• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia Potensi Indigofera sp. sebagai Pakan Hijauan Ternak Ruminansia

Indigofera adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, dengan beberapa jenis mencapai zona di kawasan timur Asia. Indigofera memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap penyediaan hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun 5 ton/ha/tahun. Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Tepung daun Indigofera mengandung protein kasar (PK) 22,30%-31,10%, NDF 18,90%-50,40%, kecernaan in vitro bahan organik berkisar 55,80%-71,70%, kandungan serat kasar sekitar 15,25%. Selain itu legum ini memiliki kandungan mineral yang cukup untuk pertumbuhan optimal ternak. Kandungan mineral yang terkandung, yaitu Ca 0,97%-4,52%, P 0,19%-0,33%, Mg 0,21%-1,07%, Cu 9 ppm-15,30 ppm, Zn 27,20 ppm-50,20 ppm, dan Mn 137,40 ppm-281,30 ppm (Hassen et al., 2007). Menurut Abdullah dan Suharlina (2010), kandungan PK 20,47%-27,60%, serat kasar 10,97%-21,40%, NDF 49,40%-59,97%, ADF 26,23%-37,82%, KCBK 67,39%-81,80%, dan KCBO 65,77%-80,47%.

Taksonomi tanaman Indigofera sp. sebagai berikut : divisi : Spermatophyta

sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae bangsa : Rosales suku : Leguminosae marga : Indigofera

jenis : Indigofera arrecta L.

Ciri-ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivora merupakan potensi yang baik sebagai

(2)

cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi- kering dan daerah kering (Hassen et al., 2004, 2006). Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman (Suharlina, 2010).

Gambar 1. Legum Indigofera sp.

Pengaruh Pemupukan terhadap Produktivitas Pakan Hijauan

Semakin bertambahnya usia tanaman maka kandungan nutrisi pada tanaman berkurang, terutama kandungan mineral. Kandungan mineral sangat tergantung pada usia tanaman, yaitu jaringan tanaman pada usia muda memiliki kandungan N, P, dan K yang tinggi (Mengel dan Kirkby, 2001). Oleh karena itu pemupukan sangat diperlukan untuk mempertahankan kandungan unsur hara ketiga mineral tersebut sebagai sumber nutrisi agar dapat berproduksi secara berkelanjutan. Pupuk merupakan suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman. Peranan ketiga unsur hara tersebut yaitu sebagai berikut :

Peranan Nitrogen (N) dalam Tanaman. Nitrogen merupakan salah satu elemen mineral yang luas pendistribusiannya. Elemen ini sangat aktif bergerak dalam sirkulasi antara atmosfer, tanah, dan kehidupan organisme. Banyak faktor dan proses yang terlibat dalam pertukaran N, beberapa diantaranya yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi (Mengel dan Kirkby, 2001). Sumber nitrogen dapat diperoleh dari atmosfer, sisa-sisa tanaman dan bahan organik, mikroba/bakteri, dan pupuk buatan (urea dan

(3)

ZA). Unsur hara ini diambil dan diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+.

Pada spesies legum, fiksasi N2 melibatkan hubungan simbiosis antara legum dan

bakteri Rhizobium. Legum menyediakan bakteri ini asupan energi dari proses fotosintesis dan bakteri menyediakan amonia (Whitehead, 2000). Nitrogen merupakan unsur mendasar yang sangat diperlukan, terdiri dari gabungan beberapa bahan organik penting seperti asam amino, protein, dan asam nukleat (Mengel dan Kirkby, 2001). Nitrogen memiliki beberapa fungsi bagi tanaman, yaitu : 1) mendorong pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, baik pertumbuhan daun, batang, akar, serta pembuahan dan pembungaan; 2) bahan pembentuk klorofil yang berperan penting dalam proses fotosintesis tanaman; 3) meningkatkan kemampuan akar untuk menyerap unsur fosfor; 4) bahan baku pembentuk protein. Tanaman memerlukan nitrogen sebagai unsur mendasar dari protein, asam nukleat, klorofil, dan unsur penting lainnya (Whitehead, 2000).

Peranan Fosfor (P) dalam Tanaman. Fosfor merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tanaman yang berasal dari batu alam dalam bentuk apatit. Fosfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 50% dari P total tanah dan bervariasi sekitar 15-80% pada kebanyakan tanah. Fosfat berasal dari sisa tanaman, hewan, dan mikroba. Unsur ini berasal dan diserap oleh tanaman dalam bentuk H2PO4- dan

HPO42- (Whitehead, 2000). Fosfor memiliki fungsi dalam tanaman, yaitu : 1)

merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar/tanaman muda; 2) mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan menaikkan presentasi bunga menjadi buah/biji; 3) membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji, atau gabah; 4) sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu; 5) transfer energi melalui ADP dan ATP; 6) unsur pokok asam nukleat pada DNA dan RNA serta membentuk jembatan diantara unit ribonukleat. Sebagai hasil dari peranannya pada struktur asam nukleat, P merupakan unsur esensial di dalam sel dan konsentrasinya relatif tinggi dalam jaringan meristem; 7) sebagai unsur pokok pada fosfolipid yang berkontribusi pada struktur membran sitoplasma (Whitehead, 2000).

Peranan Kalium (K) dalam Tanaman. Unsur hara ini memiliki jumlah yang melimpah pada permukaan bumi. Kalium (K) diserap oleh tanaman dalam bentuk K+

(4)

dan dalam tanah ion ini bersifat sangat dinamis (Novizan, 2002). Fungsi utama kalium adalah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Unsur ini merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit (Lingga dan Marsono, 2004).

Secara fisiologi K mempunyai fungsi mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan cairan sel. Unsur K berperan dalam mengatur membuka dan menutupnya stomata tanaman, sehingga mempengaruhi transpirasi. Bila kandungan unsur K tinggi, maka sel-sel stomata tanaman menutup (Wuryaningsih et al., 1997). Selain itu K berperan dalam peningkatan efisiensi penggunaan air (Mapegau, 2006).

Pengaruh Pemupukan terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan Ternak Ruminansia

Peningkatan produksi ternak melalui perbaikan penyediaan hijauan dapat dilakukan dengan jalan pemupukan, penggunaan jenis hijauan introduksi dan mengintegrasikan peternakan ke dalam sistem pengolahan tanaman pangan/perkebunan. Usaha perbaikan hijauan pakan melalui pemberian pupuk adalah salah satu upaya untuk mengatasi kendala kualitas dan ketersediaan hijauan pakan ternak (Kaunang, 2004). Kandungan mineral yang terdapat pada pupuk pada umumnya (N, P, K) serta unsur hara lainnya mempengaruhi kecernaan, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan mikroba rumen yang dipengaruhi dengan perubahan kandungan nutrient tanaman. Menurut Kaunang (2004) pemupukan dapat meningkatkan kandungan protein pada hijauan pakan. Protein hijauan pakan akan didegradasi dan difermentasi menjadi amonia, asam lemak terbang, CO2, dan CH4.

Urin sebagai Pupuk Kandang Cair. Urin merupakan salah satu limbah peternakan yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Urin dihasilkan oleh ginjal yang merupakan sisa hasil perombakan nitrogen dan sisa-sisa bahan dari tubuh yaitu urea, uric acid, dan kreatinin hasil metabolit protein. Urin dibentuk di daerah ginjal setelah dieliminasi dari tubuh melalui saluran kencing (urinary) dan berasal dari metabolisme nitrogen dalam tubuh (urea, asam urat, dan keratin) serta 90% urin terdiri dari air. Jika dibandingkan dengan kotoran padat, kandungan nitrogen urin

(5)

lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi urin yang dihasilkan oleh ternak yaitu: makanan, aktivitas ternak, suhu eksternal, konsumsi air, dan musim (Simanungkalit et al., 2006). Hal ini yang menyebabkan jumlah urin setiap ternak berbeda-beda. Pupuk dari urin memiliki kelebihan yaitu kandungan N yang tersedia mudah untuk diserap tanaman (Mengel dan Kirkby, 2001) dan mengandung hormon pertumbuhan.

Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Kecernaan. Pemupukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai nutrisi yang terkandung dalam pakan hijauan (McDonald et al., 2002). Nitrogen merupakan unsur hara yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, pembentukan klorofil serta sebagai komponen pembentuk lemak, protein, dan persenyawaan organik lainnya (Mengel dan Kirkby, 2001). Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, unsur hara nitrogen secara khusus memiliki pengaruh terhadap kecernaan hijauan pakan ternak. Pakan hijauan ternak terdiri dari dua fraksi yaitu isi sel dan dinding sel. Dinding sel terbagi menjadi serat kasar yang larut dalam detergen netral (NDF), bagian yang larut dalam detergen asam (ADF), dan lignin. Isi sel terdiri atas zat-zat yang mudah dicerna yaitu protein, karbohidrat bukan serat, mineral, dan lemak (Van Soest et al., 1980). Oleh karena itu penambahan unsur hara nitrogen dapat meningkatkan kandungan isi sel, yaitu dengan adanya asosiasi N dengan rantai karbon untuk menghambat pembentukan dinding sel namun dapat meningkatkan kandungan isi sel. Hal ini berimplikasi dengan meningkatnya kecernaan hijauan pakan pada tubuh ternak.

Metode Pemupukan Melalui Daun

Pemupukan tanaman yang sering disebut dengan foliar fertilizer adalah metode penyemprotan unsur hara melalui daun dengan tujuan menambahkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih cepat dibandingkan dengan melalui akar (Marschner, 1995). Hal ini dikarenakan proses penambahan unsur hara langsung melalui stomata. Selain itu daun merupakan bagian dari tanaman yang sangat baik untuk mengambil unsur hara dalam bentuk gas (CO2, O2, SO2) melalui stomata (Mengel dan Kirkby,

(6)

akibat pemberian pupuk yang kurang merata pada daerah perakaran, absorbsi hara oleh sel daun lebih cepat, efektif untuk menanggulangi kekurangan unsur mikro yang dapat dilakukan bersama-sama penyemprotan pestisida (Martin, 2000). Namun metode pemupukan melalui daun ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu turunnya hujan dan pembentukan embun (Whitehead, 2000).

Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada saat pagi/sore hari karena pada waktu-waktu itu stomata sedang membuka sempurna sehingga pupuk yang diberikan banyak diserap. Jika dilakukan pada siang hari, karena suhu udara tinggi, maka pupuk akan menguap dan hanya sedikit yang dapat terserap. Penyemprotan dilakukan tidak pada saat turun hujan karena akan terlarut oleh air sehingga tidak dapat terserap melalui daun. Pemakaian pupuk cair daun harus sesuai dosis, pemakaian pupuk yang melebihi dosis menyebabkan tanaman akan mati.

Proses masuknya cairan ke sel daun disajikan pada Gambar 2. Proses masuknya cairan yang mengandung unsur hara melalui celah-celah di sekitar jaringan permukaan daun, namun proses ini tidak dapat terjadi secara langsung karena adanya lapisan kutikula yang melapisi epidermis dan adanya bulu daun menjadi penghambat dalam proses masuknya cairan. Adanya perbedaan konsentrasi (proses difusi) cairan dapat masuk dan menembus lapisan kutikula menuju membran plasma (Marschner, 1995). Sel-sel penting yang berperan di dalam mekanisme serapan unsur hara melalui daun adalah epidermis, sel penjaga, stomata, mesofil, dan seludang pembuluh. Pupuk yang disemprotkan masuk ke dalam stomata secara difusi dan selanjutnya masuk ke dalam sel-sel kloroplas baik yang ada di dalam sel-sel penjaga, mesofil, maupun seludang pembuluh (Gambar 3) dan selanjutnya berperan dalam fotosintesis (Agustina, 2004). Pemupukan melalui daun dapat mempengaruhi produksi bahan kering tanaman, NDF, ADF, tanin, saponin, kandungan Ca dan P, dan kecernaan in vitro (Abdullah, 2010).

Gambar 2. Skema Proses Cairan Masuk Sel Epidermal Lapisan Kutikula Daun (Marschner, 1995)

(7)

Gambar 3. Skema Pupuk Cair Daun Masuk ke Sel Penjaga, Mesofil, dan Seludang Pembuluh melalui Lubang Stomata (Agustina, 2004)

Menurut Marschner (1995) bahwa unsur hara yang disemprotkan pada daun dan kemudian akan masuk ke jaringan daun akan bergerak lebih aktif pada daun muda, yaitu daun yang sedang dalam tahap pertumbuhan, dibandingkan dengan daun tua. Unsur hara akan aktif bermobilisasi ke bagian lain tanaman, misalnya batang, sampai terjadinya proses akumulasi unsur hara tersebut.

Evaluasi Kualitas Hijauan Pakan Kecernaan Leguminosa Pakan

Kecernaan zat- zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Kecernaan adalah bagian dari pakan yang tidak disekresikan dalam feses dimana bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh ternak. Kecernaan dapat dinyatakan dalam bahan kering dan bahan organik apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna. Nilai koefisien cerna bahan kering atau bahan organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan serta seberapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak (McDonald et al., 2002). Hasil analisa ini juga menunjukkan kesanggupan ternak untuk memanfaatkan suatu jenis pakan tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Metode yang digunakan untuk mengukur kecernaan suau

(8)

bahan makanan telah banyak, antara lain total collected methode, marker methode, in sacco, in vivo dan in vitro. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya daya cerna yaitu antara lain : jenis ternak, umur ternak, jenis bahan pakan, dan susunan kimianya (Peterson, 2005).

Daya cerna hijauan leguminosa sangat bervariasi yang banyak ditentukan oleh tingkat protein yang dikandungnya. Rendahnya protein kasar yang dicerna oleh seekor ternak tergantung tinggi rendahnya persentase protein dalam tanaman. Pada umumnya nilai daya cerna leguminosa lebih tinggi daripada rumput. Hal ini dimungkinkan karena leguminosa mempunyai kualitas yang baik terutama kandungan proteinnya yang tinggi (Ella, 1996). Selain itu nilai nutrisi legum menurun lebih rendah terhadap umur jika dibandingkan dengan rumput (McDonald et al., 2002). Kecernaan leguminosa pohon bervariasi. Gamal (Glicirida sepium) memiliki daya cerna berkisar antara 50%-75%, Lamtoro (Leucaena leucocephala) berkisar antara 65%-87%, kaliandra berkisar antara 35%-42% (Karti, 1998).

Teknik Analisis Fermentasi Hijauan

Metode In vitro. Metode in vitro merupakan metode pengukuran kecernaan dan evaluasi pakan dengan menggunakan mikroorganisme rumen seperti yang dilakukan Tilley dan Terry pada tahun 1963 atau menggunakan menggunakan metode gas tes oleh Menke pada tahun 1979, inkubasi in situ dengan menggunakan kantong nilon di dalam rumen oleh Mehrez dan Orskov pada tahun 1977 dan cell-free fungal cellulose oleh De Boever pada tahun 1986. Menurut metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Makkar (2004) metode in vitro merupakan proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak yang melibatkan proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui kecernaan bahan pakan dari hasil proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro memberikan hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakan untuk mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar. Namun metode ini sulit diterapkan pada material seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel (Makkar, 2004).

Dasar metode ini adalah menirukan proses yang terjadi di dalam rumen dan cara yang paling sering digunakan adalah teknik in vitro yang ditemukan oleh Tilley

(9)

dan Terry (1963). Kamaruddin dan Sutardi (1977) menggunakan waktu inkubasi 24 jam dengan pertimbangan selain praktis dan juga untuk memperkecil keragaman hasil fermentasi. Inkubasi yang terlalu pendek, hasil yang diperoleh cenderung besar keragamannya. Inkubasi 24 jam juga bermaksud untuk mengetahui konsentrasi produk akhir fermentasi sebelum terjadi pencernaan hidrolitik oleh enzim pepsin.

Metode in vitro harus menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang di dapat juga mendekati nilai in vivo sehingga memudahkan untuk menginterpretasikan hasil dan memperkecil perbedaan dari standar. Kecernaan pakan pada ruminan dapat diukur secara akurat di laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro (Omed et al., 2000). Tahapan metode ini adalah dengan cara menginkubasikan sampel selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan HCl pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin-HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dengan oven 105oC dan terakhir dilakukan pengabuan dengan tanur 600oC hingga didapatkan bahan anorganik. Bahan anorganik tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah bahan organik yang kemudian dapat menentukan kecernaan bahan organik (McDonald et al., 2002).

Volatile Fatty Acid (VFA). Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam lemak terbang berperan dalam penyediaan energi dalam ternak ruminansia. Hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen adalah asam lemak terbang (VFA), yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat dan asam- asam lemak rantai cabang seperti asam iso butirat, 2-metil butirat dan iso valerat (Beever et al., 2000). Menurut McDonald et al. (2002). Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentose. Selanjutnya gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4. Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam

rumen sangat bervariasi tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi. Konsentrasi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup ternak adalah 70-150 mM

(10)

(McDonald et al., 2002) dengan titik optimumnya adalah 110 mN (Suryapratama, 1999).

Menurut France dan Dijikstra (2005) konsentrasi VFA total dapat turun menjadi 30 mM atau meningkat sampai 200 mM, namun pada umumnya konsentrasi VFA berkisar antara 70-130 mM. Konsentrasi yang relatif tinggi atau rendah ini menunjukkan pola fermentasi, yang terlihat jelas pada pakan hijauan tetapi kurang terlihat pada pakan konsentrat. Tinggi rendahnya konsentrasi VFA dipengaruhi oleh pakan basal, tipe karbohidrat pakan, bentuk fisik pakan, tingkat konsumsi, frekuensi pakan, dan penggunaan aditif kimia. Menurut Salawu et al. (1997) faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA adalah kandungan serat kasar dan unsur karbon yang terdapat dalam protein. Selain itu jenis dan jumlah mikroorganisme juga mempengaruhi konsentrasi VFA.

Berdasarkan penelitian Fitri (2010), produksi VFA total hasil fermentasi in vitro empat jenis daun leguminosa pohon secara berurutan dari gamal, kaliandra, kelor, dan lamtoro, yaitu 110,17 mM; 97,67 mM; 138,04 mM; dan 110,38 mM.

Amonia (NH3). Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi

peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia merupakan hasil metabolisme protein dan nitrogen bukan protein. Amonia dalam rumen adalah sumber nitrogen yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002).

Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 2002).

Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Menurut McDonald et al., (2002) bahwa kisaran konsentrasi NH3 yang

optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6 - 21 mM. Konsentrasi nitrogen amonia sebesar 5% sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba. Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam

(11)

Amonia dapat dimanfaatkan oleh mikroba penggunaannya perlu disertai dengan sumber energi yang mudah difermentasi, misalnya dedak padi.

Berdasarkan penelitian Kasim (1994), rata-rata produksi amonia hasil fermmentasi in vitro empat jenis daun leguminosa pohon secara berurutan dari angsana, kupu-kupu, sengon, dan lamtoro dalam keadaan segar yaitu 3,7 mM; 6,7 mM; 1,8 mM; dan 5,9 mM.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu pada ruminansia pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak. Kecernaan dapat dinyatakan dalam bahan kering dan bahan organik dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna.

Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (McDonald et al., 2002). Semakin tinggi bahan organik yang dikonsumsi akan menghasilkan nilai kecernaan bahan organik yang semakin tinggi pula (Resdiani, 2010). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien cerna bahan kering (KCBK) akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya koefisien cerna bahan organik (KCBO) ransum. Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula peluang nutrien yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik menggambarkan senyawa protein, karbohidrat, lemak yang dapat dicerna oleh ternak. Selain menggunakan metode Tilley and Terry (1963), KCBO juga dapat diukur dengan metode produksi gas (Menke et al., 1986).

(12)

Berdasarkan penelitian Kasim (1994) kecernaan bahan kering hasil fermentasi in vitro empat jenis daun leguminosa pohon secara berurutan dari angsana, kupu-kupu, sengon, dan lamtoro dalam bentuk segar, yaitu 37,70%; 39,70%; 32,10%; dan 43,80%, sedangkan untuk kecernaan bahan organiknya yaitu 38,30%; 40,30%; 32,30%; dan 42,60%.

Gambar

Gambar 1. Legum Indigofera sp.
Gambar  2.  Skema  Proses  Cairan  Masuk  Sel  Epidermal  Lapisan  Kutikula  Daun      (Marschner, 1995)
Gambar  3.  Skema  Pupuk  Cair  Daun  Masuk  ke  Sel  Penjaga,  Mesofil,  dan  Seludang Pembuluh melalui  Lubang Stomata (Agustina, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Daging merupakan sumber protein yang tinggi, protein ini disebut sebagai asam amino esensial, asam amino ini sangat penting dan merupakan protein yang.. dibutuhkan

hara yang sangat penting karena merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen berfungsi sebagai penyusun asam-asam amino, protein komponen

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam

Sebagai unsur penting dalam enzim oksidatif asam amino, mineral tersebut sangat penting bersama-sama dengan zat besi dalam membentuk hemoglobin dan merupakan unsur penting

Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan untuk sintesis protein mikroba, sedangkan protein pakan akan didegradasi oleh enzim proteolitik yang diproduksi

Nitrogen berfungsi untuk bahan síntesis asam amino, protein, asam nukleat, klorofil, merangsang pertumbuhan vegatatif, membuat bagian tanaman menjadi lebih hijau

Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui pemberian urea sebagai NPN ( Non protein nitrogen ), sedangkan molase adalah hasil samping agro- industri

Sistem semi intensif merupakan sistem pemeliharaan dimana pada siang hari sapi diikat dan ditambatkan di ladang, kebun, atau pekarangan yang rumputnya tumbuh subur, kemudian