• Tidak ada hasil yang ditemukan

Welfare State. Yusro Adi Aji Apriliyanto F1I Sejarah Singkat Welfare State

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Welfare State. Yusro Adi Aji Apriliyanto F1I Sejarah Singkat Welfare State"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Yusro Adi Aji Apriliyanto

F1I011005

Welfare State

Sejarah Singkat Welfare State

Konsep kesejahteraan negara tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Kesejahteraan negara juga merupakan anak kandung pergumulan ideologi dan teori, khususnya yang bermatra sayap kiri (left wing view), seperti Marxisme, Sosialisme, dan Sosial Demokratik (Spicker, 1995). Namun demikian, dan ini yang menarik, konsep kesejahteraan negara justru tumbuh subur di negara-negara demokratis dan kapitalis, bukan di negara-negara sosialis.

Di negara-negara Barat, kesejahteraan negara sering dipandang sebagai strategi penyeimbang kapitalisme, yakni dampak negatif ekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare state sering disebut sebagai bentuk dari ‘kapitalisme baik hati’. Meski dengan model yang berbeda, negara-negara kapitalis dan demokratis seperti Eropa Barat, AS, Australia dan Selandia Baru adalah beberapa contoh penganut welfare state. Sedangkan, negara-negara di bekas Uni Soviet dan Blok Timur umumnya tidak menganut welfare state, karena mereka bukan negara demokratis maupun kapitalis.

Menurut J.M. Keyness dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan

(2)

konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states).

Tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem kesejahteraan negara adalah Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963). Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services, yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge menyebut want, squalor, ignorance, disease dan idleness sebagai ‘the five giant evils’ yang harus diperangi (Spicker, 1995; Bessant, et al, 2006). Dalam laporan itu, Beveridge mengusulkan sebuah sistem asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi orang dari lahir hingga meninggal (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke AS dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara tersebut. Sayangnya, sistem ini memiliki kekurangan. Karena berpijak pada prinsip dan skema asuransi, ia tidak dapat mencakup resiko-resiko yang dihadapi manusia terutama jika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi). Asuransi

sosial gagal merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti orang cacat, orang tua tunggal, serta mereka yang tidak dapat bekerja dan memperoleh pendapatan dalam jangka waktu lama. Manfaat dan pertanggungan asuransi sosial juga seringkali tidak adekuat, karena jumlahnya kecil dan hanya mencakup kebutuhan dasar secara minimal.

Dalam konteks kapitalisme, Marshall berargumen bahwa warga negara memiliki kewajiban untuk turut memperjuangkan kesejahteraan orang lain melalui lembaga yang disebut negara (Harris, 1999). Ketidaksempurnaan pasar dalam menyediakan pelayanan sosial yang menjadi hak warga negara telah menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan pasar harus dikurangi oleh negara untuk menjamin stabilitas sosial dan mengurangi dampak-dampak negatif kapitalisme. Marshall melihat sistem kesejahteraan negara sebagai kompensasi yang harus dibayar oleh kelas penguasa dan pekerja untuk menciptakan stabilitas sosial dan memelihara masyarakat kapitalis. Pelayanan sosial yang diberikan pada dasarnya merupakan ekspresi material dari hak-hak warga negara dalam merespon konsekuensi-konsuekensi kapitalisme.

(3)

Definisi

Dari sejarah kemunculannya, akhirnya memunculkan definisi awal yang mengenal welfare state sebagai bentuk tuntutan bagi negara untuk lebih mengedepankan fokus kebijakan ke arah kesejahteraan sosial. Konsep Welfare ini menggambarkan sistem dimana negara mengambil tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Misalnya penyediaan perlindungan, asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, dan akses pelayanan kesehatan. adalah seperangkat dari program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihaapi dalam modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. Welfare State sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Welfare State tidak menolak keberadaan sistem ekonomi pasar kapitalis tetapi meyakini bahwa ada elemen-elemen dalam tatanan masyarakat yang lebih penting (dari tujuan-tujuan pasar) dan hanya dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi bekerjanya mekanisme pasar tersebut.

Karakteristik dari Welfare State

Untuk dapat memperjelas apakah suatu negara dapat tergolong sebagai Welfare State atau bukan, dapat diamati melalui beberapa karakter umum tertentu. Pertama, lebih dari setengah pengeluaran negara tersebut ditujukan untuk kebijakan sosial atau tanggung jawab untuk penyediaan kesejahteraan yang komprehensif dan universal bagi warganya. Kedua, ada komitmen jangka panjang yang dibuat dimana memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. Ketiga, negara menjadi negara yang tanpa kehilangan posisi pemegang tanggung jawab utamanya, mampu mengkombinasikan tenaga dari berbagai pihak (organisasi sosial, pihak independen,

voluntary, dll) untuk menyediakan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat.

Negara yang dapat disebut Welfare state menurut Bismarck dicirikan dengan adanya asosiasi penyedia perlindungan sosial yang saling membantu, jumlah asuransi sosial, yang meliputi biaya kesehatan dan beberapa perawatan sosial, juga adanya prinsip Subsidiaritas. Menurut Asa Briggs, karakteristik utama welfare state adalah adanya jaminan standar

(4)

minimum termasuk perihal pendapatan minimum, juga adanya perlindungan sosial dalam hal ketidakamanan, penyedia layanan dengan level kualitas yang tinggi. Perlindungan sosial di Perancis didasarkan pada prinsip solidaritas: komitmen dinyatakan dalam artikel pertama

French Code of Social Security. Sedangkan Welfare State model Titmuss dari Swedia menghadirkan model Institusional Redistributif yang menggabungkan prinsip penyediaan sosial yang komprehensif dengan egalitarianism, mengedepankan kesetaraan yang berbeda dengan sistem Perancis dan Jerman yang menawarkan perlindungan diferensial sesuai posisi seseorang dalam pasar tenaga kerja, serta memanfaatkan organisasi independen seperti OECD.

Setelah melihat opini para ahli, dan juga beberapa karakteristik yang dikemukakan dari beberapa negara yang berbeda, dapat kita lihat bahwa pengadopsian welfare state tidak selalu sama, namun setiap negara berhak memiliki kebijakan khas dalam aplikasi konsep welfare state ini. Hantaris dalam tulisannya “Welfare Policy” mengelompokkan konsep Welfare State menjadi empat, yaitu: Pertama, The Continental State, yang bercirikan dengan adanya kebijakan negara untuk membayar sejumlah layanan sosial bagi warga negaranya. Contoh negara yang menerapkan bentuk ini adalah Belgia, Perancis, Jerman, Luksemburg, dan Belanda. Kedua, adalah tipe The Skandinavian Welfare, yang dicirikan dengan adanya penerapan model Swedia yang berkomitmen menjamin hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan, dan negara juga bertanggung jawab membiayai dan mengatur layanan sosial yang ada, contohnya adalah negara Swedia, Denmark dan Finlandia. Ketiga, The Anglo-Saxon Welfare, yang menekankan adanya perlindungan pada setiap pekerjaan warga negaranya, seperti di Inggris dan Irlandia. Terakhir, adalah tipe Mediterranean Welfare, yang menekankan polarisasi layanan sosial kepada berbagai pihak yang akibatnya menurunkan otoritas pemerintah, misalkan di Itali, Spanyol, dan Yunani.

Untuk lebih jelas memahami konsep welfare state, kita bisa melihat Selandia Baru. Selandia Baru memang tidak menganut model ideal negara kesejahteraan seperti di negara-negara Skandinavia. Tetapi, penerapan negara kesejahteraan di negara ini terbilang maju diantara negara lain yang menganut model Anglo-Saxon Welfare. Yang unik, sistem ini tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan strategi ekonomi kapitalisme. Sistem jaminan sosial, pelayanan sosial dan bantuan sosial (income support), misalnya, merupakan bagian dari strategi ekonomi neo-liberal dan kebijakan sosial yang terus dikembangkan selama bertahun-tahun.

(5)

Penerapan negara kesejahteraan di Selandia Baru dimulai sejak tahun 1930, ketika negara ini mengalami krisis ekonomi luar biasa. Saat itu tingkat pengangguran sangat tinggi, kerusuhan memuncak dan kemiskinan menyebar di mana-mana. Kemudian sejarah mencatat, negara ini keluar dari krisis dan menjadi negara adil-makmur berkat keberanian Michael Joseph Savage, pemimpin partai buruh yang kemudian menjadi perdana menteri tahun 1935, menerapkan negara kesejahteraan yang masih dianut hingga kini. Sebagaimana diabadikan oleh Baset, Sinclair dan Stenson (1995:171): “The main achievement of Savage’s government was to improve the lives of ordinary families. They did this so completely that New Zealanders changed their ideas about what an average level of comfort and security should be.”

Liberalisasi ekonomi dan mekanisme pasar bebas yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi peran negara dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, sejak tahun 1980 Selandia Baru menjalankan privatisasi dan restrukturisasi organisasi pemerintahan. Namun negara ini tetap memiliki lembaga setingkat departemen (ministry of social welfare) yang mengatur urusan sosial.

Anggaran untuk jaminan dan pelayanan sosial juga cukup besar, mencapai 36% dari seluruh total pengeluaran negara, melebihi anggaran untuk pendidikan, kesehatan maupun Hankam (Donald T. Brash, 1998). Setiap orang dapat memperoleh jaminan hari tua tanpa membedakan apakah ia pegawai negeri atau swasta. Orang cacat dan penganggur selain menerima social benefit sekitar NZ$400 setiap dua minggu (fortnightly), juga memperoleh pelatihan dalam pusat-pusat rehabilitasi sosial yang profesional. Itulah sedikit tentang contoh implementasi konsep welfare state di Selandia Baru. Mungkin Indonesia dapat sedikit mencontoh bagaimana seharusnya pemerintah mengelola dan mengimplementasikan konsep welfare state.

(6)

Referensi

 European Politics. New York: Oxford University Press Inc.Brigs, A. 1961. “The Welfare State in Historical Perspective” [online] dalam European Journal of Sociology, dalam http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Yang Dilakukan Oleh Penyidik Polres Kediri Kota Untuk Mengatasi Kendala Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Pelaku Tindak Pidana Perjudian Adapun upaya

Semisal ada tradisi pembayaran penyewaan diperbolehkan hanya dengan uang muka dan sisanya dikemudian hari, akan tetapi sang pemilik mensyaratkan harus melunasinya di awal

Internet merupakan media komunikasi dan informasi modern yang dapat dimanfaatkan secara global oleh pengguna diseluruh dunia dalam interkoneksi antar

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan penjelasan tentang: (1) upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju

Tata surya adalah susunan benda-benda langit yang terdiri dari Matahari, dan anggota tata surya yaitu, planet, asteroid, satelit, yang bergerak pada porosnya sambil

Data terkait kepemilikan manajerial sangat rendah sehingga variabel tersebut tidak dapat mempengaruhi variabel independen terhadap variabel dependen serta tidak membuktikan

Hasil statistik menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang kayu jawa memiliki aktivitas dalam menyembuhkan sayat dimana dosis efektif adalah dosis 500 mg/KgBB dengan waktu

Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja, sebaliknya apabila dalam penjualan tersebut