• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM (STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM (STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM

(STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)

SKRIPSI

PAMELA H34076118

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

PAMELA. Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Permintaan tanaman hias yang sering berubah mengikuti tren menyebabkan persediaan tanaman hias cenderung menumpuk. Kondisi yang sama juga dialami oleh PT.Godongijo Asri (GIA). Sebagai gambaran penumpukan persediaan adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei 13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun.

Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar, yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias tersebut.

Pengusahaan tanaman hias yang cenderung menumpuk dapat membuat dua rumusan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan, dan apakah ada metode persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias. Dengan demikian tujuan penelitian adalah (1) mempelajari manajemen persediaan tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, (2) mempelajari model persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, dan (3) menentukan pilihan model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persediaan ideal yang biasa digunakan pada perusahaan manufaktur. Model tersebut adalah model EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala, EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, probabilistik, peramalan permintaan dengan menggunakan metode dekomposisi, Material Requirement Planning (MRP), dan Just In Time (JIT).

Berdasarkan hasil di lapangan, perencanaan persediaan GIA didasarkan pada target penjualan. Target penjualan disusun berdasarkan informasi data penjualan adenium selama tiga tahun sebelumnya dan informasi pada industri tanaman hias. Pengendalian persediaan adenium dilakukan dengan metode two bin system . Manajemen persediaan yang dilakukan terorganisir dengan baik, dan penumpukan persediaan adenium yang terjadi relatif masih dinilai wajar. Namun,

(3)

dari segi pengadministrasian persediaan, GIA relatif belum rapih dalam penyimpanan data ataupun pencatatan data mengenai persediaan.

Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi , probabilistik, peramalan, MRP dan JIT, tidak ada satu pun model persediaan ideal yang cocok dilakukan dalam manajemen persediaan usaha tanaman hias.

Model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan oleh GIA adalah model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi. Hal ini dikarenakan manajemen persediaan yang berjalan selama ini di perusahaan telah berjalan dengan menggunakan metode two bin system , dan kendala investasi dapat menyesuaikan biaya persediaan dengan anggaran belanja perusahaan, serta perhitungan EOQ akan membantu perusahaan dalam menentukan jumlah kuantitas pesanan ekonomis.

(4)

MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM

(STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)

PAMELA H34076118

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Manajemen Persediaan Usaha Adenium

(Studi Kasus PT. Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat)

Nama : Pamela

NIM : H34076118

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011 Pamela

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Aslan Situmorang dan Ibunda Asnidar Rajaguk-guk.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Muara Beres, Cibinong, Bogor pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 2 Cibinong, Bogor. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 3 Bogor, dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis diterima di Program Studi Diploma Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan diploma III tahun 2007 dan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat)”.

Persediaan merupakan buffer antara permintaan dan penawaran. Manajemen persediaan perlu dilakukan untuk kelangsungan proses produksi, termasuk pada perusahaan agribisnis. Sejumlah model persediaan ideal telah ditemukan untuk membantu proses keputusan dalam manajemen persediaan.

Skripsi ini membahas manajemen persediaan usaha adenium yang dilakukan oleh salah satu perusahaan agribisnis yaitu PT.Godongijo Asri. Selanjutnya persediaan usaha adenium dianalisis dengan sejumlah model persediaan ideal yang biasa diterapkan pada usaha manufaktur. Perbandingan hasil antara metode perusahaan dengan model ideal dapat membantu melihat kemungkinan pengendalian persediaan pada usaha adenium.

Skripsi ini bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Namun demikian, penulis pun menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini.

Bogor, April 2011 Pamela

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril serta materil kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain sebagai berikut :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan proposal penelitian.

3. Eva Yolynda Aviny, SP, MM , dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Orangtua dan keluarga tercinta (Dian Febrina, Siska Situmorang, dan Elizabeth Situmorang ) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

5. Karyawan PT.Godongijo Asri (Slamet, Nadeak, dan Susi) atas informasi dan data yang diberikan kepada penulis.

6. Kandola yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat dan doa. 7. Dian Fitri sebagai pembahas pada seminar penulis.

8. Teman-teman Agribisnis IPB (Lia Wijaya, Marsella Sembiring, Merry Sipayung, Wastin Midian, Hussein, dan masih banyak lainnya) atas motivasi yang diberikan kepada penulis.

9. Sekretariat Program Sarjaan Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, atas pelayanan yang diberikan.

Bogor, April 2011 Pamela

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan penelitian ... 6 1.4 Manfaat ... 6 1.5 Ruang lingkup ... 6 II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Usaha Tanaman Hias ... 7

2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan ... 9

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

3.1 Manajemen Persediaan ... 12

3.2 Fungsi Manajemen Persediaan ... 15

3.3 Pengendalian Persediaan ... 17

3.3.1 Biaya dalam Persediaan ... 18

3.3.2 Sistem Pengendalian Persediaan Ideal ... 20

3.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ... 20

3.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ... 21

3.4 Jenis dan Kegunaan Persediaan ... 22

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional... 24

IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 26

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 27

4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ... 27

4.3.2 Penentuan Biaya Persediaan ... 28

4.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ... 28

4.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ... 44

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 51

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 51

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ... 53

5.3 Organisasi Perusahaan ... 53

5.3.1 Deskripsi Kerja ... 54

(11)

5.4 Deskripsi Unit Bisnis ... 57

5.5 Deskripsi Unit Bisnis Adenium ... 58

5.6 Deskripsi Unit Bisnis Tanaman Hias Non Adenium ... 59

5.7 Deskripsi Produk ... 60

5.8 Deskripsi Pelanggan ... 62

5.9 Deskripsi Kegiatan Pemasaran ... 62

5.9.1 Produk ... 62

5.9.2 Harga ... 63

5.9.3 Tempat (Place) ... 65

5.9.4 Promosi (Promotion) ... 65

VI MANAJEMEN PERSEDIAAN TANAMAN HIAS ADENIUM ... 66

6.1 Penjualan Adenium... 66

6.2 Perencanaan Produksi ... 68

6.3 Perencanaan Input Adenium ... 69

6.4 Perencanaan Persediaan Adenium ... 71

6.5 Pelaksanaan Pengadaan Input Adenium ... 72

6.6 Penyimpanan Persediaan Input Adenium ... 74

6.7 Pengendalian Persediaan Input Adenium ... 75

6.8 Identifikasi Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A Pada PT.Godongijo Asri... 75

6.9 Evaluasi terhadap Manajemen Persediaan yang Dilakukan GIA ... 78

VII ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN METODE IDEAL ... 83

7.1 Model EOQ Klasik ... 83

7.2 Model EOQ dengan Kendala Investasi... 85

7.3 Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi... 86

7.4 Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi ... 88

7.5 Model Probabilistik ... 89

7.6 Model Peramalan... 90

7.7 Model MRP... 91

7.8 Model Just In Time (JIT)... 93

VII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 94

8.2 Saran... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008... 2

2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008... 3

3. Rumusan Asumsi Model EOQ Klasik ... 32

4. Rumusan Asumsi Model EOQ dengan Kendala Investasi ... 33

5. Rumusan Asumsi Model Probabilistik ... 39

6. Rumusan Asumsi Model Peramalan Permintaan ... 40

7. Peramalan dengan Metode Dekomposisi... 42

8. Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random ... 42

9. Rumusan Asumsi Model MRP ... 48

10. Format MRP... 48

11. Rumusan Asumsi MRP dan JIT... 50

12. Produk PT. Godongijo Asri Berdasarkan Unit Bisnis... 60

13. Penjualan Adenium PT. Godongijo Asri Tahun 2005-2009... 67

14. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Pesanan... 76

15. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 77

16. Biaya Penyimpanan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 78

17. Biaya Persediaan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 78

18. Penjualan Adenium, Perencanaan Bonggol , dan Realisasi Pengadaan Bonggol Adenium... 79

19. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ Klasik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 83

20. Standar Deviasi Penjualan Adenium Grade A Tahun 2009... 84

(13)

22. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ Klasik dengan Kendala Investasi

pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 85 23. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium

Grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri

Tahun 2009... 86 24. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium

Grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri

Tahun 2009... 88 25. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium

Grade A dengan Model EOQ dengan Model Probabilistik

pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009... 90 26. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium

Grade A pada Model Peramalan dengan Metode EOQ Klasik

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran

dan Permintaan ... 13

2. Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu ... 14

3. Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan ... 20

4. Klasifikasi Pengendalian Berdasarkan Jenis ... 22

5. Kerangka Pemikiran Operasional... 25

6. Model EOQ... 29

7. Asumsi Permintaan pada Model EOQ ... 30

8. Hirarki Model Probabilistik ... 37

9. Hirarki Proses Perencanaan Produksi ... 45

10. Bill of Materials untuk Meja (sebagai contoh) ... 46

11. Proses MRP ... 47

12. Penetapan Harga Jual pada PT.Godongijo Asri... 64

13. Proses Perencanaan Produksi Adenium PT.Godongijo Asri... 69

14. Hirarki Keputusan Pengadaan Input Adenium PT.Godongijo Asri ... 70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Struktur Organisasi PT.Godongijo Asri... 99 2. Daftar Harga Adenium Tahun 2009... 100 3. Suku Bunga Simpanan Bulanan Bank Indonesia Periode 2009.. 101 4. Pengadaan Input Bonggol PT. Godongijo Asri Tahun 2009... 102 5. Perhitungan Biaya Opportunity Bonggol Adenium Grade A

Tahun 2009... 103 6. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut

Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa

Kendala Investasi... 104 7. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut

Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan

Kendala Investasi... 105 8. Peramalan Permintaan Adenium Grade A Tahun 2009... 106

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen persediaan atau disebut juga inventory control adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan , pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan barang sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan dapat ditekan secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyediaan barang. Dengan demikian, usaha yang perlu dilakukan dalam manajemen persediaan secara garis besar dapat diperinci yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan produksi, membatasi nilai seluruh investasi, membatasi jenis dan jumlah barang, memanfaatkan seoptimal mungkin material yang ada.

Manajemen persediaan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Suatu perusahaan yang memiliki persediaan yang lebih banyak daripada perusahaan lainnya relatif lebih terjamin proses produksinya. Namun, jumlah persediaan pun perlu dikelola, karena di sisi lain, jumlah persediaan yang semakin banyak, akan menimbulkan biaya persediaan yang semakin besar juga. Bila persediaan tidak dikontrol dengan baik, biaya persediaan dapat meningkat, dan selanjutnya dapat mengurangi kemampuan kompentensi perusahaan. Manajemen persediaan menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.

Manajemen persediaan pun perlu dilakukan oleh perusahaan agribisnis. Perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis relatif lebih tidak stabil persediaannya, dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan persediaan dalam perusahaan agribisnis relatif dipengaruhi oleh faktor musim, hama dan penyakit, dan jumlah permintaan yang relatif lebih tidak stabil daripada permintaan pada perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang agribisnis.

(17)

Salah satu sub sektor agribisnis yang berkembang adalah tanaman hias. Perkembangan tanaman hias di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 produksi tanaman hias di Indonesia meningkat sebesar sembilan persen pada tahun 2008 bila dibandingkan pada tahun 2007. Sejalan dengan peningkatan produksi, luas panen tanaman hias pun meningkat di tahun 2008, sebesar lima persen. Akan tetapi, nilai produktivitas tanaman hias menurun pada tahun 2008 sebesar tiga persen. Hal ini dikarenakan serangan organisme pengganggu tanaman dan penyakit tanaman meningkat di tahun 2008.

Berdasarkan Tabel 1, neraca perdagangan tanaman hias di Indonesia pada tahun 2008 meningkat sekitar 84 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan permintaan dari pasar luar negeri terhadap tanaman hias produksi dalam negeri. Dengan demikian, peningkatan neraca perdagangan dapat menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh produsen tanaman hias di dalam negeri.

Tabel 1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008

Uraian 2007 2008* Perkembangan (%) Produktivitas (Kg/M2) 11,0 10,7 ( 3,0) Produksi (Kg) 15.775.751,0 16.597.668,0 9,0 Luas Panen (M2) 1.427.534,0 1.556.012,0 5,0 Ekspor (US$) 6.899.222,0 9.690.804,0 40,6 Impor (US$) 2.019.309,0 732.898,0 (63,7) Neraca Perdagangan (US$) 4.879.913,0 8.957.906,0 84,0

ket : * : angka ramalan

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2009,diolah)

Tanaman hias telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tanaman hias banyak dimanfaatkan untuk berbagai acara, seperti selamatan kelahiran, perkawinan, kematian, dan upacara keagamaan. Tanaman hias juga banyak dibutuhkan untuk memperindah lingkungan sekitar, termasuk dekorasi ruangan dan halaman rumah. Pemanfaatan tanaman hias telah berkembang menjadi sarana komunikasi personal untuk menyatakan rasa duka maupun suka kepada teman dan kerabat karib.

(18)

Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura (2007), rata-rata persentase tertinggi peningkatan produksi tanaman hias per tahun di Indonesia selama tahun 2001-2006 terjadi di Jawa Tengah, dengan tingkat sebesar 39,38 persen. Di urutan kedua dan ketiga yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur dengan tingkat sebesar 30,37 persen dan 27,93 persen. Dengan demikian Jawa Barat merupakan sentra produksi tanaman hias di Indonesia.

Daerah pelaku usaha tanaman hias di Jawa Barat yaitu Kota Depok. Pengusahaan tanaman hias di Kota Depok pada tahun 2008 yaitu sebesar 400.000 meter persegi (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2, tanaman hias yang paling luas lahan panennya yaitu anggrek, yaitu sebesar 34 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias. Selain anggrek, tanaman hias lainnya yang juga memiliki luas pengusahaan yang relatif luas yaitu aglaonema, heliconia, adenium, euphorbia, dan phylodendron.

Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008

No Nama Tanaman Hias Luas Panen Tanaman Hias

(M2) Persentase (%) 1 Anggrek 135.593 34 2 Aglaonema 59.547 15 3 Heliconia 35.125 9 4 Adenium 30.344 8 5 Euphorbia 28.635 7 6 Phylodendron 23.964 6

7 Tanaman Hias Lainnya 86.792 22

Total 400.000 100

Sumber : Pemerintah Kota Depok (2009)

Pengusahaan tanaman hias memerlukan lahan yang luas. Hal tersebut dikarenakan semakin luas lahan pengusahaan tanaman hias, semakin banyak jenis tanaman hias yang dapat diusahakan. Usaha tanaman hias tergantung pada tren permintaan. Tren permintaan yang relatif sulit diprediksi membuat pengusaha tanaman hias menyediakan berbagai aneka jenis tanaman hias. Ketika tren suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan tanaman hias tersebut perlu ditingkatkan. Namun, ketika tren tanaman hias tersebut menurun, maka persediaan akan tanaman hias tersebut perlu dikelola, agar opportunity cost dari sumber daya lahan tidak meningkat, dan perusahaan dapat mengusahakan

(19)

tanaman hias lainnya yang sedang tren di masyarakat. Oleh karena itu, manajemen persediaan pada usaha tanaman hias perlu dilakukan.

Salah satu perusahaan tanaman hias yang memiliki lahan yang luas di Depok, dan menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia adalah PT.Godongijo Asri (GIA). Wilayah pengusahaan adenium di GIA sebesar 1,5 Hekta are mencapai 50 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias adenium di Kota Depok (Lihat Tabel 2). Selain memiliki wilayah pengusahaan yang luas, GIA pun menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia, karena GIA melakukan rilis baru untuk tanaman hias adenium yang lebih cepat daripada pesaingnya, yaitu sebanyak dua kali dalam setahun. GIA sebagai suatu perusahaan yang memiliki lahan yang luas, dan menjadi pusat tren tanaman hias tentunya memiliki manajemen persediaan dalam mengelola persediaan tanaman hias yang diusahakannya.

1.2 Perumusan Masalah

Bukti-bukti empiris mengenai persediaan tanaman hias masih terbatas. Namun persediaan tanaman hias cenderung menumpuk . Hal tersebut dapat dilihat pada persediaan tanaman hias, baik pada luasan kecil maupun pada luasan besar. Luasan kecil misalnya yaitu show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor, Cibinong, sedangkan luasan besar misalnya GIA yang berukuran 2,5 Hekta are., pengusaha tanaman hias baik luasan lahan kecil maupun besar mengusahakan berbagai jenis tanaman hias. Sebuah Show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor mengusahakan tanaman hias sekitar 20 jenis tanaman. GIA sebagai perusahaan yang memiliki luasan besar, mengusahakan sekitar 150 jenis tanaman. Kecenderungan menumpuk ini, dimaksudkan untuk memenuhi permintaan tanaman hias yang mengikuti tren yang relatif sulit diprediksi. Pengusaha tanaman hias yang cenderung menumpuk, tentunya akan membawa dampak pada biaya persediaan yang besar.

GIA sendiri memiliki persediaan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan cenderung menumpuk. Sebagai gambaran penumpukan persediaan adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade

(20)

A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei 13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun.

Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar, yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias tersebut. Oleh karena itu dapat dirumuskan suatu pertanyaan, apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ?

Jumlah persediaan yang semakin besar, pada akhirnya akan berdampak pada biaya persediaan yang semakin besar pula. Oleh karena itu, dapat dirumuskan suatu pertanyaan lainnya, yaitu adakah metode persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Mempelajari manajemen persediaan tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri.

2. Mengidentifikasi metode persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri.

3. Menentukan pilihan metode pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri.

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian adalah :

1. Bagi perusahaan adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan tanaman hias yang dilakukan selama ini.

2. Bagi penulis adalah mengetahui mengenai manajemen persediaan tanaman hias 3. Bagi pembaca adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan

pada tanaman hias.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah manajemen persediaan dalam bentuk perencanaan dan pengendalian persediaan tanaman hias, dengan mengambil contoh tanaman Adenium . Penelitian ini mempelajari mengenai manajemen persediaan input adenium berupa bonggol dan entres adenium secara keseluruhan, dan mengkaji biaya persediaan berupa bonggol adenium grade A.

(22)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Tanaman Hias

Sebagian besar orang menganggap belanja tanaman hias bukanlah kebutuhan mendesak (Sunardi, 2007). Tanaman hias dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder, atau bahkan tersier mengingat sebagian komoditas tanaman hias memiliki harga jual yang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan juta, yang pemenuhannya setelah orang bisa memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan. Kebutuhan diluar kebutuhan pokok, adalah barang-barang yang memiliki sensitifitas yang tinggi. Suatu saat akan digemari dan harganya akan melambung karena permintaan menjadi banyak, disaat lain akan menurun tajam begitu permintaannya rendah

Tanaman hias dapat dikatakan sebagai suatu mode, yang setiap saat akan berganti (Sintia,2006). Pergantian mode yang bisa berganti setiap saat ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Vinca Nusery (2009), mode sangat dipengaruhi oleh : (1) Promosi bintang terkenal, atau tokoh masyarakat, contohnya suatu saat ada seorang bintang film terkenal menyukai anggrek, maka dengan cepat jenis anggrek akan disukai oleh banyak orang, terutama mereka yang juga menyukai bintang film tersebut. Promosi yang dilakukan oleh bintang film atau tokoh masyarakat menentukan mode tanaman hias karena pada umumnya apa yang disukai oleh bintang film atau tokoh masyarakat akan lebih mudah disukai oleh masyarakat; (2) Musim, karena tanaman hias tertentu hanya bisa dinikmati dengan baik pada musim-musim tertentu saja, dan kondisnya tidak begitu baik pada musim yang lain; (3) Fluktuasi perekonomian global maupun kondisi perekonomian setiap individ, misalnya ada saat musim anak masuk sekolah, atau memasuki bulan puasa dan lebaran, atau tahun baru, biasanya tren tanaman hias menurun, dan akan naik lagi pada saat yang lain. Demikian pula perekonomian global. Pada saat bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi, maka tanaman hias adalah salah satu produk yang mendapat dampak sangat buruk. Banyak petani tanaman hias yang gulung tikar karena tidak ada pembeli; (4) Ketersediaan yang terbatas di suatu waktu, atau tanaman hias tidak bisa diproduksi massal pada waktu yang instant. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi

(23)

oleh lingkungan. Sehingga pada saat menjadi tren, harganya bisa melonjak tajam karena suplainya tidak bisa langsung tersedia secara massal.

Selanjutnya, berdasarkan komunikasi lisan pada tahun 2007 dengan pemilik GIA, Chandra Gunawan, beliau memprediksikan tanaman hias yang dapat tercipta trennya, adalah tanaman yang mudah perawatannya, mudah ditransportasikan jarak jauh, mudah dihibridisasi atau disilangkan, dan dapat tumbuh diketinggian yang relatif berbeda. Tanaman yang mudah perawatannya, tentu akan disukai oleh konsumen tanaman hias, karena sebagian besar konsumen tanaman hias merupakan orang yang awam terhadap tanaman hias. Apabila konsumen , memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, mencoba untuk merawat di rumah, dan berikutnya tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik, maka tentu konsumen tersebut akan merasa suka, dan kemungkinan besar, pada masa berikutnya konsumen akan mencari jenis tersebut, atau varietas lainnya yang mungkin saja berharga lebih mahal dari varietas sebelumnya. Tanaman harus bisa ditransportasikan dari satu kota ke kota yang lain dengan mudah, tidak membutuhkan penanganan yang rumit, bisa ditumpuk sehingga efisien ruangan, dan sampai ditempat tujuan walaupun memakan waktu beberapa hari tetapi tanaman tetap dalam kondisi yang cukup prima untuk ditanam lagi. Tanaman yang tidak mudah ditransportasikan jarak jauh dengan mudah, akan perlu biaya tinggi dalam pemindahan antar kota, atau harus mendapat perlakuan yang sangat khusus (contohnya ruangan dengan suhu terkendali, media tertentu), hanya akan menjadi tren sesaat di kota tertentu saja, dan tidak akan menjadi tren yang meluas dan lama. Khususnya, daerah perkotaan di Indonesia sebagian besar merupakan dataran rendah, sehingga ciri khas tanaman hias yang mampu menjadi tren dan terjaga trennya adalah tanaman hias yang mampu hidup di daerah dataran rendah.

Permintaan tanaman hias yang mengikuti trend permintaan yang bisa berubah setiap saat menyebabkan permintaan tanaman hias cenderung sulit untuk diprediksi. Bila permintaan suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan akan permintaan tanaman hias tersebut diperbanyak. Ketika permintaan tanaman hias tersebut menurun, sedangkan persediaannya terlanjur melimpah, maka menimbulkan suatu konsekuensi bahwa persediaan tanaman hias tersebut menumpuk. Oleh sebab itu permintaan tanaman hias yang cenderung sulit

(24)

diprediksi menyebabkan perusahaan dalam industri tanaman hias relatif sulit mengatur strategi terkait persediaan tanaman hias yang dijual.

2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan pada umumnya dilakukan pada industri manufaktur. Trend permintaan relatif tidak mendominasi pada industri manufaktur. Hakim (2008), Kuraesin (2006), Kurniawan (2007), dan Halomoan (2008) menganalisis manajemen persediaan pada industri manufaktur. Mereka membandingkan biaya persediaan yang dilakukan oleh perusahaan atau biaya persediaan menurut metode perusahaan, dengan biaya persediaan menurut metode ideal.

Hakim (2008) dan Kuraesin (2006) sama-sama menganalisis manajemen persediaan dengan menggunakan metode peramalan, dan metode EOQ di perusahaan yang berbeda,. Terdapat persamaan dan perbedaan model peramalan yang mereka gunakan. Hakim (2008) menggunakan metode peramalan dengan model Trend, model peramalan bergerak rata-rata sederhana (simple moving average), model pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), model pemulusan eksponensial ganda Holt (Holt Double Exponensial Smoothing), model dekomposisi dan ARIMA. Kuraesin (2006) menggunakan metode peramalan dengan menggunakan model Trend, simple moving average, single exponential smoothing dan Expcted Oppurtunity Loss. Kuraesin (2006) menemukan bahwa model pemulusan eksponensial tunggal merupakan model terbaik dalam metode peramalan permintaan yang diteliti, sedangkan model dekomposisi merupakan model terbaik dalam metode peramalan yang ditemukan oleh Hakim (2008). Model dekomposisi menjadi yang terbaik menurut Hakim (2008), karena data yang dimiliki oleh Hakim terdapat pengaruh musiman, kecenderungan, dan keteracakan, sedangkan model eksponensial merupakan model yang terbaik menurut Kuraesin (2006), karena data yang dimiliki oleh Kuraesin tidak menunjukkan kecenderungan atau trend dari waktu ke waktu dan dapat diasumsikan bahwa permintaan akan relatif stabil.

Hakim (2008) menganalisis manajemen persediaan pasokan belimbing segar pada PT.Sewu Segar Nusantara (SSN). Metode ideal yaitu metode

(25)

pasokan yang diperoleh SSN (metode perusahaan atau MP), menghasilkan adanya suatu selisih, dimana metode ideal menyarankan biaya persediaan yang lebih tinggi sebesar 40 persen daripada biaya persediaan metode perusahaan, sehingga menurut metode ideal, perusahaan perlu menambah pasokannya untuk memenuhi potensi permintaan konsumen, atau menghindari kehilangan penjualan (stockoutcost).

Berbeda halnya dengan Hakim (2008) yang menemukan bahwa metode menyarankan jumlah yang lebih tinggi daripada metode perusahaan, Kuraesin (2006) menemukan sebaliknya pada persediaan kedelai pada CV. AS Jaya (AJ). Biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 39 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan. Dengan demikian bahwa terjadi penumpukan persediaan yang selama ini dilakukan AJ melalui metode perusahaan.

Kurniawan (2008) dan Halomoan (2007) sama-sama menganalisis persediaan bahan baku dengan menggunakan metode MRP, teknik Lot for Lot (LFL), dan EOQ di perusahaan yang berbeda. Perbedaan dalam alat analisis di antara keduanya adalah Kurniawan (2008) menggunakan pula POQ, sedangkan Halomoan (2007) menggunakan PPB. Kurniawan (2008) merekomendasikan kepada perusahaan dengan menggunakan MRP teknik POQ, sedangkan Halomoan (2007) menyimpulkan MRP dengan teknik LFL sebagai teknik yang dapat menghasilkan biaya persediaan terendah. Kelemahan MRP dengan teknik LFL yang dianalisis oleh Halomoan (2007) sulit untuk diterapkan oleh perusahaan karena jumlah permintaan yang berfluktuasi sementara waktu tunggu bahan baku adalah relatif lama, sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi perubahan permintaan tersebut.

Senada dengan Kuraesin (2006), Kurniawan (2008) dan Halomoan (2007) juga menemukan bahwa biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah daripada metode perusahaan. Kurniawan (2008) menemukan biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 43 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan, sedangkan Halomoan (2008) menemukan biaya persediaan menurut ideal lebih rendah sebesar 60 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan. Senada dengan Kuraesin

(26)

Namun, pada penelitian Halomoan (2008), bila metode ideal yang dijalankan, maka akan dihasilkan kerugian juga yaitu terjadi kehilangan penjualan atau stock out cost.

Baik Kuraesin (2006), Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim (2008) sama-sama menemukan perbedaan biaya persediaan antara metode ideal dan metode perusahaan. Berdasarkan penelitian yang Kuraesin (2006), Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim (2008) lakukan terdapat dua tipe manajemen persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Hakim (2008) menemukan tipe manajemen yang pertama, yaitu dimana metode ideal menghasilkan biaya persediaan yang lebih tinggi sebesar 40 persen dibandingkan dengan biaya persediaan menurut metode perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa perusahaan kehilangan penjualan. Tipe kedua adalah tipe yang ditemukan oleh Kuraesin (2006), Halomoan (2007), dan Kurniawan (2008), yaitu dimana metode ideal menghasilkan biaya persediaan lebih rendah sebesar 39-60 persen. Hal tersebut memiliki dua kemungkinan , yaitu bahwa perusahaan menumpuk persediaan menurut Kuraesin (2006), dan Kurniawan (2008), dan perusahaan kehilangan penjualan menurut Halomoan (2008). Range perbedaan antara metode ideal dan metode perusahaan yang ditemukan pada industri manufaktur sebesar 39-60 persen mengindikasikan kecenderungan bahwa dalam manajemen persediaan manufaktur pun relatif sulit dilakukan menurut metode ideal.

(27)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Manajemen Persediaan

Setiap perusahaan, memerlukan berbagai jenis barang untuk keperluan proses produksinya. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal, barang ini diperoleh dari tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain. Selain itu, penggunaannya relatif tidak teratur, baik frekuensi, jumlah maupun jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan barang.

Segala barang yang disimpan tersebut dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan, misalnya gudang penyimpanan barang (baik gudang tertutup maupun gudang terbuka), lapangan atau halaman disebut barang persediaan atau inventory (Indrajit, 2005). Alasan pokok penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen (2001) adalah untuk menghadapi ketidakpastian permintaan. Walaupun biaya unit persediaan, dan ataupun biaya pemesanan ulang, serta ataupun biaya penyimpanan persediaan relatif kecil, perusahaan tetap akan menyimpan persediaan karena adanya biaya-biaya kekurangan persediaan (stock out cost). Contoh biaya kekurangan persediaan adalah penjualan yang hilang (baik untuk saat ini maupun masa datang), biaya ekspedisi (meningkatnya biaya transportasi, jam kerja lembur, dan lain-lain), dan biaya-biaya kegiatan produksi yang terputus. Jika permintaan untuk bahan baku dan produk-produk lebih besar dari yang diharapkan, persediaan dapat memberikan solusi, yaitu dengan memampukan perusahaan untuk memenuhi tuntutan tanggal jatuh tempo pengiriman (untuk menjaga kepuasan pelanggan).

Senada dengan Hansen dan Mowen (2001), Waters (1992) juga mengutarakan alasan pokok penyimpanan persediaan digunakan sebagai penyangga (buffer) antara penawaran dan permintaan. Waters (1992) mencontohkan suatu persediaan roti pada toko roti. Jika toko roti tersebut

(28)

mengetahui dengan tepat jumlah roti yang akan laku terjual, mereka (toko roti tersebut) tentunya akan memanggang roti sejumlah yang diperlukan, dan tentunya saja akan menghilangkan persediaan, dan memiliki keuntungan yaitu a) setiap konsumen akan mendapatkan roti yang segar, dan b) tidak akan ada roti yang basi dan terbuang. Namun dalam kenyataannya, bagaimanapun toko roti tidak tahu dengan pasti kapan konsumen akan meminta roti, jadi mereka menjaga persediaan untuk ketidakpastian tersebut. Ada faktor penting lainnya pada contoh ini. Jalan yang dinilai paling efisien dalam memproduksi roti adalah memanggang roti sebanyak-banyaknya dalam sekali waktu. Akan tetapi, sebagian besar konsumen hanya menginginkan dalam kuantitas yang kecil, jadi ada ketidaksesuaian antara tingkat permintaan dan penawaran. Persediaan berperan sebagai penyangga (buffer) antara penawaran dan permintaan secara sistematis dapat terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran Dan Permintaan

Sumber : Waters (1992)

Alasan-alasan lain penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen adalah untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena adanya suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan pengiriman suku cadang yang terlambat, menghindari proses produksi yang tidak dapat

diandalkan, untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon, untuk berjaga-jaga

jika terjadi kenaikan harga input di masa yang akan datang.

Persediaan perlu dikelola dengan baik, dengan tujuan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen secara cepat, menjaga kontinuitas produksi, untuk menjaga supaya biaya penyimpanan persediaan tidak besar-besaran, biaya pemesanan persediaan juga terkendali, sehingga mengakibatkan biaya menjadi

Penawaran Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu Persediaan Berperan sebagai penyangga (buffer) Permintaan Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu

(29)

besar, untuk mempertahankan atau meningkatkan laba, dan dalam jangka panjang manajemen persediaan dapat mempengaruhi daya saing perusahaan.

Tingkat persediaan dari suatu jenis barang dapat bervariasi sepanjang waktu, dengan sebuah pola tipikal yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tingkat persediaan bervariasi sepanjang waktu, mengikuti permintaan konsumen. Selain itu pula persediaan bervariasi sepanjang waktu dikarenakan barang (bahan baku maupun penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh, dan keterlambatan pemasok dalam pengiriman barang yang dipesan.

Keterangan Gambar : A : Delivery Arrives B : Ordered Placed C : Delivery Arrives D : Order Placed E : Stock Out F : Delivery Arrives G : Order Placed H : Delivery Arrives Sumbu X: Waktu

Sumbu Y : Tingkat Persediaan

Gambar 2. Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu

Sumber : Waters (1992) A C D E F G H B

(30)

Pada suatu titik A, pengantaran tiba dan meningkatkan tingkat stok. Kemudian permintaan terjadi, dan menurunkan tingkat persediaan. Sebuah pesanan untuk melengkapi, dilakukan di titik B, dan tiba di waktu C. Pola umum ini, akan berulang, dalam menjaga stok. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kenaikan permintaan yang tajam, ataupun keterlambatan pengantaran pesanan, yang berakibat pada kehabisan stok (stock out), seperti pada point E, dan kemudian dalam jangka pendek dapat direpresentatifkan melalui level stok yang negatif. Di lain waktu, permintaan tak terduga menjadi rendah, atau pengiriman pesanan yang cepat, yang akan berarti bahwa kedatangan pengiriman ketika tidak benar dibutuhkan (poin H).

Menurut sejarah, banyak pandangan mengenai persediaan, mulai dari sebuah ukuran dari kesejahteraan yang akan dimaksimisasi, hingga ke suatu pemborosan sumberdaya yang mahal yang harus dieliminasi. Selama 94 tahun, ilmu pengendalian persediaan telah berkembang banyak pendekatan untuk mengerjakan persoalan-persoalan yang terkait dengan persediaan, seperti bagaimana perusahaan sebaiknya mengelola persediaannya. Dimulai dari metode kuantitas pesanan ekonomis (EOQ) direferensikan pertama kali oleh Harris pada tahun 1915, kemudian dilanjutkan oleh Willson pada tahun 1930, yang membantu memecahkan persoalan berapa banyak jumlah optimal barang yang harus dipesan (pesanan), dan kapan pemesanan dilakukan, hingga dewasa ini dikembangkan suatu konsep persediaan tepat waktu (JIT), yang memiliki tujuan mengeliminasi segala sumber-sumber yang tidak produktif seperti persediaan yang tidak perlu (Waters, 1992).

3.2 Fungsi Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan atau disebut juga pengendalian tingkat persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan material (persediaan ) yang dikelola melalui fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian , sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi perusahaan, dan di lain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal. Dengan demikian, prinsip manajemen persediaan adalah penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan

(31)

dalam persediaan sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang seminimal mungkin (Indarjit, 2005).

Perencanaan persediaan biasanya berbentuk keputusan-keputusan mengenai item (jenis persediaan) apa yang akan dipesan, berapa banyak yang akan dipesan atau kuantitas pesanan opimal, dan kapan dapat dilakukan pemesanan. Perencanaan persediaan dapat dibantu dengan menggunakan metode-metode persediaan. Metode-metode-metode persediaan juga dapat digunakan untuk pengendalian persediaan, yaitu sebagai suatu acuan mengenai persediaan yang ideal dengan keadaan yang sebenarnya (faktual).

Pengorganisasian persediaan contohnya adalah administrasi persediaan. Administrasi persediaan menjadi bagian yang sangat penting dalam manajemen persediaan. Tugas-tugas yang termasuk dalam administrasi persediaan ini antara lain membukukan keluar masuknya barang di setiap gudang, menjaga keakuratan persediaan dengan melakukan stock opname, menyimpan data-data pemasok serta harga setiap item yang dibeli, dan secara periodik membuat laporan ringkasan keluar masuknya barang untuk dijadikan informasi dalam pengambilan keputusan.

Pelaksanaan dalam manajemen persediaan yaitu mengatur aliran persediaan agar dapat memenuhi untuk kegiatan produksi, dan memenuhi permintaan, sesuai dengan yang telah direncanakan. Contoh pelaksanaan dalam manajemen persediaan yaitu pemesanan persediaan terhadap pemasok sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditentukan, dan pemeliharaan persediaan. Fungsi pengendalian persediaan selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bagian 3.3. 3.3 Pengendalian Persediaan

Alasan utama perusahaan menyimpan persediaan adalah untuk memenuhi permintaan konsumen yang relatif sulit diperkirakan. Permintaan dapat meningkat tajam dalam suatu waktu, dan dapat pula menurun tajam pula dalam suatu waktu.

Permintaan yang relatif sulit diperkirakan dapat membuat suatu pilihan bagi perusahaan untuk menyimpan persediaan dalam jumlah yang sebesar-besarnya. Namun secara teoritik, apabila persediaan semakin menumpuk, maka akan semakin besar biaya pemeliharaan persediaan, persediaan pun akan cepat

(32)

rusak yang mengakibatkan biaya kerusakan barang, sehingga biaya persediaan pun akan meningkat. Dengan demikian biaya persediaan membuat suatu pilihan lain bagi perusahaan untuk membatasi jumlah persediaan.

Persediaan berarti memiliki karakteristik apabila semakin diperbanyak maka akan memampukan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen, namun di sisi lain juga akan menimbulkan biaya persediaan semakin meningkat. Hal tersebut berarti bahwa pengendalian persediaan perlu dilakukan.

Pengendalian persediaan secara umum dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengendalian persediaan barang yang permintaannya bebas, dan pengendalian persediaan barang yang permintaannya tidak bebas. Barang yang permintaannya bebas beda pengendalian persediaannya dengan barang yang permintaannya tidak bebas karena barang yang permintaannya bebas diturunkan langsung dari permintaan konsumen, sedangkan barang yang permintaannya bebas diturunkan dari perencanaan produksi. Contoh persediaan barang bebas yaitu persediaan barang jadi, misalkan persediaan kue bolu pada toko roti. Persediaan barang tidak bebas merupakan persediaan bahan baku, misalkan persediaan tepung terigu, telor, dan gula pada toko roti. Oleh karena itu, beda jenis persediaannya beda juga pengendalian persediaannya.

Pengendalian persediaan secara teoritik memiliki sejumlah asumsi. Oleh karena itu, penggunaan pengendalian persediaan selain tergantung pada jenis barang (persediaan), juga tergantung pada kecocokan antara asumsi-asumsi yang dimiliki oleh model dalam pengendalian persediaan dengan kenyataan yang terjadi di perusahaan. Salah satu model pengendalian persediaan adalah Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) klasik. EOQ klasik menghitung jumlah pesanan, dan waktu pemesanan optimum. EOQ klasik memiliki asumsi yaitu permintaan dianggap konstan. Konstan yaitu bahwa jumlah permintaan sama sepanjang waktu. . Oleh karena itu, model EOQ klasik secara teoritik diduga tidak cocok digunakan untuk industri tanaman hias. Hal tersebut dikarenakan permintaan pada industri tanaman hias relatif tidak konstan.

(33)

3.3.1 Biaya dalam Persediaan

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan menurut terdiri dari biaya pembelian, biaya pengadaan, biaya simpan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya di atas.

1. Biaya Unit (UC)

Biaya unit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya unit ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor yang penting ketika harga barang yang dibeli tergantung ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya persediaan, karena dianggap bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang dipesan.

Pada penelitian ini, biaya unit juga tidak dihitung sebagai komponen untuk menentukan biaya total persediaan. Hal ini dikarenakan biaya unit adenium tidak berubah bila jumlah pesanan yang ditingkatkan. Namun, biaya unit digunakan untuk menghitung jumlah pemesanan optimal pada model EOQ dengan kendala investasi, dan model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi. Biaya unit digunakan untuk dihitung, karena pada kendala investasi persediaan, membatasi jumlah pemesanan.

2. Biaya Pemesanan Kembali (RC)

Biaya pemesanan kembali adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, biaya telepon, dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

(34)

3. Biaya Penyimpanan (HC)

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan, biaya kerusakan dan penyusutan, biaya asuransi, dan biaya opportunity.

Barang yang disimpan (persediaan) memerlukan pemeliharaan agar kualitas persediaan tetap terjaga. Misalnya biaya pemeliharaan gudang, biaya pemeliharaan tanaman hias. Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan, penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. Biaya opportunity yaitu biaya kesempatan yang dikorbankan untuk pengadaan bahan baku atau produk yang dapat menghasilkan keuntungan bila biaya tersebut diinvestasikan

3.3.2 Sistem Pengendalian Persediaan Ideal

Sistem pengendalian persediaan terdiri dari dua bagian yaitu sistem persediaan permintaan bebas (independent demand inventory systems), dan sistem persediaan permintaan tak bebas (dependent demand inventory systems). Sistem persediaan permintaan bebas merupakan pendekatan pada model kuantitatif dan peramalan permintaan. Sistem persediaan permintaan tak bebas merupakan pendekatan dimana permintaan secara langsung ditentukan oleh perencanaan produksi. Sistem persediaan permintaan bebas terdiri dari dua cara penilaiannya yaitu kuantitas pesanan tetap dan periodic review systems. Klasifikasi sistem pengendalian persediaan dapat dilihat pada Gambar 3.

(35)

Gambar 3. Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan

Sumber : Waters (1992)

3.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas

Sistem persediaan permintaan bebas berarti bahwa permintaan terhadap satu jenis barang adalah bebas (tidak terikat) terhadap jenis barang lainnya. Pemintaan terhadap satu jenis barang dibangun oleh permintaan dari konsumen. Sistem persediaan permintaan bebas dapat dianalisis dengan enam model yaitu 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, dan 6) Peramalan permintaan.

Pengendalian persediaan kemudian didasarkan pada model kuantitatif yang berhubungan dengan permintaan, biaya, dan variabel lainnya, untuk menemukan nilai optimal dalam memesan kuantitas, waktu pemesanan, dan lain-lain. Sistem persediaan permintaan bebas dapat menggunakan baik kuantitas pesanan tetap (fixed order quantity systems) maupun periodic review systems.

Kuantitas pesanan tetap menempatkan sebuah pesanan dari ukuran tetap pada saat persediaan yang tersedia berada pada level tertentu. Misalnya, suatu pabrik pemanas pusat, akan memesan 25.000 Liter (L) minyak ketika jumlah pada tank turun mencapai 2.500 L. Sistem seperti ini membutuhkan monitoring yang kontinu , permintaan yang relatif tidak teratur, dan jenis barang yang relatif mahal.

Sistem Pengendalian Persediaan (Inventory Control Systems)

Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas

(Dependent Demand Systems)

Sistem Persediaan Permintaan Bebas

(Independent Demand Systems)

(36)

Periodic review systems mengukur pesanan berdasarkan jangka waktu yang tetap untuk menambah kembali persediaan. Contoh periodic review systems yaitu manajemen persediaan pada rak-rak di swalayan. Rak-rak di swalayan mungkin akan diisi setiap sore sejumlah barang yang terjual sepanjang siang. Sistem seperti ini lebih cocok untuk permintaan yang relatif teratur dan jenis barang yang relatif murah.

3.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas

Pada sistem persediaan permintaan tidak bebas terdapat asumsi bahwa permintaan akan suatu jenis barang secara langsung berkaitan dengan permintaan jenis barang lainnya. Hal ini menjadi jelas, ketika permintaan terhadap material berkaitan dengan permintaan terhadap barang jadi. Misalnya suatu pabrik perakitan mobil membutuhkan pintu dan roda, keduanya berkaitan erat dengan permintaan akan mobil jadi.

Sistem persediaan tak bebas pada umumnya menggunakan perencanaan produksi untuk peramalan permintaan terhadap masing-masing jenis barang dan kemudian memesan sejumlah unit yang kemudian dapat disebut permintaan. Metode-metode pada sistem ini, yaitu material requirement planning (MRP), dan just-in-time (JIT).

3.4 Jenis, dan Kegunaan Persediaan

Persediaan adalah sumber daya yang menunggu proses lebih lanjut, seperti sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan produksi pada industri manufaktur, sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun sumber daya yang akan digunakan untuk dikonsumsi pada sistem rumah tangga. Nasution (2008) membedakan persediaan dalam industri manufaktur, menurut jenisnya, yaitu :

1. Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan.

(37)

2. Bahan setengah jadi adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.

3. Barang jadi adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran 4. Bahan-bahan pembantu adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk

menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan. Klasifikasi persediaan berdasarkan proses dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Klasifikasi Persediaan Berdasarkan Jenis

Sumber : Nasution (2008)

Persediaan juga dapat ditemui pada sistem non manufaktur seperti persediaan uang pada bank, persediaan obat-obatan di apotek, dan tanaman hias pada outlet atau showroom tanaman hias. Namun persediaan pada sistem non manufaktur tidak sama jenisnya dengan persediaan pada manufaktur. Hal tersebut dikarenakan pada sistem non manufaktur tidak ada proses produksi yang mengubah bahan mentah menjadi barang jadi.

Secara umum, persediaan pada sistem non manufaktur terbagi menjadi dua yaitu persediaan barang jadi dan persediaan bahan pembantu. Persediaan barang jadi merupakan persediaan barang-barang yang siap untuk dijual ke konsumen. Contoh persediaan barang jadi yaitu tempat pensil dan kertas kado pada toko

Bahan Mentah Bahan Setengah Jadi Barang Jadi

Bahan – Bahan Pembantu Proses Produksi

(38)

hadiah. Tempat pensil dan kertas kado dapat dibeli secara langsung oleh konsumen. Persediaan bahan pembantu merupakan persediaan barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran proses pengadaan pelayanan dari produsen kepada konsumen. Contoh persediaan bahan pembantu yaitu gunting dan selotip pada toko hadiah. Gunting dan selotip membantu proses pengemasan barang yang diminta sesuai dengan keinginan konsumen.

Menurut Hansen dan Mowen (2001) timbulnya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem manufaktur maupun non manufaktur adalah merupakan akibat dari tiga kondisi sebagai berikut :

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive). Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang tersebut diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk mendatangkannya. 2. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (precautionary motive).

Ketidakpastian yang dimaksud adalah adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan; waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk yang lain; waktu tunggu (lead time) yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya.

3. Keinginan melakukan spekulasi (speculative motive) yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang di masa mendatang.

4. Pada prinsipnya persediaan berfungsi mempermudah dan memperlancar jalannya operasi perusahaan manufaktur yang memungkinkan produk-produk yang dihasilkan pada tempat yang berbeda dengan bahan mentahnya.

Persediaan berguna untuk meminimalkan resiko keterlambatan datangnya barang-barang dari pemasok, menyimpan bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga kontinuitas produksi terjamin, memberikan pelayanan pada pelanggan atau konsumen pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi.

(39)

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional

Perusahaan tanaman hias cenderung menumpuk persediaan tanaman hias dalam jumlah yang relatif besar. Hal tersebut disebabkan permintaan tanaman hias yang mengikuti tren permintaan yang relatif sulit diprediksi. Pada satu sisi persediaan yang relatif besar dapat memampukan perusahaan dalam memenuhi permintaan. Namun demikian, persediaan yang relatif besar dapat menyebabkan biaya persediaan yang besar juga.

Penganalisaan terhadap manajemen persediaan pada usaha tanaman hias, dapat dimulai dengan mempertanyakan apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan, dan adakah model yang dapat digunakan untuk memiminimisasi persediaan pada usaha tanaman hias. Penganalisaan terhadap manajemen persediaan pasa usaha tanaman hias dapat dilakukan dengan membandingkan antara model persediaan ideal, yang didalamnya terdiri dari sejumlah asumsi, dan model persediaan yang dilakukan oleh perusahaan tanaman hias, yaitu PT. Godongijo Asri. Persediaan yang akan dianalisis adalah persediaan input berupa bonggol adenium. Berdasarkan hasil perbandingan antara model ideal dan model perusahan, dapat dilihat kemungkinan penerapan pengendalian persediaan.

Model persediaan ideal yang digunakan adalah model persediaan dari sistem persediaan permintaan bebas, dan sistem persediaan permintaan tidak bebas. Model persediaan dari sistem persediaan permintaan bebas yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi, probabilistik, dan peramalan permintaan. Model persediaan dari sistem persediaan permintaan tidak bebas yaitu material requirement planning, dan Just In Time. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

(40)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Usaha Tanaman Hias Cenderung Menumpuk

Model Persediaan Perusahaan Tanaman Hias, yaitu PT. Godongijo Asri dengan mengambil contoh bonggol pada tanaman hias adenium Model Persediaan Ideal

Sistem Persediaan Permintaan Bebas EOQ Klasik

EOQ dengan kendala investasi

EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi

EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi

Probabilistik

Peramalan Permintaan

Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas

Material Requirement Planning Just In Time

Apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ?

Adakah model persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?

Permintaan tanaman hias yang mengikuti trend yang relatif sulit

diprediksi Penumpukan persediaan menyebabkan

biaya yang relatif besar

Asumsi - Asumsi

Mempelajari Persediaan Tanaman Hias , khususnya Adenium Mengidentifikasi model-model persediaan yang tepat pada Adenium

Menentukan pilihan metode persediaan Adenium yang paling mungkin diterapkan

(41)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Godongijo Asri (GIA) yang berlokasi di Jalan Cinangka Raya 60, Desa Serua, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa GIA

merupakan perusahaan trendsetter tanaman hias Adenium, dan merupakan

perusahaan agribisnis yang besar di Industri tanaman hias. Kegiatan Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2009 hingga Januari 2010. Selain itu tanaman hias yang akan dijadikan sampel adalah Adenium. Adenium dipilih karena merupakan unit bisnis tanaman hias utama, dan selain itu pula usaha adenium GIA terintegrasi dari kegiatan produksi tanaman graftingan Adenium, hingga pemasarannya.

4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder yang merupakan data penunjang bagi penelitian ini, diperoleh dari literatur yang relevan dengan permasalahan penelitian, baik yang berasal dari instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Pemerintah Kota Depok, situs-situs instansi yang terkait dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Selain itu, data sekunder dapat pula berasal dari laporan perusahaan, profil perusahaan, dan sebagainya.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang akan diambil dari perusahaan berupa :

1. Profil Perusahaan

2. Sistem pengadaan dan pengendalian tanaman hias, khususnya adenium, meliputi manajemen dan kondisi persediaan tanaman hias di perusahaan, jenis dan asal tanaman hias, metode pengadaan tanaman hias, sistem pemesanan dan penyimpanan tanaman hias, serta kebijakan pengendalian persediaan tanaman hias yang dilakukan oleh perusahaan.

(42)

Sedangkan data kuantitatif dari perusahaan berupa :

1. Data bulanan penjualan adenium selama empat tahun terakhir. 2. Data produksi bulanan adenium selama setahun terakhir.

3. Data persediaan awal dan akhir adenium selama enam bulan terakhir.

4. Biaya pemesanan bahan baku yang terdiri dari biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan bahan baku dalam sekali pesan. Biaya tersebut terdiri dari biaya telepon, dan biaya administrasi

5. Biaya penyimpanan tanaman akibat adanya persediaan. Biaya tersebut terdiri dari biaya pemeliharaan adenium selama satu tahun.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data secara kuantitatif diperlukan untuk menganalisis bagaimana manajemen persediaan tanaman hias selama ini dilakukan. Data kuantitatif tersebut diolah dengan menggunakan kalkulator dan perangkat lunak komputer yaitu program Microsoft Excell2007 dan Minitab 15. Model persediaan

perusahaan akan dibandingkan dengan model persediaan ideal. Model persediaan ideal yang akan digunakan yaitu (1) Economic Order Quantity(EOQ) klasik; (2)

EOQ dengan kendala investasi; (3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala

investasi; (4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi; (5)

Probabilistik dengan service level model, karena produksi adenium merupakan

suatu hal yang tetap, tidak musiman; (6) model peramalan permintaan dengan menggunakan metode dekomposisi, (7) Model Material Requirement Planning, dan (8) Just In Time. ModelMaterial Requirement Planning (MRP), dan Just In Time (JIT), tidak dianalisis kuantitasnya, karena berdasarkan asumsi pada MRP

dan JIT, karakteristik produk adenium, sulit untuk dilakukan. Hasil dari pengolahan data tersebut diintrepretasikan dan dideskripsikan ke dalam bentuk uraian deskriptif.

4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan

Identifikasi awal ini meliputi identifikasi proses produksi dalam perusahaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam proses produksi. Selain itu

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008
Gambar 1. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran Dan Permintaan
Gambar 2.  Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu
Gambar 3. Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, feromon seks berpeluang untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas, terutama pada sentra produksi bawang merah dan endemis serangan hama ulat

Rata-rata sisanya adalah dalam bentuk kolaborasi dari pihak ketiga yang punya ide yang sama untuk membangun Jakarta atau punya kontribusi untuk Jakarta apapun bidangnya, selama

a. Metode pembiayaan kesehatan adalah ketentuan saat pasien masuk pertama kali untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bedasarkan pembayaran secara umum atau asuransi

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat disimpulkan bahwa peran atau fungsi pendidikan lainnya yang diberikan oleh SLB ini dalam

Kepala Sekolah SMAN adalah Kepala UPT SMAN merupakan unsur pimpinan yang mempunyai tugs pokok dan berkewajiban membantu Kepala Dinas Pendidikan dalam memimpin, membina tugas

Dengan menggunakan teori Bourdieu tentang modal, artikel ini berargumen bahwa modal –politik, sosial, ekonomi dan simbolik- diyakini sangat penting bagi perempuan untuk terjun

Pendidikan Jasmani di sekolah tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini terlihat dari siswa masih kesulitan dalam memahami konsep dan penguasaan terhadap teknik

Instrumen tes yang digunakan peneliti berupa lembar tes tulis. Jenis tes tersebut adalah soal pilihan ganda sebanyak 30 butir dengan empat pilihan jawaban. Tes ini