• Tidak ada hasil yang ditemukan

GREEN EDUCATION BAGI MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU. Dr. Ir. Nurlita Pertiwi, MT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GREEN EDUCATION BAGI MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU. Dr. Ir. Nurlita Pertiwi, MT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

246

GREEN EDUCATION BAGI MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

Dr. Ir. Nurlita Pertiwi, MT

Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Abstrak

Permasalahan perkotaan yang semakin kompleks menyebabkan penurunan kualitas hidup masyarakat. Hal ini menuntut adanya upaya perbaikan kualitas lingkungan melalui pelibatan masyarakat salah satunya dalam pengembangan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis, psikologis dan sosial budaya dapat dioptimalkan dengan adanya peran masyarakat dalam pengelolaannya. Optimalisasi ruang terbuka hijau dengan melibatkan masyarakat diawalai dengan Green Education. Green Education merupakan suatu konsep pendidikan alternatif yang berbasis pada masyarakat dan bertujuan untuk memberikan pengetahuan lingkungan dan pada akhirnya akan melahirkan perilaku positif terhadap lingkungan. Konsep pendidikan ini adalah upaya awal dalam memberikan pengetahuan masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau terhadap kualitas lingkungan. Hal ini selanjutnya akan menjadi stimulan pada adanya perilaku atau kegiatan yang mendukung terciptanya ruang terbuka hijau di perkotaan. Konsep pendidikan yang dirancang bagi semua tingkatan masyarakat perkotaan dan dilaksanakan secara formal dan non formal akan menciptakan kota yang nyaman untuk dihuni.

Kata Kunci : Green education, Masyarakat, Ruang terbuka hijau

Latar Belakang

Perkotaan di Indonesia tumbuh dengan pesat sesuai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya serta dinamika dari masyarakatnya. Namun sejalan dengan pertumbuhannya, perkotaan juga menghadapi masalah degradasi lingkungan seperti peningkatan suhu udara, kebisingan, polusi baik di udara, tanah dan air, banjir, sampah, kemacetan dan kekumuhan. Kondisi lingkungan perkotaan tersebut juga disertai dengan penurunan kualitas hidup masyarakat, yaitu prosentasi penduduk miskin semakin besar dan menurunnya derajat kesehatan. Gambaran lingkungan perkotaan menuntut pemerintah untuk dapat menciptakan kota yang ekologis dan nyaman bagi masyarakat.

Salah satu upaya pemerintah adalah dengan adanya kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau. Sebagaimana diungkapkan dalam Peraturan Menteri Dalam

(2)

247

Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan diuraikan tujuan penataan ruang terbuka hijau adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan dan c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Selanjutnya dalam Undang Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan pada pasal 29 bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat, dimana proporsi ruang terbuka hijau kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapa meningkatkan nilai estetika kota.

Luasan ruang terbuka hijau untuk publik berkisar 20% atau dan privat sebesar 10%. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat atau lahan milik masyarakat yang dapat berfungsi sebagai open spece dan mendukung tercapainya keseimbangan ekosistem. Di perkotaan, ruang tersebut pada umumnya bersifat sebagai halaman rumah atau pekarangan dan taman yang ditempatkan pada atap gedung. Untuk mencapai proporsi yang disayaratkan pada ruang terbuka hijau privat di perkotaan, maka masyarakat memiliki peran yang sangat besar. Peran tersebut ditunjukkan dengan kesediaan mereka dalam melakukan pengelolaan RTH pada kawasan miliknya.

Kesediaan masyarakat untuk terlibat dalam suatu pengelolaan lingkungan harus diawali dengan peningkatan pengetahuannya. Dalam teori pendidikan, kesediaan tersebut diwujudkan sebagai perilaku masyarakat. Dalam teori perubahan perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen dalam Darnton (2008) bahwa terdapat lima hal yang berpengaruh penting pada perubahan perilaku yaitu sikap (attitudes), pengetahuan (knowledge), kemampuan menyeseuaiakn diri (self efficacy), pengendalian diri (locus of control) dan maksud atau tujuan (intent). Berdasarkan teori tersebut, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH adalah peningkatan pengetahuannya masyarakat terhadap lingkungan.

(3)

248

Peningkatan pengetahuan masyarakat dilakukan dengan pendekatan teknologi pendidikan. Miarso (2008) menguraikan bahwa teknologi pendidikan tidak hanya membantu memecahkan masalah belajar dalam konteks sekolah, namun dalam dalam seluruh konteks kehidupan masyarakat, dengan mengembangkan dan/atau menggunakan beraneka sumber. Dalam konteks sekolah teknologi pendidikan berkembang dari apa yang semula dikenal dengan istilah didaktik dan metodik. Namun karena belajar tidak hanya dalam konteks sekolah, tetapi dalam seluruh konteks masyarakat, maka teknologi pendidikan beroperasi dimana belajar itu diperlukan, baik oleh perorangan, kelompok maupun organisasi.

Salah satu inovasi dalam teknologi pendidikan yang berbasis pendidikan alternatif bagi masyarakat adalah green education. Konsep pendidikan ini adalah upaya awal dalam memberikan pengetahuan masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau terhadap kualitas lingkungan.

Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan memberikan manfaat ekologi yang tinggi. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahnkan kualitas lingkungan tetapi juga menjadi kebanggan dan identitas warga kotanya. Ruang terbuka hijau juga memberikan arti penting dari struktur pembentuk kota. Dengan adanya ruang tersebut, maka nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan akan lebih bermakna positif bagi pengembangan sosial ekonomi masyarakat..

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan).

Keberadaan RTH perkotaan akan sangat berperan dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat. RTH dalam jumlah yang ideal akan berfungsi sangat besar antara lain meyerap polutan, mengontrol iklim mikro, meredam kebisingan dan lain-lain (Nurul Fatanah, 2008). Jika dipandang dari fungsi sosialnya, maka ruang terbuka hijau dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik. Ruang publik ini berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan bersama apakah berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya. (Darmawan, 2006). Ruang

(4)

249

publik yang baik ditandai dengan ketertarikan masyarakat untuk memanfaatkannya dan juga ditunjukkan dengan kemudahan mengunjunginya. (Carmona, et al. 2003). Selain itu karakter ruang publik ditandai dengan : 1) Ruang tempat masyarakat berinteraksi, melakukan beragam kegiatan secara berbagi dan bersama, meliputi interaksi sosial, ekonomi dan budaya, dengan penekanan utama pada aktivitas sosial.; 2) Ruang yang diadakan, dikelola dan dikontrol secara bersama - baik oleh instansi public maupun privat ; 3) Ruang yang terbuka dan aksesibel secara visual maupun fisik bagi semua tanpa kecuali.; dan 4) Ruang dimana masyarakat mendapat kebebasan beraktivitas (Sunaryo, et.al. 2010).

Urgensi ruang terbuka hijau terkait juga dengan nilai-nilai yang terkandungnya meliputi nilai ekologis dan alam, nilai psikologis, nilai sosial budaya serta nilai estetika. (Wijanarko, 2006). Nilai ekologis dari RTH adalah sebagai paru-paru kota yang dapat menyediakan udara segar dan menyerap gas carbon yang banyak terdapat di udara perkotaan. Dengan demikian udara menjadi lebih bersih dan lingkungan menjadi lebih baik. Selain itu ruang-ruang terbuka dapat mengurangi tingkat kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Selain itu ruang terbuka hijau dapat memperbaiki kualitas air tanah, mencegah banjir, serta memperbaiki iklim perkotaan.

Nilai psikologis dari ruang terbuka hijau adalah sebagai tempat pertemuan keluarga, kerabat dan tempat bermain anak-anak. Selain itu, ruang ini dapat pula dipakai sebagai tempat melepas lelah dan menghirup udara segar yang sulit diperoleh di tengah padatnya kendaraan bermotor. Nilai sosial budaya dari runga terbuka hijau adalah sebagai ruang interaksi sosial antar warga sehingga modal sosial dapat tumbuh pada ruang terbuka hiaju.

Nilai estetika RTH dapat dicapai dengan adanya berbagai vegetasi yang ditata dengan rapih membuat nyaman untuk dipandang. Adanya keanekaragaman tanaman mulai dari rumput-rumputan, tanaman sedang hingga pohon yang tinggi memberikan suasana yang nyaman dan indah untuk dipandang. Selain itu, RTH juga memiliki nilai ekonomis. Lahan yang ditamanu dengan tanaman yang bernilai ekonomis dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

Keseimbangan antara luasan RTH dan ruang terbangun akan menghasilkan kota yang tertata. Perencanaan RTH yang matang, dapat menjaga keseimbangan dan

(5)

250

keharmonisan antara ruang terbangun dan ruang terbuka. Keselerasan antara struktur kota dengan wajah-wajah alami, mampu mengurangi berbagai dampak negatif akibat degradasi lingkungan kota dan menjaga keseimbangan, kelestarian, kesehatan dan kenyamanan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota (Hastuti, 2011).

Ruang terbuka hijau disusun dengan berbagai tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Kesesuaian lahan, iklim serta topografinya akan memberikan pengaruh pada perencanaannnya. Attayaya (2009) menguraikan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.

Sebagai pengembangan RTH privat, masyarakat dapat melakukan penataan pekarangan. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan diuraikan definisi pekarangan yaitu Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai RTRW di masing-masing kota.

Selanjutnya dalam kebijakan tersebut diatur kategori pekarangan rumah besar, rumah sedang dan rumah kecil. Pada rumah besar dengan luas lahan di atas 500 m2, jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput. Pada rumah sedang dengan luas antara 200 m2 sampai dengan 500 m2; jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. Sed ang untuk rumah kecil dengan luas kurang dari 200m2, jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.

Namun hal ini mendapat tantangan berat dengan semakin sempitnya lahan di perkotaan. Olehnya itu, masyarakat hendaknya mampu memanfaatkan lahan

(6)

251

pekarangan secara optimal. Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya.

Alternatif lain adalah dengan pembuatan taman atap pada bangunan bertingkat. Penerapan taman atap di perumahan menghdapi kendala disain bangunan yang kurang mendukung. Taman dengan segala kelengkapannya dapat menimbulkan beban mati, beban angin, dan beban air pada atap bangunan. Selain itu, pengaliran air juga perlu diperhatikan sehingga tidak merusak struktur di bawahnya.

Green education dan Model Perilaku Lingkungan

Pendidikan merupakan langkah awal dalam pengembangan perilaku atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH. Deslanie (2011) menguraikan bahwa terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antar individu dan lingkungan melalui suatu proses belajar. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku adalah : 1) awareness (kesadaran); 2) Interest

(ketertarikan); 3) Evaluation (evaluasi); 4) Trial (mencoba) dan 5) adoption

(menerima). Dari kelima faktor tersebut, proses belajar ditunjukkan dengan peningkatan kesadaran hingga penerimaan akan suatu konsep. Manfaat proses belajar adalah terdapat transformasi pengetahuan yang akhirnya dapat menimbulkan stimulus pada suatu aksi atau kegiatan.

Perilaku masyarakat untuk terlibat dalam peningkatan kualitas lingkungan merupakan bagian dari rasa tanggung jawab. Hal ini diungkapkan oleh Hines dalam Hungerford dan Volk (1990) bahwa terdapat lima variabel yang berpengaruh untuk membentuk faktor kepribadian yaitu keterampilan, pengetahuan strategi, locus of control, kebiasaan (attitudes) dan tanggapan personal sebagaimana diuraikan pada gambar 1.

(7)

252

Gambar 1. Model Pengembangan Perilaku Lingkungan (Hines dalam Hungerford dan Volk, 1990).

Berdasarakan gambar 1 nampak bahwa perilaku lingkungan tumbuh dari adanyak pengetahuan, sikap dan keterampilan. Model di atas menggambarkan bahwa minat untuk melakukan aksi atau kegiatan muncul akibat adanya pengetahuan, keterampilan dan rasa tanggung jawab. Ketiga hal ini merupakan hasil dari suatu proses belajar. Sebagaimana diungkapkan dalam taxonomi Bloom yang terdiri atas tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Depdikbud (1989) menguraikan ketiga domain tersebut sebagai berikut :

- Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya.

- Sikap (attitude) merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi bersangkutan.

- Tindakan (praktik) yang merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki.

Teori ini menjelaskan bagaimana perilaku terjadi yang dimulai dari proses belajar untuk memperoleh pengetahuan (knowledge). Dari pengetahuan yang diperolehnya, maka akan timbul sikap dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan yang benar. Sikap tersebut ditunjukkan dengan adanya minat dan motivasi

Action Skills Knowledge of Action Strategy Knowledge of Issuses Attitudes Locus of Control Personal Responsibility Personality Factors Intention to Act Responsible Environmental Behavior Situational Factor

(8)

253

dalam diri seseorang. Hasil dari dorongan sikap tersebut, maka akan lahir tindakan atau perilaku yang bersifat praktikal.

Sebagai bagian deri pendidikan lingkungan hidup, green eduucation sangat mendorong timbulnya tanggung jawab moral masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Muntasib (2009) menguraikan bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi degradasi lingkungan dengan mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kemampuan untuk mengelola lingkungan dengan baik. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah seluruh elemen masyarakat baik dari usia kanak-kanak hingga usia dewasa.

Kementerian Lingkungan Hidup (2004) menguraikan bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untukberperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Konsep Green Education bagi Masyarakat Perkotaan

Istilah Green merujuk kepada hasil karya yang besifat ekologis mendukung keberlanjutan lingkungan. Dalam upaya peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkotaan, maka istilah green education mengandung makna pemerian pengetahuan pada masyarakat akan cara-cara serta teknik yang mendukung keberlanjutan ekosistem perkotaan.

Education mengandung arti pembelajaran. Istilah education tidak terlepas dari makna kata pendidikan. Pemberian pengetahuan bagi masyarakat merupakan tindakan pendidikan alternatif. Pengertian “pendidikan alternatif” meliputi sejumlah besar cara pemberdayaan peserta didik/warga belajar yang dilakukan berbeda dengan cara yang konvensional Meskipun caranya berbeda, namun semua pola pendidikan alternatif mempunyai tiga kesamaan yaitu : 1) pendekatannya yang lebih bersifat individual; 2) memberikan perhatian lebih besar kepada peserta didik/warga belajar, orangtua/keluarga mereka, dan para pendidik; dan 3) dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kondisilingkungan. (Miarso, 2008).

(9)

254

Metode penerapan green education yang dilakukan untuk masyarakat perkotaan dapat dibagi secar formal dan non formal. Secara formal pengenalan akan teknik teknik yang tepat dalam mendukung terciptanya ruang terbuka hijau sebagai bagian manajemen sekolah atau dengan pendekatan School based Management. Hal ini diawali dengan menyisipkan pengenalan teori lingkungan pada beberapa mata pelajaran untuk melahirkan sikap peduli dan rasa tanggung jawab. Sebagai ukuran psikomotorik, maka siswa harus dapat membuktikan perilakunya dengan ikut serta dalam penyediaan RTH. Tindakan tersebut dapat dinilai sebagai bagian ekstra kurikuler.

Secara non formal, green education dapat diterapkan dengan berbasis pada kelembagaan masyarakat. Lembaga – lembaga sosial yang tumbuh di masyarakat dijadikan media untuk memberikan pengembangan pengetahuan dan sikap lingkungan bagi masyarakat. Pemerintah kota dapat memberikan stimulan finansial dalam hal penyediaan bibit tanaman dan wadah konsultansi.

Green Education yang dilakukan secara selaras baik secara formal dan non formal akan melahirkan pola pengembangan perilaku yang holistik. Semua tingkatan usia baik tingkat anak-anak, remaja hingga masa dewasa akan memiliki paradigma yang baru tentang keterlibatan dalam pengembangan runag terbuka hijau di perkotaan. Paradigma tersebut akan menjadi modal sosial yang mendukung pembangunan perkotaan.

Modal sosial akan melahirkan sistem nilai yang akan nampak pada masyarakat perkotaan. Sunaryo, et al (2010) mengurakan bahwa bagaimana ruang-ruang kota (publik dan privat) diorganisasikan adalah manifestasi dari sistem nilai yang dianut masyarakatnya. Pada konteks ini kita bisa melihat dimana proses-proses pembelajaran hidup berkota dimulai, pada saat masyarakat kota melakukan konsensus atau kesepakatan-kesepakatan dalam mengatur penggunaan ruang komunalnya, dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa melalui ruang publik kita dapat meneropong sejauh mana taraf masyarakat kota kita telah menemukan konsepsi urbanitasnya, konsepsi mengenai hidup bersama dalam satu wilayah.

Proses belajar dengan Green Education juga merupakan bagian dari reformasi pendidikan. Reformasi atau perubahan paradigma dalam pendidikan pada dasarnya adalah melakukan tindakan lain yang berbeda berdasarkan pola pikir yang sesuai

(10)

255

dengan perkembangan lingkungan. Masalah yang kita hadapi sekarang tidak mungkin kita selesaikan dengan cara lama yang telah menimbulkan masalah yang kita hadapi. (Miarso, 2008).

Reformasi pendidikan tersebut menggabungkan antara pola pendekatan top down dengan pendekatan bottom up, Pendekatan top down dilakukan dengan pembuatan kebijakan dan regulasi lain tentang pengembangan ruang terbuka hijau. Beberapa kebijakan tersebut adalah :

- Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

- Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di perkotaan, yang menetapkan luasan minimum taman lingkungan berdasarkan jumlah penduduk pendukung, kebutuhan luasan hijau per orang dan radius pencapaiannya - Peraturan Daerah Propinsi dan Kota tentang Rencana Tata Ruang dan

Wilayah.

Secara bottom up, masyarakat dapat mengembangkan metode belajar yang sesuai dengan usia dan karakteristik kelompok. Media belajar dapat bervariasi seperti ruang belajarnya di taman, tempat ibadah, ataupun ruang kelas yang representatif.

Hal ini sesuai dengan uraian Miarso (2008) bahwa : Berbagai bentuk pendidikan alternatif adalah :

1. Pendidikan di rumah (home schooling) yang diselenggarakan oleh orangtua/keluarga

2. Pendidikan di tempat ibadah, termasuk pendidikan pesantren

3. Pendidikan bagi peserta didik/warga belajar yang bermasalah (mereka yang menjadi korban kemiskinan, kriminalitas, pertikaian dsb.) seperti pendidikan bagi anak jalanan.

(11)

256

4. Pendidikan terprogram yang direkayasa melalui berbagai bentuk sarana seperti teks terprogram, pembelajaran berbasis komputer (computer based instruction) dll.

5. Pendidikan berbasis masyarakat (community-based education), termasuk berbagai macam kursus dan kegiatan belajar tidak terstruktur.

6. Pendidikan terbuka yang memberikan kesempatan kepada siapa saja, untuk belajar apa saja yang diperlukan, kapan saja, dan dimana saja.

7. Pendidikan berjaringan yang menekankan terjadinya interaksi beragam dengan semua pihak yang dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan kompetensi yang diinginkan oleh masing-masing peserta didik/pembelajar. Uraian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat dapat merencanakan metode pembelajaran green education yang sesuai dengan kondisi lingkungan serta kebutuhan warga belajar. Berdasarkan uraian di atas, dengan perkotaan akan lebih nyaman dan indah dengan ketersediaan ruang terbuka hijau. Seluruh masyarakat kota dapat berpartisipasi secara aktif dalam menciptakan kota dengan kualitas lingkungan yang baik.

PENUTUP

Green Education merupakan suatu konsep pendidikan alternatif yang berbasis pada masyarakat dan bertujuan untuk memberikan pengetahuan lingkungan dan pada akhirnya akan melahirkan perilaku positif terhadap lingkungan. Konsep pendidikan ini bertujuan menciptakan paradigma pada masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas perkotaan dengan pengembangan RTH. Konsep pendidikan yang dirancang bagi semua tingkatan masyarakat perkotaan dan dilaksanakan secara formal dan non formal akan menciptakan kota yang nyaman untuk dihuni.

(12)

257 DAFTAR PUSTAKA

Attayaya, 2009. Ruang Terbuka Hijau. Artikel.

http://www.attayaya.net/2009/07/ruang-terbukahijau-rth.html. [18/Ogos/2010

Carmona M, Heath T, Oc T and Tiesdell S. Public Spaces – Urban Places. The dimension of Urban Design. Elsevier. Oxford

Darmawan E. 2006. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Darnton, A. 2008. Behaviour Change Knowledge Review. Social Scences in Government

Deslanie, N.K. 2011. Teori Perilaku Psikologi, Peace Zone. Lonies Kingdom. Blogsport.com

Hastuti, 2011. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perumahan Sebagai Bahan Revisi SNI 03-1733-2004. Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 35 – 44

Hungerford, H dan Volk, T.L. 1990. Changing Learner Behaviour Through Environmental Education. Journal of Environmental Education. Vo; 21 (3) Sprung. Pp 8 – 21 Illinous USA.

Muntasib, dkk. 2009. Penerapan Pendidikan Hutan dan Lingkungan Bagi Sekolah-sekolah di Sekitar Kawasan Hutan. Prosiding Seminar Hasil=hasil Penelitian IPB, 2009.

Miarso, 2008, Pengembangan Terkini Sistem Pendidikan Dan Pembelajaran

Di Perguruan Tinggi. Disampaikan dalam Semiloka Pengajaran dan Program Magang, Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP-UI, 2 Mei 2008 Nurul Fatanah, 2008. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar.

Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan,

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PU

Presiden RI. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Jakarta: Presiden RI

(13)

258

Sunaryo, R.G.; Soewarno, N; Ikaputra; Setiawan, B. 2010. Posisi Ruang Publik Dalam Transformasi Konsepsi Urbanitas Kota Indonesia. Paper Kumpulan Makalah pada Seminar Nasional Riset Arsitektur & Perencanaan 1, IAP DIY – APRF – JUTAP UGM, Yogyakarta, 16 Januari.

Wijanarko, 2006. Kemungkinan Penerapan Co-Management Alam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Di Pantai Utara Kota Surabaya. Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota. Semarang

Gambar

Gambar 1. Model Pengembangan Perilaku Lingkungan (Hines dalam Hungerford  dan Volk, 1990)

Referensi

Dokumen terkait

Kompresor udara biasanya menghisap udara dari udara atmosfer (p = 1 atm), namun adapula kompresor yang menghisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer

Keanggotaan ISMKI adalah Senat/BEM/LEM/PEMA Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia.Sedangkan mahasiswa kedokteran disetiap institusi merupakan anggota dari

melakukan  konservasi  dan  rehabilitasi  lahan  sehingga  lahan  bekas   tambang  tidak  berbahaya  dan  dapat  dimanfaatkan  untuk  kegiatan   produktif

Dalam laporan pelaksanaan sharia governancedi bank bjbsyariah tahun 2012, penilaian terhadap faktor transparansi kondisi keuangan dan non keuangan mendapat Peringkat 3

Riset berbasis eksplorasi dan konservasi yang perlu dilakukan untuk memperkuat ketahanan pangan antara lain: (1) eksplorasi, karakterisasi, identifikasi,

Oleh karena itu, pelaksanaan program yang baik sangat diperlukan untuk merealisasikan tujuan yang diinginkan, baik dengan komitmen yang dimiliki badan pelaksananya

Pada akhir presentasi ini diharapkan adanya peningkatan pemahaman akan peran Green Building dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan binaan... Peran Green Building dalam

Salah satu upaya untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang telah rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau.. Dengan