan orangtuanya dengan biaya sendiri untuk kuliah di salah satu perguruan

tinggi swasta di Pematangsiantar. Anak pertama dan terakhir Wak Eko juga

pintar-pintar. Mereka selalu unggul di kelas ketika belajar.

Di mata masyarakat Wak Eko dikenal cukup sombong. Karena dia jarang

bergaul dengan tetangga sekitarnya. Wak Eko banyak bergaul dengan saudaranya

yang tinggal beda lingkungan dengan tempat tinggalnya. Jadi di mata masyarakat,

Wak Eko jarang mau bergaul dan mengobrol-ngobrol dengan tetangga sekitar.

Untuk istri Wak Eko, dulu istrinya orang yang ramah, suka bermain ke rumah

tetangga, tetapi setelah sakit kemarin dia membatasi diri untuk banyak di rumah

dan melakukan aktivitas di rumah saja, salah satunya mencari kegiatan yaitu

membuat keripik dan wirid mingguan.

2.5.3. Keluarga Wak Paino

Wak Paino merupakan tukang yang tinggal di Serbelawan, tetapi karena

ada proyek pembangunan sebuah rumah pribadi di Pematangsiantar, ia tinggal

sementara disini. Wak Paino bertubuh kecil, berkulit hitam, dan sangat ramah

kepada siapa pun. Kali ini Wak Paino bekerja sebagai tukang di Siantar. Di

(31)

sunyi job kerja, Wak Paino diajak pemborong yang bernama bang Adi untuk ikut

kerja di Siantar, dan Wak Paino pun mau.

Wak Paino sudah menjadi pemborong sejak tahun 1992. Pada tahun 1984

ia sudah berkecimpung di dunia pekerja bangunan. Orangtua nya yang dulu juga

seorang pemborong nurun ke anak-anaknya. Saudara Wak Paino berjumlah 5

orang yang kesemua nya adalah pria. 4 menjadi tukang dan seorang lagi

berdagang, karena ia kurang minat menjadi tukang. Jadi bisa dikatakan bahwa

darah tukang sudah mengalir di darah keluarga Wak Paino. Awalnya Wak Paino

menjadi kenek, setelah 2 tahun menjadi kenek ia naik menjadi tukang. Sepak

terjang Wak Paino sudah kemana-mana dalam membangun sebuah rumah, pernah

ke Riau, Kerinci, dan Pangkal Pinang. Untuk tinggal di barak8 sudah menjadi

persoalan yang biasa di hadapi Wak Paino jika ia harus bekerja sampai di luar

kota. Wak Paino akan pulang seminggu sekali, memberi hasil upah kerja kepada

istri dan melihat keluarga nya. Tetapi kalau pembangunanya cukup jauh, bisa-bisa

Wak Paino pulang selama 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Wak Paino

memiliki 4 orang anak, 2 pria dan 2 wanita. Istrinya memiliki usaha rumah

tangga, yaitu menjual keripik. Kedua anak pria Wak Paino berjualan baso bakar

keliling, seorang anak perempuannya sudah menikah, dan seorang lagi masih

kelas 3 SMK.

Penampilan Wak Paino cukup sederhana sama seperti tukang-tukang yang

lain. Tetapi ia suka memakai topi ketika sedang bekerja. Baginya tak masalah jika

harus turun derajat bekerja sebagai tukang, yang penting tetap bekerja mencari

8

(32)

rezeki yang halal bagi keluarga. Karena bekerja di bidang penjualan jasa seperti

tukang bangunan ini, bukanlah pekerjaan yang tetap, yang setiap hari nya ada,

kadang rame dan terkadang sunyi. Dan ketika sedang ada, langsung diambil saja

kesempatan itu.

2.6. Alat-Alat Kerja Bangunan Yang di Pakai

Alat-alat kerja yang dipakai para tukang ketika sedang bekerja dan fungsinya.

1. Skope, Yang berfungsi untuk memindahkan pasir ke tempat adukan semen,

dan untuk mengaco semen. Di pakai pada saat proses pengadukan semen

2. Cangkul, berfungsi untuk menyangkul tanah dan mengorek tanah. Dipakai

saat mencangkul tanah atau untuk meratakan tanah.

3. Linggis, berfungsi untuk mengorek apa yang dibutuhkan. Di pakai saat

membuka papan mal atau untuk menarik paku yang tidak bisa ditarik dengan

palu biasa.

4. Martil/palu : Martil batu, untuk menghancurkan/menokok batu, misalnya

mengancurkan batu padas pada proses pengerjaan pondasi.

Martil kayu, untuk menokok paku ke kayu. Di pakai di setiap

pengerjaan bangunan, misalkan pemasangan kusen atau pada

saat penokokan paku ke kayu/broti.

5. Ember, untuk mengantarkan adukan semen atau untuk mengangkat air.

6. Sendok pasang/sendok semen, berfungsi untuk menyemen pondasi. Di pakai

(33)

7. Beko(angkong), berfungsi untuk mengangkat pasir, tanah liat, batu atau

barang-barang yang di butuhkan. Di pakai saat melakukan prosed adukan

campuran pasir dan semen, saat pengangkatan tanah liat, dan sebagainya.

8. Kapak, berfungsi jika masih ada yang kayu ang tertinggal akarnya. Maka

dibersihkan dengan kapak.

9. Paku, dipakai saat diperlukan, seperti membuat peranca, membuat kusen, dan

menokok kayu-kayu yang lainnya.

10.Sarung tangan

11.Skrab, berfungsi untuk membersihkan sisa plesteran yang menempel atau sisa

dempulan pada keramik.

12.Cetakan mal/papan mal, terbuat dari papan yang berfungsi untuk menopang

hasil cor bangunan dan juga untuk merapikan semen yang di buat saat

mengecoran pondasi. Papan mal dibuat sendiri oleh tukang saat pengecoran

tiang akan di lakukan.

13.Lat, terbuat dari kayu juga yang berfungsi untuk pengikat cetakan mal. Di

pakai saat pengerjaan coran tiang.

14.Gunting besi, untuk menggunting besi. Di pakai saat besi-besi akan didirikan,

sehingga perlu gunting besi untuk menyatukan dan merapikan besi-besi agar

menyatu dan sama tinggi.

15.Gergaji besi, berfungsi untuk menggergaji besi yang lebih besar dan untuk

menggergaji pipa.

16.Gergaji, berfungsi untuk menggergaji kayu

(34)

18.Kakak Tua, berbentuk seperti tang yang berfungsi untuk mengikat besi.

Karena pada pendirian tiang, besi-besi akan disatuin dengan cincin, dan

direkatkan menggunakan kakatua.

19.Benang, untuk menarik garis lurus, agar ukuran tidak menyimpang.

20.Lot, berbentuk seperti mata pancing di ujungnya dan dililit tali yang berfungsi

untuk mengukur kedalaman tanah dan menarik tegak lurus bangunan

21.Meteran, untuk mengukur-ngukur dalam pengerjaan bangunan. Segala

pegukuran panjang dan lebar, maupun ketinggian.

22.Selang timbang air, berfungsi untuk menyamaratakan ukuran yang berbentuk

vertikal.

23.Waterpass( untuk mengukur kedataran bangunan yang jaraknya cukup dekat,

seperti kedataran lantai ketika sedang di keramik). Di pakai pada saat

pemasangan keramik,pengukuran kusen, dan sebagainya.

24. Raskam Kayu, berfungsi untuk meratakan plesteran, dan raskam plastik

berfungsi saat memplester.

25.Sendok licin, berfungsi untuk menghaluskan hasil plesteran

26.Cangkir, berfungsi untuk membantu tahapan plesteran yang lebih lembut.

27.Rol, terbuat dari kayu atau besi yang berfungsi untuk meratakan dan

merapikan hasil plesteran tahap awal yang masih kasar. Dipakai saat selesai

memplester.

28.Kuas (besar, sedang, kecil), berfungsi untuk meratakan dan merapikan hasil

plester dan mengecat.Dipakai saat merapikan plester dan saat mengecat

(35)

30.Gerinda Potong, berfungsi untuk memotong keramik. Di pakai saat proses

pemasangan keramik.

31.Manual, berfungsi untuk memotong granit. Pemotongan keramik juga tetapi

untuk potongan yang lurus saja

32.Mesin Ketam, di pakai saat ingin menserut kayu atau kusen-kusen yang

kurang pas untuk di pasang ke bangunan.

33.Tempong, terbuat dari triplek dan berbentuk persegi. Di pakai pada saat

memplester dinding untuk menampung semen.

34.Peranca, bisa dibuat sendiri atau di beli. Peranca kayu di buat sendiri pada saat

pengerjaan rumah sudah berdiri tinggi, sehingga jika pekerja untuk pindah

dari satu tempat ke tempat lain, melalui peranca kayu yang mereka buat

sendiri di atas batu bata. Sedangkan peranca besi, alat ini harus di beli dan

fungsinya pun sama, sebagai penopang pekerja ketika pekerjaan sudah tinggi.

35.Pahat adalah peralatan bangunan yang terbuat dari besi dan ujungnya tajam.

Pegangannya bisa terbuat dari kayu atau logam. Fungsinya adalah untuk

melubangi atau mengukir kayu. Dan juga pada saat pengerjaan bangunan,

dipergunakan untuk merapikan hasil coran yang gembung.

36.Kunci besi, merupakan alat yang terbuat dari besi yang di las. Fungsinya

adalah untuk membengkokkan besi, merakit besi dan meluruskan besi.

Untuk alat-alat pekerjaan bangunan ini, ada yang memakai listrik dan ada

pula yang buat sendiri. Alat yang memakai listrik seperti bor, ketam listrik,

gerinda, dan gergaji mesin. Tak jarang juga para pemborong memiliki genset

(36)

tersebut sedang butuh listrik, dengan adanya genset pekerjaan lebih mudah dan

cepat untuk dikerjakan. Selanjutnya alat-alat yang pekerja buat sendiri adalah

cetakan mal, lat, raskam kayu, dan kunci besi. Untuk cetakan mal, dan lat hanya

bisa di pakai untuk sekali penggunaanya, tetapi raskam kayu dan kunci besi bisa

dipakai berkelanjutan.

2.6.1. Cara Merawat Peralatan Bangunan

Bagi semua pekerja bangunan, satu hal yang sangat penting untuk menjaga

alat-alat bangunan yang mereka pakai ketika bekerja. Karena alat-alat tersebutlah

yang membantu mereka ketika bekerja. Alat-alat yang sering di pakai seperti

sendok semen, ember ( untuk mengangkat semen), skope, maupun cangkul adalah

alat-alat yang wajib dibersihkan ketika baru selesai di pergunakan. Setelah selesai

bekerja setiap harinya, para pekerja akan membersihkan sisa-sisa semen yang

terdapat pada alat-alat tersebut agar dapat dipergunakan keesokan harinya. Yang

membersihkan pun bersama-sama, baik kenek maupun tukang.

Untuk alat seperti gergaji, ketam, gunting besi, gergaji besi dan alat-alat yang

materialnya menggunakan besi atau aluminium sebelum dan selesai di

pergunakan harus di minyaki dengan minyak terlebih dahulu, untuk menjaga

keawetan barang tersebut. Ada yang menggunakan oli kotor untuk perawatan

alat-alat seperti gunting besi, dan alat-alat-alat-alat lain seperti gergaji, ketam, dan alat-alat-alat-alat besi

lainnya diminyaki dengan minyak makan. Barang-barang yang menggunakan

listrik seperti gerinda potong, ketam listrik, bor dan sebagainya mereka rawat

dengan menempatkannya di tempat yang kering, jangan basah ataupun lembab

(37)

tidak memiliki waktu yang rutin. Jika saat di pakai, akan di rawat dengan baik,

tetapi jika para tukang lagi tidak mendapatkan job(pekerjaan), biasanya mereka

akan meluangkan waktunya untuk membuka kembali pekakas-pekakas mereka

dan membersihkannya.

Untuk peyimpanan alat-alat tersebut, para tukang menyimpannya dalam

lemari,di dalam peti, atau meletakkannya secara khusus dalam gudang tersendiri.

Ada pengklasifikasian dari peletakan alat-alat tersebut. Beda tukang beda caranya.

Dari tiga tukang yang saya wawancarai yaitu Wak Paino, Wak Paito, dan lek

Bagus memiiki perbedaan cara dalam merawat dan menyimpan alat-alat mereka.

Wak Paito menyimpan alat-alatnya di dalam peti. Di dalam peti tersebut, Wak

Paito membuat skat-skat dengan papan untuk menempatkan barang-barangnya

sendiri. Di tutup peti tersebut Wak Paito manfaaatkan juga untuk membuat ruang

dengan di topang kawat-kawat yang Wak Paito buat sendiri agar bisa menyimpan

alat-alat yang lainnya. Alat-alat yang Wak Paito letakkan di tutup peti yaitu kapak

dan gergaji kayu. Selanjutnya dalam ruang-ruang yang sudah Wak Paito

sekat-sekat tadi, ia akan menempatkan alat-alat tersebut berdasarkan klasifikasiannya.

Untuk alat-alat yang menggunakan listrik seperti bor, ketam listrik, mesin potong

keramik atau yang biasa di sebut gerinda potong akan diletakkan di satu tempat

yang sama. Selanjutnya seperti palu, pahat, linggis, kakaktua, gunting besi,gergaji

besi akan diletakkan di satu tempat yang sama. Kemudian untuk sendok semen,

sendok licin, raskam kayu, raskam pelastik, kuas akan diletakkan di tempat yang

sama. Lot, selang timbang air, waterpas, meteran akan ditempatkan di tempat

(38)

akan diletakkan Wak Paito di luar peti, yaitu di gudangnya Wak Paito. Wak Paito

suka membersihkan alat-alatnya agar tetap menjaga keawetan barang yang ia

miliki. Terkadang ada alat-alat yang sudah berkarat, dikarenakan sudah lama tidak

kelihatan, dan ketika nemu sudah bekarat. Agar alat bisa dipakai lagi, Wak Paito

rajin meminyaki alat-alatnya.

Berbeda dengan cara Wak Paito, Wak Paino menempatkan alat-alat yang

berbau listrik di dalam lemari. Ia lebih menghargai alat-alat listriknya karena lebih

mahal harganya. Alat-alat listrik yang ia susun di dalam lemari seperti, bor, ketam

mesin, gergaji mesin dan gerenda potong. Untuk alat-alat yang lainnya, ia

masukkan ke dalam goni saja. Untuk perawatannya, ketika bekerja Wak Paino

terbiasa meninggalkan barang-barangnya di rumah yang ia kerjai. Agar tidak

capek bolak balek membawa pulang ke rumah alat-alat itu.

Ritual rutin yang Wak Paino lakukan setiap malam takbiran adalah

mengumpulkan semua alat-alat bangunan yang ia punya untuk ia bersihkan di

malam itu. Alat-alat yang masih di tempat kerja, akan ia bawa pulang semua

untuk ia bersihkan. Ketika malam takbiran orang-orang mempunyai kesibukannya

masing-masing, tak terkecuali oleh Wak Paino. Pada malam itu ia akan

mengumpulkan semua alat yang ia punya untuk ia bersihkan seperti di cuci

kembali, di gosoki, dan di minyaki, tanpa terkecuali. Menurut Wak Paino ini

adalah tradisi tiap tahun yang dilakukan Wak Paino untuk menghargai alat-alat

yang ia punya. Menurutnya, karena alat-alat inilah Wak Paino bisa mencari makan

(39)

hargai. Menyambut hari suci, barang-barangnya pun harus bersih juga, agar hati

senang, kata Wak Paino.

Sedangkan lek Bagus menyimpan alat-alat bangunannya ke dalam gudang

di samping rumahnya. Di dalam gudang tersebut saya melihat ada beko, skope,

cangkul,raskam martil, besi-besi, pipa-pipa dan sebagainya. Untul alat-alat listrik,

dan alat-alat kecil lainnya seperti gergaji besi, waterpas, tang, kakatua, dan

sebagainya ia simpan di dalam rumah dengan memasukkan alat-alat tersebut ke

dalam goni. Ada dua goni yang dibedakan pengklasifikasiannya. Goni pertama

berisi alat-alat listrik seperti bor, ketam mesin, dan manual, sedangkan goni kedua

berisi alat-alat yang lainnya. Sama seperti pendapat tukang yang lainnya, alat-alat

listrik tidak boleh ditempatkan di sembarang tempat, harus terhindar dari basah

dan terpaan hujan.

Para tukang mengizinkan pekerjanya untuk mempergunakan alat-alat

yang ia punya. Cuma mereka memiliki sensitifitas yang lebih tinggi terhadap

barang-barang tertentu. Seperti alat-alat listrik yaitu bor, gergaji mesin, mesin

ketam, dan pemotong granit atau yang disebut dengan manual. Ketika

barang-barang tersebut akan di pinjamkan mereka lebih selektif untuk melihat siapa yang

akan memakainya. Mereka akan mengizinkan jika orang yang meminjam adalah

tukang terdekat mereka, yang mereka sudah kenal dekat, atau pekerja mereka

yang mereka awasi langsung penggunaannya. Kadang untuk membuat penolakan

secara halus ketika barang-barang kesayangan mereka di pinjam orang, maka

mereka akan mengatakan sedang di pake kerja atau tinggal di tempat kerja.

(40)

kerjaan yang ia pegang. Mereka melakukan itu karena mereka ingin

meminimalisir kerusakan atau perlakukan dari orang-orang yang tidak

bertanggungjawab. Di samping itu juga, karena barang-barang itu harganya cukup

mahal, maka mereka lebih menaruh perhatian yang lebih besar terhadap alat-alat

tersebut di banding dengan alat-alat yang lainnya.

Untuk perawatan alat-alat yang lainnya, jika rusak mereka akan perbaiki

atau menggantinya. Seperti misalnya, raskam kayu yang rusak, mereka bisa

membuatnya sendiri untuk yang baru, tetapi jika bor sudah rusak, atau gergaji besi

sudah tumpul maka alat itu tidak bisa diperbaiki, harus di ganti dengan yang baru.

Untuk alat-alat yang biasa di lakukan seperti sendok semen, ia di ganti setiap dua

kali pengerjaan rumah, dan skope dapat dipakai untuk 3 kali pengerjaan rumah.

Karena walaupun rajin-rajin dibersihkan, tetapi karena setiap harinya terkena

semen, maka barang-barang tersebut cepat habis. Cepat habis disini maksudnya

adalah barang tersebut sudah tidak layak pakai lagi. Tetapi dari alat-alat yang

sering di pegang oleh tukang seperti sendok semen dan sendok licin ternyata

mereka memiliki perasaan yang berbeda jika memakai alat yang mereka sukai.

Kenapa alat tersebut mereka sukai, adalah karena mereka sudah terbiasa

memegang alat tersebut, ketika dipakai enak ditangan. Walaupun alat-alat tersebut

sama bentukya, misalnya dari 5 sendok semen yang di punya, ada 1 sendok semen

yang menjadi kesukaan pekerja. Ketika memakai sendok yang lain, rasanya

berbeda di tangan. Bisa jadi sendok yang tangan itu membuat bangunan menjadi

kurang rapi karena bentuknya yang kurang pas atau perasaan pengguna yang

(41)

2.7. Teknik Pengerjaan Sebuah Bangunan Rumah

Selama saya penelitian di lapangan, saya meneliti tentang pembangunan

sebuah rumah pribadi dengan proyek seharga 200 juta sedang di kerjakan oleh

para tukang. Dari sana saya belajar dan mendapatkan pengetahuan dari informan

tentang bagaimana cara mendirikan sebuah rumah dari awal hingga akhir. Berikut

akan saya jelaskan mengenai tahapan pengerjaan bangunan sebuah rumah dari

awal hingga sampai selesai.

1. Narik Boplang9 (Bowplank). Ini adalah tahap awal proses pengerjaan sebuah

bangunan. Pengukuran pertama pembentukan rumah. Ini difungsikan untuk

menarik siku rumah. Boplang bukanlah bentuk rumahnya, ia dibuat diluar

rumah untuk menarik siku rumah, agar penempatan bagian-bagian rumahnya

nanti pas, setelah itu di copot kembali. Dasar pengerjaan bangunan di sebuah

lahan kosong, pertama-tama adalah membuat patok kayu yang nanti akan

diletakkan paku untuk menarik benang agar tercipta garis yang lurus dan

selanjutnya dapat membentuk siku 90 derajat dengan tepat. Benang ini

nantinya menjadi pedoman untuk pekerjaan pondasi, sekat-sekat rumah, dan

pemasangan dinding batu bata. Bowplank ini dipasang di luar penggalian

pondasi.

2. Pengkorekan Tanah. Pengkorekan tanah ini dilakukan untuk membuat pondasi

rumah. Untuk rumah pribadi, kedalaman pondasi bisa dari 60-80cm (jika pada

situasi tanah yang rata). Dan untuk rumah bertingkat, kedalaman pondasi bisa

dari 80 cm sampai 1 meter 20 cm. Tergantung tanah nya. Jika tanahnya keras,

9

(42)

maka kedalaman pengorekan akan sedikit saja diambil, tetapi jika tanahnya

gembur maka pengorekan akan lebih dalam. Tujuan pengkorekan tanah ini

adalah sebagai pembentukan dasar rumah. Tanh-tanah yang di korek adalah

tempat yang akan membentuk sekat-sekat rumah untuk di pondasi.

3. Membuat Pondasi. Setelah pengorekan tanah dilakukan, maka dilakukan

tahapan pondasi, yang sering disebut-sebut sebagai peletakan batu pertama.

Untuk wilayah Pematangsiantar, batu yang digunakan untuk membuat pondasi

adalah batu padas. Karena batu ini banyak terdapat di wilayah sekitaran

Pematangsiantar. Dikarenakan topografi Pematangsiantar yang sekitarnya

masih banyak sungai, sehingga batu ini mudah untuk di dapatkan di

kali/sungai. Dan juga sudah menjadi kebiasaan bagi warga Pematangsiantar

untuk membuat pondasi dengan batu padas, disamping itu juga batu ini kokoh

dan kuat untuk menahan sebuah bangunan. Berbeda dengan wilayah lainnya,

seperti Medan, yang banyak membuat pondasi dengan menggunakan batu

kerikil. Mungkin di Medan batu kerikil lebih mudah didapat, dibanding dengan

batu padas, sehingga batu kerikil menjadi bahan yang biasa mereka pakai untuk

mondasi rumah. Proses pengerjaan pondasi ini adalah setelah pengorekan tanah

sudah selesai dilakukan, maka proses selanjutnya adalah narik benang. Ini

lakukan agar menarik garis lurusnya, sehingga pondasi yang akan dibuat tidak

mereng kesana kemari. Menurut aturan pemerintah dari penuturan informan

saya, setelah pengorekan tanah di lakukan maka terlebih dahulu lubang

tersebut di beri pasir. Kira-kira ketebalannya sekitar 10cm. Baru kemudian di

(43)

saat terjadi gempa, rumah tidak langsung ambruk, tetapi ngepir dulu, karena

ada tahanan dari pasir. Tetapi ada tukang yang menerapkan ini, dan ada yang

tidak. Setelah semua benang sudah di pasang di masing-masing lubang, baru

memasukkan batu padas dan dilapisi dengan speksi10. Prosesnya sama seperti

memasang batu bata. Bedanya jika pada pemasangan batu bata, untuk

merapikannya bisa dengan sendok semen yang dipegang tukang, kalau pondasi

tidak bisa. Selain memakai sendok semen, untuk merapikan dan meluruskan

pondasi pada saat menaruh semennya di bantu dengan mal, yang terbuat dari

papan atau bisa juga dari kayu broti. Yang penting bentukan pondasinya lurus

dan rapi.

4. Pengecoran Ring Sloof. Tahapan ini dilakukan setelah pengerjaan pondasi

selesai dilakukan. Pengecoran ring selop dibuat di atas pondasi yang sudah

selesai. Bahan yang diperlukan adalah semen, pasir, kerikil. Bahan-bahan ini

diaduk kemudian didirikan di atas pondasi dengan bantuan cetakan mal.

Cetakan mal ini terbuat dari papan yang berfungsi agar pengerjaan rapi, lurus

dan tidak keluar dari jalur. Setelah itu ada juga campuran besi yang diletakkan

di masing-masing batas sekat atau di ujung-ujung siku. Fungsinya sebagai

penopang agar bangunan lebih kuat. Ukuran untuk ring selop ini adalah 10 cm

lebar dan tinggi ke bawah 20 cm. Ada beberapa rumah yang tidak melalui

pengecoran ring selop. Biasanya dari pendirian pondasi langsung pemasangan

batu bata, tetapi ada juga yang melalui pengecoran ring selop. Tergantung

inisiatif dari tukang atau negoisasi dari pemilik rumah. Mungkin ada pemilik

10

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu proses pembuatan dimulai dari pencarian data, merancang basis data yang akan digunakan, merancang antar muka dan proses dari pemesanan. Dari web ini dapat diperoleh

Terselenggaranya dukungan sektor transportasi untuk kelancaran distribusi bahan pokok kebutuhan masyarakat dan komoditas strategis lainnya dalam upaya mendorong pertumbuhan

Web yang dikhususkan bagi para remaja ini, merupakan media informasi yang dapat memberi jawaban dari pertanyaan para remaja mengenai segala sesuatu yang terjadi di lingkungan

Selain itu dengan aplikasi permainan komputer ini diharapkan dapat mengacu para mahasiswa yang khususnya di jurusan teknologi komputer untuk mencoba membuat aplikasi

Untuk rakyat berpenghasilan rendah (termasuk petani penggarap, nelayan dan buruh kelas bawah). Harga Rp 20 juta sampai 25 juta Pemberian kredit

[r]

Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh responden mengenai kanker serviks dan metode deteksi dini menggunakan program IVA dalam kategori baik dengan presentase 92%

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, workbook kontekstual yang berkaitan langsung dengan tema 7 yaitu sumber energi dapat diterapkan pada pembelajaran