• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Literasi Informasi

Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki setiap orang. Karena dengan memiliki literasi informasi, setiap orang dapat mengetahui dan menggunakan informasi yang mereka butuhkan dengan relevan. Literasi informasi pertama diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Paul Zurkowski

(President of Information Industry Association), ketika ia mengajukan proposal kepada The National Commision on Libraries and Information Science (NCLIS).

2.1.1. Pengertian Literasi informasi

Perkembangan informasi dan sumber informasi yang begitu pesat menuntut siswa untuk memiliki keterampilan atau skill untuk memenuhi kebutuhan imformasi yang sering disebut dengan istilah literasi informasi.

American Association of School Librarians (1998) menyatakan bahwa siswa yang melek informasi adalah yang bisa mengakses informasi secara efisien dan efektif, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif.

Menurut Hancock yang dikutip oleh Andayani (2008, 3) menyatakan bahwa literasi informasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk:

1. Mengenali kebutuhan informasi

2. Mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber informasi yang tepat 3. Mengetahui cara memperoleh informasi yang terkandung dalam

sumber yang ditemukan

4. Mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh 5. Mengorganisasikan informasi, dan

6. Menggunakan informasi yang telah diperoleh secara efektif

Menurut Dictionary for Library and Information Science oleh Reitz (2004, 356) literasi informasi adalah :

Skill in finding the information one needs, including and understanding of how libraries are organized, familiarity with resource they provide

(2)

6

(including information formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The concept also includes the skill required to critically evaluate information contents and employ it effectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based, including its social, and cultural context and impact.

Sedangkan menurut Bundy yang dikutip oleh Hasugian (2009, 200) “Literasi Informasi adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis, dan memanfaatkan informasi.”

Sejalan dengan pengertian tersebut menurut laporan penelitian American Library Association’s Presidential Committee on Information Literacy (1989, 1) menyatakan bahwa:

“…information literacy is a set of abilities requiring individuals to recognize when information is needed and have the abilty to locate, evaluate, and use effectively the needed information…”

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah seperangkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui kapan sebuah informasi dibutuhkan, kemampuan untuk mendapatkan informasi, dapat mengevaluasi dan menggunakan secara efektif.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir, familiar dengan sumber daya yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran yang terautomasi) dan pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi. Hal ini termasuk kemampuan mengevaluasi dan menggunakannya secara efektif seperti pemahaman infrastruktur teknologi pada transfer informasi kepada orang lain, termasuk konteks sosial, politik dan budaya serta dampaknya.

Literasi informasi menurut Association of College and Reseach Libraries

(ACRL 2000) adalah “a set of abilities to recognize when information is needed and have the abilitiy to locate, evaluate, and use needed information effectively”.

Seseorang yang terampil dalam literasi informasi tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk mengenal kapan ia membutuhkan informasi, tetapi ia juga

(3)

7 memiliki kemampuan untuk menemukan informasi, dan mengevaluasinya, serta mampu mengeksploitasi informasi untuk mengambil berbagai keputusan yang tepat sasaran.

Lebih rinci, menurut Work Group On Information Literacy dari California State University yang dikutip oleh Hasugian (2009, 201-202), mendifinisikan bahwa ”literasi informasi sebagai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi dalam berbagai format.”

Berdasarkan pengertian literasi informasi yang diuraikan di atas maka definisi literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan, memiliki kemampuan untuk mencari, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi informasi juga merupakan kunci utama dari pembelajaran sepanjang hayat yang akan menjadi bekal seseorang untuk menemukan informasi sesuai dengan kebutuhannya.

2.1.2. Manfaat Literasi Informasi

Literasi informasi sesungguhnya memudahkan seseorang dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan informasi. Informasi merupakan bagian penting dari pendidikan. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Adapun manfaat dari literasi informasi adalah:

1. Membantu mengambil keputusan

Literasi informasi berperan dalam membantu memecahkan suatu persoalan. Dengan memiliki informasi yang cukup, seseorang dapat mengambil keputusan dengan mudah dalam memecahkan persoalannya.

2. Menjadi manusia pembelajar di era ekonomi pengetahuan

Literasi informasi berperan penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang menjadi manusia pembelajar. Dengan memiliki keterampilan dalam mencari, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi, seseorang dapat melakukan pembelajaran secara mandiri.

3. Menciptakan pengetahuan baru

Literasi informasi berperan dalam menciptakan pengetahuan baru berdasarkan pemahamannya. Dengan memiliki literasi informasi, seseorang akan mampu memilih informasi mana yang benar dan mana

(4)

8 yang salah sehingga tidak mudah percaya dengan informasi yang diperoleh (Adam, 2008, 1)

Selain pendapat di atas, Prasetiawan (2011, 3) menyatakan bahwa manfaat dari literasi antara lain:

1. Literasi informasi membekali individu dengan keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup (lifelong learning)

2. Literasi informasi tidak sekedar mengetahui cara menggunakan komputer/internet.

3. Literasi informasi membantu pengguna memanfaatkan informasi relevan sebagai sarana decision making (pengambilan keputusan)

4. Literasi informasi memungkinkan untuk mengkritisi daya guna informasi. 5. Literasi informasi mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif (critical

& creative thinking)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa di era globalisasi informasi, literasi informasi bermanfaat bagi setiap individu, baik pelajar, masyarakat, maupun pekerja. Literasi informasi yang dimiliki setiap individu akan membekali keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup dengan mengetahui penggunaan teknologi informasi sehingga memungkinkan terciptanya sebuah pengetahuan baru dan membantu seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan dengan berpikir kritis dan kreatif ketika menghadapi berbagai masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan agar mampu bertahan dalam persaingan.

2.1.3. Komponen Literasi Informasi

Berbagai definisi menggambarkan bahwa informasi dapat ditampilkan dalam beberapa format dan dapat dimasukkan ke dalam sumber yang terdokumentasi (buku, jurnal, laporan, tesis, grafik, lukisan, multimedia, rekaman suara). Ada beberapa literasi yang dapat mendukung literasi informasi, antara lain:

1. Literasi Perpustakaan (library literacy). Literasi perpustakaan membantu seseorang menjadi pengguna mandiri perpustakaan dan mampu untuk menetapkan, menempatkan, mengambil dan menemukan kembali informasi dari perpustakaan.

2. Literasi Visual (visual literacy), diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan gambar, termasuk kemampuan untuk berfikir, belajar dan menjelaskan istilah yang digambarkan.

(5)

9 3. Literasi Media (media literacy), didefiniskan sebagai kemampuan

untuk memperoleh, menganalisis dan menghasilkan informasi untuk hasil yang spesifik.

4. Literasi Komputer (computer literacy), secara umum diartikan akrab dengan perangkat komputer dan menciptakan dan memanipulasi dokumen, serta akrab dengan email dan internet.

5. Literasi Jaringan (network literacy) adalah kemampuan untuk menentukan lokasi akses dan menggunakan informasi dalam lingkungan jaringan pada tingkat nasional, regional dan internasional. (Bhandari 2003, 2-4)

Literasi perpustakaan dibutuhkan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, paham terhadap bagaimana bahan perpustakaan diatur dan akrab dengan sumber yang tersedia, mengetahui tentang jenis dari perpustakaan dan fungsinya, mampu menggunakan katalog, mengerti akan kegunaan dari perangkat referensi untuk tujuan yang berbeda-beda, menggunakan sumber informasi tambahan; seperti indeks, abstrak, bibliografi, dan biografi. Selain itu untuk mengetahui tentang peraturan perpustakaan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk mempertahankan lingkungan perpustakaan, mengetahui pelayanan dan fasilitas perpustakaan, mengetahui perencanaan ruang dan struktur organisasi, mengetahui sumber informasi; seperti sumber dokumentasi, sumber audio visual, sumber elektronik, pemetaan multimedia dan fotografi, ahli dalam subjek yang juga merupakan sumber informasi.

Literasi visual terdiri dari belajar visual yaitu pengadaan dan pembangunan ilmu pengetahuan secara mendalam, lalu dilanjutkan dengan berfikir secara visual yaitu kemampuan untuk menyusun gambaran pikiran dalam bentuk, garis dan warna, serta penciptaan tampilan visual yaitu kemampuan untuk menggunakan simbol visual untuk menampilkan ide dan memberitahukan artinya.

Literasi media dibutuhkan dalam mengevaluasi informasi, seseorang atau dalam hal ini siswa harus mampu berfikir kritis dan mampu menyaring informasi yang diperolehnya. Seseorang dikatakan literat terhadap media apabila peduli pada interaksi sehari-hari dengan media dan pengaruhnya terhadap gaya hidup, menafsirkan dengan efektif pesan media untuk menyampaikannya sesuai dengan pengertian sebenarnya, menyampaikan dengan baik tentang berita yang ditutupi media, sensitif terhadap perkembangan isi dari media yang berarti pembelajaran

(6)

10 mengenai budayanya. Literasi media mendukung literasi informasi karena infomasi berasal dari berbagai media maka dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis informasi dengan kritis agar tidak termanipulasi oleh informasi yang diperoleh.

Sedangkan untuk mengkomunikasikan ataupun menciptakan karya baru dari informasi yang diperoleh literasi komputer dan literasi jaringan. Dalam pengelolaan informasi yang telah diperoleh maka dibutuhkan literasi komputer, hal ini dikarenakan pada saat sekarang ini selain isi yang menarik, tampilan informasi yang dihasilkan akan mempengaruhi ketertarikan masyarakat terhadap informasi tersebut. Literasi lain yang mendukung adalah literasi jaringan, karena selain untuk mencari informasi seseorang juga memiliki informasi untuk disebarkan, maka dengan dikuasainya literasi jaringan, informasi dapat disebarkan secara luas dan bertanggung jawab.

Komponen yang telah dijabarkan merupakan bentuk-bentuk literasi yang mendukung tercapainya tujuan dari literasi informasi itu sendiri. Merujuk pada arti literasi informasi yang telah disimpulkan maka berbagai bentuk literasi tersebut sangat dibutuhkan dan pada akhirnya, kelima komponen ini saling melengkapi untuk tercapainya literasi informasi.

2.1.4. Keterampilan Literasi Informasi

Literasi informasi sangat diperlukan agar dapat hidup sukses dan berhasil dalam era masyarakat informasi dan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi di dunia pendidikan. Seseorang yang memiliki literasi informasi akan berusaha terus belajar untuk memperoleh informasi dan menciptakan pengetahuan baru. Untuk itu ada beberapa langkah dalam memperoleh kemampuan tersebut. Menurut Gunawan (2008, 9) ada 7 (tujuh) langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Keterampilan tersebut adalah:

1. Merumuskan masalah

Langkah awal untuk merumuskan masalah adalah mengidentifikasi masalah. Langkah-langkah dalam perumusan masalah adalah:

a. Melakukan analisis situasi b. Brainstroming

(7)

11 d. Memvisualisasikan pemikiran (mind mapping)

2. Mengidentifikasi sumber informasi

Mengetahui bentuk dari sumber informasi tercetak maupun sumber elektronik. Kriteria pemilihan sumber informasi antara lain:

a. Relevansi b. Kredibilitas c. Kemutakhiran 3. Mengakses informasi

Langkah yang dilakukan dalam mengakses informasi adalah: a. Mengetahui kebutuhan informasi

b. Mengidentifikasi alat penelusuran yang relevan dengan informasi yang dibutuhkan

c. Menyusun strategi penelusuran informasi 4. Menggunakan informasi

Saat ini sumber informasi yang ditawarkan di era globalisasi sangat banyak tapi belum semua informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan. Sehingga perlu melakukan seleksi terhadap informasi dengan beberapa kriteria berikut:

a. Relevan b. Akurat c. Objektif d. Kemutakhiran

e. Kelengkapan dan kedalaman suatu karya 5. Menciptakan karya

a. Clarifity (kejelasan) b. Organization (organisasi)

c. Coherence (koherensi dan pertalian) d. Transision (transisi)

e. Utility (kesatuan)

f. Conciseness (kepadatan) 6. Mengevaluasi

Mengevaluasi suatu karya dapat dilakukan dengan cara membaca karya yang akan dievaluasi mulai dari pendahuluan, isi dan penutup. 7. Menarik pelajaran

Pelajaran dapat diperoleh dari kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan dan pengalaman baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.

Champell yang dikutip oleh Jesus (2008, 11) juga menyatakan bahwa ada beberapa langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi yaitu:

1. Merumuskan kebutuhan masalah

Merumuskan kebutuhan informasi merupakan tahap awal dalam melakukan penelusuran informasi. Identifikasi informasi berguna untuk mengetahui apa kegunaan informasi yang akan dicari misalnya

(8)

12 untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan hubungan dengan masyarakat.

2. Mengalokasikan dan mengevaluasi kualitas informasi

Mengalokasikan informasi dapat dilakukan dengan cara membuat database agar mudah ditemu kembalikan. Kualitas informasi dapat dilihat dari penggunaan informasi dari kredibilitas dari informasi tersebut.

3. Menyimpan dan menemukan kembali informasi

Informasi yang telah diperoleh harus disimpan dengan baik dan bila diperlukan mudah dalam proses temu kembali. Penyimpanan dapat dilakukan dengan cara manual dan elektronik. Penyimpanan secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan rak-rak di perpustakaan sedangkan secara elektronik dapat dilakukan dengan komputer.

4. Menggunakan informasi secara efektif dan efisien

Kemampuan ini digunakan agar seseorang mampu untuk menggunakan informasi yang diperoleh secara efektif dan efisien.

5. Mengkomunikasikan pengetahuan

Kemampuan ini bertujuan untuk memampukan seseorang untuk menciptakan pengetahuan baru dan mampu mengkomunikasikan kepada orang lain yang membutuhkan informasi tersebut.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh literasi informasi seseorang harus menguasai dan mempelajari langkah-langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Apabila langkah-langkah tersebut sudah dikuasai maka kemampuan literasinya akan semakin meningkat.

2.1.5. Model Literasi Informasi

Ada berbagai model literasi informasi yang dikembangkan untuk mengajarkan literasi informasi pada bagi siswa. Model-model literasi merupakan cara yang terpola dalam mengajarkan mereka untuk memiliki kemampuan untuk mencari informasi dengan tepat. Beberapa model yang digunakan antara lain adalah Big6™ , Empowering 8, dan The PLUS Model.

a. Big6™

Model ini dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz pada tahun 1988. Model ini merupakan model yang paling dikenal dan digunakan dalam mengajarkan keahlian informasi. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™

(9)

13 sebuah model literasi informasi dan teknologi sekaligus merupakan kurikulum. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™ adalah sebuah strategi dalam pemecahan masalah sebab dengan menggunakan model ini peserta didik dapat menangani berbagai masalah, pekerjaan rumah, pengambilan keputusan dan tugas sekolah.

Big6™ dapat membantu siswa dalam mengerjakan tugas yang tidak familiar dan rumit. Dengan menggunakan Big6™ siswa dapat membangun cara berpikir yang memudahkan siswa dalam pengerjaan tugasnya dan siswa juga dapat memahami proses yang dilakukan untuk menemukan dan menggunakan informasi yang didapatkan (Wolf, 2003). Menurut Kumar, Natarajan & Shankar (2005), secara umum, Big6™ meliputi:

a. Pendekatan yang sistematis untuk memecahkan masalah informasi. b. Enam kemampuan umum yang dibutuhkan dalam keberhasilan

memecahkan permasalahan informasi.

c. Kurikulum yang lengkap mencakup keterampilan informasi dan perpustakaan.

Menurut Sudarsono (2007, 21) model literasi informasi terdiri dari 6 langkah utama yang masing-masing mempunyai 2 sub langkah atau komponen.

(10)

14 Gambar 1.1 Proses Model Non Liner Big6™

Tabel 1.1 Komponen Big6™

Masing-masing dari setiap langkah utama Big6™ mempunyai 2 sub langkah atau komponen sebagai berikut:

1. Definisi Tugas 1.1 Mendefinisikan masalah informasi 1.2 Mengidentifikasi kebutuhan

informasi 2. Strategi Pencarian

Informasi

2.1 Menetapkan semua sumber yang dapat digunakan

2.2 Menseleksi sumber terbaik

3. Lokasi dan Akses 3.1 Melokasikan sumber-sumber (baik isi maupun fisik)

3.2 Menemukan informasi dalam sumber-sumber yang ada

4. Pemustakaan Informasi 4.1 Menghubung-hubungkan informasi 4.2 Mencari informasi yang relevan

(11)

15 5. Sintesa 5.1 Mengorganisasi informasi dari

berbagai sumber

5.2 Mempresentasikan informasi

6. Evaluasi 6.2 Menilai produk yang dihasilkan dari segi produktivitas

6.3 Menilai proses dari segi efisiensi

Menurut, Eisenberg, The Big6™ dapat digunakan siapapun ketika mereka mencari atau mengaplikasikan informasi untuk memecahkan masalah atau membuat keputusan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tahapan tersebut tidaklah linear dan setiap tahapan tidak perlu menghabiskan waktu yang lama (lihat gambar 1).

Jadi seseorang bisa memecahkan masalah tanpa harus selalu melalui seluruh tahapan secara berurutan. Namun, dalam sebuah penyelesaian masalah yang sukses, semua tahapan akan dilalui.

b. Empowering 8 (E8™)

Empowering 8 (E8™) adalah sebuah model pemecahan masalah untuk model pembelajaran berbasis sumber belajar. E8™ dikembangkan pada bulan November 2004 dalam International Workshop on Information Skills for Learning

di University of Colombo, Sri Lanka. Kegiatan ini didukung penuh oleh

International Federation of Library Association/Action for Development through Library Programme (IFLA/ALP) dan National Institute of Library and Information Science (NILIS) di University of Colombo. Model literasi informasi ini dikembangkan oleh orang-orang Asia untuk orang Asia dan dianggap sebagai model yang merefleksikan kondisi orang-orang Asia. Selanjutnya Sudarsono (2007, 25) menyatakan bahwa unsur-unsur yang tercakup dalam E8™ adalah:

(12)

16 Gambar 2.1 Proses Non Linear Model E8™

Sumber: Annual National Conference on Library & Information Science organized by the Sri Lanka Library Association 29 Juni 2005.

Tabel 2.1 Komponen E8™

Masing-masing dari setiap langkah utama E8™ terbagi menjadi beberapa komponen sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi 1.1 Menentukan topik/subyek

1.2 Menentukan dan memahami siapa target pendegar

1.3 Memilih bentuk yang cocok untuk produk akhir 1.4 Mengidentifikasi kata kunci

1.5 Merencanakan strategi penelusuran

1.6 Mengidentifikasi jenis sumber informasi di mana informasi dapat ditemukan

2. Mengeksplorasi 2.1 Menentukan sumber-sumber yang cocok dengan topik yang dipilih

2.2 Menemukan informasi yang cocok dengan topik yang dipilih

2.3 Melakukan wawancara, karya wisata atau penelitian luar lainnya.

(13)

17 3.2 Menentukan informasi mana yang terlalu mudah, terlalu sulit atau biasa saja

3.3 Mencatat informasi yang relevan dengan cara mencatat atau membuat pengaturan visual seperti

chart, grafik atau outline dan sebagainya. 3.4 Menentukan tahapan proses

3.5 Mengumpulkan situasi yang cocok 4. Mengorganisir 4.1 Menyortir informasi

4.2 Membedakan antara fakta, opini dan fiksi 4.3 Memeriksa ketumpangtindihan di atara sumber 4.4 Menyusun informasi dalam susunan yang logis 4.5 Menggunakan visual organizer untuk membandingkan atau menguji informasi

5. Mencipta 5.1 Menyiapkan informasi dalam bahasa yang dibuat sendiri

5.2 Merevisi atau mengedit (sendiri maupun dengan teman)

5.3 Menyelesaikan format bibliografi

6. Mempresentasi 6.1 Melakukan latihan untuk mempresentasikan hasil karya penelitian

6.2 Membagikan informasi kepada pendengar

6.3 Menayangkan informasi dalam bentuk yang tepat sesuai dengan pendengar

6.4 Menyiapkan dan menggunakan perlengkapan dengan semestinya.

7. Menilai 7.1 Menerima masukan dari pendengar

7.2 Menilai penampilan orang lain sebagai respon hasil karya orang lain

7.3 Merefleksikan sudah seberapa baiknya penelitian ini dilakukan

7.4 Mengungkapkan keterampilan baru yang telah dipelajari dalam proses penelitian ini

7.5 Memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dengan lebih baik lagi di waktu mendatang

8. Mengaplikasi 8.1 Meninjau ulang masukan dan penelitian yang telah diberikan

8.2 Menggunakan masukan dan penilaian untuk tugas belajar selanjutnya

8.3 Mengusahakan untuk menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh di dalam situasi yang beragam 8.4 Menentukan subjek lain apa saja yang dapat menerapkan keterampilan ini

(14)

18 Model E8™ digambarkan sebagai suatu model yang dapat digunakan untuk memecahkan setiap masalah informasi secara efektif menggunakan delapan langkah- langkah dengan beberapa sub langkah-langkah di bawah masing-masing komponen. Dalam menjalankan model E8™ tidak perlu melengkapi langkah dalam bentuk linear tetapi seseorang dapat masuk siklus dari setiap titik. (Lihat Gambar 2)

Diantara model The Big6™ dan Empowering 8 mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah dari kemampuan mengidentifikasi topik, strategi pencarian informasi, lokasi dan akses pemustakaan informasi, mengorganisasikan informasi dan mengevaluasi informasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada kemampuan menciptakan informasi, dan menilai informasi.

c. The PLUS Model

Model PLUS merupakan model keahlian informasi yang sesuai untuk sekolah. Model ini dikembangkan oleh James Herring dalam Sudarsono [et al] (2007, 27), yang mempunyai otoritas dalam keberinformasian di Queen Margaret University College, Edinburgh PLUS merupakan akronim yang mudah diingat oleh peserta didik dan guru.

PLUS membagi keahlian informasi dalam 4 bagian besar seperti terlihat pada tabel.

Tabel 3.1 The PLUS Model

P Purpose

(Tujuan)

Dentifying the purpose of an investigation or assigment

(Menetapkan tujuan penyidikan/penelitian atau tugas-tugas sekolah)

L Location

(Lokasi)

Finding relevant information sources related to the purpose

(Menemukan sumber informasi yang cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan)

(15)

19 (Penggunaan)

reading for information, note-taking and presentation

(Memilih dan memilah informasi dan gagasan, membaca untuk mendapatkan informasi, catatan dan membuat presentasi)

S Self-evaluation

(Evaluasi diri)

How pupils evaluate their performance in applying information skills to the assignment and what they learn for the future

(Bagaimana peserta didik mengevaluasi tampilannya dalam menerapkan keahlian informasi untuk tugas sekolah dan apa yang dipelajari untuk kemudian hari)

Berikut adalah inti keahlian dan kegiatan yang disarankan dalam pelatihan keahlian informasi dengan menggunakan model PLUS:

1.Tujuan (Purpose)

 Menetapkan kebutuhan informasi

 Belajar membuat kerangka pertanyaan penelitian yang realistis

 Menyiapkan diagram penelitian atau menggunakan pokok-pokok penelitian

 Menentukan kata kunci 2. Lokasi (Location)

 Memilih media informasi yang sesuai

 Mencari lokasi informasi menggunakan katalog perpustakaan, indeks, pangkalan data, CD-ROM atau mesin pencari (search engine)

3. Penggunaan (Use)

 Membaca secara cepat untuk menemukan informasi yang dicari  Mengevaluasi kualitas atau kecocokan informasi yang ditemukan  Membuat catatan

 Memaparkan dan mengkomunikasikan informasi  Menyusun bibliografi

(16)

20 4. Evaluasi Diri (Self-evaluation)

 Bertolak dari apa yang sudah dipelajari, dapat menarik kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan

 Melakukan penilaian diri sendiri atas keterampilan informasinya  Mengidentifikasikan strategi keterampilan informasi yang berhasil

2.1.6. Standar Literasi Informasi AASL (American Association of School Librarian) bagi pelajar

AASL membuat standar yang menggambarkan sebuah konseptual umum mengenai siswa yang memiliki kemampuan literasi informasi. Sebenarnya standar ini terdiri dari 3 kategori, 9 standar, dan 29 indikator. Namun, kali ini yang akan dibahas hanya Standar Literasi Informasi saja. Standar ini dibuat secara umum sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pihak.

Dalam penelitian ini, standar literasi informasi AASL dipilih sebagai standar yang digunakan untuk mengidentifikasi penerapan literasi informasi di sekolah rumah. Standar AASL dipilih karena merupakan standar literasi yang cocok digunakan untuk sekolah serta pelajar dapat dengan mudah mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah informasi mereka.

Standar-standar literasi informasi menurut AASL, yaitu:

a. Standar 1, mampu mengakses informasi secara efektif dan efisien Indikatornya yaitu:

- Mengetahui kebutuhan informasi

- Mengetahui keakuratan dan komprehensif suatu informasi sebagai dasar pembuatan keputusan

- Membuat pertanyaan berdasarkan kebutuhan informasi - Mengidentifikasi beragamnya sumber informasi

- Mengembangkan suatu strategi pencarian untuk mendapatkan informasi.

b. Standar 2, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten

Indikatornya yaitu:

- Menentukan keakuratan dan relevansi suatu informasi - Dapat membedakan antara fakta, pandangan serta pendapat - Mengetahui informasi yang tidak akurat dan menyesatkan - Memilih informasi yang sesuai dengan permasalahan.

c. Standar 3, mampu menggunakan informasi secara akurat dan efektif

(17)

21 Indikatornya yaitu:

- Dapat menciptakan suatu pengetahuan baru

- Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah - Menyajikan informasi/ide dalam format yang sesuai.

2.1.7. Literasi Informasi dan Pembelajaran Sepanjang Hayat

Secara umum, dalam sekolah rumah proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Hal ini berarti kegiatan belajar menjadi tanpa batas, khususnya dalam pendekatan unschooling. Karena belajar sama alaminya dengan bernafas. Dengan demikian belajar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan dilakukan selamanya hingga akhir hayat. Pembelajar sepanjang hayat adalah seseorang yang dapat menyerap (membaurkan) berbagai jenis sudut pandang, menyesuaikan diri dengan perubahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (American Association of School Librarians, 1998).

Konsep belajar sepanjang hayat dicetuskan oleh UNESCO pada tahun 1972, hampir berdekatan dengan konsep literasi informasi yang dikemukakan oleh Zurkowsky pada tahun 1974 (Candy, 2002). Konsep pembelajaran sepanjang hayat juga ada dalam konsep literasi informasi, seperti yang disebutkan UNESCO, dalam Progue Declaration yang dideklarasikan dalam Information Literacy Meeting Experts tahun 2003, disebutkan bahwa literasi informasi mengarahkan pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Bundy (2004), literasi informasi adalah dasar dari pembelajaran mandiri dan pembelajaran sepanjang hayat. Alexandria Proclamation (2005) yang dideklarasikan dalam High-Level Colloquium on Information Literacy and Lifelong Learning pada tanggal 9 November 2005 di Alexandria, Mesir, menyatakan bahwa literasi informasi adalah inti dari pembelajaran sepanjang hayat. Literasi informasi memberdayakan seseorang dalam mencari, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi secara

(18)

22 efektif untuk mencapai tujuan pribadi, sosial, pekerjaan dan pendidikan. Literasi informasi juga merupakan hak asasi manusia. Pembelajaran sepanjang hayat memungkinkan seseorang, komunitas dan bangsa untuk mencapai tujuan dan berbagi keuntungan serta kesempatan untuk mengembangkan diri di dunia global. Dalam Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning yang diterbitkan oleh IFLA pada tahun 2006, Lau mengemukakan literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat memiliki hubungan timbal balik yaitu:

a. Keduanya berdiri sendiri, tidak membutuhkan mediasi dari luar tetapi terbuka untuk menerima saran dan bimbingan dari orang lain, misalnya mentor.

b. Literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat merupakan pemberdayaan diri sendiri. Keduanya ditujukan untuk membantu setiap orang tanpa membedakan status ekonomi, gender, agama dan ras.

c. Keduanya dapat mempengaruhi untuk berbuat sesuatu (memotivasi). Semakin melek informasi dan terbiasa menerapkan literasi informasi dalam hidupnya, maka kemungkinan mendapat pencerahan ( self-enlightenment) pun lebih besar. Khususnya jika ia dapat menerapkan seumur hidup.

d. Partisipasi yang efektif dengan lingkungan sosial, kebudayaan, dan politik serta mengidentifikasi dan memenuhi aspirasi dan tujuan professional.

Lau juga mengemukakan bahwa literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat digunakan secara bersamaan maka akan meningkatkan:

a. Kesempatan untuk memilih dari pilihan yang ada maupun yang ditawarkan sebagai individu dalam konteks masalah pribadi, keluarga dan masyarakat.

b. Kualitas dan manfaat penelitian dan pelatihan di sekolah sebelum memasuki dunia kerja dan pelatihan.

c. Prospek dalam mencari dan mempertahankan pekerjaan serta meningkatkan jenjang karir dengan cepat, membuat kebijakan ekonomi dan keputusan bisnis.

Literasi informasi sebagai salah satu bekal kecakapan hidup tentu saja menunjang siswa sekolah rumah dalam hal pembelajaran sepanjang hayat

(lifelong learning). Dalam sekolah rumah, salah satu aspek yang dibina adalah keterampilan/kecakapan hidup (life skills). Literasi informasi adalah seperangkat keterampilan (skills) yang dapat dipelajari, sedangkan pembelajaran sepanjang

(19)

23 hayat merupakan kebiasaan (habit) yang dibutuhkan dan harus disertai dengan kerangka berpikir yang positif. Kemauan untuk berubah dan haus akan ilmu pengetahuan merupak kunci dalam pembelajaran sepanjang hayat. (Lau, 2006)

2.2. Homeschooling

2.2.1. Pengertian Homeschooling

Menurut Sumardiono (2009, 92) homeschooling adalah “sebuah proses pendidikan yang terkostumisasi (customized education) sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga dengan proses belajar mengajar yang dilakukan di rumah”.

Menurut Olivia yang dikutip oleh Setyowati (2010, 1) menyatakan bahwa:

Homeschooling adalah sebuah tindakan proaktif untuk turut campur di dalam pendidikan anak kita dan bertanggung jawab untuk memberikan sebuah kecintaan terhadap belajar. Sehingga orang tua bisa ikut serta untuk mengawasi, mendorong, mengeksplorasi dan mengembangkan potensi dari anak mereka secara langsung.

Sedangkan menurut Ahsin (2008, 183) menyatakan bahwa:

Homeschooling atau sekolah rumah merupakan sistem pendidikan yang dilakukan di rumah dan merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa homeschooling adalah model belajar alternatif selain di sekolah, orang tua bertanggung jawab penuh, pembelajaran tidak selalu dengan orang tua sebagai fasilitator, suasana belajar kondusif dan tujuannya agar setiap potensi unik anak berkembang maksimal.

Selain itu, homeschooling menurut Rachman (2007, 18) adalah:

Secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Sedangkan secara hakiki homeschooling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan at home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman. Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing; kapan saja dan di mana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri

Sedangkan menurut Academy (2011, 3) menyatakan bahwa:

Home-education literally means teaching or having your children taught in the privacy of your own home. The home-educating family has full control over the education of the child including choosing the curiculum,

(20)

24

choosing the school schedule, choosing whether or not to assign grades to their children’s work, and choosing whether or not to give their children test. (Pendidikan rumah berarti mengajarkan atau mendapatkan anak-anak anda diajarkan pada tempat khusus di rumah anda. Pendidikan rumah memiliki kontrol penuh atas pendidikan anak termasuk memilih kurikulum, memilih jadwal sekolah dan memilih antara memberikan tugas kelas kepada anak, dan memilih antara memberikan tes atau tidak pada anak-anak).

Di dalam sistem pendidikan Indonesia, keberadaan homeschooling adalah legal. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di dalam UUD 1945 maupun di dalam UU No.20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat memiliki ijazah sebagaimana siswa di sekolah dan dapat melajutkan sekolah ke Perguruan Tinggi manapun jika menghendakinya. Dengan demikian keluarga yang memilih homeschooling tetap mendapat pengakuan di masing-masing kelompok, selain itu pemerintah juga dapat memantau mutu pendidikan yang dilakukan secara informal. Pengakuan adanya homeschooling di Indonesia semakin dipertegas dengan dikeluarkannya kesepakatan pada tanggal 7 Januari 2007, oleh Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA).

Ada beberapa klasifikasi homeschooling menurut Adilistiono (2010, 36),

yaitu:

a. Homeschooling Tunggal

Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.

b. Homeschooling Majemuk

Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.

c. Homeschooling Komunitas

Homeschooling komunitas merupakan gabungan beberapa

(21)

25 kegiatan pokok (olah raga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Berdasarkan pengertian homeschooling yang diuraikan di atas maka definisi homeschooling adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih usia sekolah, dengan memilih model atau kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak. Pendidikan yang dapat dilakukan di mana saja dan membuat anak merasa bebas tanpa paksaan.

2.2.2. Tujuan Homeschooling

Pendidikan informal melalui homeschooling berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Adapun tujuan homeschooling yaitu:

1. Untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui homeschooling.

2. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua manusia muda dan orang dewasa melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup.

3. Untuk menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar menengah. 4. Untuk melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya. (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2006, 12)

Sedangkan menurut Ma‟mur (2012, 67) tujuan homeschooling, yaitu : a. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu

bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur

homeschooling.

b. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

c. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

(22)

26 Jadi, homeschooling merupakan aktifitas pembelajaran yang dilakukan di rumah dan disesuaikan pada kebutuhan pribadi dan kebutuhan lingkungan, serta tantangan perkembangan zaman.

2.2.3. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling

Menurut Perry (2000, 31) melakukan homeschooling untuk anak-anak diperbolehkan dengan alasan apapun. Dalam ber-homeschooling, orang tua tidak perlu mengisi formulir mengenai alasan apa yang orang tua pilih untuk si anak melakukan homeschooling. “As you meet more parents who’ve chosen homeschooling as an alternative to public education, you’ll realize that every parent expresses a different concern or reason to homeschool”. (Percayakan pada keyakinan anda (orang tua) untuk melakukan homeschooling. Apapun alasan anda, jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa alasan-alasan anda melakukan

homeschooling adalah tidak cukup kuat.

Ada beragam alasan mengapa homeschooling menjadi pilihan bagi orang tua. Dari mulai kemanan, pergaulan, beban akademik yang membuat anak stres hingga kurikulum yang gonta-ganti dapat menjadi alasan mengapa orang tua mulai melirik homeschooling.

Menurut Komariah (2007, 16-17) alasan orang tua memilih homeshooling,

yaitu:

1. Tersedianya pendidikan moral atau keagamaan.

2. Memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik 3. Tersedia waktu belajar yang lebih fleksibel

4. Memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran 5. Menghindari penyakit sosial

6. Memberikan keterampilan khusus, serta

7. Memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, nonskolastik yang tidak terikat oleh batasan ilmu.

Sedangkan menurut Ma‟mur (2012, 68 -72) alasan orang tua memilih

homeschooling sebagai pendidikan untuk anaknya adalah :

a. Moral dan Religious Reasons

Sebagian besar orang tua ingin memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak-anaknya dengan memilihkan pendidikan yang mengandung unsur

(23)

27 nilai-nilai agama dan karakter juga standar moral dalam kurikulum pelajarannya.

b. Academic Reasons

Dengan homeschooling yang memiliki sistem pembelajaran tutorial, yaitu

one-on-one, orang tua bisa lebih memenuhi kebutuhan anaknya dengan mendukung minat anak, rasa ingin tahu dan setiap anak akan dihargai setiap individu.

c. Socialization

Banyak yang beranggapan bahwa anak yang belajar di homeschooling

tidak bisa bersosialisasi. Perlu diketahui bahwa sosialisasi yang sesungguhnya adalah anak berinteraksi dengan beragam kelompok dan berbeda usia (vertical socialization), interaktif anak tidak hanya bisa di ukur dengan teman sekelas atau sebaya di sekolah (horizontal socialization). Dalam homeschooling anak seringkali lebih baik dalam berinterkasi dengan orang-orang beragam usia.

d. Family Unity

Melalui homeschooling, orang tua dan anak bersama-sama belajar, bereksplorasi, dan menghabiskan waktu bersama. Hal ini akan lebih mempererat hubungan antara anak dan orang tua ataupun saudara kandung.

2.2.3. Metode Pembelajaran Homeschooling

Karakter yang melekat dalam homeschooling adalah customized education, sehingga homeschooling memiliki model yang bermacam-macam sesuai dengan kondisi pilihan keluarga yang akan menjalankan homeschooling. Seperti yang dikatakan Sumardiono dalam 7 FAQ Homeschooling :

Pilihannya terserah pada setiap keluarga. Keluarga dapat memilih

homeschooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain, semisal kurikulum Cambridge IGCSE yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia. Beberapa homeschooling di Indonesia sudah memiliki acuan dasar kurikulum yang mereka pakai dalam proses pembelajaran.

Kurikulum Homeschooling Kak Seto (HSKS) Medan mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Walaupun menggunakan kurikulum dari Mendiknas seperti di sekolah formal, kreativitas bagi keluarga homeschooling tetap terbuka. Banyak aspek di dalam proses pembelajaran dalam homeschooling yang tetap dapat dimodifikasi sesuai gaya belajar anak agar memperoleh hasil yang

(24)

28 maksimal. Metode pembelajaran menggunakan pendekatan yang lebih tematik, aktif, konstruktif, dan kontekstual serta belajar mandiri.

1. Pembelajaran Tematik

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Materi kegiatan siswa di sekolah didasarkan pada tema yang dikembangkan oleh guru, bukan didasarkan pada jadwal mata pelajaran.

2. Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang mengharuskan guru menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri.

3. Pembelajaran Konstruktif

Pembelajaran konstruktif mengarahkan agar siswa harus aktif dalam mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa. Dengan pembelajaran ini, diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.

4. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.

5. Pembelajaran Mandiri

Pembelajaran mandiri dapat diartikan sebagai mata proses, dimana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain. Kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut adalah mencakup mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar,

(25)

29 mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar dan menilai hasil belajar.

Beberapa program pembelajaran yang dilakukan Homeschooling yaitu: 1. Pembelajaran Outing

Pembelajaran outing merupakan proses pembelajaran dimana peserta belajar di dalam kelas dan di luar kelas, yang mempelajari berbagai macam pembelajaran seperti agama, seni, dan wirausaha. Untuk pembelajaran yang dilakukan di luar kelas, homeschooling melakukan kunjungan ke tempat terbuka maupun tertutup, seperti Kebun Raya, Kebun Satwa, Ekowisata, Agrowisata, Industri Manufacturing, Museum, Pusat Seni, Peninggalan Sejarah, dsb.

2. Pembelajaran Project Class

Pembelajaran project class merupakan proses pembelajaran dimana peserta belajar melakukan percobaan - percobaan ilmiah dan keterampilan lainnya. Dimana dengan melakukan project class peserta dapat mengembangkan kreatifitasnya.

3. Parents Meeting

Pertemuan tiga bulanan antara wali murid dengan manajemen dan tutor HSKS, dimana Kak Seto selaku pembina HSKS akan menyempatkan hadir untuk mendiskusikan perkembangan anak didik.

Gambar

Tabel 1.1 Komponen Big6™
Tabel 2.1 Komponen E8™
Tabel 3.1 The PLUS Model  P  Purpose

Referensi

Dokumen terkait

Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan

saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakhidonat yang diberikan secara. topikal pada kedua permukaan daun telinga kanan

Tugas Akhir ini merancang prototype sistem penanganan gangguan lift tersebut secara otomatis, dimana lift sebelahnya digerakkan menuju posisi lift yang sedang macet, untuk

Dalam proses belajar mengajar guru memiliki peran yang sangat penting, oleh karena itu seorang guru harus menggunakan berbagai metode agar siswa mudah memahami materi

Metode literatur dilakukan dengan membaca dan membuat perbandingan dari jurnal-jurnal dashboard sistem informasi yang telah diperoleh dan dibandingkan dengan skema yang ada

regression dengan kolom three way interaction menunjukkan bahwa efek menurunnya kepuasan kerja akibat adanya peningkatan konflik peran tersebut dapat dikendalikan oleh

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki percaya diri tinggi memperoleh keterampilan proses sains biologi siswa lebih baik dengan skor 118,3

Analisa kelayakan lingkungan didapatkan hasil bahwa outer biodigester aman dan bau sedikit menyengat serta berkurangnya limbah cair pabrik tahu, penanganan dari outer