• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANESTESI PADA TRANSPLANTASI GINJAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANESTESI PADA TRANSPLANTASI GINJAL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

ANESTESI PADA TRANSPLANTASI GINJAL

Disusun oleh:

Tiara Gian P G4A014082

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ANESTESIOLOGI

RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

ANESTESI PADA TRANSPLANTASI GINJAL

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik Di bagian SMF Anestesiologi

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:

Tiara Gian P G4A014082

Purwokerto, Maret 2015 Mengetahui

Pembimbing

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, atas segala karunia dan rahmat-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Anestesi pada Transplantasi Ginjal. Referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Aunun Rofiq, Sp. An, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan serta arahan pada referat ini.

2. Teman-teman serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta memberikan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran.

Purwokerto, Maret 2015

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah teknik transplantasi organ manusia. Transplantasi organ manusia merupakan suatu teknologi medis untuk mengganti organ tubuh pasien yang tidak dapat berfungsi lagi dengan organ dari manusia lain yang masih berfungsi dengan baik. Transplantasi organ pada saat ini telah menjadi salah satu jalan keluar dalam dunia kedokteran. Banyak nyawa manusia yang tertolong dengan cara transplantasi organ. Tingkat kelangsungan hidup dari pasien penerima donor menjadi sangat tinggi, sehingga permintaan untuk melakukan transplantasi organ sendiri meningkat secara global diseluruh dunia termasuk di Indonesia (Soetjipto, 2010).

Menurut WHO transplantasi organ telah dilakukan di 91 negara di dunia. Pada tahun 2005 tercatat sekitar 66.000 transplantasi ginjal telah dilakukan diseluruh dunia. Di Singapura telah dilakukan lebih dari 842 transplantasi ginjal dengan total donor cadaver 588 dan 282 donor hidup. Sejak tahun 1977 hingga sekarang, Indonesia baru mampu mengerjakan sekitar lenih dari 300 transplantasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia masih menerapkan sistem donor hidup (Soetjipto, 2010).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan pada transplantasi ginjal. 2. Tujuan Khusus

(5)

C. Manfaat

Menambah pengetahuan menganai obat-obat anestesi yang dipergunakan untuk transplantasi ginjal.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Transplantasi Ginjal

Pencangkokan (transplantasi) adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seorang (donor) kepada orang lain (resipien) atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya (misalnya pencangkokan kulit) dengan tujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang (Soetjipto, 2010). Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari tubuh seseorang kemudian dicangkokan ke dalam tubuh orang lain yang mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan permanen. Pada dasarnya tujuan utama transplantasi ginjal adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan harapan hidup bagi penderita gagal ginjal. Kelangsungan hidup pasien-pasien transplantasi ginjal ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah skrining penderita, persiapan pratransplantasi, pendekatan bedah yang diambil pada waktu transplantasi dan penatalaksanaan penderita paska transplantasi termasuk penggunaan obat-obat imunosupresif (Juliana&Loekman, 2007).

Pada sebagian besar kasus, transplantasi ginjal dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik tahap akhir (ESRD) akibat glomerulonefritis, nefritis intersisial kronis, obstruksi dan penyakit kistik herediter. ESRD adalah stadium terakhir dari penyakit ginjal kronik, saat fungsi ginjal tinggal 10-15% dari kapasitas normal ginjal sehingga membutuhkan pengganti ginjal. Terapi ESRD dulu terbatas dengan dialisis kronik dan peritoneal dialisis, sampai pada tahun 1954 pertama kali dilakukan transplantasi ginjal yang sukses (Drury, 2010;Martinez, 2013). Di Amerika Serikat prevalensi ESRD mencapai 1738 kasus per 1 juta populasi. Jumlah ini terus mengalami kenaikan, kasus baru paling banyak menyerang Afroamerika yang kejadiannya 3,5 kali lebih banyak dibanding kulit putih (Martinez, 2013).

(7)

Pasien terpilih untuk menjalani transplantasi ginjal setelah menjalani berbagai evaluasi. Sebagian besar pasien menerima donor ginjal hidup (23 per 1 juta penduduk) dibanding donor yang telah meninggal (2,5 per 1 juta penduduk). Dialisis yang juga merupakan terapi pengganti ginjal dianggap sangat mahal dan mencapai 5% dari biaya kesehatan di Amerika. Penelitian di Yunani menujukkan bahwa dialisis lebih mahal dibanding transplantasi ginjal. Pasien yang mendapat transplantasi ginjal 70%, lebih baik bila dibanding hemodialisis yaitu sebanyak 30%. Banyaknya jumlah pasien yang memenuhi kriteria transplantasi ginjal membuat rerata waktu tunggu mencapai 2,3 tahun (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

B. Anestesi pada Transplantasi Ginjal

Pasien dengan gangguan ginjal biasanya mempunyai berbagai komorbiditas yang mempengaruhi anestesi sehingga membutuhkan persiapan operasi yang hati-hati. Target evaluasi preoperasi adalah memastikan pasien siap untuk transplantasi. Anestesia pada transplantasi ginjal membutuhkan pemahaman tentang gangguan metabolik dan sistemik pada pasien ESRD. Pasien yang akan menjalani transplantasi ginjal bisanya mempunyai komorbid berupa diabetes, hipertensi, glomerulonefritis dan ginjal polikistik. Persiapan preoperatif membutuhkan pengawasan yang ketat untuk memastikan strategi anestesi yang baik (Baxi, 2009; Drury, 2010).

1. Pertimbangan Preoperasi a) Populasi Pasien

Seluruh pasien ESRD harus dipertimbangkan menjalani transplantasi ginjal, kecuali yang mempunyai kontraindikasi. Kontraindikasi untuk dilakukannya transplantasi ginjal adalah (Drury, 2010):

1) Perkiraan harapan hidup pasien kurang dari 5 tahun. 2) Perkiraan resiko kehilangan cangkok > 50% pertahun. 3) Pasien tidak mampu menjalani terapi imunosupresan.

(8)

4) Imunosupresi diperkirakan menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa.

Permintaan transplantasi ginjal semakin meningkat, sedangkan ketersediaan ginjal untuk didonorkan terbatas baik donor hidup maupun donor mati. Hal ini menyebabkan pasien harus menunggu hingga waktu yang lama untuk transplantasi. Donor ginjal hidup biasanya dilakukan oleh orang yang dikenal pasien, biasanya yang masih berhubungan darah. Sebelum operasi transplantasi ginjal, harus dilakukan matching resipien dan donor. Matching dilakukan menjadi 3 fase yaitu (Drury, 2010):

1. Matching golongan darah menggunakan 4 golongan darah utama yaitu A, B, O, AB seperti pada transfusi darah.

2. Matching jaringan donor dan resipien. Saat ini ada 6 spesifik antigen yang diperiksa. Semakin banyak antigen yang sesuai outcomenya makin baik. Bila terdapat beberapa antigen yang tidak sesuai, diharapkan terapi imunosupresi dapat mengatasi masalah ini.

3. Crossmatching, tes terakhir yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerima donor berespon terhadap komponen protein ginjal yang didonorkan. Tes ini dapat mendeteksi kemungkinan penolakan donor.

b) Kardiovaskular

Pasien yang rutin menjalani dialisis mempunyai resiko penyakit kardiovaskular 10-30 kali lebih besar dibanding populasi umum. Sebanyak 50% kematian pada pasien dialisis terkait penyakit kardiovaskular, sehingga evaluasi pada sistem kardiovaskular harus dilakukan secara hati-hari pada pasien yang akan ditransplantasi. Pemeriksaan tentang status volume intravaskular, ada tidaknya hipertensi dan anemia serta EKG harus dilakukan. Kardiomiopati dapat terjadi sebagai respons peningkatan volume intravaskular yang berlangsung kronik pada pasien ESRD. Penelitian yang baru menunjukan pasien

(9)

dengan hipertensi pulmonal mempunyai outcome yang lebih buruk. Target tekanan darah pada pasien yang akan menjalanu transplantasi ginjal adalah <130/85 mmHg (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

c) Pulmonari

Tantangan pada sistem respirasi yang harus dihadapi ahli anestesi selama operasi transplantasi ginjal berasal dari overload cairan dan kongesti paru. Biasanya menyebabkan hipoksemia dan hiperkarbia (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

d) Gastrointestinal

Uremia akibat gagal ginjal dapat menyebabkan gastroparesis, apalagi bila pasien mempunyai komorbid DM dengan gangguan neuropati otonom. Pasien-pasien tersebut harus mendapat pengawasan lambung yang ketat. Pemberian H-2 bloker dan metoklorpamide preoperasi sangat direkomendasikan (Martinez, 2013).

e) Renal dan metabolisme

Pasien ESRD yang akan menjalani transplantasi ginjal umunya sedang menjalani hemodialisis atau dialisis peritoneal, proses ini dapat menyebabkan abnormalitas elektrolit dan metabolisme sepeti hiponatremi, hiperkloremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hipermagnesia, dan asidosis metabolik. Hiperkalemia preoperasi harus mendapat perhatian. Pada hiperkalemia kronik akan tampak perubahan pada EKG. Untuk menghindari komplikasi hiperkalemia perlu lakukan terapi dengan insulin, Na bikarbonat 1 meq/kgBB atau 10 ml ca glukonas 10%. Evaluasi elektrolit harus dilakukan sebelum operasi (Baxi, 2009; Martinez, 2013). f) Hematologi

Pasien ESRD biasanya mengalami anemia normositik normokromik. Anemia berhubungan dengan komorbid kardiovaskular. Anemia pada ESRD terjadi karena berkurangnya sintesis eritropoiesis, penurunan masa hidup eritrosit, kehilangan darah saat dialisis, hemilisis, supresi sumsum tulang akibat uremia, dan defisiensi besi, asam folat, vitamin B12 (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

(10)

Diabetes mellitus (DM) adalah komorbid yang sering ditemukan pada ESRD. Hal ini dikarenakan pasien DM yang mengalami nefropati akan berakhir menjadi ESRD. Mortalitas pasien dengan komorbid DM meningkat. Pasien nefropati DM harus mempunyai kontrol glikemik yang bagus sebelum dan selama transplantasi. Glukosa harus dikontrol antara 120-200mg/dl. Pasien dapat mengalami hiperfosfatemia akibat penurunan eksresi fosfat dan hipokalsemia akibat penurunan absorpsi kalsium dan defisiensi vitamin D, hal ini dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder dan fraktur patologis (Martinez, 2013).

h) Sistem saraf

Manifestasi sistem saraf pusat berupa malaise, lelah, tidak mampu berkonsentrasi, kejang, dan koma akibat uremia. Neforpati perifer dan nefropati autonom dapat menyebabkan hipotensi ortostatik (Martinez, 2013).

2. Pertimbangan Intraoperasi a. Farmakologi

ESRD tidak hanya mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang dieksresi di ginjal, tetapi juga deposisi obat akibat perubahan protein binding dan metabolisme hepar. Metabolisme obat di hepar dipengaruhi oleh induksi atau inhibisi enzim hepar, aliran darah ke hepar, serta produksi dan eliminasi metabolit. Ahli anestesi juga harus memahami perubahan metabolisme obat yang diberikan selama periode preoperatif. Distribusi dan klirens midazolam masih tidak berubah sehingga menjadi pilihan obat anti kecemasan (ansiolitik) (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

b. Agen induksi

Tidak ada perubahan farmakologi dan farmakodinamik propofol pada pasien ESDR sehingga aman digunakan untuk induksi dan maintenance. Sedangkan thiopetal merupakan salah satu agen induksi yang mengalami metabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal dan saluran cerna (Martinez, 2013).

(11)

c. Agen blok neuromuskular

Suksinilkolin biasa digunakan pada general anestesi untuk memfasilitasi intubasi ET, namun agen ini dapat meningkatkan kadar kalium serum. Sehingga penggunaannya pada pasien ESRD harus berhati-hari. Vecuronium dan rocuronium mengalami sedikit pemanjangan pada gangguan ginjal dan terdapat penumpukan efek bila dilakukan pemberian berulang. Cisatracurium adalah relaksan otot yang durasi aksinya hanya mengalami sedikit pemanjangan pada gangguan ginjal dan merupakan pilihan utama pada pasien ESRD (Martinez, 2013).

d. Opioid

Analgesik preoperasi harus diberikan pada pasien ESRD yang akan menjalani transplantasi. Efek morfin akan memanjang akibat akumulasi zat metabolitnya. Pemberian berulang meperidine dapat menyebabkan kejang karena akumulasi metabolitnya. Farmakologi fentanil, alfentanil, sufentanil tidak berubah pada pasien ESDR karena metabolitnya inaktif. Remifentanil merupakan opioid kerja sangat singkat karena dimetabolisme di jaringan perifer tidak mengalami perubahan dosis pada pasien dengan gangguan ginjal. Namun klirens obat dan volume distribusi meningkat secara signifikan (Baxi, 2009; Martinez, 2013). e. Agen inhalasi

Seluruh agen inhalasi yang poten akan menyebabkan penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomelorus. Floride adalah metabolit utama isofluran, peningkatan metabolit ini tidak akan menyebabkan kerusakan ginjal, sehingga dapat digunakan pada transplantasi ginjal. Conzen et al melaporkan aliran rendah sevoflurane untuk anestesi aman dan tidak mengubah fungsi ginjal pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Desfluran juga dapat digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

(12)

Transplantasi ginjal biasanya dilakukan dengan general anestesi meskipun pada kasus tertentu dapat dilakukan dengan anestesi spinal. General anestesi memungkinkan hemodinamik yang stabil, relaksi otot yang baik, dan anestesi dalam yang terprediksi. Kombinasi menggunakan general anestesi dan analgesik epidural juga dapat dilakukan. Monitoring yang adekuat harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani transplantasi ginjal (Drury, 2010; Martinez, 2013).

Agen yang meningkatkan aliran darah ginjal seperti dopamin dan dobutamin serta manitol dan diuretik diberikan setelah reperfusi. Hanya manitol yang terbukti menurunkan kejadian nekrosis tubular akut. Manitol diberikan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB sedangkan furosemid diberikan 40-250mg. Penelitian menunjukan efek negatif dopamin pada fungsi ginjal di gagal ginjal akut. Sebaliknya, dobutamin dapat digunakan sebagai inotropik positif pada pasien dengan cardiac output yang rendah. Normotensi atau hipertensi ringan harus dijaga untuk membantu fungsi cangkokan, pilihan obatnya adalah dengan alfa agonis karena vasokonstriktor dapat mempengaruhi perfusi ginjal (Drury, 2010; Martinez, 2013).

Secara umum target anestesi adalah menjaga volume intravaskular dan menghindari penurunan perfusi ginjal yang baru dicangkok. Infus normal salin (NaCl 0,9%) adalah pilihan pada pasien yang melakukan transplantasi ginjal. Cairan yang mengandung kalium seperti RL dihindari karena menyebabkan hiperkalemi. Pemberian normal salin yang terlalu besar dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat hiperklorida, namun normal salin tetap merupakan pilihan utama. Koloid dipertimbangkan pada pasien dengan defisit volume intravaskular yang berat dan membutuhkan volume resusitasi yang banyak. Namun pemberian koloid meningkatkan komplikasi perdarahan (Martinez, 2013).

(13)

Pasien yang baru saja ditransplantasi harus dimonitoring status volume vaskular dan urin out put. Penurunan urin out put mungkin membutuhkan re-eksplorasi. Pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik lebih lama mempunyai out come yang lebih buruk dibanding yang dilakukan ekstubasi pada akhir operasi (Martinez, 2013). Penanganan nyeri post operasi harus dilakukan. Apabila tidak diatasi dapat menyebabkan agitasi, takikardi, hipertensi, dan peningkatan komplikasi pulmonal. Nyeri post operasi dapat diatasi dengan analgesia epidural atau kombinasi morfin-fentanil. Analgesia epidural menghasilkan analgesi yang lebih baik, namun beresiko mengalami hipotensi dan penurunan perfusi ginjal sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup ginjal baru (Drury, 2010; Martinez, 2013).

Pengaturan terapi imunosupresan pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal bervariasi. Cara yang sering digunakan adalah inhibitor calcineurin (cyclosporine atau tacrolimus), kortikosteroid dan antimetabolit (azthoprine). Cara yang menginduksi antibodi seperti thymoglobulin, daclizumab, basliliximab mempunyai outcome cangkok yang lebih baik. Induksi imunosupresan biasanya dimulai dengan kortikosteroid dan antilimfosit (thymoglobulin) yang diberikan segera setelah reperfusi (Baxi, 2009; Martinez, 2013).

(14)

KESIMPULAN

1. Transplantasi ginjal adalah terapi pengganti ginjal pada pasien ESRD.

2. Pasien ESRD umumnya mempunyai berbagai kormorbid sehingga anestesi pada transplantasi ginjal harus berhati-hati.

3. Pasien yang akan menjalani transplantasi ginjal mengalami berbagai perubahan fisiologi tubuh sehingga pemilihan obat-obatan anestesi harus disesuaikan dengan perubahan fisiologi tersebut.

4. Monitoring hemodinamik ketat selama operasi merupakan salah satu kunci kesuksesan operasi transplantasi ginjal.

(15)

Baxi, Vaibhavi., Anand Jain., Dasgupta. 2009. Anesthesia for Renal Transplantation: an Update. Indian J Anesth. Vol 53: 139-147.

Drury, Natalie. 2010. Anaesthesia for Renal Transplatation Anaesthesia Tutorial of the Week. ATOTW. 174

Juliana, IM dan Loekman, JS. 2007. Komplikasi Paska Transplantasi Ginjal. J Peny Dalam. Vol 8: 79-91.

Martinez, Benjamin., Irina Gasanova., Adebola Adesanya. 2013. Anesthesia for Kidney Transplantation a Review. J Anesth Clin Res. Vol. 4. Hal. 1-6.

Soetjipto, P. 2010. Transplantasi Organ Manusia. Tesis. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 dapat diambil kesimpulan bahwa pengobatan dengan cara transplantasi organ dari pasien mati

Belum memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pendonor dan pasien karena kepastian hukum dalam peraturan yang terkait dengan donor hidup belum memenuhi

Pada kasus gagal ginjal, akumulasi prolaktin di dalam darah tidak dapat dibuang secara efektif, sehingga kadar prolaktin meningkat di darah.. Pada pasien gagal ginjal kronik

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sathvik (2008), terdapat penurunan kualitas hidup pada pasien hemodialisis dibanding pasien dengan transplantasi ginjal

Pada anak-anak, transplantasi ginjal dari donor yang sudah meninggal memiliki asosiasi dengan risiko yang lebih tinggi terhadap iskemik, fungsi graft yang menurun,

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan pola sirkadian tekanan darah PGK pra dan satu bulan pasca transplantasi ginjal, dimana terlihat perbaikan

Menurut Medicastore, pencangkokan (Transplantasi) adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien atau dari

Pada tahun 2007, lebih dari 340400 pasien gagal ginjal dirawat dengan haemodialisis, 260000 pasien dirawat dengan peritoneal dialisis dan sekitar 158000 pasien dengan