• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,

(2)

sebagaimana yang dijelaskan didalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007.

Kedudukan perseroan terbatas sebagaimana tersebut diatas, diharapkan keberadaan perseroan terbatas sebagai salah satu pelaku usaha ikut menggerakkan dan mengarahkan kegiatan dibidang ekonomi, sehingga perlu diupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif, sehat dan efisien yang memungkinkan perseroan terbatas dapat tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis dengan perkembangan dunia usaha dan perdagangan yang sangat cepat.

Melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas selalu mengalami pasang surut, tidak jarang melakukan beberapa tindakan untuk pengembangan usaha lebih lanjut. Sebaliknya suatu perseroan terbatas yang sedang berada dalam keadaan sulit, juga perlu mengadakan tindakan untuk menyelamatkannya supaya perseroan terbatas itu tetap eksis. Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil atas dasar pemikiran dan pertimbangan untuk mencapai tujuan ekonomi dan manajerial.38 Dan salah satu bentuk restrukturisasi usaha yang dikenal didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 adalah “PENGGABUNGAN” atau yang lebih dikenal dengan istilah merger.

38 Sri Rejeki Hartono, Kapita Selecta Hukum Perusahaan, Bandung : Mandar Maju, 2000,

(3)

1. Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan adalah badan hukum (legal person,legal entity), dianggap sebagai subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan adalah badan hukum hasil rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga badan hukum artificial (artificial legal person).39

Menurut Rochmat Soemitro40 badan hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi. Sementara Salim HS41 mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi.

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang sahamnya yang luasnya hanya terbatas tidak melebihi nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut :

39 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol.26 No.3 Tahun 2007, hlm. 5.

40 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Eresco,

1993, hlm. 10.

41 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika,

(4)

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”42

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut43 :

1. Merupakan Persekutuan Modal.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga

authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam

Akta Pendirian Perseroan.44

Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham. Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Didirikan berdasarkan Perjanjian.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Ketentuan yang digariskan Pasal 7 angka 1 tersebut diatas sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian pendirian Perseroan itu, mengikat sebagaimana undang-undang kepada mereka. 3. Melakukan kegiatan usaha

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. 4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

42 Pasal 1 angka (1) UUPT 2007

43 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op. Cit., hlm.33. 44

(5)

Menurut pasal 7 angka 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, ditegaskan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan

(natural person). Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum,

maka unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah bahwa Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82 Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 huruf b Undang-Undang Perseroan Terbatas), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).

Sifat badan hukum perseroan terbatas, senantiasa dikaitkan dengan pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari pertanggungjawaban terbatas ini adalah keberadaan dari suatu perseroan yang telah memperoleh status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi dan pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, dan pengurus perseroan terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh direksi di bawah pengawasan dewan komisaris.45

45 Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, Risiko Hukum sebagai Direksi,

(6)

Perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, tidak hanya kepemilikan kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang dimiliki oleh orang yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham perusahaan tidak bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau perseroan terbatas. Perseroan terbatas bisa mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah dari harta serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pesero pengurus atau pendiri.46

Ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Atau dengan kata lain bahwa tanpa adanya perjanjian untuk mendirikan perseroan, maka tidak akan lahir suatu perseroan terbatas, di sini jelas bahwa perjanjian merupakan dasar lahirnya perseroan terbatas, dan pendiri perseroan terbatas minimal oleh dua orang [(Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas)].47

Hukum perseroan terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut :48

a. Corporate Opportunity

Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan

conflict of interest.

46 I.G Ray Widjaya, Hukum Perusahaan (Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan

Undang-Undang di Bidang Usaha), Jakarta : Megapoin, 2006, hlm. 128.

47 Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegakkan bahwa

prinsip yang berlaku berdasarkan UUPT, pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari (1) orang pemegang saham.

48 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra

(7)

b. Self Dealing

Maksudnya adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung, misalnya melalui saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict

of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan.

c. Piercing The Corporate Veil

Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Dan prinsip ini yang dapat membedakan perseroan terbatas dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu :

“Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

Ini berarti para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.49

d. Ultra Vires

Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaaan perseroan tersebut dirinci dalam anggaran dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan diluar kekuasaan yang dirinci dalam anggaran dasar.

e. Derivative Action

Adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya adalah gugatan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham atas nama perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham.

f. Corporate Ratification

Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan.

g. Perlindungan Minoritas

Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk

49 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta : PT.

(8)

melindungi pemegang saham minoritas, antara lain adalah Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang memberikan hak kepada pemegang saham yang memiliki 1/10 saham bagian dari jumlah seluruh saham untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan terhadap tindakan direksi.

h. Wewenang Pengadilan

Keterlibatan pengadilan ikut member warna terhadap baik buruknya praktek hukum perseroan. Artinya adalah jika pengadilan itu baik, maka praktek hukum perseroan pun akan semakin baik. Sebaliknya jika pengadilan tidak profesional, maka praktek hukum perseroan akan semakin tidak baik.

i. Business Judgement Rule50

Adalah prinsip yang menyatakan bahwa direksi tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati-hatian, telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam perseroan, beritikad baik, tidak terdapat kelalaian atau penipuan.

j. Fiduciary of Duty

Secara konseptual prinsip Fiduciary Duties mengandung 3 (tiga) faktor penting, yaitu :51

1). Prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care);

2). Prinsip yang merujuk kepada itikad baik dari direksi untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyality), dan

3). Prinsip untuk tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu opportunity yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan (secret profit

rule-doctrine of corporate opportunity).

Baik dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas didalam pasal 1 ayat (1) bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan demikian, kedudukan perseroan terbatas (PT) sebagai badan hukum tidak perlu lagi disimpulkan

50 Erman Rajagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik : Tanggung Jawab Pemegang

Saham, Komisaris, dan Direksi, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No.3 Tahun 2007, hlm. 27.

51

Bambang Kesowo, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkan Konsep Fiduciary Duties, Makalah Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Hak, Wewenang dan Tanggungjawabnya”, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 12-13 Juni 1995, hlm. 3.

(9)

sebagaimana halnya dalam KUHD sebab telah dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (1) yang menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum.52

Bahwa ternyata syarat perseroan terbatas harus didirikan oleh dua orang atau lebih tersebut tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti tercantum dalam Pasal 7 ayat (7) Undang-Undang Perseroan Terbatas atau dengan kata lain bahwa Perseroan Terbatas yang didirikan oleh BUMN tidak harus oleh dua orang (pemerintah dan pihak lain), tapi dapat BUMN secara sendirian sebagai pemegang saham tunggal (PT Persero),53 atau perseroan yang didirikan dengan tujuan untuk mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal, maka dengan demikian perseroan terbatas yang didirikan oleh BUMN atau untuk perseroan dengan bidang usaha tertentu sebagaimana tersebut di atas, bukan lahir berdasarkan perjanjian, tapi undang-undang telah menentukan demikian.

Dan isi pasal tersebut di atas dapat ditafsirkan bahwa ada dua cara lahirnya Perseroan Terbatas yaitu54 :

1. Berdasarkan perjanjian (contractual) dengan pendiri dua orang atau lebih bagi perseroan yang didirikan bukan oleh BUMN atau bukan yang didirikan dengan bidang usaha untuk mengelola bursa efek, lembaga

52 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,

Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 26.

53 Menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a, bahwa yang dimaksud dengan persero adalah

badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara.

54 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan

(10)

kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pasal Modal. 2. Tidak berdasarkan perjanjian bagi perseroan yang didirikan dengan

pemegang saham Negara atau merupakan Badan Usaha Milik Negara (Pemerintah) atau perseroan yang didirikan dengan bidang untuk mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pasar Modal.

2. Pengertian dan Tujuan Merger Perusahaan

Penggabungan Perusahaan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pada Bab VII pasal 102 angka (1) disebutkan sebagai berikut :

“Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.”55

Dalam hal ini merger diartikan sebagai penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan mempertahankan salah satu perusahaan dengan melikuidasi atau membubarkan perusahaan lainnya yang menggabung. Penggabungan ini yaitu menggabungkan perusahaan lain dalam satu perusahaan yang telah ada sebelumnya. Definisi “Penggabungan” kemudian dimuat secara khusus menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tanggal 24 Februari 1998 Pasal 1 angka (3).

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhir proses.

55 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia No.1 Tahun 1995 tentang

(11)

Dari definisi Merger menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka (9) dapat diambil kesimpulan mengenai unsur-unsur dalam merger, yaitu :56

1). Penggabungan adalah perbuatan hukum;

2). Penggabungan dua pihak yakni satu atau lebih perseroan menggabungkan diri (target company/absorbed company) dan perseroan yang menerima penggabungan (absorbing company);

3). Aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan;

4). Status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Definisi lain dari merger diberikan oleh van de grinten, adalah sebagai berikut: “fusi/merger adalah berleburnya/ bersatunya beberapa perusahaan sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan.” Black Hendry Campbell, dalam buku

Blacks Law Dictionary sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum

tentang merger memberikan definisi : “Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya.”57 Secara umum dapat dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.

Fusi/Merger adalah bentuk kerjasama diantara perusahaan. Dalam hal ini kerjasamanya mencakup kegiatan – kegiatan yang bersifat penuh. Ini berarti bahwa pada perusahaan yang berfusi, kemandirian pihak-pihak yang berfusi tidak ada lagi melainkan perusahaan yang berfusi itu melebur satu pada yang lainnya.

56 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 117. 57 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger (Berdasarkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun

(12)

Pengertian Fusi ditujukan kepada penggabungan perusahaan–perusahaan sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan. Dalam praktek menurut Raaymaker dalam buku Joint Venture sebagaimana disitir oleh Emmy Pangaribuan dalam buku perusahaan kelompok (Group Company / Concern)58 perusahaan yang berfusi kedalam perusahaan lain jarang menjadi lebur dan diikuti dengan likuidasi dari badan hukumnya. Perusahaan yang bergabung atau berfusi masih tetap dibiarkan aktif dan secara organisatoris disesuaikan kedalam keseluruhan kesatuan ekonomi dari perusahaan yang menerima penggabungan perusahaan tersebut.

Alasan penggabungan perseroan ini biasanya dikarenakan perseroan kekurangan modal ataupun karena manajemen yang lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing. Sedangkan perusahaan tempat mereka bergabung berdaya saing kuat dan berkedudukan monopoli atau sebagai kelompok konglomerasi. Karena itulah perusahaan ini berposisi sebagai penerima penggabungan, sehingga menjadi lebih besar dan kuat sementara perusahaan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Jadi, Merger atau penggabungan ini dilakukan bertujuan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut :59

a.) Memperbesar jumlah modal;

b.) Menyelamatkan kelangsungan produksi; c.) Mengamankan jalur distribusi;

d.) Memperbesar sinergi perusahaan; dan

e.) Mengurangi persaingan serta menuju kepada monopolistic.

58 Emmy Pangaribuan, Perusahaan Kelompok (Group Company / Concern), Yogyakarta :

Universitas Gajah Mada, 2007, hlm 12.

59 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,

(13)

Sementara itu menurut Abdul Rasyid Salim dalam bukunya Hukum Bisnis

Untuk Perusahaan, biasanya merger ditempuh oleh perusahaan-perusahaan besar

untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang bertujuan antara lain :60 1). Membeli product line atau lines untuk melengkapi product lines dari

perusahaan yang akan mengambil alih atau menghilangkan ketergantungan perusahaan tersebut pada product lines atau service lines yang ada pada saat ini;

2). Memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger;

3). Memperoleh pasar atau pelanggan-pelanggan baru yang tidak dimilikinya, namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger;

4). Memperoleh hak-hak pemasaran dan hak-hak produksi yang belum dimilikinya, namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger; 5). Memperoleh kepastian atas pemasokan bahan-bahan baku yang

kualitasnya baik yang selama ini dipasok oleh perusahaan yang menjadi objek merger;

6). Melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai (idle).

7). Mengurangi atau menghambat persaingan; dan 8). Mempertahankan kontinuitas bisnis.

Sedangkan Sri Redjeki Hartono61 lebih lanjut mengatakan tujuan penggabungan suatu perusahaan adalah untuk kemajuan dari masing-masing perusahaan dan secara tidak langsung adalah untuk dan demi keuntungan dan kepentingan orang-orang (pemilik) yang berada di belakang nama perusahaan yang bersangkutan. Di samping itu tujuan untuk memperluas usaha secara optimal, memperkokoh keadaan pasar baik untuk pembelian maupun penjualan dan memperoleh kedudukan keuangan yang lebih kuat.

Ada beberapa contoh perusahaan di Indonesia yang melakukan merger atau penggabungan usaha ini dengan motif atau tujuan yang berbeda-beda :

(a). PT. Indonesian Satellite Corporation (Indosat) Tbk.

60 Abdul Rasyid Salim, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta : Kencana, 2010, hlm. 119. 61 Sri Redjeki Hartono, et.al., Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Jakarta : Mandar Maju,

(14)

Pada kasus penggabungan badan usaha ini, antara PT. Indosat, PT. Satelindo, PT. IM3, dan PT. Bimagraha, merupakan jenis penggabungan badan usaha merger, dimana PT. Indosat sebagai perusahaan yang menerima merger (absorbing company) tetap eksis sedangkan PT. Satelindo, PT. IM3, dan PT. Bimagraha sebagai perusahaan yang bergabung (target company) akan hilang atau dibubarkan demi hukum tanpa ada likuidasi.

Adapun tujuan dilakukannya merger adalah :62

(1) Untuk menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan sumber daya grup Indosat dengan fokus pada bisnis seluler yang tumbuh cepat dan memberikan margin yang tinggi. Serta juga akan meningkatkan efisiensi. (2) Untuk menyatukan strategi bisnis SLI dan VOIP yang berasal dari Indosat

dan Satelindo dengan memperhitungkan perkembangan pasar dan teknologi. Dalam hal ini penggunaan teknologi baru dari teknologi yang dimiliki Indosat dan Satelindo akan dapat diintegrasikan.

(3) Dalam rangka program transformasi Indosat menjadi penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi terpadu dengan fokus seluler/nirkabel di Indonesia.

(4) Agar dapat mengurangi tingkat persaingan terutama di bisnis selular dan juga mengurangi tingkat resiko tidak tercapainya target penjualan.

(5) Menjadikan Indosat memiliki bidang/jenis usaha yang lebih luas terutama untuk mendukung bisnis utamanya yaitu di telekomunikasi selular dan nirkabel yang terpadu serta menjamin ketersediaan pasokan peralatan komunikasi yang diperlukan sehingga ketersediaan kebutuhan pelanggan akan produk dari Indosat juga akan terjamin.

(6) Membuat Indosat menjadi perusahaan yang lebih besar dan akan menjadi sebuah kekuatan di pasar bisnis selular dan telekomunikasi serta tentunya akan lebih mampu bersaing dengan perusahaan pesaingnya. Hal ini juga menaikkan prestige perusahaan (Indosat).

62 Henky Tayus, Analisa Kasus Penggabungan Badan Usaha, http://www.tayus.net/S2/

(15)

(b). PT. Bank Mandiri Tbk.

Pada akhir Februari 1998, pemerintah telah mengumumkan rencana restrukturisasi bank pemerintah dengan cara penggabungan. Adapun bank pemerintah yang akan digabung adalah: (i) Bank Ekspor Impor (Bank Exim), (ii) Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), (iii) Bank Bumi Daya (BBD), dan (iv) Bank Dagang Negara (BDN). Secara resmi tanggal 2 Oktober 1998 penggabungan keempat bank pemerintah telah berganti nama menjadi Bank Mandiri. Sedangkan penggabungan seluruh laporan keuangan efektif dilakukan pada akhir Juli 1999 sekaligus mengurangi jumlah kantor cabang dan sumber daya manusia yang ada di empat bank tersebut.

Adapun tujuan dilakukannya merger terhadap keempat bank tersebut adalah63: (1) Menghindari sanksi penutupan oleh BI karena diperkirakan bank tersebut

kesulitan mencapai capital adequacy ratio (CAR) 8% di akhir tahun 2001. (2) Menghindari pengeluaran negara yang cukup besar untuk membayar para

deposan apabila bank-bank tersebut ditutup oleh BI.

(3) Mencegah terjadinya domino effect, bertambahnya jumlah pengangguran, dan aspek negatif lainnya apabila bank tersebut harus ditutup.

(c). PT. Bank CIMB Niaga Tbk.

Pada bulan Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga. Kesepakatan Rencana Penggabungan Bank CIMB Niaga dan LippoBank telah ditandatangani pada bulan Juni 2008, yang dilanjutkan dengan Permohonan Persetujuan Rencana Penggabungan dari Bank Indonesia dan penerbitan Pemberitahuan Surat Persetujuan Penggabungan oleh Kementerian Hukum

63 Agunan P. Samosir, Analisa Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank

(16)

dan Hak Asasi Manusia di bulan Oktober 2008. LippoBank secara resmi bergabung ke dalam Bank CIMB Niaga pada tanggal 1 November 2008

(Legal Day 1 atau LD1) yang diikuti dengan pengenalan logo baru kepada

masyarakat luas. Akibat dilakukannya merger tersebut, PT. Bank Lippo Tbk. dilikuidasikan secara hukum dan melebur ke dalam PT. Bank Niaga Tbk. Adapun tujuan dilakukannya merger Bank CIMB Niaga tersebut adalah64 : sebagai suatu upaya yang harus ditempuh agar dapat mematuhi kebijakan

Single Presence Policy (SPP) atau Kepemilikan Tunggal Bank yang telah

ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penggabungan ini merupakan merger pertama di Indonesia terkait dengan kebijakan SPP.

Dari beberapa contoh penggabungan usaha atau merger diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukannya merger selain untuk memperbesar jumlah modal, menyelamatkan kelangsungan produksi, mengamankan jalur distribusi, memperbesar sinergi perusahaan dan mengurangi persaingan serta menuju kepada

monopolistic, juga karena adanya campur tangan atau desakan dari pemerintah seperti

kasus merger yang terjadi pada Bank Mandiri, dimana pemerintah mengambil inisiatif lebih baik menggabungkan keempat bank yang dikategorikan tidak sehat tersebut (Bank Exim, Bank BDN, Bank BBD, dan Bank Bapindo) daripada harus melikuidasinya dengan pertimbangan besarnya cost atau biaya untuk membayar para deposan. Selain itu juga alasan lain dilakukannya merger adalah karena adanya

64 Josephus Primus, Niaga dan Lippo Resmi Merger, http://nasional.kompas.com/read/2008/

06/02/15544639/niaga.dan.lippo.resmi.merger, dipublikasikan tanggal 2 Juni 2008, diakses tanggal 21 Januari 2012.

(17)

kepatuhan untuk melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yakni mengenai Peraturan Kepemilikan Tunggal Bank (single presence policy).

3. Klasifikasi Merger

a. Menurut jenis usahanya, merger dapat dikatagorikan ke dalam empat bagian sebagai berikut :

1). Merger horizontal

Adalah merger di antara dua atau lebih perusahaan dimana semua perusahaan tersebut bergerak pada bidang bisnis (line of business) yang sama.65

Atau dapatlah dikatakan terjadinya fusi/ merger horizontal yaitu apabila dua atau lebih perusahaan yang sebagian besar mempunyai pasar pembelian dan pasar penjualan yang sama-sama berlebur menjadi satu, seperti misalnya antara perusahaan kelapa sawit.66

Sementara itu, untuk merger horizontal khusus apabila dilakukan dalam satu kelompok usaha, ada dua perusahaan dalam satu kelompok, yang disebut dengan sister company. Saham mereka sama-sama dipegang oleh satu perusahaan holding. Namun kemudian setelah merger horizontal, perusahaan holding memegang saham pada anak perusahaan hasil merger yang telah bersatu. Dan dalam proses merger horizontal ini, khususnya apabila dipilih merger tanpa likuidasi,

65 Munir Fuady, Hukum tentang Merger (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007, Op.Cit., hlm. 80.

66

(18)

tindakan-tindakan yuridis minimal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a). semua aktiva dan passiva dialihkan dari anak perusahaan yang satu terhadap anak perusahaan lain (kecuali aktiva yang harus dibayar kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger). Kecuali dipilih model merger dengan likuidasi.

b). Anak perusahaan satu menghentikan kegiatannya, kemudian dibubarkan tanpa likuidasi.

c). Pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger dapat memilih antara menjadi pemegang saham dalam anak perusahaan atau meminta kompensasi harga saham yang sedang dipegangnya tanpa menjadi pemegang saham pada anak perusahaan hasil merger.

2). Merger vertikal

Merger vertikal adalah suatu gabungan di antara dua perusahaan atau lebih dengan mana yang satu bertindak sebagai suplier bagi yang lainnya. Atau dapat dikatakan fusi/ merger vertikal ini terjadi apabila perusahaan bersatu dengan perusahaan lainnya, yang mengerjakan lebih lanjut barang-barang yang dibuat oleh perusahaan yang pertama. Misalnya kerjasama antara pabrik pemintalan benang dan pabrik tekstil.67

67

(19)

3). Merger kon-generik

Yang dimaksud dengan merger kon-generik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang saling berhubungan tetapi bukan terhadap produk yang sama seperti pada merger horizontal dan bukan pula antara perusahaan hulu dengan hilir seperti dalam merger vertikal.68

4). Merger konglomerat

Merger konglomerat adalah penggabungan dua perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak berkaitan sama sekali antara perseroan yang menggabungkan diri dengan perseroan yang menerima penggabungan.69

b. Dilihat dari segi tata cara bagaimana merger dilakukan, merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1). Merger dengan Likuidasi dan Jual Beli Aset

Dalam hal ini, terlebih dahulu perusahaan target dilikuidasi, baru kemudian aset-asetnya yang masih tertinggal dibagi-bagikan kepada pemegang saham menurut porsinya masing-masing. Selanjutnya secara individual, pemegang saham tersebut menjual aset tersebut kepada perusahaan merger yang akan membelinya.

68 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Modern di Era Global), Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 96.

69 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan (Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang Nomor 40

(20)

2). Merger dengan Jual Beli Aset dan Likuidasi

Dalam hal ini, justru jual beli aset perusahaan target yang terlebih dahulu dilakukan. Selanjutnya, baru dilakukan likuidasi terhadap perusahaan target tersebut.

3). Merger dengan Jual Beli Saham dan Likuidasi

Dalam hal ini, dapat juga yang dibeli semua perusahaan target dari masing-masing individual pemegang saham. Setelah itu, perusahaan target dilikuidasi dan asetnya dialihkan kepada perusahaan pembeli.

c. Dilihat dari segi variasinya, merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Merger Sederhana

Merger ini dilakukan dengan prosedur yang sederhana, dimana suatu perusahaan merger ke perusahaan lain dan salah satu diantaranya melebur. Sementara itu, seluruh aktiva dan pasiva perusahaan yang melebur tersebut beralih ke perusahaan yang exist.

2). Merger Praktis

Pada merger ini lebih merupakan variasi dari bentuk merger sederhana. Merger praktis terjadi, misalnya dengan pembayaran tunai dari harga saham perusahaan target, tetapi ditukar dengan saham pengambilalih. 3). Merger Segitiga

Pada merger ini, perusahaan pengambilalih membentuk anak perusahaan penuh (100% saham) dan terhadap anak perusahaan tersebut perusahaan

(21)

target dileburkan. Namun dalam hal ini, pemegang saham perusahaan yang melebur menerima saham dari perusahaan induk.

4). Merger Segitiga Terbalik

Pada merger ini, anak perusahaan penuh yang baru dibentuk dileburkan kedalam perusahaan target. Ini biasanya dilakukan jika perusahaan target tersebut :

a). sudah punya nama (terkenal)

b). sulit membubarkan perusahaan target. 5). Merger Anak Induk

Dalam hal ini, yang melakukan merger adalah antara anak perusahaan dan induknya, dimana salah satu diantaranya akan lenyap. Jadi ini merupakan merger dalam 1 (satu) grup perusahaan.

6). Merger kepanjangan tangan

Merger ini terjadi jika yang akan meleburkan diri adalah anak perusahaan yang merupakan subsidiary penuh dari perusahaan induk. Artinya, induk perusahaan dapat mengontrol penuh anak perusahaannya. Dalam hal ini, kalaupun ada pihak lain sebagai pemegang saham minoritas, tetapi pemegang saham minoritas tidak dapat melakukan apa-apa. Baik karena terlalu kecil saham yang dipegangnya maupun karena ketentuan dalam anggaran dasar tidak memungkinkannya. Merger inilah yang disebut dengan “merger berkepanjangan tangan”.

(22)

7). Merger de facto

Kadang kala suatu transaksi dilakukan dengan tidak menyebutkan bahwa yang sedang dilakukan tersebut adalah merger. Akan tetapi, dalam kenyataannya, transaksi tersebut membawa akibat seperti halnya merger. Maka dari itu, menurut doktrin de facto, transaksi yang bersangkutan selayaknya juga oleh hukum dianggap merger sehingga hukum merger diberlakukan terhadapnya. Namun Undang-Undang Perseroan Terbatas belum dapat menjangkau/melakukan justifikasi terhadap merger de facto ini.

d. Dilihat dari segi Analisis Keuangan, merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1). Merger Permodalan Murni

Merger ini adalah merger dimana perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tetap beroperasi sebagai unit-unit yang terpisah sehingga tidak ada penghematan operasional.

2). Merger Operasional

Merger ini adalah merger dimana diharapkan akan ada sinergi dari perusahaan-perusahaan yang melakukan merger lewat integrasi dari operasional perusahaan-perusahaan tersebut.

e. Dilihat dari segi akuntansi, merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Merger dengan Metode Pembelian

(23)

Merger ini adalah merger yang menggunakan metode akuntansi yang didasari oleh pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai harga perusahaan target.

2). Merger dengan Metode Pooling of Interest

Merger ini adalah merger yang dilakukan dengan mendasarkan pada metode akuntansi yang didasari pada nilai buku dalam memberi nilai kepada perusahaan target. Dalam hal ini balance sheet dari kedua perusahaan tersebut digabung dimana aktiva dan pasiva dari kedua perusahaan tersebut ditambahkan.

Sehubungan merger (penggabungan) perusahaan merupakan suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya, maka untuk legal atau sahnya tindakan secara hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau kelompok usaha yang melakukan restrukturisasi perusahaan melalui merger maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan payung hukumnya.

Pada dasarnya tindakan yang dilakukan oleh perusahaan atau kelompok usaha yang akan melakukan merger (penggabungan) harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah dalam upaya untuk memberikan adanya kepastian hukum atas tindakan penggabungan dan melindungi kepentingan para pihak terutama pihak ketiga yaitu pemegang saham (masyarakat).

(24)

4. Dasar Hukum Pengaturan Merger Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007

Berikut ini akan dikemukakan beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi kelompok usaha yang akan melakukan restrukturisasi melalui penggabungan (merger) sebagai berikut :

1) KUHPerdata buku ketiga (sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) khususnya dasar hukum kontraktual yang mengatur tentang perikatan pada umumnya (pasal 1233 sampai dengan pasal 1456) dan ketentuan mengenai perjanjian jual beli (pasal 1457 sampai dengan pasal 1540).

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Ketentuan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai merger yang ada dalam Undang-undang Perseroan terbatas tersebut, disebut dengan istilah “Penggabungan” meliputi 2 (dua) macam pengaturan, yakni yang mengatur khusus tentang merger dan yang mengatur merger bersama-sama dengan akuisisi. Pasal-pasal yang mengatur khusus tentang merger adalah sebagai berikut : Pasal 122, 123, 129 dan 133.

Sedangkan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatur merger bersama-sama dengan pengaturan akuisisi dan konsolidasi, antara lain : Pasal 89, 126, 127, 128 dan 134.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.

(25)

3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

Disamping Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang mengejawantahkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Akan tetapi, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tersebut hanya khusus mengatur merger, konsolidasi dan akuisisi bagi perusahaan dimana merger dan konsolidasi tersebut tidak dilakukan tindakan likuidasi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merger dan konsolidasi dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu dilakukan tindakan likuidasi.

Ketentuan-ketentuan khusus tentang merger dalam peraturan ini adalah sebagai berikut : Pasal 2 sampai dengan Pasal 19.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

6) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham

(26)

Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

8) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 9) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

B. Batasan-Batasan Hukum Yang Menjadi Pertimbangan Didalam Pelaksanaan Merger Perseroan

Setiap perbuatan hukum mengakibatkan akibat hukum, demikian pula perbuatan hukum penggabungan perseroan terbatas dapat menimbulkan akibat hukum yang bersifat multi dimensi70, yaitu :

a. Akibat hukum yang bersifat internal dan materiil baik pada institusi atau lembaga yang bersangkutan internal maupun eksternal baik pada pihak internal maupun eksternal;

b. Akibat hukum yang mempunyai dampak lebih luas yaitu pengaruh yang bersifat ekonomi;

c. Akibat yang hampir terasa atau tidak yaitu pengaruh sosial dan psikologis.

70 Sri Redjeki Hartono, Pengaruh dan Akibat Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Terhadap

Pihak Ketiga, Makalah Seminar tentang Aspek Hukum Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Dalam era Globalisasi, Diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 10-11 September 1997.

(27)

Dengan demikian pengaruh yang timbul atas tindakan penggabungan perseroan terbatas dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu pengaruh-pengaruh yang bersifat yuridis dan pengaruh-pengaruh-pengaruh-pengaruh yang bersifat non yuridis. Pengaruh yang bersifat yuridis dapat terjadi atau timbul baik terhadap institusi atau lembaga maupun terhadap pendukung institusional, sedangkan pengaruh yang bersifat non yuridis adalah setiap dampak yang timbul karena adanya perbuatan hukum penggabungan perusahaan.71

Berakhirnya eksistensi dari perseroan yang menggabungkan diri dapat terjadi baik tanpa terlebih dahulu dilakukan likuidasi atau melalui likuidasi. Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan tanpa likuidasi, maka akibat hukum dari penggabungan tersebut diatur didalam Pasal 122 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 .

Apabila penggabungan dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan likuidasi, maka pada dasarnya yang digabungkan adalah aset bersih (net assets) perseroan.72

Seperti halnya dengan pranata hukum lainnya, maka pranata hukum dalam melakukan merger perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikan pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, didalam pelaksanaan merger, harus diperhatikan batasan-batasan hukum yang tidak boleh dilanggar agar kepentingan

71 Sri Redjeki Hartono, Pengaruh dan Akibat Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Terhadap

Pihak Ketiga, Ibid.

72 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan (Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang Nomor 40

(28)

pihak lain yang terkait dapat dilindungi. Dan hal ini menjadi tugas sektor hukum untuk menjaga keadilan/ kesebandingan dengan melindungi pihak yang lemah/ kecil.

1. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Struktural

Untuk mencapai suatu keberhasilan didalam pelaksanaan merger, faktor penting yang harus diperhatikan adalah sumber daya manusianya dalam hal ini adalah karyawan. Berdasarkan study Society for Human Resources Management Foundation

and Towers Perrin pada tahun 200073, terdapat tujuh penghalang utama dalam mencapai sinergi merger yang diharapkan. Ketujuh penghalang tersebut adalah ketidakmampuan mempertahankan kinerja (keuangan), menurunnya produktivitas, perbedaan budaya antar organisasi yang terlibat merger, hilang atau mundurnya karyawan andalan, ketidakmampuan melakukan manajemen perubahan, dan lemahnya komunikasi dan ketidakjelasan tujuan merger. Lima dari tujuh penyebab kegagalan merger tersebut diatas menyangkut sumber daya manusia.

Para pekerja dalam perusahaan yang akan merger merupakan salah satu pihak yang mesti sangat diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum merger dilakukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan para pekerja ini dalam hubungan dengan merger adalah :74

a. Prinsip-prinsip umum mengenai kebijaksanaan kesejahteraan sosial yang akan diterapkan setelah merger

b. Waktu yang pantas untuk berkonsultasi dengan organisasi pekerja.

73 Ayoe Permatasary dan Rostiana D. Nurdjajadi, Persepsi Terhadap Merger dan Motivasi

Kerja, Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, Vol. 10 No.2, Universitas Tarumanagara, 2008, hlm. 182-183.

74 Munir Fuady, Hukum tentang Merger (Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun

(29)

c. Cara dan saat untuk menginformasikan merger kepada pekerja.

d. Cara-cara untuk mencegah atau setidak-tidaknya mengeliminasi kemungkinan kerugian materiil kepada pihak ketiga, termasuk memberikan kompensasi yang bersifat materiil.

e. Aktivitas khusus dari organisasi pekerja dalam perusahaan.

f. Suatu garansi terhadap keamanan dan ketersediaan pekerjaan setelah merger.

Dalam kasus-kasus merger, sering kali dengan alasan peningkatan efisiensi dan perampingan usaha, setelah merger, sebagian pekerja diputuskan untuk di-PHK. Pihak pekerja menurut sistem hukum kita hampir-hampir tidak punya upaya hukum apapun untuk menolak PHK tersebut.

Oleh karena itu, selama PHK tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka PHK tersebut sudah sah. Sungguhpun Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan perlindungan terhadap karyawan perusahaan, namun disamping perlindungan pihak-pihak lainnya, dalam hal terjadinya merger, akuisisi dan konsolidasi, seperti yang diatur dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

“Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan; b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1) menegaskan bahwa penggabungan (merger) :

a. Tidak dapat dilakukan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu; b. Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya “monopoli”

(30)

Dalam skala internal perusahaan, keberhasilan strategi ini akan berdampak positif yaitu tercapainya tujuan perusahaan sebagaimana motivasi yang melandasi keputusan merger ini, misalnya tercapainya peningkatan kekuatan segi financial, manajerial, pemasaran dan operasional. Sebaliknya jika strategi ini gagal, maka perusahaan harus menanggung resiko kerugian atas hilangnya sumber-sumber ekonomi dan non-ekonomi yang nilainya tidak kecil. Sementara itu dari sisi makro ekonomi, merger bisa berdampak positif atau negatif terhadap masyarakat tergantung dari hasil yang diciptakan dari peristiwa ini.75

Meskipun didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 tidak memuat ketentuan mengenai PHK dalam hal terjadinya penggabungan perseroan terbatas, namun dalam rangka memberikan hak-hak karyawan dalam hal terjadinya PHK, maka pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor KEP-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Rugi di Perusahaan.

2. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Finansial

Merger Perseroan Terbatas ini juga menimbulkan dampak bagi pemegang saham, sebagaimana hal ini disebutkan didalam Pasal 122 ayat (3) butir b Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 bahwa pemegang saham perseroan yang

75

(31)

menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan.

Didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tegas dikatakan bahwa tindakan merger tidak boleh merugikan hak-hak dari pemegang saham minoritas. Mengapa pemegang saham minoritas yang ditekankan, bukan pemegang saham mayoritas? Karena dalam hal ini Undang-Undang Perseroan Terbatas mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan merger tersebut dilakukan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pertimbangan bahwa apabila merger dilakukan dengan merugikan kepentingan pemegang saham mayoritas, maka tentunya pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk melakukan merger tersebut, sehingga dengan demikian merger tidak dapat dilaksanakan atau pihak pemegang saham mayoritas dapat menghentikan merger tersebut dengan mengganti Direksi yang dianggap tidak kooperatif dengan pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya dimiliki oleh pemegang saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang saham minoritas.

Hal lain yang juga menghambat pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan atau perseroan terbatas pada prinsipnya “persona standi in

judicio” atau “capacity standing in court or in judgement”,76 yaitu hak untuk mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan dilakukan oleh organ perseroan. Jadi disini terlihat suatu diskriminasi yang jelas antara yang kuat dan yang

76 I. G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang

(32)

lemah, walaupun masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, namun tanpa adanya suatu instrumen bagi pihak yang lemah untuk mempertahankan haknya apabila hendak menuntut pelaksanaan haknya sebagaimana mestinya menurut hukum. Sekiranya pemegang saham minoritas ini merasa dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris, maka setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.77

3. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Lokalisasi

Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perusahaan, tetapi mempunyai kedudukan yang lemah secara lokalisasi. Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dari perusahaan atau bahkan orang luar perusahaan itu sendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa :78

a. Hubungan Kontraktual, seperti antara kreditur dan perusahaan yang bersangkutan.

b. Hubungan Non-kontraktual, seperti dengan si tersaing secara tidak fair.

Kreditur merupakan salah satu pihak yang harus selalu waspada apabila suatu perusahaan melakukan merger. Akan lebih aman bagi kreditur dari suatu perusahaan publik, mengingat adanya kewajiban melaporkan kepada Bapepam dan

77 Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007,

Pasal 61 ayat (1) dan (2).

78 Munir Fuady, Hukum tentang Merger (Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun

(33)

mengumumkan kepada publik terhadap transaksi-transaksi spesial, seperti merger. Karena itu pula, demi melindungi semua pihak, terutama pihak kreditur, mestinya terhadap perusahaan nonpublik pun melakukan hal yang sama, berupa seberapa dapat membuat pengumuman kepada publik jika akan dilakukan merger.

Krusialnya kedudukan pihak kreditur karena dengan merger, antara lain dapat terjadi 2 (dua) hal sebagai berikut :79

1. Peralihan Aset

Jika terjadi peralihan aset perusahaan yang melakukan merger, dalam hal mempunyai kedudukan sebagai debitur, utangnya kepada kreditur dapat menjadi utang tanpa dukungan aset yang merupakan jaminan pelunasan utang. 2. Non-Eksistensi Legal Entity

Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan merger, lalu siapa yang harus bertanggungjawab terhadap utang-utangnya kepada kreditur? Dalam hal peralihan aset karena merger, upaya hukum terhadap kreditur hanya ada terhadap special case.

Upaya hukum itu dapat berupa : a. Actio Pauliana

Apabila debitur melakukan pengalihan aset untuk mengelak pembayaran utang-utangnya dan apabila terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti yang tersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, pengalihan aset tersebut dapat dibatalkan lewat konstruksi hukum yang populer dengan sebutan actio

pauliana. Transaksi merger dapat dipandang sebagai transaksi objek

pranata actio pauliana karena dengan merger, ada aset perusahaan yang beralih.

b. Negative covenant

Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atau harus meminta ijin kreditur jika aset ini dialihkan. Dalam hal ini pun, jika dilanggar oleh debitur, hanya menyebabkan debitur default terhadap perjanjian kredit yang bersangkutan. Jadi, tidak sampai batalnya transaksi pengalihan aset, yang kemungkinan telah sah dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga. Kecuali pihak ketiga beritikad tidak baik untuk itu.

79

(34)

Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 juga mengharuskan pihak yang melakukan merger untuk memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat.

Tidak jelas benar apa yang dimaksud dengan merger yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat dan apa konsekwensi hukum jika terjadi merger yang demikian. Namun demikian, yang pasti adalah bahwa siapapun diantara warga masyarakat yang merasa dirugikan langsung oleh merger tersebut, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian atau minta dibatalkan merger tersebut. Untuk itu, masyarakat yang dirugikan tersebut dapat menggunakan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 atau menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata.

Selain merugikan masyarakat secara umum, maka pelaku merger juga harus memperhatikan kepentingan persaingan sehat. Artinya, dia tidak boleh merugikan kepentingan pihak pesaing bisnisnya. Penjelasan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 juga menekankan pentingnya memperhatikan kepentingan persaingan sehat. Sebab, dengan tindakan merger sangat potensial akan timbul perbuatan persaingan tidak sehat seperti monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk.

Referensi

Dokumen terkait

Akibat hukum terhadap PT yang belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar terhadap Perseroan Terbatas tersebut antara lain yaitu status badan hukum dan nama Perseroan

Akibat dari kepemilikan silang terhadap kegiatan usaha baik dalam perseroan terbuka atau perseroan tertutup, terhadap dua atau lebih perusahaan yang saling berintegrasi akan

Akibat hukum terhadap PT yang belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar terhadap Perseroan Terbatas tersebut antara lain yaitu status badan hukum dan nama Perseroan

Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi. Proyek Kerjasama

Dalam pasal 135 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas juga dijelaskan bahwa pemisahan tidak murni berdampak pada sebagian aktiva

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan ciri pokok dari perseroan terbatas yaitu mempunyai kekayaan sendiri, ada para pemegang saham yang bertindak

Akibat hukum terhadap PT yang belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar terhadap Perseroan Terbatas tersebut antara lain yaitu status badan hukum dan nama Perseroan

Dari pengertian di atas secara jelas memberi arti bahwa badan hukum Perseroan Terbatas terbentuk dari modal-modal yang terkumpul dari orang-orang yang terikat oleh perjanjian