• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kegagalan Top Hinge Guide Arm Pada Pintu Depan Pesawat Terbang BOEING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Kegagalan Top Hinge Guide Arm Pada Pintu Depan Pesawat Terbang BOEING"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa kegagalan telah dilakukan pada top hinge guide arm pada pintu masuk depan. Penelitian yang dilakukan untuk mendukung analisa adalah observasi visual, uji komposisi kimia dengan XRF, stereomikroskop, fraktography dengan SEM,uji kekeraasan, pengujian metalografi, dan permodelan dengan metode elemen hingga. Dari karakterisasi XRF, bahan guide arm diketahui sebagai campuran Alumunium 7075, yang tidak memiliki batas lelah. Hasil dari stereomicroscope menunjukkan adanya beachmark serta arah dari perambatan keretakan sebagai bukti dari kegagalan fatigue terjadi. Dari hasil SEM, lubang-lubang korosi ditemukan. Permodelan dengan metode elemen hingga menunjukkan tegangan paling tinggi terjadi pada lubang pin stopper,sedangkan pada uji kekerasan tidak terdapat perbedaan distribusi kekerasan pada bagian guide arm. Kemudian asumsi dari terjadinya galvanic corrosion diperkuat dengan bukti bahwa tidak adanya lapisan yang ditemukan pada area keretakan awal. Sehingga kesimpulan analisa kegagalan adalah kegagalan yang terjadi merupakan modus kegagalan fatigue dipicu oleh galvanic corrosion. Untuk menghindari kegagalan yang serupa pada guide arm, liquid dye penetrant dibutuhkan sebagai uji non-destruktif,serta penggantian material dari pin stopper.

Kata Kunci : beachmark, fraktography, galvanic corrosion, guide arm, hinge, kegagalan fatigue.

I. PENDAHULUAN

ada April 2012, pesawat terbang PK-GGQ telah mengalami kerusakan pada top hinge guide arm pintu masuk depan. Guide arm tersebut telah dipasang sejak tahun 1997, ketika pesawat tersebut melakukan penerbangan untuk pertama kalinya. Untuk bagian ini, tidak ada pemeliharaan khusus atau pemindahan rutin untuk bagian ini sejak instalasi pertama [1].

Pada Gambar 1, menunjukkan seluruh bagian dari pintu masuk depan. Ada dua engsel yang berperan ketika pintu masuk melakukan gerakan keluar-masuk yaitu top hinge dan bottom hinge. Apalagi, kedua ujung lengan engsel terhubung ke tabung torsi. Perbedaannya adalah, pada top hinge, salah satu ujungnya terhubung dengan guide arm , sedangkan pada bottom hinge salah satu ujungnya terhubung dengan pintu snubber. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Pintu depan pesawat terbang

Gambar 2. Rincian untuk top hinge(A) dan bottom hinge (B). Gambar 3 menunjukkan guide arm yang rusak dari engsel atas pintu masuk depan yang akan diperiksa secara metalurgi. Ini mengalami kerusakan pada pin stopper. Ketika operasi, guide arm ini terkena bebdan dari massa pintu pesawat. Sehingga, guide arm terkena beban yang dinamis pada saat pengoperasian. Hal tersebut memicu kegagalan fatigue sebagai penyebab kegagalan komponen.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki akar penyebab dari kerusakan dari guide engsel atas pintu masuk supaya terhindar dari kegagalan serupa yang terjadi di masa mendatang serta menentukan perawatan rutin.

Pintu Depan Pesawat Terbang BOEING 737-300

Muhamad Haikal Firmansyah, dan Prof. Dr. Ir. Wajan Berata,DEA

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: wayanb@me.its.ac.id

(2)

Gambar 3. Bagian guide arm yang mengalami kegagalan.

II. DASAR TEORI

A. Definisi dan Penyebab Kegagalan pada Komponen Pesawat Terbang

Kegagalan dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan bahan atau komponen untuk menjalankan fungsinya secara baik, tidak sesuai dengan desain, dan rancangan awal. Ketika komponen belum mengalami kerusakan atau patah, namun komponen tersebut sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa komponen tersebut telah mengalami kegagalan [2].

Tabel 1.

Frekuensi kegagalan komponen pesawat terbang

Akar Permasalahan Prosentase

Kelelahan (fatigue) 61 %

Kelebihan beban 18 %

Korosi tegangan (Stress Corrosion) 8 %

Keausan yang berlebihan 7 %

Korosi 3 %

Oksidasi Temperatur Tinggi 2 %

Penjalaran tegangan 1 %

B. Komponen Guide Arm

Gambar 4. Dimensi dari guide arm.

Salah satu hal terpenting dalam instalasi dari pintu pesawat terbang adalah bagian engsel (hinge). Engsel dari pesawat terbang terdiri dari dua yaitu Top hinge dan Bottom. Hinge ini berfungsi untuk menghubungkan antara bodi pesawat terbang dengan pintu pesawat terbang, serta berfungsi untuk mempermudah dalam membuka maupun menutup pintu pesawat.

Dari gambar 4 diatas menunjukan dimensi dari guide armdan pada gambar 5 menunjukkan kondisi guide arm pada saat sedang terpasang pada pintu depan pesawat terbang . Dapat dilihat pada saat terbuka maksimal Top hinge guide arm mendapat beban dari berat pintu depan (Wpintu).

Gambar 5. Kondisi guide arm pada saat kondisi pengoperasian.

III. METODE PENELITIAN

A. Pengamatan Secara Makro dan Stereomicroscope Dilakukan pengamatan secara makroskopik sebagai pemeriksaan awal pada komponen yang mengalami kegagalan

B. Uji Kandungan Kimia

Uji komposisi kimia ini bertujuan untuk mengetahui material dari guide arm yang mengalami kegagalan yang nantinya dibandingkan dengan literatur yang ada. C. Fractography SEM

Perlu dilakukanya uji fractography untuk

mengetahui morfologi pola patahan dari komponen secara lebih detail.

D. Metallography Test

Untuk mengetahui struktur mikro dari komponen yang mengalami kegagalan yang nantinya dibandingkan dengan literatur.

E. Uji kekerasan

Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan yang signifikan antara material yang baru dengan material yang mengalami kegagalan

F. Metode Elemen Hingga

Dilakukannya simulasi bertujuan untuk mengetahui bagian yang memperoleh tegangan paling besar dari komponen guide arm.

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Secara Makro dan Stereomicroscope

Metodologi ini bertujuan untuk mengamati fenomena yang ditunjukkan pada gambar makro-fotografik permukaan retakan, sehingga obervan dapat menentukan langkah selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan fenomena tersebut. Dari Gambar 6, kita dapat melihat terbentuknya beachmark pada permukaan patahan. Hal tersebut mengindikasikan kejadian kegagalan fatigue.

(3)

Gambar 6. Hasil foto makro dari guide arm, bagian lingkaran merah terlihat adanya beachmark.

Gambar 7. Hasil stereomicroscope pada bagian pemukaan patahan Gambar 7 menjelaskan fotografi dan gambar stereomicroscope dari permukaan retakan diambil dari kamera seluler, Samsung GT-S5660 and Olympus DP10 digital viewfinder. Dari gambar-gambar itu, beachmark terlihat pada permukaan patahan. Tahap ini dapat lebih memudahkan pengamatan faktografi selanjutnya dengan pembesaran yang lebih tinggi.

B. Uji Kandungan Kimia

Guide arm ini memiliki CMM (Component Maintenance Manual) maupun data lain yang menginformasikan bahan yang digunakan pada guide arm yang rusak, jadi uji kandungan kimia digunakan untuk mengungkapkan kandungan kimia guide arm. Metodologi ini dilakukan dengan menggunakan Bruker XRF (X – Ray Fluorescence) karakterisasi di Laboratorium TRP-GMF

Hasil analisa ditunjukkan pada Tabel 1, tetapi komposisi dihitung dalam persentase berat. Dari komposisi yang terdeteksi, bahan dari guide arm diketahui sebagai campuran Alumunium yang memiliki Zink sebagai kandungan terbanyak dari campuran tersebut. Tidak ada inklusi ataupun campuran lagi yang terdeteksi.

Table 2.

Hasil XRF yang dilakukan pada laboratorium dengan match equal 100%. Element Composition (%) Al 88,8 Zn 5,94 Mg 2,77 Cu 1,44 Ti 0,0487 Cr 0,287 Mn 0,0332 Fe 0,257 Ni 0,0197 Si 0,371 Zr 0,0137

Fraktografi SEM (Scanning Electron Microscope) dilakukan berdasarkan ASTM E3 dengan kemungkinan 5000 kali pembesaran.. Faktografi pada Gambar.7 diambil dari mesin SEM Stereoscan 420i.

Gambar 6 menunjukkan beachmark lebih jelas pada perbesaran 27x. Dari pola patahan komponen terjadi pola patahan fatigue dan pola patahan statis. Pola patahan fatigue ditunjukkan karena adanya beachmark yang terbentuk.

Pada gambar 8 (A-C) terlihat adanya dimples yang mengindikasikan bahwa komponen guide arm patah ulet. Sedangkan pada gambar 8 D terbentuk lubang-lubang kecil yang diindikasi bahwa itu adalah corrosion pit. Hal tersebut terjadi karena terjadi peristiwa galvanic corrosion antara material dari pin stopper yang terbuat dari tembaga terhadap material dari guide arm yang terbuat dari alumunium.

Gambar 8. Hasil SEM menunjukan morfologi pola patahan guide arm. D. Metallography Test

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan Volume 9 ASM termasuk persiapan untuk sampel metalografi. Persiapan tersebut meliputi memotong, membagi kedalam beberapa sampel, menyusunnya, kemudian mengasah dan memoles sampel sampai tidak ada lagi goresan pada permukaan yang diamati. Terakhir, mengetsa sampel dengan Pereaksi Keller.

Gambar 9 menunjukkan mikrostruktur dekat dengan area awal keretakan. Mikrostruktur tersebut akan terlihat

(4)

jelas pada sampel yang teretsa. Gambar 9c dan 9d menunjukkan hampir tidak ada perbedaan antara mikrostruktur sampel dengan literatur. Titik hitam merupkan bukti fase larut dari Mg2Si. Sedangkan titik-titik coklat

merupakan elemen lain yang berada pada batas-batas butir. Pada gambar 10 menunjukkan bahwa daerah yang dekat dengan lubang pin tdak dilapisi oleh coating sama sekali.

Gambar 9. (a) dan (c) bagian dekat dengan initial crack, (b) bagian yang jauh dari initial crack. (d) sturktur mikro Alumunium 7075 berdasarkan

ASM Vol 9.

Gambar 10. Bagian struktur mikro pada bagian dekat dengan baut. E. Uji kekerasan

Gambar 11. Distribusi kekerasan pada bagian yang dekat dengan initial crack (merah), dan bagian yang jauh dari initial crack (biru).

Pengujian kekerasan yang digunakan adalah dengan metode Microvickers. Pengujian kekerasan Microvickers yang dilakukan menggunakan pembebanan 300 gram force dimana indentasi yang dihasilkan adalah berupa indentasi mikro.

Berdasarkan distribusi kekerasan dari hasil dari gambar 11, dapat diketahui nilai kekerasan dari material komponen guide arm rata-rata 152-156 HV. Sedangkan nilai kekerasan yang diperoleh dari standart material menunjukkan bahwa kekerasan material Alumunium 7075 T-7351 berkisar 155 HV [14]. Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk nilai kekerasan antara guide arm yang patah

dengan nilai standart kekerasan material alumunium 7075 T-7351, serta tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai kekerasan dari bagian yang dekat dengan initial crack dengan bagian yang jauh dari initial crack. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa guide arm tidak mengalami pengerasan (hardening) selama beroperasi.

F. Metode Elemen Hingga

Pada metode elemen hingga ini dilakukan permodelan komponen guide arm dengan mengukur dimensi dari komponen tersebut menggunakan jangka sorong, karena tidak diperolehnya data mengenai desain dari komponen. Permodelan dilakukan dengan menggunakkan Catia V5 dan setelah itu dilakukan analisa tegangan menggunakan Abaqus 6.10.

Setelah dilakukan simulasi pada Gambar 12 dan Gambar 13, bagian yang berwarna hijau menandakan bagian yang memperoleh tegangan paling besar pada saat komponen guide arm ini dalam kondisi pengoperasian adalah pada bagian lubang pin stopper .Pada bagian yang berwarna hijau menunjukkan tegangan pada titik tersebut sebesar 3,579 x 105Newton.

Hal yang terjadi pada simulasi menggunakan metode elemen hingga dengan kondisi komponen guide arm yang patah tidak sepenuhnya sama, itu mungkin bisa di sebabkan oleh faktor lain seperti faktor lingkungan, faktor gaya dorong manusia terhadap pintu pesawat terbang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kegagalan pada komponen guide arm.

Gambar 12. Hasil simulasi guide arm bagian atas.

Gambar 13. Hasil simulasi guide arm bagian bawah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukan rangkaian pengujian dan analisa data, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Modus kegagalan yang terjadi adalah modus kegagalan kelelahan (fatigue) ditunjukkan dengan adanya beachmark pada sisi atas dari permukaan patahan yang dihasilkan. Fenomena kegagalan yang terjadi terdiri dari tiga tahapan utama yaitu tahap

Titik Kritis

(5)

pada guide arm, dilanjutkan tahap pertumbuhan dan perambatan retakan, dan diakhiri tahap akhir berupa bentuk pola patahan statis.

2. Hasil metode elemen hingga menunjukkan bagian yang memperoleh tegangan paling besar pada saat kondisi pengoperasian adalah bagian lubang pin stopper.

3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara berkala serta dilakukan penggantian pada material pin stopper agar tidak terjadi galvanic corrosion

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterimakasih kepada PT. GMF Aeroasia yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, serta jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya yang telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anonim. B737-300/-400/-500 Aircraft Maintenance Manual (AMM) Chapter 52. Seattle : Boeing Commercial Airplanes Group, ATA 27-61. 2008. [2] Brooks, R.C., dan Choudhury, A. 2002. Failure

Analysis of Engineering Materials. New York: McGraw-Hill.

[3] Ramachandran, V., Ragurham, A.C., Krishnan, R.V., Bhaumik, S.K. 2004. Failure Analysis of Engineering Structures: Methodology and Case Histories. Bangalore, India: ASM International, National Aerospace Laboratories.

[4] Sugianto, A., Yulian, N., Hartoko, A. 2009. Failure Analysis of Fractured Bearing-Rod End (Krueger) Leading Flap Link Assy. Tangerang: PT. GMF AeroAsia.

[5] ASM Handbook Committee. 1996. ASM Metals Handbook 10th Edition Vol. 19: Fatigue and Fracture. Ohio, Amerika: ASM International.

[6] Fuchs, H.O dan Stephens, R.I. 1980. Metal Fatigue in Engineering. New York: John Wiley & Sons, Inc. [7] Colangelo, V.J. 1989. Analysis of Metallurgical

Failures Second Edition. Singapore: John Wiley & Sons, Inc

[8] ASM Handbook Committee. 1987. ASM Metals Handbook Vol. 12: Fractography. Ohio, Amerika: ASM International. Hal. 445..

[9] Janssen, M., Zuidema, J., dan Wanhill, R. J. H. 2004. Fracture Mechanics 2nd Edition. London dan New York: Spon Press.

[10] Bannantine, A.J., Corner, J.C., Handrock, J.L. 1990. Fundamentals of Metal Fatigue Analysis. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

[11] W. D. Callister, ”Materials Science and Engineering: An Introduction”, 7th ed. New York: John Willey and Sons, Inc, 2007.

[12] http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?b assnum=MA7075T6; diakses pada tanggal 29 Oktober 2012.

pada tanggal 30 Oktober 2012.

[14] AA D. Deutchman, Walter J. Michels, Charles E. Wilson,. 1975. Machine Design – Theory and Practice. Macmillan Publishing Co., Inc. Hal. : 798. Table 16-1.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan cekaman kekeringan pada saat awal fase vegetatif sampai panen dan pada fase pra antesis sampai panen menyebabkan

Koefisien regresi variabel motivasi kerja (b 3 ) = -0,474 berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan motivasi kerja maka akan menurunkan kinerja guru sebesar

permasalahan : ”Apakah metode jarimatika dapat meningkatkan prestasi.. belajar dalam pembelajaran matematika materi perkalian pada siswa kelas III. MI N\U Wasilatut Taqwa

Gambar 13 Grafik Hubungan Rapat Arus pada Elektroda MFC Terhadap Waktu Selain rapat daya, nilai rapat arus yang dihasilkan pada grafit yang dilapisi polipirol lebih besar

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi maupun keterangan Terdakwa dan dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan ke persidangan, diperoleh fakta hukum

Bentuk protein globular melibatkan interaksi antara residu asam amino yang mungkin terletak sangat jauh satu sama lain pada urutan primer ranati polipeptida dan melibatkan α

Rekomendasi yang dihasilkan dari hasil penelitian ini, yaitu perlu dilakukan penguatan regulasi PRB melalui revisi RPB Kota Padang Tahun 2014-2018 dan penetapan

Abstrak: Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang peningkatan keterampilan berkomunikasi melalui penggunaan media gambar