• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional Melalui GATT Dan WTO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional Melalui GATT Dan WTO)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT

GATT (General Agrement on Tarif and Trade)/

WTO (World Trade Organization)

Oleh MUHAMMAD HAVEZ 1012011230 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat Rahmat dan hidayahnya serta karunianya-lah sehingga makalah yang berjudul „Mekanisme Penyelesaian

Sengketa Menurut GATT/ WTO‟ dapat diselesaikan.

Penulis juga sadar bahwa makalah yang telah dibuat ini sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang nantinya berguna dalam penyempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap agar apa yang penulis buat ini dapat berguna.

Bandar Lampung, 8 April 2013

(3)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR PUSTAKA ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WTO A. Sejarah Terbentuknya WTO ... 6

B. Fungsi dan Tujuan Pembentukan WTO ... 11

C. Kesepakatan-Kesepakatan Dalam WTO ... 14

D. Organ-Organ Dalam WTO ... 17

E. Hubungan GATT dengan WTO ... 20

BAB III PEMBAHASAN A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO dan GATT ... 22

B. Keterlibatan Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan ... 30

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Sebagai Bagian dari Pengawasan Internasional ... 31

D. Hubungan Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO dengan Bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai ... 33

BAB III PENUTUP A. Simpulan ... 37

B. Saran ... 38

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran negara-negara baru dan munculnya kekuatan dunia ketiga merupakan salah satu aspek timbulnya perubahan dalam hukum perdagangan internasional. Sebagaimana diketahui, munculnya negara-negara sosialis yang diawali dengan Revolusi Sosialis 1917 telah menimbulkan pergeseran prinsip hukum internasional. Hal ini dikarenakan munculnya kekuatan yang mengimbangi negara-negara liberal.

Pesatnya pertumbuhan perekonomian negar-negara ASEAN, termasuk Indonesia, kurun waktu terakhir ini mau tidak mau telah membuat pusing negara-negara maju, seperti USA, Uni Eropa, dan lain-lain. Sektor perdagangan menjadi sangat penting peranannya dalam pembinaan perekonomian, baik dalam perdagangan domestik maupun perdagangan internasional yang menuju era perdagangan bebas yang semakin kompetitif.

Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh dunia berbagai Negara melakukan tindakan-tindakan deregulasi maupun regulasi secara silih berganti. Peraturan

(5)

perundang-undangan tersebut dalam proses perkembangannya semakin terasa pengaruhnya atas pelaksanaan tindakan-tindakan pengusaha dalam perdagangan internasional tersebut. Dalam kaitan tersebut kegiatan para pelaku perdagangan internasional di suatu saat dapat menimbulkan terjadinya perselisihan yang melahirkan sengketa dalam perdagangan internasional.

Maraknya soal Mobnas di kancah internasional, sejak Amerika Serikat mendaftarkan gugatan keduanya ke panel badan penyelesaian sengketa

(DSB-Dispute Settlement Body) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ini berarti

bahwa USA telah mengikuti jejak Jepang dan Uni Eropa dalam memberikan indikasi bahwa mereka tidak puas dengan hasil negosiasi bilateral dengan Indonesia dan meminta WTO mengambil keputusan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tiga kekuatan ekonomi yang mendominasi dunia menggugat Indonesia. Hal ini jelas merupakan suatu hal yang sangat serius.1

Suatu sengketa dapat terjadi apabila ada pertentangan, misalnya karena adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu pihak. Di dalam GATT tidak mengenal istilah ganti rugi atau penyitaan karena GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi antara peraturan internasional dengan kebijaksanaan nasional. Untuk menentukan sumber sengketa, GATT mensyaratkan adanya multification atau impairment, sebagaimana diatur dalam Pasal XXIII. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik unsur-unsur yang dapat memberikan alasan kepada contracting parties. Artinya, untuk terjadinya sengketa paling tidak harus dipenuhi unsur-unsur, yaitu

1

Syahmin AK., Hukum Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), (Naskah Tutorial), FH UNISTI Palembang, 2004, hlm.7

(6)

sebab terjadinya kerugian yang diderita suatu negara dan unsur akibat yang secara definitif ditentukan oleh GATT. Prosedur penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, sedangkan tahap-tahap penyelesaiannya melalui konsultasi para pihak, sidang contracting parties dan panel.

Di dalam Preambule Agreement Establishing WTO ditekankan kembali tujuan objektif GATT, yaitu meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan; menjamin tersedianya lapangan kerja; memperluas produksi; dan perdagangan; dan pemanfaatan secara optimal sumber daya di dunia serta memperluas hal-hal tersebut kepada perdagangan jasa.

Indonesia merupakan salah satu dari sejumlah delapan puluh satu Negara yang pada tanggal 1 Januari 1995 resmi menjadi Original Member WTO. Cerminan dari diterimanya hasil-hasil Putaran Uruguay oleh bangsa Indonesia adalah pengesahan keikutsertaan Indonesia dalam WTO dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994. Sudah jelas bahwa keikutsertaan Indonesia dalam WTO dan pelaksanaan berbagai komitmen yang disampaikan tidaklah terlepas dari rangkaian kebijaksanaan disektor perdagangan khususnya perdagangan luar negeri sebagaimana digariskan dalam GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaran Rakyat.2

Dengan terbentuknya WTO sebagai suatu organisasi perdagangan dunia, peranannya akan lebih meningkat daripada GATT, antara lain mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan cara reguler meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalui prosedur notifikasi. Di samping itu,

2

Syahmin AK., Peranan Hukum Kontrak Internasional pada Era Pasar Bebas, Course Materials, Fakutlas Hukum Universitas Sjakhyakirti, Palembang, 2000, hlm.18

(7)

WTO juga berperan sebagai forum dalam menyelesaikan sengketa dan menyediakan mekanisme konsiliasi guna mengatasi sengketa perdagangan yang timbul. Mekanisme konsiliasi ini merupakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya, termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan hasil Putaran Uruguay, sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus-menerus melakukan perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna mengurangi hambatan perdagangan dunia.3

Sistem penyelesaian sengketa dalam WTO merupakan salah satu elemen yang terpenting dalam WTO. Sistem ini telah mengalami evolusi yang jauh sejak terbentuknya GATT. Walaupun WTO merupakan suatu perjanjian yang merupakan dokumen yuridis, penanganan atas kegiatan ini tidak terlalu terpusat pada aspek legalistik yang kaku. Dengan demikian, elemen fleksibilitas terbukti sangat bermanfaat untuk menangani sengketa yang timbul. Oleh karena itu, perkembangan penyelesaian sengketa perdagangan internasional sejak perundingan Uruguay Round sampai pembentukan WTO, sistem penyelesaian sengketa senantiasa secara terus-menerus mengalami penyempurnaan.4

Dari sekian banyak bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikenal di dunia perdagangan internasional, WTO selalu mengedepankan mekanisme penyelesaian sengketa secara damai, yakni melalui mekanisme konsiliasi untuk menyelesaian berbagai perselisihan-perselisihan internasional yang terjadi, sebab sengketa WTO juga merupakan bagian dari sengketa internasional. Hal ini

3 Syahmin AK., Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), PT RajaGrafindo

Persada: Jakarta, 2006, hlm.235. 4 Ibid., hlm.236

(8)

ditujukan untuk menghindari terjadinya konfrontasi antar negara dikarenakan timbulnya sengketa tersebut.

Bertitik tolak dari penjelasan di atas, maka diperlukan pengkajian hukum tentang penyelesaian sengketa dagang dalam WTO agar pelaku ekonomi dan dunia usaha kita mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dalam penyelesaian sengketa dagang dalam WTO, terutama yang berkaitan dengan prosedur/mekanisme penyelesaian sengketa dagang melalui WTO.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu:

1. Bagaimana Fungsi dan tujuan dibentuknya organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization, WTO)?

(9)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG

WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

A. Sejarah Terbentuknya WTO

Pada Perang Dunia II, perdagangan internasional berada dalam keadaan yang tidak menentu. Banyak perangkat dari subsistem yang menunjang kelancaraan perdagangan yang telah mengalami kerusakan baik institusional maupun fisik. Dan pada akhir perang dunia II 1945, negara-negara sekutu sebagai pihak pemenang perang mulai mengambil upaya untuk membenahi system perekonomian dan perdagangan internasional berdasarkan kerjasama antar negara.

Sebagai langkah menangani masalah perdagangan internasional pada bulan Februari 1946, (ECOSOC) suatu badan di bawah PBB, pada siding pertamanya telah mengambil resolusi untuk mengadakan konferensi guna menyusun piagam internasional di bidang perdagangan. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan suatu draft mengenai piagam untuk

Internasional Trade Organization (ITO).5 Sebagai langkah menyusun inisiatif

5

H.S Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang

(10)

tersebut, suatu panitia persiapan ITO dibentuk dan bersidang di London 18 Oktober sampai 26 Desember 1946. Panitia persiapan berhasil mengeluarkan suatu rancangan Piagam London (The London Draft Charter). Namun anggota peserta pertemuan itu gagal mencapai kata sepakat untuk mengesahkan rancangan piagam tersebut.

Dengan adanya kegagalan ini kemudian negara-negara besar tersebut membentuk suatu komisi perancang yang beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis dan negara-negara Benelux. Tugas komisi ini adalah mencari rumusan baru untuk merancang suatu organisasi perdagangan baru.

Komisi ini baru mengadakan pertemuan kedua yang berlangsung di Lake Succes, New York dari tanggal 20 Januari sampai 25 Februari 1947. Pertemuan ini membahas masalah-masalah tertentu dan terbatas saja. Pertemuan tidak membahas hal-hal penting.

Pertemuan penting diadakan di Jenewa dari bulan April sampai November 1947. Dari tanggal 10 April sampai 22 Agustus, panitia persiapan melanjutkan tugasnya membuat rancangan Piagam ITO. Sementara panitia pelaksana melaksanakan tugasnya, dan dari tanggal 10 April sampai 30 Oktober, perundingan-perundingan bilateral berlangsung antar negara-negara anggota komisi, antara lain Brazil, Burma, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan.

Hasil perundingan mengenai konsesi timbal balik di bidang tariff (reciprocal

tarrif concession) dicantumkan ke dalam GATT yang ditandatangani pada tanggal

30 Oktober 1947. Hasil perundingan tersebut berisi pula suatu kodifikasi sementara mengenai hubungan-hubungan perdagangan di antara negara-negara

(11)

penandatangan. Berdasarkan persyaratan-persyaratan protocol tanggal 30 oktober 1947, GATT ditetapkan sebagai suatu kesepakatan sementara sejak tanggal 1 Januari 1948 hingga berlakunya ITO.

Kemudian pada tanggal 21 Nopember 1947 sampai dengan 24 Maret 1948 diadakan suatu pertemuan yang berlangsung di Havana. Pertemuan ini membahas piagam ITO oleh delegasi dari 66 negara. Pertemuan berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun sampai dengan pertengahan tahun 1950 negara-negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasi piagam ITO. Hal ini disebabkan karena negara-negara waktu itu tidak memiliki keinginan politis untuk menerima atau meratifikasi Piagam tersebut. Amerika Serikat, pelaku utama perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi Piagam tersebut. Sejak itulah ITO secara efektif menjadi tidak berfungsi sama sekali. Dengan kegagalan ITO dijadikan realitas maka telah dibentuk apa yang dinamakan dengan GATT (General Agreement on Tarifs and Trade).

GATT sendiri sebenarnya menjelma setelah pada akhir Perang Dunia II, negara-negara yang telah menang perang ini tidak berhasil mendirikan apa yang mereka namakan “Internasional Trade Organization”. Menurut tujuannya semula, maka ITO ini akan dibentuk sebagai “Specialized Agency” dari PBB. ITO ini semula diharapkan agar dapat membangun kembali sistem ekonomi moneter sebelum perang dunia dengan mengatasi kekurangan yang telah dikemukakan tehadap perdagangan bebas.6

6

Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional, (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1994), hlm.108

(12)

Sejarah GATT dipengaruhi oleh berbagai faktor politis, baik ekonomi maupun institusional di negara penadatanganan perjanjian. Dalam proses ke arah terwujudnya GATT dapat dicatat bahwa inisiatif utama untuk mengambil langkah, yang akhirnya sampai pada pembentukan GATT diambil Amerika Serikat dan sekutunya terutama Inggris, pada waktu Perang Dunia II masih melanda.

GATT yang telah ditandatangani pada 30 Oktober 1947 oleh 23 negara, bukanlah merupakan suatu konstitusi atau anggaran dasar tetapi merupakan suatu “Common Code Coducy” untuk internasional. GATT merupakan alat untuk stabilisasi secara progresif dari tarif bea masuk dan merupakan forum untuk konsultasi, forum perundingan untuk bicara secara berkala antara Negara-negara peserta (Contracting Practies-CPS). Disamping itu juga disediakan prosedur untuk konsiliasi dan penyelesain sengketa atau biasa disebut dengan (seetlement

of dispute mechanism).

GATT dibentuk sebagai suatu dasar wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan suatu lembaga Multilateral disamping Bank Dunia dan International Monetaring

Fund (IMF). Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini

pada waktu ini sangat dirasakan benar. Pada waktu itu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusam berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan.

(13)

Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktik proteksionisme yang berlangsung pada tahun 1930-an yang memukul perekonomian dunia.7

GATT mendirikan usaha di Palais Des Nation dari Liga Bangsa-bangsa lama yang digantikan oleh PBB. Palais tersebut berada di Jenewa, dimana GATT sejak saat itu mendirikan bangunan kantor pusat untuk menempatkan sekretariatnya.

Untuk mengurangi tarif dan rintangan perdagangan lainnya, perundingan GATT diselenggarakan dalam delapan putaran yang dimulai pada tahun 1947. Sebagai hasil dari kesimpulan perundingan GATT Putaran Uruguay yang berhasil, pada tanggal 1 Januari 1995 maka WTO menggantikan Sekretariat GATT dan mulai mengatur sistem hukum perdagangan internasional.

World Trade Organization adalah Organisasi perdagangan dunia yang

berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional. WTO adalah suatu lembaga perdagangan Multilateral yang permanen, peranan WTO akan lebih kuat dari pada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan pengambil keputusan.8

GATT sebagi lembaga yang telah mengalami transformasi telah menjelma sebagai suatu lembaga baru dengan wewenang dan wawasan substantif yang jauh lebih luas. Rangkaian perjanjian yang disepakati mencakup penyempurnaan aturan GATT yang ada. Dengan perluasan wewenang dan wawasan substantive tersebut maka WTO sebagai lembaga penerus GATT akan mempunyai peranan luas pada tahun-tahun mendatang.

7 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2005, hlm.102

(14)

B. Fungsi dan Tujuan pembentukan WTO

WTO merupakan persetujuan umum antar negara di bidang perdagangan, atau dapat dikatakan bahwa WTO itu merupakan satu-satunya instrument multilateral dalam perdagangan internasional, dimana di dalamnya dirumuskan peraturan-peraturan dan kode-kode yang merupakan pedoman dalam perdagangan internasional.

Organisasi ini merupakan kerangka bagi diadakannya berbagai perundingan internasional yang dikenal dengan istilah “Round”, yang dapat menurunkan berbagai tarif serta rintangan dagang lainnya, dan sebagai panitia konsultasi yang boleh dimintakan bantuannya oleh negara yang mencari perlindungan kepentingan perdagangan dalam hal bila negara lain mengeluarkan suatu peraturan yang dianggap merugikan kepentingannya.

Tiga fungsi utama GATT yang kemudian menjadi atau diteruskan oleh WTO adalah sebagai berikut :

1. Sebagai suatu perangkat ketentuan multilateral yang disetujui untuk mengatur tingkah laku perdagangan yang dilakukan oleh para pemerintah dengan menyediakan, pada intinya the rules of the road

for trade;

2. Sebagai forum perundingan dimana dunia perdagangan dibebaskan dari berbagai rintangan yang mengganggu sehingga membuatnya lebih jelas (predictable), baik melalui pembukaan pasar nasional atau melalui menegakkan dan penyebarluasan peraturannya;

(15)

3. Sebagai pengendalian internasional dimana para anggota (pemerintah) dapat menyelesaikan sengketa dagangnya dengan para anggota GATT yang lainnya.9

Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan persaingan sehat di bidang perdagangan internasional bagi para anggotanya. Sedangkan secara filosofis, tujuan WTO adalah : 10

1. Untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan; 2. Menjamin terciptanya lapangan pekerjaan; 3. Meningkatkan produksi dan perdagangan serta; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia.

Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, para pihak WTO memasuki suatu rencana timbal balik yang menguntungkan yang diarahkan untuk mengurangi tarif dan rintangan-rintangan pada perdagangan lainnya dan menghilangkan diskriminasi dalam perdagangan internasional. Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas sangat umum sifatnya, yang mana rencana itu ditujukan untuk dapat memberikan sumbangannya secara tidak langsung pada tujuan ini melalui promosi perdagangan yang bebas dan multilateral.

Jadi WTO adalah satu-satunya instrument multilateral di bidang perdagangan Internasional yang disepakati bersama dengan negara-negara anggotannya (Contracting Parties). Disamping pedoman bagi hubungan Internasional, WTO

9

E. Saefullah Wiradipradja, Konsekuensi Yuridis Keanggotaan Indonesia dalam WTO, Makalah, Bahan Ceramah pada Prapasca Program Pascasarjana UNPAD 2000/2001, Bandung, 25,

September 2000, hlm. 8-9 yang diakses dari www.unpad.reposit.com

(16)

juga merupakan forum dimana negara anggotannya dapat membahas dan menggulangi masalah-masalah perdagangan yang dihadapi.

Sesuai dengan fungsinya, WTO sebagai lembaga internasional yang mengatur sistem dan mekanisme perdagangan internasional yang telah menciptakan kerangka kerja dalam Uruguay Round Tujuan dari putaran atau perundingan ini bertujuan untuk mempercepat liberalisasi perdagangan internasional.

Putaran perundingan perdagangan ini mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut : 11

1. Perundingan perdagangan memungkinkan para pihak secara bersama-sama dapat memecahkan masalah-masalah perdagangan yang cukup luas.

2. Para pihak akan lebih mudah membahas komitmen-komitmen perdagangan di suatu putaran perundingan daripada membahasnya di lingkup bilateral.

3. Negara-negara sedang berkembang dan negara-negara kurang maju akan lebih memiliki kesempatan yang lebih luas dalam membahas system perdagangan multilateral dalam lingkup suatu perundingan dan akan lebih menguntungkan negara-negara sedang berkembang dibandingkan apabila mereka berunding langsung dengan negara-negara maju.

11 Ibid., hlm.99

(17)

C. Kesepakatan-kesepakatan dalam World Trade Organization (WTO)

Beberapa perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat dan diberlakukan oleh World Trade Organization (WTO) kepada negara-negara anggotanya secara garis besarnya dapat dipaparkan sebagai berikut : 12

1. Kesepakatan pembentukan organisasi World Trade Organization (Marrakesh Establishing the World Trade Organization)

2. Perdagangan barang (Multilateral Agreement on Trade in Goods) 3. Perdagangan jasa (General Agreement on Trade in Service)

4. Pengaturan tentang Hak Milik Intelektual (Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights)

5. Prosedur penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Understanding) 6. Perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang (Generalized

System of Preferences)

7. Prinsip-prinsip perdagangan bebas lainnya

Pengaturan utama terhadap World Trade Organization yang merupakan bagian utamanya, yakni yang disebut dengan Basic Principle, yaitu sebagai berikut : 13

1. General Agrement on Tarif and Trade (GATT), yaitu mengatur tentang perdagangan barang.

2. General Agrement on Tarif in Service (GATS), yaitu mengatur tentang perdagangan jasa.

12 Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek hukum dari WTO), (PT. Citra Aditya Bakti:

Bandung, 2004), hlm.50. 13 Ibid., hlm.51.

(18)

3. Agrement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yaitu mengatur tentang aspek perdagangan bebas dalam hubungan dengan Hak Milik Intelektual.

Disamping tiga pengaturan utama (basic principles) seperti tersebut di atas, terdapat pula bagian kedua, yaitu sebagai berikut :

1. Additional Details, dan 2. Annexes

Yakni yang mengatur tentang ketentuan khusus dan detail terhadap sektor- sektor atau masalah-masalah tertentu.

Selain itu, terdapat juga kesepakatan-kesepakatan yang merupakan bagian ketiga yaitu Market Access Commitment baik terhadap barang atupun terhadap jasa (service) yang berisikan daftar komitmen dari masing-masing negara anggota untuk memberlakukan prinsip-prinsip perdagangan bebas.

Banyak perjanjian dengan nama, seperti Agreement, Under Standing, dan lain-lain yang di berlakukan di bawah rezim World Trade Organization.

Agreement-agreement yang telah diterima oleh World Trade Organization telah dinegosiasi melalui beberapa ronde perundingan di berbagai negara di dunia ini. Dokumen-dokumen tersebut bersama-sama dengan sejumlah dokumen lain disebut dengan “Teks Hukum” (The Legal Text). Dokumen lain yang diterima ke dalam sistem World Trade Organization selain dari Agreement dan

Understanding, antara lain dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: 14

14 Ibid., hlm.52

(19)

1. Decision

2. Interpretative Notes 3. Declarations 4. Acts

5. Amandmends

Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini: 15

1) Pertanian

2) Sanitary and Phytosanitary/ SPS

3) Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing) 4) Standar Produk

5) Tindakan anti-dumping

6) Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)

7) Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection) 8) Ketentuan asal barang (Rules of Origin)

9) Lisensi Impor (Imports Licencing)

10) Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing

Measures)

11) Tindakan Pengamanan (safeguards)

15

World Trade Organization – Organisasi Perdagangan Dunia, www.wto.org, Diakses Selasa, 2 April 2013.

(20)

D. Organ-organ WTO

Dalam menjalankan fungsinya, WTO dilengkapi dengan sejumlah organ yakni : 16

1. Ministrial Conference

Ini merupakan organ utama yang anggotanya adalah seluruh Negara anggota dan akan melakukan pertemuan sedikitnya dua tahun sekali.

Organ ini akan menjalankan fungsi WTO, organ ini sekaligus memiliki kekuasaan untuk mengambil segala keputusan atas persoalan yang diatur salah satu Multilateral Trade Agreement jika dikehendaki oleh suatu anggota, sesuai dengan pernyataan khusus bagi pengambilan keputusan dalam perjanjian ini dan dalam Multilateral Trade Agreement lain yang relevan.

2. General Council

Organ ini terdiri dari utusan negara anggota. Organ ini melaksanakan fungsi-fungsi Ministrial Confrence pada waktu diantara pertemuan pertemuan Ministrial Confrence, General Council juga akan melaksanakan tugas yang dibebankan padanya oleh perjanjian ini. Organ ini akan menetapkan prosedurnya sendiri, serta menyetujui peraturan prosedural dari komite-komite WTO, dan mengadakan pertemuan di bawah Multilateral Trade Agreement maupun Plurilatual Trade

Agrement.

16 Syahmin AK, Op. Cit., hal 51

(21)

3. Council for Trade in Goods (Dewan Perdagangan Barang)

Dewan ini dibawah General Council yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang.

4. Concil for Trade Aspects of Internasional Property Rights (Dewan untuk aspek dagang yang terkait dengan HAKI)

Badan ini di bawah General Council yang bertujuan memantau pelaksanaan persetujuan di bidang aspek perdagangan HAKI

5. Council of trade in service ( Dewan Perdagangan jasa)

Badan ini dibawah General Council dan bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai dibidang perdagangan jasa dan mengakomodasi pemberitahuan dari negara-negara anggota dan menetukan bantuan-bantuan teknis untuk negara-negara berkembang.

6. Dispute Setlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa)

Badan ini di bawah Ministrial Conference yang menyelenggarakan forum pelaksanakan penyelesain sengketa perdagangan yang timbul di antara negara anggota. Badan penyelesaian sengketa ini terdiri dari dua badan utama yaitu panel penyelesaian sengketa (dispute settlement

panels) dan badan banding (appellate body), badan banding disini lebih

merupakan alternative terhadap rekomendasi ataupun putusan panel penyelesaian sengketa.

(22)

7. Trade Policy review Body (Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan)

Badan ini di bawah Ministrial Confrence yang bertujuan menyelenggarakan mekanisme pemantauan kebijakan di bidang perdagangan. Dalam memenuhi pelaksanaan kewajibannya badan peninjauan kebijakan perdagangan dapat menentukan sendiri prosedur dan ketentuan yang diperlukan.

Selain badan-badan yang telah disebutkan diatas di dalam WTO terdapat pula badan lain yang masih termasuk dalam struktur WTO dalam rangka mengantisipasi perkembangan perdagangan dunia. Badan-badan yang dimaksud adalah: committee on trade in civil aircraft, committee on gaverment

procurement, internasional dairy council, internasional meat council, committee on tade and environment, committee on trade and development, committee on regional trade agreement, committee on balance of payment restrictions, committee on budget finance and administration dan working parties on accesson.17

Dalam struktur dan cara kerja GATT/WTO, ada tiga organ utama yang bertugas melaksanakan general agreement, yaitu:

1. Contracting Parties 2. Council of Representatives

3. Interim Commission for the International Trade Organization

17

Astim Riyanto, World Trade Organization (organisasi perdagangan dunia), (Bandung:: Yapemendo, 2003), hlm.49

(23)

Organ tertinggi dari GATT adalah Contracting Parties, yang bersidang setahun sekali. Tugas-tugas di antara sidang-sidang Contracting Parties dilaksanakan oleh Council of Representatives yang diberi kuasa untuk bertindak, baik dalam urusan-urusan yang bersifat rutin maupun yang urgen. Council of representatives bersidang sekitar sembilan kali dalam setahun. Interim Commission for the International Trade

Organization melaksanakan tugas-tugas sekretariat bagi Contracting Parties.18

Mengenai keanggotan suatu negara, dalam WTO disebutkan bahwa negara-negara anggota GATT pada saat persetujuan pembentukan WTO menjadi Original Members WTO sepanjang sudah memenuhi persyaratan mengenai komitmen dan konsesi.

E. Hubungan GATT dengan WTO

Ketika mulai masuk paruh kedua dari abad ke-20, usaha-usaha untuk menegosiasi perdagangan bebas secara internasional cukup intens dilakukan, yang akhirnya usaha-usaha tersebut terbentuk dalam perumusan General Agreement on

Tariff and Trade (GATT), yang kemudian GATT ini diteruskan oleh sistem World Trade Organization (WTO).

Dari segi jumlah negara-negara di dunia yang berpartisipasi dalam GATT menunjukkan perkembangan yang berarti. Dari hanya 23 negara pemrakarsa pada saat awal terbentuknya GATT tahun 1947 kemudian menjadi tidak kurang dari

(24)

125 negara yang menandatangani World Trade Organization (WTO) ketika WTO menggantikan GATT. Ketentuan dari WTO tersebut saat itu telah menguasai 90% perdagangan dunia.

Dengan terbentuknya World Trade Organization (WTO) berdasarkan Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), beberapa prinsip dasar perdagangan bebas yang hakikatnya merupakan prinsip kebijaksanaan perdagangan dan perekonomian neoliberal, telah diakui oleh dunia internasional, dalam hal ini terutama diakui oleh negara-negara anggota World Trade

Organization (WTO).19

World Trade Organization (WTO) merupakan salah satu badan (organ) dari

Perserikatan Bangsa-bangsa yang menangani masalah perdagangan dunia, sedangkan GATT merupakan kesepakatan internasional dalam bidang tarif dan perdagangan. GATT diambil menjadi salah satu kesepakatan dalam WTO.

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam GATT diberlakukan oleh WTO sebagai ketentuan yang mengatur tentang tarif dan perdagangan dalam transaksi perdagangan internasional.

19 Munir Fuady, Op. Cit., hlm.15

(25)

BAB III PEMBAHASAN

A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO dan GATT

Perjanjian GATT adalah suatu dokumen yuridis. Dalam dokumen ini tercantum hak maupun kewjaiban negara pesrta perjanjian. Adanya serangkaian hak dan kewajiban yang secara eksplisit dicantumkan tentunya sering menimbulkan sengketa. Sebagai lembaga, maka GATT telah menerapkan tatacara dan prosedur untuk menangani sengketa yang timbul antara negara peserta.

Dalam konteks hukum internasional secara umum, masyarakat internasional memberikan peluang untuk melakukan penyelesaian sengketa antara negara-negara melalui berbagai cara. Sengketa antar negara-negara dapat diatasi melalui:

1. Proses dimana pihak yang bersengketa menerima penyelesaian sengketa yang dirumuskan dan diputuskan oleh pihak ketiga;

2. Proses dimana pihak yang bersengketa dianjurkan supaya berembuk dan berusaha untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka sendiri.20 Pasal XXIII menentukan kapan suatu negara peserta dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa GATT dan WTO guna melindungi

20

H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang

(26)

kepentingannya. Prosedur ini baru dimungkinkan apabila suatu negara peserta beranggapan bahwa keuntungan yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari perjanjian ini hilang atau terganggu, atau pencapaian salah satu tujuan dari perjanjian ini terganggu sebagai akibat:

1. Kegagalan Negara peserta lain untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya menurut perjanjian ini atau

2. Penerapan suatu tindakan oleh suatu negara-negara peserta lain apakah itu bertentangan atau tidak dengan ketentuan perjanjian ini atau

3. Adanya situasi-situasi lain.

Jika salah satu keadaan tersebut di atas terjadi, pihak yang merasa dirugikan dapat menghubungi pihak lain yang dianggap terlibat untuk mengadakan penyelesaian memuaskan. Pihak yang dihubungi harus memberi pertimbangan simpatik terhadap permintaan pihak lain tersebut.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa dagang di dalam WTO/GATT: 21

1. Konsultasi

Pasal III dari WTO Agrreement menyatakan salah satu fungsi utamanya adalah pelaksanaan dari The Understanding on Rules

Procedures Governing the Settlement of Disputes. Suatu dokumen yang

telah disetjui dalam Uruguay Round adalah The Dispute Settlement

(27)

Understanding (DSU) yang merupakan the first fully integrated text of GATT dispute settlement procedures.22

Konsultasi merupakan upaya yang dilakukan oleh para pihak yang sebelum perkara tersebut diproses oleh majelis hakim (panels) di WTO/GATT. Jadi, sebenarnya yang dimaksudkan tidak lebih dari sekedar suatu upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah di antara para pihak untuk mencapai suatu solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win solution).23

Tujuan dari mekanisme penyelesaian sengketa dagang di WTO adalah menguatkan solusi yang positif terhadap sengketa. Tahap pertama adalah konsultasi antara pihak-pihak yang bersengketa. setiap anggota harus menjawab secara tepat dalam waktu sepuluh hari untuk meminta diadakan konsultasi dan memasuki periode konsultasi selama tiga puluh hari setelah waktu permohonan.

Untuk memastikan kejelasannya, setiap permohonan untuk konsultasi harus diberitahukan kepada DSB secara tertulis, kemudian disebutkan alasan-alasan permohonan konsultasi termasuk dasar-dasar hukum untuk pengaduan.

Bila konsultasi gagal dan kedua belah pihak setuju, masalah untuk dapat diajukanke Direktur Jenderal WTO yang akan siap menawarkan

22

Astim Ryanto, World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia), Yapemdo,Bandung. 2003. hlm.58

23

Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek hukum dari WTO), (PT. CitraAditya Bakti: Bandung, 2004), hlm.115

(28)

diadakan good offices, konsiliasi, atau mediasi dalam menyelesaikan sengketa.

2. Pembentukan Panel

Dengan dibentuknya sistem panel maka apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan melalui konsultasi dan konsiliasi bilateral, jalan keluar yang tersedia adalah didirikannya suatu panel. Sejak dibentuknya sistem panel, banyak masalah GATT yang telah diselesaikan melalui panel. Pada masa mendatang, dalam WTO, jumlah panel akan lebih banyak lagi dan masalah yang akan ditangani juga semakin lebih luas sehingga memerlukan jaringan panel yang lebih luas.24

Jika suatu anggota tidak memberikan jawaban untuk meminta diadakan konsultasi dalam waktu sepuluh hari atau jika konsultasi gagal untuk diselesaikan dalam waktu enam puluh hari, prinsip dapat meminta ke DSB untuk membentuk suatu panel untuk menyelesaikan masalah pembentukan panel. Prosedur ini menuntut DSB untuk segera membentuk panel, selambat-lambatnya pada siding kedua dari permintaan panel. Jika tidak, maka diputuskan secara konsensus. Hal ini dimaksudkan adalah negara yang digugat tidak boleh menghalangi pembentukan panel. Dalam hal ini penentuan term of reference dan komposisi panel juga diajukan. Panel harus segera disusun dalam waktu tiga puluh hari pembentukan.

Sekretariat WTO akan menyarankan tiga orang panelis yang potensial pihak-pihak sengketa. Jika pihak-pihak tersebut tidak setuju terhadap

(29)

panelis dalam waktu dua puluh hari dari pembentukan panel, direktur jenderal melakukan konsultasi kepada kedua DSB dan ketua dewan akan menunjuk panelis. Para panelis akan melayani sesuai dengan kapasitasnya dan tidak berpegang pada instruksi-instruksi dari negara yang bersangkutan.

3. Prosedur-prosedur Panel

Pengertian ini menunjukkan bahwa periode dimana panel melaksanakan pengujian masalah, selanjutnya term of reference dan komposisi panel disetujui, kemudian panel memberikan laporan kepada para pihak yang bersengketa tidak boleh lebih dari enam bulan. Dalam hal-hal yang penting, termasuk untuk barang-barang yang mudah rusak, aktu dapat dipercepat menjadi tiga bulan. Apabila tidak ada masalah, waktu pembentukan ke sirkulasi laporan kepada anggota tidak boleh lebih dari sembilan bulan.

4. Penerimaan Laporan Panel ke DSB

Prosedur WTO menunjukkan bahwa laporan panel harus diterima oleh DSB dalam waktu enam puluh hari dari pengeluaran. Jika tidak, satu pihak memberitahukan keputusannya untuk menarik atau consensus terhadap pengesahan laporan. DSB tidak dapat mempertimbangkan laporan panel lebih cepat dari dua puluh hari setelah laporan tersebut disirkulasikan kepada para anggota.

(30)

Para anggota yang merasa keberatan atas laporan itu diwajibkan untuk alasan-alasan secara tertulis untuk disirkulasikan sebelum diadakan pertemuan DSB dimana laporan panel akan dipertimbangkan.

5. Peninjauan Kembali

Suatu gambaran baru dari mekanisme penyelesaian sengketa di WTO memberikan kemungkinan penarikan terhadap salah satu pihak dalam suatu berlangsungnya panel. Semua permohonan akan didengar oleh suatu badan peninjau (Appellate Body) yang dibentuk oleh DSB. Badan ini terdiri dari tujuh orang yang merupakan perwakilan dari keanggotaan WTO yang akan melayani dalam termin empat tahun. Mereka harus merupakan orang yang ahli di bidang hukum dan perdagangan internasional, dan tidak berafiliasi dengan Negara manapun.

Tiga orang anggota Appellate Body mendengarkan permohonan-permohonan mereka dapat membela, mengubah, atau membatalkan hasil kesimpulan panel sesuai aturan, namun pengajuan permohonan tidak lebih dari 60-90 hari. Tiga puluh hari sesudah pengeluaran, laporan dari

Appelate Body harus diterima oleh DSB dan tanpa syarat diterima oleh

pihak-pihak yang bersengketa jika tidak, konsensus akan diberlakukan terhadap pengesahan ini.

Segera setelah laporan panel atau laporan appellate body diadopsi, pihak yang tersangkut sengketa harus menotifikasikan niatnya mengenai implementasi dari rekomendasi yang telah diadopsi. Apabila ada kesulitan

(31)

untuk melaksanakan apa yang direkomendasikan, maka pihak yang bersangkutan diberi waktu yang dianggap wajar.

Penentuan mengenai batas waktu yang dianggap wajar dapat ditempuh melalui persetujuan antara pihak yang bersengketa dan direstui oleh DSB, dalam 45 hari setelah adopsi DSB, atau ditentukan melalui arbitrase, dalam waktu 90 hari setelah adopsi DSB. Dalam implementasi, DSB harus senantiasa melakukan hingga masalahnya selesai.

Mengenai kompensasi dalam retalisasi, perjanjian baru ini menentukan bahwa dalam kurun waktu yang ditentukan, pihak yang bersengketa dapat mencapai kesepakatan tentang kompensasi yang diberikan. Jika hal ini belum berhasil disetujui, pihak yang bersengketa dapat meminta kepada otorisasi dari DSB untuk membatalkan konsepsi yang pernah diberikan kepada mitra yang melanggar.

DSB memberikan otorisasi untuk membatalkan konsesi kepada pihak yang bersalah dalam 30 hari setelah hangus waktu implementasi yang disepakati. Apabila ada sengketa mengenai tingkah pembatalan konsesi yang akan diambil, hal itu dapat diserahkan pada arbitrase.25

6. Implementasi

Kebijaksanaan menekankan bahwa peraturan dari DSB sangat penting agar mencapai resolusi yang efektif dari persengketaan-persengketaan yang bermanfaat untuk sema anggota. Pada pertemuan DSB berlangsung dalam waktu tiga puluh hari dari adopsi panel, pihka bersangkutan harus

(32)

menyatakan niat untuk menghargai implementasi dari rekomendasi-rekomendasi. Bila hal itu tidak berguna untuk segera menyetujui, anggota akan diberikan suatu periode waktu yang beralasan yang ditentukan oleh

Dispute Settlement Body (DSB).

Bila hal itu gagal dalam waktu yang telah ditentukan itu, diwajibkan untuk mengadakan negosiasi dengan penggugat untuk menentukan kompensasi yang diterima kedua belah pihak yang bersengketa. jika dalam waktu dua puluh hari tidak ada kompensasi yang memuaskan yang dapat disetujui, penggugat dapat memohon otorisasi dari DSB untuk menangguhkan konsensi-konsesi atau obligasi-obligasi terhadap pihak tergugat. Prosedur menentukan bahwa DSB menjamin otorisasi ini dalam waktu tiga puluh hari dari batas waktu “reasonable periode of time”. Jika konsensus akan diberlakukan. Jika anggota yang bersangkutan menolak/berkeberatan terhadap tingkat suspensi, hal tersebut diteruskan pada arbitrase.

Hal ini akan diselesaikan oleh anggota-anggota panel asli. Bila hal ini tidak mungkin dilakukan oleh arbitrator yang ditunjuk oleh Jenderal WTO. Arbitrase harus selesai dalam waktu enam puluh hari dari batas waktu, dan hasi keputusan harus diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan sebagai final, dan tidak diteruskan kepada arbitrase lainnya. DSB selanjutnya memberikan kuasa suspensi dari konsesi-konsesi secara konsisten dari hasil penyelesaian arbitrator. Jika tidak, maka diadakan konsensus.

(33)

B. Keterlibatan Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan

Selama menjadi negara peserta GATT 1947 dan sebagai negara anggota WTO Indonesia belum pernah memanfaatkan mekanisme formal bagi penyelesaian sengketa sebagai penggugat ataupun tergugat, baik dalam GATT 1947, maupun WTO.

Dengan demikian hingga saat ini secara langsung Indonesia belum terlibat dalam proses penyelesaian sengketa GATT berdasarkan pasal XXII dan XXXIII ataupun prosedur lain dalam rangka GATT, dan juga dalam sistem WTO. Namun hal ini tidak berarti Indonesia belum pernah berselisih dengan mitra dagangnya. Menurut suatu sumber di departemen perdagangan, kasus-kasus perselisihan dagang antara Indonesia dengan negara-negara lain akhir-akhir ini telah diselesaikan secara bilateral di luar kerangka GATT. Misalnya dalam persengketaan antara Indonesia dan MEE mengenai rotan, Indonesia dan Amerika Serikat mengenai tarif dan non-tarif (1989). Begitu pula persengketaan mengenai subsidi dengan Amerika Serikat (1985) telah diselesaikan melalui konsultasi bilateral.

Dalam penyelesaian sengketa demikian jelas sebagai pihak yang lemah, Indonesia telah menjadi korban tekanan bilateral dari negara maju yang menjadi mitra dagangnya. Salah satu contoh lemahnya posisi Indonesia dalam melakukan konsultasi bilateral dengan negara maju adalah ketika Amerika Serikat berhasil menggiring Indonesia untuk mau menandatangani Code of Subsidies and

(34)

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Sebagai Bagian dari Pengawasan Internasional

Persengketaan dan bagaimana cara menyelesaikannya adalah inheren dalam setiap sistem hukum, termasuk hukum internasional. Perbedaan pendapat, dan bagaimana subjek hukum mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat ini untuk sampai pada suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua belah pihak, baik secara sukarela maupun karena dirasakan sebagai kewajiban sebagai anggota masyarakat yang diatur sistem hukum yang bersangkutan, akan memperkaya dan memperkuat sistem hukum yang bersangkutan secara normatif maupun dalam implementasi.

Sebagai bagian dari sistem hukum internasional norma-norma GATT juga telah berkembang dan diperkokoh oleh pengalaman yang panjang dari system penyelesaian sengketanya dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan antar negara anggota.

Salah satu fungsi penyelesaian sengketa adalah agar supaya norma-norma hukum yang mengatur hubungan di antara anggota masyarakat dipatuhi. Dengan perkataan lain di dalamnya terkandung fungsi pengawasan dalam masyarakat nasional, pengawasan ini dipercayakan pada suatu lembaga yaitu negara, sedangkan dalam masyarakat internasional, yang tidak mungkin kekuasaan sentral, diserahkan pada para anggotanya sendiri.26

26

Hata, Perdagangan Internasional: dalam Sistem GATT dan WTO, Refika Aditama: Bandung, hlm.181.

(35)

Menurut Van Hoof pengawasan internasional mempunyai tiga fungsi:

1. Review Function, pada umumnya, review diartikan sebagai mengukur atau menilai suatu berdasarkan tolak ukur tertentu, dalam konteks hukum ini berarti menilai sesuatu perilaku untuk menentukan kesesuaiannya dengan aturan hukum. Review function dalam hubungannya dengan Negara dilaksanakan apabila perilaku suatu negara dinilai menurut hukum internasional oleh suatu lembaga pengawasan yang mempunyai status internasional. Pengawasan ini dilakukan oleh suatu negara atau lebih atau oleh suatu lembaga yang dibentuk menurut perjanjian internasional. Hasil dari pengawasan ini adalah suatu keputusan tentang sesuai tidaknya Negara tersebut dengan hukum internasional.

2. Correction Function: fungsi ini dilaksanakan manakala telah timbul suatu keadaan yang bertentangan dengan hukum internasional, namun demikian, fungsi ini dapat pula bersifat preventif, manakala negara-negara menyesuaikan diri pada aturan-aturan hukum internasional sebagai akibat eksistensi atau ancaman dan mekanisme koreksi ini. Tujuan akhir dari pengawasan internasional adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan hukum internasional. Oleh karena itu pelanggarannya harus diperbaiki. Terlepas dari kasus-kasus di mana negara melakukan pelanggaran memperbaiki pelanggaran atas kehendak sendiri, kepatuhan terhadap hukum internasional harus dipastikan melalui persuasi atau paksaan dari luar. Ini merupakan

(36)

fungsi koreksi dari pengawasan internasional, yang biasa juga disebut sebagai fungsi pemaksa (enforcement function). Satu persoalan yang terkait dengan hal ini adalah pengenaan sanksi dalam hukum internasional.

3. Creative Function: sekalipun review creative function merupakan bagian pokok dari pengawasan, namun pengawasan juga dapat berfungsi kreatif, terutama dalam hukum internasional. Hal ini disebabkan karena tidak adanya semacam eksekutif dan judikatif. Tindakan-tindakan legislatif seringkali abstrak atau tidak jelas. Oleh karena itu usaha untuk memperjelas norma-norma hukum internasional ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan yaitu fungsi kreatif. Jadi fungsi kreatif ini berupa penafsiran atas aturan-aturan hukum internasional yang belum jelas.27

Secara normatif GATT dan WTO menyediakan sejumlah ketentuan pengawasan di dalamnya. Misalnya, dalam GATT pasal X mengandung ketentuan tentang pengawasan secara umum. Pasal ini mewajibkan negara-negara menerbitkan aturan-aturan nasional yang terkait dengan perdagangan internasional. Ini merupakan review function dari pengawasan.

D. Hubungan Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO dengan Bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai

Sebagaimana diketahui metode penyelesaian sengketa internasional secara damai dalam garis besarnya dapat dibagi dua, yakni secara diplomatic

(37)

(negotiation, mediation, inqiry dan conciliation), dan secara hukum (arbitration, dan judicial settlement).

Pertama-tama, pasal XXII mengandung dua ayat yang menunjuk pada penyelesaian sengketa lewat konsultasi. Ayat pertama konsultasi dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya dalam ayat dua, disebutkan jika usaha konsultasi bilateral tersebut pada ayat sati tidak menghasilkan penyelesaian, maka salah satu pihak dapat meminta bantuan contracting parties, untuk berkonsultasi dengan pihak lain.

Konsultasi yang diadakan sesuai dengan ketentuan pasal XXII tersebut tidak mengharuskan telah terjadinya kerugian bagi salah satu pihak. Akan tetapi pihak yang dimintakan konsultasinya oleh pihak lain harus memberikan symphatetic

consideration terhadapnya. Salah satu persidangan contracting parties tahun 1960

dinyatakan bahwa symphatic consideration dalam pasal tersebut mengandung unsur simpati dan tidak dapat ditundukkan pada suatu definisi hukum. Menurut perbaikan prosedur konsultasi yang disepakati tahun 1958, yakni procedures

under article XXII on question affecting the interest of number of contracting parties, dinyatakan bahwa setiap negara peserta yang meminta konsultasi harus

juga melaporkannya kepada seluruh negara peserta.

Apakah konsultasi suatu metode penyelesaian sengketa yang telah dikenal dalam hubungan-hubungan internasional? Konsultasi sebenarnya adalah salah satu perwujudan dari negosiasi. Negosiasi merupakan metode utama untuk menyelesaikan sengketa yang mengancam perdamaian internasional ataupun

(38)

sengketa-sengketa lain. sebenarnya dalam praktek, negosiasi lebih banyak digunakan dibandingkan dengan metode lain sekalipun digabungkan bersama.

Seringkali negosiasi merupakan satu-satunya cara, bukan semata-mata karena yang biasanya pertama kali dicoba dan sering berhasil akan tetapi karena banyaknya negara merasa yakin bahwa manfaatnya sangat besar sehingga dapat mengecualikan metode-metode lain. Negosiasi juga tidak sekadar dapat menyelesaikan perselisihan akan tetapi juga dapat mencegah sengketa-sengketa yang mungkin timbul.

Ini terbukti dalam penyelesaian sengketa GATT. Dengan adanya ketentuan pasal XXII dan XXIII:1, konsultasi biasanya merupakan langkah pertama dan sering merupakan yang terakhir, dan banyak sengketa diselesaikan atau dicegah sebelum menjadi konflik yang lebih parah. Suatu aspek penting dalam prsedur konsultasi GATT dan WTO merupakan ciri khas yang berbeda dari prosedur negosiasi pada umumnya adalah ciri transparansi yang melekat padanya dengan adanya keharusan untuk melaporkan kepada organisasi yang berwenang di dalam organisasi tersebut yang pada negara lain yang tidak terlibat dalam konsultasi akan mengetahui hasil akhir dari konsultasi tersebut, dan akan dapat mengambil langkah-langkah konkretnya sendiri apabila hasil konsultasi itu akan mengancam kepentingan mereka.

Inquiry sebagai suatu istilah digunakan dalam dua situasi yang berbeda.

Pertama, dalam arti luas ia menunjuk pada suatu proses yang dilaksanakan manakala suatu pengadilan atau badan-badan lain yang berusaha menyelesaikan perselisihan atas fakta tertentu. Dikarenakan setiap persengketaan internasional

(39)

menimbulkan persoalan tentang fakta, sekalipun di dalamnya juga ada persengketaan hukum atau politik, jelas bahwa inquiry dalam artian operasional ini dapat merupakan komponen utama dari arbitrase, konsiliasi, tindakan oleh organisasi internasional dan cara-cara penyelesaian oleh pihak ketiga lainnya.

Dalam arti lain, inquiry adalah suatu pengaturan institusional yang dipilih oleh negara dengan maksud untuk menyelidiki persoalan yang disengketakan secara bebas dalam bentuk kelembagaannya dalam hukum internasional dikenal dengan Commission of Inquiry dan mulai diperkenalkan dalam Konvensi Den Haag 1899.

Inquiry dalam arti yang kedua yakni dalam bentuk suatu komisi biasanya

dibentuk oleh dua negara yang berselisih untuk mencari kebenaran dari suatu fakta dalam suatu sengketa internasional secara tidak memihak.

(40)

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Upaya-upaya penyelesaian sengketa telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antar negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Suatu sengketa terjadi apabila ada pertentangan misalnya karena adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu fihak. Di dalam GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi antara peraturan internasional dengan kebijaksanaan internasional dengan kebijaksanaan nasional. Penyelesaian sengketa ini merupakan salah satu jenis kegiatan yang telah melembaga dalam GATT dan WTO.

Hal ini berarti bahwa khusus dalam bidang penyelesaian sengketa, berdasarkan atas pengalaman institusional sejak didirikannya GATT dan WTO, telah tersusun suatu sistem dan tata cara yang semakin berbentuk. Dalam kata lain, dengan telah berjalannya sistem tata yang telah tersusun sejak empat puluh

(41)

tahun lamanya, maka telah tercipta suatu institutional memory yang menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan penyelesaian sengketa.

Konsultasi, konsiliasi dan penyelesaian sengketa merupakan salah satu segi fundamental yang terpenting dari pekerjaan sehari-hari GATT sebagai suatu lembaga internasional. Negara anggota GATT dan WTO baik yang besar maupun yang kecil dapat menggunakan GATT sebagai forum untuk mencapai penyelesaian bila negara tersebut merasa bahwa haknya yang diperoleh dan sesuai dengan ketentuan GATT telah diganggu akibat tindakan atau kebijaksanaan negara anggota lainnya.

B. Saran

Berdasarkan kajian terhadap mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO, penulis kemukakan beberapa saran yang penulis anggap perlu bagi perbaikan mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO, yakni sebagai berikut:

1. WTO sebagai organisasi perdagangan internasional dalam menyelesaikan sengketa-sengketa perdagangan internasional harus selalu bersifat independen. Artinya harus dapat menempatkan seluruh anggotanya pada posisi yang sama, tanpa kecuali.

2. Berbagai bentuk sengketa GATT dan WTO yang terjadi dalam lintas perdagangan internasional, sebaiknya mendahulukan cara-cara yang persuasif, yakni cara-cara damai dalam penyelesaian sengketanya.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

___________. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Sinar Grafika: Jakarta.

AK., Syahmin. 2004. Hukum Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka

Studi Analitis). (Naskah Tutorial). Fakutlas Hukum Universitas Sjakhyakirti,

Palembang.

___________. 2000. Peranan Hukum Kontrak Internasional pada Era Pasar

Bebas, Course Materials. FH UNISTI Palembang.

Fuady, Munir. 2004. Hukum Dagang Internasional (Aspek hukum dari

WTO).

PT Citra Aditya Bakti: Bandung.

Kusuma Atmadja, Mochtar. 1987. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta.

www.dprin.go.id., WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, diakses Selasa, 2 April 2013.

www.wto.org, World Trade Organization – Organisasi Perdagangan Dunia, Diakses Selasa, 2 April 2013.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

belum diketahui sampai sejauh mana perkembangan populasi kambing yang menjadi obyek ( substansi ) implementasi kebijakan Crash Program di kampung Sekendi berkaitan

Sosiologi berasal dari bahasa latin yaitu socius (kawan) dan logos (ilmu pengetahuan). Sosiologi adalah ilmu spesifik yang mengenai problem sosial. Dalam

Ancaman pembiayaan mudharabah di BMT Mitra Hasanah adalah perkembangan lembaga keuangan yang sangat pesat apalagi lembaga keuangan non syariah atau konvensional yang

Dimana diajukan tiga variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu promosi jabatan, kompensasi dan karakteristik pekerjaan sebagai variabel bebas dan kepuasan

Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan

Man’s appreciation for the grace of Allah (SWT), Iman, and winning in the Day of Judgment cannot be achieved but through by only doing positive role in earth based

Harahap dan Halim 2009, Analisis Laporan Keuangan., Unit penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.. - Christian,

Setelah mempelajari secara seksama hasil pemeriksaan barang dan hasil pemeriksaan kelengkapan Administrasi Panitia menyatakan bahwa Penyedia telah melaksanakan pekerjaan