• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (

Kappaphycus

alvarezii

)

DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

Rezki Antoni Suhaimi, Makmur, dan Akhmad Mustafa Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: rezki.antoni.s@gmail.com

ABSTRAK

Pengkajian mengenai potensi suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan dalam sebuah perencanaan untuk pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada dapat lebih terarah. Pemilihan lokasi yang tepat merupakan langkah penting untuk memastikan keberlangsungan kegiatan budidaya yang berwawasan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, pada bulan Mei 2011. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar bagi pengembangan dan pembangunan berbasiskan kelautan dan perikanan, terutama rumput laut, serta analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di perairan pesisir Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Metode penelitian yang diaplikasikan adalah metode survai berdasarkan sistem informasi geografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kualitas perairan (fisik, kimia) masih dalam kisaran yang baik. Analisis SIG melalui pembobotan, skoring, dan overlay menunjukkan area dengan luas total 93.697,42 ha; memiliki lahan pengembangan untuk budidaya rumput laut yang tergolong kelas S1 (sangat sesuai) seluas 11.821,11 ha atau 12,62%; kelas S2 (sesuai) seluas 14.112,11 ha atau 15,06%; dan sisanya seluas 67.764,20 berada pada kelas N (tidak sesuai) atau 72,32%.

KATA KUNCI: kesesuaian, budidaya, Kappaphycus alvarezii, Kabupaten Pohuwato

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya dan beragam. Kekayaan ini melahirkan minat berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) untuk memanfaatkannya.

Kawasan pesisir dan laut termasuk pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar apabila kita mampu mengeksplorasi khususnya bagi daerah di mana potensi tersebut berada, tentu saja dengan tetap mengacu dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan setempat. Namun demikian selain potensi besar yang dikandungnya, kawasan ini juga memiliki berbagai macam konflik kepentingan sehingga tidak mengherankan apabila kawasan pantai dan pesisir merupakan daerah yang kompleks baik dari segi pemanfaatan lahan maupun dari segi ilmu pengetahuan, oleh sebab itu, diperlukan suatu penanganan yang komperehensif dan lintas sektoral.

Perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi untuk menghasilkan devisa di negeri ini. Hal ini didukung oleh luas Indonesia yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan, dengan garis pantai terpanjang di dunia. Dengan diapit oleh dua samudera, perikanan di Indonesia bertekad untuk menjadi produsen produk perikanan nomor satu dunia. Indonesia saat ini menempati posisi ke-16 sebagai negara industri perikanan, dan menempati posisi ketiga sebagai negara penghasil ikan terbesar dunia.Indonesia juga menempati peringkat ke-6 untuk volume ekspor (Anonim, 2010).

Kawasan Timur Indonesia merupakan kawasan yang sebagian besar terdiri atas laut, yang perkembangan kelautannya pada abad XXI diproyeksikan akan menjadi penting (Agoes, 2001). Secara geografis wilayah Provinsi Gorontalo yang meliputi Teluk Tomini dan Laut Sulawesi memiliki kekayaan diversitas biota laut sangat tinggi, di samping kekayaan jasa-jasa lingkunganya. Sehingga pemanfaatan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologis tersebut akan mengesklarasi depresi sumberdaya alam pesisir khususnya biota perikanan.

(2)

Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelayakan usaha budidaya (Milne, 1979). Demi keberhasilan budidaya, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri atas peubah fisik, kimia, dan biologi dan non-teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan, dan sumberdaya manusia (Pillay, 1990). Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak cocok. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial

and error (Hartoko & Helmi, 2004). Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan

kesesuaian yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut, karena itu, pengawasan dan pengaturan perlu dilakukan (Zonneveld et al., 1991).

Data atau informasi tentang kesesuaian lahan sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir (Radiarta et al., 2005). Persoalan ini, dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan ruang, pada zona tersebut menjadi tidak tepat. Perkembangan teknologi pemetaan merupakan salah satu pilihan dalam penentuan lokasi budidaya (Budiyanto, 2005). Aplikasi teknologi ini, dipergunakan untuk menggambarkan lokasi bagi pengembangan budidaya laut yang dipadukan dengan peubah ekosistem perairan.

Menurut Zatnika (2011), rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun sejati, melainkan hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, pasir, batu, lumpur, kulit kerang, kayu, dan benda keras lainnya.

Peningkatan produksi perikanan budidaya di Indonesia melalui program Minapolitan telah menentukan beberapa komoditas unggulan di antaranya rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Produksi rumput laut di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu sekitar 3.000 ton pada tahun 2000 menjadi 2,8 juta ton di tahun 2009 (Ditjen Perikanan Budidaya, 2010).

Pengkajian mengenai potensi suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan untuk mendapatkan semua informasi tersebut, sehingga dalam sebuah perencanaan untuk pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada dapat lebih terarah dan dapat menjaga kelestariannya. Hal ini sekaligus akan menjaga keberlanjutan program perencanaan yang telah disusun. Informasi yang dibutuhkan untuk dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang potensi sumberdaya pesisir dan laut, haruslah digali melalui pengkajian yang menyeluruh.

Pengkajian ini akan meliputi kajian data-data terdahulu dan survai langsung di lapangan. Berdasarkan kajian data terdahulu (literatur), potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Gorontalo, cukup besar baik potensi sumberdaya non-hayati maupun potensi sumberdaya hayati sehingga kajian potensi sumberdaya kelautan dan perikanan perlu dilakukan.

Hasil pengkajian ini diharapkan menjadi dasar bagi pengembangan dan pembangunan berbasiskan kelautan dan perikanan, terutama rumput laut. Sehingga pusat-pusat pertumbuhan dengan arahan investasi dapat berkembang dengan baik. Hal ini sangat penting bila mengingat keterkaitan dengan informasi spasial yang mutakhir, baik berupa data spasial maupun atribut yang menggambarkan kondisi terakhir wilayah yang bersangkutan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Dan pada akhirnya analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo (Gambar 1) pada bulan Mei 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai berdasarkan sistem informasi geografis (SIG) (Clark & Hosking, 1986; Morain, 1999).

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder meliputi Peta Rupabumi untuk Kabupaten Pohuwato skala 1:50.000 (Lembar 2216-13/Litokundata, Lembar 2216-14/Marissa, Lembar 2216-23/Paguat, Lembar 2216-14/ Tilamuta, Lembar 2216-41/Lemito); Peta Hasil Interpretasi Citra ALOS tahun 2010; dan Peta Zonasi Kabupaten Pohuwato dari Bappeda 2010. Pengumpulan data tersebut dilakukan sebelum dilaksanakan survai. Peta-peta tersebut digunakan untuk proses analisis awal pembuatan peta dasar digital yang

(3)

berguna sebagai peta kerja di lapangan saat survai. Data sekunder lainnya, misalnya data pasang surut, dan pola arus air laut dikumpulkan dari instansi terkait berupa hasil penelitian dan tulisan-tulisan laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Data primer yaitu data mengenai kualitas perairan diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menentukan titik-titik secara acak dan representatif pada perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Penentuan titik pengamatan dirancang dengan menggunakan metode

purposive sampling dengan jarak 0,5 km (arah vertikal dan horizontal) antara titik pengamatan. Efisiensi

waktu dan biaya yang didasari pada interpretasi awal lokasi penelitian dan pengambilan contoh hanya terbatas pada unit contoh yang sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan menurut tujuan penelitian. Penyusuran titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat GPS.

Pengukuran peubah secara in situ seperti: suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan pH dengan menggunakan DO-meter YSI 650. Untuk kedalaman perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMap 178C Sounder, data yang didapat kemudian dikoreksi dengan data pasang surut yang ada saat pengukuran untuk mendapatkan nilai kedalaman perairan. Kecerahan ditentukan dengan menggunakan secchi disk dan kecepatan arus menggunakan alat ukur arus (Flow-meter). Selanjutnya beberapa peubah lain dianalisis di laboratorium, seperti, substrat dasar perairan diambil dengan menggunakan grab sampler dan dianalisis dengan metode pengayakan sederhana. Untuk muatan padatan tersuspensi menggunakan penyaring milipora sedangkan fosfat, nitrat, dan klorofil-a menggunakan metode spektrofotometer.

Metode analisis yang dipakai untuk menganalisis kualitas fisika, kimia, dan biologi perairan dalam penelitian ini mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Data Lapangan yang berupa titik perngamatan terlebih dahulu dikonversi menjadi data raster. Data tersebut kemudian diinterpolasi dengan menggunakan teknik krigging yang terdapat pada Program Surfer 9. Tahapan yang berikut adalah analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matriks kesesuaian untuk peubah fisik, kimia, dan biologi (Tabel 1). Dalam menentukan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ditentukan dengan metode skoring dengan mengambil beberapa peubah kemudian disatukan (overlay). Program yang digunakan dalam proses overlay hingga menjadi sebuah peta adalah ArcGIS v.9.3 (The Environmental System Research Institute (ESRI), USA). Selanjutnya menentukan tingkat kesesuaian lahan dengan memberikan bobot pada setiap peubah yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka atau informasi dari para ahli.

Gambar 1. Titik-titik pengamatan di kawasan pesisir Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(4)

Kriteria yang digunakan dalam penyusunan matriks kesesuaian dan pembobotan untuk penentuan kesesuaian lahan budidaya rumput laut mengacu pada kriteria yang telah disusun oleh beberapa peneliti di antaranya budidaya ikan dalam keramba jaring apung (Ahmad et al., 1995; Imanto et al., 1995; Ismail et al., 1998; Mayunar et al., 1995; dan Beveridge, 1996), budidaya rumput laut (Mubarak

et al., 1990). Tabel 1 menyajikan matriks kesesuaian dan pembobotan data untuk penentuan kelayakan

lahan budidaya laut.

Analisis data dilakukan dengan cara overlay dari beberapa peta tematik yang diperlukan. Penilaian secara kuantitatif terhadap tingkat kesesuaian lahan dilakukan melalui skoring dengan faktor pembobot. Peubah yang mempunyai pengaruh dominan dan relatif tidak dapat diubah memiliki faktor pembobot yang paling besar, sebaliknya peubah yang kurang dominan memiliki faktor pembobot yang lebih kecil. Lahan yang masuk kategori sangat sesuai (S1) memiliki nilai total 30, kategori cukup sesuai (S2) memiliki nilai total 20 dan kategori tidak sesuai (N) memiliki nilai total 10. Analisis secara kuantitatif menggunakan pendekatan:

di mana: Y : nilai akhir ai : faktor pembobot

Xn : nilai tingkat kesesuaian lahan

Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kategori ditentukan dari nilai persentase dari hasil perhitungan rumus. Dengan demikian akan diperoleh kisaran persentase setiap kategori sebagai berikut:

§ Kategori sangat sesuai (S1): Y > 85% § Kategori cukup sesuai (S2): Y = 50%-85% § Kategori tidak sesuai (N): Y < 50%

HASIL DAN BAHASAN Keadaan Umum

Berdasarkan Undang-Undang No. 38/2000 telah menetapkan Gorontalo sebagai provinsi baru yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara (Anonim, 2002). Sesuai dengan nafas otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka provinsi ini harus mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengelola pembangunannya secara

30 20 10

Morfologi 15 Terlindung Cukup terlindung Terbuka

Kedalaman m 15 1-10 11-15 < 1 dan > 15

Arus cm/dt 10 20-30 31-40 < 20 dan > 40

Substrat dasar 10 Pasir dan pecahan karang Pasir berlumpur Lumpur

Kecerahan m 10 > 3 01-Mar < 1

Salinitas ppt 10 32-34 28-31 < 28 dan > 34

Hewan herbivora 5 Tidak ada Sedang Tinggi

Pencemar 10 Tidak ada Sedang Tinggi

Keamanan 5 Aman Agak aman Tidak aman

Keterjangkauan 5 Mudah Agak sulit Sulit

Tenaga kerja 5 Mudah Agak sulit Sulit

Satuan Bobot (%)

Nilai Peubah

Tabel 1. Matriks kesesuaian dan pembobotan untuk pemilihan lokasi budidaya rumput laut

ai.Xn

(5)

mandiri. Dalam rangka pemanfaatan wilayah pantai dan laut, melalui undang-undang ini pemerintah daerah diberikan pula kewenangan di wilayah laut yaitu 12 mil untuk pemerintah provinsi dan sepertiganya untuk pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan yang dimiliki daerah ini merupakan modal awal untuk melaksanakan pengelolaan secara terpadu. Provinsi Gorontalo yang memiliki luas laut 50.500 km2 dengan panjang garis pantai 590 km, mempunyai potensi perikanan budidaya yang

cukup besar (mencapai 16.675 ha), di antaranya budidaya laut yang meliputi rumput laut 2.450 ha, ikan 1.050 ha, dan mutiara 1.500 ha (Anonim, 2002). Potensi yang dimiliki ini merupakan daya dukung potensial bagi pengembangan sumberdaya hayati pantai dan laut.

Kabupaten Pohuwato merupakan pemekaran dari Kabupaten Boalemo yang dilakukan pada tahun 2001. Secara geografis kabupaten ini terletak di antara 121°07¢-122°09¢ Bujur Timur dan 0°22¢-01°01¢ Lintang Utara, yang masuk dalam kawasan pengelolaan Teluk Tomini. Dengan banyak terdapatnya pulau-pulau kecil di sekitar perairan kabupaten ini merupakan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan budidaya laut. Berdasarkan analisis Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Boalemo (setelah dimekarkan kabupaten ini menjadi dua yaitu Kabupaten Boalemo dan Pohuwato) menyebutkan bahwa Kabupaten Pohuwato mempunyai potensi budidaya laut yang cukup besar mencapai 1.450 ha, (Anonim, 2002a). Potensi yang dimiliki Kecamatan Lemito ini sebagian kecil telah dimanfaatkan baik oleh masyarakat setempat maupun oleh pengusaha.

Kondisi Oseanografi Perairan

Karakteristik fisik perairan berperan penting dalam menentukan kesesuaian wilayah untuk budidaya rumput laut dan saling berkaitan.Organisme laut memiliki syarat-syarat lingkungan agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan maka akan semakin baik pertumbuhan suatu organisme. Rumput laut merupakan salah satu organisme laut yang memerlukan habitat lingkungan untuk tumbuh dan berkembang biak. Pertumbuhan rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi seperti peubah fisika, kimia, dan biologi.

Penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan pengamatan karakteristik perairan sebagai syarat tumbuh rumput laut (Gambar 2). Karakterisitik perairan yang diamati meliputi kondisi ekologis perairan yang terdiri atas peubah fisika, kimia, dan biologi perairan.

Secara umum kualitas perairan permukaan terutama peubah fisik dan kimia di 45 titik pengamatan masih dalam batas toleransi kegiatan budidaya rumput laut. Perbedaan waktu pengukuran ini juga sangat berpengaruh pada beberapa peubah kualitas perairan. Data kisaran kualitas perairan peubah fisik dan kimia hasil pengukuran di lapangan disajikan pada Tabel 2.

Gambar 2. Kondisi pasang surut perairan Kabupaten Pohuwato bulan Mei 2011, stasiun pengamatan Kota Marissa, Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(6)

Berdasarkan hasil survai kondisi perairan Kabupaten Pohuwato pada 45 titik pengamatan, terlihat bahwa secara umum daerah Kabupaten Pohuwato memiliki kondisi yang memungkinkan untuk budidaya rumput laut. Menurut Ahmad et al. (1996), pengembangan usaha budidaya perikanan pesisir berbasis budidaya laut dapat dilakukan pada kawasan pesisir seperti selat, teluk, laguna, dan muara sungai yang terlindung dari, pengaruh arus yang kuat, gelombang yang besar angin yang kencang, serta bebas cemaran.

Kedalaman perairan pada titik pengamatan di zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato berkisar antara 1,40 m sampai 32,50 m; dengan rata-rata sebesar 10,95±8,637 m (Gambar 3). Kedalaman perairan di atas memperlihatkan kisaran nilai yang cukup mendukung bagi kegiatan budidaya laut, terutama bagi rumput laut.

Kedalaman antara organisme dengan substrat merupakan hal yang penting untuk diketahui karena berkaitan dengan kondisi substrat perairan (berkarang, berlumpur, berpasir) dan nutrisi yang mendukung pertumbuhan rumput laut. Pada kondisi ini yang perlu diperhatikan adalah jarak antara organisme dengan substrat untuk menjaga agar tidak terjadi kekeruhan berkepanjangan yang menghambat pertumbuhan dari rumput laut tersebut. Dengan perkataan lain agar ada pengadukan yang mensuplai nutrisi bagi rumput laut tetapi tidak sampai suatu kekeruhan.

Tabel 2. Data pengukuran lapangan perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Peubah Minimum Maksimum Kisaran Rataan Standar deviasi

Suhu (oC) 29,81 32 2,19 30,771 0,4947 Salinitas (ppt) 30,24 33,41 3,17 32,555 0,6101 Oksigen terlarut (mg/L) 4,22 9,98 5,76 5,4 0,877 pH 7,35 8,63 1,28 7,97 0,192 Potensial redoks (mV) -104,5 -66,2 38,3 -92,62 7,535 Kecerahan (m) 0,6 13 12,4 4,95 3,013 Kedalaman (m) 1,4 32,5 31,1 10,95 8,637 Arus (m/dt) 0,1 0,2 0,1 0,11 0,025

Gambar 3. Peta sebaran kedalaman untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Kabupaten Gorontalo

(7)

Arus merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan rumput laut di mana arus mempunyai peranan dalam transportasi unsur hara sebagai sumber makanan. Jika gerakan air yang bagus maka akan membawa nutrien yang cukup dan dapat mencuci kotoran-kotoran halus yang menempel pada talus. Sebaliknya dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut perlu diperhatikan kondisi lokasi agar terlindung dari arus yang kuat.

Kecepatan arus di zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato bervariasi antara < 0,1 m/dt sampai 0,2 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,11±0,025 m/dt. Variasi nilai kecepatan arus ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh alat ukur yang digunakan. Perbedaan kecepatan arus diduga disebabkan oleh letak lokasi titik pengamatan dan kondisi pasang surut saat dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran rata-rata kecepatan arus di perairan zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato masih berada pada nilai yang dianjurkan, walaupun bukan pada kisaran yang ideal.

Arus air sangat mempengaruhi pertukaran air pada perairan, sehingga nutrien ataupun polutan dapat berpindah mengikuti pola pergerakan arus. Arus yang terlalu kuat dapat menyebabkan rusaknya instalasi budidaya rumput laut, sehingga tidak akan didapat hasil yang maksimal dalam kegiatan budidaya.

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktivitas fotosintesis. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan. Seperti diketahui fotosintesis rumput laut sangat membutuhkan cahaya dan apabila aktivitas fotosintesis terganggu maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut yang tidak optimal.

Kecerahan perairan di zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato berkisar antara 0,6 m hingga 13,0 m dengan rata-rata 4,95±3,013 m (Gambar 4). Perairan yang memiliki kecerahan yang bagus menyebabkan sinar matahari dapat menembus jauh ke dalam perairan. Artinya nilai kecerahan adalah indikator terhadap kejernihan sebuah perairan dan sangat baik untuk digunakan sebagai lokasi budidya rumput laut. Budidaya rumput laut membutuhkan perairan yang mempunyai kecerahan tinggi. Hal ini disebabkan energi sinar matahari yang menembus perairan dibutuhkan dalam mekanisme fotosintesis.

Perbedaan nilai kecerahan dapat dipengaruhi oleh waktu pengukuran dan kedalaman perairan. Muatan padatan tersuspensi juga turut mempengaruhi dalam pengamatan kecerahan perairan,

Gambar 4. Peta sebaran kecerahan untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(8)

dikarenakan akan menghalangi mata saat pengamatan. Dimungkinkan bahwa semakin berkurangnya kedalaman akan membuat gelombang semakin mudah untuk mengaduk substrat dasar perairan.

Suhu mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsifisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhandan reproduksi (Dawes, 1981). Suhu perairan sangat berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu, dan lokasi. Hal ini diperkuat oleh Hutabarat (2000) yang mengatakan bahwa, air lebih lambat menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Pada daerah yang semi atau tertutup, umumnya akan terjadi peningkatan suhu perairan karena tidak terjadi pergerakan massa air. Suhu akan memperlihatkan fluktuasi yang lebih bervariasi, di daerah pesisir yang mempunyai kedalaman relatif dangkal karena terjadi kontak dengan substrat yang terekspos (Kinne, 1964 dalam Supriharyono, 2001).

Suhu perairan di zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato mempunyai kisaran antara 29,81 sampai 32,00ºC dengan rata-rata sebesar 30,771±0,4947ºC (Gambar 5). Dari hasil pengukuran in situ di lokasi, dapat dilihat bahwa kondisi suhu masih dalam batas yang disarankan untuk budidaya rumput laut pada daerah perairan Kabupaten Pohuwato.

Secara umum nilai salinitas pada zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran yang mendukung kegiatan budidaya laut.

Peubah kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya rumput laut adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan rumput laut. Mekanisme osmoregulasi pada rumput laut dapat terjadi dengan menggunakan asam amino atau jenis-jenis karbohidrat. Kisaran salinitas yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal.

Salinitas perairan di zona pemanfaatan umum Kabupaten Pohuwato mempunyai kisaran 30,24 dan 33,41 ppt dengan rata-rata sebesar 32,55±0,6101 ppt (Gambar 6). Nilai salinitas yang didapat pada saat pengukuran in situ di lokasi dianggap optimal untuk budidaya rumput laut yang berkisar antara 30 dan 35 ppt (Radiarta et al., 2003).

Doty (1985) menyatakan bahwa salinitas yang dikehendaki oleh rumput laut Eucheuma sp. yaitu berkisar antara 29 dan 34 ppt. Sedangkan Kadi & Atmadja (1988) menyatakan bahwa kisaran salinitas untuk pertumbuhan rumput laut yaitu 30 dan 34 ppt. Berdasarkan kisaran tersebut maka evaluasi secara keseluruhan terhadap salinitas dengan kisaran 30,24 dan 33,41 ppt di lokasi penelitian dapat dikatakan berada dalam batas kisaran untuk pertumbuhan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii.

Gambar 5. Peta sebaran suhu untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(9)

Pengukuran in situ terhadap peubah pH perairan zona rencana pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran nilai sebesar 7,35 sampai 8,63; dengan rata-rata 7,97±0,192. Perbedaan nilai pH dalam perairan diduga, disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran. Perubahan nilai pH dalam perairan mempunyai siklus harian. Siklus ini merupakan fungsi dari karbondioksida. Effendi (2003) mengatakan bahwa, jika perairan mengandung karbondioksida bebas dan ion karbonat maka pH cenderung asam, dan pH akan kembali meningkat jika CO2 dan HCO3 mulai berkurang. pH perairan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Hal ini senada dengan Kordi (2005) yang menyatakan pH rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, dan aktivitas pernafasan akan naik.

Hasil pengukuran terhadap peubah nitrat (NO3) memperlihatkan nilai yang bervariasi antara 0,03 dan 2,20 mg/L dengan nilai rata-rata sebesar 0,385±0,5215 mg/L (Gambar 7). Hutabarat (2000)

Gambar 6. Peta sebaran salinitas untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Gambar 7. Peta sebaran NO3 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(10)

menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Secara normatif keberadaan nitrat dalam perairan ditunjang pada transpor nitrat ke daerah tersebut, oksidasi amoniak oleh mikroorganisme, dan kebutuhan produktivitas primer.

Sementara itu, untuk konsentrasi amonia (NH3) pada titik pengukuran berkisar antara 0,002 dan 1,142, dengan rata–rata sebesar 0,182±0,1825 mg/L (Gambar 8).

Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrien bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton dan sifatnya cenderung stabil. Walaupun sangat berperan terhadap kadar nitrogen dalam suatu perairan, beberapa fitoplankton cenderung lebih menyukai amonia untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Odum, 1971). Besarnya kadar amonia, nitrat, dan nitrit dapat dipengaruhi oleh alam (batu dan tanah) atau bisa juga berasal dari limbah organik (tinja dan urin).

Konsentrasi fosfat dalam perairan zona rencana pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Pohuwato mempunyai nilai yang bervariasi antara 0,004 dan 5,843 mg/L; dengan nilai rata-rata 0,150±0,8679 mg/L (Gambar 9).

Menurut Effendi (2003) dan Supriharyono (2001), sebagian besar fosfat berasal dari masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik (deterjen). Ditambahkan oleh Brotowidjoyo et al. (1995) dan Hutabarat (2000) bahwa, sumber fosfat di perairan juga berasal dari proses pengikisan batuan di pantai. Konsentrasi fosfat di perairan zona rencana pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran yang masih mendukung kegiatan budidaya, walaupun tidak berada dalam nilai yang ideal.

Amonia, nitrat, dan fosfat sendiri dalam perairan berperan sebagai nutrien. Akan tetapi tingginya konsentrasi zat kimia tersebut di perairan dapat berdampak pada peledakan plankton.

Karakteristik ukuran butir pada sedimen dasar sangat berpengaruh terhadap daya cengkram jangkar yang nantinya akan dipasang pada rakit. Sehingga nantinya diharapkan dengan semakin kuat jangkar tertancap, maka kestabilan instalasi rumput laut terhadap dinamika arus, gelombang, pasut, angin akan tercipta. Dari hasil analisis ukuran butir untuk contoh sedimen dasar pada tiap lokasi titik pengamatan di perairan Kabupaten Pohuwato, didapat bahwa jenisnya cenderung dominan pasir (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa dasar perairan Kabupaten Pohuwato dianggap cukup cocok untuk tempat budidaya rumput laut. Dasar perairan yang berupa pasir akan meminimalisir padatan yang akan terangkat karena pengadukan, sehingga kondisi air akan relatif jernih dan bagus untuk perkembangan budidaya rumput laut.

Gambar 8. Peta sebaran NH3 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(11)

Biota Pengganggu

Biota pengganggu (hama) merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan budidaya rumput laut. Hama yang sering menyerang rumput laut dikelompokkan berdasarkan ukurannya yaitu hama mikro (micro graze) dan hama makro (macro grazer). Hama mikro umumnya berukuran kurang dari 2 cm dan melekat pada talus tanaman seperti larva bulu babi dan larva teripang sedangkan hama makro umumnya berukuran lebih dari 2 cm seperti ikan baronang (Siganus spp.) dan penyu hijau (Chelonia midas) (Anggadireja et al., 2006).

Berdasar hasil pengamatan di lokasi penelitian, tidak terlihat adanya biota pengganggu untuk budidaya rumput laut. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil wawancara dengan masyarakat pesisir yang menyatakan hal senada.

Akses

Sarana transportasi (aksessibilitas) memiliki peranan dan pengaruh yang penting dalam rangka pemilihan lokasi pengembangan budidaya laut (transportasi benih, produksi, dan lain-lain) di daerah ini. Umumnya jalan menuju lokasi sudah tersedia yaitu melalui trans Sulawesi yang dilanjutkan dengan jalan kabupaten dan desa. Jarak dari lokasi ke ibukota provinsi sekitar 150-200 km yang dapat ditempuh selama 4-5 jam dengan angkutan darat. Sedangkan jarak dari lokasi budidaya ke Bandar Udara Jalaludin, Provinsi Gorontalo dapat ditempuh sekitar 3-4 jam. Selain melalui darat, transportasi laut merupakan pilihan yang sangat efektif.

Gambar 9. Peta sebaran PO4 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Tabel 3. Persentase jenis substrat dasar pada saat pengukuran di perairan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Jenis substrat dasar Persentase

Lumpur 11,11

Karang 4,44

Pasir 77,78

Karang berlumpur 2,22

(12)

Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut

Dari hasil skoring dan pembobotan data kualitas air serta didukung oleh berbagai pertimbangan sosial ekonomi serta pemanfaatan lahan bagi sektor lainnya, maka terwujud suatu peta tingkat kelayakan lahan bagi kegiatan budidaya luat. Peta tingkat kelayakan lahan yang ditampilkan terdiri atas tiga kriteria, yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan N (tidak sesuai). Total luasan daerah penelitian di perairan Kabupaten Pohuwato mencapai 93.697,42 ha; memiliki lahan pengembangan untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii yang tergolong kelas S1 (sangat sesuai) seluas 11.821,11 ha atau 12,62%; kelas S2 (cukup sesuai) seluas 14.112,11 ha atau 15,06%; dan sisanya seluas 67.764,20 berada pada kelas N (tidak sesuai) atau 72,32%. Peta tematik kesesuaian lahan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Gambar 10.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kabupaten Pohuwato adalah kabupaten pemekaran dari kabupaten induk yaitu Bualemo. Kabupaten Pohuwato berada kawasan Teluk Tomini, sehingga memungkinkan untuk diadakannya pengembangan kegiatan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii. Hal ini dikuatkan dengan kondisi perairan yang masih baik serta banyaknya pulau-pulau kecil sekitar perairan menjadikan tempat ini sangat cocok bagi kegiatan budidaya laut.

Hasil pengukuran kualitas perairan yang meliputi: peubah fisik, kimia, kualitas substrat, serta dipadukan dengan data inderaja (Landsat-7 ETM+) menunjukkan perairan ini masih mempunyai daya

dukung yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Analisis SIG melalui pembobotan, skoring, dan overlay menunjukkan area dengan luas total 93.697,42 ha; memiliki lahan pengembangan untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii yang tergolong kelas S1 (sangat sesuai) seluas 11.821,11 ha atau 12,62%; kelas S2 (cukup sesuai) seluas 14.112,11 ha atau 15,06%; dan sisanya seluas 67.764,20 ha berada pada kelas N (tidak sesuai) atau 72,32%.

DAFTAR ACUAN

Ahmad, T., Mustafa, A., & Hanafi, A. 1996. Konsep Pengembangan Desa Pantai Mendukung Keberlanjutan Produksi Perikanan Pesisir. Dalam Poernomo, A., Irianto, H.E., Nurhakim, S., Murniyati, & Pratiwi, E. (Eds.) Prosiding Rapat Kerja Teknis Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Peneliti Perikanan

Menyongsong Globalisasi IPTEK, Serpong, 19-20 November 1996. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang

Perikanan, Jakarta.

Gambar 10. Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

(13)

Ahmad, T., Rukyani, A., & Wijono, A. 1995. Teknik budi daya laut dengan keramba jaring apung.

Dalam Sudradjat et al. (Eds.). Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung Bagi Budi Daya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian, hlm. 69-87.

Agoes. E.R. 2001. Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut Perspektif Hukum Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwanto, H., & Istini, S. 2006. Rumput Laut. Pembudidayaan, Pengelolaan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Anonim. 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo 2002-2016. Buku I: Fakta dan Analisis.

Bappeda, 185 hlm.

Anonim. 2002a. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pohuwato 2004-2012. Bappeda Kabupaten Boalemo, 104 hlm.

Beveridge, M.C.M. 1996. CageAqua-culture (Eds. 2nd). Fishing News Books LTD. Farnham, Surrey,

England, 352 pp.

Brotowijoyo, M.D., Tribawono, Dj., & Mulbyantoro, E. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Budiyanto, E. 2005. Pemetaan Kontur dan Pemodelan Spatial 3 Dimensi Surfer. Andi, Yogyakarta. Clark, W.A.V. & Hosking, P.L. 1986. Statistical Methods for Geographers. John Wiley & Sons, Inc., 513 pp. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius,

Yogyakarta.

Ghufron, M. & Kordi, H. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Rineka Cipta, Jakarta. Hartoko, A. & Helmi, M. 2004. Development of Digital Multilayer Ecological Model for Padang Coastal

Water (West Sumatera). Journal of Coastal Development, 7(3): 129-136.

Hutabarat, S. 2000. Peranan Kondisi Oceanografi terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan Distribusi Biota Laut. UNDIP, Semarang.

Imanto, P.T., Listyanto, N., & Priono, B. 1995. Desain dan kontruksi keramba jaring apung untuk budi daya ikan laut. Dalam Sudradjat et al. (Ed.) Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba

Jaring Apung bagi Budi daya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian, hlm. 216-230.

Ismail, W., Wardoyo, S.E., & Priono, B. 1998. Lokasi-lokasi potensial bagi panti benih terapung ikan karang di selatan P. Bintan dan Karimun Jawa. J. Pen. Perik. Indonesia, IV(1): 36-46.

Mayunar, R.P. & Imanto, P.T. 1995. Pemilihan lokasi untuk usaha budi daya ikan laut. Dalam Sudradjat

et al. (Ed.) Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budi daya Laut.

Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian, hlm. 179-189.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Meneg. KLH No. 51 tahun 2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta.

Milne, P.H. 1979. Fish and Shellfish Farming in Coastal Waters. Fishing News Book Ltd, Farnham Surrey.

Mubarak, H., Ilyas, S., Ismail, W., Wahyuni, , Hartati, S.H., Pratiwi, E., Jangkaru, Z., & Arifuddin, R. 1990. Petunjuk Teknis Budi Daya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, PHP/ KAN/PT/13/1990, Jakarta, 93 hlm.

Odum, E.P. 1979. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Original English Edition. Fundamental of Ecology Thurd Edition, Yogyakarta.

Pillay, T.V.R. 1990. Quality Criteria for Water.US Enviromental Protection Agency, Washington D.C. Radiarta, N., Saputra, A., & Johan, O. 2005. Penentuan Kelayakan Lahan untuk Mengembangkan Usaha

Budidaya Laut dengan Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis di Perairan Lemito Provinsi Gorontalo.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zonneveld, N., Huisma, E.A., & Boon, J.H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(14)

DISKUSI

1. Adang Saputra Pertanyaan:

Ada atau tidak parameter yang membedakan antara musim kemarau dan penghujan

Tanggapan:

Salinitas dapat dipengaruhi oleh musim hujan

Gambar

Gambar  1. Titik-titik  pengamatan  di  kawasan  pesisir  Kabupaten Pohuwato  Provinsi  Gorontalo
Tabel 1. Matriks  kesesuaian  dan  pembobotan  untuk  pemilihan  lokasi  budidaya  rumput  laut
Gambar  2. Kondisi  pasang  surut  perairan  Kabupaten  Pohuwato  bulan  Mei  2011,  stasiun pengamatan  Kota  Marissa,  Kabupaten  Pohuwato  Provinsi  Gorontalo
Gambar  3. Peta  sebaran  kedalaman  untuk  pengembangan  budidaya rumput  laut  Kabupaten  Pohuwato  Kabupaten  Gorontalo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila anggaran pemakaian bahan baku tidak dibuat maka manajemen tidak akan mengetahui jumlah biaya yang diperlukan untuk membuat produk jadi dan tentunya

4alam sintesis 4$7 metabolit dari -fluorourasil nantinya akan menginhibisi thymidylate synthase, sehingga terjadi dpelesi dari thymidine triphosphate (TTP, yang merupakan 1

Rumah Belajar O-Friends ingin siswa bimbingannya dapat berhasil dan lolos dalam ujian SBM-PTN tetapi terdapat masalah yang ada yaitu, Kepala Unit selaku pengambil

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa dengan disiplin yang baik serta mampu mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas- tugas

Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, belum tentu kami dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK

• Dalam Hikayat Hang Tuah pengaruh bahasa Tamil dapat dilihat pada perkataan ‘ ayuh ‘ .Umumnya perkataan ‘ ayuh ‘ berasal daripada perkataan Hindu yang berbunyi ayo ( sebutan

Berkas- berkas cahaya yang tiba di layar akan mengalami interferensi konstruktif dan destruktif juga sehingga akan dihasilkan pola gelap terang tetapi dalam bentuk

Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat