Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Survei Rekayasa atau yang lebih dikenal dengan Survei Teknik Sipil ini, merupakan bagian dari Ilmu Geodesi. Dalam pelaksanaannya survei teknik sipil ini sangat bergantung pada Ilmu Geodesi seperti Ilmu Ukur Tanah yang menerapkan metode-metode pengukuran dan pemetaan, serta perhitungan dan analisa data hasil pengukuran.
Pada dasarnya pekerjaan survei rekayasa ini diterapkan dalam rencana konstruksi untuk pembuatan jalan raya, saluran air dan lain sebagainya yang berhubungan erat dengan galian dan timbunan.
Pengukuran yang dilakukan untuk keperluan konstruksi tersebut berupa pengukuran poligon, pengukuran beda tinggi, pengukuran profil memanjang dan profil melintang. Karena berkaitan dengan galian dan timbunan, maka perhitungan luas dan volume dari galian dan timbunan tersebut sangat diperlukan.
Dari hasil pengukuran di atas, data hasil pengukurannya diolah (dimasukan dalam suatu perhitungan) dan disajikan dalam bentuk peta. Selanjutnya pada peta tersebut akan dilengkapi dengan membuat rancangan pekerjaan konstruksi yang lengkap dengan bidang persamaan yang memperlihatkan bentuk dari konstruksi yang akan dibuat. Setelah rancangan konstruksi selesai dibuat oleh ahli rancang bangunan (tenaga ahli di bidang teknik sipil dan arsitektur) sehingga menghasilkan suatu peta rencana (site plan), maka site plan tersebut akan dikembalikan kepada ahli penentu posisi di atas permukaan bumi (tenaga ahli di bidang teknik geodesi) untuk menentukan posisi rencana konstruksi di lapangan sesuai dengan sudut dan jarak yang terukur pada site plan. Proses pemindahan suatu bentuk rancangan konstruksi di atas peta ke atas permukaan bumi, disebut dengan setting out atau staking out.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 2 1.2. Maksud Dan Tujuan Praktikum
1.2.1. Maksud Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa Maksud diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :
Untuk merencanakan pembuatan jalan termasuk bagian-bagiannya yang meliputi badan jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan kemiringan jalan.
Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang teori-teori yang berkaitan dengan praktikum survei rekayasa ini, yang pernah di dapat dalam perkuliahan.
Agar mahasiswa mampu menerapkan teori-teori tersebut dengan melakukan praktek langsung di lapangan.
Agar mahasiswa memiliki pengalaman kerja lapangan, yang kelak di kemudian hari dapat dijadikan bekal dalam bekerja.
1.2.2. Tujuan Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa Tujuan diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :
Dapat melaksanakan proses pengambilan data di lapangan untuk perencanaan desain jalan.
Dapat melaksanakan proses pengolahan data untuk perencanaan desain jalan.
Dapat menentukan posisi titik-titik di lapangan dari data hasil perhitungan perencanaan desain jalan berikut bagian-bagiannya yang meliputi badan jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan kemiringan jalan.
1.3. Volume Pekerjaan
Adapun volume pekerjaan yang dilakukan pada praktikum Survei Rekayasa kali ini meliputi beberapa hal, yaitu :
1. Pengukuran Poligon Terbuka Terikat Sempurna
2. Pengukuran Sipat datar/Waterpass Memanjang Pergi Pulang 3. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Memanjang 4. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Melintang 5. Perhitungan Luas dan Volume
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 3
6. Perhitungan Perencanaan Desain Jalan Dengan Menggunakan Cara : - Kurva Horisontal
7. Staking Out
8. Report Elevasi Pada Titik Rencana Jalan 9. Proses Penggambaran
1.4. Metode Penulisan 1.4.1. Studi Lapangan
Penyusunan laporan ini didasari pada pelaksanaan praktikum survei rekayasa yang dilaksanakan di Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang (Tasik Madu).
1.4.2. Studi Literatur
Dalam penyusunan laporan hasil praktikum ini selain didasarkan pada prosedur yang diberikan oleh pembimbing, juga ditunjang dengan buku-buku yang berkaitan dengan materi praktikum survei rekayasa, serta ditambah dengan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan sebagai acuan untuk melengkapi penulisan laporan ini.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 4
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengukuran PoligonPoligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan yang membentuk segi banyak, dimana dari rangkaian tersebut akan terbentuk sudut dan jarak antar titik, sehingga dapat ditentukan posisi (koordinat) tiap-tiap titiknya dalam sistem referensi yang ditentukan. Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai kerangka kontrol peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik poligon.
Pengukuran poligon merupakan salah satu metode penentuan titik diantara metode penentuan titik yang lain. Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat fleksibel karena prosedur pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita yang disesuaikan dengan daerah atau lokasi pengukuran untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran.
Ada dua bentuk dasar poligon:
1. Poligon tertutup, merupakan poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu, poligon semacam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan karena tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan dilapangan, namun hasil ukurannya cukup terkontrol. Karena bentuknya yang tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi –n (n adalah banyaknya titik poligon). Oleh karena itu syarat – syarat geometris dari poligon tertutup adalah :
Gambar. Poligon Tertutup
A dan B : Titik Ikat Yang diketahui koordinatnya. βA, β1,β1,….dst : Sudut dalam. 3 A 1 2 4 5 αA1 β0 βA β5 β4 β3 β2 β2 B
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 5
1. Syarat sudut
∑β = (n-2)*180, apabila sudut dalam, ∑β = (n+2)*180, apabila sudut luar. 2. Syarat absis
∑ d sin α = 0 ∑ d cos α = 0
Adapun prosedur perhitungannya sama dengan prosedur perhitungan pada poligon terikat sempurna.
2. Poligon terbuka, merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir tidak berhimpit pada titik yang sama.
Poligon ini dibedakan lagi menjadi :
Poligon terbuka terikat sempurna
Poligon terbuka terikat sempurna, adalah dimana kedua ujung poligon diawali dan diakhiri pada titik tetap serta azimuth awal dan azimuth akhir telah diketahui secara pasti. Poligon terbuka terikat sempurna merupakan poligon terbaik karena adanya kontrol koordinat.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 6 Poligon terbuka terikat sepihak
Poligon terbuka terikat sepihak adalah poligon yang satu ujungnya ( awal atau akhir ) terikat pada koordinata titik tetap atau terikat pada sudut jurusan ( azimut ).
Keterangan gambar :
α12 : azimut awal sisi poligon
β1, β2, β3,...: sudut-sudut poligon yang diukur
d12, d23, d34,...: panjang sisi poligon yang diukur
A : titik tetap yang diketahui koordinatnya
Poligon tersebut sering dipakai pada pengukuran dengan cabang atau “rasi” yang terikat pada poligon utama. Poligon tersebut dihitung dengan orientasi lokal, tidak ada koreksi sudut dan koreksi koordinat.
Perhitungan koordinat titik poligon : X2 = X1 + d12 Sin α12
Y2 = Y1 + d12 Cos α12
Demikian pula untuk perhitungan koordinat titik-titik yang lain, dengan cara dan prinsip yang sama seperti di atas.
Poligon terbuka lepas
Poligon terbuka tanpa ikatan adalah poligon yang diukur dengan tidak diketahui koordinat titik tetap dan tidak diketahui pula azimut pada salah satu sisi poligon tersebut.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 7
Keterangan gambar :
d1, d2, d3, ...: panjang sisi-sisi poligon yang diukur
β1, β2, β3,...: sudut-sudut poligon yang diukur
Poligon tersebut dihitung dengan orientasi sembarang dan koordinat lokal ( sembarang ). Tidak ada koreksi sudut dan koordinat.
Perhitungan koordinat titik poligon : X2 = X1 + d12 Sin α12
Y2 = Y1 + d12 Cos α12
2.2 Pengukuran Waterpass
2.2.1 Pengukuran Waterpass Memanjang
Pengukuran sipat datar/waterpass memanjang adalah suatu metode pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua buah titik di permukaan bumi yang letaknya berjauhan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan ketinggian titik-titik utama yang telah diorientasikan di permukaan bumi dengan membagi jarak antara titik secara berantai atau menjadi slag-slag yang kecil secara memanjang yang ditempuh dalam satu hari pergi-pulang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sipat datar/waterpass memanjang, antara lain:
1. Menghilangkan kesalahan nol skala rambu yaitu dengan menentukan slag genap dalam satu seksi pengukuran beda tinggi (pengukuran pergi-pulang).
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 8
3. Usahakan jarak dari alat ke rambu belakang sama dengan dari alat ke rambu muka, untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo.
4. Gunakan nivo rambu agar rambu ukur benar-benar tegak.
Keterangan gambar :
B : Bacaan benang tengah rambu belakang M : Bacaan benang tengah rambu muka A,1,2,B : Titik tempat rambu didirikan
1 slag : 1 kali berdiri alat
Rumus perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang adalah:
Beda tinggi ( h ) = bt (belakang) – bt (muka)
Elevasi ( Hn ) = H awal + hn Keterangan rumus :
h : beda tinggi antara dua titik
bt (belakang) : bacaan benang tengah rambu belakang
bt (muka) : bacaan benang tengah rambu muka
Hn : elevasi titik n
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 9 2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil
Pengukuran sipat datar/waterpass profil ini merupakan pengukuran beda tinggi untuk menggambarkan irisan vertikal dan elevasi pada jalur pengukuran.
Tujuan dari pengukuran ini dalam aplikasinya yaitu untuk mengukur titik yang menandai perubahan arah, seperti kemiringan permukaan tanah, titik-titik genting seperti jalan, jembatan, dan gorong-gorong. Berdasarkan metode pengukurannya sipat datar/waterpass profil dibedakan menjadi 2, yaitu :
2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Profil Memanjang
Tujuan pengukuran dengan menggunakan metode sipat datar/waterpass profil memanjang adalah untuk mendapatkan detail dari suatu penampang/irisan tegak pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.
Dalam pengukuran waterpass profil memanjang ini, data-data yang diukur adalah bacaan rambu muka, rambu tengah dan rambu belakang.
Keterangan gambar :
A, A1, A2,… : Titik-titik patok sepanjang jalur polygon (center line)
I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran
rb : Rambu belakang
rt : Rambu tengah
rm : Rambu muka
Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran sipat datar profil
memanjang adalah :
Beda tinggi (h) = bt (belakang) – bt (muka)
Elevasi ( H ) = H (awal) + h
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 10
Keterangan rumus :
h : beda tinggi H : elevasi d : jarak
bt : bacaan benang tengah ba : bacaan benang atas bb : bacaan benang bawah
2.2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil Melintang
Tujuan dari pengukuran sipat datar profil melintang adalah untuk menentukan elevasi titik-titik dengan bantuan tinggi garis bidik yang diketahui dari keadaan beda tinggi tanah yang tegak lurus di suatu titik tertentu terhadap garis rencana (sumbu proyek) yang didapat dari hasil pengukuran sipat datar profil memanjang.
Profil melintang dibuat tegak lurus dengan sumbu proyek dan pada tempat-tempat penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek melengkung atau belokan, maka jaraknya dibuat lebih rapat daripada jarak terhadap garis proyek yang lurus. Profil melintang harus dibuat di titik awal dan akhir garis proyek melengkung, dan untuk profil ke kiri dan ke kanannya dibuat lebih panjang dari profil yang lain.
Keterangan gambar :
A : Titik-titikpatok pada jalur poligon
1, 2, 3,… : Titik-titik profil melintang di sebelah kiri sumbu proyek a, b, c,… : Titik-titik profil melintang di sebelah kanan sumbu proyek
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 11
Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran waterpass profil
melintang adalah:
Beda tinggi (hn) = TI - btn
Elevasi (Hn) = Hawal + hn
Keterangan rumus:
hn : beda tinggi titik ke-n
Hn : elevasi titik ke-n
TI : tinggi instrumen
btn : bacaan benang tengah rambu ukur
Hawal : elevasi awal
2.3. Lengkungan (Kurva)
Pemanfatan garis lengkung (kurva) di lapangan sering kali dijumpai pada proyek-proyek pembangunan jalan raya, jalan baja (rel kereta api), saluran irigasi, perencanaan jalur pipa dan lain-lain.
Garis tersebut digunakan untuk menghubungkan dua arah atau dua garis lurus yang saling berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu ke arah yang lainnya diharapkan sama. Untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi ini terdapat dua jenis lengkungan yang memiliki dasar penyelesaian dan penyelenggaraan yang berbeda yaitu : kurva vertikal dan kurva horizontal.
Kurva horizontal berkaitan dengan belokan maupun saluran yang memakai bidang lengkung sebagai basis penyelenggaraan, sedangkan untuk kurva vertikal berkaitan dengan daerah yang menanjak ataupun menurun.
2.3.1. Kurva Horizontal
Alinyemen horizontal pada dasarnya merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal atau dapat disebut juga dengan “SITUASI JALAN” atau “TRASE JALAN”. Alinemen horizontal terdiri dari garis lurus yang dihubungkan dengan garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan atau busur lingkaran saja. Yang dimaksud dengan lengkung / busur peralihan disini adalah lengkung yang digunakan untuk mengadakan peralihan dari badan jalan yang lurus kebagian jalan yang mempunyai jari-jari lengkung dengan miring tikungan tertentu.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 12
Ada 3 macam kurva alinemen horizontal yaitu: 1. Lengkung Full Circle ( FC )
Jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian satu lingkaran. Digunakan untuk R yang terbesar agar tidak terjadi patahan.
Keterangan Gambar ;
TC : Titik peralihan dari bentuk tangen ( bagian lurus dari jalan ) ke bentuk busur lingkaran
TS : Titik peralihan dari bentuk lingkaran ( Circle ) ke tangen T : Jarak tangen
R : Jari – Jari lengkung Circle ∆ : Sudut tikungan
L : Panjang Busur
PI : Titik perpotongan TC dan CT
Penggunaan Rumus
Rmin merupakan jari jari lengkung ( Tikungan ) yang di dapat dari
perhitungan berikut
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 13 Rmin dapat juga di tentukan dengan menggunakan tabel berikut ;
Kecepatan rencana (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Tabel . Panjang jari jari minimum
Rumus Perhitungan Panjang Busur ( L )
L = 180 . 2 . R 2. Lengkung SPIRAL-CIRCLE-SPIRAL ( S-C-S )
Lengkung ini digunakan bila persyaratan / batasan untuk Full Circle tidak dapat dipenuhi. Persyaratan untuk S-C-S adalah R rencana < R min (yang terdapat
pada tabel 1)
Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar:
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
Ls = VR T 6 . 3 Dimana:
T = Waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik VR = Kecepatan rencana (km/jam)
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 14
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
Ls = C e R V R R V C 727 . 2 022 . 0 3 Dimana: e = Superelevasi
C = Perubahan percepatan, diambil 1-3 m/det2 ,British Standard C = 0.3 - 0.6 m/det3. Untuk peralihan ralia / road yaitu C = 1 m/det3 Ls = (0.0702V3)/(R.C)(J,H. Banks 1998)
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
Ls =
C R n m R V e e 6 . 3 . Dimana:VR = Kecepatan rencana (km/jam)
VR ≤ 70 km/jam, re max = 0.035 m/m/detik
VR ≥ 80 km/jam, re max = 0.025 m/m/detik
em = Superelevasi maksimium
en = Superelevasi normal
re = Tingkat perubahan kemiringan melintang jalan (m/m/detik)
4. Berdasarkan perbedaan slope memanjang ≤ 1/20 (antara TS – SC untuk 2 lajur lalu lintas)
LS ≥ 200 D . e Dimana:
D = Lebar lalu lintas (m) e = Superelevasi
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 15
Rumus-rumus lain yang digunakan adalah:
Nilai p* dan k* didapat dari tabel JOSEP BARNETT
1. s = Rc Ls 90 2. c = 2
s 3. Lc =
180 Rc ; Lc ≥20 m 4. L = Lc + 2 Ls 5. Xc = Ls 2 2 40 1 Rc Ls ; Yc = Rc Ls 6 2 6. p = YcRc(1coss); p < 1 m 7. k = xcRcsinsp dan k bias dicari dengan Tabel J. Barnett untuk setiap s akan diperoleh nilai p* dan k*
8. p = p * Ls 9. k = k * Ls 10. Es = Rc p Rc ) 2 / (cos ) ( 11. Ts = Rc p tgk 2 ) (
Station ( Sta ) titik kritis : Sta. TS = Sta. PI – Ts Sta. SC = Sta. TS – Ls Sta. CS = Sta. SC – Lc Sta. ST = Sta. CS – Ls
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 16
Dimana :
TS = Titik perubahan dari jalan lurus ke lengkung peralihan (spiral) SC = Titik perubahan dari lengkung peralihan (spiral) ke circle CS = Titik perubahan dari circle ke lengkung peralihan
ST = Titik perubahan dari lengkung peralihan ke jalan lurus L = Panjang lintasan dari TS ke ST
Ls = Panjang spiral dari TS ke SC atau dari CS ke ST Lc = Panjang busur lintasan dari SC ke CS
R = Jari-jari lengkung lingkaran
s
= Sudut antara garis singgung dititik SC dan garis singgung dititik P’G’
= Total sudut tikungan dari PC ke PT
c
= Sudut tikungan untuk bagian circle saja Tt = Panjang tangen total dari TS ke PI Es = Jarak dari PI ke lengkung lingkaran
x = Absis setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen y = Ordinat setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen p = Pergeseran busur lingkaran terhadap tangen
k = Jarak antara Ts dan titik dari busur lingkaran yang tergeser TPc = Short Tangen dari spiral ; Tpa = Long tangen dari spiral Tbs = jarak lurus dari CS ke ST
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 17 3. Lengkung Spiral – Spiral ( S – S )
Pada lengkung ini titik SC berhimpit dengan titik CS, jadi Lc = 0 dan rumus yang dipakai sama dengan pada S-C-S.
Syarat : R rencana < R min
Rumus : - s = 2 1 - P = TcRc(1coss) P < 1 m - k = XcRcsins - Ls = 90 ) (Rc Kontrol Ls > Ls min - Es = Rc p R 2 1 cos ) ( - L = 2 * Ls - Xc = ) 40 1 ( 2 2 Rc Ls Ls - Yc = Rc Ls 6 2 Ts = Rc p tg k 2 1 ) (
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 18 4. Kriteria Pemilihan Lengkung.
Pemilihan lengkung / tikungan di dasari pada nilai Rmin , nilai Rmin yang
digunakan pada penyelesain tugas ini adalah ketetapan dari standar perencanaan Bina Marga.
- Rmin > 500 m, Perencanaan Lengkung FC ( Full Circle ) bisa digunakan .
- Rmin < 500 m, Perencanaan Lengkung bisa menggunakan SCS atau SS ,
Digunakan SCS jika, - LS > 20 m Digunakan SS bila - LS < 20 m
5. Bagan Alir Pemilihan Lengkung / Tikungan
Dasar dari lengkung horizontal ini adalah perpotongan pada lingkaran. Di beberapa tempat desain sebuah lengkungan dinyatakan oleh Panjang Tangen. Namun lengkungan juga dapat di desain melalui derajat kelengkungan yang dinyatakan, sehingga jumlah derajat yang berada di pusat lingkaran sesuai dengan panjang busur yang bersangkutan.
Mulai
Menentukan VRencana
Menghitung Nilai Rmin
FC Rmin < 500 meter Perhitungan LS LS > 20 m LS < 20m SS SCS Rmin > 500 meter
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 19
Kurva horizontal tersebut dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu : 1. Kurva Sederhana
2. Kurva Majemuk
3. Kurva Bertolak Belakang 4. Kurva Spiral
Keterangan gambar :
I : titik perpotongan ( intersection )
: sudut defleksi ( sudut perpotongan ) R : jari-jari kurva
T : titik tangen awal kurva T1 : titik tangen akhir kurva
IT dan IT1 : panjang tangen antara titik T terhadap titik I dan antara titik T1 terhadap titik I
TT1 : panjang kurva / lengkungan ( melalui titik V ) TT1 : panjang tali busur ( melalui titik C )
AI dan IB : jarak rantai antara titik A terhadap titik I dan antara titik B terhadap titik I
Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva / lengkungan horizontal (Sumber: Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan Perencanaan Lintas Jalur Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah :
Panjang tangen IT dan IT1 :
( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )
[ IT / R ] = [ tan / 2 ] IT = R * tan [ / 2 ] ( panjang tangen IT1 sama dengan panjang tangen IT )
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 20
Panjang kurva TT1 :
TT1 = R * radian TT1 = 2 R * [ / 360 ]o Panjang tali busur TT1 :
[ TC / R ] = sin [ / 2 ] TC = R * sin [ / 2 ] ( karena jarak TC sama dengan jarak CT1 , maka panjang TT1 = 2 [ TC ] )
TT1 = 2 R * sin [ / 2 ]
Panjang tembereng CV ( major offset CV ) : ( dengan memperhatikan segitiga TCO ! )
[ CO / R ] = cos [ / 2 ] CO = R * cos [ / 2 ] CV = R – OC
CV = R - R * cos [ / 2 ] CV = R – ( 1 - cos [ / 2 ] )
Jarak eksternal VI ( external distance VI ) : ( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )
[ IO / R ] = sec [ / 2 ] IO = R * sec [ / 2 ] VI = IO – R
VI = R * sec [ / 2 ] – R VI = R ( sec [ / 2 ] – 1 ) 2.3.1.1. Teori Diagram Superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik disuatu lengkung horizontal yang direncanakan.
Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positif atau negatif ditinjau dari sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan. Untuk jalan raya dengan medium (jalan raya terpisah) cara pencapaian kemiringan tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan dan dapat dilakukan dengan salah satu dari ketiga cara berikut :
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 21
1. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-masing jalur jalan sebagai sumbu putar.
2. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi median dengan sumbu putar, sedang median dibuat dengan sumbu tetap dalam keadaan datar.
Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu putar adalah sumbu median.
Pencapaian superelevasi :
1. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai lemiringan yang penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.
2. Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali dari bentuk normal ke awal lengkung peralihan pada bagian lurus jalan dan dilanjutkan sampai lengkung penuh pada akhir lengkung peralihan).
3. Pada tikungan FC pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali
dari bagian lurus sepanjang Ls 3 2
sampai dengan bagian lingkaran penuh
sepanjang Ls 3 1
)
2.3.2. Kurva Vertikal
Pada dasarnya kurva vertikal digunakan untuk menentukan ketinggian/kemiringan baik ke atas maupun ke bawah dari permukaan tanah. Fungsi lengkungan vertikal ini adalah untuk menghubungkan dua arah vertikal atau garis gradien agar diperoleh perubahan yang smooth (tidak terlalu drastis). Bila kedua gradien membentuk bukit, maka dinamakan lengkungan puncak (lengkungan/kurva cembung), sedangkan bila gradien membentuk lembah maka dihasilkan lengkungan lembah (lengkungan/kurva cekung).
Karena perubahan gradien dari lereng ke lengkungan diharuskan mulus dan berangsur-angsur, maka dipilihlah kurva parabola sebagai bentuk geometri dari lengkung vertikal ini. Bentuk kurva ini datar di dekat titik-titik singgung. Busur parabola dapat menyesuaikan perubahan yang bertahap dalam jurusan dan elevasi sepanjang busur kurva. Kurva vertikal merupakan kurva parabolik pada
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 22
suatu bidang vertikal yang digunakan untuk menghubungkan dua garis gradien yang berbeda secara numerik.
Bentuk persamaan kurva parabola ini adalah y = ax2 + bx + c dengan y adalah tinggi kurva di atas atau di bawah titik singgung pertama dan pada jarak x darinya, sedangkan x merupakan jarak yang bervariasi dan menyatakan jarak mendatar dari kedua titik singgung.
Keterangan gambar :
T : Titik tangen awal T1 : Titik tangen akhir
I : Titik perpotongan antara jarak titik T dengan titik T1 VC : Ketinggian lengkungan
IV : Koreksi kemiringan q1,q2 : Gradien / kemiringan
L : Jarak
Gradien atau kemiringan dari permukaan tanah dapat dinyatakan dalam
bentuk persentase (%) maupun dalam bentuk perbandingan (1 : n).
Untuk tanjakan umumnya dinyatakan dengan perbandingan dalam prosentase kemiringan, misalnya suatu tanjakan 1 : 50 adalah tanjakan dengan kenaikan 2 %.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 23 Artinya tanjakan itu naik atau turun 2 satuan untuk setiap 100 satuan,
tanda (+) menyatakan naik dan tanda (-) menyatakan turun.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva vertikal
(Sumber: Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan Perencanaan Lintas Jalur Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah:
Harga kemiringan / gradien antara dua titik (%)
q1 = *100% 2 1 L H Htengah awal q2 = *100% 2 1 L H Hakhir awal x = L q q * 2 1 2 Keterangan rumus : q1,q2 : harga kemiringan Htengah : elevasi tengah Hawal : elevasi awal L : jarak
Elevasi titik perencanaan Hn = Hawal + (q1*n) + (x*n2) Keterangan rumus :
Hn : elevasi ke-n Hawal : elevasi awal q1 : harga kemiringan
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 24 2.4. Staking Out
Staking out adalah suatu cara yag digunakan untuk menentukan route dari
sebuah perencanaan jalan, atau untuk menentukan kembali rencana gambar di lapangan. Yang dimaksud dengan route umumnya adalah suatu lintasan-lintasan seperti lintasan jalan raya dan kereta api. Bangunan-bangunan linier seperti sungai, saluran untuk pengairan, saluran pembuangan. Termasuk pula lintasan jalur transmisi listrik.
Staking out dilaksanakan dengan pemasangan patok-patok di lapangan
yang telah ditentukan rencana jalan ataupun posisi daripada rencana bangunan dari titik-titik poligon yang telah diukur pada saat pengukuran. Pelaksanaan
staking out poligon untuk menentukan titik-titik planimetris yaitu posisi x dan y.
Adapun metode-metode yang digunakan untuk penentuan staking out adalah sebagai berikut:
2.4.1. Metode Panjang Busur
Dari gambar di atas dapat disusun persamaan sebagai berikut :
- Titik 1 : X1 = R.Sin Y1 = 2R.Sin 2 ½ - Titik 2 : X2 = 2 Sin Y2 = 2R.Sin 2 dan seterusnya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara ini banyak hitungan yang harus diselesaikan. Namun keuntungannya adalah bahwa titik-titik detail teratur rapi di atas busur lingkaran.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 25 2.4.2. Metode Koordinat Polar
Pada cara ini digunakan theodolite yang dipasang dengan sumbu kesatunya tegak lurus di atas titik satu (T1). Untuk menentukan titik-titik detail di
atas busur lingkaran, sehingga jarak antara titik detail tersebut yang merupakan tali busur tetap = k, maka dihitung terlebih dahulu besarnya ½ (sudut antar garis T0 dan T1. Sudut antara garis T0 dan T3 menjadi 1½ dan seterusnya,
sehingga besar sudut antara T0 dan Tn bertambah tiap ½ .
Rumus perhitungan sudut defleksi :
½ = ( /R ) x ( 360/2 )
Koordinat titik ditentukan dengan menghitung jarak dan sudut :
Sudut (Sn) = n x
Jarak (Dn) = 2R.Sin n ( /2 )
2.4.3. Metode Panjang Tali busur
Pada cara ini metode titik detail diproyeksikan pada perpanjangan tali busur yang melalui titik detail belakangnya.Misalkan semua tali busur dibuat sepanjang k meter maka sudut antara tali busur pertama (T11) dan garis singgung
di titik T ada ½ , sedang sin ½ = (½ k)/R = (k)/(2R) , sehingga ½ dapat dicari
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 26
Maka dengan adanya sudut ½ , didapat :
T11` = k.Cos ½ dan 1`1 = k.Sin ½ Dengan dua jarak maka dapat ditentukan titik 1. Untuk menentukan tempat titik 2 diperlukan : 12` = k.Cos dan 2`2 = k.Sin Selanjutnya untuk menentukan titik 3 diperukan :
23` = k.Cos dan 3`3 = k.Sin , dan seterusnya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah hitungan adalah sedikit sekali, ialah titik 1 : T11` = k.Cos ½ dan 1`1 = k.Sin ½ . Titik 2 dan selanjutnya : jarak k.Cos ½ yang dibuat pada perpanjangan semua tali busur dan jarak k.Sin tangen dibuat tegak lurus pada perpanjangan semua tali busur. 2.4.4. Metode Panjang Tangen
Metode ini mempunyai jumlah hitungan lebih kecil dari jumlah hitungan yang harus dilakukan pada metode selisih busur yang sama panjangnya, tetapi sayangnya letak titik tidak beraturan di atas busur lingkaran.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 27
Maka koordinat titik detail didapat dengan cara :
- Titik 1 : X1 = a : Y1 = R – [ (R) 2 – (X1) 2 ] = R – [ (R) 2 – ( a ) 2 ] - Titik 2 : X2 = 2a : Y2 = R – [ (R) 2 – (X2) 2 ] = R – [ (R) 2 – ( 2a ) 2 ] dan seterusnya
2.5. Perhitungan Luas Dan Volume Tanah 2.5.1. Perhitungan Luas
Luas menyatakan lebar proyeksi horizontal suatu area (sebidang tanah) dengan tidak memperhitungkan selisih tinggi. Perhitungan luas suatu daerah sangatlah penting, karena ukuran luas tersebut akan dimasukkan dalam akta hak milik atas tanah. Tujuan lain dari perlunya perhitungan luas adalah untuk menentukan ukuran luasan yang akan diratakan ataupun diperkeras serta penentuan untuk hitungan volume pekerjaan tanah.
Untuk menentukan luas suatu area maupun batasan profil/irisan tegak/penampang tanah dan garis proyek dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :
2.5.1.1. Cara Grafis
Perhitungan luas dengan metode grafik ini dilakukan sangat sederhana, sehingga hasil (tingkat ketelitian) kurang baik. Cara ini biasanya digunakan untuk daerah yang bentuknya tidak teratur. Daerah yang akan ditentukan luasnya digambar di atas kertas dengan ukuran petak tertentu sesuai skalanya. Untuk bagian area yang terletak pada kotak penuh dihitung dengan dengan rumus persegi panjang/bujursangkar atau dihitung sesuai dengan satuan luas petak yang dibuat, sedangkan bagian yang tersisa dihitung dengan menggunakan rumus trapesium dan segitiga
Nilai pendekatan/taksiran dari luas daerah yang ditentukan dari banyaknya petak yang terletak di dalam daerah tersebut ditambah dengan sisanya.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 28
= Satu satuan luas Luas persegi = panjang x lebar Luas segitiga = ½ ( alas x tinggi ) 2.5.1.2. Cara Numeris
A. Dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak
Bila bentuk lahan cukup sederhana, maka perhitungan luas dapat dilakukan secara konvensional, yaitu dengan membagi daerah tersebut menjadi bentuk-bentuk seperti segitiga, trapesium, atau jika memungkinkan berbentuk persegi, dengan berpedoman pada grafis ukur yang dibuat pada peta melintasi area yang akan ditentukan luasnya. Bentuk segitiga dan trapesium merupakan bentuk dasar yang relatif mudah dihitung luasnya.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 29
Keterangan gambar :
L1 = luas segitiga ABB’ = ½ ( AB’ x BB’ ) L2 = luas trapesium BCC’B’ = ½ ( BB’ + CC’ ) x ( B’C’ ) L3 = luas segitiga CC’D = ½ ( C’D’ x CC’ ) L4 = luas segitiga CD’D = ½ ( DD’ x C’D’ ) L5 = luas trapesium DEE’D’ = ½ ( EE’ + DD’ ) x E’D’ L6 = luas trapesium EFF’E’ = ½ ( EE’ + FF’ ) x ( E’F’ ) L7 = luas segitiga AFF’ = ½ ( AF’ x BF’ )
= garis bantu
= garis tepi area yang akan dihitung luasnya Maka :
Luas area ABCDEF = L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7 B. Dengan menggunakan koordinat titik batas
Perhitungan luas dengan menggunakan koordinat titik-titik batas daerah yang telah diukur atau diketahui posisinya dapat dilakukan dengan mengukur batas daerah tersebut sebagai suatu poligon. Batas daerah itu diukur oleh theodolite dengan menggunakan suatu titik tertentu terhadap suatu salib sumbu YOX yang tertentu pula.
Perhitungan luas didapat dengan memproyeksikan luas terhadap sumbu X dan sumbu Y. Maka perhitungan luas area tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Diproyeksikan terhadap sumbu X
Luas = [ (Xn - Xn-1).(Yn + Yn-1) ]
Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :
2.Luas = [ (Xn) . (Yn+1) ] – [ (Xn+1) . (Yn) ]
Diproyeksikan terhadap sumbu Y
2.Luas = [ ( Xn + Xn-1 ).( Yn + Yn-1 ) ]
Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 30
Keterangan gambar :
X , Y : sumbu koordinat
D1, D2, D3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu Y L1, L2, L3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu X
Berdasarkan gambar 2.6 di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas sebagai berikut :
Luas segitiga ABC = luas trapesium 1AB2 + luas trapesium 2BC3 – luas trapesium 1AC3
Luas segitiga ABC = [ ½ ( L2 + L3 ) x (D3 – D2 ) ] + [ ½ ( L3 + L1 ) x
( D1 – D3 ) ] – [ ½ ( L2 + L1 ) x ( D1 - D2 ) ]
Maka 2 x luas segitiga :
= ( L2 + L3 )( D3 – D2 ) + ( L3 + L1 )( D1 – D3 ) - ( L2 + L1 )( D1 - D2 )
= L2D3 – L2D2 + L3D3 – L3D2 + L3D1 – L3D3 + L1D1 – L1D3 – L2D1 + L2D2 – L1D1 + L1D2
= L1D2 + L2D + L3D1 – L1D3 – L2D1 – L3D2
= ( D1L3 + D2L1 + D3L2 ) – ( D1L2 + D2L3 + D3L1 )
Hasil akhir ini akan mudah diingat dengan menyusunnya sebagai berikut:
D1 L1 D2 L2 D3 L3 D1 L1 Tanda positif Tanda negati f
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 31
C. Dengan menggunakan profil atau penampang tanah Metode Trapesium
Keterangan :
I, II,… : Menunjukkan urutan trapesium
H1, H2,… : Elevasi masing-masing titik pada profil melintang
Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :
Luas = ½ w ( H1 + H7 + 2H2 + 2H3 + 2H4 + 2H5 + 2H6 ) Metode Simpson
Penampang tanah pada gambar 2.7 di atas juga dapat dihitung dengan menggunakan metode simpson, dengan cara mengalikan 1/3 jarak antar
ordinat dengan jumlah ordinat awal dan ordinat akhir, kemudian ditambah 4 kali penjumlahan ordinat yang genap dan ditambah 2 kali penjumlahan ordinat ganjil.
Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :
Luas = 1/3 w ( h1 + h7 ) + 4( h2 + h4 + h6 ) + 2( h3 + h5 ) Level Section ( Penampang Mendatar )
w C D cs cs Permukaan tanah asli C L Permukaan tanah rencana
Level Section (Penampang Mendatar)
s 1
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 32
Keterangan gambar :
W : Lebar puncak galian / timbunan D : Lebar dasar galian / timbunan s : Perbandingan kemiringan ( 1 : s ) c : Kedalaman galian / timbunan
: Center line
Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas penampang mendatar ini adalah sebagai berikut :
D = cs + w + cs D = 2cs + w L = [ ( D + w )/2 ] x c
L = ( cs + w ) x c
Three Level Section ( Penampang Tingkat Tiga )
Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas pada penampang tingkat tiga adalah sebagai berikut :
x = ( hr x s ) y = ( hl x s ) Dr = x + w/2 = ( hr x s ) + w /2 Dl = x + w/2 = ( hl x s ) + w /2 L1 = ½ ( w /2 + hl ) = ( w /4 + hl ) L2 = ½ ( w /2 + hr ) = ( w /4 + hr ) L3 = ½ ( c + Dr ) = ( c /4 + Dr ) L4 = ½ ( c + Dl ) = ( c /4 + Dl ) Total luas = L1 + L2 + L3 + L4 C L A B C Dl Dr w c 1 s hl hr
Penampang Tingkat Tiga
L1 L2 L3 L4 Permukaan tanah rencana Permukaan tanah asli
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 33
Section dengan Kemiringan yang Diketahui ( 1 : n )
Berdasarkan gambar di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas sebagai berikut :
Dalam segitiga ABJ, y/wl = 1/2 ,maka y = wl/2 dan dalam segitiga AHJ, x/wl = 1/5 , maka x = wl/5.
cl = ( y + x ) = [ wl/2 ] + [ wl/5 ] = [ 5wl + 2wl ] : [ 5 x 2 ]
= [ wl x ( 5 + 2 ) ] : [ 5 x 2 ]
Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan bahwa :
cl = wl . [ ( N + S )/NS ]
dan wl = cl . [ NS/( N + S ) ]
Demikian juga pada segitiga KDC, y/wr = 1/2 ,maka y = wr/2 dan dalam segitiga GDK, x/wr = 1/5 ,maka x = wr/5.
cr = ( y – x ) = [ wr/2 ] - [ wr/5 ] = [ 5wr - 2wr ] : [ 5 x 2 ]
= [ wr x ( 5 - 2 ) ] : [ 5 x 2 ]
Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan bahwa :
cr = wr . [ ( N - S )/NS ]
dan wr = cr . [ NS/( N - S ) ]
Rumus umum: jarak horizontal = jarak vertikal x [ ( N x S )/( N ± S ) ]
Total luas = luas trapesium HGCB + luas segitiga GDC + luas segitiga ABH = ( c x w ) + ( cr/2 x wr ) + ( cl /2 x wl ) A B C D E G H F c cr cl w wl wr x y y x 1 s 1 : N
Penampang dengan Kemiringan yangDiketahui
J
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 34 2.5.1.3. Cara Mekanis
Untuk menentukan luas dengan metode mekanis digunakan suatu cara planimetris dengan bantuan alat planimeter. Alat ini dapat menentukan luas sekalipun bentuknya tidak beraturan. Prinsip kerja dari planimeter adalah selisih luas tanah yang dilukis oleh dua ujung tongkat yang bergerak di bidang datar.
Planimeter dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Planimeter dengan model indeks yang tetap 2. Planimeter dengan tongkat bergelinding
Kedua model planimeter tersebut terdiri dari sebuah lengan panjang yang tetap yang disebut lengan polar. Lengan polar ini dikaitkan dengan sebuah kutub blok P yang tetap, sehingga blok P ini bergerak menjadi tumpuan dari pola pengukuran luas. Bagian kedua adalah sebuah pengikut jejak yang membawa sebuah titik telusur dan titik ini dapat bergerak ke segala arah. Bagian yang menghubungkan kedua lengan tersebut yaitu mesin kecil dengan roda yang berputar di bawahnya. Alat ini akan menunjukkan jumlah atau besar putaran yang dilakukan nantinya. Besar dari luas daerah yang diukur tersebut hanya dapat ditentukan yaitu bila titik telusur telah kembali ke titik awal.
2.5.2. Perhitungan Volume
Yang dimaksud perhitungan volume disini adalah perhitungan volume rencana pekerjaan galian atau timbunan tanah. Perhitungan ini pada dasarnya merupakan masalah geometri benda padat. Pekerjaan galian dan timbunan juga dilakukan berdasarkan potongan melintang yang mempunyai interval sama (100, 200, 300, …). Demikian pula rentangan garis tengah juga belum tentu sama panjang, baik kiri maupun kanan, sehingga untuk setiap potongan melintang akan didapatkan beberapa bentuk luasan. Jadi luas penampang yang satu belum tentu
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 35
sama dengan yang lain. Untuk menghitung volume tersebut digunakan rumus-rumus pendekatan/taksiran sesuai dengan model permukaan serta tingkat ketelitiannya.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung volume, yaitu :
2.5.2.1. Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur
Perhitungan volume dari lokasi yang dibatasi atau berdasarkan dasar data-data garis kontur.
Keterangan gambar :
: Garis kontur
110, 120,… : Elevasi / ketinggian
Rumus perhitungan volume berdasarkan garis kontur : Jika hanya terdiri dari dua penampang :
V = 1/2 .( A1 + A2 ) x I
Jika terdiri lebih dari dua penampang : V = 1/3 .I ( A1 + 4A2 + A3 )
Jika garis konturnya lebih banyak lagi maka : V = 1/3 .I (A1 + A5 + 2A3 + 4(A2 + A4 ))
Keterangan rumus : V : volume
A1,A2,….: luas daerah pada masing-masing penampang
I : interval garis kontur / jarak antar profil 2.5.2.2. Perhitungan Volume Dengan Rumus Prismoida
Metode prismoida adalah metode yang menunjukkan bahwa suatu benda padat itu dibatasi oleh dua bidang sejajar pada bagian atas dan bawahnya serta dibatasi beberapa bidang datar di sekelilingnya.
110 120
13 0
Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur
A1
A2
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 36
Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode prismoida :
V = ( 1/3 x d /2 ) x ( A1 + A2 + 4M ) V = d/6 .( A1 + A2 + 4M ) Keterangan rumus : V : volume
A dan M : luas daerah d : jarak antar profil
2.5.2.3. Perhitungan Volume Dengan Rumus Simpson
Pada metode simpson ini, penampang melintang dibagi menjadi potongan dalam bagian yang sama dan dalam jumlah yang ganjil minimal tiga buah potongan melintang.
A1
M
A2 d
Perhitungan Volume Dengan MetodePrismoida
A5 A1 A2 A3 A4 d 0 25 50 75 100
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 37
Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode simpson :
V = d/3 [ A1 + A5 + 2A3 + 4( A2 + A4)] Keterangan rumus :
V : volume
A1, A2,… : luas daerah d : jarak antar profil
2.5.2.4. Perhitungan Volume Berdasarkan Titik Tinggi ( Spot Height )
Prinsip perhitungan volume timbunan atau galian dengan data titik-titik tinggi yang diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut :
V = Hr x A
Keterangan rumus : V : volume Hr : tinggi rata-rata
A : luasan yang dibatasi titik tinggi
Dari data diatas dapat dihitung volume pada luasan 1: Hr = ¼ (2.00 + 3.00 + 4.00 + 2.00) = 2,75 m V = 2,75 m x (10 m x 8 m ) = 220 m3 A B D E G C F H I 1 2 3 4 2.00 3.00 4.00 2.00 1.00 1.00 2.00 3.00 2.00 10 m 8 m
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 38 2.6. Program AutoCAD
Program ini merupakan suatu kelengkapan dari sistem pengolahan ini karena secara umum pengukuran dilapangan pada akhirnya akan ditampilkan dalam bentuk gambar ataupun peta. Sehingga diperlukan suatu program berupa program CAD/CAM.
Adapun perintah-perintah yang sering dipakai dan digunakan dalam praktikum ini antara lain :
LINE adalah Perintah ini merupakan perintah dasar dalam program AutoCAD yakni perintah untuk membuat garis lurus.
ERASE adalah perintah untuk menghapus sebagian maupun keseluruhan dari gambar yang dibuat.
ZOOM adalah perintah untuk menampilkan gambar dalam skala tertentu
TRIM adalah perintah memotong dan menghapus suatu objek dengan terlebih dahulu menentukan batasan daerah yang akan dihapus.
EXTEND adalah kebalikan dari perintah TRIM, yakni untuk memanjangkan suatu objek gambar sehingga suatu batasan tertentu BLOCK adalah perintah untuk membuat suatu grup dari sekumpulan
objek yang akan dipakai dalam proses selanjutnya seperti penghapusan ataupun pengkopian.
INSERT adalah perintah untuk memanggil dan menempatkan suatu BLOCK yang sudah ditentukan.
ROTATE adalah perintah untuk memutar suatu objek dalam besaran tertentu terhadap suatu titik acuan( BASE POINT ).
TEXT adalah perintah untuk menampilkan dan menyisipkan suatu deretan huruf atau angka dalam gambar
COLOR adalah perintah untuk memberikan warna terhadap objek. SCALE adalah perintah untuk merubah tampilan dalam skala tertentu. SCRIPT adalah perintah yang digunakan untuk memanggil suatu file
berextensi SCR yang berisi kumpulan perintah-perintah tunggal dalam suatu proses penggambaran.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 39
DIAGRAM PROSES PENGGAMBARAN
AUTOCAD
PEMANGGILAN FILE SCR DENGAN RUN SCRIPT PENGGAMBARAN DILAYAR
MONITOR
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 40
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Pengukuran Poligon
Tujuan praktikum : Untuk menentukan posisi titik-titik poligon yang akan dijadikan sumbu proyek pada jalur jalan yang akan dibuat.
Alat yang digunakan : 1. Theodolite 2. Rambu ukur 3. Statif 4. Jalon
5. Patok kayu dan paku payung 6. Payung
Langkah kerja :
1. Sebelum dilakukannya pengukuran, lakukanlah pengecekan terhadap kondisi lapangan yang akan diukur untuk menentukan jalur pengukuran. Memasang titik-titik poligon sebagai kerangka dasar pemetaan untuk mempermudah pelaksanaan praktikum. Dalam pemasangan titik poligon hendaknya posisi titik-titik poligon saling terlihat dan tidak terhalang oleh apapun yang dapat mengganggu proses pengukuran karena titik-titik poligon ini akan dijadikan tempat berdiri alat saat pengukuran titik detail. Dalam praktikum survei rekayasa ini, digunakan 4 buah titik poligon dengan 3 ruas garis poligon dengan masing-masing jarak 50 m- 100 m dan sudut antar titik poligon sebesar 110o – 150o.
2. Dirikan alat ukur theodolite pada titik ITN 009 dan lakukan pengaturan alat theodolite (centering optis, nivo kotak dan nivo tabung) sebagai persyaratan supaya alat siap digunakan.
3. Mengarahkan teropong dan bidiklah (mengepaskan posisi benang silang pada teropong) jalon yang didirikan di atas BM 008 (sebagai
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 41
backsight) dan mengatur bacaan sudut horizontal pada bacaan 00o00’00’’ dalam keadaan bacaan biasa (B).
4. Memutar alat dan membidik paku payung pada patok P1 kemudian
lakukan pembacaan sudut horizontal dalam keadaan biasa (B).
5. Mengubah keadaan alat pada posisi luar biasa (LB) dan bidiklah paku payung pada patok P1 dan kemudian pada BM1 serta lakukan
pembacaan sudut horizontalnya dan catatlah datanya sebanyak dua seri rangkap.
6. Pindahkan alat di atas patok P1 dan lakukan pengaturan alat seperti
langkah 2.
7. Lakukan pengukuran sudut horizontal seperti langkah kerja di atas untuk titik-titik berikutnya sebanyak dua seri rangkap, yaitu titik-titik (BM009-P1-P2), ( P1-P2-P3), ( P2-P3-P4 ).
Gambar Poligon Terbuka Terikat Sempurna Keterangan gambar :
BM : Titik tetap (Bench Mark) A – D : Titik poligon
DBM1….DP4 : Jarak sisi poligon
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 42 3.2. Pengukuran Waterpass
Tujuan praktikum : Untuk menentukan beda tinggi antara dua titik BM dan antar titik patok serta titik-titik detail lainnya.
Alat yang digunakan :
1. Waterpass Wild NA 28 No.741496 2. Rambu ukur
3. Statif
4. Unting-unting 5. Rollmeter 6. Payung
3.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang
Pengukuran waterpass memanjang dilakukan dengan cara waterpassing memanjang pergi pulang dan pengukuran dilakukan dari titik BM 009
sampai dengan titik BM 004.
Ketelitian pengukuran yang disarankan adalah 8D mm, dimana D merpakan jumlah jarak pengukuran pergi pulang dalam satuan kilometer. Langkah kerja :
1. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapannya untuk pengukuran. 2. Membagi jalur pengukuran menjadi beberapa slag.
3. Dirikan alat ukur waterpass di antara dua buah rambu ukur yang jaraknya hampir sama yaitu di antara rambu ukur belakang di BM 009
dengan rambu ukur muka di patok A.
4. Lakukan pengaturan alat ukur waterpass untuk pengukuran waterpass memanjang pergi, lalu bidik dan bacalah bacaan benang atas, benang tengah, benang bawah pada rambu ukur belakang dan catatlah.
5. Putar dan arahkan teropong waterpass untuk membidik rambu ukur muka di patok A kemudian baca dan catatlah pembacaan benang silangnya.
6. Lakukanlah kontrol bacaan rambu ukur dengan rumus : bt = ( ba + bb ) : 2
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 43
keterangan rumus :
bt : benang tengah ba : benang atas bb : benang bawah
7. Setelah semua titik poligon terukur, maka pengukuran waterpass memenjang pergi sudah selesai. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran waterpass memenjang pulang dengan cara mendirikan alat pada slag antara titik patok BM 004 dan titik P4.
8. Bidik rambu ukur dengan posisi rambu ukur di patok BM 004 sebagai
rambu belakang dan rambu ukur di titik P4 sebagai rambu muka,
kemudian catat hasil pengukurannya dan dikontrol seperti cara yang telah dijelaskan di atas.
9. Pindahkan alat pada slag berikutnya untuk melanjutkan pengukuran waterpass memanjang pergi-pulang. Lakukan pengukuran hingga titik terakhir sesuai dengan jalur pengukurannya seperti cara yang telah dijelaskan di atas (point 3 sampai 8).
10. Hitunglah beda tinggi (h) untuk setiap titik poligon dan jumlahkan pada masing-masing pengukuran pergi dan pulang, sehingga diketahui selisih antara pengukuran waterpass memanjang pergi dengan pulang yang harus masuk batas toleransi yang telah ditentukan.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 44
Keterangan gambar :
B : Bacaan benang tengah rambu belakang
M : Bacaan benang tengah rambu muka
ITN 009, P1, P2,….ITN 004 : Titik tempat rambu didirikan
1 slag : 1 kali berdiri alat
3.2.2. Pengukuran Waterpass Profil
3.2.2.1.Pengukuran Waterpass Profil Memanjang
Tujuan praktikum : Untuk mengetahui profil tanah secara memanjang pada suatu tempat.
Alat yang digunakan : 1. Waterpass Wild NA 28 2. Rambu ukur 3. Rollmeter 4. Statif 5. Unting-unting 6. Payung Langkah kerja :
1. Dirikan alat ukur waterpasss di luar jalur pengukuran (misalkan posisi alat I) dan atur alat sesuai dengan syaratnya.
2. Membagi panjang jalur pengukuran dengan ukuran 10 m (setiap slag) 3. Bidik dan baca bacaan benang silang pada rambu ukur di titik P1
sebagai bacaan rambu ukur belakang, dan rambu ukur dititik Asebagai bacaan rambu ukur muka.
4. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 45
Keterangan gambar :
P1, A, B,… : Titik-titik patok sepanjang jalur poligon (center line)
I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran
rb : Rambu belakang
rm : Rambu muka
5. Selanjutnya pindahkan alat pada posisi II dan pengukuran dilanjutkan dengan melakukan pembidikan pada rambu ukur pada titik patok B sebagai titik ikat dan dibaca sebagai rambu belakang dan catat hasil pengukurannya.
6. Kemudian untuk pembacaan rambu berikutnya sama dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya.
7. Lakukan pengukuran waterpass profil memanjang terhadap titik patok yang telah dibuat pada jalur pengukuran hingga titik P4 dengan cara
yang sama seperti cara di atas.
8. Ukurlah tinggi masing-masing patok pada jalur pengukuran untuk digunakan pada proses perhitungan beda tinggi.
3.2.2.2.Pengukuran Waterpass Profil Melintang
Tujuan praktikum : untuk mengetahui profil tanah secara melintang pada suatu tempat tertentu.
Alat yang digunakan : 1. Waterpass Wild NA 28 2. Rambu ukur 3. Jalon 4. Statif 5. Unting-unting 6. Payung Langkah kerja :
1. Dirikan waterpass di atas patok P1 dan atur sesuai persyaratannya,
kemudian lakukan pelurusan terhadap patok berikutnya (titik A) dengan cara mengarahkan teropong waterpass ke arah patok tersebut dengan bantuan jalon, setelah itu putarlah waterpass 90o ke kanan.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 46
2. Bidik dan bacalah rambu ukur yang didirikan di depan teropong tersebut pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) jarak maksimal 10 meter di sebelah kanan kiri jalur poligon (ditandai dengan angka yang mengikuti nama titik profil sebelah kiri).
3. Putarlah teropong sebesar 180o dan lakukan pembacaan rambu ukur pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) jarak maksimal 10 meter di sebelah kanan kiri jalur poligon (ditandai dengan huruf yang mengikuti nama titik profil sebelah kanan).
4. Untuk pengukuran pada titik poligon yang membentuk sudut maka pengukuran profil melintang dilakukan sampai menenmpuh jarak maksimal 20 meter ke kiri dan ke kanan. Sedangkan teropong diarahkan sebesar setengah dari sudut antara dua ruas poligon yang bersangkutan.
5. Dengan cara yang sama lakukan pengukuran profil melintang pada setiap titik patok sebagai sumbu proyek hingga mencapai titik poligon terakhir.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 47 Gambar Waterpass Profil Melintang Pada Setiap Patok
Keterangan gambar :
A,B,C,…. : Titik poligon
A1, A2, A3,….. : Titik patok pada setiap ruas poligon
1, 2, 3, 4,….. : Irisan melintang titik detail di sebelah kiri center line/sumbu proyek
a, b, c, d,….. : Irisan melintang titik detail di sebelah kanan center line/sumbu proyek
TI : Tinggi instrumen : Patok
: Permukaan tanah : Rambu ukur
6. Tinggi instrumen pada setiap berdiri alat harus diukur untuk digunakan pada proses perhitungan selanjutnya.
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 48
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
4.1. Perhitungan Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Dalam pekerjaan survey rekayasa disini menggunakan pengukuran
Poligon Terbuka Terikat Sempurna. Sedangkan perhitungan data poligon terbuka
terikat sempurna menggunakan Microsoft Excel adalah sebagai berikut: a. Data Poligon Titik Sdt. Hz Jarak BM008 0° 0’ 0” - ITN009 159° 53’ 30” 17.93 P1 217° 33’ 24” 59.77 P2 129° 57’ 01” 79.81 P3 130° 11’ 00” 60.00 P4 240° 55’ 47.5” 30.55 ITN 004 126° 52’ 54” - ITN 002
Adapun data – data tambahan untuk dapat melakukan perhitungan poligon tersebut adalah : Jumlah titik : 4 Azimuth awal : 11049’17” XITN 008 : 680009.220 YITN 008 : 9124502.633 HITN 008 : 523.310 XITN 009 : 680066.426 YITN 009 : 9124480.878 HITN 009 : 523.132 XITN 004 : 680266.459 YITN 004 : 9124523.708 HITN 004 : 520.676 XBM2 : 680300.817 YBM2 : 9124576.201
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 49
HBM2 : 519.816
Pengolahan data diatas dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel hasil perhitungannya terlihat pada tabel sebagai berikut :
∑D = 248.06 fx = ∑fx = 0.072 fy = ∑fy = -0.099 fl = √fx2 + fy2 Ketelitian = 1/∑D = 1/246.20 = 2031.948 4.2. Perhitungan Waterpass 4.2.1. Pengukuran Waterpass Profil
Didalam pengukuran waterpass profil yang digunakan pada pengukuran survey rekayasa adalah sebagai berikut :
4.2.1.1.Perhitungan Waterpass Profil Memanjang 1. Perhitungan Jarak
D = (Benang Atas – Benang Bawah) * 100 2. Perhitungan Beda Tinggi
h = Benang Tengah Belakang – Benang Tengah Muka 3. Perhitungan Elevasi
H = Elevasi Awal + h
4. Perhitungan toleransi kesalahan pada pengukuran waterpass pergi-pulang Rumus = 10√Σd
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 50
Dalam hal ini, jumlah jarak (Σd) dalam satuan Km.
Susunan data profil memanjang setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel adalah :
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 51 4.2.1.2.Perhitungan Waterpass Profil Melintang
Input data profil melintang adalah : Pada STA 00+000
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 52 4.3. Perhitungan Perencanaan Kurva
Dalam perhitungan kurva dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurva horisontal dan kurva vertikal. Hasil dari perhitungan kedua kurva tersebut dapat digunakan dalam perencanaan Elevasi Center Line (CL) badan jalan. 4.3.1. Perhitungan Kurva Horizontal
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 53 4.3.2. Perhitungan Kurva Vertikal
Kelandaian Kurva Vertikal : g = (H Tengah – H Rencana )/DP1-I
Konstanta Elevasi : X = (q2 – q1)/ 2L 4.3.2.1.Staking Out Kurva Vertikal
STA(00+000) sampai STA 00+200
L = 274 m Elevasi Awal = 521.750 m Elevasi Tengah = 521.750 m Elevasi Akhir = 521.000 m q1 = L E Etengah awal 2 / 1 = 1/2274 521.750 -521.750 0.00 q2 = L Etengah Eakhir 2 / 1 = 1/2 274 521.750 521.000 = -0.075 X = L q q 2 1 2 = 274 2 0 0.075 --0.00014 EV = -0.000046875 800 0.00547445 -800 *L X
Hitungan elevasi perencanaan tiap 10 m :
H = HTengah + (q1 * n) + (((q2-q1)/(2*L))*n2) STA 00+000 = 521.750 + ((0.00) * 02) = 521.750 m q1 EV q2 STA 00+100 STA 00+000 STA 00+200
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 54
Adapun hasil keseluruhan perhitungan kurva vertikal dapat dilihat pada tabel dibawah ini
STA JARAK ELEVASI
00+000 0 521.750 00+010 10 521.750 00+020 20 521.750 00+030 30 521.750 00+040 40 521.750 00+050 50 521.750 00+060 60 521.750 00+070 70 521.750 00+080 80 521.750 00+090 90 521.750 00+100 100 521.750 00+110 110 521.650 00+120 120 521.600 00+130 130 521.525 00+140 140 521.450 00+150 150 521.375 00+160 160 521.300 00+170 170 521.225 00+180 180 521.150 00+190 190 521.075 00+200 200 521.000
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 55 4.3.3 Perhitungan Kurva Horisontal
4.3.3.1.Kurva I Horizontal
Diketahui :
Panjang Tangent = 20 meter
titik P1-P2 = 125 16’ 00” titik P2-P3 = 75 12’ 56” 1. Sudut Defleksi (θ) θ = α P1-P2 - α P2-P3 =126 51’ 32” - 75 12’ 49”- = 50 03’ 04” 2. Jari-jari R = 2 1 tan 2 1T T = 04" 03' 50 2 / 1 tan 20 = 42.8401 meter
3. Panjang Tali Busur T1T2 = 2R * sin ½ θ = 2 (42.8401) sin ½ (50 03’ 04”) = 37.42278067 meter B T T 1 A C C V / 2 / 2 R R O Kurva Horizontal
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 56 4.3.3.1.1. Perhitungan Kecepatan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : V = R ( 127 ( emr + fm ))
Dimana :
V = Kecepatan R = Jari – jari
e = Kemiringan badan jalan Data yang di ketahui :
R = 45.78865387 m Emr = 0.05% fm = 0.160 Data perhitungannya : V = 45.7886538 7 ( 127 ( 0.05%+ 0.160)) = 137.9296695 km/ jam
4.3.3.1.2. Perhitungan Panjang Tikungan Peralihan (Ls)
Panjang lengkung peralihan (Ls), nenurut Tata Cara Perencanaan Geometeri Jalan Antar Kota, 1997, berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk melintasi lengkung peralihan, yaitu :
T V Ls R 6 . 3 Dimana :
T = waktu tempuh = 3 detik.
Гe = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai berikut :
Untuk VR ≤ 70 km/jam Гe mak=0.035 m/m/det
Untuk VR ≥ 80 km/jam Гe mak=0.025 m/m/det
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut : Diketahui : T = 3 detik VR = 30 km/jam Perhitungan : 25 3 6 . 3 30 6 . 3 V T Ls R m b
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 57
Maka dari persamaan diatas didapatkan Panjang Lintang Peralihan (Ls) sebesar 25m.
4.3.3.1.3. Perhitungan Kemiringan Badan Jalan
Dalam perhitungan Kemiringan Badan Jalan, rumus yang digunakan adalah :
En = 0.02 + ( emax – 0.02 )
90 dimana :
en = Kemiringan badan jalan emax = Kemiringan badan jalan max θ = Sudut defleksi
Data di ketahui sebagai berikut :
emax = 0.10% = 5003’04” Data perhitungannya : en = 0.02 + ( 0.10% – 0.02 ) 5003’04” 90 en = 0.05 %
4.3.3.1.4. Perhitungan Kemiringan Badan Jalan
Rumus yang digunakan untuk perhitungannya adalah : emr = 0.02 + ( emax – 0.02 )
90 dimana :
emr = Kemiringan badan jalan
emax = Kemiringan badan jalan max/ min = Sudut defleksi
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 58
Data di ketahui sebagai berikut :
emax = 0.10% = 5003’04” Data perhitungannya : emr = 0.02 + ( 0.10% – 0.02 ) 5003’04” 90 emr = 0.05%
4.3.3.2. Perhitungan Staking Out Kurva II Horizontal
Diketahui :
Panjang Tangent = 40 meter
titik P2-P3 = 75 12’ 56” titik P3-P4 = 2851’46” 1. Sudut Defleksi (θ) θ = P2-P3 - P3-P4 = 7512’56’’ - 2523’50” = 49º 49’ 6’’ I T T 1 A B C V / 2 / 2 R R O Kurva Horizontal
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 59 2. Jari-jari (R) R = 2 1 tan 2 1T T = ' 6' 49' 49º . 2 1 tan 20 = 43.06841034 m
3. Panjang Tali Busur T1T2 = 2R * sin ½ θ
= 2*43.06841034 * sin ½ 49º 49’ 6’’ = 37.44724669 m
4.3.3.2.1. Perhitungan Kecepatan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : V = R ( 127 ( emr + fm ))
Dimana :
V = Kecepatan R = Jari – jari
emr = Kemiringan badan jalan Data yang di ketahui :
R = 43.06841034 m emr = 0.05% fm = 0.160 Data perhitungannya : V = 37.4472466 9 ( 127 ( 0.05% + 0.160)) = 124.7351069 km/ jam
4.3.3.2.2. Perhitungan Kemiringan Badan Jalan
Rumus yang digunakan untuk perhitungannya adalah : emr = 0.02 + ( emax – 0.02 )
90 dimana :
emr = Kemiringan badan jalan
Jurusan Teknik Geodesi Geoinformatika 60 = Sudut defleksi
Data di ketahui sebagai berikut : emax = 0.10% = 49º 0’ 3’’ Data perhitungannya : emr = 0.02 + ( 0.10% – 0.02 ) 49º 49’ 6’’ 90 emr = 0.05%
4.3.4. Desain Badan Jalan Pada Kurva I dan II 4.3.4.1.Desain badan jalan normal
Terdapat pada titik stationing :
STA 00 + 000 - STA 00 + 010, STA 00+020, dan STA 00+030 – STA 00+040 Contoh hitungan: STA 00 + 000 Center line (HCL) = 521.750 H1,H4,H5,dan H8 = HCL + ( -e * d ) = 521.750+ ( -0.03 ) = 521.720 H2,H3,H6,dan H7 = H1,H4, H5,atau H8 + (-0,5) = 521.220 – 0.5 = 520.720