• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refrat. Gangguan Somatoform. Disusun oleh: Aidyl Fitrisyah. Dosen Pembimbing: dr. Bambang Eko Sunaryanto, SpKJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refrat. Gangguan Somatoform. Disusun oleh: Aidyl Fitrisyah. Dosen Pembimbing: dr. Bambang Eko Sunaryanto, SpKJ"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Refrat

Gangguan Somatoform

Disusun oleh: Aidyl Fitrisyah

Dosen Pembimbing:

dr. Bambang Eko Sunaryanto, SpKJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH JAMBI

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Refrat Judul Gangguan Somatoform Oleh: Aidyl Fitrisyah

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran

Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Jiwa Daerah periode 2 - 30 Agustus 2010.

Jambi, 9 Agustus 2010

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat yang berjudul gangguan somatoform, yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSJD Jambi.

Di dalam penyusunan refrat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Bambang Ekon Sunaryanto, SpKJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan refrat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSJD Jambi, sehingga penyusunan refrat ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.

Palembang, 9 Agustus 2010

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 ISI ... 2

BAB 3 PENUTUP ... 24

(5)

Bab I Pendahuluan

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E, 2007).

Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y, 2009).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).

(6)

Bab II Isi Definisi

Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan (Kapita Selekta, 2001).

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):

a. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

(7)

c. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).

- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).

- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada

(8)

tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri:

- “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ; - “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya” Kardiopulmonal:

- “ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati” Gastrointestinal:

- “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”

Genitourinaria:

- “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”

Musculoskeletal

- “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”

Sensoris:

- “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

(9)

Klasifikasi dan Diagnosis

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi : F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.5 gangguan somatoform lainnya F.45.6 gangguan somayoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi Definisi

Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.

Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui.

(10)

Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi

Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi

- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda - Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun

- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

• Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

• Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

• Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya. atau:

• Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun

• Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

(11)

- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

• Salah satu (1) atau (2):

- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

• Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial: Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasi Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: masalah dengan keluarga

(12)

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis

Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci Etiologi

Tidak diketahui Epidemiologi

Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.

(13)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci

• Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

• Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

atau :

- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)

- Salah satu (1) atau (2)

· Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

· Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)

(14)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial Aksis I: Gangguan somatoform Tak Terperinci Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV:

Aksis V: GAF Scale 61-70 Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu) Prognosis

Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih dominan.

(15)

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis Definisi

Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.

Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.

Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.

Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

(16)

Etiologi

Masih belum jelas Epidemiologi

Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:

• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:

- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.

- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

(17)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial

Aksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasis Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV:

Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain.

Prognosis

10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

(18)

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform Kriteria diagnostik yang diperlukan :

- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu

- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)

- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud

- Kriteria ke 5, ditambahkan :

F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah F.45.33 = Sistem Pernapasan

F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap Definisi

Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).

Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi

(19)

dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi

Tidak diketahui Epidemiologi

Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri - Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis

- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri.

- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial Aksis I: gangguan somatoform, nyeri menetap Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada Aksis IV:

(20)

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul

5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada opioid

4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID 5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis :

Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

(21)

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman Diagnostik :

- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian tubuh/sistem tertentu

- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan

- Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, ”globus histericus”(perasaan ada benjolan di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik

Tambahan DSM IV Gangguan Konversi Definisi

Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.

Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.

Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision

(22)

(hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).

Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Etiologi

- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.

- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.

Epidemiologi

Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.

(23)

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:

• Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.

• Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya

• Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.

• Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat.

• Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis.

• Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle indifference (“ketidakpedulian yang indah”).

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

(24)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala

5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi

6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada pasien

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik) Prognosis

Baik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

Gangguan Dismorfik Tubuh Definisi

Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka

(25)

mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.

Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan. Etiologi

Tidak Diketahui Epidemiologi

Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips & McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan. - Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

(26)

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

4. Khususnya menghindari pembedahan Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain

Prognosis Bervariasi

(27)

Pendekatan Penanganan

Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah sebagai berikut:

- Penanganan Biomedis

Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.

- Terapi Kognitif-Behavioral

Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

(28)

Bab III Penutup

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik.

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.

2. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta: BinanupaAksara.

3. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.

4. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta

5. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga University Press : Surabaya

6. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga : Jakarta

7. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.

Referensi

Dokumen terkait

 j. Cermat menempatkan sesuai sistem FIFO a. S1 profesi radiografer pengalaman kerja 4-8 tahun c. S2 pelatihan orientasi lapangan d. Sebagai pelaksana teknis pelayanan radiologi

 Bukti dokumen penyampaian informasi dan koordinasi pedoman kegiatan kepada lintas program,..  Bukti dokumen penyampaian informasi dan koordinasi pedoman kegiatan kepada

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber-sumber primer berupa jurnal-jurnal kesehatan yang diterbitkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, seperti Mededeelingen van

Berdasarkan data kebutuhan import bioetanol untuk industri di Indonesia, dapat kita lihat bahwa kebutuhan bioetanol terus meningkat atau bertambah seiring dengan menipisnya

masyarakat dalam pendidikan, yang berarti juga bertentangan dengan konsep Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS).. Pada kasus best practice ini, kita akan

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton pracetak untuk konstruksi bangunan gedung ini sebagai acuan dasar untuk

Pelaksanaan analisis sistem direncanakan oleh analis sistem dari IAI dalam suatu dokumen tertulis yang disebut “Usulan pelaksanaan analisis sistem”. Hal ini