• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN Survey Rekayasa Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN Survey Rekayasa Jalan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Survei Rekayasa atau yang lebih dikenal dengan Survei Teknik Sipil ini, merupakan bagian dari Ilmu Geodesi. Dalam pelaksanaannya survei teknik sipil ini sangat bergantung pada Ilmu Geodesi seperti Ilmu Ukur Tanah yang menerapkan metode-metode pengukuran dan pemetaan, serta perhitungan dan analisa data hasil pengukuran, (Silvia Sukirman:1999).

Pada dasarnya pekerjaan survei rekayasa ini diterapkan dalam rencana konstruksi untuk pembuatan jalan raya, saluran air dan lain sebagainya yang berhubungan erat dengan galian dan timbunan, (Silvia Sukirman:1999).

Pengukuran yang dilakukan untuk keperluan konstruksi tersebut berupa pengukuran poligon, pengukuran beda tinggi, pengukuran profil memanjang dan profil melintang. Karena berkaitan dengan galian dan timbunan, maka perhitungan luas dan volume dari galian dan timbunan tersebut sangat diperlukan, (Silvia Sukirman:1999).

Dari hasil pengukuran di atas, data hasil pengukurannya diolah (dimasukan dalam suatu perhitungan) dan disajikan dalam bentuk peta. Selanjutnya pada peta tersebut akan dilengkapi dengan membuat rancangan pekerjaan konstruksi yang lengkap dengan bidang persamaan yang memperlihatkan bentuk dari konstruksi yang akan dibuat. Setelah rancangan konstruksi selesai dibuat oleh ahli rancang bangunan (tenaga ahli di bidang teknik sipil dan arsitektur) sehingga menghasilkan suatu peta rencana (site plan), maka site plan tersebut akan dikembalikan kepada ahli penentu posisi di atas permukaan bumi (tenaga ahli di bidang teknik geodesi) untuk menentukan posisi rencana konstruksi di lapangan sesuai dengan sudut dan jarak yang terukur pada site plan, (Silvia Sukirman:1999).

Proses pemindahan suatu bentuk rancangan konstruksi di atas peta ke atas permukaan bumi, disebut dengan setting out atau staking out.

1 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(2)

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PRAKTIKUM

1.2.1. Maksud Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa

Maksud diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :

 Untuk merencanakan pembuatan jalan termasuk bagian-bagiannya yang meliputi badan jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan kemiringan jalan.

 Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang teori-teori yang berkaitan dengan praktikum survei rekayasa ini, yang pernah di dapat dalam perkuliahan.  Agar mahasiswa mampu menerapkan teori-teori tersebut dengan melakukan praktek

langsung di lapangan.

 Agar mahasiswa memiliki pengalaman kerja lapangan, yang kelak di kemudian hari dapat dijadikan bekal dalam bekerja.

1.2.2. Tujuan Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa

Tujuan diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :

 Dapat melaksanakan proses pengambilan data di lapangan untuk perencanaan desain jalan.

 Dapat melaksanakan proses pengolahan data untuk perencanaan desain jalan.

 Dapat menentukan posisi titik-titik di lapangan dari data hasil perhitungan perencanaan desain jalan berikut bagian-bagiannya yang meliputi badan jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan kemiringan jalan.

1.3. VOLUME PEKERJAAN

Adapun volume pekerjaan yang dilakukan pada praktikum Survei Rekayasa kali ini meliputi beberapa hal, yaitu :

1. Pengukuran Poligon Terbuka Terikat Sepihak

2. Pengukuran Sipat datar/Waterpass Memanjang Pergi Pulang 3. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Memanjang 4. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Melintang 5. Perhitungan Luas dan Volume

6. Perhitungan Perencanaan Desain Jalan Dengan Menggunakan Cara : - Kurva Horisontal

7. Staking Out

2 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(3)

8. Report Elevasi Pada Titik Rencana Jalan 9. Proses Penggambaran

1.4. METODE PENULISAN 1.4.1. Studi Lapangan

Penyusunan laporan ini didasari pada pelaksanaan praktikum survei rekayasa yang dilaksanakan di Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang (Tasik Madu).

1.4.2. Studi Literatur

Dalam penyusunan laporan hasil praktikum ini selain didasarkan pada prosedur yang diberikan oleh pembimbing, juga ditunjang dengan buku-buku yang berkaitan dengan materi praktikum survei rekayasa, serta ditambah dengan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan sebagai acuan untuk melengkapi penulisan laporan ini.

3 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(4)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. PENGUKURAN POLIGON

Pada pemetaan situasi suatu wilayah, biasanya digunakan metode poligon untuk penentuan posisi baik secara horisontal maupun vertikal.

Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan

dari pengukuran lapangan yang membentuk segi banyak, dimana dari rangkaian tersebut akan terbentuk sudut dan jarak antar titik, sehingga dapat ditentukan posisi ( koordinat ) tiap-tiap titiknya dalam sistem referensi yang ditentukan. Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai kerangka kontrol peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik polygon, (Wongsosutjitro.S:1980).

Pengukuran poligon merupakan salah satu metode penentuan titik diantara metode penentuan titik yang lain. Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat fleksibel karena prosedur pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita yang disesuaikan dengan daerah atau lokasi pengukuran untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran.

Ada dua bentuk dasar poligon :

1. Poligon tertutup, merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir berhimpit pada titik yang sama.

2. Poligon terbuka, merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir tidak berhimpit pada titik yang sama.

Poligon ini dibedakan lagi menjadi :  Poligon terbuka terikat sempurna  Poligon terbuka terikat sepihak  Poligon terbuka lepas

Data-data yang dibutuhkan untuk dapat menghitung suatu poligon adalah :  Data Besaran Sudut

Sudut adalah besaran atau selisih antara dua buah arah yang memiliki nilai.

 Data jarak

Jarak merupakan hubungan terpendek antara dua buah titik.

4 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(5)

 Data azimuth

Azimuth merupakan sudut yang diukur searah jarum jam dan dimulai dari arah utara

sebagai 0o

Pada pelaksanaan praktikum survei rekayasa ini, pengukuran poligon menggunakan jenis poligon terbuka terikat sempurna.

Poligon terbuka terikat sempurna merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan

titik akhir tidak terletak pada titik yang sama dan biasanya menggunakan satu titik tetap (BM) yang berada pada titik awal saja, atau suatu bentuk poligon yang salah satu ujungnya diikat dengan sistem ikatan, dimana sistem ikatannya dapat berupa ikatan koordinat dan azimuth.

Titik tetap itu merupakan titik yang sudah ditentukan koordinat ataupun azimuthnya dalam sistem referensi yang tertentu pula. Pada poligon terbuka terikat sepihak, biasanya menggunakan 2 BM di muka (awal poligon), (Wongsosutjitro.S:1980).

Kelemahan dari pengukuran dengan metode ini adalah apabila titik tetap yang ada tidak dibuat oleh satu perusahaan yang memetakan lokasi tersebut.

Gambar 2.1 Pengukuran Poligon Terikat Sepihak. Keterangan gambar :

U : Arah utara

BM : Bench Mark

S1…S6 : Sudut antar titik poligon

5 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

BM1 BM2 P3 P4 P2 P1 S 3 S4 S5 U ( X 1 ,Y1 ) ( X 2 ,Y2 ) DP1-P2 D P3-P4 DP2-P3 DBM2-P1 S 6 S2 S 1

(6)

dBM2-1,… : Jarak antar titik poligon

Pada poligon terbuka terikat sempurna ini, data yang diketahui/ditentukan adalah BM1, BM2, koordinat awal dan akhir, azimuth awal dan akhir.

Azimuth awal (BM2-BM1) = Arc Tan [(XBM2 – XBM1) / (YBM2 – YBM1)] Azimuth akhir (BM2-BM1) = Arc Tan [(XBM4 – XBM3) / (YBM4 – YBM3)]

Sedangkan data yang diukur adalah semua sudut dan semua jarak antar titik poligon. Jarak antar dua BM tidak perlu diukur karena koordinat BM telah diketahui. Namun dapat pula diukur sebagai kontrol di lapangan.

Berikut ini adalah rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan pada poligon terbuka terikat sempurna.

Rumus menghitung jarak dan azimut rata-rata :

n

x = ∑ Xi i = 1 n

Rumus menghitung azimuth :

n-(n+1) = (n-1)-n + 180o + Sn-(n+1) + KSn-(n+1)

Rumus menghitung jarak sisi poligon :

DBM1-BM2 = √(XBM2 – XBM1)2 + (YBM2 – YBM1)2

Rumus dasar poligon untuk mencari koordinat X dan Y :

X(n+1) = Xn + dn-(n+1) sin n-(n+1)

Y(n+1) = Yn + dn-(n+1) cos n-(n+1)

2.2. PENGUKURAN WATERPASS

Pengukuran waterpass merupakan suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah. Pengukuran beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah merupakan bagian yang sangat penting dalam ilmu ukur tanah. Pengukuran waterpass berkaitan dengan penentuan posisi vertikal titik-titik di permukaan tanah, atau berkaitan dengan penentuan beda tinggi titik-titik di permukaan tanah. Beda tinggi merupakan jarak terpendek atau perbandingan tinggi antara dua buah titik di permukaan bumi dalam posisi vertikal. Dalam pengukuran sipat datar/waterpass, terdapat beberapa metode pengukuran untuk mendapatkan beda tinggi antar titik-titik, yaitu :

6 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(7)

2.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang

Pengukuran sipat datar/waterpass memanjang adalah suatu metode pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua buah titik di permukaan bumi yang letaknya berjauhan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan ketinggian titik-titik utama yang telah diorientasikan di permukaan bumi dengan membagi jarak antara titik secara berantai atau menjadi slag-slag yang kecil secara memanjang yang ditempuh dalam satu hari pergi-pulang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sipat datar/waterpass memanjang, antara lain:

1. Menghilangkan kesalahan nol skala rambu yaitu dengan menentukan slag genap dalam satu seksi pengukuran beda tinggi (pengukuran pergi-pulang).

2. Kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran.

3. Usahakan jarak dari alat ke rambu belakang sama dengan dari alat ke rambu muka, untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo.

4. Gunakan nivo rambu agar rambu ukur benar-benar tegak.

Keterangan gambar :

B : Bacaan benang tengah rambu belakang M : Bacaan benang tengah rambu muka A,1,2,B : Titik tempat rambu didirikan

7 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A 1 2 B BA MA B1 M1 B 2 M2 Pergi A 1 2 B M1 B1 M2 B2 M B BB Pulang 1 slag 1 slag Gambar 2.2

Pengukuran Sipat Datar / Waterpass Memanjang Pergi Pulang

(8)

1 slag : 1 kali berdiri alat

Rumus perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang adalah:

Beda tinggi ( h ) = bt (belakang) – bt (muka)

Elevasi ( Hn ) = H awal + hn

Keterangan rumus :

h : beda tinggi antara dua titik

bt (belakang) : bacaan benang tengah rambu belakang bt (muka) : bacaan benang tengah rambu muka Hn : elevasi titik n

H awal : elevasi awal

2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil

Pengukuran sipat datar/waterpass profil ini merupakan pengukuran beda tinggi untuk menggambarkan irisan vertikal dan elevasi pada jalur pengukuran.

Tujuan dari pengukuran ini dalam aplikasinya yaitu untuk mengukur titik yang menandai perubahan arah, seperti kemiringan permukaan tanah, titik-titik genting seperti jalan, jembatan, dan gorong-gorong. Berdasarkan metode pengukurannya sipat datar/waterpass profil dibedakan menjadi 2, yaitu :

2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Profil Memanjang

Tujuan pengukuran dengan menggunakan metode sipat datar/waterpass profil memanjang adalah untuk mendapatkan detail dari suatu penampang/irisan tegak pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.

Dalam pengukuran waterpass profil memanjang ini, data-data yang diukur adalah bacaan rambu muka, rambu tengah dan rambu belakang .

8 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(9)

Keterangan gambar :

A, A1, A2,… : Titik-titik patok sepanjang jalur poligon (center line) I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran

rb : Rambu belakang

rt : Rambu tengah

rm : Rambu muka

Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran sipat datar profil memanjang adalah :

Beda tinggi (h) = bt (belakang) – bt (muka)

Elevasi ( H ) = H (awal) + h Jarak ( d ) = ( ba – bb ) * 100 Keterangan rumus : h : beda tinggi H : elevasi d : jarak 9 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A A1 A2 A3 A4 B

I II

Gambar 2.3 Pengukuran sifat datar profil Pengukuran Situasi Sipat Datar Profil

Memanjang

rb rt r

m

rb rt rt r

(10)

bt : bacaan benang tengah ba : bacaan benang atas bb : bacaan benang bawa

2.2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil Melintang

Tujuan dari pengukuran sipat datar profil melintang adalah untuk menentukan elevasi titik-titik dengan bantuan tinggi garis bidik yang diketahui dari keadaan beda tinggi tanah yang tegak lurus di suatu titik tertentu terhadap garis rencana (sumbu proyek) yang didapat dari hasil pengukuran sipat datar profil memanjang.

Profil melintang dibuat tegak lurus dengan sumbu proyek dan pada tempat-tempat penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek melengkung atau belokan, maka jaraknya dibuat lebih rapat daripada jarak terhadap garis proyek yang lurus. Profil melintang harus dibuat di titik awal dan akhir garis proyek melengkung, dan untuk profil ke kiri dan ke kanannya dibuat lebih panjang dari profil yang lain.

Keterangan gambar :

A : Titik-titikpatok pada jalur poligon

1, 2, 3,… : Titik-titik profil melintang di sebelah kiri sumbu proyek a, b, c,… : Titik-titik profil melintang di sebelah kanan sumbu proyek

Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran waterpass profil melintang adalah :

Beda tinggi ( hn ) = TI - btn Elevasi ( Hn ) = Hawal + hn

10 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A 1 2 3 4 5 6 a b c d e f g h i

Gambar 2.4 Pengukuran Sipat Datar profil melintang Profil Melintang

(11)

Keterangan rumus :

hn : beda tinggi titik ke-n Hn : elevasi titik ke-n TI : tinggi instrumen

btn : bacaan benang tengah rambu ukur Hawal : elevasi awal

2.3. LENGKUNGAN (KURVA)

Pemanfatan garis lengkung (kurva) di lapangan sering kali dijumpai pada proyek-proyek pembangunan jalan raya, jalan baja (rel kereta api), saluran irigasi, perencanaan jalur pipa dan lain-lain.

Garis tersebut digunakan untuk menghubungkan dua arah atau dua garis lurus yang saling berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu ke arah yang lainnya diharapkan sama. Untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi ini terdapat dua jenis lengkungan yang memiliki dasar penyelesaian dan penyelenggaraan yang berbeda yaitu : kurva vertikal dan kurva horizontal.

Kurva horizontal berkaitan dengan belokan maupun saluran yang memakai bidang lengkung sebagai basis penyelenggaraan, sedangkan untuk kurva vertikal berkaitan dengan daerah yang menanjak ataupun menurun.

2.3.1. Kurva Horisontal

Dasar dari lengkung horizontal ini adalah perpotongan pada lingkaran.

Di beberapa tempat desain sebuah lengkungan dinyatakan oleh Panjang Tangen. Namun lengkungan juga dapat di desain melalui derajat kelengkungan yang dinyatakan, sehingga jumlah derajat yang berada di pusat lingkaran sesuai dengan panjang busur yang bersangkutan.

Kurva horizontal tersebut dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu : 1. Kurva Lingkaran ( Full Circle / FC )

2. Kurva Spiral – Lingkaran – Spiral ( S – C – S ) 3. Kurva Spiral – Spiral.

11 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(12)

1. FC ( Full Circle ) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari suatu bagian lingkarang saja. Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari ( R ) besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan superelevasai yang besar.

Adapun batasan yang biasa dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk circle adalah seperti tercantum pada tabel 6.4

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Dimana :

∆ = sudut tikungan O = titik pusat lingkaran

Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau dari PI ke CT Rc = jari – jari lingkaran

Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran Lc = panjang busur lingkaran

Rumus yang digunakan untuk menentukan harga Tc, Ec, dan Lc adalah : Tc = Rc tan ½ ∆ Ec = Rc ( sec ½ ∆ -1) 0 c c 360 R π 2 Δ L  12 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Tabel 6.4: Jari-jari tikumgan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

TC CT PI ½ ∆ ½ ∆ Rc ∆ Tc O ∆ Ec

Komponen Full Circle (FC) Lc

(13)

2. Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagian lurus ke bagian circle, yang panjangnya lengkung peralihan (Ls) diperhitungkan berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus modifikasi Shortt sebagai berikut:

C e . V 2,727 C . R V 0,022 L R c 3 R s  

Dimana: Ls = Panjang lengkung spiral VR = kecepatan rencana R c = jari – jari busur lingkaran

C = perubahan kecepatan, disarankan 0.4 m/det3 e = superelevasi

Keterangan :

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung peralihan)

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC panda lengkung

Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau Cs ke ST) Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)

Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST TS = titik dari tangen ke spiral.

13 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

PI ∆ Ts Xs k Ys Es p SC CS TS ST O ∆ s s  s Gambar 6.2

(14)

SC = titik dari spiral ke lingkaran Es = jarak dari PI ke busur lingkaran. s = sudut lengkung spiral

Rc = jari-jari lingkaran.

p = pergeseran tangent terhadap spiral k = absis dari p pada garis tangent spiral Rumus yang digunakan:





2 c 2 s s s

R

40

L

1

L

X

c 2 s s R 6 L Y  c s s R L π 90 θ 

s

c c 2 s R 1 cosθ R 6 L p    s c 2 c 2 s s

R

sin

θ

R

40

L

L

k

R p

tan Δ k T 12 c s  

c

12 c s R p sec Δ R E   

c s c π R 180 θ 2 Δ L     s c tot L 2L L  

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk S-C-S, tetapi digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung yang terdiri dari dua buah lengkung peralihan.

3. Bentuk tikungan jenis ini dipergunakan pada tikungan yang tajam. Adapun rumus – rumusnya semua sama seperti rumus untuk tikungan S-C-S, hanya yang perlu diingat bahwa:

∆ = 2 s dan Lc = 0 Ltot = 2 Ls

14 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(15)

s 0 c s 2θ 360 R π 2 L  28,648 R θs c

2.3.1.1. Teori Diagram Superelevasi

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan Vr. Nilai maksimum ditetapkan 10%.

Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke miringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.

Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi diawali dari bentuk normal

( ) sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk ( ) pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh

( ) pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).

Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi diawali dari bagian lurus sepanjang ⅔ Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang ⅓ Ls. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral.

15 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

TS ST  R Ts SC =CS O  R Es k PI ∆ Komponen S-S Potongan melintang Pada bagian lengkung

peralihan

SC Sisi luar tikungan Bagian lurus

Bagian Lengkung

peralihan Bagian lengkung penuh

Bagian Lengkung

peralihan Bagian lurus TS Ls Lc CS Ls ST

e max e = 0 %

Sisi dalam tikungan Potongan melintang

Pada bagian lurus (normal)

Potongan melintang Pada bagian lengkung

(16)

Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu: 1. Memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu

2. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam. 3. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar.

Pembuatan diagram superelevasi antara cara AASHTO dan cara Bina Marga ada sedikit perbedaan, yaitu:

1. Cara AASHTO, penampang melintang sudah mulai berubah pada titik TS.

2. Cara Bina Marga, penampang melintang pada titik TS masih berupa penampang melintang normal.

Pelebaran perkerasan ditikungan dilakukan untuk mempertahankan kendaraan tetap

pada lintasanya sebagaimana pada bagian lurus. Hal ini terjadi karena pada kecepatan tertentu kendaraan pada tikungan cenderung untuk keluar lajur akibat posisi roda depan dan roda belakang yang tidak sama,yang tergantung dari ukuran kendaraan.

Penentuan lebar pelebaran jalur di tikungan ditinjau dari elemen- elemen : keluar jalur (off tracking) dan kesukaran dalam mengemudi di tikungan.

16 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS

Sisi luar tikungan

Bagian lurus Bagian lengkung penuh Bagian lurus 2/3 Ls

e max e = 0 %

Sisi dalam tikungan 1/3 Ls

2/3 Ls 1/3 Ls

TC CT

(17)

2.3.2. Kurva Vertikal

Pada dasarnya kurva vertikal digunakan untuk menentukan ketinggian/kemiringan baik ke atas maupun ke bawah dari permukaan tanah.

Fungsi lengkungan vertikal ini adalah untuk menghubungkan dua arah vertikal atau garis gradien agar diperoleh perubahan yang smooth (tidak terlalu drastis).

Bila kedua gradien membentuk bukit, maka dinamakan lengkungan puncak (lengkungan/kurva cembung), sedangkan bila gradien membentuk lembah maka dihasilkan lengkungan lembah (lengkungan/kurva cekung).

Karena perubahan gradien dari lereng ke lengkungan diharuskan mulus dan berangsur-angsur, maka dipilihlah kurva parabola sebagai bentuk geometri dari lengkung vertikal ini. Bentuk kurva ini datar di dekat titik-titik singgung.

Busur parabola dapat menyesuaikan perubahan yang bertahap dalam jurusan dan elevasi sepanjang busur kurva. Kurva vertikal merupakan kurva parabolik pada suatu bidang vertikal yang digunakan untuk menghubungkan dua garis gradien yang berbeda secara numerik. Bentuk persamaan kurva parabola ini adalah y = ax2 + bx + c dengan y adalah tinggi kurva di

atas atau di bawah titik singgung pertama dan pada jarak x darinya, sedangkan x merupakan jarak yang bervariasi dan menyatakan jarak mendatar dari kedua titik singgung.

17 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

ax2 bx C V I y1 x1 T1 T q1 q2 y = ax2 + bx + c Gambar 2.6 Kurva Vertikal L

(18)

Keterangan gambar :

T : Titik tangen awal

T1 : Titik tangen akhir

I : Titik perpotongan antara jarak titik T dengan titik T1

VC : Ketinggian lengkungan

IV : Koreksi kemiringan

q1,q2 : Gradien / kemiringan

L : Jarak

Gradien atau kemiringan dari permukaan tanah dapat dinyatakan dalam bentuk persentase ( %) maupun dalam bentuk perbandingan ( 1 : n ).

Untuk tanjakn umumnya dinyatakan dengan perbandingan dalam prosentase kemiringan, misalnya suatu tanjakan 1 : 50 adalah tanjakan dengan kenaikan 2 %.

Artinya tanjakan itu naik atau turun 2 satuan untuk setiap 100 satuan, tanda (+) menyatakan naik dan tanda (-) menyatakan turun.

Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva vertikal (Sumber: Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan Perencanaan Lintas Jalur Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah :

 Harga kemiringan / gradien antara dua titik (%)

q1 = *100% 2 1 L H Htengahawal 18 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

lembah puncak + q % - q % + q % - q %

(19)

q2 =

*

100

%

2

1 L

H

H

akhir

awal x = L q q * 2 1 2  Keterangan rumus : q1,q2 : harga kemiringan Htengah : elevasi tengah Hawal : elevasi awal L : jarak

Elevasi titik perencanaan Hn = Hawal + (q1*n) + (x*n2) Keterangan rumus :

Hn : elevasi ke-n Hawal : elevasi awal q1 : harga kemiringan 2.4. STAKING OUT

Staking out adalah suatu cara yag digunakan untuk menentukan route dari sebuah perencanaan jalan, atau untuk menentukan kembali rencana gambar di lapangan. Yang dimaksud dengan route umumnya adalah suatu lintasan-lintasan seperti lintasan jalan raya dan kereta api. Bangunan-bangunan linier seperti sungai, saluran untuk pengairan, saluran pembuangan. Termasuk pula lintasan jalur transmisi listrik.

Staking out dilaksanakan dengan pemasangan patok-patok di lapangan yang telah ditentukan rencana jalan ataupun posisi daripada rencana bangunan dari titik-titik poligon yang telah diukur pada saat pengukuran. Pelaksanaan staking out poligon untuk menentukan titik-titik planimetris yaitu posisi x dan y.

Adapun metode-metode yang digunakan untuk penentuan staking out adalah sebagai berikut :

2.4.1. Metode Panjang Busur

19 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Y X R R R 1 2 3 1 2 3 b b X1 X2 X 3

Staking Out Dengan Selisih Busur Yang Sama Panjang

(20)

Dari gambar di atas dapat disusun persamaan sebagai berikut :

- Titik 1 : X1 = R.Sin

Y1 = 2R.Sin2 ½ - Titik 2 : X

2 = 2 Sin

Y2 = 2R.Sin2 dan seterusnya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara ini banyak hitungan yang harus diselesaikan. Namun keuntungannya adalah bahwa titik-titik detail teratur rapi di atas busur lingkaran

2.4.2. Metode Koordinat Polar

Pada cara ini digunakan theodolite yang dipasang dengan sumbu kesatunya tegak lurus di atas titik satu (T1). Untuk menentukan titik-titik detail di atas busur lingkaran, sehingga jarak antara titik detail tersebut yang merupakan tali busur tetap = k, maka dihitung terlebih dahulu besarnya ½  (sudut antar garis T0 dan T1. Sudut antara garis T0 dan T3 menjadi 1½ dan seterusnya, sehingga besar sudut antara T0 dan Tn bertambah tiap ½ .

20 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

T O R R R R 1 2 3 c b a    ½  

(21)

Rumus perhitungan sudut defleksi :

½ = ( /

R ) x ( 360/2 )

Koordinat titik ditentukan dengan menghitung jarak dan sudut :

Sudut (Sn) = n x

Jarak (Dn) = 2R.Sin n ( /2 )

2.4.3. Metode Panjang Tali busur

Pada cara ini metode titik detail diproyeksikan pada perpanjangan tali busur yang melalui titik detail belakangnya.Misalkan semua tali busur dibuat sepanjang k meter maka sudut antara tali busur pertama (T11) dan garis singgung

di titik T ada ½ , sedang sin ½  = (½ k)/

R = (k)/(2R) , sehingga ½  dapat dicari dan sudut 1PT = .

Maka dengan adanya sudut ½ , didapat :

T11` = k.Cos ½  dan 1`1 = k.Sin ½  Dengan dua jarak maka dapat ditentukan titik 1.

Untuk menentukan tempat titik 2 diperlukan :

12` = k.Cos  dan 2`2 = k.Sin

21 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

½    1 k k ½ T1 R 2 3 3` 2` 1` P Staking Out Dengan Metode Perpanjangan Tali Busur

(22)

Selanjutnya untuk menentukan titik 3 diperukan :

23` = k.Cos  dan 3`3 = k.Sin  dan seterusnya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah hitungan adalah sedikit sekali, ialah titik 1 : T11` = k.Cos ½ dan 1`1 = k.Sin ½

Titik 2 dan selanjutnya : jarak k.Cos ½  yang dibuat pada perpanjangan semua tali busur dan jarak k.Sin tangen dibuat tegak lurus pada perpanjangan semua tali busur.

2.4.4. Metode Panjang Tangen

Metode ini mempunyai jumlah hitungan lebih kecil dari jumlah hitungan yang harus dilakukan pada metode selisih busur yang sama panjangnya, tetapi sayangnya letak titik tidak beraturan di atas busur lingkaran.

Maka koordinat titik detail didapat dengan cara :

- Titik 1 : X1 = a

: Y1 = R – [ (R)2 – (X1)2 ] = R – [ (R) 2 – ( a ) 2 ]

- Titik 2 : X2 = 2a

22 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

O R R R T I T1 A BX1=a X2=2a X3=3a X4=4a

Staking Out Dengan Metode Panjang Tangen

(23)

: Y2 = R – [ (R)2 – (X2)2 ] = R – [ (R) 2 – ( 2a ) 2 ]

dan seterusnya.

2.5. PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME TANAH 2.5.1. Perhitungan Luas

Luas menyatakan lebar proyeksi horizontal suatu area (sebidang tanah) dengan tidak memperhitungkan selisih tinggi. Perhitungan luas suatu daerah sangatlah penting, karena ukuran luas tersebut akan dimasukkan dalam akta hak milik atas tanah. Tujuan lain dari perlunya perhitungan luas adalah untuk menentukan ukuran luasan yang akan diratakan ataupun diperkeras serta penentuan untuk hitungan volume pekerjaan tanah.

Untuk menentukan luas suatu area maupun batasan profil/irisan tegak/penampang tanah dan garis proyek dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :

2.5.1.1. Cara Grafis

Perhitungan luas dengan metode grafik ini dilakukan sangat sederhana, sehingga hasil (tingkat ketelitian) kurang baik. Cara ini biasanya digunakan untuk daerah yang bentuknya tidak teratur. Daerah yang akan ditentukan luasnya digambar di atas kertas dengan ukuran petak tertentu sesuai skalanya. Untuk bagian area yang terletak pada kotak penuh dihitung dengan dengan rumus persegi panjang/bujursangkar atau dihitung sesuai dengan satuan luas petak yang dibuat, sedangkan bagian yang tersisa dihitung dengan menggunakan rumus trapesium dan segitiga

Nilai pendekatan/taksiran dari luas daerah yang ditentukan dari banyaknya petak yang terletak di dalam daerah tersebut ditambah dengan sisanya.

23 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(24)

= Satu satuan luas

Luas persegi = panjang x lebar Luas segitiga = ½ ( alas x tinggi )

2.5.1.2. Cara Numeris

A. Dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak

Bila bentuk lahan cukup sederhana, maka perhitungan luas dapat dilakukan secara konvensional, yaitu dengan membagi daerah tersebut menjadi bentuk-bentuk seperti segitiga, trapesium, atau jika memungkinkan berbentuk persegi, dengan berpedoman pada grafis ukur yang dibuat pada peta melintasi area yang akan ditentukan luasnya. Bentuk segitiga dan trapesium merupakan bentuk dasar yang relatif mudah dihitung luasnya.

Keterangan gambar :

L1 = luas segitiga ABB’ = ½ ( AB’ x BB’ )

L2 = luas trapesium BCC’B’ = ½ ( BB’ + CC’ ) x ( B’C’ ) L3 = luas segitiga CC’D = ½ ( C’D’ x CC’ )

L4 = luas segitiga CD’D = ½ ( DD’ x C’D’ )

L5 = luas trapesium DEE’D’ = ½ ( EE’ + DD’ ) x E’D’ L6 = luas trapesium EFF’E’ = ½ ( EE’ + FF’ ) x ( E’F’ )

24 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

B A F C D E F’ B’ E’ C’

Perhitungan Luas Area secara Numeris L2 L3 L 4 L5 L6 L1 L 7 D’

(25)

L7 = luas segitiga AFF’ = ½ ( AF’ x BF’ ) = garis bantu

= garis tepi area yang akan dihitung luasnya Maka :

Luas area ABCDEF = L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7

B. Dengan menggunakan koordinat titik batas

Perhitungan luas dengan menggunakan koordinat titik-titik batas daerah yang telah diukur atau diketahui posisinya dapat dilakukan dengan mengukur batas daerah tersebut sebagai suatu poligon. Batas daerah itu diukur oleh theodolite dengan menggunakan suatu titik tertentu terhadap suatu salib sumbu YOX yang tertentu pula.

Perhitungan luas didapat dengan memproyeksikan luas terhadap sumbu X dan sumbu Y. Maka perhitungan luas area tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

-Diproyeksikan terhadap sumbu X

Luas = [ (Xn - Xn-1).(Yn + Yn-1) ]

Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :

2.Luas = [ (Xn) . (Yn+1) ] – [ (Xn+1) . (Yn) ]

-Diproyeksikan terhadap sumbu Y

2.Luas = [ ( Xn + Xn-1 ).( Yn + Yn-1 ) ]

Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :

2.Luas = [ (Xn) . (Yn+1) ] – [ (Xn+1) . (Yn) ]

25 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

1 B C A 2 3 D1 D2 D3 L3 L2 L1 X Y

(26)

Keterangan gambar :

X , Y : sumbu koordinat

D1, D2, D3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu Y L1, L2, L3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu X

Berdasarkan gambar 2.6 di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas sebagai berikut :

Luas segitiga ABC = luas trapesium 1AB2 + luas trapesium 2BC3 – luas trapesium 1AC3

Luas segitiga ABC = [ ½ ( L2 + L3 ) x (D3 – D2 ) ] + [ ½ ( L3 + L1 ) x ( D1 – D3 ) ] – [ ½ ( L2 + L1 ) x ( D1 - D2 ) ] Maka 2 x luas segitiga :

= ( L2 + L3 )( D3 – D2 ) + ( L3 + L1 )( D1 – D3 ) - ( L2 + L1 )( D1 - D2 )

= L2D3 – L2D2 + L3D3 – L3D2 + L3D1 – L3D3 + L1D1 – L1D3 – L2D1 + L2D2 – L1D1 + L1D2 = L1D2 + L2D + L3D1 – L1D3 – L2D1 – L3D2

= ( D1L3 + D2L1 + D3L2 ) – ( D1L2 + D2L3 + D3L1 )

Hasil akhir ini akan mudah diingat dengan menyusunnya sebagai berikut:

C. Dengan menggunakan profil atau penampang tanah

Metode Trapesium

26 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

D1 L1

D2 L2

D3 L3

D1 L1

Tanda

positif Tanda negatif

W

I II

III IV V

VI VII

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8

(27)

Keterangan :

I, II,… : Menunjukkan urutan trapesium

H1, H2,… : Elevasi masing-masing titik pada profil melintang Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :

Luas = ½ w ( H1 + H7 + 2H2 + 2H3 + 2H4 + 2H5 + 2H6 )

Metode Simpson

Penampang tanah pada gambar 2.7 di atas juga dapat dihitung dengan menggunakan metode simpson, dengan cara mengalikan 1/

3 jarak antar ordinat dengan jumlah ordinat awal dan ordinat akhir, kemudian ditambah 4 kali penjumlahan ordinat yang genap dan ditambah 2 kali penjumlahan ordinat ganjil.

Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :

Luas = 1/

3 w ( h1 + h7 ) + 4( h2 + h4 + h6 ) + 2( h3 + h5 )

Level Section ( Penampang Mendatar )

Keterangan gambar :

W : Lebar puncak galian / timbunan D : Lebar dasar galian / timbunan s : Perbandingan kemiringan ( 1 : s ) c : Kedalaman galian / timbunan

: Center line

27 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

CL w C D cs cs Permukaan tanah asli CL Permukaan tanah rencana

Level Section (Penampang Mendatar)

s 1

(28)

Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas penampang mendatar ini adalah sebagai berikut : D = cs + w + cs D = 2cs + w L = [ ( D + w )/ 2 ] x c L = ( cs + w ) x c

Three Level Section ( Penampang Tingkat Tiga )

Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas pada penampang tingkat tiga adalah sebagai berikut : x = ( hr x s ) y = ( hl x s ) Dr = x + w/ 2 = ( hr x s ) + w/2 Dl = x + w/ 2 = ( hl x s ) + w/2 L1 = ½ ( w/2 + hl ) = ( w/4 + hl ) L2 = ½ ( w/2 + hr ) = ( w/4 + hr ) L3 = ½ ( c + Dr ) = ( c/4 + Dr ) L4 = ½ ( c + Dl ) = ( c/4 + Dl ) Total luas = L1 + L2 + L3 + L4

Section dengan Kemiringan yang Diketahui ( 1 : n )

28 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A B C Dl Dr w c 1 s hl hr

Penampang Tingkat Tiga

L1 L2 L3 L4 Permukaan tanah rencana Permukaan tanah asli A B C D E G H F c cr cl w wl wr x y y x 1 s 1 : N

Penampang dengan Kemiringan yangDiketahui J

(29)

Berdasarkan gambar di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas sebagai berikut : Dalam segitiga ABJ, y/

wl = 1/2 ,maka y = wl/2 dan dalam segitiga AHJ, x/wl = 1/5 , maka x = wl/5. cl = ( y + x ) = [ wl/

2 ] + [ wl/5 ] = [ 5wl + 2wl ] : [ 5 x 2 ] = [ wl x ( 5 + 2 ) ] : [ 5 x 2 ]

Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan bahwa :

cl = wl . [ ( N + S )/ NS ] dan wl = cl . [ NS/

( N + S ) ]

Demikian juga pada segitiga KDC, y/

wr = 1/2 ,maka y = wr/2 dan dalam segitiga GDK, x/wr = 1/ 5 ,maka x = wr/5. cr = ( y – x ) = [ wr/ 2 ] - [ wr/5 ] = [ 5wr - 2wr ] : [ 5 x 2 ] = [ wr x ( 5 - 2 ) ] : [ 5 x 2 ]

Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan bahwa :

cr = wr . [ ( N - S )/ NS ] dan wr = cr . [ NS/

( N - S ) ]

Rumus umum: jarak horizontal = jarak vertikal x [ ( N x S )/ ( N ± S ) ]

Total luas = luas trapesium HGCB + luas segitiga GDC + luas segitiga ABH

= ( c x w ) + ( cr/

2 x wr ) + ( cl/2 x wl )

2.5.1.3. Cara Mekanis

Untuk menentukan luas dengan metode mekanis digunakan suatu cara planimetris dengan bantuan alat planimeter. Alat ini dapat menentukan luas sekalipun bentuknya tidak beraturan. Prinsip kerja dari planimeter adalah selisih luas tanah yang dilukis oleh dua ujung tongkat yang bergerak di bidang datar.

29 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(30)

Planimeter dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Planimeter dengan model indeks yang tetap 2. Planimeter dengan tongkat bergelinding

Kedua model planimeter tersebut terdiri dari sebuah lengan panjang yang tetap yang disebut

lengan polar. Lengan polar ini dikaitkan dengan sebuah kutub blok P yang tetap, sehingga

blok P ini bergerak menjadi tumpuan dari pola pengukuran luas. Bagian kedua adalah sebuah pengikut jejak yang membawa sebuah titik telusur dan titik ini dapat bergerak ke segala arah. Bagian yang menghubungkan kedua lengan tersebut yaitu mesin kecil dengan roda yang berputar di bawahnya. Alat ini akan menunjukkan jumlah atau besar putaran yang dilakukan nantinya. Besar dari luas daerah yang diukur tersebut hanya dapat ditentukan yaitu bila titik telusur telah kembali ke titik awal.

2.5.2. Perhitungan Volume

Yang dimaksud perhitungan volume disini adalah perhitungan volume rencana pekerjaan galian atau timbunan tanah. Perhitungan ini pada dasarnya merupakan masalah geometri benda padat. Pekerjaan galian dan timbunan juga dilakukan berdasarkan potongan melintang yang mempunyai interval sama (100, 200, 300, …). Demikian pula rentangan garis tengah juga belum tentu sama panjang, baik kiri maupun kanan, sehingga untuk setiap potongan melintang akan didapatkan beberapa bentuk luasan. Jadi luas penampang yang satu belum tentu sama dengan yang lain. Untuk menghitung volume tersebut digunakan rumus-rumus pendekatan/taksiran sesuai dengan model permukaan serta tingkat ketelitiannya.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung volume, yaitu : 2.5.2.1. Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur

Perhitungan volume dari lokasi yang dibatasi atau berdasarkan dasar data-data garis kontur.

30 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Alat Planimeter

110 120 130

Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur

A1 A2

(31)

Keterangan gambar :

: Garis kontur

110, 120,… : Elevasi / ketinggian

Rumus perhitungan volume berdasarkan garis kontur :  Jika hanya terdiri dari dua penampang :

V = 1/

2 .( A1 + A2 ) x I

 Jika terdiri lebih dari dua penampang :

V = 1/

3 .I ( A1 + 4A2 + A3 )

 Jika garis konturnya lebih banyak lagi maka : V = 1/

3 .I (A1 + A5 + 2A3 + 4(A2 + A4 ))

Keterangan rumus :

V : volume

A1,A2,…. : luas daerah pada masing-masing penampang I : interval garis kontur / jarak antar profil

2.5.2.2. Perhitungan Volume Dengan Rumus Prismoida

Metode prismoida adalah metode yang menunjukkan bahwa suatu benda padat itu dibatasi oleh dua bidang sejajar pada bagian atas dan bawahnya serta dibatasi beberapa bidang datar di sekelilingnya.

31 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A1 M

A2 d

(32)

Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode prismoida : V = ( 1/ 3 x d/2 ) x ( A1 + A2 + 4M ) V = d/ 6 .( A1 + A2 + 4M ) Keterangan rumus : V : volume

A dan M : luas daerah

d : jarak antar profil

2.5.2.3. Perhitungan Volume Dengan Rumus Simpson

Pada metode simpson ini, penampang melintang dibagi menjadi potongan dalam bagian yang sama dan dalam jumlah yang ganjil minimal tiga buah potongan melintang.

Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode simpson :

V = d/

3 [ A1 + A5 + 2A3 + 4( A2 + A4)]

Keterangan rumus :

V : volume

A1, A2,… : luas daerah d : jarak antar profil

2.5.2.4. Perhitungan Volume Berdasarkan Titik Tinggi ( Spot Height )

32 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A5 A1 A2 A3 A4 d 0 25 50 75 100

(33)

Prinsip perhitungan volume timbunan atau galian dengan data titik-titik tinggi yang diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut :

V = Hr x A

Keterangan rumus :

V : volume

Hr : tinggi rata-rata

A : luasan yang dibatasi titik tinggi

Dari data diatas dapat dihitung volume pada luasan 1: Hr = ¼ (2.00 + 3.00 + 4.00 + 2.00)

= 2,75 m

V = 2,75 m x (10 m x 8 m ) = 220 m3

2.6. KONSEP PEMETAAN DIGITAL

Dalam pelaksanaan praktikum ini, pengolahan data proses perhitungan sampai dengan penggambaran dilakukan secara otomatis dengan menggunakan komputer dengan perangkat lunaknya, antara lain :

Program AutoCAD baik dalam bentuk under dos maupun under window yang digunakan untuk melakukan penggambaran data input dalam bentuk tampilan layar maupun dalam bentuk selembar kertas dengan skala tertentu. Perangkat lunak tersebut pada pelaksanaannya saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena program tersebut merupakan satu sistem pengolahan data.

2.6.1. Program AutoCAD

Program ini merupakan suatu kelengkapan dari sistem pengolahan ini karena secara umum pengukuran dilapangan pada akhirnya akan ditampilkan dalam bentuk gambar ataupun peta. Sehingga diperlukan suatu program berupa program CAD.

Adapun perintah-perintah yang sering dipakai dan digunakan dalam praktikum ini antara lain :

 LINE adalah Perintah ini merupakan perintah dasar dalam program AutoCAD yakni perintah untuk membuat garis lurus.

 ERASE adalah perintah untuk menghapus sebagian maupun keseluruhan dari gambar yang dibuat.

33 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

A B D E G C F H I 1 2 3 4 2.00 3.00 4.00 2.00 1.00 1.00 2.00 3.00 2.00 10 m 8 m

(34)

 ZOOM adalah perintah untuk menampilkan gambar dalam skala tertentu

 TRIM adalah perintah memotong dan menghapus suatu objek dengan terlebih dahulu menentukan batasan daerah yang akan dihapus.

 EXTEND adalah kebalikan dari perintah TRIM, yakni untuk memanjangkan suatu objek gambar sehingga suatu batasan tertentu

 BLOCK adalah perintah untuk membuat suatu grup dari sekumpulan objek yang akan dipakai dalam proses selanjutnya seperti penghapusan ataupun pengkopian.  INSERT adalah perintah untuk memanggil dan menempatkan suatu BLOCK yang sudah

ditentukan.

 ROTATE adalah perintah untuk memutar suatu objek dalam besaran tertentu terhadap suatu titik acuan( BASE POINT ).

 TEXT adalah perintah untuk menampilkan dan menyisipkan suatu deretan huruf atau angka dalam gambar

 COLOR adalah perintah untuk memberikan warna terhadap objek.  SCALE adalah perintah untuk merubah tampilan dalam skala tertentu.

SCRIPT adalah perintah yang digunakan untuk memanggil suatu file berextensi SCR yang berisi kumpulan perintah-perintah tunggal dalam suatu proses penggambaran.

 Dan lain-lain.

2.6.2. Input Data

Input data dalam praktikum ini sangat berperan penting dalam penggambaran dimana bentuk dan susunan data masukan hasil proses dari program MICROSOFT EXCEL akan berkaitan satu dengan yang lainnya. Secara umum input data tersebut akan disimpan dalam bentuk (prn) sehingga dapat dipangil dari program AUTOCAD dan dibedakan menjadi beberapa macam file input, yakni:

 File tanpa nama id dibelakangnya (nama file.prn).

File ini merupakan hasil dari input data paling awal yang dihasilkan dari program MICROSOFT EXCEL untuk penggambaran profil melintang.

Pada bab ini, proses input data dilakukan dengan bantuan program dan penggambaranya dilakukan dengan program AUTOCAD.

2.6.3 Pemrosesan dan Perhitungan Data

34 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(35)

Maksudnya adalah suatu pekerjaan untuk mempersiapkan data input menjadi data siap pakai, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam bentuk data output berupa :

- Dalam Bentuk Formulir/Buku Ukur.

Data output ini merupakan hasil perhitungan dari program Microsoft Exel dan diproses pada program Autocad.

Program-program tersebut digunakan untuk mengolah data mentah hasil pengukuran menjadi data siap pakai. Sehingga dalam praktikum ini, program-program yang dipakai adalah program Mikrosoft Exel untuk pemrosesan data pengukuran mentah serta untuk pemrosesan data input ke dalam program Autocad.

Secara umum pemrosesan ini bisa dikatakan sebagai suatu proses transfer data input berupa file tanpa ekstensi menjadi data output data berupa file dengan ekstensi PRN.

Urutan perintah dan pekerjaan yang harus dilakukan dalam pemosesan untuk memperoleh kedua bentuk output tersebut diatas akan diuraikan lengkap dalam Bab Pelaksanaan Praktikum.

Keseluruhan proses diatas dapat digambarkan dalam sketsa diagram yang dipisahkan berdasarkan jenis pengukuran seperti berikut ini:

DIAGRAM PEMROSESAN

DATA PENGUKURAN POLIGON DENGAN PROGRAM MICROSOFT EXCEL

35 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

DATA CROSS SECTION No Titik

Bacaan Benang Tengah Sudut Vertikal dan Horisontal

Jarak Titik dari STA PROSES PERHITUNGAN

DENGAN PROGRAM MICROSOFT EXCEL

DATA REFERENSI Nama Titik

Koordinat (x, y, z) Alat Berdiri Koordinat (x, y) backsight

Bacaan Benang Tengah

DATA OUTPUT FILE BEREKSTENSI PRN

DATA INPUT FILE BEREKSTENSI PRN

(36)

- Dalam Bentuk Gambar atau Peta.

Data akhir ini berupa file-file berekstensi PRN yang berisi sekumpulan perintah tunggal dalam proses penggambaran dengan program AutoCAD. Transfer data menjadi file-file berekstensi PRN tersebut seperti halnya dalam bentuk formulir/buku ukur, dilakukan dengan bantuan program MICROSOFT EXCEL.

File berekstensi PRN ini erat kaitannya dengan program AutoCAD dimana file ini merupakan suatu hasil otomatisasi perintah-perintah dalam penggambaran tanpa harus melakukan perintah secara manual satu persatu untuk tiap gambar yang ingin ditampilkan/dicetak.

Keseluruhan proses pengambaran diatas dapat digambarkan dalam sketsa diagram yang dipisahkan berdasarkan tahapan pekerjaan seperti berikut ini :

DIAGRAM PERSIAPAN DATA UNTUK PENGGAMBARAN

36 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

INPUT DATA FILE BEREKSTENSI PRN No Titik Koordinat Titik Elevasi Titik

DATA OUTPUT AWAL

FILE BEREKSTENSI PRN

PROSES PEMBUATAN FILE PRN

DENGAN PROGRAM MICROSOFT EXCEL

PEMROSESAN DENGANAUTOCAD

(37)

DIAGRAM PROSES PENGGAMBARAN

37 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

AUTOCAD

PEMANGGILAN FILE PRN DENGAN RUN SCRIPT PENGGAMBARAN DILAYAR

MONITOR

(38)

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. PENGUKURAN POLIGON

Tujuan praktikum : Untuk menentukan posisi titik-titik poligon yang akan dijadikan sumbu proyek pada jalur jalan yang akan dibuat.

Alat yang digunakan :

1. Theodolite 2. Rambu ukur 3. Statif

4. Patok kayu dan paku payung 5. Payung

Langkah kerja :

1. Sebelum dilakukannya pengukuran, lakukanlah pengecekan terhadap kondisi lapangan yang akan diukur untuk menentukan jalur pengukuran.

Memasang titik-titik poligon sebagai kerangka dasar pemetaan untuk mempermudah pelaksanaan praktikum. Dalam pemasangan titik poligon hendaknya posisi titik-titik poligon saling terlihat dan tidak terhalang oleh apapun yang dapat mengganggu proses pengukuran karena titik-titik poligon ini akan dijadikan tempat berdiri alat saat

pengukuran titik detail. Dalam praktikum survei rekayasa ini, digunakan 4 buah titik poligon dengan 3 ruas garis poligon dengan masing-masing jarak 90 m- 100 m dan sudut antar titik poligon sebesar 110o – 150o.

38 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(39)

2. Dirikan alat ukur theodolite pada titik BM2 dan lakukan pengaturan alat theodolite (centering optis, nivo kotak dan nivo tabung) sebagai persyaratan supaya alat siap digunakan.

3. Mengarahkan teropong dan bidiklah (mengepaskan posisi benang silang pada teropong) jalon yang didirikan di atas BM012 (sebagai backsight) dan mengatur bacaan sudut horizontal pada bacaan 00o00’00’’ dalam keadaan bacaan biasa (B).

4. Memutar alat dan membidik paku payung pada patok P1 kemudian lakukan pembacaan sudut horizontal dalam keadaan biasa (B).

5. Mengubah keadaan alat pada posisi luar biasa (LB) dan bidiklah paku payung pada patok P1 dan kemudian pada BM1 serta lakukan pembacaan sudut horizontalnya dan catatlah datanya sebanyak dua seri rangkap.

6. Pindahkan alat di atas patok P1 dan lakukan pengaturan alat seperti langkah 2. 7. Lakukan pengukuran sudut horizontal seperti langkah kerja di atas untuk titik-titik

berikutnya sebanyak dua seri rangkap, yaitu titik-titik ( ITN08 – ITN 009 - P1 - P2 – P3 – P4 – ITN004 – BM 02 ),

3.1 Poligon Terikat Sempurna Keterangan gambar :

BM : Titik tetap (Bench Mark) P1 – P4 : Titik poligon

DBM1….DP4 : Jarak sisi poligon

39 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

ITN 08

(40)

S1…….S4 : Sudut horizontal

3.2. PENGUKURAN WATERPASS

Tujuan praktikum : Untuk menentukan beda tinggi antara dua titik BM dan antar titik patok serta titik-titik detail lainnya.

Alat yang digunakan :

1. Waterpass Wild NA 28 No.741496 2. Rambu ukur

3. Statif

4. Unting-unting 5. Rollmeter 6. Payung

3.2.1. Pengukuran Waterpass Profil

3.2.1.1. Pengukuran Waterpass Profil Memanjang

Tujuan praktikum : Untuk mengetahui profil tanah secara memanjang pada suatu tempat.

Alat yang digunakan : 1. Waterpass Wild NA 28 2. Rambu ukur 3. Rollmeter 4. Statif 5. Unting-unting 6. Payung Langkah kerja :

1. Dirikan alat ukur waterpasss di luar jalur pengukuran (misalkan posisi alat I) dan atur alat sesuai dengan syaratnya.

40 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(41)

2. Bidik dan baca bacaan benang silang pada rambu ukur di titik BM012 sebagai bacaan rambu ukur belakang.

3. Untuk rambu ukur di titik BM009 sampai batas titik yang dapat dicapai oleh alat ukur menjadi bacaan rambu tengah, dan titik patok terakhir (misalkan titik patok A) sebagai rambu muka.

3.2 Pengukuran situasi sipat datar profil memanjang Keterangan gambar :

A, A1, A2,… : Titik-titik patok sepanjang jalur poligon (center line) I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran

rb : Rambu belakang

rt : Rambu tengah

rm : Rambu muka

4. Selanjutnya pindahkan alat pada posisi II dan pengukuran dilanjutkan dengan melakukan pembidikan pada rambu ukur pada titik patok A sebagai titik ikat dan dibaca sebagai rambu belakang dan catat hasil pengukurannya.

5. Kemudian untuk pembacaan rambu berikutnya sama dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya.

41 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(42)

6. Lakukan pengukuran waterpass profil memanjang terhadap titik patok yang telah dibuat pada jalur pengukuran hingga titik P4 dengan cara yang sama seperti cara di atas.

7. Ukurlah tinggi masing-masing patok pada jalur pengukuran untuk digunakan pada proses perhitungan beda tinggi.

3.2.1.1. Pengukuran Waterpass Profil Melintang

Tujuan praktikum : untuk mengetahui profil tanah secara melintang pada suatu tempat tertentu.

Alat yang digunakan : 1. Waterpass Wild NA 28 2. Rambu ukur 3. Statif 4. Unting-unting 5. Payung Langkah kerja :

1. Dirikan waterpass di atas patok P1 dan atur sesuai persyaratannya, kemudian lakukan pelurusan terhadap patok berikutnya (titik A) dengan cara mengarahkan teropong waterpass ke arah patok tersebut dengan bantuan jalon, setelah itu putarlah waterpass 90o ke kanan.

2. Bidik dan bacalah rambu ukur yang didirikan di depan teropong tersebut pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) yang dimulai pada jarak 5 meter dan kelipatannya sampai mencapai jarak maksimal 25 meter di sebelah kiri jalur poligon (ditandai dengan angka dan mulai dari jarak yang terjauh).

3. Putarlah teropong sebesar 180o dan lakukan pembacaan rambu ukur pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) yang dimulai pada jarak 5 meter dan kelipatannya sampai mencapai jarak maksimal 25 meter di sebelah kiri jalur poligon (ditandai dengan angka yang mengikuti nama titik profil sebelah kanan).

4. Untuk pengukuran pada titik poligon yang membentuk sudut maka pengukuran profil melintang dilakukan sampai menenmpuh jarak maksimal 30 meter ke kiri dan ke

42 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(43)

kanan. Sedangkan teropong diarahkan sebesar setengah dari sudut antara dua ruas poligon yang bersangkutan.

5. Dengan cara yang sama lakukan pengukuran profil melintang pada setiap titik patok sebagai sumbu proyek hingga mencapai titik poligon terakhir

Gambar 3.3 Profil melintang pada sumbu proyek

Gambar 3.4 Waterpass profil melintang pada setiap titik patok Keterangan gambar :

A,B,C,…. : Titik poligon

A1, A2, A3,….. : Titik patok pada setiap ruas poligon

1, 2, 3, 4,….. : Irisan melintang titik detail di sebelah kiri center line/sumbu proyek

43 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

T I A 4 3 2 1 5 6 7 8 Gambar 3.5

(44)

a, b, c, d,….. : Irisan melintang titik detail di sebelah kanan center line/sumbu proyek

TI : Tinggi instrumen

: Patok

: Permukaan tanah : Rambu ukur

6. Tinggi instrumen pada setiap berdiri alat harus diukur untuk digunakan pada proses perhitungan selanjutnya.

3.3. PENGUKURAN STAKING OUT

Setelah dilakukan pengukuran di lapangan dan menghasilkan data-data maka dilanjutkan dengan perhitungan-perhitungan. Hasil perhitungan inilah yang akan dijadikan rencana konstruksi untuk diterapkan di lapangan.

Dalam pelaksanaannya setting out dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Pengukuran setting terhadap titik pada kurva horizontal

2. Pengukuran report elevasi dari titik poligon terhadap titik rencana

Untuk memudahkan pekerjaan di lapangan maka perlu dilakukan pengolahan data, yakni perhitungan yang akan dipakai dalam pengukuran setting out dan akan dimasukkan dalam suatu tabel untuk masing-masing titik rencana.

3.3.1. Pengukuran Staking Out Terhadap Titik Pada Kurva Horizontal

Pelaksanaan pengukuran ini dilakukan dengan memilih salah satu metode di antara metode-metode yang akan digunakan untuk pengukuran setting out kurva horizontal, adalah metode polar. Seperti halnya dalam setting out terhadap titik pada titik poligon untuk memudahkan pekerjaan dibuat suatu tabel berupa data-data sudut dan jarak yang akan ditentukan.

Alat yang digunakan : 1. Theodolite 20 GF 2. Waterpass Wild NA 28 3. Rambu ukur 4. Statif 5. Unting-unting 44 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(45)

6. Payung

Langkah kerja :

1. Mendirikan alat yang akan dipakai (waterpass atau theodolite) tepat di atas titik yang merupakan awal dari kurva horizontal (titik panjang tangen sepanjang 40 m) dan melakukan pengaturan alat sesuai dengan persyaratannya.

2. Arahkan teropong tepat pada titik poligon (P2), dan alat diset pada bacaan skala piringan horizontal 00o00o00o.

3. Penentuan titik kurva horizontal dilakukan dengan mengatur bacaan skala horizontal dan mengukur jarak antara posisi berdirinya alat sampai satu titik sembarang sesuai dengan angka sudut dan jarak dalam tabel perhitungan (offset titik setiap 5 m).

4. Pemasangan patok tepat pada titik-titik yang sudah dilakukan pengukuran setting out seperti pada langkah-langkah sebelumnya.

Gambar 3.5 Staking out dengan metode polar

45 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Keterangan :

: alat ukur theodolite : titik backsight

1, 2,.., 6 : titik offset (titik rencana) T1 & T2 : panjang tangen

P

(46)

3.3.2 Pengukuran Profil Memanjang Staking Out

Pelaksanaan praktikum ini dilakukan setelah pengukuran staking out selesai. Seperti pada pengukuran sebelumnya, pengukuran ini sama halnya dengan pengukuran profil memanjang, hanya bedanya yang kita ukur adalah titik rencana (titik offset) jalan yang telah ditentukan pada pengukuran staking out.

Alat yang digunakan :

1. Waterpass Wild NA 28 2. Rambu ukur 3. Statif 4. Unting-unting 5. Payung Langkah kerja :

1. Dirikan Waterpass diluar jalur pengukuran dan usahakan dapat membidik titik yang akan diukur (lebih efektif alat didirikan ditengah tikungan poligon).

2. Lakukan pengaturan alat sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga alat dapat berguna dengan baik.

3. Kemudian bidik titik P1 (sebagai bacaan rambu belakang) dan lakukan pembacaan benang atas, benang tangah, dan benang bawah.

4. Untuk titik selanjutnya sampai melalui titik rencana tikungan jalan, hasil bacaan benang tengahnya dicatat sebagai bacaan rambu tengah. Dan titik terakhir (misalkan P3) yang dibaca benang tengahnya dijadikan bacaan rambu muka.

5. Setelah pengukuran pada tikungan pertama selesai, dilanjutkan dengan pengukuran pada tikungan kedua dengan cara yang sama seperti diatas (point 1 sampai 4).

46 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(47)

Gambar 3.6 menentukan titik-titik sudut lengkung

47 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

Keterangan :

: alat ukur theodolite P1 : titik backsight T1 & T2 : panjang tangen

(48)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA

4.1. Perhitungan Poligon Terbuka Terikat Sempurna

Dalam pekerjaan survey rekayasa disini menggunakan pengukuran Poligon Terbuka Terikat Sempurna. Sedangkan perhitungan data poligon terbuka terikat sempurna menggunakan Microsoft Excel adalah sebagai berikut:

a. Data Poligon Titik Sdt. Hz Jarak ITN008 0° 0’ 0” ITN009 136° 53’ 30” 47.93 P1 217° 33’ 31” 50.45 P2 131° 57’ 01” 50.00 P3 140° 11’ 00” 50.55 P4 228° 55’ 42” 41.30 ITN 004 146° 52’ 54” BM 002

Adapun data – data tambahan untuk dapat melakukan perhitungan poligon tersebut adalah :  Jumlah titik : 4  Azimuth awal : 11049’17.1”  XITN 008 : 680009.220  YITN 008 : 9124502.633  HITN 008 : 523.310  XITN 009 : 680066.426  YITN 009 : 9124480.878  HITN 009 : 523.132  XITN 004 : 680266.459  YITN 004 : 9124523.708  HITN 004 : 520.676 48 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(49)

 X BM 2 : 680300.817  YBM2 : 9124576.201  HBM2 : 519.816

Pengolahan data diatas dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel hasil perhitungannya terlihat pada tabel sebagai berikut :

 ∑ D = 240.230

 ∑ β = 1002º 23’ 38’’ = 1002.394

 ∑ β + fβ = ( αakhir - αawal ) + ( n*180 ) = 1002 º 23’ 40’’ = 1002.384  Koreksi = 0º 0’ 34’’ = 0.0095

 fx = ( Xawal –Xakhir ) = 200.033, Jadi ∑ fx = 199.970 – 200.033 = - 0.063  fy = ( Yawal - Yakhir ) = 42.830, Jadi ∑ fy = 42.749 – 42.830 = - 0.081  fl = √fx2 + fy2 = √ 200.0332 + 42.8302 = 0.103

Ketelitian = 1 / fl = 1 / 0.103= 2340.262

4.2. Perhitungan Waterpass

4.2.1. Didalam pengukuran waterpass memanjang yang digunakan pada

pengukuran survey rekayasa adalah sebagai berikut :

4.2.1.1 Perhitungan Waterpass Memanjang

1. Perhitungan Jarak

D = ( Benang Atas – Benang Bawah ) * 100 2. Perhitungan Beda Tinggi

h = Benang Tengah Belakang – Benang Tengah Muka 3. Perhitungan Elevasi

H = Elevasi Awal + h

4. Perhitungan toleransi kesalahan pada pengukuran waterpass pergi-pulang Rumus

49 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(50)

= 8 * √ Σd

Susunan data waterpass memanjang setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel adalah :

Syarat :

 ∑ D Pergi = 353.4  ∑ D Pulang = 353.3

 Selisih Jarak = ∑ D Pulang - ∑ D Pergi = 0.9 m = 0.0009 km  8 * √ Σ D ( km ) = 0.2400

50 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(51)

 H = Elevasi Awal + h + Koreksi = 523.132 + ( - 0.747 ) + ( - 0.001) = 522.384

Dalam penambahan koreksi hanya jika ada koreksi dalam data tersebut.  ∑ Δ h Pergi = - 2.452

 ∑ Δ h Pulang = 2.452

 ITN 004 – ITN 009 Pergi = - 2.456  ITN 009 – ITN 004 Pulang = 2.456

 Koreksi Pergi = ( ITN 004 – ITN 009 Pergi ) - ∑ Δ h Pergi = - 0.004  Koreksi Pergi = ( ITN 009 – ITN 004 Pulang ) - ∑ Δ h Pulang = 0.004

Jadi Koreksi diberikan pada tiap titik yang jaraknya lebih pendek dengan koreksi 0.001 per titik.

4.2.2. Pengukuran Waterpass Profil

Tujuan pengukuran dengan menggunakan metode sipat datar/waterpass profil memanjang adalah untuk mendapatkan detail dari suatu penampang/irisan tegak pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.

Dalam pengukuran waterpass profil memanjang ini, data-data yang diukur adalah bacaan rambu muka, rambu tengah dan rambu belakang .

Didalam pengukuran waterpass profil yang digunakan pada pengukuran survey rekayasa adalah sebagai berikut :

4.2.2.1. Perhitungan Waterpass Profil Memanjang

1. Perhitungan Jarak

D = (Benang Atas – Benang Bawah) * 100 2. Perhitungan Beda Tinggi

h = Benang Tengah Belakang – Benang Tengah Muka 3. Perhitungan Elevasi

H = Elevasi Awal + h

51 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(52)

Susunan data profil memanjang setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel adalah :

52 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(53)

53 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(54)

4.2.1.2.Perhitungan Waterpass Profil Melintang

Input data profil melintang adalah : Pada STA 00 + 000

4.3. Perhitungan Perencanaan Kurva

Dalam perhitungan kurva dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurva horisontal dan kurva vertikal. Hasil dari perhitungan kedua kurva tersebut dapat digunakan dalam perencanaan Elevasi Center Line (CL) badan jalan.

54 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(55)

4.3.1. Perhitungan Kurva Horizontal

55 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

(56)

4.3.2. Perhitungan Kurva Vertikal

Kelandaian Kurva Vertikal : g = ( H Tengah – H Rencana ) / DP1-I Konstanta Elevasi : X = ( q2 – q1 ) / 2L.

4.3.2.1.Staking Out Kurva Vertikal

STA ( 00 + 050 ) sampai STA ( 00 + 150 ) L = 100 m Elevasi Awal = 521.375 m Elevasi Tengah = 520.500 m Elevasi Akhir = 520.500 m q1 = L E Etengah awal   2 / 1 = 1/2100  521.375 -520.500 -0.01 - 875 -17.5 q2 = L Etengah Eakhir   2 / 1 = 1/2 100 520.500 520.500   = 0.00 X = L q q 2 1 2 =     100 2 (-0,01) 0.00 0.00005 56 TEKNIK GEODESI DAN GEOINFORMATIKA ‘10

q1 EV q2

STA 00+100

Gambar

Gambar 2.1 Pengukuran Poligon Terikat Sepihak.
Gambar 2.3 Pengukuran sifat datar profil Pengukuran Situasi Sipat Datar Profil
Gambar 2.4 Pengukuran Sipat Datar profil  melintang  Profil Melintang
Tabel 6.4: Jari-jari tikumgan yang tidak memerlukan lengkung peralihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran waterpass memanjang dan melintang bertujuan untuk mendapatkan relief dari permukaan tanah yang akan digunakan sebagai fungsi tertentu dengan cara mengukur ketinggian

� Pengukuran sipat datar memanjang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, karena dengan mengadakan dua kali

dilakukan terhadap nivo tersebut sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara kedua titik yang dilewati pengukuran seperti halnya sipat

Kesalahan utama dalam sipat datar memanjang adalah kesalahan tidak dengan jumlah pengukuran yang diadakan sedang jumlah pengukuran yang

Permukaan bumi tersusun atas relief yang berbeda-beda, namun pengukuran tinggi tempat menggunakan titik nol yang sama yaitu permukaan air

Pengukuran beda tinggi pada praktikum ini menggunakan metode sipat datar dan waterpass  tertutup duoble stand. Stand   2 dan s tand   22 dilakukan dengan mengubah tempat kedudukan

Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan

Hitunglah beda tinggi antar titik-titik dengan metode rise and fall dan metode height of collimation. Perhitungan sipat datar dengan metode rise